BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Malaria
Report Tahun 2012 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 104 negara, bahkan 3,3
milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah
penderita malaria di dunia sebanyak 219 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi
di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena
malaria, 6% diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia (WHO,
2012).
Indonesia sebagai negara tropis termasuk salah satu negara yang rawan
terhadap penularan malaria, apalagi sekitar 80% kabupaten termasuk kategori
endemis dan 45% penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria.
Angka kasus malaria di Indonesia secara nasional selama periode 2005–2012
mengalami penurunan yaitu tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000 penduduk
menurun menjadi 1,69 per 1000 penduduk pada tahun 2012. Namun angka ini jika
dilihat secara daerah (provinsi, kabupaten maupun kota), masih terjadi disparitas
yang cukup besar (Kemenkes RI, 2012).
Di Indonesia, setiap tahunnya terdapat 46 kematian balita per 1000
kelahiran hidup dimana 76% dari kematian tersebut terjadi pada anak usia di
bawah 1 tahun yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit menular. Di
beberapa daerah terpencil, angka kematian balita mencapai 44 per 1.000 dan bayi
34 per 1.000 kelahiran hidup per tahunnya (SDKI, 2007), sedangkan angka
kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup yang sebagian besar
disebabkan oleh perdarahan, preeklamsi, dan infeksi (SDKI 2007).
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang
berkontribusi dalam kematian bayi, balita, dan ibu hamil, yakni malaria dalam
berkontribusi 75.000 hingga 200.000 terhadap kematian bayi (WHO, 2007). Bayi,
balita dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan terhadap malaria
dan memiliki kecenderungan lebih besar untuk menderita malaria berat yang
dapat menimbulkan kematian. Di daerah terpencil dimana fasilitas kesehatan sulit
dijangkau, pada umumnya cakupan pelayanan pemeriksaan kehamilan dan
imunisasi rutin sangat rendah serta angka kejadian penyakit malaria cukup tinggi
(Kemenkes RI, 2011).
Penelitian oleh WHO pada tahun 2005 di Provinsi Lampung menunjukkan
angka kejadian malaria pada ibu hamil sebanyak 14% dan 8,75% pada ibu
melahirkan. Sementara itu data dari Rumah Sakit Timika, Papua tahun
2004–2006 menunjukkan bahwa 16,8% ibu melahirkan menderita malaria. Hal ini
menunjukkan bahwa di daerah endemis malaria, ibu hamil mempunyai risiko yang
tinggi untuk menderita malaria (Srimulyani, 2012).
Dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak serta
angka kesakitan dan kematian akibat malaria, sesuai dengan tujuan pembangunan
milenium (Millenium Development Goals/MDGs) terutama goal ke 4, 5 dan 6,
perlu dilaksanakan kegiatan terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil
dan imunisasi. Pengendalian malaria di Indonesia tercantum dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009
tanggal 28 April 2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria
secara bertahap sampai tahun 2030. Pokok-pokok kegiatan dalam mencapai
eliminasi meliputi: 1) Penemuan dan tata laksana penderita; 2) Pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko; 3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan
wabah; 4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan
5) Peningkatan sumber daya manusia (Kemenkes RI, 2011a).
Salah satu kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko adalah
melalui pendistribusian kelambu berinsektisida secara massal maupun terintegrasi
hamil dan pemberian kelambu berinsektisida pada pelayanan kesehatan ibu
hamil dan bayi melalui program imunisasi. Kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil, cakupan imunisasi,
dan penemuan kasus positif malaria serta memberikan pencegahan terhadap
penularan penyakit malaria pada ibu hamil, bayi, dan balita. Kegiatan terpadu
pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi diprioritaskan di
kabupaten/kota yang berdasarkan kajian epidemiologis merupakan wilayah
dengan endemisitas malaria sedang (Kemenkes RI, 2011).
Kegiatan terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil dan
imunisasi juga diimplementasikan di negara lain contohnya yaitu di Togo dan
di District Mukono Uganda tahun 2005 (Mbonte et al., 2005). Di Burkina
Faso pada tahun 2007 dilakukan pendistribusian kelambu melalui pelayanan
kesehatan ibu hamil (Beiersmann et al., 2010).
Pada studi pendahuluan di Subdit Malaria Kemenkes RI, diketahui
bahwa pelaksanaan program terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan
ibu hamil dan imunisasi ini diimplementasikan berbeda–beda yaitu pada tahun
2006 awalnya dilaksanakan kegiatan terpadu pengendalian malaria dengan
pelayanan imunisasi di 31 kabupaten di wilayah Sumatera. Program terpadu
pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil diimplementasikan di
beberapa kabupaten di wilayah Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan
Maluku Utara. Kemudian terus dikembangkan hingga tahun 2008
diimplementasikan di seluruh wilayah Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua,
Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT), serta wilayah Sumatera,
Aceh, dan NTB.
Pada tahun 2006 dilakukan evaluasi awal program terpadu malaria,
kesehatan ibu hamil dan imunisasi di Indonesia di daerah Sumatera, Indonesia
Timur, dan NTB yang menunjukkan bahwa program ini tidak hanya efektif
dalam pendistribusian kelambu bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk
balita di daerah endemis malaria, namun juga meningkatkan cakupan
kunjungan pertama ANC, mendorong lebih awal untuk pelayanan ANC dan
meningkatkan kelengkapan imunisasi balita (Vincent dan Hawley, 2011).
Berdasarkan best practise kegiatan terpadu tersebut, maka kementerian
kesehatan mengembangkan kegiatan ini sebagai program terpadu
pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi, dimana
pada tahun 2010 program ini mulai diimplementasikan secara bersama-sama
di wilayah Kalimantan dan Sulawesi yaitu di wilayah dengan endemisitas
malaria sedang yaitu API (Annual Paracite Incidens) atau angka kesakitan
malaria positif sebesar 1-< 5 per 1.000 penduduk.
Data dari Subdit Malaria Kemenkes RI menunjukkan bahwa selama
tahun 2012 pencapaian indikator program terpadu di wilayah Kalimantan dan
Sulawesi masih di bawah target atau kurang dari 80%, yakni cakupan skrining
atau penapisan malaria pada ibu hamil sebesar 71,63% dan cakupan
pendistribusian kelambu pada saat kunjungan Anti Natal Care (ANC) dan atau
program imunisasi sebesar 68,82%. Provinsi yang capaian cakupan kelambu
terpadunya masih di bawah target atau kurang dari 80% adalah Provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi
Tengah, sedangkan cakupan skrining malaria pada ibu hamil yang capaiannya
masih di bawah target atau kurang dari 80% adalah Provinsi Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Gorontalo, seperti tabel 1:
Tabel 1. Capaian Indikator Program Terpadu Pengendalian Malaria, Pelayanan Ibu Hamil dan Imunisasi Berdasarkan Provinsi di Kalimantan dan
SulawesiTahun 2012
Provinsi
Cakupan Kelambu yang dibagikan Melalui Pelayanan Bumil dan
atau Imunisasi (%)
Cakupan Ibu Hamil diskrining Malaria (%) Kalimantan Barat 28,98 39,72 Kalimantan Selatan 57,13 120,93 Kalimantan Timur 70,23 21,45 Kalimantan Tengah 92,17 50,45 Sulawesi Utara 93.27 80,64 Sulawesi Barat 278,14 347,38 Sulawesi Tengah 63,2 81,96 Sulawesi Selatan 212,72 160,78 Sulawesi Tenggara 103,59 90,65 Gorontalo 90,02 85,04 Total Kalimantan-Sulawesi 71,63 68,82
Sumber : Kemenkes RI, Subdit Malaria 2013
Program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan
imunisasi sudah memiliki petunjuk teknis dan pedoman pelaksanaannya,
sudah dilakukan upaya tahapan–tahapan kegiatan secara berjenjang dari pusat,
provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas yaitu: 1) Persiapan, meliputi
perencanaan kegiatan, penentuan target, identifikasi dan rencana distribusi
kebutuhan logistik/alat, biaya serta rencana jadwal kegiatan; 2) Pelaksanaan,
meliputi sosialisasi dan koordinasi serta 3) Monitoring dan evaluasi meliputi
pembinaan dan bimbingan teknis berjenjang, advokasi, asistensi, dan fasilitasi
serta monitoring dan evaluasi kegiatan terpadu (Kemenkes RI, 2011).
Program sebagai kegiatan atau suatu aktivitas yang dirancang untuk
melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas.
Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun
berbagai jenis program. Semua program perlu dievaluasi untuk menentukan
apakah layanan atau intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan.
Evaluasi program dapat dikelompokkan menjadi evaluasi proses (process
evaluation), evaluasi manfaat (output evaluation) dan evaluasi akibat atau
evaluation impact (Wirawan, 2011).
Pada tahun 2012 berdasarkan survei penggunaan kelambu di wilayah
Kalimantan dan Sulawesi diketahui bahwa proporsi ibu hamil yang tidur
dengan kelambu berinsektisida adalah sebesar 52,5% dan proporsi balita yang
tidur dengan kelambu berinsektisida adalah sebesar 48,2% (Kemenkes RI,
2013).
Menurut PATH /program for Appropriate Technology and health (2011)
pelayanan kesehatan terintegrasi sebagai pengorganisasian, manajemen, dan
pemberian pelayanan kesehatan preventif dan kuratif secara terus menerus,
yang dilakukan berdasarkan kebutuhan keluarga dan melewati level sistem
kesehatan yang berbeda. Disamping itu menurut Shaw et al (2011) bahwa
evaluasi dari pelayanan integrasi cenderung berfokus pada proses dan hasil
yang terlibat serta beberapa penilaian juga menghitung untuk konteks
perkembangan pelayanan terintegrasi, dan berbagai perspektif dari pengguna
jasa, penyedia jasa dan tingkat penyediaan pelayanan kesehatan yang terlibat.
Pada pelaksanaan program terpadu ini, telah dilakukan pelatihan dan
sosialisasi tentang kegiatan terpadu pengendalian malaria dan pelayanan ibu
hamil kepada 5.392 orang bidan di seluruh wilayah Kalimantan dan Sulawesi
di daerah kabupaten/kota dengan endemisitas malaria sedang yaitu API 1-< 5
Per 1.000 penduduk (Subdit Malaria, Kemenkes RI 2012).
Data dari Kemenkes RI menunjukkah bahwa dari segi anggaran, dana
kegiatan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan
imunisasi ini bersumber dari hibah Global Fund malaria Round 8. Di wilayah
Kalimantan dan Sulawesi pada tahun 2012 dana hibah untuk kegiatan terpadu
malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi tersebut adalah sekitar Rp. 36,6
milyar dengan komponen pembiyaan meliputi pelatihan bidan, monitoring
dan evaluasi, sweeping imunisasi dan ibu hamil, pengadaan Rapid Diagnostic
Test (RDT) dan kelambu untuk ibu hamil dan balita, aktivitas pendistribusian
kelambu, biaya pengiriman, serta administrasi dan manajemen, dan lain-lain.
Anggaran program terpadu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan
seluruh anggaran program pengendalian malaria secara nasional untuk seluruh
Indonesia pada tahun 2012 bersumber dari APBN yaitu sekitar Rp. 21,9
milyar.
Evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi,
yaitu upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan yang tepat
pula (Arikunto, 2008). Fasilitasi diperlukan pada lintas program yang terlibat
(malaria, kesehatan ibu dan imunisasi) secara vertikal dari tingkat pusat,
provinsi dan kabupaten. Sosialisasi melalui beberapa konsultasi, pertemuan
orientasi, dan kunjungan lapangan oleh provinsi dan kabupaten pada daerah
yang siap menerima manfaat program, membantu aturan dan strategi dari
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten (Vincent dan Hawley, 2011).
Berdasarkan indikator program terpadu malaria, KIA dan imunisasi pada
tahun 2012, bahwa Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu
provinsi dengan capaian program yang sangat rendah. Cakupan kelambu yang
dibagikan melalui pelayanan ibu hamil dan atau imunisasi sebesar 57,13%.
Kabupaten/kota dengan capaian indikator kelambu yang dibagikan melalui
pelayanan ibu hamil dan imunisasi di bawah target atau kurang dari 80%
adalah Kabupaten/Kota Tanah Bumbu, Kotabaru dan Banjarbaru, sedangkan
kabupaten/kota dengan cakupan ibu hamil yang diskrining malaria masih di
bawah target atau kurang dari 80% adalah Kabupaten/Kota Tapin, Tanah
Laut, dan Tanah Bumbu.
Tabel 2. Capaian Indikator Program Terpadu Pengendalian Malaria, Pelayanan Ibu Hamil dan Imunisasi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2012
Kabupaten/Kota
Cakupan Kelambu yang dibagikan Melalui Pelayanan Bumil dan atau imunisasi (%)
Cakupan Ibu Hamil diskrining Malaria (%)
Kota Banjarbaru 54,34 183,83
Kabupaten Banjar 133,96 454,16
Kabupaten Tanah Laut 84,66 70,59
Kabupaten Tapin 646,67 1,31
Kabupaten HSS Kabupaten HST Kabupaten HSU Kabupaten Tabalong Kabupaten Barito Kuala Kabupaten Kotabaru Kabupaten Tanah Bumbu Kabupaten Balangan 807,58 339,52 0 0 139,84 23,99 21,83 576,0 277,57 0 346,34 107,50 225,24 108,65 19,40 0 Sumber : Kemenkes RI, Subdit Malaria 2013