• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 10-84)

Penguji III : Dra. Sabarijah WittoEng, SKM (

BAB 1 PENDAHULUAN

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

a. Mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Apoteker di industri

kosmetik.

b. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman mengenai persiapan

penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di PT. Fabindo Sejahtera.

c. Mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Fabindo

2.1 Kosmetika

2.1.1 Definisi Kosmetika

Kosmetika adalah sediaan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010).

2.1.2 Sejarah Kosmetika (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008)

Berdasarkan bukti arkeologi, ditemukan merkuri dan timbal yang digunakan sebagai kosmetik pada bangsa Mesir pada 4000 tahun SM. Kosmetik pertama yang pernah tercatat berasal dari dinasti pertama kerajaan Mesir, sekitar 3000-2907 SM. Orang-orang Mesir kuno meletakkan kendi-kendi yang berisi wewangian di kuburan-kuburan. Sediaan minyak wangi juga digunakan oleh pria maupun wanita Mesir kuno. Pada pertengahan abad pertama SM, kosmetik telah banyak digunakan oleh orang-orang Romawi yaitu dengan cara menghitamkan bulu mata dan kelopak mata, kapur untuk memutihkan warna kulit, sediaan penghilang bulu dan menyikat gigi mereka. Penggunaan kosmetik dimaksudkan agar penampilan terlihat muda dan sehat. Kosmetik yang berwarna dapat menyembunyikan pipi yang pucat, bibir pucat, kuku pucat, dan kebotakan rambut.

Pada tahun 1400-an sampai 1800-an, pemutih wajah merupakan produk kosmetik yang paling banyak digunakan. Campuran karbonat, hidroksida, dan timbal oksida merupakan komponen yang paling banyak digunakan. Campuran komponen ini dapat menyebabkan paralisis otot atau bahkan kematian bila digunakan berulang-ulang. Campuran komponen tersebut digantikan zinc oksida pada tahun 1800-an. Pada tahun 1920-an, kulit kecoklatan yang diperkenalkan oleh Coco Channel mulai digemari. Dari ide untuk mendapatkan kulit coklat, produk kosmetik berkembang dan diproduksi menggunakan warna-warna buatan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut, industri kosmetik juga tumbuh pesat. Hal ini menjadi cikal bakal berkembanganya produksi kosmetik pada skala industri yang memungkinkan terciptanya produk-produk kosmetik dengan kualitas baik dan harga terjangkau dan pada pertengahan abad ke-dua puluh, kosmetik digunakan secara luas di seluruh dunia.

2.1.3. Penggolongan Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986)

Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Kosmetik golongan I

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya;

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan;

d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I.

2.1.4. Klasifikasi Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986)

Berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika diklasifikasikan dalam tiga golongan antara lain:

1. Skin Care Cosmetics

a. Kosmetik pembersih: krim dan busa pembersih muka b. Kosmetika kondisioner : lotion, krim massage

c. Kosmetika pelindung: krim dan lotion pelembab 2. Make Up Cosmetics

a. Kosmetika dasar, seperti foundation, bedak

b. Make up, seperti lipstik, blusher, eyeshadow, eyeliner c. Perawatan kuku, seperti cat kuku, pembersih cat kuku

3. Body Cosmetics

a. Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi b. Suncares dan suntan:krim sunscreen, sun oil

c. Antiperspirant & deodoran:deodorant spray-stick-roll on d. Bleaching, Depilatory

e. Insect repellent

2.1.5. Kategori Kosmetik

Berdasarkan fungsinya kosmetik dikategorikan dalam 13 kategori, yaitu: sediaan bayi, sediaan mandi, sediaan untuk kebersihan badan, sediaan cukur, sediaan wangi-wangian, sediaan rambut, sediaan pewarna rambut, sediaan rias mata, sediaan rias wajah, sediaan perawatan kulit, sediaan mandi surya, sediaan kuku, dan sediaan higiene mulut. Tipe produk kosmetika dan kategorinya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.1.6. Penandaan kosmetika

Setiap produk kosmetika memerlukan penandaan sebagai identitas produk. Penandaan adalah keterangan yang cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetika. Adapun dalam penandaan kosmetika harus memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Penandaan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai kosmetika secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.

2. Dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.

3. Harus berisi informasi yang lengkap dengan mencantumkan tidak hanya informasi tentang kemanfaatan, tetapi juga memberikan informasi tentang hal – hal yang harus diperhatikan berupa peringatan dan efek yang tidak diinginkan.

4. Harus berisi informasi yang objektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan kosmetika yang dinotifikasi.

5. Harus berisi informasi yang tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.

6. Tidak boleh berisi informasi seolah – olah sebagai obat

7. Mudah dibaca, menggunakan huruf sekurang – kurangnya seukuran huruf Times New Roman ukuran lima dengan latar belakang menggunakan warna kontras serta tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dengan tulisan lain, cetakan atau ilustrasi.

8. Penandaan harus tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari.

9. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, khusus untuk keterangan kegunaan, cara penggunaan dan peringatan serta keterangan lain yang dipersyaratkan harus menggunakan bahasa Indonesia.

2.1.7. Informasi Dalam Penandaan

Informasi yang diperlukan dalam penandaan kosmetik adalah sebagai berikut.

1. Nama kosmetika, berupa nama dagang dan tidak menggunakan nama yang dapat menyesatkan konsumen

2. Kegunaan (dikecualikan untuk kosmetika yang sudah jelas cara penggunaannya)

3. Komposisi lengkap dan jelas, menggunakan nama bahan sesuai dengan nam International Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI), bahan alam berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan ditulis dalam nama genus dan spesiesnya, bahan yang berasal dari hewan dicantumkan nama hewan asal dalam bahasa Indonesia di belakang nama bahan tersebut.

4. Bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan, bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan lain dengan menggunakan

nomor Indeks Perwarna (Color Index/CI) serta bahan parfum dan aromatis ditulis “perfume”, “flavor” atau “fragrance”

5. Nama dan Negara produsen (Negara tempat perusahaan yang memproduksi kosmetika). Bila ada, dicantumkan pula :

a. Nama pemberi lisensi untuk kosmetika lisensi

b. Nama industry yang melakukan pengemasan primer untuk kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh industry yang terpisah dari indutri pembuat

6. Nama dan alamat lengkap produsen/importer/distributor yang bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetika di wilayah Indonesia.

7. Nomor bets

8. Ukuran, isi atau berat bersih mengikuti satuan metric atau metric dan system imperial

9. Tanggal pembuatan dan/atau tanggal kadaluarsa dengan penulisan :

a. Terdiri dari tanggal, bulan dan tahun atau bulan dan tahun dengan format “DDMMYY” atau “MMYY”

b. Sebelum penulisan tanggal bulan dan tahun diawali kata “ tanggal pembuatan” (“manufacturing date”) atau singkatan “MFG” atau “tanggal kadaluarsa” (“expired date”) atau singkatan “EXP” atau “digunakan sebelum” (“best before”).

Bagi kosmetika yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan harus mencantumkan tanggal kadaluarsa

10. Peringatan/perhatian/keterangan lain yang dipersyaratkan :

a. Peringatan/perhatian/keterangan lain khususnya yang tercantum pada peraturan tentang bahan kosmetika dalam kolom “penandaan/peringatan” b. Peringatan pada sediaan aerosol sebagai berikut.

Perhatian ! jangan sampai kena mata dan jangan dihirup.

Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 500C, jangan

ditusuk, jangan disimpan di tempat panas, di dekat api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah.

1) Tanda peringatan “PERHATIAN”, “AWAS”, atau tanda peringatan lain.

2) Penandaan kosmetika harus tercantum pada wadah dan/atau pembungkus. Apabila penandaan secara lengkap hanya tercantum pada pembungkus atau dalam hal keterbatasan ukuran dan bentuk wadah, maka penandaan pada wadah harus memuat informasi

sekurang-kurangnya nama kosmetika, nomor bets dan

netto/ukuran/isi/berat bersih.

Informasi lainnya dapat dicantumkan pada pembungkus atau pada etiket gantung, brosur, shrink wrap yang disertakan pada kosmetika.

2.1.8. Klaim Kosmetika

Klaim kosmetika adalah pernyataan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan/atau hal lain yang dicantumkan pada kosmetika. Klaim harus memenuhi persyaratan objektif, tidak berlebihan, tidak menyesatkan, dan tidak diklaim sebagai obat atau seolah – olah sebagai obat. Klaim keamanan dan kemanfaatan harus berdasarkan pembuktian secara ilmiah.

1. Pembuktian klaim yang bersifat kualitatif secara ilmiah dapat berdasarkan sumber pustaka dan/atau hasil uji keamanan atau kemanfaatan :

a. Sumber pustaka antara lain sebagai berikut :

1) Farmakope Indonesia atau farmakope Negara lain yang diakui 2) Kodeks kosmetika Indonesia

3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Bahan Kosmetika

4) ASEAN Cosmetic Directive

b. Hasil uji keamanan atau kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo 2. Pembuktian klaim yang bersifat kuantitatif harus berdasarkan hasil uji

kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo serta dapat dilengkapi data lain yang relevan atau mendukung. Contoh klaim pada kosmetika yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.

2.1.9. Bahan Kosmetika

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membrane mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Modul 5: Penandaan/Peringatan Untuk Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Penggunaan, 2010). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kosmetika harus memenuhi standard an persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan oleh Kodeks Kosmetika Indonesia ataupun standar yang diakui (Modul 2: Peraturan-Peraturan di Bidang Kosmetika, 2010). Menurut Modul 2: Peraturan-peratuan di Bidang Kosmetika, terdapat beberapa istilah dalam bidang kosmetika antara lain:

1. Bahan Kosmetika

Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika.

2. Bahan Pewarna

Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetika.

3. Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Bahan Tabir Surya

Bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet dengan cara menyerap, memancarkan dan menghamburkan.

5. Bahan yang Dilarang

Bahan yang dilarang merupakan bahan yang tidak boleh digunakan dalam kosmetika.

6. Bahan Kosmetika dengan Pembatasan

Bahan kosmetika dengan pembatasan adalah bahan yang diizinkan untuk digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan penggunaan, kadar maksimum, persyaratan lain dan persyaratan penandaan.

2.2 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)

Kosmetika yang diedarkan harus diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui oleh dunia internasional.

Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Tujuan Penerapan CPKB adalah untuk menghasilkan kosmetika yang memenuhi spesifikasi, identitas, dan karakteristik yang ditetapkan. Kosmetika tersebut tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia (penyakit/keracunan).

Manfaat CPKB bagi industri adalah dapat menghilangkan

ketergantungan terhadap individu melalui sistem dokumentasi dan metode pelatihan, meningkatkan mutu dalam pengambilan keputusan oleh manajemen melalui audit internal, pengendalian data dan dokumen serta tinjauan manajerial dan meningkatkan kepercayaan konsumen melalui penerapan CPKB yang efektif dan efisien, sehingga industri tersebut dapat berkembang dengan pesat. Kosmetika yang diproduksi dapat terjamin konsistensinya, mutu kosmetika meningkat secara berkesinambungan, nilai tambah dan daya saing produk meningkat dalam era pasar bebas.

Dengan berkembangnya industri kosmetika yang bermutu maka konsumen akan terlindung dari penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Aspek-aspek dalam CPKB mencakup kondisi dan cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai menjadi produk akhir termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.

2.2.1 Sistem Manajemen Mutu

Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan yang dijabarkan dalam bentuk struktur organiasasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur, instruksi, proses dan SDM. Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan. Pelaksanaan system manajemen mutu dapat menjamin bahwa keputusan meluluskan atau menolak didasarkan atas hasil uji dan kenyataan yang dijumpai berkaitan dengan mutu.

2.2.2 Personalia

Personil harus mempunyai kualifikasi, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dalam keadaan sehat. Personil kunci harus mempunyai kualifikasi dan pengalaman praktis yang memadai.

Tanggung jawab tiap-tiap personil harus dipahami secara jelas oleh masing-masing individu. Semua personil harus dilatih dalam pelaksanaan CPKB dan pelatihan harus dilakukan secara berkesinambungan.

Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.

2.2.3 Bangunan dan fasilitas

Dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidah dan dipilih lokasi yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dan kesalahan dalam proses produksi dan pembuatan serta mencegah terjadinya risiko campur baur. Bangunan harus mudah dirawat dan dibersihkan secara efektif untuk mencegah kontaminasi produk dari lingkungan sekitar.

Bangunan didesain dengan memperhitungkan alur orang dan material serta luas ruangan yang memadai sehingga memungkinkan penempatan peralatan dan area yang cukup untuk karyawan bekerja.

Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.

1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.

2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.

3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.

4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.

5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: a. Penerimaan material;

b. Pengambilan contoh material;

c. Penyimpanan barang datang dan karantina; d. Gudang bahan awal.

e. Penimbangan dan penyerahan; f. Pengolahan;

g. Penyimpanan produk ruahan; h. Pengemasan;.

j. Gudang produk jadi; k. Tempat bongkar muat;

l. Laboratorium;

m. Tempat pencucian peralatan.

6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.

7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.

8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.

10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.

11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.

12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi.

a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah

b. tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.

c. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan

d. kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.

e. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur

2.2.4 Peralatan

Didesain sedemikian rupa sesuai produk yang dibuat, tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Penempatan tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan campur baur antar produk. Peralatan dipelihara atau dikalibrasi secara berkala untuk alat timbang atau ukur.

2.2.5 Sanitasi dan hygiene

Dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kosmetik yang diolah. Pelakasanaan sanitasi dan higiene mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin, peralatan, bahan awal dan lingkungan. Protap-protap dan catatan sanitasi dan higiene dibuat untuk diikuti secara konsisten.

2.2.6 Produksi

Proses produksi mulai dari bahan awal sampai dengan produk jadi harus sesuai dengan Prosedur Operasional Baku (POB) yang ditetapkan sebagai berikut. 1. Air

a. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.

b. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.

c. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.

d. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

2. Bahan baku dan bahan pengemas

a. Bahan baku dan bahan pengemas hendaknya tidak membahayakan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku;

b. Bahan baku dan persyaratan mutunya belum ditetapkan dalam buku resmi dapat mengacu pada sumber lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

c. Tidak menggunakan bahan yang dilarang untuk memproduksi kosmetika; d. Spesifikasi dan metoda pengujian bahan pengemas dapat ditetapkan

bersama antara pemasok dan produsen;

e. Bahan baku dan bahan pengemas yang diterima dari pemasok hendaknya dikarantina terlebih dahulu sampai mendapat tanda pelulusan dari bagian pengawasan mutu;

f. Bahan baku yang diterima dari pemasok hendaknya disimpan sesuai dengan ketentuan dalam buku resmi atau peraturan yang berlaku;

g. Bahan baku dan bahan pengemas yang ada dalam persediaan hendaknya diperiksa dan diuji ulang secara berkala untuk memberi keyakinan bahwa mutu bahan-bahan tersebut dalam kondisi baik;

h. Bahan baku dan bahan pengemas yang boleh digunakan untuk proses produksi harus memiliki tanda pelulusan;

i. Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku dan bahan pengemas hendaknya dicatat dan dibuktikan kebenarannya.

3. Verifikasi material (bahan)

a. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.

b. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.

c. Bahan awal harus diberi label yang jelas.

d. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.

4. Pencatatan bahan

a. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.

b. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.

5. Material ditolak (reject)

Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

6. Sistem penomoran bets

a. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.

b. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan. c. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah

dan bungkus luar.

d. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara. 7. Penimbangan dan pengukuran

a. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 10-84)

Dokumen terkait