• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET

(

Hevea brasiliensis

Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN

AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

Prihyanti Lasma E. Sinaga 080301053

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET

(

Hevea brasiliensis

Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN

AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

SKRIPSI

Oleh :

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA 080301053

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET

(

Hevea brasiliensis

Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN

AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

SKRIPSI

Oleh :

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA 080301053/ AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Judul Skripsi : Respons pertumbuhan stum mata tidur karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) dengan pemberian air kelapa dan pupuk

organik cair.

Nama : Prihyanti Lasma E. Sinaga

NIM : 080301053

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Agronomi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Charloq, MP.) (Nini Rahmawati, SP., MSi.) NIP. 1961 1109 1986 01 2001 NIP. 19720215200222002

Mengetahui:

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(Ir. T. Sabrina, M. Agr. Sc., Ph.D.) NIP. 196406201998032001

(5)

ABSTRAK

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA: Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) dengan Pemberian Air Kelapa dan Pupuk Organik Cair, dibimbing oleh CHARLOQ dan NINI RAHMAWATI. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya karet dengan stum mata tidur adalah tingginya persentase kematian stum di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanam karet yang baik dengan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair. Penelitian ini dilaksanakan di lahan masyarakat

kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru, Kecamatan Medan Timur, Medan (+ 25 m dpl) pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Menggunakan

rancangan acak kelompok dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah lama perendaman air kelapa (0, 12, dan 24 jam) dan faktor kedua adalah dosis pupuk organik cair (0, 20, 40, dan 60 cc/tanaman). Parameter yang diamati adalah persentase mata melentis, waktu melentis, tinggi tanaman, diameter tanaman, jumlah daun, berat kering akar, berat kering tajuk, dan persentase kematian stum di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman air kelapa berpengaruh nyata terhadap persentase mata melentis 2 MST dan waktu melentis stum mata tidur karet. Pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap waktu melentis, tinggi tunas dan berat kering tanaman. Interaksi antara air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Hasil yang terbaik diperoleh pada perendaman air kelapa 12 dan 24 jam dan dosis pupuk organik cair yaitu 60 cc/tanaman.

(6)

ABSTRACT

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA : Growth respect of rubber budded stump (Hevea brasiliensis Muell Arg.) by giving coconut water and liquid organic fertilizer, supervised by CHARLOQ and NINI RAHMAWATI.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Prihyanti Lasma E. Sinaga, lahir pada tanggal 02 September 1990 di Tiga Urat, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera

Utara, anak ke-2 dari 4 bersaudara, puteri dari ayahanda Robinson Sinaga dan ibunda Dra. T. Sitanggang.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1, Pangururan dan pada tahun yang sama masuk Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Respon Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.)

dengan Pemberian Air Kelapa dan Pupuk Organik Cair”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda R. Sinaga dan Ibunda Dra. T. Sitanggang yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ir. Charloq, MP., sebagai Ketua Pembimbing dan Ibu Nini

Rahmawati, SP., Msi. sebagai Anggota Pembimbing, yang telah memberi banyak saran dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

Air Kelapa sebagai Zat Pengatur Tumbuh ... 8

Pupuk Organik Cair ... 11

Perendaman dengan Air Kelapa ... 19

Penanaman ... 20

Pengaplikasian Pupuk Organik Cair ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Penyiraman ... 20

Penyiangan ... 20

Penunasan ... 21

Penyulaman ... 21

Parameter Pengamatan ... 21

(10)

Hal. HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mata Melentis (%) ... 23

Waktu Melentis (hari) ... 29

Tinggi Tunas (cm) ... 34

Diameter Tanaman (cm) ... 40

Jumlah Daun (helai) ... 45

Berat Kering Akar (g) ... 48

Berat Kering Tajuk (g) ... 52

Persentase Kematian Stum di Lapangan (%) ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan persentase mata melentis (%) pada perlakuan air kelapa dengan pupuk organik cair pada 2-3 minggu setelah tanam ... 23 2. Rataan waktu melentis (hari) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 30 3. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 35 4. Rataan diameter tanaman (cm) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 41 5. Rataan jumlah daun (helai) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 45 6. Rataan berat kering akar (gr) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 49 7. Rataan barat kering tajuk (gr) pada perlakuan air kelapa dengan

pupuk organik cair ... 52 8. Rataan persentase kematian stum di lapangan (%) pada perlakuan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan perendaman air kelapa pada 2 minggu setelah tanam ……… Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan perendaman air kelapa pada 3 minggu setelah tanam ………... Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan perendaman air kelapa pada 2 dan 3 minggu setelah tanam ………... Hubungan antara waktu melentis pada perlakuan perendaman air kelapa ………. Hubungan antara waktu melentis pada perlakuan pupuk organik cair

25

Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan perendaman air kelapa pada umur tanaman 3 hingga 15 minggu setelah tanam ….… Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan perendaman air kelapa pada umur tanaman 3 dan 15 minggu setelah tanam ……….. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 6 hingga 12 minggu setelah tanam……….. Hubungan antara diameter tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 1-15 minggu setelah tanam... Hubungan antara diameter tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 1-15 minggu setelah tanam ……..

36

38

39

42

44 11. Hubungan antara jumlah daun dengan perlakuan perendaman air

kelapa pada umur tanaman 6-15 minggu setelah tanam ………. 46 12. Hubungan antara jumlah daun dengan perlakuan pupuk organik cair

pada umur tanaman 6-15 minggu setelah tanam………. 47 13. Hubungan antara berat kering akar dengan perendaman air kelapa ... 50 14. Hubungan antara berat kering akar dengan pupuk organik cair…….. 51 15. Hubungan antara berat kering tajuk pada perlakuan perendaman air

(13)

16. Hubungan antara berat kering tajuk pada perlakuan pupuk organik

cair.……….. 55

17.

18.

Hubungan antara persentase kematian stum di lapangan pada perlakuan perendaman air kelapa ……… Hubungan antara persentase kematian stum di lapangan pada perlakuan perendaman air kelapa ………

57

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Data analisis tanah penelitian ……… Data analisis kandungan air kelapa ………... 65 66 66 6. Data pengamatan persentase mata melentis (%) 2 MST ... 67

7. Data pengamatan persentase melentis 2 MST (transformasi √y) ….. 67

8. Daftar sidik ragam persentase mata melentis (%) 2 MST ... 68

9. Data pengamatan persentase mata melentis (%) 3 MST ... 68

(15)

No. Hal.

23. Data pengamatan tinggi tanaman (cm) 15 MST ... 75

24. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 15 MST ... 76

25. Data pengamatan diameter tanaman (cm) 6 MST ... 76

26. Daftar sidik ragam diameter tanaman 6 MST ... 77

27. Data pengamatan diameter tanaman (cm) 9 MST ... 77

28. Daftar sidik ragam diameter tanaman 9 MST ... 77

29. Data pengamatan diameter tanaman (cm) 12 MST ... 78

30. Daftar sidik ragam diameter tanaman 12 MST ... 79

31. Data pengamatan diameter tanaman (cm) 15 MST ... 79

32. Daftar sidik ragam diameter tanaman 15 MST ... 80

33. Data pengamatan jumlah daun 6 MST ... 80

34. Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 81

35. Data pengamatan jumlah daun 9 MST ... 81

36. Daftar sidik ragam jumlah daun 9 MST ... 82

37. Data pengamatan jumlah daun 12 MST ... 82

38. Daftar sidik ragam jumlah daun 12 MST ... 83

39. Data pengamatan jumlah daun 15 MST ... 83

40. Daftar sidik ragam jumlah daun 15 MST ... 84

41. Data pengamatan berat kering akar ... 84

42. 43. Data pengamatan berat kering akar (g) (transformasi √y) ……….. Daftar sidik ragam berat kering akar ... 85 85 44. Data pengamatan berat kering tanaman ... 86

(16)

No. Hal. 46. Data pengamatan persentase kematian stum di lapangan (%) ... 87 47.

48.

Data pengamatan persentase kematian stum di lapangan (%) (transformasi √y) ……….. Daftar sidik ragam persentase kematian stum di lapangan (%) ...

(17)

ABSTRAK

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA: Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) dengan Pemberian Air Kelapa dan Pupuk Organik Cair, dibimbing oleh CHARLOQ dan NINI RAHMAWATI. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya karet dengan stum mata tidur adalah tingginya persentase kematian stum di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanam karet yang baik dengan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair. Penelitian ini dilaksanakan di lahan masyarakat

kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru, Kecamatan Medan Timur, Medan (+ 25 m dpl) pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Menggunakan

rancangan acak kelompok dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah lama perendaman air kelapa (0, 12, dan 24 jam) dan faktor kedua adalah dosis pupuk organik cair (0, 20, 40, dan 60 cc/tanaman). Parameter yang diamati adalah persentase mata melentis, waktu melentis, tinggi tanaman, diameter tanaman, jumlah daun, berat kering akar, berat kering tajuk, dan persentase kematian stum di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman air kelapa berpengaruh nyata terhadap persentase mata melentis 2 MST dan waktu melentis stum mata tidur karet. Pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap waktu melentis, tinggi tunas dan berat kering tanaman. Interaksi antara air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Hasil yang terbaik diperoleh pada perendaman air kelapa 12 dan 24 jam dan dosis pupuk organik cair yaitu 60 cc/tanaman.

(18)

ABSTRACT

PRIHYANTI LASMA E. SINAGA : Growth respect of rubber budded stump (Hevea brasiliensis Muell Arg.) by giving coconut water and liquid organic fertilizer, supervised by CHARLOQ and NINI RAHMAWATI.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia karena banyak penduduk yang hidupnya

mengandalkan komoditas ini. Gapkindo memperkirakan areal perkebunan karet di Indonesia pada 2010 seluas 3,445 juta ha dan diperkirakan bertambah

5.000 ha pada 2011 (Sihotang, 2011). Komoditas karet Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan konstribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 ton karet alam sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta

ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton (Hero dan Purba, 2010).

Saat ini luas areal pertanaman karet di Sumatera Utara tahun 2010 adalah 463.851 ha dengan produksi 413.597 ton serta produktivitasnya 1.015 ton per ha. Untuk total luas areal Indonesia adalah 3.445.121 ha dengan produksi 2.591.935 ton serta produktivitas 935 kg per ha (Badan Pusat Statistik, 2011). Lahan karet yang luas itu hanya 15 % merupakan perkebunan besar, sedangkan 85 % adalah perkebunan rakyat yang dikelola seadanya saja, bahkan ada yang hanya mengandalkan pertumbuhan alami. Pada tahun 2025 diharapkan Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia dengan produksi 3,8 – 4,0 juta ton per tahun. Secara empiris, pemanfaatan bibit unggul memberikan

kontribusi yang besar dalam meningkatkan produktifitas kebun (Boerhendhry, 2009).

(20)

rata-rata sudah di atas 1000 kg/ha/tahun. Selain itu masalah yang dihadapi para pekebun jika menggunakan stum okulasi mata tidur sebagai bahan tanam ialah tingginya persentase kematian stum di lapangan. Persentase kematian yang terjadi di lapangan diakibatkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar dan tunas. Teknologi yang dianjurkan oleh Balai Penelitian Karet Sembawa yang diterapkan di lokasi Prima Tani meliputi penggunaan klon anjuran, pembangunan kebun

batang bawah dan kebun entres, serta pengembangan pembibitan karet (Rosyid dan Drajat, 2008).

Menurut Dirjenbun Kementrian RI klon PB 260 merupakan klon anjuran penghasil karet yang memiliki beberapa keunggulan seperti tahan terhadap penyakit jamur upas. Benih berasal dari benih terpilih yang diambil dari pohon induk minimal berumur 10 tahun. Sumber benih dapat diperoleh dari Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet, Lembaga Riset Perkebunana Indonesia (Yardha dan Mugiyanto, 2007).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet adalah menggunakan zat pengatur tumbuhan seperti auksin dan sitokinin. Namun zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan saat ini adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang harganya relatif mahal dan kadang langka ketersediaannya. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dipikirkan zat pengatur tumbuh yang dapat diperoleh dengan mudah, murah namun memiliki kemampuan yang sama atau lebih dari zat pengatur tumbuh sisntetik dalam memacu pertumbuhan tanaman (Ulfa, 2013).

(21)

hijau, pisang ambon, jagung dan buncis serta bawang merah. Penggunaan air kelapa pertama kali dilaporkan oleh Van Overbeek pada tahun 1941 dalam kultur embrio Datura stramonium. Lebih lanjut dikemukakan bahwa bahan-bahan yang

terkandung dalam air kelapa antara lain : asam amino, asam organik, asam nukleat, purin, gula, alkohol, vitamin, mineral dan zat hormon seperti

sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali yang dapat menstimulasi pertumbuhan (Morel, 1974 dalam Bey, 2006).

Untuk mendapatkan tanaman karet yang baik dapat juga dilakukan dengan pemberian pupuk yang tepat. Penambahan pupuk yang hanya menitikberatkan pada penggunaan pupuk anorganik semata tidak hanya menyebabkan peningkatan produksi tanaman tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap tanah karena dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Dewasa ini, pemanfaatan pupuk organik dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman (Setyorini, 2005).

(22)

meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan tidak menyebabkan polusi tanah maupun air (Novizan, 2005).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan

penelitian yang berjudul respon pertumbuhan stum mata tidur karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.) dengan perendaman air kelapa dan pupuk

organik cair. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan stum mata tidur karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dengan perendaman air kelapa dan pupuk

organik cair.

Hipotesis Penelitian

Diduga ada perbedaan tanggapan yang nyata terhadap pertumbuhan stum mata tidur karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dengan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair serta interaksi keduanya.

Kegunaan Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Stum Mata Tidur

Bahan tanaman karet untuk perkebunan dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Okulasi bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh batang (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan kepadanya (Indraty, 2005).

Bibit stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi dilahan persemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari dua bulan setelah pemotongan batang atas pada posisi 10 cm diatas mata okulasi dengan akar tunggang tunggal atau bercabang. Akar tunggang tunggal lebih bagus dibandingkan dengan akar tunggang bercabang, sehingga petani karet biasanya memotong akar tunggang bercabang yang lebih kecil. Dengan demikian tinggal satu akar tunggang besar

yang panjangnya sekitar 40 cm dan akar lateral yang panjangnya 5 cm (Setiawan dan Andoko, 2005).

Bibit dalam polibag adalah bibit okulasi yang ditumbuhkan dalam polibag yang mempunyai satu atau dua daun paying. Bibit polibag dapat dibuat dengan menanam stum mata tidur atau dengan pembibitan batang bawah di polibag. Kelebihan dalam pembibitan di polibag adalah lebih seragam ketika dipindah ke lapangan, memudahkan penyiraman dan dapat menghemat air ketika penyiraman. Sangat penting diperhatikan bahwa tunas yang tumbuh bukan dari mata tempelan (mata liar) harus dibuang dan diperiksa 1 x 2 minggu (Sagala, 2009).

(24)

tanaman belum menghasilkan lebih cepat, keseragaman tanaman lebih besar sehingga produksi pada tahun sadap pertama lebih tinggi serta memiliki sifat sekunder yang diinginkan seperti relatif terhadap penyakit tertentu, batang tegap, volume kayu per pohon tinggi dan lain sebagainya (Sagala, 2009).

Jenis klon karet yang unggul yang dianjurkan di daerah Sumatera dan

Kalimantan adalah PB 260, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24 dapat digunakan juga di Jambi. Semua jenis klon tersebut

memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang yang cepat. Klon PB 260 merupakan klon penghasil lateks, pertumbuhan jagur, resisten terhadap Corynospora colletotricum dan Oidium, produksi lateks 1,5 – 2,5 ton/ha/tahun (Badan Litbang Pertanian, 2010)

Menurut penelitian Dalimunthe (2004) tanaman karet klon PB 260 merupakan klon lateks yang lebih unggul dari berbagai klon yang telah diuji. Klon ini lebih tanggap terhadap kondisi lingkungan yang ada seperti relatif lebih tahan pada cekaman air yang berat. Klon PB 260 ini dianjurkan untuk ditanam di daerah dengan 2-3 bulan kadar air dibawah 60 %.

Pada proses okulasi, pencabutan stum, proses pengemasan dan pengiriman merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme

dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Pencabutan stum dari tanah di pembibitan lapangan mengakibatkan

(25)

Pencabutan stum dari tanah di pembibitan mengakibatkan pelukaan besar di bagian akar. Pelukaan ini meningkatkan efektifitas sintesa etilen sebagai respon pertahanan, yang juga berguna dalam memecah dormansi tunas, serta menginduksi pembentukan akar (Taiz dan Zeiger, 2002 dalam Davies, 2004)

Pada stum mata tidur, pembentukan akar pertama kali didorong oleh cadangan makanan yang ada di batang bawah. Setelah terbentuk, akar akan menyerap air yang ada di dalam tanah, kemudian cadangan makanan yang tersimpan di dalam batang diubah menjadi sumber energi untuk pertumbuhan tunas-tunas baru tersebut. Karena sebelumnya telah tumbuh selama satu tahun di pembibitan batang bawah sehingga memiliki cadangan energi untuk pertumbuhan

awal di lapangan. Pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara

enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman

seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya)

serta efisiensi metabolisme. Setelah substrat awal habis digunakan, penyediaan subtrat selanjutnya tergantung pada daun dan efisiensi memfiksasi

(26)

sama. Hal ini ditunjukkan oleh muncul tunas di lapangan hampir pada waktu bersamaan.

Pada tanaman karet, daun tumbuh secara bertahap dan setiap pertumbuhannya meninggalkan bekas tangkai daun dan membentuk nodus. Setiap karangan daun disebut payung daun. Payung daun dibentuk sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Pembentukan setiap payung daun memerluakn 2-3 bulan. Pertumbuhan payung daun mengukuti tinggi tanaman. Bila lahan disiapkan dengan baik dan diberi pupuk maka pertumbuhan tanaman akan lebih baik (Indraty, 2005).

Faktor lingkungan seperti kekurangan air dan suhu tinggi, atau perubahan genotif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman hanya sekedar mempengaruhi proses fisiologis dan kondisi tanaman. Jadi untuk mengerti mengapa spesies lain gagal, perlu memahami bagaimana proses fisiologis dipengaruhi berbagai faktor

lingkungan (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Dalimunthe 2004).

Air Kelapa sebagai Zat Pengatur Tumbuh

(27)

asam nikotinik, asam pantotenik, biotin, riboflavin, asam folik, pyridoxine, giberelin, 1,3-Dipenilurea, sorbitol, M-inositol, seyllo-inositol, potassium/kalium, klor, sodium, posfor, magnesium, sulfur, tembaga, dan cooper. Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 sampai 2,6 %, protein 0,07 hingga 0,55 % . Hormon alami yang dikandung air kelapa yaitu auksin dan sitokinin sebagai pendukung pembelahan sel embrio kelapa (Fatimah, 2008).

Air kelapa mengandung auksin dan sitokinin. Auksin yang berfungsi dalam menginduksi pemanjangan sel, mempengaruhi dominansi apikal, penghambatan pucuk aksilar dan adventif serta inisiasi pengakaran sedangkan sitokinin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dalam jaringan dan merangsang pertumbuhan tunas. Air kelapa yang baik adalah air kelapa muda yang daging buahnya berwarna putih, belum keras (Haryadi dan Pamenang, 1983 dalam Surachman, 2011). Sitokinin bersama dengan auksin mempunyai peranan penting untuk kemampuan mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas pucuk dan pertumbuhan akar. Namun demikian, peranan sitokinin dalam pembelahan sel tergantung pada adanya fitohormon lain terutama auksin.

Air kelapa adalah salah satu bahah alami, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta

senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan (Morel, 1974 dalam Bey, dkk, 2006).

(28)

masih lunak dan tipis, serta mempunyai serabut yang kasar. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa pemberian zat pengatur tumbuh air kelapa muda 25% dengan perendaman selama satu jam memberikan pengaruh yang terbaik terhadap pertumbuhan setek pucuk jeruk kacang (Fanesa, 2011).

Perendaman air kelapa terhadap tanaman markisa yang paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akarnya adalah 12 jam. Demikian juga dengan pertumbuhan stek erbis (Passiflora quadrangularis L.) perendaman air kelapa terbaik adalah 12 jam untuk merangsang pertumbuhan tunas . Air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh juga telah diteliti oleh Zamroni dan Darini (2009) untuk melihat pengaruhnya pada tanaman cabe jamu dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan air kelapa 25 persen berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek tanaman cabe.

Komposisi nutrisi dari air kelapa dipengaruhi oleh jenis buah dan perbedaan tingkat kemasakan buah. Sebagai tambahan, asam sikimik dan quinon juga ditemukan dalam air kelapa yang berbeda jenis dan tingkat kematangannya. Jumlah maksimum terdapat dalam air kelapa yang berasal dari kelapa hijau yang muda (Majeed, 2003).

(29)

Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin dan sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap (Dewi, 2008).

Secara umum jika rasio lebih rendah daripada sitokinin maka organogenesis akan mengarah ke tunas, jika rasio auksin seimbang maka akan mengarah ke pembentukan kalus sedangkan juka rasio auksin lebih tinggi daripada sitokinin maka organogenesis akan cenderung mengarah ke pembentukan akar (George, 1993 dalam Tajuddin, et. al., 2012)

Pupuk Organik Cair

Pupuk adalah setiap bahan organik atau anorganik, alam atau buatan, mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Tiap jenis tanah berbeda tingkat kesuburan tanahnya, sehingga dalam program pemupukan haruslah diketahui sifat-sifat tanah baik sifat fisik maupun kimianya terutama tingkat kesuburan tanahnya. Berdasarkan bentuknya pupuk dibedakan menjadi pupuk padar dan pupuk cair. Pupuk cair umumnya diaplikasikan melalui daun tanaman, tetapi dapat juga diaplikasikan melalui bagian-bagian tanaman (Damanik, dkk, 2010).

(30)

oleh tanaman karena unsur-unsur yang terkandung di dalamnya mudah terurai dan tidak dalam jumlah yang terlalu banyak sehingga manfaatnya lebih cepat terasa. Bahan baku pembuatan pupuk cair dapat berasal dari pupuk padat dengan perlakuan perendaman. Setelah beberapa minggu dan melalui beberapa perlakuan, air rendaman sudah dapat digunakan sebagai pupuk cair (Hanum, 2010).

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang berbentuk cair maupun padat. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. (Setyorini, 2005).

Pupuk organik cair adalah pupuk organik berbentuk cairan. Pupuk cair umumnya hasil ekstrak bahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti air, alkohol atau minyak. Senyawa organik mengandung karbon, vitamin atau metabolik sekunder dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang dan enzim (Musnawar, 2006).

(31)

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit bila berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Penambahan unsur mikro ke dalam tanah haruslah dilakukan dan dikendalikan lebih teliti daripada penambahan unsur hara makro. Perbedaan antara jumlah unsur mikro yang diberikan pada waktu terjadi kekurangan dan keracunan adalah sangat kecil. Oleh karena itu unsur mikro hanya diberikan bila

kita yakin unsur itu diperlukan dan jumlah yang dibutuhkan diketahui (Hasibuan, 2008).

Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti: (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik (1) dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

(32)

dan dikendalikan lebih teliti daripada penambahan unsur hara makro. Perbedaan antara jumlah unsur mikro yang diberikan pada waktu terjadi kekurangan dan keracunan adalah sangat kecil. Oleh karena itu unsur mikro hanya diberikan bila

kita yakin unsur itu diperlukan dan jumlah yang dibutuhkan diketahui (Hasibuan, 2008).

Agrobio adalah pupuk organik multiguna yang diformulasikan khusus untuk tanaman pertanian maupun perkebunan, diproses dari bahan-bahan organik pilihan yang ramah lingkungan dan aman untuk tanaman pertanian/ perkebunan. Agrobio digunakan untuk meningkatkan produksi dan hasil tanaman pertanian maupun perkebunan karena mengandung mikro organisme penghasil enzim pengurai yang sangat menguntungkan tanaman serta mengandung unsur hara makro dan mikro yang dapat diserap langsung oleh tanaman pertanian maupun perkebunan. Agrobio berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah., mengandung enzim kitinase yang berguna untuk mengendalikan/mencegah serangan jamur di perakaran seperti jamur akar putih (JAP) pada tanaman karet, merangsang (stimulan) pertumbuhan perakaran, menjaga/meningkatkan hasil produksi. Komposisi : N : < 2%, P2O5 : < 2%, K2O : 4 % (Sembiring, 2009).

Untuk bibit tanaman karet dosis anjuran pupuk organik cair agrobio adalah 40 cc/bibit, sedangkan untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman

(33)

Jika ada campuran pupuk dan air masih terdapat endapan bahan yang mengendap tersebut tidak dapat digunakan oleh tanaman. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu diketahui juga cara aplikasi yang benar, sehingga takaran pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman, bahkan unsur

hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2005).

(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan masyarakat daerah Kelurahan Pulo

Brayan Bengkel Baru, Kecamatan Medan Timur, Medan dengan ketinggian + 25 m dpl. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai bulan

Oktober 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stum mata tidur karet klon PB 260 sebagai objek yang akan diamati, air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh, pupuk organik cair agro bio, rock phosphate sebagai pupuk media tanam, polibag ukuran 25 cm x 40 cm, top soil, air untuk penyiraman tanaman karet, amplop cokelat, kertas sampel, plastik transparan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, meteran, jangka sorong, timbangan, oven, tali plastik, ember, pacak yang terbuat dari bambu, pisau, plang nama, kalkulator, dan alat tulis, seng sebagai pagar keliling, kamera,

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan :

Faktor I : Lama perendaman air kelapa (A) dengan 3 taraf yaitu : A0 : 0 jam

(35)

Faktor II : Dosis pupuk organik cair (P) dengan 4 taraf yaitu : P0 : 0 cc/ tanaman

P1 : 20 cc/ tanaman P2 : 40 cc/ tanaman P3 : 60 cc/ tanaman

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu : A0P0 A1P0 A2P0 A0P1 A1P1 A2P1 A0P2 A1P2 A2P2 A0P3 A1P3 A2P3 Jumlah ulangan : 3

Jumlah Plot : 36

Ukuran plot : 100 x 100 cm

Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman Jumlah tanaman sampel/plot : 3 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 180 tanaman Jumlah seluruh sampel : 108 tanaman Jarak antar plot : 25 cm Jarak antar blok : 50 cm

Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linear sebagai berikut :

Y ijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1, 2, 3, 4

Dimana :

(36)

µ : nilai tengah ρi : efek blok ke-i

αj : efek dari air kelapa taraf ke-j βk : efek dari pupuk organik cair ke-k

(αβ)jk : efek interaksi air kelapa taraf ke-j dan pupuk organik cair ke-k

Εijk :efek eror yang disebabkan oleh faktor air kelapa taraf ke-j dan efek pupuk

cair organik ke-k pada blok ke-i

(37)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Diukur areal lahan yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada lahan. Dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 25 cm dan jalak antar ulangan 50 cm. Penyediaan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah top soil dicampur merata kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 25 x 40 cm sampai batas ¾ bagian. Kemudian ditambahkan sebanyak 25 gr rockphosphate sebagai pupuk media tanam.

Pemilihan stum

Stum yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Sungai Putih. Pemilihan stum dilakukan setelah stum dibongkar dengan menggunakan cangkul atau pulling jack (dongkrak). Kemudian dilakukan seleksi dengan kriteria diameter batang seragam 1,5-2 cm, akar tunggang lurus dan panjangnya 25-35 cm, akar lateral panjangnya 5-10 cm, akar tunggang bercabang, tidak berbentuk garpu dan berbonggol, dan tidak terkena jamur akar putih.

Perendaman dengan Air Kelapa

(38)

Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman stum, lubang pada bagian tengah media tanam menggunakan tugal. Kemudian stum mata tidur ditanam dengan arah mata okulasi menghadap Utara Selatan agar mata okulasi mendapat cahaya matahari pagi dan sore hari secara maksimal dan mata yang sudah melentis terhindar dari cahaya matahari yang terik. Kemudian tanah disekeliling lubang tanam dipadatkan sedemikian rupa sehingga stum dapat berdiri tegak dan kemudian dilakukan penyiraman.

Pengaplikasi Pupuk Organik Cair

Pemupukan dilakukan saat tanaman berusia 2 minggu setelah tanam di lapangan pupuk organik cair organik (agrobio) diaplikasikan dengan menyiram sesuai dosis anjuran di pangkal batang diatas permukaan tanah lalu disiram dengan air.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan. Penyiraman dilakukan setiap hari (kecuali hari hujan) sampai tanah pengisi polibag mencapai kapasitas lapang. Apabila kondisi lembab maka penyiraman dilakukan sekali saja. Penyiangan

(39)

Penunasan

Penunasan dilakukan pada tunas-tunas liar yang tumbuh pada batang bawah agar dapat mempercepat tumbuhnya tunas okulasi. Tunas liar ini harus segera dibuang karena menghambat pertumbuhan mata tunas okulasi.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggatikan tanaman yang rusak (abnormal) dan mati dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 8 minggu setelah tanam.

Parameter Pengamatan

Persentase Mata Melentis (%)

Persentase melentis di lapangan dilakukan 2 dan 3 minggu setelah tanam. setelah tanam dengan menggunakan rumus :

Persentase Melentis (%) = jumlah tunas yang sudah muncul

jumlah tanaman seluruhnya x 100 %

Waktu Melentis (Hari)

Lamanya tunas yang melentis apabila sudah mencapai 75 % dari mata tunas yang sudah melentis.

Tinggi Tunas (cm)

Tinggi tunas diukur setiap 3 minggu sekali dimulai dari 3 minggu setelah tanam sampai 15 minggu setelah tanam. Tinggi tunas diukur dari pangkal jendela okulasi sampai titik tumbuh tanaman tersebut.

Diameter Tunas (cm)

(40)

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung setiap 3 minggu sekali dimulai dari 6 minggu setelah tanam sampai 15 minggu setelah tanam.

Berat Kering Akar (g)

Berat kering akar dihitung persampel destruktif yang dilakukan pada akhir penelitian. Akar dipotong sampai leher akar kemudian dicincang kecil lalu dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diovenkan dengan suhu 80 oC selama 24 jam atau disesuaikan hingga berat akar ditimbang pada selang waktu tertentu tidak mengalami perubahan.

Berat Kering Tunas (g)

Berat kering tunas dihitung persampel destruktif yang dilakukan pada akhir penelitian. Tunas dipotong sampai pertautan okulasi kemudian dicincang kecil lalu dimasukkan ke dalam amplop kertas dan diovenkan dengan suhu 80 oC selama 24 jam atau disesuaikan hingga berat akar ditimbang pada selang waktu tertentu tidak mengalami perubahan.

Persentase Kematian Stum di Lapangan (%)

Persentase stum yang mati dilapangan dilakukan pada saat minggu terakhir penelitian yang dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Kematian Stum di Lapangan(%)

= jumlah stum yang mati

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Mata Melentis (%)

Hasil pengamatan dan daftar sidik ragam persentase mata melentis 2 dan 3 minggu setelah tanam disajikan pada lampiran 6 - 11. Berdasarkan sidik

ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan air kelapa pada pengamatan 2 dan 3 minggu setelah tanam, hanya pada pengamatan 2 minggu setelah tanam yang menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase melentis, tetapi berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 3 minggu setelah tanam. Sedangkan perlakuan pupuk organik cair dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis.

Rataan persentase melentis dari perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan persentase mata melentis (%) pada perlakuan perendaman air kelapa dengan pupuk organik cair pada 2 dan 3 MST

Persentase mata melentis (%)

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris/kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

(42)

tertinggi yaitu 44,44 % diikuti oleh A1 (12 jam) yaitu 38,89 % dan A0 (kontrol) yaitu 25,00 %. A1 dan A2 berbeda nyata dengan A0. A1 tidak berbeda nyata dengan A2. Dan pada pengamatan 3 minggu setelah tanam berpengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis. Hal ini terlihat pada rataan tertinggi pada perlakuan A1 (12 jam) yaitu 63,88 %, diikuti oleh A2 (24 jam) yaitu 61,11 % serta A0 (kontrol) yaitu 52,77 %.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 2 dan 3 minggu setelah tanam berpengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis. Dimana pada pengamatan 2 minggu setelah tanam

perlakuan P0 (0 cc/tanaman) yaitu 40,74 %, dan P2 (40 cc/tanaman) yaitu 40,74 % adalah persentase mata melentis tertinggi, diikuti oleh P3 (60 cc/tanaman) dan yang terendah perlakuan P1 (20 cc/tanaman) yaitu

25,92 %. Sedangkan pada pengamatan 3 minggu setelah tanam rataan persentase mata melentis tertinggi pada perlakuan P1(20 cc/tanaman) dan P1 (20 cc/tanaman) dan yaitu 66,66 %, P2 yaitu (40 cc/tanaman), diikuti oleh P0 (0 cc/tanaman) yaitu 55,55 % serta P3 (60 cc/tanaman) yaitu 48,14 %.

(43)

Gambar 1. Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan perendaman air kelapa pada 2 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa berpengaruh nyata terhadap persentase mata melentis, dimana persentase melentis tertinggi pada perlakuan A2 (24 jam) rataan tertinggi yaitu 44,44 % diikuti oleh A1 (12 jam) yaitu 38,89 % dan A0 (0 jam) yaitu 25,00 %. Perlakuan air kelapa terhadap persentase mata melentis mengikuti garis linear positif, dimana semakin lama perendaman dengan air kelapa maka akan semakin tinggi persentase mata melentis. Hal ini menunjukkan bahwa lama perendaman air kelapa yang diberikan masih dapat ditambahkan karena belum mencapai titik optimal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pada proses okulasi, pencabutan stum, proses pengemasan dan pengiriman merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Dan saat dilakukan perendaman air kelapa dan penanaman di lapangan maka stum akan aktif kembali untuk melakukan metabolisme. Energi yang digunakan untuk kegiatan tersebut berasal dari cadangan makanan yang

(44)

terdapat dalam stum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Adanya hormon auksin dan sitokinin yang terkandung dalam air kelapa akan diserap oleh stum karet yang kemudian bergerak ke bagian atas tumbuhan melalui jaringan. Auksin dan sitokinin bersama-sama merangsang pertumbuhan stum mata tidur karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Morel (1974) dalam Bey, dkk (2006) yang menyatakan bahwa air kelapa adalah salah satu bahan alami, di dalamnya terkandung hormone seperti sitokinin sebanyak 5,8 mg/l, dan juga auksin sebanyak 0,07 mg/l, dan juga giberelin yang sangat sedikit, serta senyawa lain yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman.

(45)

Gambar 2. Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan perendaman air kelapa pada 3 minggu setelah tanam

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa adanya perbedaan persentase melentis pada setiap perlakuan perendaman air kelapa. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase mata melentis tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (12 jam) yaitu 63,88 %, diikuti oleh A2 (24 jam) yaitu 61,11 %, dan terendah yaitu A0 (0 jam) 52,77%. Pengaruh perendaman air kelapa berpengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam. Adanya hormon auksin dan sitokinin yang terkandung dalam air kelapa akan diserap oleh stum karet yang kemudian bergerak ke bagian atas tumbuhan melalui jaringan. Sitokinin yang ditransportasikan dari akar tanaman akan berlawanan dengan kerja auksin menstimulasi pertumbuhan tunas. Jadi rasio auksin dan sitokinin merupakan faktor yang dapat mempengaruhi persentase mata melentis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryadi dan Peamenang (1983) dalam Surachman (2011) yang menyatakan bahwa air kelapa mengandung auksin dan sitokinin dimana auksin berpengaruh dalam menginduksi pemanjangan sel, mempengaruhi dominansi apical, tetapi menghambat pertumbuhan pucuk aksilar dan adventif,

(46)

serta inisiasi perakaran. Sedangkan sitokinin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dalam jaringan dan merangsang pertumbuhan tunas. Secara umum sesuai dengan pernyataan George (1993) dalam Tajuddin, et. al. (2012) yang menyatakan bahwa jika rasio auksin lebih rendah daripada sitokinin maka organogenesis akan mengarah ke tunas, jika rasio auksin seimbang maka akan mengarah ke pembentukan kalus sedangkan juka rasio auksin lebih tinggi daripada sitokinin maka organogenesis akan cenderung mengarah ke pembentukan akar.

Grafik rataan persentase mata melentis perlakuan pupuk organik cair pada 2 dan 3 minggu setelah tanam tertera pada Gambar 2.

Gambar 3. Hubungan antara persentase mata melentis pada perlakuan pupuk organik cair pada 2 dan 3 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2 dan 3 minggu setelah tanam perlakuan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis. Dimana pada pengamatan 2 minggu setelah tanam

(47)

40,74 % adalah persentase mata melentis tertinggi, diikuti oleh P3 (60 cc/tanaman) dan yang terendah perlakuan P1 (20 cc/tanaman) yaitu

25,92 %. Sedangkan pada pengamatan 3 minggu setelah tanam rataan persentase mata melentis tertinggi pada perlakuan P1(20 cc/tanaman) dan P1 (20 cc/tanaman) dan yaitu 66,66 %, P2 yaitu (40 cc/tanaman), diikuti oleh P0 (0 cc/tanaman) yaitu 55,55 % serta P3 (60 cc/tanaman) yaitu 48,14 %. Pemberian pupuk organik cair memberikan pengaruh tidak nyata terhadap persentase mata melentis. Hal ini disebabkan oleh energi yang digunakan pada saat pertumbuhan awal stum mata tidur diperoleh dari cadangan makanan digunakan untuk pertumbuhan awal organ tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah, (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya) serta efisiensi metabolisme.

Waktu Melentis (hari)

(48)

Rataan waktu melentis dari perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk oranik cair dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan waktu melentis (hari) pada perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair.

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa memberikan pengaruh nyata terhadap waktu melentis. Hal ini terlihat pada perlakuan A1 (12 jam) rataan waktu melentis tercepat yaitu 28,75 hari, diikut oleh A2 (12 jam) yaitu 29,11 hari dan paling lama A0 (0 jam) yaitu sebesar 30,47 hari. A1 berbeda nyata dengan A0 dan A1. A0 berbeda tidak nyata dengan A1.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap parameter waktu melentis. Hal ini terlihat pada perlakuan P2 (40 cc/tanaman) rataan waktu melentis tercepat yaitu 28,81 hari, diikuti oleh P1 (20 cc/tanaman) yaitu 29,07 hari, P0 (0 cc/tanaman) dan paling lama P3 (60 cc/tanaman) yaitu 30,07 cc/tanaman. P3 berbeda nyata dengan P0. P3 berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2.

(49)

Gambar 4. Hubungan antara waktu melentis pada perlakuan perendaman air kelapa.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa berpengaruh nyata terhadap parameter waktu melentis, dimana A1 (12 jam) rataan waktu melentis tercepat yaitu 28,75 hari, diikuti oleh A2 (12 jam) yaitu 29,11 hari dan paling lama A0 (0 jam) yaitu sebesar 30,47 hari tetapi optimal pada perendaman 12,22 jam. Perlakuan perendaman air kelapa terhadap waktu melentis mengikuti garis kuadratik menurun kemudian menaik. Sebab terjadinya waktu melentis yang semakin cepat diduga adanya perubahan metabolisme jaringan stum pada proses okulasi, pencabutan stum, proses pengemasan dan pengiriman. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Dan saat dilakukan perendaman air kelapa dan penanaman di lapangan maka stum akan aktif kembali untuk melakukan metabolisme. Energi yang digunakan untuk kegiatan tersebut berasal dari cadangan makanan yang terdapat dalam stum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti

(50)

karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Adanya hormon auksin dan sitokinin yang terkandung dalam air kelapa akan diserap oleh stum karet yang kemudian bergerak ke bagian atas tumbuhan melalui jaringan. Auksin dan sitokinin bersama-sama merangsang pertumbuhan stum mata tidur karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2008) yang menyatakan bahwa sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin dan sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Ditambahkan oleh Pranata (2004) yang menyatakan bahwa auksin dapat mempercepat pembentukan dan perpanjangan batang dan daun, auksin juga berperan dalam perpanjangan dan pertumbuhan awal akar. Disamping itu auksin juga dapat menaikkan tekanan osmosis, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, mengurangi tekanan dinding sel, meningkatkan sistesis protein, meningkatkan plastisitas, dan pembangunan dinding sel. Kesemuanya ini adalah merupakan penunjang dalam perkembangan tanaman.

(51)

Gambar 5. Hubungan antara waktu melentis pada perlakuan pupuk organik cair. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap parameter waktu melentis, dimana waktu melentis yang paling cepat terdapat pada perlakuan P2 (40 cc/polibag) yakni sebesar 28,81

hari dan waktu melentis yang paling lama terdapat pada perlakuan P3 (60 cc/polibag) yakni sebesar 30,07 hari tetapi optimal pada dosis 22,23 cc/tanaman. Perlakuan pupuk organik cair terhadap waktu melentis

mengikuti garis kuadratik menurun kemudian menaik. Sebab terjadinya waktu

melentis yang semakin cepat adalah karena kandungan hara pada dosis 40 cc/tanaman sudah cukup baik untuk pertumbuhan stum mata tidur karet.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring (2009) yang menyatakan bahwa Agrobio digunakan untuk meningkatkan produksi dan hasil tanaman pertanian maupun perkebunan karena mengandung mikro organisme penghasil enzim pengurai yang sangat menguntungkan tanaman serta mengandung unsur hara makro dan mikro yang dapat diserap langsung oleh tanaman pertanian maupun perkebunan. Agrobio berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sebab terjadinya waktu melentis yang semakin lama adalah karena

(52)

rendahnya efektiftas pupuk organik cair yang digunakan dimana kadar mineralnya yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutejo (2002) yang menyatakan bahwa kadar mineral dalam pupuk organik memang rendah dan masih memerlukan pelapukan terlebih dahulu sebelum dapat diserap oleh tanaman. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan dan daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 - 15 minggu setelah tanam disajikan pada lampiran 14 - 24. Berdasarkan sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6 - 12 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 3 dan 15 minggu setelah tanam. Sedangkan perlakuan perendaman air kelapa dan interaksi perlakuan keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

(53)

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan perendaman air kelapa dan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom/baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan air kelapa terhadap tinggi tanaman menunjukkan pengaruuh tidak nyata pada semua pengamatan. Dimana rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A2 (24 jam) yaitu 22,32

cm, diikuti oleh A0 (0 jam), dan yang terendah pada A1 (12 jam) yaitu A1 (12 jam) yaitu 21,02 cm.

(54)

(60cc/tanaman) yakni sebesar 22,18 cm, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman) yaitu 21,22 cm, P0 (0 cc/tanaman) yaitu 19,28 dan rataan tinggi tanaman yang paling rendah terdapat pada perlakuan P2 (20cc/tanaman) yakni sebesar17,25 cm. Dimana pada pengamatan 12 minggu setelah tanam P3 berbeda nyata dengan P0, P1, dan P2. P2 berbeda nyata dengan P0, P1, dan P3. P1 berbeda nyata dengan P0, P2, dan P3. P0 berbeda nyata dengan P1, P2, dan P3. Sedangkan pada pengamatan 3 dan 15 minggu setelah tanam menunjukkan pengaruh tidak nyata. Dimana pada pengamatan 15 minggu setelah tanam rataan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan P3 (60 cc/tanaman) yaitu 23,61, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman) yaitu 22,55 cm, P1 (20 cc/tanaman) yaitu 20,83, dan yang terendah pada perlakuan P0 yaitu 20,24 cm.

Grafik rataan tinggi tanaman pada perlakuan perendaman air kelapa tertera pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan perendaman air kelapa pada umur tanaman 3 hingga 15 minggu setelah tanam.

(55)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa stum mengalami mata tidur mengalami peningkatan pertumbuhan, hal ini terlihat dari pertambahan tinggi tanaman tiap pengamatan. Dimana rataan tinggi tanaman tetinggi terdapat pada perlakuan A2 (24 jam) yaitu 22,32 cm, diikuti oleh A0 (0 jam) 22,08 cm, dan yang terendah A1 (12 jam) yaitu 21,02 cm. Perlakuan perendaman air kelapa berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman mulai dari 3 minggu setelah tanan hingga 15 minggu setelah tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh air kelapa tidak lagi memberikan respon terhadap pertumbuhan stum karet tetapi pertumbuhan stum untuk membentuk organ lainnya diperoleh dari cadangan makanan yang ada di dalam stum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah, (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya) serta efisiensi metabolisme.

(56)

Gambar 7. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan perendaman air kelapa pada umur tanaman 3 dan 15 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa perlakuan air kelapa terhadap tinggi tanaman menunjukkan persentase mata melentis yang meningkat dari minggu keminggu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada pengamatan 3 minggu setelah tanam rataan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan P0 (0 cc/tanaman) yaitu 1,31 cm dan P2 (40 cc/tanaman), diikuti oleh P3 (60 cc/tanaman) yaitu 1,26 cm, dan terendah pada perlakuan P1 (20 cc/tanaman) yaitu 1,19 cm. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan awal tanaman stum mata tidur karet energi yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman masih diperoleh dari cadangan makanan yang terdapat dalam batang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah, (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakansecara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini

(57)

sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya) serta efisiensi metabolisme. Sedangkan pengamatan 15 minggu setelah tanam rataan tertinggi pada perlakuan P3 (60 cc/tanaman) yaitu 23,61 cm, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman) yaitu 22,55 cm, P1 (20 cc/tanaman) yaitu 20,83 cm, dan yang terendah P0 (0 cc/tanaman) yaitu 20,24 cm. Hal ini disebabkan karena pada umur tersebut tanaman stum akan memasuki tahap pembentukan payung kedua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indraty (2005) yang menyatakan bahwa payung daun dibentuk sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Pembentukan setiap payung daun mengikuti pertumbuhan tinggi tanaman.

Grafik rataan tinggi tunas pada perlakuan pupuk organik tertera pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 6 hingga 12 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada pengamatan 6 hingga 12 minggu

(58)

P3 (60 cc/tanaman) yakni sebesar 22,18 cm dan rataan tinggi tanaman yang terendah pada perlakuan P2 (20 cc/tanaman) yakni sebesar 17,25 cm. Perlakuan pupuk organik cair terhadap tinggi tanaman mengikuti garis linear menaik akibat bertambahnya dosis pupuk organik cair. Sebab terjadinya peningkatan tinggi tanaman adalah karena dalam pupuk organic cair mengandung unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik cair dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan stum mata tidur. Selain itu pupuk agrobio tersebut mampu memperbaiki sifak fisik, kimia dan biologi tanah sehingga aktifitas mikroba di dalam tanah akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Novizan (2005) yang menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan tidak menyebabkan polusi tanah maupun air. Selain itu pupuk agrobio dapat diserap dan dimanfaatkan langsung oleh tanaman hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring (2009) yang menyatakan bahwa Agrobio digunakan untuk meningkatkan produksi dan hasil tanaman pertanian maupun perkebunan karena mengandung mikro organisme penghasil enzim pengurai yang sangat menguntungkan tanaman serta mengandung unsur hara makro dan mikro yang dapat diserap langsung oleh tanaman pertanian maupun perkebunan. Agrobio berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Diameter tanaman (cm)

(59)

Rataan diameter tanaman dari perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan diameter tanaman (cm) pada perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair.

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf/kolom yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

(60)

cm, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman yaitu 0,51 cm, P0 (20 cc/tanaman) yaitu 0,49 cm dan yang terendah P1 (0 cc/tanaman) yaitu 0,48 cm.

Grafik rataan perkembangan tinggi tunas pada perlakuan pupuk organik cair tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan antara diameter tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 1-15 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa perlakuan air kelapa menunjukkan peningkatan diameter tanaman dari minggu keminggu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada pengamatan 15 minggu setelah tanam rataan diameter tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan perlakuan A2 (24 jam) rataan diameter tanaman tertinggi yaitu 0,51 cm, diikuti oleh A1 (12 jam) yaitu 0,50 cm, dan yang terendah A0 (0jam) yaitu 0,49 cm. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan air kelapa berpengaruh tidak nyata pada setiap pengamatan. Walaupun dalam air kelapa mengandung zat bioaktif yaitu auksin, sitokinin dan giberelin namun hormon ini hanya mampu mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman saja. Pembentukan organ lainnya diperoleh dari cadangan makanan yang terdapat

(61)

dalam stum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman

seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya)

serta efisiensi metabolisme.

Grafik rataan perkembangan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk organik cair tertera pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan diameter tanaman dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 1-15 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair menunjukkan peningkatan diameter tanaman dari minggu keminggu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada pengamatan 15 minggu setelah tanam rataan diameter

(62)

tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (60 cc/tanaman) yaitu 0,52 cm, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman yaitu 0,51 cm, P0 (20 cc/tanaman) yaitu 0,49 cm dan yang terendah P1 (0 cc/tanaman) yaitu 0,48 cm. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata pada setiap pengamatan. Hal ini disebabkan karena banyak dipengaruhi oleh factor lingkungan, seperti suhu yang sangat tinggi, sehingga akan mempengaruhi proses fisiologis tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harjadi dan Yahya (1988) dalam Dalimunthe (2004) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti kekurangan air dan suhu tinggi, atau perubahan genotif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman hanya sekedar mempengaruhi proses fisiologis dan kondisi tanaman. Jadi untuk mengerti mengapa spesies lain gagal, perlu memahami bagaimana proses fisiologis dipengaruhi berbagai faktor lingkungan. Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan dan daftar sidik ragam jumlah daun 6-15 MST disajikan pada lampiran 28 - 35. Berdasarkan sidik ragam tersebut telihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa, pupuk organik cair dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.

(63)

Tabel 5. Rataan jumlah daun (helai) pada perlakuan perendaman air kelapa dan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan air kelapa, pupuk organik cair dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumah daun (helai). Pada perlakuan air kelapa, rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan A3 (24 jam) yaitu sebesar 38,52 helai, diikuti dengan A1 (12 jam) yaitu 37,75 helai, dan rataan jumlah daun terendah pada perlakuan A0 (0 jam) yaitu sebesar 32,75 helai. Pada perlakuan pupuk organik cair rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan

(64)

Grafik rataan perkembangan jumlah daun pada perlakuan perendaman air kelapa tertera pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan antara jumlah daun dengan perlakuan perendaman air kelapa pada umur tanaman 6-15 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan air kelapa menunjukkan peningkatan diameter tanaman dari minggu keminggu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa terhadap jumlah daun pada pengamatan 15 minggu setelah tanam rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan A2 (24 jam) yaitu 38,52 helai, diikuti oleh A1 (12 jam) yaitu 37,75 helai, dan yang terendah A0 (0 jam) yaitu 32,75 helai. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan air kelapa berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun pada setiap pengamatan. Walaupun dalam air kelapa mengandung zat bioaktif yaitu auksin, sitokinin dan giberelin namun hormon ini hanya mampu mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman saja. Pembentukan organ lainnya diperoleh dari cadangan makanan yang terdapat dalam stum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul (1995) dalam Marchino, Zen, dan Suliansyah (2010) yang menyatakan

(65)

tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman. Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, akar dan daun. Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya) serta efisiensi metabolisme.

Grafik rataan perkembangan jumlah daun pada perlakuan pupuk organik cair tertera pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan antara jumlah daun dengan perlakuan pupuk organik cair pada umur tanaman 6-15 minggu setelah tanam.

Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik cair menunjukkan peningkatan jumlah daun dari minggu keminggu. Dimana pada

perlakuan air kelapa, rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (60 cc/tanaman) yaitu 40,22 helai, diikuti oleh P2 (40 cc/tanaman) yaitu 36,44

helai, P1 (20 cc/tanaman) yaitu 34,96 helai, dan yang terendah pada perlakuan P0 (0 jam) yaitu 33,74 helai. Dari gambar tersebut diketahui bahwa perlakuan pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Hal ini disebabkan

(66)

oleh tingginya pengaruh lingkungan yang mempengaruhi proses fisiologis stum mata tidur karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harjadi dan Yahya (1988) dalam Dalimunthe (2004) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti kekurangan air dan suhu tinggi, atau perubahan genotif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman hanya sekedar mempengaruhi proses fisiologis dan kondisi tanaman. Jadi untuk mengerti mengapa spesies lain gagal, perlu memahami bagaimana proses fisiologis dipengaruhi berbagai faktor lingkungan. Selain itu pemberian pupuk yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang buruk bagi tanaman, karena akan besifat racun bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2008) yang menyatakan bahwa unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit bila berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman.

Berat Kering Akar (g)

Hasil pengamatan dan daftar sidik ragam berat kering akar disajikan pada lampiran 41 - 43. Berdasarkan sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa, pupuk organik cair dan interaksi perlakuan keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar.

(67)

Tabel 6. Rataan berat kering akar (gr) pada perlakuan perendaman air kelapa dan pupuk organik cair.

Berat kering akar (g) Waktu

pengamatan

Air kelapa

(jam)

Pupuk organik cair (cc/tanaman)

Rataan P0 = 0 P1 = 20 P2 = 40 P3 = 60

A0 = 0 1,36 2,68 2,02 2,18 2,06

15 MST A1 = 12 2,48 1,92 9,55 1,32 3,82

A2 = 24 1,59 1,80 2,49 2,15 2,01

Rataan 1,81 2,14 4,68 1,88

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa, pupuk organik cair, dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar. Hal ini terlihat pada perlakuan perendaman air kelapa dengan rataan berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (12 jam) yaitu 3,82 g,

diikuto oleh A0 (0 jam) yaitu 2,06 g, dan yang terendah pada perlakuan A3 (24 jam) yaitu 2,01 g. Sedangkan pada perlakuan pupuk organik cair rataan

berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (40 cc/tanaman) yaitu 4,68 g, diikuti oleh P1 (20 cc/tanaman) yaitu 2,14 g, P3 (60 cc/tanaman) yaitu

1,88 g, dan yang terendah P0 (0 cc/tanaman) yaitu 1,81 g.

(68)

Gambar 12. Hubungan antara berat kering akar dengan perendaman air kelapa. Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman air kelapa terhadap berat kering akar menunjukkan perbedaan berat kering akar yang berbeda tiap perlakuan. Dimana rataan berat kerinf tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (12 jam) yaitu 3,82 g, diikuto oleh A0 (0 jam) yaitu 2,06 g, dan yang terendah pada perlakuan A3 (24 jam) yaitu 2,01 g. Hal ini disebabkan oleh adanya hormon auksin dan sitokinin yang terkandung dalam air kelapa akan diserap oleh stum karet yang kemudian bergerak ke bagian atas tumbuhan melalui jaringan. Sitokinin yang ditransportasikan dari akar tanaman akan berlawanan dengan kerja auksin menstimulasi pertumbuhan tunas. Jadi rasio auksin dan sitokinin merupakan faktor yang dapat mempengaruhi persentase mata melentis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2008) yang menyatakan sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sitokinin yang masuk dari akar ke dalam sistem tanaman tumbuhan, akan melawan kerja auksin. Sitokinin, yang ditransportasi dari akar ke atas, berlawanan

Gambar

Tabel 1. Rataan persentase mata melentis (%) pada perlakuan perendaman air kelapa dengan pupuk organik cair pada 2 dan 3 MST
Gambar 1. Hubungan antara persentase mata melentis  pada perlakuan perendaman air kelapa pada 2 minggu setelah tanam
Gambar 2. Hubungan antara persentase mata melentis  pada perlakuan perendaman air kelapa pada 3 minggu setelah tanam
Grafik rataan persentase mata melentis perlakuan pupuk organik cair pada  2 dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diamati adalah persentase bertunas, kecepatan melentis, panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, berat segar akar, berat kering akar, berat segar tajuk, berat

Parameter yang diamati adalah waktu mata melentis, persentase stump bertunas, panjang tunas, lilit batang tunas, jumlah daun, persentase stum berpayung satu.. Hasil

Pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata terhadap serapan kadar hara, berat kering biomassa tanaman jagung, tetapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,besar

Pupuk organik cair limbah sayuran berpengaruh nyata terhadap diameter buah tanaman tomat karena pupuk organik cair memiliki unsur N yang mampu menyusun klorofil dan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stum mata tidur karet klon PB 260 sebagai objek yang akan diamati, air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh,

Perlakuan pemberian pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap diameter batang, total luas daun, bobot segar tajuk, dan bobot kering tajuk namun tidak berpengaruh nyata terhadap

Bobot Berangkasan Kering Tanaman Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh tidak nyata terhadap bobot berangkasan

berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi dan pertambahan jumlah daun namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan lilit batang, rasio tajuk akar dan berat kering bibit