• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bambang Sunardi *, Supriyanto Rohadi, Masturyono, Sri Widiyantoro, Sulastri, Pupung Susilanto, Thomas Hardy, Wiko Setyonegoro 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bambang Sunardi *, Supriyanto Rohadi, Masturyono, Sri Widiyantoro, Sulastri, Pupung Susilanto, Thomas Hardy, Wiko Setyonegoro 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI WILAYAH JAWA....Bambang Sunardi dkk

RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI WILAYAH JAWA

MENGGUNAKAN TEKNIK DOUBLE DIFFERENCE

THE RELOCATION OF EARTHQUAKE HYPOCENTER OF JAWA REGION

USING DOUBLE DIFFERENCE TECHNIQUE

1 2 1 3 1

Bambang Sunardi *, Supriyanto Rohadi , Masturyono , Sri Widiyantoro , Sulastri ,

1 1 1

Pupung Susilanto , Thomas Hardy , Wiko Setyonegoro 1

Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG,Jl. Angkasa I/No.2 Kemayoran, Jakarta 2

BBMKG BMKG Wilayah 2, Jl. H. Abdul Gani No.05 Cempaka Putih, Kp. Bulak, Ciputat 3

Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 *Email: bambang.sunardi@bmkg.go.id

Naskah masuk: 14 Oktober 2012; Perbaikan terakhir: 17 Desember 2012 ; Naskah diterima: 21 Desember 2012

ABSTRAK

Relokasi hiposenter gempabumi penting dilakukan untuk mendapatkan lokasi gempabumi dengan ketelitian yang tinggi, diperlukan untuk pemetaan kerawanan gempabumi, studi struktur kecepatan, analisis seismisitas untuk studi global maupun studi lokal dan dalam analisis struktur detail seperti halnya identifikasi zona patahan dan sebaran serta orientasi patahan mikro. Salah satu teknik yang sekarang ini digunakan untuk merelokasi gempabumi adalah algoritma double difference (perbedaan ganda). Relokasi dilakukan terhadap data gempabumi BMKG yang terjadi di wilayah Jawa yang

0 0 0 0

terletak pada 105 -115 BT dan 4 – 12 LS. Jumlah gempabumi sebanyak 1352 kejadian. Jaringan stasiun pencatat yang dipergunakan sebanyak 47 buah. Hasil relokasi menunjukkan pergeseran hiposenter lebih dari 50 km sebanyak 7 gempabumi. Pergeseran hiposenter menyebar ke segala arah dan tidak memiliki kecenderungan ke arah tertentu, namun demikian perubahan hiposenter terbanyak ke arah barat. Relokasi gempabumi dengan kedalaman awal 10 km menunjukkan pergeseran yang random. Relokasi menggunakan hypoDD menunjukkan peningkatan kualitas bila dilihat dari distribusi residual

Kata kunci: relokasi gempabumi, perbedaan ganda, hypoDD, wilayah Jawa.

ABSTRACT

Relocation of earthquake hypocenter is important for obtaining an very accurate earthquake location which is needed for mapping of earthquakes vulnerability, velocity structure study, global and local studies of seismicity analysis and detail structural analysis as well as identification of the fault zone, distribution and orientation of microfracture. One technique currently used to relocate earthquakes is double difference algorithm. Relocation performed on BMKG earthquake data

0 0 0 0

that occurred on Java region, located on 105 -115 E and 4 -12 S. The total number of earthquakes are 1352 events. We used 47 recording station networks. Hypocenter relocation results showed 7 earthquakes shift more than 50 km. Shift in hypocenter spread in all directions and do not have a tendency, however, most hypocenter changes to west. Relocation of initial depth 10 km earthquakes showed random shifst. Relocation using hypoDD showed an increase in quality when viewed from the residual distribution

(2)

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Pemetaan kerawanan gempabumi, studi struktur kecepatan serta analisis seismisitas untuk studi global seperti proses tektonik maupun studi lokal memerlukan pengetahuan yang baik tentang penentuan hiposenter gempabumi yang akurat. Selain itu penentuan posisi hiposenter yang akurat juga bermanfaat dalam analisis struktur detail, misalnya identifikasi zona patahan dan sebaran serta orientasi micro

fracture (patahan mikro). Masalah terbesar dari analisis

seismisitas adalah adanya ketidakpastian penentuan lokasi hiposenter yang sering kali jauh dari dimensi patahan sumber gempabumi tersebut, hal ini menyebabkan sulit untuk menginterpretasi struktur geologi dengan baik. Akurasi dari lokasi absolut hiposenter ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah tipe dan banyaknya gelombang seismik yang terekam pada stasiun, geometri stasiun pengamat yang ada, akurasi pembacaan waktu tiba serta pengetahuan tentang struktur kecepatan gelombang seismik [1]. Untuk skala lokal, faktor geometri pada prinsipnya bisa diperbaiki dengan menambah jumlah stasiun pengamat, sedangkan faktor kesalahan model kecepatan dan akurasi pembacaan waktu tiba membutuhkan analisis yang lebih lanjut. Model kecepatan bawah permukaan pada umumnya tidak bisa ditentukan dengan pasti karena keterbatasan data yang ada dan kompleksitas struktur bawah permukaan. Pendekatan model sederhana bawah permukaan yang tepat diperlukan untuk dapat menentukan posisi hiposenter dengan baik. Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk menentukan lokasi hiposenter lebih tepat. Salah satu teknik untuk merelokasi hiposenter gempabumi adalah dengan algoritma double difference (perbedaan ganda). Teknik ini termasuk ke dalam metode penentuan lokasi hiposenter relatif. Teknik double difference didasarkan pada kenyataan bahwa jika terdapat perbedaan jarak antara dua hiposenter yang sangat kecil dibandingkan dengan jarak antara kedua hiposenter tersebut terhadap stasiun dan memiliki skala kecepatan heterogenitas yang bisa dikatakan sama maka pola sinar gelombang yang dihasilkan dapat dikatakan identik antara kedua hiposenter tersebut [2]. Ini dapat diartikan pula bahwa dua gempabumi yang terekam pada stasiun yang sama akan memberikan kontribusi perbedaan pada jarak. Waldhauser dan Ellsworth [3] menerapkan algortima

double difference pada patahan Hayward utara di

California dan hasilnya menunjukkan struktur yang lebih fokus dibandingkan dengan metode sebelumnya. Dunn [4] menggunakan hypoDD yang berbasiskan algortima

double difference untuk menguji relokasi hiposenter

gempabumi dalam usahanya mengatasi orientasi patahan sehingga memberikan pandangan yang lebih jelas terhadap tektonik zona seismik Tennessee timur. Takeo [5] melaporkan hasil citra yang tajam dari suplai magma di bawah Gunung Asama, Jepang bagian tengah dengan menggunakan hypoDD dan data deformasi lapisan yang

diperoleh dari jaringan stasiun geofisika. Miyazawa [6] memperlihatkan bahwa metode double difference secara signifikan meningkatkan lokasi gempabumi bumi mikro pada Cold Lake.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan relokasi pusat gempabumi dari data BMKG tahun 2009-2010 pada wilayah Jawa menggunakan teknik double difference. Relokasi diharapkan mampu meningkatkan keakuratan posisi sumber gempabumi sehingga diperoleh posisi sumber gempabumi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam studi kegempabumian lebih lanjut.

1.2. Tatanan tektonik pulau Jawa

Tektonik Pulau Jawa terbentuk akibat dari peristiwa konvergen, dimana di kawasan konvergen ini lempeng tektonik Indo-Australia yang bergerak ke utara bertemu dengan lempeng tektonik Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tektonik ini bersifat tumbukan. Akibat dari tumbukan kedua lempeng tektonik ini mengakibatkan terjadinya trench (palung laut), yang mana trench di Pulau Jawa ini bersifat tegak lurus atau frontal [7]. Setelah itu, di Pulau Jawa ini mengalami proses penambahan bahan ke lempeng tektonik atau daratan yang komplek (accretionary complex). Kondisi ini berkembang sepanjang permukaan bumi dan mengandung lempeng pologen sampai ke sedimen masa kini. Kemudian, Pulau Jawa mengalami terjadinya cekungan busur depan. Cekungan busur depan ini tepatnya terbentuk di Jawa bagian timur. Untuk lapisan batuan beku, sedimen, dan metamorf yang membentuk benua dan dasar laut dangkal dekat pantai (continental crust), cekungan busur depan ini berkembang di Jawa bagian barat, sedangkan untuk bagian dari litosfer bumi yang permukaannya dalam cekungan laut (oceanic crust), cekungan busur depan berkembang di Sumbawa. Setelah mengalami cekungan busur depan, Pulau Jawa juga mengalami terjadinya cekungan busur tersier, yang mana cekungan ini terbentuk di sepanjang continental crust pada dasar selat Sunda, sedangkan untuk oceanic crust cekungan ini berkembang sepanjang utara Bali dan Pulau Flores.

(3)

Ked. (km) Kec. (km/s) 5 5 10 6 15 6.75 25 7.11 35 7.24 45 7.37 60 7.6 100 7.95 160 8.17 210 8.3 360 8.8 460 9.52 510 9.69 610 10 Dari hasil studi tomografi untuk daerah Busur Sunda

dinyatakan bahwa lempeng litosfer dibawah Busur Sunda bagian timur (Jawa-Flores) masih kontinyu, tetapi ada indikasi bahwa lempeng litosfer mantel bagian atas menyempit terutama dibawah Jawa. Selain itu ditemukan pula adanya seismic gap di selatan Jawa yang dicirikan adanya kekosongan pusat gempabumi [8]. Hal tersebut mengindikasikan bahwa struktur lempeng yang menunjam di bawah Busur Sunda bagian timur lebih dalam dibandingkan dengan struktur lempeng yang menunjam di bawah Busur Sunda bagian barat. Sudut penunjaman di bawah Busur Sunda bagian timur sekitar

0 0

60 sedangkan di bawah Busur bagian barat sekitar 40 [9]. Dengan melihat fakta tersebut dapat diperkirakan bahwa dalam skala waktu geologi, umur Busur Sunda bagian timur lebih tua sehingga lebih rigid dengan densitas lebih besar dibandingkan dengan umur Busur Sunda bagian barat.

2.Metode Penelitian

2.1. Data gempabumi dan stasiun pencatat

Penelitian ini menggunakan data gempabumi BMKG yang

0

terjadi di wilayah Jawa dengan batasan koordinat 105

-0 0 0

115 BT dan 4 – 12 LS. Gambar 2 menunjukkan distribusi episenter gempabumi dari katalog BMKG tahun 2009–2010 dan jaringan stasiun pencatat yang dipergunakan. Simbol titik merah merupakan distribusi episenter sedangkan segitiga warna kuning merupakan jaringan stasiun pecatat. Jumlah gempabumi sebanyak 1352 event. Jaringan stasiun pencatat yang dipergunakan sebanyak 47 buah yang tersebar di daratan sepanjang pulau Jawa ditambah beberapa stasiun pencatat di pulau Madura, Karimun Jawa dan Pulau Christmas di selatan Jawa.

2.2 Parameterisasi model

Model referensi kecepatan gelombang P menggunakan model pendekatan interpolasi model kecepatan permukaan dari studi Wagner, dkk. untuk kedalaman hingga 20 km. Sedangkan untuk kedalaman yang lebih dari 20 km menggunakan interpolasi model AK135 [11]. Model kecepatan memiliki lapisan maksimal 12 (dua belas). Model referensi yang digunakan seperti pada Tabel 3.1. Rasio Vp/Vs adalah tetap. Oleh karena tidak adanya informasi model gelombang S dari penelitian sebelumnya, maka untuk model referensi gelombang S menggunakan nilai rasio yang ditetapkan yaitu 1,73. Rasio Vp/Vs berperan penting pada penentuan lokasi gempabumi tetapi tidak berpengaruh signifikan pada variasi relatif kecepatan pada inversi tomografi [11].

2.3 Algoritma double difference

Prinsip metode double difference adalah meminimalkan

residual time dari waktu tempuh hasil perhitungan dan

hasil pengamatan pada dua event gempabumi yang berdekatan dengan sejumlah stasiun pencatat gempabumi yang sama. Jarak antara dua event gempabumi tersebut harus jauh lebih kecil dibanding jarak ke stasiun-stasiun pencatatnya. Asumsi tersebut menunjukkan kedua event tersebut memiliki ray path yang sama. Solusi yang dihasilkan tentunya sangat bebas dari kesalahan waktu tempuh sistematis karena heterogenitas kecepatan, namun masih tetap akan mempertahankan setiap kesalahan acak yang terjadi pada penentuan lokasi awal, misalnya kesalahan karena ketidak akuratan pembacaan waktu tiba akan tetap ada dalam hypoDD.

Gambar 2. Distribusi stasiun pencatat dan episenter gempabumi berdasar katalog BMKG 2009–2010 Tabel 1. Model referensi kecepatan gelombang P

(Interpolasi Wagner dkk. dan AK 135) [11].

(4)

Gambar 3. Ilustrasi algoritma double difference [3].

Gambar 3 merupakan ilustrasi algoritma double

difference. Lingkaran hitam dan putih menunjukkan

hiposenter yang dihubungkan dengan pusat gempabumi disekitarnya dengan data korelasi silang (garis utuh) atau katalog (garis putus-putus). Gempabumi i dan j ditunjukkan dengan lingkaran putih terekam pada stasiun yang sama k dan l dengan selisih waktu tempuh dan serta vektor slowness nya s. Posisi dua event tersebut jaraknya jauh lebih kecil dibandingkan jarak dua event ke dua stasiun pencatat gempabumi, hal tersebut menyebabkan ray path cenderung sama. Vektor relokasi ditunjukkan oleh Dx dan [3].i

Waktu residu antara pengamatan dan perhitungan (∆d) merupakan perbedaan waktu tempuh observasi dan kalkulasi antara dua event gempabumi [3] dan dapat dinyatakan dalam persamaan :

(1) Persamaan 1 adalah persamaan double difference.

merupakan waktu tempuh gelombang seismik ke stasiun k akibat gempabumi i dan merupakan waktu tempuh gelombang seismik ke stasiun k akibat gempabumi j. Selanjutnya persamaan 1 dapat ditulis dalam bentuk :

(2) Apabila dilakukan penguraian parameter perubahan model hiposenter (∆m), persamaan 2 selanjutnya dapat dinyatakan menjadi :

(3) Persamaan 3 tersebut berlaku dalam satu klaster gempabumi. Apabila dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi :

(4)

Dimana ∆d adalah matriks waktu residu berdimensi M x 1. M dan G berturut-turut merupakan jumlah data observasi double difference dan matriks Jacobi yang berdimensi M x 4N. N dan ∆m berturut-turut adalah

Dxj

jumlah gempabumi dan matriks perubahan model yang berdimensi 4N x 1, sedangkan W merupakan matriks diagonal yang menjadi pembobotan dalam persamaan perhitungan waktu tempuh gelombang.

Proses iterasi terus dilakukan untuk memperbaiki parameter model hiposenter sehingga selisih waktu pengamatan dan waktu perhitungan akan mendekati nol. Persamaan 5 berikut merupakan proses untuk memperbaiki parameter model dua hiposenter.

(5)

2.4. Relokasi Dengan Teknik Double Difference

HypoDD adalah paket program untuk merelokasi pusat gempabumi dengan algoritma double difference [3]. Posisi pusat gempabumi pada awalnya ditentukan dengan menggunakan metode penentuan hiposenter tunggal, misalnya metode Geiger. Metode tersebut tentu saja memerlukan model kecepatan apriori. Lokasi pusat gempabumi yang ditentukan tentunya akan mengandung kesalahan yang berhubungan dengan struktur kecepatan yang tidak termodelkan. Algoritma double difference dapat meningkatkan akurasi lokasi relatif dengan cara menghilangkan efek yang berhubungan dengan struktur kecepatan yang tidak termodelkan [12].

Prosedur dasar dalam relokasi hypoDD adalah bagaimana mengidentifikasi stasiun atau stasiun-stasiun setiap pasangan gempabumi yang dapat dihubungkan untuk membuat koreksi waktu tiba pada stasiun-stasiun tersebut. Pada akhirnya kumpulan dari pasangan gempabumi dihubungkan secara bersama-sama dalam klaster-klaster dan solusi kuadrat terkecil untuk setiap klaster ditentukan untuk memperoleh lokasi relatif dari hiposenter [12].

Gelombang P dan S dapat digunakan dalam hypoDD secara bersama-sama atau tidak. Apabila secara komputasional data cukup besar untuk ditampilkan, relokasi dapat dilakukan secara terpisah menggunakan gelombang P dan gelombang S. Dalam penelitian ini kedua gelombang ini digunakan secara bersama-sama dalam relokasi [12].

Ada tiga langkah penting yang terlibat ketika merelokasi gempabumi dengan hypoDD. Pertama pembentukan pasangan event gempabumi dan menghubungkannya dengan sekitarnya, kedua pembentukan klaster-klaster dan yang ketiga merelokasi menggunakan double

(5)

2.5. Alur penelitian

Gambar 4 menunjukkan alur penelitian secara lengkap. Tahap-tahap penelitian dimulai dari penyiapan katalog data absolut. Katalog yang dipergunakan adalah katalog gempabumi dari BMKG tahun 2009-2010. Langkah selanjutnya adalah penentuan parameter input ph2dt, menjalankan program ph2dt, penentuan parameter input

hypoDD, menjalankan program hypoDD, analisa hasil

dan interpretasi.

3.Hasil dan Pembahasan

3.1. Penerapan pada data gempabumi Jawa

Hasil dari penentuan hiposenter awal dan setelah relokasi menggunakan metode double difference untuk data gempabumi wilayah Jawa tahun 2009-2010 ditunjukkan oleh gambar 5.

Distribusi sumber gempabumi terhadap kedalaman pada bujur 105° dan 110° ditunjukkan oleh gambar 6. Warna merah menunjukkan distribusi sumber gempabumi sebelum dilakukan relokasi dan warna biru menunjukkan distribusi sumber gempabumi setelah direlokasi menggunakan hypoDD. Distribusi sebelum dan setelah relokasi memiliki pola yang hampir sama, namun setelah relokasi kedalaman sumber gempabumi cenderung lebih dalam dan tepat mengikuti arah trench. Distribusi sumber gempabumi terhadap kedalam untuk wilayah bujur 110° setelah dilakukan relokasi terlihat bahwa gempabumi pada kedalam lebih dari 200 km mengumpul membentuk satu klaster.

Gambar 7 menunjukkan irisan vertikal distribusi posisi sumber gempabumi di wilayah bujur 106° dan 111°. Warna merah menunjukkan distribusi sumber gempabumi sebelum dilakukan relokasi dan warna biru menunjukkan distribusi sumber gempabumi setelah direlokasi menggunakan hypoDD. Pada irisan vertikal distribusi sumber gempabumi di wilayah bujur 106° terlihat bahwa distribusi setelah relokasi sebagian besar sumber gempabumi mengalami pergeseran kedalaman, terutama gempabumi susulan dari gempabumi besar Tasikmalaya 2 September 2009. Distribusi gempabumi susulan relatif terdistribusi dengan kedalaman yang lebih dalam. Sedangkan pada irisan vertikal distribusi sumber gempabumi di wilayah bujur 111° terlihat pola yang mirip, tetapi terdapat gempabumi pada kedalaman hampir 400 km pada distribusi relokasi gempabumi tidak nampak karena membentuk klaster dengan gempabumi pada kedalaman sekitar 200 km.

Gambar 8 menunjukkan irisan vertikal distribusi sumber gempabumi pada bujur 109° dan 114°. Warna merah menunjukkan distribusi sumber gempabumi sebelum dilakukan relokasi dan warna biru menunjukkan distribusi sumber gempabumi setelah direlokasi menggunakan hypoDD. Pada bujur 109° hasil relokasi sumber gempabumi menunjukkan adanya klaster gempabumi yang lebih dalam daripada klaster

gempabumi sebelum relokasi, disamping itu lineasi terhadap subduksi terlihat lebih jelas. Pada bujur 114° hasil relokasi membentuk klaster dan mengarah pada arah subduksi. Selain itu terdapat beberapa gempabumi yang justru menyebar bila dibandingkan sebelum relokasi, tetapi sumber gempabumi lebih cenderung fokus untuk gempabumi di dekat permukaan. Secara umum dari hasil relokasi juga terlihat adanya pergeseran untuk gempabumi-gempabumi dengan kedalaman awal 10 km. Distribusi gempabumi setelah relokasi menunjukan lineasi yang lebih jelas terhadap subduksi.

Gambar 4. Alur penelitian.

(6)

Gambar 5. a) Posisi awal episenter gempabumi di wilayah Jawa sebelum dilakukan relokasi dan b) Setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

Gambar 6. a) Distribusi episenter dan hiposenter gempabumi di wilayah Jawa pada bujur 105° dan 110° sebelum dilakukan relokasi, b) Setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

(7)

Gambar 7. a) Distribusi episenter dan hiposenter gempabumi di wilayah Jawa pada bujur 106° dan 111° sebelum dilakukan relokasi, b) Setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

Gambar 8. a) Distribusi episenter dan hiposenter gempabumi di wilayah Jawa pada bujur 109° dan 114° sebelum dilakukan relokasi, b) Setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

3.2. Diagram kompas dan rose

Gambar 9 dan 10 adalah diagram yang menunjukkan perubahan posisi hiposenter gempabumi setelah

direlokasi menggunakan hypoDD. Penggambaran dengan kedua diagram ini untuk menunjukkan pola perubahan secara lebih sederhana.

(8)

Gambar 9 adalah diagram kompas hasil relokasi sumber gempabumi. Pada diagram ini tanda panah menunjukkan arah pergeseran, sedangkan lingkaran dengan dengan skala 50 hingga 250 menunjukkan jarak pergeseran dalam km. Dari diagram kompas tersebut nampak bahwa ada 7 (tujuh) gempabumi dengan pergeseran lebih dari 50 km. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah total gempabumi yang direlokasi yaitu lebih dari 1350

event gempabumi. Hal ini menunjukkan bahwa metode

hypoDD ini cukup efektif karena hanya sedikit gempabumi yang mengalami perubahan posisi besar. Gambar 10 adalah diagram rose yang menunjukkan jumlah gempabumi dan interval sudut perubahan arah relokasi. Pada diagram ini skala 0 hingga 330 menunjukkan interval sudut pergeseran setelah dilakukan relokasi sedangkan lingkaran dengan skala 20 hingga 200 menunjukkan jumlah event gempabumi. Dari diagram tersebut nampak pergeseran sumber gempabumi setelah direlokasi menyebar ke segala arah dan tidak memiliki kecenderungan kearah tertentu. Namun demikian perubahan hiposenter gempabumi terbanyak pada arah barat, hal ini kemungkinan akibat distribusi stasiun dan distribusi gempabumi diwilayah Jawa bagian barat lebih rapat. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil relokasi diantaranya adalah model kecepatan, konfigurasi stasiun dan ada tidaknya kelompok gempabumi yang membentuk klaster. Apabila banyak klaster yang dapatdibentuk makakemungkinan makin banyak gempabumi yang mengalami perbaikan hiposenternya.

3.3. Histogram residual

Gambar 11 menunjukkan histogram residual dari waktu tempuh gelombang P yaitu perbedaan antara waktu tempuh pengamatan dan perhitungan. Gambar 11 (a) menunjukkan histogram residual dari katalog BMKG sebelum dilakukan relokasi sedangkan gambar 11 (b) merupakan histogram residual setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

Dari kedua histogram tersebut nampak bahwa nilai-nilai residual setelah dilakukan relokasi hiposenter gempabumi menggunakan hypoDD lebih banyak yang mendekati nol dibandingkan nilai-nilai residual sebelum dilakukan relokasi.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa relokasi hiposenter gempabumi dengan memanfaatkan teknik klastering menggunakan hypoDD memberikan nilai residual yang lebih baik. Namun demikian hasil dari hypoDD perlu justifikasi geologis sehingga akan diperoleh penentuan posisi hiposenter gempabumi yang lebih baik.

Kelemahan dari penelitian ini adalah belum menggunakan seluruh stasiun yang sama jumlahnya dengan jumlah stasiun yang dipergunakan untuk menentukan posisi hiposenter dari katalog gempabumi sebelum relokasi. Namun demikian, hal ini dapat dipahami karena metode hypoDD ditujukan untuk keperluan relokasi gempabumi yang sifatnya lokal,

sedangkan pada penelitian ini menggunakan data dari wilayah yang relatif luas (seluruh wilayah Jawa). Oleh karena itu masih perlu riset lebih lanjut menggunakan model spherical yang mampu mengakomodasi distribusi stasiun pada skala regional.

Gambar 9. Diagram kompas menunjukkan arah. Terdapat 7 (tujuh) gempabumi dengan pergeseran lebih dari 50 km.

Gambar 10. Diagam rose yang menunjukkan jumlah gempabumi dan interval sudut perubahan arah setelah direlokasi.

(9)

Gambar 11. Histogram residual dari waktu tempuh gelombang P yaitu perbedaan antara waktu tempuh pengamatan dan perhitungan (a) Sebelum dilakukan relokasi dan (b) setelah dilakukan relokasi menggunakan hypoDD.

4. Kesimpulan

Dari hasil relokasi data katalog gempabumi BMKG 2009-2010 untuk wilayah Jawa menggunakan hypoDD dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil relokasi menunjukkan pergeseran hiposenter yang lebih dari 50 km sebanyak 7 gempabumi. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah total gempabumi yang lebih dari 1350 gempabumi. 2. Hasil relokasi menunjukkan pergeseran hiposenter

menyebar ke segala arah dan tidak memiliki kecenderungan kearah tertentu, namun demikian perubahan hiposenter terbanyak pada arah Barat. 3. Relokasi gempabumi dengan kedalaman awal 10 km

menunjukkan pergeseran yang random, sebagian gempabumi mengalami perubahan kedalaman menjadi lebih dangkal dan sebagian menjadi lebih dalam daripada sebelum relokasi.

4. Relokasi menggunakan hypoDD menunjukkan peningkatan kualitas bila dilihat dari distribusi residual yang diperoleh setelah relokasi dibandingkan residual sebelum relokasi.

5. Metode hypoDD cukup efektif digunakan untuk relokasi pusat gempabumi lokal.

Daftar Pustaka

[1] Gomberg, J.S., J.S., Sheldock, K.M., & Roecker, S.W. (1990). The effect of S-wave arrival times on the accuracy of hypocenter estimations.

Bull. Seismol.Soc. Am., 80, 1605-1628.

[2] Rohadi, S., Widiyantoro, S., Andri, DN.& Masturyono. (2011). Relokasi gempabumi menggunakan metode tomografi double difference pada data gempabumi di jawa tengah (katalog meramex). Proceedings

JCM.The 36th HAGI and 40thIAGI Annual Convention and Exhibition, Makassar.

[3] Waldhauser, F. & Ellsworth, W.L. (2000). A double difference earthquake location algorithm: Method and application to the northern Hayward fault, California. Bull. Seism. Soc.

Am., 90(6), 1353–1368.

[4] Dunn, M. Meredith (2004). Relocation of Eastern

Tennessee Earthquakes using HypoDD.

Master Thesis, Virginia Polytechnic Institute and State University, Blackburg.

[5] Takeo,M., Y. Aoki, T. Ohminato, & M. Yamamoto (2006). Magma supply path beneath Mt. Asama volcano, Japan. Geophys. Res. Lett., 33, L15310, doi:10.1029/2006GL026247. [6] Miyazawa, M., Venkataraman, A, Snieder R.,

&Payne, M. A. (2007). Analysis of

micro-earthquake data at Cold Lake and its applications to reservoir monitoring.SEG

Technical Program Expanded Abstracts, 26, 1266-1270.

[7] Hamilton, W. (1979). Tectonics of Indonesian region.U.S Geol. Survey, Prof. Paper, 1078, Washington, pp. 345.

[8] Widiyantoro, S. & Puspito, N.T. (1998). Tomografi

waktu tempuh gelombang S dan struktur 3-D zona penunjaman di bawah busur Sunda.

LaporanPenelitian SPP/DPP-ITB, 24.

[9] Widiyantoro, S. & Van der Hilst, R.D. (1996). Structure and evolution of lithospheric slab beneath the Sunda arc, Indonesia.Science, 271, 1566-1570.

[10] Lasitha, S., Radhakrishna, M. & Sanu, T. D. (2006). Seismically active deformation in the Sumatera – Java trench arc region: geodynamic implications.Current Science, 90

(5), 690 – 696.

[11] Koulakov, I. et al. (2007). P- and S-velocity structure of the crust and the upper mantle beneath Central Java from local tomography inversion.

J . G e o p h y s . R e s . , 1 1 2 B 0 8 3 1 0 ,

doi:10.1029/2006JB004712.

(10)

[12] Aswad, S. (2010). Relokasi gempabumi vulkanik

kompleks gunung guntur menggunakan algoritma double difference. Tesis, Teknik

Geofisika: Institut Teknologi Bandung.

[13] Waldhauser, F., (2001) HypoDD: A Computer

Program to compute double difference Earthquake location. U. S. Geol. Surv.

Openfilereport, 01-113, Menlo Park, California.

Gambar

Gambar 1.Tektonik Indonesia Bagian Barat [10].
Gambar 2. Distribusi  stasiun  pencatat  dan  episenter  gempabumi berdasar katalog BMKG 2009–2010
Gambar  3  merupakan  ilustrasi  algoritma  double  difference.  Lingkaran  hitam  dan  putih  menunjukkan  hiposenter yang dihubungkan dengan pusat gempabumi  disekitarnya dengan data korelasi silang (garis utuh) atau  katalog  (garis  putus-putus)
Gambar 4 menunjukkan alur penelitian secara lengkap.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam studi kasus ini, akan membahas secara singkat tentang pemodelan sistem informasi penggajian untuk dosen tidak tetap yang menggunakan tiga diagram pada UML yaitu

Jl. BPTP Papua Barat merekomendasikan pengembangan padi ladang Ampibi sesuai dengan komponen teknologi panca usahatani. Padi ladang Ampibi adalah varietas unggul padi yang

Mandatory yang akan berhubungan dengan proyek tugas akhir ini adalah Yayasan Kesehatan Gigi Anak Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.. PDGI (Persatuan

Pengambilan keputusan memberikan bobot dan perbaikan bobot kriteria, berdasarkan kepentingan dari masing-masing kriteria yang nantinya akan menghasilkan bobot baru.. tertinggi

Hasil angket tanggapan siswa terhadap penggunaan science circuit berbasis edutainment pada uji pelaksanaan lapangan dapat dilihat pada Tabel 1 diperoleh rerata

Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh mereka adalah menganalisis pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap tingkat profitabilitas pada Bank Umum

Semua itu merupakan ‘ibrah ‘pelajaran’ bagi para aktivis dakwah, bahawa orang-orang yang telah mempertaruhkan dirinya untuk berdakwah, tidak boleh tidak, ia akan berhadapan

Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang