• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taujih Ruhiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Taujih Ruhiyah"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

1. Keimanan Aktivis Dakwah Wahai para aktivis dakwah…

Keimanan kepada Allah swt. Yang telah menginternal dalam lubuk seorang mukmin merupakan bekal untuk menghadapi perjuangan hidup dan menangkal propaganda nafsu duniawi. Terutama bagi seorang mukmin yang mencurahkan perhatiannya pada dakwah dengan segala permasalahan yang banyak dijumpainya di lapangan. Tanpa keimanan, senjata apapun akan lumpuh, modal sebesar apapun akan sirna, dan sia-sialah segala bentuk persiapan.

Bekal keimanan yang harus engkau miliki adalah. Ajal Mutlak di Tangan Allah swt.

Wahai para aktivis dakwah…

Engaku harus meyakini sepenuhnya, bahawa ajal mutlak di tangan Allah swt. sedikit pun bahawa tidak ada campur tangan dari pihak lain. Ketahuilah bahawa maut pasti akan menjemput bila saatnya tiba, sekalipun engkau berusaha lari menghindarinya dan bersembunyi dalam benteng yang kukuh. Segalanya telah diteteapkan Allah swt. sebagaimana firmanNya,

“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan Allah untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (At-Taubah : 51)

“… Maka apabila Telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Al-A’raf : 34)

Oleh kerana itu, bila seorang aktivis dakwah menyedari, ia akan memiliki kesabaran, keberanian, dan semangat yang tinggi serta terbebas dari rasa cemas, khwatir, dan takut.

Ia akan terus menyenandungkan sebuah syair di dalam lubuk hatinya, sebagaimana telah disenandungkan oleh Ali Bin Abi Thalib kala menghadapi musuh-musuhnya.

“Adakah hari-hari

yang mungkin aku bias lari dari maut yang akan ditentukan,

(2)

Hari yang tidak ditentukan aku pun tidak gentar

dan hari yang ditentukanpun aku tak kuasa menghindarinya Kukatakan padanya,

ia telah terbang bertabur bintang Dari para syuhada yang gugur yang tak kau pedulikan

Maka seseungguhnya engkau

walau meminta penundaan meski sehari atas ajal yang ditetapkan padamu. tentu ia takkan mau

kerana itu

bersabarlah saat menghadapi kematian kerana mengharapkan keabadian adalah sesuatu yang mustahil”

Rezeki Berada di Tangan Allah swt. Wahai aktivis dakwah…

Kita sedari bahawa rezeki sepenuhnya berada di tangan Allah swt.. Apabila Allah telah menetapkan rezeki terhadap hamba-Nya, maka tiada yang sanggup menghalanginya. Sebaliknya, apabila Allah tidak mengkehendaki rezeki atas hamba-Nya, maka tiada yang sanggup memberinya. Tak seorang pun meninggal dunia kecuali telah disempurnakan rezeki dan ajalnya. Seorang aktivis dakwah adalah insan yang senantiasa komitmen terhadap firman Allah swt. Berikut ini, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang dia kehendaki dan

menyempitkannya; Sesungguhnya dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” ( Al-Isra’ : 30)

dan engkau wahai para aktivis…

Hendaknya senantiasa berzikir setiap saat, baik pagi mahupun senja terhadap firman Allah swt. di bawah ini,

(3)

“Atau siapakah dia yang memberi kamu rezki jika Allah menahan rezki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?” (Al-Mulk : 21)

Dengan keyakinan dan kesedaran yang demikian, seorang aktivis akan memiliki sifat kedewasaan, kasih saying, dan itsar yang tinggi. Ia akan terbebas dari perbudakan nafsu dunia, terbebas dari kerinduan untuk memburunya, terbebas dari sifat egoistis, kerakusan, dan kebakhilan.

Bahkan ia akan berasumsi bahawa kebahagiaan itu berada dalam kehidupan yang qana’ah.

Bila engaku memilki sifat demikian, maka engkau akan senantiasa bersyukur terhadap apa yang telah Allah swt. kurniakan.

Imam Syafi’I dalam penggalan syairnya menuturkan, Nafsu memang gelisah

Jika dirinya menjadi fakir

Padahal kefakiran itu lebih baik dari kekayaan yang menyiksa Kekayaan Jiwa itu qana’ah Walaupun banyak dienggani

Bumi dengan seluruh kekayaannya Tidak akan membuat jiwa qana’ah

Allah swt. Maha Mendengar dan Maha Melihat Wahai aktivis dakwah…

Kita yakini bahwa Allah swt. Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dia pasti melihat setiap gerak-geri kita, di waktu sendirian maupun di tengah keramaian, bahkan mengetahui setiap apa yang terbesit dalam hati kita.

Kerana itu wahai para aktivis dakwah…

Hendaklah kita senantiasa ingat akan firman Allah swt,

”… tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada…” (Al-Mujadilah : 7)

(4)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (Al-An’am : 59)

Dengan bekal keyakinan dan kesedaran tersebut, kita akan senantiasa bermuraqabatullah ‘merasa mendapat pengawasan dari Allah swt.’, tetap tawadlu’ ‘randah hati’ dan istiqamah ‘komitmen’. Kita tidak akan pernah diperbudak oleh hawa nafsu yang senantiasa ammaratun bis suu’ ‘menyuruh kepada perbuatan jelek’, kepada godaan harta dan rayuan lawan jenis.

Semua sifat ini, Insya Allah akan terus memacu diri ke arah perjuangan dengan penuh kejuhudan ‘kesungguhan’.

Demikianlah sikap seorang aktivis yang senantiasa mencerminkan peribadi yang penuh ‘izzah ‘harga diri’, sehingga menampilkan akhlak Islamiah ke tengah masyarakat. Di tengah-tengah mereka, kita adalah teladan hasanah ‘yang baik’ terdekat yang mereka lihat.

Bahkan seorang aktivis dakwah bagaikan peribadi yang tercermin dalam syair yang digubah oleh seorang penyair muslim,

Bila suatu hari Anda sendirian Maka janganlah Anda berkata, “Aku sendirian”

Tapi katakanlah,

“Di sisiku ada pengawas yang memantauku” Sekali-kali janganlah Anda beranggapan bahawa Allah lengah walau sesaat Jangan pula Anda menduga, Apa yang Anda rahsiakan akan lepas dari pantauan-Nya

(5)

2. Keikhlasan Aktivis Dakwah Wahai para aktivis dakwah…

Ikhlas merupakan suatu kekuatan iman, pengendali jiwa yang mendorong seseorang untuk menyingkirkan kepentingan peribadi dan menjauhkan keinginan-keinginan materi (sesudah bekerja keras), sehingga tujuan amaliyahnya semata-mata hanya mengharap redha Allah. Sebesar apapun amalan yang engkau kerjakan akan sia-sia manakala tidak disertai niat yang ikhlas.

Seorang aktivis harus menegndalikan diri dan sanggup menundukkan berbagai tipu daya yang senantiasa ammaratun bis sus’ agar keikhlasan menjadi akhlak dirinya dan setiap perjuangan yang muncul semata hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin ‘tuhan semesta alam’, tanpa merasa ada beban sedikit pun.

Inilah yang dimaksudkan dengan keikhlasan sebagaimana firman Allah swt,

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah : 5)

“… barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110)

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (Al-Insaan : 8-9)

Demikian halnya Rasulullah saw. Bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dari Amirul Mu’minin Abu Hafs Umar bin Khatab ra. berkata “Aku telah mendengar Rasulullah saw. Bersabda,

“Segala amal perbuatan bergantung pada niatnya, dan bahawasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrah menuju (redha) Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang hijrah kerana dunia (harta atau kemegahan dunia), atau kerana seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujuinya.”

(6)

Imam Abu Dawud dan Imam Nasai’ meriwayatkan dari Abu Umamah denga sanad hasan, bahawa Rasulullah saw. Telah bersabda,

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla tidak menerima amal melainkan amal yang ikhlas dan tertuju kepada satu arah (iaitu keredhaanNya).”

Imam Hakim meriwayatkan dan menurutnya hadits ini Shahihul Isnad.

Muadz bin Jabbal meriwayatkan ketika beliau diutus oleh Rasulullah saw. Ke Yaman, “Ya Rasulullah, berilah pesan kepadaku.” Lalu Rasulullah saw. Bersabda kepadanya,

“Ikhlaskanlah agamamu, nescaya amal yang sedikit pun mencukupimu.” Indikasi Ikhlas

Wahai para aktivis dakwah…

Segala amal yang dikerjakan oleh seseorang muslim dalam kehidupannya tidak diterima di sisi Allah Azza Wa Jalla dan tidak akan dicatat dalam daftar kebaikan, kecuali amal tersebut memenuhi dua syarat.

Pertama, amalan yang dikerjakan sesuai dengan tuntutan syariat.

Kedua, amalan itu dikerjakan demi mengharap redha Allah semata (ikhlas).

Wahai para aktivis dakwah…

Kedua syarat di atas mutlak dipenuhi. Jika salah satunya tak terpenuhi, maka amalan tersebut tidak akan diterima disisi Allah swt.. Suatu amalan yang didasrkan pada syariat Allah swt. tanpa disertai denngan niat yang ikhlas maka amalan tersebut tertolak. Begitu pun sebaliknya, jika amalan tersebut disertai niat ikhlas sementara tidak berdasarkan syariat Allah swt., maka amalan itu pun tertolak.

Ulama salaf pun berpandangan sama dalam hal ini, bahkan mereka senantiasa mengajarkan kepada murid-murid dan generasi sesudahnya mengenai amal yang dikehendaki Allah swt. agar mengikuti jejaknya secara utuh, iaitu memiliki keikhlasan hidup penuh dengan amal shalih yang dihiasi dengan izzah islam.

Wahai para aktivis dakwah…

(7)

Fudhail bin ‘Iyadh pernah ditanya tentang amal yang paling bagus, sesuai dengan firman Allah swt.,

“… supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…” (Al-Mulk : 2)

Fudhail pun menjawab, “Amal yang paling bagus adalah amal yang paling

benar.” Ia menambahkan lagi, “Sesungguhnya amal itu jika dikerjakan dengan ikhlas tapi tidak dengan cara yang benar, maka amalan itu tidak diterima. Bgitu juga bila dikerjakan dengan ikhlas tetapi tidak sesuai dengan tuntunan syariat Allah maka amalan itu pun tertolak.”

Lebih jauh Fudhail menjelaskan, “Didasari keikhlasan maksudnya amal itu dikerjakan semata-mata mengharap keredhaan Allah swt.. Sedangkan yang dimaksud dengan cara yang benar adalah cara yang sesuai dengan syariat Allah”.

Selanjutnya Fudhail membacakan firman Allah swt.,

“… barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi : 110)

Seorang aktivis dakwah yang senantiasa menyeru ke jalan Allah swt. tentu lebih menutamakan untuk mewujudkan amal shalih yang diterima disisiNya. Oleh kerana itu, seorang aktivis hendaknya senantiasa bermuhasabah terhadap amalan yang telah dilakukan itu semata-mata hanyalah untuk Allah swt. ataukah hanya kerana ingin mendapat pujian dan ucapan terima kasih?

Seorang aktivis hendaklah selalu memohon kepada Allah agar ditetapkan dalam hatinya untuk beramal ikhlas dan sesuai dengan syariatNya, sehingga terus berusaha meningkatkan kualitas amalannya. Akan tetapi jika aktivitas yang dilakukan banyak berbenturan dengan syariat, maka segeralah bertaubat kepada Allah Azza Wa Jalla. Tanpa itu semua… maka azab Allah-lah yang akan menimpamu dan sia-sialah segala amalan yang pernah engaku lakukan.

Wahai para aktivis dakwah…

Janganlah engkau merasa bosan untuk senantiasa meningkatkan dan meluaskan wawasan terhadap syariat Islam, agar engkau tetap berpijak sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan Allah swt. bagi segenap hambaNya.

(8)

Menggapai Keikhlasan

Ketahuilah wahai para aktivis dakwah…

Untuk menggapai keikhlasan ada lima hal yang perlu engkau perhatikan.

Pertama, hendaklah setiap amal yang engkau lakukan semata-mata

hanyalah mengharapkan rahmat Allah swt.

Kedua, setiap aktivitas, amal perjuangan, dan perikehidupan social harus

sesuai dengan tuntunan syariat Allah swt.

Ketiga, senantiasa bermuhasabah ‘mengevaluasi diri’, apakah sebenarnya

yang engkau inginkan dari dakwah ini? Motivasi apakah yang hendak engkau capai dari misi yang mulia ini, apakah mengajak manusia ke jalan Allahswt., ataukah uuntuk kepentingan diri dan kelompoknya?

Keempat, senantiasa memperhatikan segala perbuatannya, apakah sudah

sesuai dengan apa yang diucapkan lisannya?

Kelima, senantiasa waspada terhadap tipu daya syaitan yang senantiasa

ammaratun bis suu’ (mengajak berbuat kejahatan), dan mendorong para aktivis berbuat riya’ dan memburu popularitas.

Seorang aktivis harus senantiasa mengingat dan menjadikan hal-hal di atas sebagai sebahagian keperibadiannya. Itulah yang harus engkau tampilkan di tengah-tengah masyarakat dengan penuh ‘izzah.

Tugas seorang aktivis adalah melaksanakan dakwah dengan penuh ikhlas dan istiqamah dalam menapaki perjalanan dakwah. Kita tetap yakin, bahawa suatu saat Allah akan melimpahkan rahmatNya kepada masyarakat berupa terpimpinnya mereka dengan syariat-syariat Islam, menaruh simpati, menyambut dakwah, dan menerima petunjuk Allah swt. dengan penuh kepatuhan, keinsafan, dan tanpa paksaan.

Wahai para aktivis dakwah…

Sungguh, keikhlasan itu sangat berpengaruh pada hasil dakwah yang engkau lakukan. Seorang aktivis yang ikhlas dan tawadlu’ akan mendapatkan tempat di hati masyarakat.

(9)

Ingatlah satu kisah di bawah ini.

Dahulu, hiduplah seorang ahli ibadah. Ia telah puluhan tahun beribadah kepada Allah swt.. Suatu hari datanglah sejumlah orang kepadanya untuk memberitahukan bahawa ada satu kaum yang mengeramatkan sebuah pohon bahkan sampai disembahnya. Mendengar hal itu sang ibadah merasa berkewajiban menumpas kemunkaran yang mereka lakukan. Segera ia mengambil sebuah kapak lalu pergi ke tempat pohon tersebut untuk menebangnya.

Di tengah perjalanan Abid ‘sang ahli ibadah’ dihadang oleh iblis yang telah menjelma menjadi seorang kakek. Sang kakek itu pun bertanya, “Hendak kemana, wahai orang yang diberkati Allah?” Ahli ibadah itu menjawab dengan jujur, “Aku hendak menebang pohon yang disembah banyak orang.” Sang kakek pun bertanya lagi “Apa urusanmu dengan pohon itu? Sesungguhnya anda telah meninggalkan kesibukan untuk beribadah kepada Allah, dan bukankah urusan itu bukanlah urusan anda?” Merasa dihalangi, sang ahli ibadah pun menjawab, “Tidak! Ini juga termasuk tugas dan ibadahku.” “Kalau demikian aku tidak akan membiarkan anda menebang pohon keramat itu.” Lanjut sang kakek.

(10)

Kemudian terjadilah perkalahian dan sang kakek itu pun dapat dilumpuhkan Tubuh sang kakek yang terkapar di atas tanah itu dibelenggu. Pinta sang kakek, “Tolong lepaskan, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan kepada anda.” Maka dilepaskannya ikatan itu, dan sang kakek pun berkata, “Mengapa anda lakukan hal ini? Sesungguhnya Allah telah membebaskan dari tugas ini dan tidak mewajibkan anda untuk melakukannya, toh anda tidak menyembah pohon tersebut. Lalu apa urusan anda dengan orang lain. Bukankah Allah punya banyak Nabi di berbagai tempat. Jika dia mengkehendaki nescaya akan diangkatnya dari mereka untuk menebang pohon tersebut.” Sang ahli ibadah pun tetap tegar seraya menjawab, “Bagaimanapun aku tetap berkewajiban untuk menebangnya,” Sekali lagi terjadilah perkalhian itu, dan kemenangan tetap berada di pihak ahli ibadah. Sang kakek menyedari bahawa kemenangan itu terjadi semata-mata kerana sang ibadah memiliki senjata yang paling ampuh iaitu keikhlasan. Selama keikhlasan masih ada pada dirinya, maka tiada seseuatu kekuatan pun di bumi ini yang sanggup mengalahkannya.

Sang kakek pun mulai berfikir untuk membelokkan keikhlasan tersebut seraya berkata. “Sebenarnya aku kasihan melihat Anda diremehkan masyarakat kerana miskin dan tidak berharta? Bukankah dengan harta itu Anda akan mendapat kedudukan dihadapan rakan-rakan Anda? Dengan harta pula Anda dapat menyantuni tetangga yang miskin dan menolong siapa pun yang perlu bantuan. Bukankah itu merupakan amalan yang terpuji?” Maka sang ahli ibadah itu pun mulai goyah, “Benar juga apa yang Anda katakana.” Sambungnya. Pulanglah sang ahli ibadah tadi setelah bernegosiasi dengan membawa janji sang kakek, bahawa tiap hari dia akan menyediakan wang sebanyak dua dirham sebagai imbalan kerana mengurungkan niatnya untuk menebang pohon tersebut.

(11)

Akhirnya sang ahli ibadah itu pun telah ditaklukkan iblis yang menjelma menjadi sang kakek tadi sehingga ia menukarkan keikhlasan dengan dua dirham tiap hari. Namun iblis tetaplah iblis, kalau hari-hari yang lalu masih rutin memberikan wang kini tidak lagi. Sang ahli ibadah itu pun marah kerana telah diperdaya oleh iblis. Diangkatlah kembali kapak yang telah lama disandarkan itu. Ia bergegas pergi untuk menebang pohon yang dikeramatkan.

Di tengah jalan, kembali ia dihalang sang kakek jelmaan iblis itu. Dialog pun terjadi seperti pada awal ahli ibadah itu hendak menebang pohon sampai terjadi perkelahian. Sang ahli ibadah itu pun kalah dan kalah lagi. Kemudian bertanyalah sang ahli ibadah, “Mengapa aku menjadi tak berdaya, bukankah tempo hari aku dapat mengalahkanmu dengan mudah?” Kakek menjawab, “Ketahuilah, tempo hari Anda marah dan berniat menebang pohon itu semata-mata hanya kerana Allah dan mengharap pahala akhirat, maka dengan mudah anda mengalahkan diriku, kerana mendapat pertolongan dari Allah dan kini, ketahuilah bahawa anda marah kerana memperturutkan hawa nafsu dan kerana harta, maka dengan mudah aku dapat mengalahkanmu.

Wahai para aktivis dakwah…

Sungguh kisah tersebut telah memberikan pelajaran kepada kita, bahawa keikhlasan akan membawa pengaruh yang luar biasa dan sekaligus akan menumbuhkan kemuliaan dan rasa percaya diri.

Kerana itu wahai para aktivis dakwah…

Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menjadikan ikhlas sebagai landasan hidup dari segenap aktivitas. Hindarilah hal-hal yang dapat menggelincirkan ke jurang kenistaan. Janganlah mudah terpesona oleh sanjungan dan pujian, kerana terkadang hal itu merupakan racun yang menjerumuskan ke jurang riya’ dan ketakburan.

Begitulah seorang aktivis yang senantiasa mengkehendaki dakwah Islamiyah tersebar luas dan mengkehendaki Islam tampil mulia dan cemerlang, sehingga umat Islam memiliku harga diri dan menjadi umat yang diperhitungkan, merasakan kebahagiaan dan mendapatkan rahmat serta pertolongan dari Allah yang Maha Rahman.

(12)

3. Keberanian Aktivis Dakwah Wahai para aktivis dakwah…

Keberanian atau saja’ah yang bersumber dari ruh keimanan kepada Allah Azza Wa Jalla, merupakan satu kekuatan jiwa yang harus dimilki oleh seorang aktivis iaitu keimanan terhadap kebenaran Ilahi, kekekalan kehidupan ukhrawi, kebijkasanaan takdir Ilahi yang mutlak dan keimanan terhadap tanggunggjawab yang tertanam kukuh dalam jiwa seorang aktivis dakwah yang ditempa melalui tarbiyah islamiyah.

Jiwa yang ditempa melalui tarbiyah islamiyah mengantarkan seorang aktivis tidak akan pernah gentar dalam menyampaikan “Kalimatul Haq” meskipun berbagai ujian dan cobaan dating silih berganti.

Imam Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahawa keberanian dalam menegakkan kebenaran termasuk jihad yang paling utama. Rasulullah saw. bersabda,

“Jihad yang paling utama ialah menyatakan kebenaran di hadapan seorang penguasa zalim”

(13)

Semakin jelas bagi kita bahawa orang yang syahid dalam membela kebenaran termasuk yang paling tinggi nilainya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim bahawa Rasulullah saw. pernah bersabda,

”Orang yang syahid, yang paling tinggi nilainya adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap penguasa zalim lalu ia gugur kerananya.”

Wahai para aktivis dakwah…

Jelaslah bahawa Rasulullah saw. membai’at para sahabatnya untuk menyatakan kebenaran dimana saja mereka berada. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dari Ubadah bin Shaamid, bahawa beliau pernah bersabda,

“Rasulullah saw. telah mengambil bai’at pada kami untuk mendengar (siap) dan patuh baik dalam keadaan tertekan maupun lapang, duka maupun suka, untuk bersikap senasib sepenanggungan, untuk tidak merampas dari ahlinya kecuali jika melihat kekufuran terang-terangan dihadapan kalian yang memang ada landasannya dari Allah swt. dan untuk menyatakan kebenaran dimana saja kami berada, selama kami berada pada jalan Allah kami tidak akan pernah takut terhadap ejekan dari manapun datangnya.”

Wahai para aktivis dakwah…

Allah swt. memberikan pujian kepada orang-orang yang menyampaikan risalah-risalahNya, yang tidak pernah takut kepada siapa pun selain kepadaNya.

Allah swt. berfirman,

“(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.” (Al-Ahzab : 39)

Wahai para aktivis dakwah…

Sesunggguhnya lembaran dakwah ini telah banyak menceritakan kisah yang menarik dari para pendukungnya. Para tokoh pelaku dakwah begitu berani mengemukakan “Kalimatul Haq” tanpa ada ketakutan sedikit pun terhadap berbagai celaan. Mereka penuh ‘izzah’ menampilkan kita dapat mengambil beberapa ‘ibrah ‘pelajaran’ untuk dijadikan teladan.

(14)

Al-‘Izzu bin Abdus Salam

Suatu hari. Al-‘Izzu bin Abdus Salam mengemukakan kritik kepada penguasa Mesir, iaitu Najamudin Ayub. Ketika sang penguasa sedang berada di majlis rasmi bersama para pembesarnya, berkatalah Al-‘Izzu bin Abdus Salam, “Wahai Ayub, alasan apakah yang akan anda kemukakan dihadapan Allah kelak, ketika anda ditanya, ‘Bukankah Aku telah mengangkatmu sebagai penguasa Mesir, tapi mengapa engkau biarkan minuman khamr maharajalela?’.”

Najamudin Ayub balik bertanya, “Apakah itu anda saksikan?” Al-‘Izzu bin Abdus Salam menjawab, “Benar. Di kios Fulan banyak dijual khamr. Ini bererti Anda telah melegalisasi kemunkaran, padahal Anda telah menikmati kerajaan ini.”

“Itu bukan perbuatanku tetapi sudah berjalan sejak masa ayahku”, jawab Ayub mencuba mengelak dari tanggungjawabnya.

“Kalau demikian tidakkah Anda termasuk kelompok orang-orang yang dinyatakan dalam Al-Quran”,

“Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka". (Az-Zukhruf : 22)

Demikianlah jawapan Al-‘Izzu bin Abdul Salam. Pihak penguasa pun akhirnya secara rasmi mencabut izin dan menyita (Dikutip dari kitab, Tarbiyatul Aulaad Fiil Islam, hlm 378)

Salman bin Dinar

Suatu ketika Salman bin Dinar yang biasa disebut Abu Hazim menghadap Mu’awiyah. Kemudian beliau berkata, “Semoga keselamatan atasmu, wahai pelayan!” Tentu saja bagi orang yang mendengar, sebutan pelayan itu dirasakan tidak sopan, kerana kala itu Mu’awiyah sebagai Amirul Mu’minin yang berkedudukan di Syam. Lalu mereka pun menegur Salman agar memanggil Mu’awiyah dengan panggilan “Amirul Mu’minin” tidak dengan “pelayan”, tapi Salman menolaknya.

(15)

Alasan Salman, “Seseungguhnya engkau tidak lain adalah pelayan umat ini yang telah diangkat oleh Tuhanmu untuk menyantuni mereka.” (Dikutip dari kitab, Tarbiyatul Aulad Fiil Islam)

Mundzir bin Said

Ketika Abdurrhaman An-Nasir membangun Madinatu Zahra’ di Andalusia, bahan-bahan yang digunakn serba mewah dan antik. Dana yang digunakanyya pun tidak terhitung jumlahnya. Ia juga membangun istana yang megah, berarsitektur seni yang paling mutakhir pada saat itu. Kubahnya terdiri dari keramik yang bertatahkan emas dan perak.

Adalah Mundzir bin Said seorang qaadhi ‘hakim’ dan ahli fiqh di negeri itu. Ketika mendengar bahawa Abdurrahman An-Nasir telah menghambur-hamburkan harta kekayaan rakyatnya untuk pembangunan yang bermegah-megahan, ia pun marah dan berkeinginan untuk mengingatkannya.

Pada suatu kesempatan, ketika ia berkhutbah di masjid yang dihadiri Khalifah Abdurrahman beluai berkata, “Benar-benar di luar dugaanku, bahawa syaitan (semoga Allah menundukkannya) sempat mengantarkan Anda pada kondisi yang sedemikian rupa. Dan Anda tidak berkuasa menahannya dengan kepimpinan Anda, padahal Allah telah mengangkat dan mengutamakan kedudukan Anda di atas semua rakyat, akibatnya Allah akan menempatkan Anda setingkat dengan kedudukan orang-orang kafir.” Begitu peringatan yang ditujukan kepada Khalifah Abdurrahman.

Menyedari bahawa peringatan Mundzir itu untuk dirinya, maka sang Khalifah pun bangkit dan memotong khutbah Mundzir seraya berkata, “Perhatikan ucapanmu! Bagaimana bisa Allah menempatkan diriku sekedudukan dengan orang-orang kafir?”

“Ya memang begitu!” jawab Mundzir dengan cepat dan tangkas. Mundzir melanjutkan, “Bukankah Allah swt. telah berfirman,

(16)

“Dan sekiranya bukan Karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah loteng- loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya.” (Az-Zukhruf : 33-34)

Mendengar jawapan Mundzir yang disertai firmna Allah tersebut, maka Khalifah terdiam dan menundukkan kepalanya. Tak terasa air matanya mengalir membasahi janggutnya, badannya gementar, menggigil tanda katakutan mencekam dirinya. Sambil menatap Mundzir, Khalifah berkata, “Sungguh terima kasih hai Qaadhi. Semoga Allah membalas kebaikanmu, juga terhadap segenap kaum muslimin. Sungguh betapa baiknya, bila di tengah masyarakat banyak orang seperti Anda. Dan demi Allah, apa yang Anda katakana adalah benar.

Kemudian khalifah bangkit dari duduknya sambil memohon ampun kepada Allah dan mengintruksikan kepada para menterinya untuk merombak kubah yang bertahtakan emas dan perak dan menggantinya dengan batu biasa.

(17)

Wali bin Thawus

Ziyad meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahawa Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur pernah mengirim utusan kepada Wali bin Thawus untuk dimintai nasihat sehubungan dengan pelaksanaan hukuman. Beliau adalah seorang ulama terkenal di negerinya.

Anas bin Malik menuturkan, “Sewaktu kami (Anas bin Malik dan Wali bin Thawus) masuk ke dalam raungan Abu Ja’far Al-Manshur, kami dapati berbagai alat dera beserta para algojo yang siap memancung terpidana dengan pedang yang terhunus. Kemudian Abu Ja’far memberi isyarat kepada kammi untuk duduk. Setelah selang beberapa lama, Abu Ja’far Al-Manshur mengangkat kepalanya dan berkata kepada Wali bin Thawus. “Ceritakan kepadaku tentang ayahmu!”

Wali bin Thawus menjawab, “Baiklah saya pernah mendengar ayahku berkata, bahawa Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya manusia paling berat seksaannya di hari kiamat nanti adalah seseorang yang menyekutukan Allah dalam hukumanNya, lalu penyimpangan pun mempengaruhi dirinya dalam melakukan keadilannya.” Lanjut Wali bin Thawus dengan tegas.

Lebih lanjut Anas bin Malik menceritakan, “Kemudian Abu Ja’far menatap Wali bin Thawus, sambil berkata, ‘Ya Ibnu Thawus, berilah aku nasihat!’ Wali bin Thawus pun menjawab. “Baiklah ya Amirul Mu’minin.” Selanjutnya Wali bin Thawus membacakan firman Allah swt.,

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai Bangunan-bangunan yang tingg, Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, Dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, Lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al-Fajr : 6-14)

(18)

Anas bin Malik melanjutkan keterangannya, “Aku menyingsingkan pakaianku, kerana takut terlumuri darah. Sementara aku melihat Ja’far Al-Mansyur terpaku seraya menundukkan pandangannya. Kemudian Abu Ja’far memerintah kepada Wali bin Thawus, “Wahai Ibnu Thawus, tolong ambilkan kertas dan pena yang di dekatmu itu!” Wali bin Thawus menolak. “Mengapa engkau menolak mengambilkan kertas dan pena untukku?” Tanya Abu Ja’far dengan penuh kehairanan. Wali bin Thawus menjawab, “Aku khuatir Anda gunakan tinta untuk menulis suatu kedurhakaan, kerana membantu anda menyediakan sarana.” Dengan nada tinggi Abu Ja’far berkata, “Enyahlah engkau berdua dari hadapanku!” Wali bin Thawus menjawab “Nah itulah yang kami kehendaki sejak tadi.” Keduanya pun akhirnya keluar dari ruangan tersebut.

Lalu Anas bin Malik menuturkan, “Semenjak itulah aku baru mengetahui betapa berwibawa dan beraninya Wali bin Thawus.” (Dikutip dari kitab “Ilaa waratsatil Anbiyaa”, hlm. 48)

Imam Ghazali dalam ‘ihya Ulumuddin’ dari Al-Asma’I, menceritakan, “’Atha’ bin Abu Rabah di musim haji berkesempatan menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada saat itu khalifah sedang santai duduk di atas permaidani berserta sejumlah pembesar dari berbagai penjuru. Ketika Khalifah melihat ‘Atha’ segera disambutnya dan dipersilakan duduk di sampingnya. Lalu dengan ramah Khalifah bertanya kepada ‘Atha’ sehubungan dengan kepentingannya. “Hai Abu Muhammad (begitu panggilan akrab bagi ‘Atha’ bin Abu Rabah), adakah kepentingan yang hendak anda kemukakan?”

(19)

‘Atha’ pun menjawab, ‘Ya Amirul Mu’minin, hendaknya Anda bertakwa kepada Allah terhadap apa yang diharamkan oleh Allah dan juga RasulNya, lalu penuhilah perjanjianNya dalam memakmurkan negeri. Hendaknya Anda bertakwa kepada Allah dalam menyantuni putra-putri kaum Muhajirin dan Anshar kerana sesungguhnya Anda duduk di majlis ini bersama mereka. Hendaknya Anda bertakwa kepada Allah dalam melayani kaum dhuafa, kerana sesungguhnya mereka itu benteng kaum muslimin, dan perhatikanlah urusan kaum muslimin kerana sesungguhnya diri Andalah yang bertanggungjawab atas mereka. Dan hendaknya Anda bertakwa kepada Allah dalam menyambut orang-orang yang datang dihadapan Anda. Hendaknya jangan anda lalaikan mereka, jangan Anda menutup pintu kerana kedatangan mereka.

Khalifah pun menjawab, “Terima kasih, saya akan lakukan saranmu.” Kemudian ‘Atha’ berdiri tetapi khalifah memegangnya, melarang ia pergi. “Ya Abu Muhammad. Anda hanya mengajukan permintaan kepada kami untuk keperluan orang lain, dan itu pun telah kami penuhi. Lalu apakah keperluan untuk Anda sendiri?” desak Khalifah kepada ‘Atha’. Dengan tegas dan singkat ‘Atha’ menjawab, “Aku tidak pernah menyandarkan keperluanku kepada makhluk (manusia).” Kemudian ‘Atha’ pergi meninggalkan majlis. Sang Khalifah Abdul Malik pun berkata, “Anda dan Ayah Anda memang orang yang memiliki kemuliaan.” (Dikutip dari kitab, “Akhlaqul Ulama”, oleh Syeikh Muhammad Sulaiman, hlm. 99)

(20)

Sejumlah kisah diatas hanyalah sebagai contoh dari sebahagian kecil lembaran sejarah perikehidupan para shalafush shalih. Dan engkau wahai para aktivis, hendaknya bersikap saja’ah ‘berani’ dan istiqamah ‘konsisten’. Kejujuran dan keikhlasan mereka sebagai teladan dalam berdakwah. Dengan demikian semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan kepada engkau kebaikan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Semoga engkau mampu mengembalikan ‘izzah Islam dan kaum muslimin, sehingga terwujud persatuan dunia Islam dibawah kepimpinan satu khilafah dan hakimiyah yang dilandasi keredhaan Allah swt. semata. Bukankah tiada yang lebih kuasa dan perkasa di jagat raya ini kecuali Allah Rabbul ‘Alamin?

Wahai para aktivis dakwah…

Engkau harus dapat membedakan antara keberanian dan kekasaran. Keberanian itu adalah menyatakan kebenaran tanpa rasa khuatir sedikit pun terhadap tentangan dan risiko yang harus dihadapi, walaupun mislanya harus mengorbankan nyawanya, tanpa harus meninggalkan kelemah-lembutan dan kebijaksanaan terhadap pihak yang dinasihati, diluruskan penyimpangannya, dan yang diajak untuk menegakkan kebenaran. Dalam menyeru dan menasihati manusia, haruslah didasari kelemahlembutan, kearifan, kebijaksanaan, dan mau’idzah hasanah ‘nasihat atau tutur kata yang baik’ sebagaimana Allah swt. berfirman,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…“ (An-Nahl : 125)

Adapun kekasaran adalah suatu upaya menuju perbaikan, meluruskan penyimpangan, dan mengajak kebaikan tetapi dimulai dengan kebencian dan penuh emosi. Sesungguhnya dengan cara yang demikian akan memberi kesan pada pihak yang diseru dan atau dinasihati, rasa anti dan perasaan benci kepada engkau dan dakwah yang engkau serukan akan mengalami kegagalan.

Wahai para aktivis dakwah…

(21)

Suatu hari seseorang datang memasuki istana Ja’far bin Manshur dengan niat hendak memberikan nasihat kepadanya. Dengan nada kasar dan penuh emosi orang tersebut menyampaikan nasihatnya. Lalu Ja’far menjawab. “Apa yang Anda lakukan ini? Tidakkah Anda bisa berlaku lebih sopan kepadaku? Allah swt. telah mengutus orang yang lebih baik daripada Anda kepada orang lebih jelek dariku. Iaitu Allah swt. telah mengutus Musa as. kepada Fir’aun. Sebagiamana Allah swt. berfirman kepada Musa as.,

“ Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thaha : 44)

Lalu si penasihat tadi pun merasa terpukul dengan caranya yang kasar itu. Ia sedar bahawa dirinya tidaklah lebih baik dari Musa as. dan sementara di sisi lain Abu Ja’far tidaklah lebih jelek dari Fir’aun.

Demikianlah wahai para aktivis dakwah…

Suatu saat kita dituntut untuk tidak selalu bersikap keras. Benar, terkadang dalam kondisi tertentu seseorang dituntut untuk bersikap keras dan tegas, seperti yang telah diungkapkan dalam berbagai kisah di atas. Kerana terkadang ketegasan dan kekerasan itu dapat menjadi penyebab kesedaran bagi orang yang diseru. Namun etika lemah lembut dan arif dalam menyeru harus tetap diperhatikan. Bukankah keberanian itu adalah perangai terpuji jika dilandasi dengan kearifan dari kelemahlembutan? Itulah yang harus kita miliki sebagai aktivis dakwah.

Wahai para aktivis dakwah…

Sesungguhnya untuk menyeru kepada yang ma’ruf itu haruslah tetap engkau sedari, bahawa dalam menyeru hendaklah memahami keberadaan dan kondisi orang yang diseru. Sehingga kita tetap dapat berlaku arif dan penuh hikmah dalam menghadapi objek dakwah. Perlu pengetahuan tentang metode pendekatan dalam menyerukan dakwah pada masing-masing orang. Agar jangan sampai mengundang fitnah, yang justeru datang kerana seruanmu, meskipun fitnah itu merupakan sunatullah bagi setiap aktivis dakwah.

(22)

4. Kesabaran Aktivis Dakwah Wahai para aktivis dakwah…

Sabar merupakan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perlawanan terhadap kemalasan, kelemahan, kelesuan, dan penyerahan. Sabar mengantarkan kepada ketabahan dan ketegaran dalam menghadapi cobaan yang menimpa hingga Allah menjadikan syahid dalam keadaan redha atau diredhai.

(23)

Hendaknya seorang aktivis selalu siap menghadapi berbagai kenyataan dan kendala yang mungkin terjadi. Diantaranya,

Seorang aktivis harus siap menghadapi kemungkinan berbagai tuduhan bohong. Propaganda batil yang dilancarkan kepadanya, sikap sinis, dan meremehkan sehingga menyudutkan seruan dakwah.

Seorang aktivis harus siap menghadapi kemungkinan berbagai tentangan yang menghadangnya berupa penjara, pencekalan atau seksaan, baik yang menyangkut harta kekayaan maupun yang menimpa jiwanya.

Seorang aktivis harus siap menghadapi kemungkinan risiko yang bakal diderita berupa pemecatan dari jabatan dengan segala fasilitasnya, atau pemutusan kerja dan pencabutan dari berbagai sumber kehidupan.

Seorang aktivis harus siap menghadapi kemungkinan berbagai ligkungan tentangan di linkungannya, dalam bentuk isolasi dari masyarakat atau keluarganya, bahkan sampai pengusiran dari kampong halaman atau negerinya.

Sorang aktivis harus siap menghadapi kemungkinan berbagai tipu daya dan bujukan yang akan melumpuhkan perjuangannya. Mulai dari kedudukan dan jabatan, harta kekayaan dan status social yang membanggakan, sampai kepada wanita-wanita cantik yang menggiurkan. Seorang aktivis harus siap menghadapi segala kemungkinan perngoraban jiwanya, iaitu gugur sebagai syuhada demi Din Islam dan tegaknya kalimatullah hiyal ‘ulya di atas bumi.

Bila seorang aktivis telah mempersiapkan semua itu, akan hilanglah perasaan ragu-ragu apalagi putus asa atau terpesona dengan berbagai tipu daya, tidak akan pernah lari dari setiap Kendala yang menghadang, betapapun beratnya. Para aktivis menyedari bahawa hal yang demikian adalah tabiat jalan dakwah yang harus dilalui, sunatullah yang harus dijalani.

(24)

Cukuplah bagi kita, teladan yang telah dieberikan oleh perintis dakwah, panglima dakhwah, sang qudwah, Rasulullah saw.. Teladan tentang kesabaran dan derita yang Beliau tanggung cermin yang teramat indah bagi seorang aktivis dalam menghadapi berbagai cubaan dakwah.

Cubaan yang bagaimanakah yang dialami oleh Rasulullah saw. dalam menyampaikan risalah yang penuh ‘izzah ini?

Wahai para aktivis dakwah…

Kaum musyrikin Makkah kala itu telah menempuh berbagai cara guna melancarkan gangguan dan seksaan untuk membendung dakwah Beliau dalam menyampaikan risalah Islam. Namun, Beliau tidak pernah berhenti apalagi menyerah.

Mereka menggunakan cara licin dan yang palig halus berupa rayuan dengan harta, kedudukanm dan takhta. Namun Beliau tidak pernah berhenti dan menyerah.

Mereka menempuh cara licik dan picik, iaitu dengan memecah belah keluarga Beliau dan menjauhkan dari para pengikut dan kabilahnya. Namun Beliau tetap tidak pernah berhenti dan tidak pernah menyerah.

Mereka melakukan cara yang keras dan kasar, iaitu dengan cara melontarkan ejekan, penghinaan, dan sampai kepada tuduhan-tuduhan keji tanpa alasan. Namun Beliau pun tidak pernah berhenti dan tidak pernah pula menyerah.

Mereka menempuh jalan biadap di luar kemanusiaan iaitu dengan melakukan embargo ekonomi secara total termasuk orang-orang yang belum mendukung dakwah Beliau. Namun Beliau juga tetap tegar dan tidak pernah tergoyahkan sedikit pun.

Akhirnya, mereka menempuh jalan tipu daya dan ancaman pembunuhan terhadap Beliau. Namun, Maha suci Allah, Beliau tetap tegar dan tidak pernah surut sedikit pun dari jalan dakwah.

(25)

Sesudah Allah swt. memberi izin kepada Rasulullah untuk berhijrah ke Madinah, mereka pun terus memeranginya dengan mengirim pasukan ekspedisi bersama pasukan perangnya untuk menumpas dakwah Beliau dan para pengikutnya. Namun hal itu tidak pernah membuat surut dari perjuangannya. Beliau hadapi ujian itu dengan penuh kesabaran. Perjuangan tidak akan pernah berhenti walau berbagai rintangan menghadangnya hinggga Allah swt. memberikan kemenangan berupa pertolonganNya. Pada saat itu manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah.

Oleh kerana itu, wahai para aktivis dakwah…

Sudah sepatutnya aspek perjalanan Panglima Dakwah itu dijadikan sebagai tuntunan dan teladan bagi setiap aktivis yang ingin membangun umatnya menjadi umat yang mulia, umat yang terhormat, dan umat yang memilki harga diri.

Allah swt. berfirman,

”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab : 21)

Wahai para aktivis dakwah…

Sudah menjadi sunatullah bagi para penyeru risalah Din akan menghadapi berbagai cubaan dalam melaksanakan tugas dakwahnya untuk membimbing umat menuju yang haq ‘benar’, baik cubaan fizik mahupun psikis. Semua terjadi kerana setiap aktivis bertugas mengubah kenyataan kehidupan social yang begitu kompleks. Para aktivis harus menghadapi kelompok pendurhaka dan kelompok penguasa zalim. Para aktivis akan menghadapi masyarakat yang peri kehidupannya telah rosak. Mereka tidak hanya mengurusi orang-orang mukmin dan orang-orang yang terikat dengan perjanjian semata.

Demikianlah tabiat jalan dakwah. Jalan yang harus dirtempuh dengan bergulat meghadapi berbagai kendala. Dengan demikian seorang aktivis semakin menyedari tabiat dirinya sebagai aktivis. Al-Qur’an dengan jelas memberikan gambaran terhadap tabiat mereka,

(26)

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut : 2-3)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah : 214)

“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman : 17)

Dalam suatu kesempatan Rasulullah saw. bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim dari Sa’ad bin Waqash. Ia berkata,

“Kelompok manusia manakah yang paling berat cubaannya?” Beliau menjawab, ‘(Iaitu) para Nabi, kemudian (orang-orang) yang setingkat, lalu (orang-orang) yang setingkat (lagi). Seseorang akan dicuba menurut (kadar) keimanannya. Jika kadar keimanannya kuat maka cubaannya kuat. Dan jka keimanannya lemah, maka Allah pun mencubanya menurut kadar keimanannya yang lamah itu. Jadi cubaan itu tetap menyertai seseorang, sehingga ia membiarkannya di atas bumi ini. Sedang atasnya tiada satu kesalahan pun.”

Imam Muslim dalam kitab shahihnya, meriwayatkan bahawa Rasulullah saw. telah bersabda,

“Tertutup syurga itu dengan (hal-hal) yang tidak disukai, dan tertutup neraka itu dengan hal-hal yang menyenangkan.” (h.r. Muslim)

Dalam kesempatan yang lain ketika kaum musyrikin semakin gencar melakukan intimidasi kepada muslimin yang masih lemah iman datanglah di antara kaum muslimin itu kehadapan Rasulullah seraya berkata,

(27)

“Mengapa anda tidak (segera) memohon pertolongan untuk kami? Mengapa anda tidak berdoa untuk kami? Beliau lalu bersabda, ‘Sungguh dahulu sebelum kamu, pernah seseorang diseksa. Iaitu digalikan lubang untuknya, lalu ia ditanam di dalamnya. Ada lagi disiapkan gergaji, lalu diletakkan di atas kepalanya sehingga terbelah menjadi dua bahagian. Ada pula yang disisir badannya dengan sisir dari besi, sehingga daging dan tulangnya terbawa. Namun, (seksa) itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demi Allah, sungguh Allah akan menanggulangi urusan ini, sehingga seorang pengendara dari (negeri) Shan’a menuju Hadhramaut, tidak takut (sedikit pun) melainkan kepada Allah, dan serigala (terus menjaga) atas dombanya. Tapi saying, kamu sekalian tergesa-gesa, tidak tahan uji!’.” (h.r. Bukhari)

Kesabaran Generasi Sahabat Wahai para aktivis dakwah…

Generasi pertama (generasi sahabat dan orang-orang yang mengikut jejaknya), memahami benar pesan-pesan Al-Qur’an dan taujih Rasulullah saw. tentang persiapan yang harus dimiliki oleh seorang aktivis dakwah. Iaitu keharusan agar berjiwa tabah, tegar, dan tahan uji dalam menghadapi berbagai cubaan dan rintangan yang menghadang. Bagi mereka, seorang aktivis adalah peribadi-peribadi yang tidak pernah gentar menghadapi tentangan, jiwa-jiwa yang memilki aqidah tangguh, tidak pernah grogi dan pantang mundur, tabah menanggung derita dalam kondisi dan situasi bagaimana pun.

Para sahabat memahami betul bahawa dirinya adalah seorang muslim yang mengemban misi. Sebagai seorang aktivis yang memiliki tanggungjawab dan sekaligus berperan sebagai seorang mujahid dalam kehidupannya. Mereka selalu siap ke medan dakwah untuk menyeru ke jalan Allah swt., tanpa dibayangi rasa takut sedikit pun terhadap tentangan-tentangan yang menghadangnya, sebagai risiko dari seruannya. Hanya redha Allah sematalah yang mereka cari dan yakin akan pertolongan Allah swt.

(28)

Kita mencuba memahami sejarah perjalanan hidup mereka, supaya dapat kita ketahui dengan jelas bagaimana cubaan dan derita yang dialami oleh para pendahulu kita, mujahid dakwah dari kalangan para sahabat Rasulullah saw. dalam mengemban risalah Islamiyah, dakwah rabbaniyah. Harapan kita supaya kita dapat meneladani kesabaran dan ketegaran mereka, mengikuti jejak mereka dalam ketulusan pengorbanan, dan keteguhan hati. Dengan demikian dakwah yang kita serukan makin marak.

Adalah tugas seorang aktivis mengembalikan ‘izzah Islam di panggung masyarakat dunia, dengan ruh jihad hingga terbentuk Daulah Qur’aniyah, yang bersatu di bawah naungan Islam.

Di antara mujahid dakwah dari kalangan para sahabat Rasulullah saw. di antaranya,

Bilal bin Rabbah

Beliau adalah sahabat Rasul yang luar biasa. Seorang budak dari negeri Habsyi. Setelah kebenaran Islam merasuk ke dalam jiwanya, beliau ukir kehidupannya ke arah yang gemilang dengan nur Islam. Beliau memiliki ketabahan dan keteguhan hati laksana baja. Dalam perjalanan dakwah Islamnya, beliau telah mengalami berbagai seksaan dan setiap kali seksaan itu datang mendera beliau.

Suatu hari batu yang besar dan panas itu dihempaskan di atas punggungnya. Di tengah terik matahari padang pasir yang membakar itu beliau disuruh memilih; tetap menanggung derita seksa atau melepaskan Islam. Sahabat yang kemudian dikenal dengan muadzin Rasul ini tetap teguh pada jalan Islam. Bahkan semakin tegar dan kukuh dengan keimanannya. Kalimat, “Ahad, Ahad Fardhu Shamad” senantiasa beliau ucapkan di tengah intimidasi para musuh Islam itu.

Begitulah, Bilal bin Rabah. Cubaan yang berupa seksaan, beliau hadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan.

(29)

Keluarga Amar bin Yasir

Sungguh! Keluarga Amar bin Yasir adalah teladan umat. Amar, ibunya – Sumayyah- dan ayahnya –Yasir-, memiliki andil yang cukup besar bagi perjalanan dakwah Islamiyah. Mereka telah mendapat seksaan yang menurut ukuran manusia amatlah mustahil untuk tetap istiqamah. Iaitu ketika majikannya (keluarga Bani Makhzum), mengetahui bahawa keluarga Amar bin Yasir telah masuk Islam, kemudian menimpakan berbagai seksaan yang amat pedih kepada keluarga Amar. Dipaksanya anak beranak itu untuk keluar dari Islam, kemudian kembali kepada agama berhala yang penuh kekufuran.

Suatu hari, di saat matahari padang pasir tengah membara, di sebuah lapangan terbuka di kawasan kota Mekkah, satu keluarga itu tengah menerima seksaan yang tak terperikan. Berhari-hari lamanya seksaan itu telah mereka derita. Tatkala Rasulullah saw. berlalu dari hadapan keluarga itu, tiba-tiba terdengarlah rintihan Yasir dalam keadaan terbelenggu kedua tangan dan kakinya, “Adakah derita ini sepanjang masa?” Segera Rasulullah menengadah ke langit saraya berseru, “Wahai keluarga Yasir, bersabarlah. Bergembiralah kamu. Sesungguhnya syurga telah dipersiapkan sebagai tempat kembali keluargamu.” Mendengar seruan Nabi tersebut, keluarga Yasir menjadi tenteram jiwanya dan kian tabah dalam menghadapi ujian.

Datanglah Abu Jahal la’natullah. Dimintanya keluarga itu untuk memilih antara mati syahid ataukah dibiarkan hidup bersama rakannya dengan meninggalkan ajaran Muhammad saw. dan kembali menganut agama nenek moyangnya. Akhirnya, keluarga itu pun tetap berpihak pada ajaran Muhammad saw.. Gugurlah Sumayyah sebagai saksi atas kebenaran yang diyakininya. Sebagai wanita pertama yang menyandang gelar sebagai syahidah atas Din Islam ini. Disusul suaminya, Yasir sebagai lelaki pertama yang bergelar sebagai syuhada.

(30)

Sementara Amar, anak mereka tetap bergulat menanggung seksaan. Ia tetap berupaya menanggung seksaan itu betapa pun pedihnya. Namun ia tetaplah sebagai manusia. Sesungguhnya seksaan yang ia terima sungguh telah melampaui batas kemanusiaan, hingga tanpa sedar Amar pun mengucapkan kata-kata kekufuran sebagai upaya untuk melepaskan seksaan yang ia derita. Sungguh ia bersedih dengan ucapan itu, walaupun dalam hatinya tetap meyakini sepenuhnya akan kebenaran Islam. Pada saat itu turunlah kebenaran Allah swt., “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah),

kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa) …” (An-Nahl : 106)

Mush’ab bin Umair

Ia lahir dan tumbuh dari keluarga terpandang dan kaya raya. Sejak muda sudah terbiasa hidup dalam kemewahan. Ibnu Sa’ad dalam kitab Thabaqah meriwayatkan kisah keislamannya.

Adalah Mush’ab bin Umair, seorang pemuda yang berpenampilan tampan lagi simpatik. Kedua orang tuanya sangat mencintainya. Terutama ibunya, yang senantiasa memenuhi segala kehendaknya. Pada saat itu dia adalah susuk pemuda Mekkah yang paling elit dalam berpakaian dan wangi-wangian.

Suatu hari, saat Rasulullah saw. berada di rumah Arqam bin Abi Arqam, tempat yang selalu dijadikan pusat pertemuan antara Nabi dan Sahabat beliau, hadirlah Mush’ab bin Umair. Rasulullah pun mengajaknya untuk masuk Islam dan Mush’ab bin Umair tidak menolaknya. Sejak itu Mush’ab bin Umair sering hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Rasul di rumah Arqam tersebut.

Mush’ab memang sengaja tidak memperlihatkan keislamannya terhadap keluarganya yang sangat membenci kebenaran Islam. Namun lama kelamaan terbukalah jua rahsia keislaman yang selam ini ia sembunyikan. Mush’ab mulai mendapatkan permusuhan dari keluarga dan kerabatnya. Mereka menyeksa dan menyekap Mush’ab dalam waktu yang lama.

(31)

Ketika berita sampai ke Mush’ab, bahawa kaum muslimin berhijrah ke negeri Habasyah maka Mush’ab pun segera melarikan diri dan ikut berhijrah ke negeri Habasyah. Ia tinggalkan keluarganya yang banyak memberikan kemewahan hidup demi kecintaannya pada Rasul dan ajarannya walaupun harus menderita.

Demikian halnya ketika ada seruan untuk hijrah ke Madinah sebagaimana Khabbab bin Al-Art menceritakan, “Kami harus berhijrah bersama Rasul ke Madinah demi mengharap redha Allah. Di antara kami ada yang tetap tabah walau harus menderita berhari-hari menahan lapar, termasuk Mush’ab bin Umair. Penderitaan senantiasa menyertai Mush’ab bin Umair hingga gugur sebagai syuhada dalam perang Uhud. Untuk mengafaninya tiada selembar kain pun kecuali sebuah purdah (selendang) pendek yang bila ditutupkan di atas kepalanya, tampaklah kedua kakinya, dan bila ditutupkan di atas kedua kakinya, tampaklah kepalanya. Akhirnya oleh Rasulullah saw. ditutupkanlah kakinya dengan daun idzkir.”

Sungguh Rasulullah telah mewaqfkan Mush’ab bin Umair dalam perang Uhud. Ia gugur sebagai syuhada dengan berkafan selembar furdah. Dengan berlinang air mata Rasulullah saw. bersabda,

“Sungguh sejak aku melihat engkau di Mekkah, tiada seorang pun yang lebih mewah dalam berpakaian. Tiada seorang pun yang lebih tampan daripadamu dalam berpenampilan. Tapi kemudian engkau gugur dalam keadaan yang demikian rupa, dan hanya dibungkus dengan selembar purdah yang pendek.”

Kemudian Rasulullah membacakan firman Allah swt.,

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (Al-Ahzab : 23)

Wahai para aktivis dakwah…

Jangan ragu lagi semua kenyataan itu merupakan buah dari keimanan, cermin dari ketabahan, kesabaran, dan keistiqamahan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw., sebagai perintis dakwah, panglima dakwah. Beliau telah memberikan keteladanan yang terbaik dalam kesabaran dan ketabahan juga dalam perjuangan dan pengorbanan.

(32)

Jejak Rasulullah telah diikuti oleh para sahabat, generasi tabi’in, demikian terus diikuti oleh penegak Din Islam hingga sekarang. Ada Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah, Mundzir bin Sa’id, Said bin Al-Musayyib, Wali bin Thawus, Hasan Al-Banna, Sayyid Qutbh, Syeikh Marwan Hadid, Asy-Syeikh Abdul Aziz Al-Badri, Asy-Asy-Syeikh Muwaffaq Sirajiyah, dan masih ratusan lagi bahkan ribuan lagi. Mereka telah memberikan teladan yang sangat indah dalam mewujudkan kesabaran, ketabahan, keberanaian, dan ketegaran dalam berdakwah. Semoga Allah merahmati mereka dan menempatkannya dalam kedudukan yang terhormat serta senantiasa dilimpahkan kesejahteraan yang kekal atas mereka. Amin.

Semua itu merupakan ‘ibrah ‘pelajaran’ bagi para aktivis dakwah, bahawa orang-orang yang telah mempertaruhkan dirinya untuk berdakwah, tidak boleh tidak, ia akan berhadapan dengan berbagai rintangan, ujian, dan cubaan serta kesulitan dan penderitaan. Sekali lagi, hal itu telah menjadi sunatullah yang tidak bisa ditawar lagi.

Adalah keliru, jika orang beranggapan bahawa jalan dakwah itu selamanya licin dan lapang, penuh taburan bunga, taburan senyuman, dan tepuk tangan. Sungguh keliru! Selamanya tidak demikian. Bahkan setiap aktivis harus menyedari bahawa jalan dakwah penuh ancaman dan seksaan dari orang-orang yang zalim.

Oleh kerana itu, sudah sepatutnya jika seseorang aktivis harus membekali diri dengan kesabaran, ketabahan, kesiapan dalam menghadapi penderitaan dengan tekad yang membaja. Tanpa itu semua dikhuatirkan seorang aktivis akan mudah futur manakala cubaan dating menghadang. Yang lebih fatal bila ia berpangku tangan bersama orang-orang yang benci dan frustasi terhadap dakwah.

Betapa indah wahai para aktivis, syair yang digubah oleh Ath-Thaghrai ini, Cinta keselamatan sikap terpuji

Tetapi harus didukung oleh semangat yang tinggi Sayangnya orang lebih suka hidup santai

(33)

Maka, Anda harus mempersiapkan dana di bumi Atau, Anda persiapkan tangga di udara

Lalu, berangkatlah!

Sementara Abu Thayyib Al-Muttaanabbi, berkata dalam syairnya, Anak cucuku,

Aku telah mencapai ketinggian puncak Kesulitan ada pada ketinggian,

dan kemudahan ada pada kerendahan

Anda ingin mencapai ketinggian dengan mudah? Tidak mungkin!

Tanpa perjuangan melawan sengat lebah Dan seorang penyair lagi berkata,

Bila keinginan-keinginan itu besar

(34)

5. Optimisme Aktivis Dakwah Wahai para aktivis dakwah…

Optimisme merupakan kekuatan jiwa seseorang untuk menyongsong hari esok penuh semangat, mendorongnya menuju cita-cita dengan penuh keyakinan dan senantiasa memacu dirinya untuk bersikap berani hingga meriah keberhasilan dan kemenangan yang didambakan.

Wahai para aktivis dakwah…

Waspadalah terhadap maker negara-negara barat, khususnya Amerika yang telah membidani lahirnya negara Israel sebagai basis Yahudi Internasional. Para orientalis yang secara intensif menyebarkan invasi budaya dan pemikiran untuk memudaratkan umat Islam. Komunis Internasional yang telah merosak akhlak dan generasi muda Islam dan Yahudi Internasional dengan beberapa lembaganya yang mensponsori berbagai jalan untuk menumpas semua agama selain agama mereka.

Negara-negara besar baik di belahan timur maupun barat, bekerja keras bahu membahu meninabobokan kaum muslimin dengan pengorganisasian yang rapi.

Namun, semua itu janganlah membuat kaum muslimin, khususnya para aktivis menjadi patah semangat untuk menegakkan ‘izzul Islam wal Muslimin dan panji-panji kalimatullahi hiyal ‘ulya!

(35)

Hendaklah engkau memilki semangat yang tinggi untuk memenangkan dakwah, kerana engkau yang lebih berhak untuk memiliki jiwa optimis dalam memenangkan din yang haq. Janganlah engkau berputus asa kerana Al-Qur’anul Karim telah mengharamkan sifat tersebut, Rasulullah saw. pun menganjurkan kepada kita untuk hidup mulia dan terhormat.

Al-Qur’an Melarang Putus Asa Wahai para aktivis dakwah…

Sejumlah ayat Al-Qur’an dengan tegas melarang umat Islam berputus asa. Putus asa adalah Sikap Orang Kafir

Allah swt. melarang dengan tegas seorang muslimin bersikap putus asa. Sikap demikian hanya layak dimiliki oleh orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah swt.

“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Yusuf : 87)

Putus Asa adalah Sikap Orang yang Sesat

Allah swt. juga mengungkapkan bahawa sikap putus asa hanya layak disandang oleh orang-orang yang sesat, sebagaimana firmanNya,

“… Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa". Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat". (Al-Hijr : 55-56)

(36)

Putus Asa adalah Sikap yang Tercela

Allah swt mengecam manusia yang mudah berputus asa, tidak tabah, dan tidak tahan uji.

“Dan apabila kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang Telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” (Ar-Ruum : 36)

Wahai para aktivis dakwah…

Dari uraian ayat di atas dapat disimpulkan bahawa sikap putus asa sangat tidak dibenarkan dalam Islam. Sikap putus asa hanya akan menjadi kendala bagi seorang pemimpin, menjadi petaka bagi seorang pejuang dan menjadi penghalang besar bagi terwujudnya sebuah cita-cita untuk meraih keagungan dan kemuliaan. Oleh kerana itu, hendaklah para aktivis menjauhkan sikap ini dari kehidupannya. Menjauhkan bisikan-bisikan yang terkadang menggema di telinga berupa berbagai jenis ungkapan yang mengantarkan kepada sikap putus asa. Berbagai ungkapan yang mungkin terngiang di telinga, “Kita telah mencurahkan segala upaya, sementara hasil dakwah kita tidak nampak, memang kita ini lemah.” “Untuk apa kita getol berdakwah, bukankah akan lebih baik kita di rumah saja.” “Untuk apa capai-capai mengurusi umat, lebih baik mengurus diri sendiri dan keluarga”, dan berbagai ungkapan yang lain.

Al-Qur’an menyebut orang-orang yang suka menghembuskan bisikan-bisikan demikian sebagai penghalang kebaikan, sebagaimana firman Allah swt.,

“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang- halangi di antara kamu dan orang-orang yang Berkata kepada saudara- saudaranya: "Marilah kepada kami". dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang pingsan Karena akan mati, dan apabila ketakutan Telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. mereka itu tidak beriman, Maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab : 18-19)

(37)

Sesungguhnnya orang yang senantiasa menghembuskan bisikan-bisikan keputusasaan adalah orang-orang yang telah kalah sebelum berjuang, tanpa melihat realitas kaum muslimin.

Rasulullah saw. pernah bersabda,

“Barangsiapa mengatakan (bahawa) kaum muslimin telah binasa, maka (sebenarnya) dialah yang membuat kaum muslimin binasa.” (Al-Hadits) Lebih ironis lagi adalah adanya sebahagian ulama yang merasa pesimis untuk memperbaiki kondisi umat. Meraka menyerukan melakukan ‘uzlah ‘mengisolasi diri’, dengan menyusuri lereng-lereng gunung, menghindarkan agamanya dari berbagai fitnah hingga menemui ajalnya.

Memang benar, bahawa Rasulullah saw. pernah bersabda,

“Telah dekat saatnya sebaik-baik harta seseorang adalah sejumlah perbekalan yang dibawa di lereng-lereng gunung, dan celah-celah bukit, (untuk menghindarkan agamanya dari berbagai fitnah.” (h.r. Bukhari)

Namun perlu dimaklumi bahawa hadits tersebut, juga hadits lain yang semakna tentang seruan ‘uzlah, masih perlu pembahasan labih lanjut tentang “siapa orang yang difitnah kerana agamanya”, dan “siapa orang yang menyelamatkan diri dari murtad”. Ini perlu memperoleh penjelasan lebih lanjut.

Wahai para aktivis dakwah…

Semestinya bila di suatu negeri masih terdapat sejumlah kaum muslimin dan selama masih ada peluang untuk menegakkan kemuliaan Islam, maka tidak diperkenankan bagi kaum muslimin untuk melakukan ‘uzlah dari masyarakatnya. Dalam kaedah ushul fiqh, “Sesuatu yang menopang bagi terwujudnya suatu kewajipan adalah wajib.” Upaya menegakkan dan mempertahankan Islam adalah wajib, dan untuk melaksanakan kewajipan itu kaum muslimin harus berada di tengah-tengah masyarakat. Jadi keberadaan para aktivis dakwah di tengah-tengah masyarakat dalam rangka mendakwahkan Islam adalah wajib. Bagaimanapun ‘uzlah tetap tidak dibenarkan selama umat masih memiliki potensi, betapa pun kecilnya.

(38)

Atas dasar itu, maka kaum muslimin berkewajipan untuk menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi ini. Termasuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Yahudi. Untuk selanjutnya, ditegakkan Daulah Islamiyah. Kita masih memiliki kemampuan untuk itu, jika kita benar-benar mengikhlaskan niat, membulatkan tekad, menyatukan barisan jemaah, dan tampil ke medan jihad dengan penuh percaya diri dan optimis.

Optimis dan Realita Sejarah Kebangkitan Umat Wahai para aktivis dakwah…

Sesungguhnya fenomena histories telah menunjukkan bahawa peribadi yang memiliki jiwa optimis akan mencapai kejayaan dan kemuliaan. Sebaliknya jiwa yang pesimis hanya akan mengantarkan kerendahan dan kehinaan. Inilah kisah-kisah peribadi-peribadi yang mampu membangkitkan umat dengan penuh optimisme.

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang pada masa kekhalifahannya timbul berbagai masalah. Pada masa itu kemunafikan telah merajalela. Ada yang mengaku sebagai nabi dan banyak kaum muslimin yang enggan menunaikan zakat. Masjid pun sepi dari aktivitas, masjid di Makkah dan di Madinah saja yang masih menyelenggarakan solat jum’at.

Keadaan kala itu benar-benar kritis, sebagaimana digambarkan oleh ‘Urwah bin Zubair,

“Mereka bagaikan domba di tengah malam yang gelap gulita, kerana kehilangan nabi mereka. Jumlah mereka sedikit sedangkan musuh mereka banyak.”

(39)

Melihat kondisi yang demikian ada di antara kaum muslimin yang menyarankan kepada Abu Bakar dengan berkata, “Hai Sang Khalifah Rasul, tutuplah pintu rumah Anda di rumah, sambil beribadah kepada Tuhanmu hingga ajal menjemputmu.” Namun saran itu ditolak oleh Abu Bakar. Sedikit pun beliau tidak gentar, apalagi putus asa. Dengan jiwa optimis beliau menyelesaikan berbagai masalah seraya berkata, “Adakah dakwah Islam akan surut, padahal aku masih hidup?”

Waktu itu Umar bin Khattab tidak sependapat dengan tindakan Abu Bakar dalam memerangi para pembangkang zakat. Lalu Abu Bakar berkata kepada Umar bin Khattab,

“Wahai Umar…… aku hanya mengharap bantuanmu untuk mengikuti kebijaksanaanku. Bukankah anda seorang pemuka tatkala masih jahiliah dan kini menjadi pembela yang handal setelah menjadi muslim? Akankah anda berharap bahawa aku akan melunakkan mereka dengan sihir yang memabukkan atau dengan syair yang mempesonakan? Itu tidak mungkin dan mustahil! Rasulullah telah tiada, wahyu pun kini terputus. Maka, demi Allah, aku terus memerangi mereka selama pedang masih di tanganku! Dan demi Allah, jika mereka tetap membangkang kepadaku, tidak mau menyerahkan zakat unta sebagaimana yang pernah mereka lakukan pada zaman Rasulullah, nescaya aku tetap akan memerangi mereka.

Setelah mendengar jawapan Abu Bakar yang demikian tegas, maka Umar bin Khattab pun membenarkan apa yang diungkapkan Abu Bakar seraya berkata, “Itu hanya pertimbangankku Abu Bakar…… Namun Allah telah melapangkan dada Abu Bakar, kerana itu aku pun menerima dan mengakui bahawa engkau dipihak yang benar.”

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada mesin pendingin Split AC Panasonic dengan metode pemasangan evaporator seri,parallel,dan tunggal dapat disimpulkan

Mengenai hal tersebut, Lembaga Amil Zakat PKPU menyalurkan dana zakat melalui salah satu program yaitu Program Sinergitas Pemberdayaan Ekonomi Komunitas, program ini

Karyawan yang menilai pelatihan kerja kurang baik, menilai sarana dan metode yang digunakan serta intensitas pelatihan kerja yang diberikan perusahaan kepada

Maka dari itu dibutuhkan sistem pengendalian secara otomatis dengan memanfaatkan suatu alat elektronika yaitu Embedded System berbasis mikrokontroler.Sebenarnya penggunaan

Fokus penelitian penulis adalah pola komunikasi antarpribadi orang tua kepada anak usia kanak - kanak, khususnya anak dengan usia kanak – kanak akhir yakni 6 – 11 hingga 13

Dan akhirnya Vara membuka selimut tebalnya juga dan memeluk Bundanya dengan begitu erat untuk mengekspresikan rasa sayangnya terhadap orang yang telah

Speaker Condenser, prinsip kerjanya hampir sama dengan mic condenser, yaitu menggunakan sistem kapasitansi yang diberikan tegangan DC yang besar, untuk menghindari

(Darjah Kelas Kedua – Ahli lelaki yang menerima kurniaan ini berhak menggunakan gelaran “Dato’” dan ahli wanita berhak menggunakan gelaran “Datin Paduka” pada