• Tidak ada hasil yang ditemukan

monopoli dan persaingan tidak sehat (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "monopoli dan persaingan tidak sehat (2)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dosen Pembimbing:

Dr. Rosdalina, S, Ag. M. Hum

Disusun Oleh: Kalompok 12 Sultan Hasanuddin Misman

Fatma Ambarak

Program Studi Ekonomi Syariah (A) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Manado

(2)

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan hal yang baru bagi Indonesia.Hal ini dapat dilihat dengan baru keluarnya Undang-Undang tentang Monopoli pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000, secara lengkapnya dengan nama Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sementara di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat hal ini sudah menjadi perhatian sejak masa lalu,bahkan telah diundangkan sejak ratusan tahun lalu. berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek.1

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat menjamin tercapainyaiklim usaha yang kondusif bagi para pelaku pasar, sehingga nantinya dapat terciptakesempatan berusaha yang lebih kompetitif. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam melakukan kegiatan usaha, serta mendorong suatu kondisi persaingan usaha yang sehat dan wajar sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.2

Upaya-upaya untuk menyempurnakan undang-undang ini masih harus tetap dilakukan monopoli sebenarnya bukanlah suatu tindakan yang terlarang dan undang undang tidak melarang adanya monopoli ini, asalkan monopoli ini diperoleh dengan mendapatkan posisi pasar tersebut melalui kemampuannya berusaha secara jujur dengan prediksi usaha atau kejelian bisnis yang tinggi,3

1 Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal; 3.

2 Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;3

3 Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;4.

(3)

menghasilkan barang yang berkualitas dengan harga barang atau jasa yang dikehendaki oleh konsumen, sumber daya manusia yang berkualitas dan lainnya, sehingga perusahaan tersebut mampu berkembang sedemikian rupa dan dapat menguasai pasar.4

B. Rumusan Masalah

1. Apa antimonopoli dan persaingan usaha?

2. Apa saja asas dan tujuan antimonopoli dan persaingan usaha? 3. Bagaimana kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis? 4. Bagaimana perjanjian yang dilarang dalam antimonopoli dan

persaingan usaha?

5. Bagaimana hal-hal yang dikecualikan dalam monopoli? 6. Bagaimana komisi pengawasan persaingan usaha?

7. Bagaimana sanksi dalam antimonopoli dan persaingan usaha?5

4 Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;4.

5 Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, hal;5.

(4)

II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan

penawaran pasar.6

Sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebenarnya pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana, Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu

(5)

lima ratus7 ribu rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian

bagi konkuren-konkuren orang lain itu.8

Dengan demikian, dari rumusan pasal 382 bis KUH Pidana terlihat bahwa seorang dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan “persaingan curang” dan harus memenuhi beberapa kriteria, sebagai berikut.

1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan

2. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka mendapatkan, dan memperluas hasil dagangan, atau perusahaan.

3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain.

4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.

5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si pelaku.9

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha, Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah didefinisikan mengenai pelaku usaha, yaitu Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum

7 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;11.

3 8 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;11.

(6)

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik10

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.11

Namun, dalam praktik monopoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu usaha pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaran atasa barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.12

Pada hal, Pasal 4 ayat 2 secara tegas bahwa pelaku usaha patut atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.Dengan demikian, praktik monopoli tersebut harus dibuktikan adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Oleh karena itu, persaingan tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, “Persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau penghambat persaingan usaha.” 13

B. Asas dan Tujuan

Dalam melakukan kegiatan usaha diIndonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

10 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;12. 4

11 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;12.

12 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;13.

(7)

Dengan demikian, tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut.14

1. Menjaga kepenti ngan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.

3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.

4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.15 C. Kegiatan yang Dilarang

Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham mayoritas pada beberapa peruasahaan sejenis.

1. Monopoli

Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.

Sementara itu, monopoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, memuat beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.16

14 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;14.

5

15 Masyhuri, Ekonomi Mikro, hal;14.

(8)

b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika

1. barang dan jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya;

2. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan jasa yang sama;

3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.17

2. Monopsoni

Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli ; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.

Sementara itu, monopsoni menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut.

a. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. b. Pelaku usaha patut diduga dan dianggap

menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu kelompok pelaku usaha18

menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.19

6

17 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;21.

18 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;22.

7

(9)

3. Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian, pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, antara lain berupa

a. Menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha persaingan untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya itu atau jasa pada pasar bersangkutan;

c. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.20

4. Persekongkolan

Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan). Sementara itu, ada beberapa bentuk persengkongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam pasal 22 sampai dengan Pasal 24 adalah sebagai berikut.

a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang tender21

sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.

20 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;22.

21 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;23.

(10)

c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan pemasaran barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang atau jasa yang ditawarkan atau dipasok menjadi berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan waktu yang dipersyaratkan.22

5. Posisi Dominan

Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan untuk menyesuaikan pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

Sementara itu Pasal 25 menyatakan bahwa pelaku usaha dapat dikategorikan menggunakan posisi dominan apabila memenuhi kriteria, sebagai berikut.

a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang23 atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga

maupun kualitas.

b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.24

22 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;23.

23 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;24.

9

(11)

Secara kuantitatif ditentukan berapa persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan diatas, seperti berikut.

a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 persen atau lebih pangsa pasar untuk satu jenis barang atau jasa tertentu. b. Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

menguasai 75 persen atau lebih pangsa pasar untuk satu jenis barang.25

6. Jabatan Rangkap

Mengenai jabatan rangkap, dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu.26

a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama;

b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang atau jenis usaha;

c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang atau jenis tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.27

7. Pemilikan Saham

Mengenahi pemilikan saham, berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan, antara lain

25 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;25.

26 Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, hal;26.

10

(12)

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

Sementara itu, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang secara tegas dilarang.29

Dengan demikian, penggabungan dapat dilakukan hanya yang bersifat vertikal sesuai dengan pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.30

D. Perjanjian yang Dilarang

Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara lain oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.31

1. Oligopoli

Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat memengaruhi harga pasar. Dengan demikian,

(13)

keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh sejumlah pembeli, dengan demikian maka

a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa. b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara

bersama-sama dan melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa, apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.32

2. Penetapan harga

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain

a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama;33

b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang sama;

c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar;

d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan.34

3. Pembagian wilayah

32 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;32. 12

33 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;33.

(14)

Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang atau jasa.35

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.36

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan terbuat berakibat

a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain;

b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau jasa dari pasar bersangkutan.37

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan pemasaran suatu barang atau jasa.38

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan pemasaran atas barang atau jasa.39

7. Oligopsoni

35 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34 .

36 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34.

13

37 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;34

38 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;35.

(15)

a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan. 40

b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.41

8. Integrasi Vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.42

9. Perjanjian Tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa lain dari pelaku.43

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang atau jasa yang

40 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;36.

14

41 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;36.

42 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;37.

(16)

membuat persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain 44

a. Harus bersedia membeli barang atau jasa dari pelaku usaha pemasok;

b. Tidak akan membeli barang atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha pemasok.45

10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 46 E. Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli

Hal-hal yang dikecualikan dari undang-undang anti monopoli, antara lain perjanjian-perjanjian yang dikecualikan; perbuatan yang dikecualikan; perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.47

1. Perjanjia yang Dikecualikan

a. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisens, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang.

b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.

c. Perjanjian penetapan standar teknik produk barang atau jasa yang tidak mengekang dan menghalangi persaingan.48

d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang

44 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;37.

15

45 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;38.

46 Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, hal;39.

47 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia. Yang menerbitkan PT Sinar Grafika: Jakarta,hal; 60.

48 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;60.

(17)

atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan.

e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.

f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.49

2. Perbuatan yang Dikecualikan.

a. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha.

b. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.50

3. Perbuatan dan perjanjian yang Diperkecualikan

a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Perbuatan dan perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak menggangu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.51

F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.52

Hal ini diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalan menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.53

49 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;60.

50 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;61.

51 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;61.

52 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;62.

17

(18)

1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha;

2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya;

5. Menerima laporan dari masyarakat dan dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;

6. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;

7. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil penelitiannya; 54

8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang;

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;

10. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.55

54 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;63.

18

(19)

G. Sanksi

Ketentuan pemberian sanksi terhadap pelanggaran bagi pelaku usaha yang melanggar undang-undang ini dapat dikelompokkan dalam dua kategori, antara lain sanksi administrasi dan sanksi pidana pokok dan tambahan. 56

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.57

2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan

Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian penutupan, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar.58

56 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;64.

57 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;64.

19

(20)

Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa

a. Pencabutan izin usaha;

b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun; c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang

menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.59

III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.

Dalam melakukan kegiatan usaha diIndonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persengkongkolan, posisi dominan,

59 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia.hal;65.

(21)

jabatan rangkap, pemilikan saham mayoritas pada beberapa peruasahaan sejenis.

Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara lain oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.

Hal-hal yang dikecualikan dari undang-undang anti monopoli, antara lain perjanjian-perjanjian yang dikecualikan; perbuatan yang dikecualikan; perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.

Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(22)

22

DAFTAR PUSTAKA

Arrasjid Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Masyhuri, Ekonomi Mikro, UIN-Malang Press, 2007.

Soerono, Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta: Grasindo, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat dan analisisnya dengan menggunakan teori konflik dan hasil penelitian mengenai penyelesaian konflik yang telah ditempuh

maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi senyawa bioaktif inhibitor tirosinase dari kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk menggunakan pelarut air dan campuran air :

Baik pada pengembangan dan pengelolaan model agrowisata berbasis modal maupun berbasis masyarakat tidak menimbulkan degradasi lingkungan, bahkan sebaliknya kedua model

1. Pengelolaan sampah dan kebersihan kota di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Daerah setempat yang dapat

Sistem kontrol dengan loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal output atau keluaran sistem berpengaruh langsung terhadap sinyal aksi pengontrolan sistem jika

Lewat pro- gram ini antar dosen bisa mengambil nilai-nilai dari dosen lain yang bisa ditiru, sebagai contoh yaitu dalam hal penguasaan materi, ketelatenan, kesabaran, dan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan dan perilaku penderita hipertensi dalam upaya mencapai tekanan

Kewajiban diakui dalam neraca apabila besar kemungkinan bahwa suatu arus keluar sumber daya yang memiliki manfaat ekonomi merupakan hasil dari penyelesaian kewajiban saat ini dan