ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN
KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU
PROVINSI DKI JAKARTA
SKRIPSI
MEUTIA SARI SULAIMAN
H34076099
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN
KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU
PROVINSI DKI JAKARTA
SKRIPSI
MEUTIA SARI SULAIMAN
H34076099
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RINGKASAN
MEUTIA SARI SULAIMAN.
Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan
Kerapu Macan Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Skripsi.
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).
Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia sangat besar, baik potensi
sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sesuai dengan sasaran yang
diharapkan dalam Rencana Strategis (Restra 2009) Pembangunan Kelautan dan
Perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$5 miliar, konsumsi
ikan penduduk 32,29 kg per kapita per tahun, dan menyediakan kesempatan kerja
kumulatif sebanyak 10,24 juta orang.
Mengingat potensi yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat
dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan laut
kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa
reef flat, laguna (goba), dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat
(perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan pengusahaan
laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan
mencapai 4.376 hektar (Soebagyo 2004).
Salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam produksi ikan kerapu
nasional adalah perairan Kepulauan seribu. Kepulauan Seribu merupakan suatu
wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi
perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu
karang, rumput laut, serta mangrove. Kepulauan Seribu merupakan daerah yang
sangat berpotensi untuk pengusahaan ikan kerapu macan karena memiliki pantai
berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat
yang paling baik bagi ikan kerapu. Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan (PKSPL IPB, 2004), potensi pengusahaan ikan kerapu di Kepulauan
Seribu seluas 359,49 hektar yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan
Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan
Pulau Panggang.
Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumberdaya alam yang
mendukung, pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA masih belum
banyak dilakukan oleh masyarakat, mengingat kecilnya peluang keberhasilan
kegiatan pengusahaan ini, maka masyarakat Pulau Panggang memilih sebagai
nelayan dan pedagang. Pengusahaan ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan
yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Pangang masih diusahakan
dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang
dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang.
Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal yang besar
untuk membiayai investasi dalam jangka panjang serta resiko usaha pada kegiatan
pengusahaan ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak
perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan
pengusahaan ikan kerapu macan khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang
kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu,
khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok
bibit yang ada di Kepulauan Seribu.
Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau
Panggang saat ini layak atau tidak untuk diusahakan jika dilihat dari aspek
finansial dan non finansial yang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial dan aspek lingkungan.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas yaitu dengan
melakukan pengembangan usaha pengusahaan yang terintegrasi dilakukan
meliputi kegiatan pemdederan dan pembesaran. Integrasi usaha ini diharapkan
dapat mengurangi ketergantungan petani dari hasil tangkapan di laut, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan usaha serta memberikan manfaat yang
optimum.
Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, secara
umum usaha budidaya ikan kerapu macan pada kondisi saat ini layak untuk
dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena
permintaan yang tinggi. Berdasarkan aspek teknis, kegiatan budidaya ikan kerapu
macan menggunakan teknologi dan peralatan relatif sederhana seperti budidaya
perikanan pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen, budidaya ikan kerapu
macan dapat dilakukan secara perseorangan dan tidak memerlukan organisasi
yang kompleks. Berdasarkan aspek sosial, budidaya ikan kerapu macan mampu
menyerap tenaga kerja, memanfaatkan lahan, dan ramah terhadap lingkungan
Ikan kerapu macan merupakan komoditi perikanan yang dapat
dipengusahaankan dan memiliki prospek yang cerah. Berdasarkan hasil analisis
kelayakan non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial
ekonomi dan lingkungan. Pengusahaan ikan kerapu macan yang dijalankan oleh
nelayan budidaya layak untuk dijalankan.
Pengusahaan ikan kerapu macan baik usaha pendederan, pembesaran, dan
pendederan dan pembesaran semua mendatangkan keuntungan. Namun jenis
penggusahaan yang paling banyak memberikan keuntungan paling besar adalah
skenario III (pendederan dan pembesaran). Hal ini dilihat dari hasil analisis
finansial yang menunjukkan bahwa NPV skenario III (pendederan dan
pembesaran) > NPV skenario II (pembesaran), dan skenario I (pendederan).
Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR, dan payback periode.
Jika dilihat dari analisis switching value skenario II (pembesaran) adalah
jenis usaha yang paling peka terhadap perubahan penurunan harga jual sebesar
3,62 persen dan penurunan SR sebesar 3,76 persen. Sementara harga pakan (pelet)
tidak terlalu berpengaruh karena ikan kerapu macan yang dipengusahaankan tidak
diberi pakan buatan (pelet), sehingga tidak tergantung pada satu jenis pakan.
ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN
KERAPU MACAN DI KEPULAUAN SERIBU
PROVINSI DKI JAKARTA
MEUTIA SARI SULAIMAN
H34076099
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi
: Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan
Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta
Nama
: Meutia Sari Sulaiaman
NRP :
H34076099
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS
NIP. 19550713 198703 2001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan Seribu Provinsi DKI
Jakarta” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
Meutia Sari Sulaiman
H34076099
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala berkat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan
Pengusahaan Ikan Kerapu Macan Di Kepulauan seribu Provinsi DKI Jakarta).
Melalui skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran dalam
mencari alternatif untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan
Pengusahaan Ikan Kerapu Macan dengan sistem keramba jaring apung melalui
pendekatan teori kelayakan usaha.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam
penyajian materi maupun ide-ide pokok yang penulis sampaikan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanutnya pada masa yang akan datang serta tercipanya penelitian lanjutan atau
pendalaman mengenai kelayakan pengusahaan buidaya ikan kerapu macan.
Ahirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, April 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 15 Februari 1986, merupakan anak pertama dari empat bersaudara
pasangan Bapak Sulaiman dan Ibu Jamaliah Arzy.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanan YWKA Kota
Banda Aceh tahun 1993, kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar di
SD Negeri 11 Kota Banda Aceh tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan
ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kota Banda Aceh dan lulus pada
tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU)
AL-AZHAR Medan dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program
Dioploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan,
Fakulktas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada
tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2008.
Selama menempuh pendidikan di Insitut Pertanian Bogor (IPB), penulis
aktif dalam organisasi mahasiswa, pada tahun 2005 menjadi Wasekum Kekaryaan
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Perikanan (HMI), dan tahun 2008
menjadi Wasekum PAO Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang
telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
3. Dra. Yusalina, Msi yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh
dosen dan staf Departemen Agribisnis.
4. Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen evaluator pada saat kolokium.
5. Ayah dan ibunda saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam
segala hal, terutama dalam doa, nasehat, dan bimbingannya. Buat adik-adikku
tersayang Agus, Raja, Intan, dan bila yang selalu memberikan motivasi,
semangat dan juga doa. Serta buat Hattan Agus Kurniawan, SPi, terimakasih
atas motivasi, doa, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.
6. Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah banyak membantu dalam
memfasilitasi komunikasi langsung dan tidak langsung dengan para nelayan
budidaya ikan kerapu di lokasi penelitian.
7. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB yang telah memberikan
informasi primer dan sekunder pada penelitian ini
8. Sahabat saya Wastin Hutabarat atas kesediannya sebagai pembahas seminar.
9. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan sekitarnya
(IMMAM) Bogor, Bang Amril, Dwi, Endrif, Riri, Bayu, Indana, Wira, Anggi,
dan pengurus lainnya terimakasih atas silaturrahmi yang dijalin selama ini.
10. Teman-teman JOGLO, Sifa, Ester, Olive, Dmitri, dan Bu Uket terimakasih
atas perkawanan yang telah dibangun selama ini.
11. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan III, Ivo,
Benri, Angga, Dira, Oom, Dyan, Ocha, Wiwin atas semangat dan sharing
selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, terimakasih atas bantuannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membacanya
dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tntunan dalam pelaksanaan
penelitian selanjutnya.
Bogor, April 2010
Meutia Sari Sulaiman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Perikanan Laut di Indonesia ... 10
2.2 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu ... 10
2.2.1 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu ... 12
2.2.2 Jenis-Jenis Ikan Kerapu ... 13
2.3 Prospek Budidaya Ikan Kerapu ... 16
2.4 Budidaya Ikan Kerapu ... 18
2.5 Keramba Jaring Apung ... 19
2.6 Budidaya Ikan Kerapu dengan Sistem KJA ... 21
2.7 Karakteristik Lokasi Budidaya ... 22
2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 23
III KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 29
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 29
3.2 Teori Biaya dan Manfaat ... 31
3.3 Analisis Rugi Laba ... 32
3.4 Kriteria Kelayakan Investasi ... 33
3.5
Analisis
Switching Value ... 36
3.6 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 36
IV METODE PENELITIAN ... 39
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 39
4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 39
4.4 Metode Analisis Data ... 40
4.5 Analisis Kelayakan Investasi ... 40
4.5.1
Net Present Value (NPV) ... 40
4.5.2
Net Benefit-Cost Rasio (Net B/C Ratio) ... 41
4.5.3
Internal Rate Rasio (IRR) ... 42
4.5.4 Tingkat Pengembalian Investasi (Payback periode) ... 42
4.6 Analisis Sensitivitas ... 43
Halaman
V
KEADAAN UMUM WILAYAH ... 45
5.1 Kondisi Umum Budidaya Laut di Kepulauan Seribu ... 45
5.1.1 Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi ... 45
5.1.2 Luas Wilayah dan Administrasi ... 46
5.2 Potensi sumberdaya Manusia ... 48
5.3 Karakteristik Masyarakat Kelurahan Pulau Panggang ... 49
5.4 Sarana dan Prasarana ... 50
5.5 Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang ... 51
VI ANALISIS KELAYAKAN NON FINANSIAL ... 54
6.1 Analisis Aspek Pasar ... 54
6.1.1 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 55
6.2 Aspek Teknis ... 56
6.2.1 Pemilihan Lokasi Keramba Jaring Apung ... 56
6.2.2 Teknik Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem KJA ... 58
6.2.2.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan ... 58
6.2.2.2 Penebaran Bibit ... 58
6.2.2.3 Pemberian Pakan ... 59
6.2.2.4 Penyortiran (Sampling) ... 60
6.2.2.5 Perbaikan dan Pembersihan Waring ... 61
6.2.2.6 Pemanenan ... 61
6.2.3 Hasil Kelayakan Aspek Teknis ... 61
6.3. Aspek Manajemen ... 62
6.4. Aspek Sosial ... 62
6.5. Aspek Lingkungan ... 63
6.5.1 Hasil Analisis Dampak Lingkungan ... 63
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ... 64
7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 64
7.1.1 Analisis Hasil Inflow Skenario I ... 64
7.1.2 Analisis Hasil Inflow Skenario II ... 65
7.1.3 Analisis Hasil Inflow Skenario III ... 66
7.2
Analisis
Hasil
Outflow ... 67
7.2.1 Biaya Operasional ... 68
7.2.2 Biaya Tetap ... 71
7.2.3 Biaya Tidak Tunai ... 72
7.2.4 Keuntungan ... 74
7.2.5
Proyeksi
Cash Flow ... 74
7.3 Kriteria Kelayakan Usaha ... 75
7.3.1 Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario I ... 75
7.3.2 Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario II ... 76
7.3.3 Analisis Kelayakan Investasi Usaha Skenario III ... 77
VIII Kesimpulan dan Saran ... 80
8.1
Kesimpulan
...
80
8.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Produksi Perikanan Budidaya menurut Komoditas Utama
Tahun 2004-2008 ... 2
2. Nilai Produksi Perikanan Tangkap di Laut berdasarkan Jenis
Ikan Tahun 2007-2009 ... 4
3. Produksi Ikan Kerapu Nasuinal Tahun 2004-2009 ... 5
4. Matriks Kesesuaian untuk Cage Culture (KJA) ... 23
5. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 27
6. Nama, Luas dan Peruntukan Pulau-Pulau di Kelurahan
Pulau Panggang ... 47
7. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2009 ... 48
8. Komposisi Penduduk di Kelurahan pulau Panggang menurut
Mata Pencaharian Tahun 2009 ... 50
9. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan
Pulau Panggang, Tahun 2009 ... 51
10. Kondisi Fisik, Kimia Pulau-Pulau di Kelurahan Pulau
Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten
Kepulauan Seribu ... 57
11. Aturan Pemberian Pakan Ikan Rucah untuk Ikan
Kerapu Macan ... 59
12. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan
Skenario I (Pendederan) ... 65
13. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan
Skenario II (Pembesaran) ... 65
14. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Ikan Kerapu Macan
Skenario III (Pendederan dan Pembesaran) ... 66
15. Komponen Biaya Investasi ... 68
16. Komponen Biaya Produksi Skenario I Perdua Bulan ... 69
17. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenaio I ... 69
18. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenario II ... 70
19. Komponen Biaya Variabel Ikan Kerapu Macan Skenario III ... 70
20. Komponen Biaya Tetap Pada KJA Skenario I dan II ... 71
21. Komponen Biaya Tetap Pada KJA Skenario III ... 72
23. Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP)
pada Skenario I ... 75
24. Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP
pada Skenario II ... 76
25. Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periode (PP)
pada Skenario III ... 77
26. Analisis Switching Value terhadap Pengusahaan Ikan
Kerapu Macan ... 79
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
Ikan Kerapu Bebek ...
13
2.
Ikan Kerapu Sunu ...
14
3.
Ikan Kerapu Lumpur ...
15
4.
Ikan Kerapu Macan ...
16
5.
Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan
Pengusahaan Ikan Kerapu Macan ...
38
6.
Rantai Pemasaran Ikan Kerapu Macan Hasil Pembesaran
Pengusahaan Ikan Kerapu Macan ...
59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario I ...
85
2.
Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario II ...
86
3.
Rugi Laba Usaha Ikan Kerapu Macan Skenario III ...
87
4.
Analisis Cash Flow Skenario I ...
88
5.
Analisis Cash Flow Skenario II ...
89
6.
Analisis Cash Flow Skenario III ...
90
7.
Analisis Switching Value Skenario I Penurunan Harga Jual ...
91
8.
Analisis Switching Value Skenario II Penurunan Harga Jual ..
92
9.
Analisis Switching Value Skenario III Penurunan Harga Jual .
93
10.
Analisis Switching Value Skenario I Kenaikan Harga Bibit ....
94
11.
Analisis Switching Value Skenario II Kenaikan Harga Bibit ...
95
12.
Analisis Switching Value Skenario III Kenaikan Harga Bibit .
96
13.
Analisis Switching Value Skenario I Penurunan SR ...
97
14.
Analisis Switching Value Skenario II Penurunan SR ...
98
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia sangat besar, baik potensi sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional yang harus dikelola dengan baik. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan mampu mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan sebagai penghasil devisa negara. Sesuai dengan sasaran yang diharapkan dalam Rencana Strategis (Restra 2009) Pembangunan Kelautan dan Perikanan sebanyak 9,7 juta ton, nilai ekspor perikanan US$5 miliar, konsumsi ikan penduduk 32,29 kg per kapita per tahun, dan menyediakan kesempatan kerja kumulatif sebanyak 10,24 juta orang.
Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi perikanan salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan pengusahaan. Pengusahaan merupakan kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik, sehingga diperoleh keuntungan (Effendi, 2004). Mengingat potensi yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya perairan (marikultur). Perairan laut kawasan ini terdiri dari laut dangkal (shallow sea, perairan karang dalam) berupa reef flat, laguna (goba), dan teluk, serta laut lepas (deep sea) berupa selat (perairan di antara dua pulau) yang berpotensi untuk pengembangan pengusahaan laut (marikultur). Luas kawasan potensial untuk marikultur tersebut diperkirakan mencapai 4.376 hektar (Soebagyo 2004).
Pemenuhan kebutuhan di masa akan datang salah satunya adalah melalui kegiatan pengusahaan. Pengusahaan ikan dapat mengisi kesenjangan permintaan dengan pasokan penawaran. Saat ini pemerintah telah menerapkan kebijakan dalam pengembangan perikanan pengusahaan melalui Pengembangan Kawasan Komoditas Unggulan, tujuannya adalah untuk memacu pengusahaan bagi sepuluh komoditas unggulan termasuk di dalamnya ikan kerapu. Ikan kerapu adalah salah satu jenis komoditas unggulan yang harus diusahakan, karena ikan kerapu macan khususnya sudah mengalami over fishing akibat kelebihan tangkap yang dilakukan oleh para nelayan tangkap.
2 Ikan kerapu juga sangat diminati karena memiliki tekstur daging yang lembut dan nilai gizi yang tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan produksi perikanan pengusahaan menurut komoditas utama produksi ikan kerapu meningkat 9,52 persen (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi Perikanan Pengusahaan Menurut Komoditas Utama Tahun 2004-2008 Rincian Tahun Kenaikan Rata-Rata (%) 2004 2005 2006 2007 2008*) 2004-2006 2007-2008 1. Patin 23,620 32,572 31,490 36,755 52,470 23.02 42.76 2. Rumput Laut 410,570 910,636 1,374,462 1,728,475 1,944,800 52.75 12.52 3. Nila 107,116 148,249 169,390 206,904 220,900 23.96 6.76 4. Gurame 23,758 25,442 28,710 35,708 37,100 12.05 3.90 5. Bandeng 241,438 254,067 212,883 263,139 253.000 2.19 -3.85 6. Lele 51,771 69,386 77,272 91,735 108,200 20.84 17.95 7. Kerapu 6,552 6,493 4,021 8,035 8,800 17.59 9.52 8. Kekerangan 12,991 16,348 18,896 15,623 16,200 6.95 3.69 9. Ikan mas 192,462 216,920 247,633 264,349 290,100 10,84 9.74 10. Udang 238,857 280,629 327,610 358,925 410,000 14.50 14.23 11. Kakap 4,663 2,935 2,183 4,418 4,200 8.69 -4.93 12. Kepiting 3,015 4,583 5,525 6,631 7,750 27.36 16.88 13. Lainnya 161,955 195,411 182,321 172,886 178,200 2.96 3.09 Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2009
Salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam produksi ikan kerapu nasional adalah perairan Kepulauan seribu. Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah khas yang terletak di wilayah Teluk Jakarta dengan berbagai potensi perikanan yang cukup beragam antara lain ikan konsumsi, ikan hias, terumbu karang, rumput laut, serta mangrove. Sebagai wilayah Kabupaten di dalam DKI Jakarta, maka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu banyak memiliki karakteristik yang memerlukan pendekatan khusus dalam proses pembangunannya. Beberapa karakteristik tersebut adalah : (1) Wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah wilayah kepulauan yang terdiri dari 110
3 buah pulau-pulau sangat kecil dan perairan yang luas; (2) Penduduk yang menempati hanya 11 pulau pemukiman yang terpencar dari selatan ke utara dan hampir semua warga pendatang; dan (3) Alternatif kegiatan pembangunan yang relatif terbatas yaitu utamanya perikanan tangkap dan pariwisata dan lain-lain (Sudin Perikanan dan Kelautan 2009).
Kepulauan Seribu merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk pengusahaan ikan kerapu macan karena memiliki pantai berkarang yang luas. Pantai dengan karakteristik seperti ini merupakan habitat yang paling baik bagi ikan kerapu. Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB, 2004), potensi pengusahaan ikan kerapu di Kepulauan Seribu seluas 359,49 hektar yang tersebar di Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, dan Kelurahan Pulau Panggang. Kondisi fisik di pulau-pulau di atas sangat baik untuk pengusahaan ikan kerapu macan, terutama pengusahaan dengan mengunakan keramba jaring apung (KJA). Pemanfaatan lahan ini diharapakan dapat menjadi alternatif mata pencaharian penduduk di Kepulauan Seribu yang mayoritas pekerjaannnya adalah nelayan tangkap.
Kegiatan pengembangan komoditas ikan kerapu macan sebagai salah satu usaha perikanan, perlu dilakukan pengkajian mengenai kelayakan finansial pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengusahaan ikan kerapu macan yang dilakukan oleh kelompok tani Sea farming mampu memberikan keuntungan serta menganalisis apakah usaha telah memenuhi kriteria investasi, sehingga layak dikembangkan di masa yang akan datang.
Ikan konsumsi yang paling banyak ditangkap oleh nelayan di perairan Kepulauan Seribu adalah ikan karang jenis ikan kerapu (famili Serranidae), salah satunya ikan kerapu macan. Menurut data yang dioperoleh dari Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) hasil tangkapan terbesar yang ditangkap oleh nelayan Kepulauan Seribu yaitu ikan kerapu macan sebesar 45,57 persen, sedangkan untuk persentase jumlah penangkapan ikan kerapu di laut yang mengalami peningkatan tertinggi yaitu ikan kerapu bebek sebesar 169,05 persen pada tahun 2009. Bila dilihat dari keseluruhan hasil penangkapan ikan kerapu dari
4 tahun 2007 hingga tahun 2009 (Tabel 2), namun ada kecenderungan menurun. Kecenderungan penurunan produksi ikan kerapu hasil tangkapan diduga terjadi akibat adanya kelebihan tangkap (over fishing). Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa alternatif produksi harus dialihkan pada usaha pengusahaan.
Tabel 2. Nilai Produksi Perikanan Tangkap di Laut Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007-2009 Jenis Ikan Tahun Growth (%) 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) Kerapu Macan 388.151.119 607.339.974 884.079.156 45.57 Kerapu Bebek 216.326.663 66.891.976 179.974.885 169.05 Kerapu Balong 58.010.799 59.792.670 105.085.866 75.75 Lumpur - 9.747.039 8.252.589 (15.33) Sunu 99.984.978 94.715.614 205.085389 116.53 Jumlah 762.473.559 838.487.278 1.382.477.885 391.37
Keterangan : - (Data Tidak Tersedia)
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan, 2009
Kegiatan pengembangan marikultur saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu sedang mempelopori pengembangan pengusahaan laut percontohan skala besar di empat pulau untuk dijadikan areal pengusahaan rumput laut dengan sistem longline dan pengusahaan ikan kerapu dengan sistem KJA (Keramba Jaring Apung) oleh masyarakat, terutama penduduk Pulau Panggang (Sudin Perikanan Kepulauan Seribu 2009).
Ikan kerapu digolongkan dalam komoditas terpenting dan telah banyak informasi berbagai aspek dalam pemeliharaannya sebagai komoditas pengusahaan. Dari jenis-jenis ikan kerapu, ikan kerapu macan memiliki kelebihan dibandingkan ikan kerapu jenis lain. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi karena mempunyai daging yang lezat, bergizi tinggi dan mengandung asam lemak tak jenuh. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan kerapu macan, sehingga pengusahaan ikan kerapu macan harus dilakukan.
Indonesia merupakan produsen ikan kerapu terbesar kedua dengan pertumbuhan produksi 14,7 persen per tahun. Produksi kerapu di Indonesia sebgian besar berasal dari penangkapan langsung di laut. Menurut Departemen
5 Kalautan dan Perikanan, (2009) penawaran ikan kerapu pengusahaan hanya sekitar 7.400 ton atau sekitar 16,45 persen.
Budidaya ikan kerapu macan merupakan kegiatan yang dapat dikembangkan di Pulau Panggang. Ikan kerapu merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan yang cukup tinggi di samping harganya yang cukup mahal (di atas Rp 100.000 per kilogram). Nilai produksi ikan kerapu nasional yang cukup besar dapat dilihat pada (Tabel 3) di mana ikan kerapu karang mulai tahun 2004 sampai tahun 2005 meningkat sebesar 5.343 ton atau 11,03 persen, walaupun pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 39.351 ton atau 73,22 persen dari produksi tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2005 sebesar 53.743 ton. Adanya peningkatan produksi ikan kerapu karang setiap tahunnya membuktikan bahwa permintaan ikan kerapu karang sangat diminati oleh pasar. Lain halnya dengan jenis ikan kerapu lainnya, pada Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi ikan kerapu lainnya selain ikan kerapu karang tidak menunjukkan perbedaan jumlah produksi yang besar setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan pasar selain ikan kerapu karang kurang diminati oleh pasar. Sehingga produksi ikan kerapu lainnya kurang diusahakan. Jumlah produksi ikan kerapu nasional dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Ikan Kerapu Nasional Tahun 2004-2009
Jenis Ikan Tahun 2004 (Ton) 2005 (Ton) 2006 (Ton) 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) Kerapu Karang 48.400 53.743 14.392 28.577 36.094 41.461 Kerapu Bebek - - 5.807 6.076 4.589 6.271 Kerapu Balong - - 2.182 2.537 2.844 5.087 Lumpur - - - - 1.020 1.117 Sunu - - 19.162 8.666 5.642 7.827
Keterangan : - (Data Tidak Tersedia)
6 Ikan kerapu hasil pengusahaan juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil tangkapan langsung di laut. Keunggulan yang pertama adalah ukuran ikan yang seragam, yang memungkinkan pengusahaan untuk memanen ikan pada saat ukuran panen per konsumsi yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi yaitu yaitu pada saat ikan berbobot 0,5 kg. Kedua adalah pasokan ikan kerapu hasil pengusahaan dapat terus tersedia karena dapat diatur masa penanaman dan panen sesuai dengan kebutuhan pasar.
1.2 Perumusan Masalah
Sejarah peradaban manusia menyebutkan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan kegiatan berburu dan seiring dengan meningkatnya populasi maka kegiatan menangkap ikan di perairan umum merupakan mata pencaharian utama nelayan. Jumlah hasil tangkapan yang berasal dari laut dan penangkapan di perairan umum, pada periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 meningkat rata-rata sebesar 2,59 persen per tahun, yaitu tahun 1997 sebanyak 3.917.219 ton menjadi 5.044.737 ton pada tahun 2007 (Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2007). Besarnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan hasil tangkapan alam dapat mengakibatkan punahnya suatu komoditas tertentu, oleh sebab itu pemerintah mengalihkan kegiatan penangkapan pada kegiatan pengusahaan.
Pengusahaan perikanan merupakan salah satu subsektor dari peikanan. Sektor pengusahaan telah berkembang menjadi sektor usaha yang memiliki peranan penting terutama sebagai sumber lapangan kerja, sumber bagi pendapatan masyarakat serta sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani dari masyarakat. Salah satu pengusahaan perikanan yang telah dikembangkan di Kepulauan Seribu adalah pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem keramba jaring apung (KJA).
Ikan kerapu macan merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pemanfaatan daerah laut dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) untuk pengusahaan ikan kerapu macan ini, mendatangkan manfaat bagi warga sekitar. Manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar yang berupa hasil dari pengusahaan ikan kerapu
7 dan secara tak langsung berupa hasil yang didapat dari penjualan ikan kerapu yang dilakukan oleh pengumpul lokal, penjualan pakan yang berupa ikan rucah. Kondisi perikanan di Pulau Panggang yang dimanfaatkan oleh masyarakat ini sangat menarik untuk dipelajari dan dikaji, sejauh mana manfaat yang diterima masyarakat Pulau Panggang pada umumnya dengan adanya kegiatan usaha ikan kerapu macan.
Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Panggang memiliki prospek yang mendukung untuk kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Sumberdaya alam berupa pantai berkarang yang merupakan habitat kerapu yang sangat cocok untuk pengusahaan dengan sistem KJA merupakan nilai tambah bagi perairan Kepulauan Seribu.
Meskipun memiliki prospek yang baik dan potensi sumberdaya alam yang mendukung, pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat, mengingat kecilnya peluang keberhasilan kegiatan pengusahaan ini, maka masyarakat Pulau Panggang memilih sebagai nelayan dan pedagang. Pengusahaan ikan kerapu, khususnya ikan kerapu macan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat Pulau Pangang masih diusahakan dalam skala kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang.
Kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah modal yang besar untuk membiayai investasi dalam jangka panjang serta resiko usaha pada kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan. Hal ini disebabkan adanya ketakutan pihak perbankan maupun investor selaku pemilik modal mengenai tingkat keberhasilan pengusahaan ikan kerapu macan khususnya dengan sistem KJA. Kendala yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan kerapu macan di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang yang belum mampu dipenuhi oleh pihak pemasok bibit yang ada di Kepulauan Seribu.
Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah KJA yang ada di Pulau Panggang saat ini layak atau tidak untuk diusahakan jika dilihat dari aspek finansial dan non finansial yang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek lingkungan.
8 Aspek finansial dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya dan pemasukan untuk pengusahaan kerapu sistem KJA sehingga dapat diketahui apakah pengusahaan di atas layak atau tidak secara finansial. Aspek teknis dilakukan untuk mengetahui apakah apakah lokasi KJA yang dipilih layak atau tidak dilihat dari segi kondisi alam dan ketersediaan input yang digunakan dalam usaha. Aspek pasar perlu dianalisis untuk mengetahui berapa besar tingkat permintaan dan penawaran ikan kerapu macan di pasar sehingga dapat diketahui peluang pasar yang dapat diraih.
Oleh karena itu, kegiatan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA dapat lebih dioptimalkan dengan melakukan pengembangan usaha yang terkait seperti usaha pendederan ikan kerapu macan dan pembesaran ikan kerapu macan. Namun demikian keterbatasan sumberdaya yang dimiliki tentunya akan mendorong untuk melakukan berbagai kombinasi pengusahaan ikan kerapu. Kombinasi tersebut dapat meliputi 1) usaha pendederan ikan kerapu macan; 2) usaha pembesaran ikan kerapu macan; dan 3) usaha pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan.
Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi : 1) Bagaimana kelayakan non finansial pengusahaan ikan kerapu macan dengan
sistem keramba jaring apung (KJA) dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan?
2) Bagaimana kelayakan aspek finansial pengusahaan ikan kerapu macan di KJA?
3) Bagaimana tingkat kepekaan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA terhadap penurunan harga output dan peningkatan harga input?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian tersebut adalah:
1) Menganalisis kelayakan non finansial pengusahaan ikan kerapu macan keramba jaring apung (KJA) dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan.
2) Menganalisis kelayakan aspek finansial pengusahaan ikan kerapu macan di KJA.
9 3) Menganalisis tingkat kepekaan pengusahaan ikan kerapu macan di KJA
terhadap penurunan harga output dan peningkatan harga input. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penilaian kelayakan aspek non finansial dan aspek finansial. Penelitian ini dilakukan pada tiga skenario, yaitu pendederan ikan kerapu macan, pembesaran ikan kerapu macan, dan kombinasi dari pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1) Masyarakat Pulau Panggang sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usaha maupun pengembangan pengusahaan ikan kerapu macan.
2) Calon investor/pengusaha sebagai bahan pertimbangan sebelum berinvestasi pada usaha pengusahaan ikan kerapu macan dengan sisitem KJA.
3) Pihak-pihak yang terkait khusunya Suku Dinas Perikanan Kepulauan Seribu untuk membantu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Panggang dalam pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. 4) Mahasiswa sebagai bahan pertimbangan untuk menambah wawasan dan
10 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Laut di Indonesia
Secara garis besar, perikanan dibedakan menjadi dua jenis yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik di darat maupun di laut. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang melalukan penangkapan terhadap hewan air dan tumbuhan air. Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang melibatkan manusia dalam pengusahaankan hewan dan tumbuhan air.
Menurut DKP (2005), sumberdaya perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah perairan yaitu : (1) Perairan barat yang meliputi perairan : Selat Malaka, Timur Sumatra, Laut Jawa, Laut Cina Selatan, dan Timur Kalimantan; dan (2) Perairan timur yang meliputi perairan: Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara, dan Lautan Banda.
Karakteristik perairan Barat Indonesia ditandai dengan perairan yang subur (banyak terdapat fitoplankton), dangkal dan sumberdaya ikan yang dominan adalah ikan domersal dan palagis kecil. Ikan palagis besar hanya terdapat di barat Sumatra, Selatan Jawa, dan Selat Makasar. Di perairan Timur Indonesia, ikan dominan adalah ikan palagis besar. Akibat dari over fishing, saat ini jumlah ikan di perairan Barat Indonesia lebih rendah dibandingkan perairan Timur. Daerah lain yang mengalami over fishing adalah perairan Utara Jawa, Selat Malaka, dan Selat Bali. Pada perairan Timur Indonesia hanya udang saja yang telah dieksplorasi dalam jumlah besar, seperti di perairan Laut Arafura dan Papua. 2.2 Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu
Nama ikan kerapu dalam pergaulan internasional kerapu dikenal dengan grouper atau trout, mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Spesies tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tujuh genus meskipun hanya tiga genus yang sudah diusahakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus. Spesies kerapu komersial Chromileptes altivelis termasuk jenis Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu macan. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar
11 abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung dan kawasan perairan berterumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu, Lampung Selatan, Kepulauan Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur atau estuary grouper (Epinephelus spp) mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga kerapu hitam. Spesies ini paling banyak diusahakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu. Lampung, dan daerah muara sungai. Ikan kerapu dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Ghufran 2001) Filum : Chordata Klas : Pisces Ordo : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis Genus : Plectropoma
Spesies : Plectropoma maculatus, P. Leopardus, dan P.oligacanthus Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus suillus, E.malabaricus, E.fuscoguttatus, E.merra, dan E.maculatus.
Ikan kerapu biasa disebut goropa atau kasai, semua spesies tersebut, ternyata berasal dari tujuh genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Plectropoma, Epinephelus, dan Varicla. Dari tujuh genus tersebut, genus Cromileptes, Plectropoma, dan Epinephelus merupakan
12 golongan kerapu komersial bernilai ekonomi tinggi, yang diusahakan melalui penangkapan di alam maupun pengusahaan (Ghufran 2001).
Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, di antaranya pada celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan (DKP 2004). Secara umum, ikan kerapu memiliki kepala yang besar, mulut lebar, dan tubuhnya ditutupi sisik-sisik kecil. Bagian tepi operculum, bergerigi dan terdapat duri-duri pada operculum. Letak dua sirip punggungnya (yang pertama berbentuk duri-duri), terpisah. Semua jenis kerapu mempunyai tiga duri pada sirip dubur dan tiga duri pada bagian tepi operculum (Ghufran 2001).
Ikan kerapu dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) yang memangsa jenis-jenis ikan kecil, zooplankton, dan udang-udang kecil lainnya. Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran tertentu, akan berganti kelamin (changce sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan berukuran besar, yang bobotnya dapat mencapai 450 kg atau lebih. Jenis ikan kerapu ini terdapat di berbagai perairan antara lain di Afrika, Taiwan, Filipina, Malaysia, Australia, Indonesia, dan Papua Nugini. Sementara di Indonesia, kerapu ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai (Ghufran 2001).
2.2.1 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Kerapu
Ciri-ciri morfologi ikan kerapu adalah sebagai berikut (Wardana 1994): 1) Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan tinggi
tubuh.
2) Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.
3) Mulut lebar, serong ke atas dengan bibit bawah yang sedikit menonjol melibihi bibir atas.
13 4) Serip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang di mana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.
5) Posisi sirip perut berada di bawah sirip dada. 6) Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid. 2.2.2 Jenis-Jenis Ikan Kerapu
1) Kerapu Bebek
Kerapu bebek sering disebut sebagai kerapu tikus, di pasaran Internasional dikenal dengan nama polka-dot grouper, namun ada pula yang menyebutnya hump-backed rocked. Ikan kerapu bebek ini berbentuk pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh. Kepala berukuran kecil dengan moncong agak meruncing. Kepala yang kecil mirip bebek menyebabkan jenis ikan ini populer disebut kerapu bebek, namun ada yang menyebutnya sebagai kerapu tikus, karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus (Gambar 1).
Gambar 1. Ikan Kerapu Bebek
Ikan kerapu macan dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5 kg–2 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu macan juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan kerapu macan memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm–50
14 cm. Ikan kerapu macan tergolong ikan buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan kerapu macan merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai diusahakan baik dengan tujuan pembenihan maupun pembesaran.
2) Kerapu Sunu
Ikan kerapu sunu biasa pula disebut sebagai ikan sunu atau ikan lodi. Ada dua jenis kerapu sunu yang dikenal sebagai ikan laut komersial, yaitu jenis Plectropoma maculatus atau populer dengan sebutan spotted coral trout dan jenis Plectropoma leopardus atau populer dengan sebutan leopard coral trout. Kerapu sunu memiliki tubuh agak bulat memanjang, dengan jari-jari keras pada sirip punggungnya. Warna tubuh sering mengalami perubahan tergantung pada kondisi lingkungan. Perubahan warna tubuh terjadi jika ikan dalam keadaan stres. Tubuh sering berwarna merah atau kecokelatan, sehingga kadang juga disebut kerapu merah atau kasai makot (Gambar 2).
Gambar 2. Ikan Kerapu Sunu
Tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna biru, dengan tepi gelap dan ada enam pita berwarna gelap, kadang-kadang tidak nampak. Ikan kerapu sunu jenis P.maculatus, mempunyai bintik yang tidak seragam, sedangkan jenis P. Leopardus, mempunyai bintik-bintik yang seragam.
3) Kerapu Lumpur
Disebut sebagai kerapu lumpur, karena ikan ini betah hidup di dasar perairan. Nama lain dari jenis ikan kerapu ini adalah kerapu balong, estuary grouper, atau sering pula disebut kerapu hitam, walaupun sebenarnya memiliki warna dasar abu-abu dan berbintik-bintik. Ikan kerapu lumpur ini terdiri atas
15 beberapa macam, namun yang bernilai ekonomis tinggi dan telah umum diusahakan adalah Epinephelus suillus dan Epinephelus malabaricus. Jenis E. suillus memiliki tubuh berwarna abu-abu gelap dengan kombinasi bintik cokelat dan lima garis menyerupai pita gelap samar yang memanjang pada tubuhnya (Gambar 3).
Gambar 3. Ikan Kerapu Lumpur
Ikan kerapu lumpur banyak diusahakan karena pertumbuhannya cepat dan benihnya paling mudah diperoleh di laut, terutama pada musim-musim tertentu sedangkan jenis E. Malabaricus, memiliki tubuh dengan warna dasar abu-abu agak muda dengan bintik hitam kecil. Habitat ikan kerapu lumpur ada di kawasan terumbu karang, perairan berpasir, dan bahkan hutan mangrove, serta muara-muara sungai. Ikan kerapu lumpur ukuran konsumsi biasanya memiliki bobot tubuh berkisar antara 400 g–1.200 g per ekor.
4) Kerapu Macan
Bentuk ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mirip dengan kerapu lumpur, tetapi dengan badan yang agak lebar. Masyarakat Internasional menyebutnya dengan sebutan flower atau carpet cod (Ghufran M 2001). Ikan kerapu macan memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya membulat (rounded). Warna dasar sawo matang, perut bagian bawah agak keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecokelatan, serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan ditutupi oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri loreng (Antoro 2004). Gambar ikan kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 4.
16 Gambar 4. Ikan Kerapu Macan
2.3 Prospek Pengusahaan Ikan Kerapu
Pengusahaan laut (Marine cultur) adalah suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik laut dalam wadah dan perairan yang terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ada beberapa jenis sistem pengusahaan yang bisa digunakan di laut, yaitu sistem kandang (Pen culture), sistem keramba (Cage culture), dan tali panjang (Longline). Sistem pengusahaan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sistem kandang dan sistem keramba.
Sistem kandang adalah metode pengusahaan yang membatasi suatu wilayah di laut dengan luasan tertentu dengan menggunakan kurungan tancap (dikenal dengan keramba jaring tancap/KJT) atau kurungan apung (dikenal dengan Keramba Jaring Apung/KJA). Sistem ini juga biasa pada pengusahaan ikan air tawar dan air payau, tetapi tingkat keberhasilannya di laut masih belum maksimal dibandingkan dengan di air tawar dan payau.
Sistem metode pengusahaan dengan cara membuat suatu bangunan semi permanen di laut dan menempatkan jaring di laut dan menempatkan jaring di tengahnya dengan kedalaman tertentu. Sistem ini yang paling banyak digunakan pada pengusahaan laut di Indonesia.
Produksi ikan kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal dibandingkan dengan keadaan mati (segar). Harga ikan kerapu bebek (Chmoreleptis altivelis) di tingkat produsen atau pengusahaan KJA mencapi Rp 400.000 per kilogram, sedangkan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Rp 130.000 Per kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari laut yang bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan longline. Alat tangkap ini
17 hanya bisa satu per satu sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah besar. Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing di beberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga mengakibatkan ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan hidup.
Kegiatan pengusahaan kerapu macan relatif lebih mudah dan peluang keberhasilannya juga tinggi dibandingkan ikan kerapu jenis lain, udang maupun bandeng tambak. Ikan kerapu macan mudah untuk diusahakan karena tingkat keberhasilan hidupnya (survival rate) tinggi serta pakan alami (ikan rucah) bisa menggunakan ikan laut manapun. Kendala teknis yang paling banyak ditemukan adalah ketersediaan benih kerapu, karena selama ini pengusahaan sangat tergantung dari hasil tangkapan laut. Namun ketersediaan benih dari laut tidak kontinyu dan semakin sedikit.
Sari (2006), tingkat pemanfaatan kerapu hasil tangkapan di Kepulauan Seribu telah melampaui batas optimal yang disarankan. Produksi penangkapan dan produksi pengusahaan kerapu pada operasi optimal sebesar 32.798 kilogram per tahun. Permasalahan benih telah dapat teratasi dengan adanya BBL yang menjual benih kerapu yang berkualitas tinggi dan harga yang lebih murah, serta hatcheri yang ada di Bali dan Situbondo (Jawa Timur) sehingga pengusahaan ikan kerapu tidak lagi sepenuhnya bergantung pada benih yang berasal dari laut.
Berdasarkan keadaan di atas dapat dilihat pengusahaan ikan kerapu macan memiliki peluang untuk dikembangkan. Meskipun demikian analisis kelayakan pengusahaan ikan kerapu macan tetap diperlukan untuk mencegah kerugian investor atau pengusahaan ikan kerapu macan sebelum menanamkan modalnya. Pengusahaan dengan sistem keramba yang dilakukan pemerintah beserta instansi yang terkait menyebabkan peningkatan pengusahaan dengan sistem keramba jaring apung.
18 2.4 Pengusahaan Ikan Kerapu
Pengusahaan ikan kerapu macan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pembenihan dan pembesaran ikan kerapu macan. Kegiatan pembenihan adalah kegiatan produksi yang menghasilkan benih ikan ukuran 5-7 cm yang biasa disebut dengan fingerling. Kegiatan pembenihan sampai dengan fingerling berkisar antara 3-4 bulan (tergantung dari jenis ikan kerapu). Kegiatan pembenihan sampai dengan fingerling ini merupakan kegiatan yang cukup menarik, terutama untuk menghasilkan benih dari berukuran 2-3 cm menjadi berukuran 5-7 cm. Dalam jangka waktu yang tidak begitu lama sekitar 60 hari, perbandingan harga benih yang berukuran 2-3 cm dengan yang berukuran 5-7 cm meningkat sampai sekitar 100 persen yang memberikan keuntungan sekitar 70 persen. Kegiatan pembenihan ini dapat dilakukan di dalam tangki pengusahaan berkapasitas 1-2 m3 atau dalam keramba jaring apung (dimensi 1,5 m x 1,5 m x 1,5 m dan mesh size 3-4 mm) dengan kepadatan 250-300 ekor per m3. Pakan
yang diberikan sebaiknya pelet kering dengan kadar protein sekitar 40 persen (Nainggolan 2003).
Pembesaran jenis ikan kerapu sampai dengan berukuran konsumsi berkisar antara 7-10 bulan, tergantung dari jenis ikan kerapu yang dibesarkan (untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 7 bulan dan untuk kerapu tikus sekitar 10 bulan). Pembesaran ikan kerapu untuk menjadi ikan kerapu muda ukuran 100 g per ekor dari ukuran fingerling diperlukan waktu 3-4 bulan pada kerapu macan dan 7-10 bulan pada kerapu tikus. Pembesaran ikan kerapu biasanya dilaksanakan dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) atau di dalam tangki pembesaran dengan sistem air mengalir (Nainggolan 2003).
Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah atau pelet. Usaha pembesaran ikan kerapu di lapangan (yang dilakukan masyarakat) cukup bervariasi. Ada yang membesarkan dari fingerling sampai dengan menjadi ukuran konsumsi, ada pula yang membesarkan dari fingerling sampai dengan ukuran 100 g per ekor (ikan kerapu muda) dan dari ikan kerapu muda sampai ukuran konsumsi (sekitar 500-1.200 g per ekor). Pemeliharaan dari ukuran 100 g per ekor sampai dengan lebih besar dari 500 g per ekor memerlukan waktu 3-5 bulan
19 untuk ikan kerapu macan dan 8-10 bulan untuk ikan kerapu tikus (Nainggolan et al. 2003).
2.5 Keramba Jaring Apung (KJA)
Keramba jaring apung (biasa disebut kejapung) biasa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan, terbuat dari jaring yang dibentuk segiempat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu atau besi, serta sistem penjangkaran. Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi kondisi perairan, lingkungan bagi kegiatan pengusahaan laut dalam bentuk keramba jaring apung sangat menentukan keberhasilan usaha. Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting bagi usaha pemeliharaan ikan dalam keramba jaring apung. Komoditas yang dapat dipelihara dalam keramba jaring apung di laut tropis yaitu berbagai spesies ikan kerapu seperti kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu sunu, kerapu tikus, dan kerapu lemak serta beberapa spesies lain seperti ikan beronang, kuwe, lobster, kakap merah, kakap putih, bandeng dan nila merah (Achmad 1995). Pemilihan komoditas yang akan diusahakan mempengaruhi kontruksi keramba jaring apung. Keramba jaring apung dengan banyak sudut seperti segienam, segidelapan, atau segiempat cocok untuk pemeliharaan ikan kerapu. Hal ini dikarenakan semua spesies ikan kerapu cenderung hidup bersembunyi, berbaring di dasar perairan di bawah naungan (Achmad 1995). Menurut Kiswaloejo (2004) berdasarkan letak keramba dalam perairan, dikenal tiga jenis keramba, yaitu:
1) Keramba Jaring Apung
Keramba biasanya dipakai di sungai yang dalam, danau atau waduk atau bendungan. Keramba ini terletak di permukaan air, di mana setiap pelampungnya berada di permukaan air.
2) Keramba Tancap
Keramba tancap terletak di dasar perairan. Keramba ini terbagi dua, yaitu keramba yang diletakkan di dasar perairan dan keramba yang ditanam di dasar perairan. Keramba di dasar perairan umumnya digunakan pada perairan yang sempit dan tidak begitu dalam, seperti pada sungai-sungai kecil atau saluran air yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter. Keramba ini tidak menggunakan alas,
20 karena alas keramba ini adalah dasar perairan itu sendiri. Oleh karena itu dipilih dasar perairan yang agak keras untuk meletakkan keramba ini. Keramba yang seluruhnya ditanam di dasar perairan umumnya di pasang pada sungai-sungai atau saluran air yang dangkal dan mempunyai dasar perairan yang agak keras. Keuntungan menggunakan keramba ini adalah tidak menimbulkan hambatan terhadap kelancaran arus sungai, karena posisi keramba berada di bawah permukaan dasar perairan dan memiliki daya tahan yang cukup lama, sehingga akan terhindar dari benturan benda-benda keras.
3) Keramba Tenggelam
Keramba tenggelam dikembangkan di daerah perairan yang agak dalam. Keramba ini dilengkapi dengan alas, pelampung, jangkar dan pemberat agar tidak mudah hanyut oleh arus air. Keramba tenggelam dipakai di sungai yang dalam, danau, waduk atau bendungan. Keramba tenggelam ini berada beberapa puluh cm di bawah permukaan air, sehingga dalam proses pemberian pakan ikan kerapu macan perlu diberi pipa pakan ikan.
Kontruksi keramba jaring apung selain dipengaruhi oleh spesies yang dipelihara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, metode pengusahaan, sifat bahan, dan keterampilan tenaga setempat. Secara ideal bahan yang digunakan untuk keramba jaring apung harus kuat, ringan, tahan cuaca dan korosi, mudah dikerjakan dan diperbaiki, bebas gesekan, tekstur halus agar tidak melukai ikan. Selain itu tata letak keramba jaring apung harus diperhitungkan berdasarkan arah dan kekuatan arus karena bentuk keramba jaring apung di laut sangat dipengaruhi oleh arus (Achmad 1995)
Menurut Kordi (2005), keramba atau kurungan berfungsi sebagai wadah pemeliharaan dan pelindung ikan. Keramba yang telah dirakit dan siap untuk dipasang belum tersedia di pasar. Bahan yang tersedia masih dalam bentuk jaring polietilen (PE) yang digulung dan dijual berdasarkan bobot. Keramba dapat dibedakan menjadi keramba pendederan, keramba penggelondongan, dan keramba pembesaran.
Keramba pendederan terbuat dari jaring yang bermata jaring kecil (sekitar 4 mm) yang ditempatkan dalam keramba besar. Keramba penggelondongan berukuran 3m x 3m x 3m dan terbuat dari jaring PE dengan mata jaring berukuran
21 1 inchi. Keramba pembesaran dibuat dengan ukuran 3m x 3m x 3m yang menggunakan jaring PE bermata jaring 1,5 inchi – 2 inchi (Kordi K 2005).
2.6 Pengusahaan Ikan Kerapu dengan Sistem KJA
Keramba jaring apung (KJA) adalah sistem pengusahaan yang paling banyak digunakan di Indonesia. KJA telah dilakukan di Jepang pada tahun 1954 dan kemudian menyebar ke Malaysia pada tahun 1973. Di Indonesia KJA mulai dikenal pada tahun 1976 di Kepulauan Riau dan sekitarnya, sedangkan di Teluk Banten dimulai pada tahun 1979. Salah satu kelebihan KJA adalah ikan dapat dipelihara pada kepadatan yang tinggi tanpa kekurangan oksigen.
Sarana dan prasarana yang idealnya digunakan dalam usaha pengusahaan ikan kerapu antara lain :
1) Rakit
Kontruksi wadah pengusahaan ikan kerapu macan merupakan kontruksi berupa rakit. Rakit adalah kotak yang dilengkapi dengan pelampung yang biasanya berupa tong plastik atau styrofoam. Rakit ini merupakan wadah untuk melekatkan atau mengikat jaring. Rakit biasanya terbuat dari kayu dengan ukuran bingkai 8 x 8 meter, di mana tiap rakit menjadi empat kotak berukuran 3,5 x 3,5 meter.
2) Waring
Waring adalah kantong yang terbuat dari jaring. Waring digunakan sebagai wadah untuk memelihara ikan kerapu. Untuk pembesaran ikan kerapu, jaring yang digunakan berukuran 3,5 x 3,5 x 3,5 meter dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1-2 inci.
3) Perahu
Perahu merupakan sarana transportasi petani keramba. Perahu ini juga dapat digunakan untuk pencarian pakan alami ikan kerapu (rucah). Idealnya setiap petani KJA memiliki minimal satu perahu.
22 2.7 Karakteristik Lokasi Pengusahaan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar KJA dapat berjalan dengan baik. Persyaratan tata letak yang umum harus dipenuhi dalam memilih lokasi keramba adalah sebagai berikut :
1) Terlindung dari angin dan gelombang besar
Angin dan gelombang besar dapat merusak kontruksi sarana pengusahaan (rakit) dan dapat menganggu aktivitas pengusahaan seperti pemberian pakan. Tinggi gelombang yang disarankan untuk pengusahaan kerapu tidak lebih dari 0,5 meter.
2) Kedalaman perairan
Kedalaman perairan ideal untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan menggunakan keramba jaring apung adalah 5-15 meter. Perairan yang selalu dangkal (kurang dari lima meter) dapat mempengaruhi kualitas air karena banyak sisa pakan yang membusuk. Pada perairan yang kedalamnnya lebih dari 15 meter dibutuhkan tali yang panjang untuk mengikat jangkar sehingga dibutuhkan tambahan biaya.
3) Jauh dari limbah pencemaran
Lokasi yang jauh dari buangan limbah industri, pertanian, rumah tangga, dan tambak sangat dianjurkan untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA. Limbah rumah tangga biasanya dapat menyebabkan tingginya bakteri perairan. Limbah industri dapat membuat konsentrasi logam berat di perairan tinggi. Sementara limbah tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan sehingga organisme penempel seperti teritip dan kerang kerangan perairan tumbuh subur dan dapat menyebabkan jaring menjadi tertutup.
4) Dekat sumber pakan
Sumber pakan yang dekat dengan lokasi keramba sangat penting karena pakan merupakan kunci keberhasilan pengusahaan ikan kerapu. Pakan yang akan diberikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pakan rucah dan pakan buatan. Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan lift net merupakan lokasi terbaik karena pakan merupakan ikan segar dapat diperoleh dengan mudah dan murah.
23 5) Sarana transportasi
Tersedianya sarana trasportasi yang baik dan mudah diakses adalah suatu keuntungan tersendiri pada lokasi pengusahaan ikan kerapu macan karena memberikan kemudahan dalam hal pengangkutan pakan dan hasil panen.
Khusus untuk pengusahaan ikan kerapu macan dengan sistem KJA, kriteria-kriteria kesesuaian lahannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matriks Kesesuaian untuk Cage Culture (Keramba Jaring Apung)
No Parameter Kriteria Kesesuaian
1 Keterlindungan Sangat terlindung
2 Kedalaman peraiaran 5-15 meter
3 Substrat dasar perairan Karang berpasir
4 Arus 0,15-0,35 m/detik 5 Kecerahan ≥ 60°C 6 Salinitas (ppt) 29-31 ppt 7 Suhu 28-32°C 8 DO (mg/l) ≥ 2 9 pH 6,5-8,5 Sumber : Soebagio 2004
Kondisi yang ditemukan di lapangan akan dibandingkan dengan kriteria-kriteria yang terdapat pada literatur-literatur berupa hasil-hasil penelitian yang terlibat dalam proyek pemerintah ini dari data yang dimiliki di instansi pemerintah setempat.
2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha pengusahaan komoditas perikanan seperti pengusahaan ikan, lobster air tawar, dan udang. Salah satunya adalah Atmoko (2006) yang melakukan penelitian dengan judul Analisis Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Mas. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, dan aspek lingkungan. Selain itu juga menganalisis tingkat sensitivitas kelayakan
24 usahatani terhadap perubahan harga pakan, benih, biaya tenaga kerja, penurunan harga jual serta penurunan volume produksi. Marjin pemasaran dan saluran pemasaran juga dianalisis untuk mengetahui tingkat efesiensi usahatani pembesaran ikan mas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan analisis biaya pemasaran. Hasil dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa dari aspek pasar, aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek finansial usahatani tersebut dapat dijalankan. Usaha di atas memiliki tingkat kepekaan yang rendah terhadap perubahan yang telah diasumsikan. Secara keseluruhan saluran pemasaran kurang efisien, hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan menyebabkan tingginya marjin pemasaran ikan mas.
Herlina (2006) juga melakukan penelitian yang berjudul Usaha Pengusahaan Pendederan Ikan Kerapu Macan Di Pulau Semak Daun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha pendederan ikan kerapu macan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen. Metode yang digunakan adalah analisis deskiptif untuk menganalisis data yang tidak termasuk dalam aspek finansial dan analisis kuantitatif untuk analisis data finansial. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan usaha pengusahaan tersebut dari aspek pasar, teknis, dan manajemen layak untuk diusahakan. Secara finansial tidak layak di usahakan karena nilai jual benih yang dihasilkan di bawah harga pasar, namun usaha tersebut dapat layak diusahakan apabila harga benih yang dijual mengikuti harga pasar.
Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha pengusahaan komoditas perikanan juga dilakukan oleh Riska (2008) yang melakukan penelitian dengan Judul Analisis Ekonomi Pengusahaan Ikan Kerapu Pada Kelompok Sea farming Dengan Sistem Keramba Jaring Apung Dan Jaring Tancap di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Kegiatan pengusahaan dengan menggunakan keramba jaring apung dan keramba jaring tancap ini memiliki lima tahap yaitu, tahap persiapan, dalam tahap persiapan dilakukan pemilihan lokasi dan pembuatan keramba untuk pembesaran ikan kerapu. Tahap penebaran benih, yaitu kegiatan penebaran benih ikan kerapu pada keramba jaring apung dan tancap yang dilakukan pada pagi atau sore hari. Tahap pemeliharaan,