• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAGAL JANTUNG KONGESTIF"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM KARDIOVASKULER

TUTORIAL MODUL 4 GAGAL JANTUNG

Kelompok 3

Disusun Oleh :

Elisha Ayu Fitria Addini

Hudiyani

Intan Purnama Sari

Isnia Rizkiyah

Putri Widiah Astuti

Rahmah Amalia Ariza

Reni Marfuah Rumangun

Rizky Amalia Sahupala

Rian Andito Fesanrey

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.

CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).

(3)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. DEFISINI

Congestive Hearth Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarennakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuan hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).

Gagal jantung terbagi atas 3 yakni: 1. Gagal jantung akut dan kronik

a) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.

b) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel .dilatasi dan hipertrofi.

2. Gagal Jantung Kanan dan Kiri

a) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral.

b) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.

(4)

a) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi b) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke

volume cardiac output turun.

B. ETIOLOGI

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

Berdasarkan penyebab kegagalan jantung yaitu :

1. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat menurunkancurah jantung.

2. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.

3. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.

(5)

4. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.

Menurut Price dan Wilson(2006) penyebab kegagalan jantung yaitu :

1. Meningkatkan beban awal, keadaan yang dapat meningkatkan beban awal yakni reguirgitasi aorta dan cacat septum ventrikel.

2. Meningkatkan beban akhir, keadaan yang dapat meningkatkan beban akhir yakni stenosis aorta dan hipertensi sistemik,

3. Menurunkan kontraktilitas miokardium, keadaan yang dapat memicu pada penurunan infark miokardium dan kardiomipati.

Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif, yaitu: 1. Kelainan otot jantung: Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot

jantung, menyebabkan menurunya kontraktilitas otot jantung.

2. Aterosklerosis koroner: Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Diantaranya hipoksia dan asidosis yang diakbatkan penumpukan asam laktat serta infark miokard yang menjadi penyebab kematian sel jantung.

3. Hipertensi pulmonal atau sistemik: Yang disebabkan peningkatan afterload, meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya menyebabkann hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dsebut kompensasi karena akan menigkatkan kontraktilitas jantung. Dan tidak dapat dhindari hipertrofi juga dapat menyebabkan kegagalan pada jantung.

4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative: Berhubungan dengan gagal jantung , karena secara langsung dapat merusak serabut jantung dan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain: Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasa terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung(stenosis katup semiulner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah ( tamponade, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup av) atau pengososngan jantung abnormal (insufisensi katup av).

6. Faktor sistemik: Terjadinya kegagalan jantung disebabkan meningkatkan laju metabolism (demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia membutuhkan peningkatan curah jantung

(6)

untuk ememnuhi kebutuhan oksigen sistemik. Sehingga anemia dan hipoaksia dapat mengurangi suplai oksigen ke jantung. Asidosis(respiratorik dan metabolic) dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disaritmia juga dapat terjadi dengan sendirinya yang mengakibatkan gagal jantung yang menurunkan efisiensi fungsi jantung.

C. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mendasari gagal jantung menurut Brunner dan Suddarth (2002) meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung abnormal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV= Stroke Volume ). Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.

 Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.

 Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsiu

 Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang mengakibatkan curah jantung berkurang

Berdasarkan beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung

(7)

meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.

Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.

Gagal jantung kiri

Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

Gagal jantung kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.

(8)

D. MANIFESTASI KLINIS

Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ untuk membawa oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang ditimbulkan pusing, konfusi, kelelahan,, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstermitas dingin, oliguri. Tekanan perfusi ginjal turun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal pada akhirnya menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta pengikatan volume intravaskuler.

Gagal jantung kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

 Dispnue

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang

dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)

 Batuk

 Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.

 Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Gagal jantung kanan

 Kongestif jaringan perifer dan viseral.

 Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan

 Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar

(9)

 Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

 Nokturia

 Kelemahan.

E. KOMPLIKASI

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) komplikasi dari gagal jantung kongestif adalah: 1. Syok kardiogenik

Merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital.

2. Episode tromboembolik

Diakibatkan karena kurangnya mobilitas penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan, berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Episode emboli yang paling sering adalah emboli paru. Gejala emboli meliputi nyeri dada, sianosis, napas pendek, dan cepat serta hemoptisis. Serta emboli sistemik yang dapat berasal dari daerah ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler menyebabkan stroke atau infark ginjal juga dapat mengganggu suplai darah ke ekstermitas.

3. Efusi pericardial dan tamponade jantung

Efusi pericardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium. Kejadian ini biasanya ditandai dengan perikarditis, gagal jantung, atau bedah jantung. Sedangkan tamponade jantung adalah situasi mengancam dan sangat tergantung pada penatalaksanaan yang cepat.

4. Kerusakan atau kegagalan ginjal

Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.

(10)

Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.

6. Serangan jantung dan stroke.

Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:

1. Elektro kardiogram (EKG)

Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.

2. Skan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding . 3. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.

4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.

5. Rongent dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

6. Enzim hepar

Meningkat dalam gagal / kongesti hepar. 7. Elektrolit

Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.

8. Oksimetri nadi

Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.

9. Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

(11)

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

11. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.

Berdasarkan tes diagnostic yang dapat dilakukan untuk gagal jantung kongestif adalah: 1. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung

2. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM.

G. PENATALAKSANA

Tujuan pengobatan adalah :

1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi

3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat

Terapi Farmakologis :

1. Glikosida jantung.

Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema 2. Terapi diuretic

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

3. Terapi vasodilator.

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

4. Diet

(12)
(13)

BAB III

(14)

PENGKAJIAN TEORITIS

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

1. Aktivitas/istirahat

 Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

 Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.

2. Sirkulasi

 Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

 Tanda : 1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3) Irama Jantung ; Disritmia.

4) Frekuensi jantung ; Takikardia.

5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6) posisi secara inferior ke kiri.

7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9) Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian

12) kapiler lambat.

13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

(15)

16) khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego

 Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

 Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.

4. Eliminasi

 Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

5. Makanan/cairan

 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.

 Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

6. Higiene

 Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

 Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

 Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

 Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

(16)

 Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

 Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

9. Pernapasan

 Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

 Tanda : 1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus

dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

10. Keamanan

 Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

11. Interaksi sosial

 Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

12. Pembelajaran/pengajaran

 Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.

 Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

(17)

1. Penurunan curah jantung b/d Perubahan kontaksilitas miokardial/perubahan inotropik,perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan stuktural ( mis:kelainan katub, aneurisme ventrikuler)

2. Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, Kelemahan umum, Tirah baring lama/imobilisasi

3. Kelebihan volume cairan b/d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d tirah baring lama, edema dan

penurunan perfusi jaringan

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar mengenaai kondisi dan program pengobatan b/d kurang pemahaman atau kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

(18)

NO Diagnosa

Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional 1.

1 Penurunan curah jantung b/d Perubahan kontaksilitas miokardial/perubah an inotropik,perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan stuktural ( mis:kelainan katub, aneurisme ventrikuler) Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Klien dapat menunjukkan tanda vital yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, - Melaporkan penurunan episode dispnoe, angina - Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. 1. Auskultasi nadi apical;kaji frekwensi,irama jantung 2,.Catat bunyi jantung 3. Palpasi nadi perifer 4. Pantau TD

5. Kaji kulit terhadap pucat atau sianosis

1. Biasanya terjadi

takikardia (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi

penurunan kontraktilitas ventrikel

2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum(S3 dan S4) dihasil sebagai aliran darah keserambi yang distensi.Mur-mur dapat menunjukkan inkompentensi/stenosis katup 3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal dorsalis, pedis posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse aternan

4. Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi

mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.

5. Pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer skunder terhadap tidak adekuatnya curah

(19)

6. Berikan Oksigen tambahan dengan kanul nasal/masker dan obat sesuai indikasi(kolaborasi) jantung;vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraksrori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena

6. Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek iskemik/hipoksia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti 2. 2 Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, Kelemahan umum, Tirah baring lama/imobilisasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Klien akan berpartisifasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri - Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dibuktikan oleh menurunya kelemahan dan kelelahan.

1. Periksa tanda vital dan segera setelah aktivitas, khususnya Bila klien

menggunakan vasodilator, diuretic dan penyakit beta 2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, cacat takikardi, disrtimia, dispnea berkeringan dingiin dan pucat 3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

2.Penurunan/ketidakmamp uan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3. Dapat menunjukkan peningkatan

dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.

(20)

4. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) 4. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali. 3. 3 Kelebihan volume cairan b/d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)meningkatn ya produksi ADH dan retensi natrium/air Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Klien akan mendemonstras ikan volume cairan stabil dengan kesimbangan masukan den pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema - Menyakatan pemahaman tentang pembatasab cairan individual 1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana dieresis terjadi. 2. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24jam 3. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. 4. Pantau TD dan CVP (bila ada) 1. Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal, posisi.Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

2. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan

(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. 3. Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat

menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

(21)

5. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. 6. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi),mis, Lasix 7. Konsul dengan ahli diet. 5. Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

6. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsopsi natrium, klorida pada tubulus ginjal

7. Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi

kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium 4 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Klien akan Mendemonstra sikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. - Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/sit 1. Pantau bunyi nafas, atat krekles

2. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

3. Dorong perubahan posisi.

4. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

1. Menyatakan adnya kongesti

paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut. 2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

3. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia

4. Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

(22)

5. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi 6. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik contoh furosemide (Lasix) memperbaiki penurunan hipoksemia jaringan 6. Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas. 5 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Klien akan Memperta hankan integritas kulit - Mendemonstra sikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

1. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya

terganggu/pigmentas i atau

kegemukan/kurus. 2. Pijat area

kemerahan atau yang memutih

3, Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. 4. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. 5. Hindari obat intramuskuler

1. Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

2. Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

3. Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.

4. Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.

5. Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

(23)

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar mengenaai kondisi dan program pengobatan b/d kurang pemahaman atau kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/ga gal Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan : Kriteria Hasil : - Mengidentifika si hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi. - Mengidentifika si stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani. - Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu 1. Diskusikan fungsi jantung normal 2. Kuatkan rasional pengobatan 3. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

4. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompo k pendukung suatu indikasi 1. Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.

2. Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat

meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

3. Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur. 4. Dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

(24)

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Skenario II Modul 4

Seorang laki-laki usia 70 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum MRS. Saat pengkajian ditemukan adanya ronkhi basal dibasal paru, JVP 5+2 cmH2O, irama gallop, dan murmur sistolik. Suara jantung 1 dan 2 muncul tidak beraturan, dan terdapat pulsus deficit. Terdapat pitting edema +1. Dari hasil perekaman ECG klien ditemukan adanya filbrilasi atrium dengan respon verikel normal (HR 87 kalipermenit). Riwayat hipertensi sudah 4 tahun dan jarang berobat. Selama di rumah klien tidur dengan 2 bantal, dan sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Klien mengatakan ngongsrong (nafas terasa berat) bila beraktivitas berat. Di rumah sakit klien mendapatkan terapi digoxin 0,25mg, Lasix 40mg, dan propranolol bila HR >100 kalipermenit. Hasil thorax foto menunjukkan kalsifikasi aorta, tanda kardiomegali.

(25)

Identitas Nama : Tn. A Usia : 70 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

DS DO

1. Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit 2. Selama dirumah klien tidur dengan

dua bantal

3. Klien sering terbangun dimalam hari karena sesak nafas

4. Klien mengatakan ngongsrong (sesak nafas berat) bila beraktivitas berat 5. Riwayat hipertensi 4 tahun dan jarang

berobat

1. Ditemukan ronkhi basal dibasal paru 2. JVP 5+2 cmH2O

3. Irama gallop murmur sistolik 4. S1 dan S2 muncul tidak beraturan 5. Pulse deficit

6. Pitting edema di ekstermitas +1

7. ECG: Fibrilasi atrium, respon ventrikel normal

HR : 87 x/menit

Terapi yang didapat : Digoxin 0,25mg Lasix 40mg

Propanolol bila HR >100 x/menit

(26)

NO DATA PROBLEM ETIOLOGI 1. DS:

- Klien mengatakan ngongsrong (sesak nafas berat) bila beraktivitas berat

DO:

- Ditemukan ronkhi basal dibasal paru

- Irama gallop murmur sistolik

- S1 dan S2 muncul tidak beraturan

- Pulse deficit

- ECG: Fibrilasi atrium, respon ventrikel normal

Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan suplai oksigen

2 DS:

- Selama dirumah klien tidur dengan dua bantal - Klien sering terbangun

dimalam hari karena sesak nafas

DO:

- Ditemukan ronkhi basal dibasal paru

Gangguan pola tidur Sesak nafas

(27)

1. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen 2. Gangguan pola tidur b.d sesak nafas

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan / kriteria

hasil Intervensi Rasional

1. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen Berpartsipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri sendiri. Mandiri 1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic penyekat beta. 2. Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, distrimia, dipsnea, berkeringat, pucat. 3. Kaji 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karen aefek obat (vasodilasi), perpidahan cairan (diuretik), atau pengaruh fungsi jantung. 2. Penurunan atau ketidakmampua n miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. 3. Kelemahan adalah

(28)

presipitator, penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat. 4. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas 5. Berikan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat Kolaborasi Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas

efeksamping beberapa obat (betabloker, traquilizer, dan sedapati). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energy dan menyebabkan kelemahan. 4. Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas 5. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard/ kebutuhan oksigen berlebihan. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik

(29)

2. Gangguan pola tidur

b.d sesak nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan istirrahat/tidur klien secara adekuat (kualitas/kuantitas) : Kriteria Hasil : - Klien mampu tidur dengan nyaman - Kuantitas tidur dalam batas normal - Keluhan sesak nafas hilang Mandiri 1. Identifikasi pola normal tidur klien 2. Bantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit 3. Nilai adanya faktor yang menunjang terjadinya gangguan pola tidur (mis sesak nafas, nyeri, rasa takut, cemas, merasa kesepian, kebisingan, lampu terlalu terang) 1. 1. Pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi oksigen. Keluhan fisik yang mengganggu tidur harus dikelola untuk menunjang kebutuhan istirahat, dan mengurangi konsumsi oksigen miokard. Proedur ritual dapat memberikan kenyamanan fisik sebelum tidur yang menunjang relaksasi 2. 1. PATHWAY KASUS

(30)

Kegagalan kontraksi ventrikel kiri

Tekanan vaskuler meningkat

Kardiomegali

Curah jantung menurun Kerja jantung meningkat

Hipertrofi ventrikel

Kegagalan kontraksi ventrikel kanan

Disfungsi sistoik dan diastolik Gagal jantung

Intolerasi aktivitas Supali O2 tidak seimbang

Iskemia miokard

Volume darah atrium kiri meningkat

Volume darah atrium kanan meningkat Volume darah atrium

kiri meningkat

Volume darah atrium kanan meningkat

(31)

BAB V HASIL TUTORIAL Piting edema ekstremitas Perembesan cairan ke alveoli Cairan ke luar ke interstisial Penumpukan cairan diparu Penumpukan cairan darah Inspirasi alveolus menurun Sesak nafas

Gangguan pola tidur Ronki basal paru

(32)

Kata yang tidak dimengerti 1. Propranolol

Klasifikassi : anti hipertensi, anti angina, penyakit adrenergik beta (non selektif), aritrimia (group II), kategori kehamilan C

Indikasi :

 Untuk pengobatan berikut ini : hipertensi (sendiri atau bersama agen lain), angina pektoris (sendiri atau bersama agen lain)

 Takiaptritmia superavenrikular, takikardia, ventricular, dan tarkiamia lain

 Gejala yang berhubungan dengan kardiomiopati hipertropik (angina, palpitasi, sinkop)

 Tremor pencegahan infak miokard

 Profilasis migraine Kerja obat :

 Menghantarkan stimulasi tempat reseptor beta1 (miokard) dan beta2 (paru,

vaskuler, atau uterus)

 Efek terapetik menurunkan frekuensi jantung

 Menurunkan tekanan darah

 Menurunkan konduksi AV Kontra indikasi dan perhatian :

 Edem paru

 Syok kardiogenik

 Bradikardia

 Blok jantung

 Hipersensitivitas terhadap sulfit (hanya lepas lambat saja) 2. Basal paru

Basal paru merupakan bagian paru kanan dan paru kiri 3. Murmur sistolik

Murmur adalah suara jantung abnormal yang dapat didengar dengan stetoskop. Biasanya hal ini karna peningkatan laju darah yang melewati anting.

Murmur sistolik yaitu aorta-pulmonal tidak akan membuka secara sempuran bila katupnya mengalami stenosis.

(33)

Adalah edema yang akan tetap cukung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari. (buku ajar medikal bedah vol. 2).

5. Fibrilasi atrium

Kondisi dimana ruang atas jantung berdenyut terlalu cepat dan kacau. Karna darah tidak sepenuhnya dipompa keventrikel,ruang jantung atas dan bawah tidak bekerja sama dengan baik, mengakibatkan detak jantung secara keseluruhan sebagai aritmia supraventikel karna merupakan aritmia yang berasal dari ventrikel. fibrilisasi atrium dapat tanpa gejala . bila ada, penderita mungkin mengalami palpitasi, nyeri dada, pusing atau pingsan .fibrilisasi atrium dapat tetap tidak terdeteksi untuk waktu yang lama . jika tidak diobati, komplikasi bisa berupa stroke dan serangan jantung.

6. JVP

JVP atau tekanan vena jugularis adalah gambaran tekanan pada atrium dextra dan tekanan diastolic pada ventrikel dextra, pulsasi pada vena jugularis dapat mengatakan abnormalitas konduksi dan fungsi katup trikuspidalis.JVP menggambarkan volume pengisian dan tekanan pada jantung bagian kanan. Tekanan pada vena jugularis dama dengan level yang berhubungan dengan tekanan pada atrium kanan . tekanan vena jugularis adalah salah satu pengukuran pada sistem vena secara tidak langsung.

Kata kunci

1. Sesak nafas 2. Ronkhi basal

3. S1 dan S2 tidak beraturan 4. Tidur dengan dua bantal 5. Pitting edema ekstermitas (+1) 6. ECG : Fibrilasi atrium

7. Nafas terasa berat bila beraktivitas 8. Photo thorax : Kalsifikasi aorta 9. Riwayat hipertensi 4 tahun Pertanyaan

1. a. Pada penyakit jantung apa saja yang memiliki manifestasi sesak nafas ? Penyakit dengan manifestasi sesak nafas :

(34)

 Gagal jantung kongestif

 Efusi perikardial dan temponade jantung 2. a. Bagaimana proses terjadinya ronkhi basal dan sesak?

b. Ditemukannya ronkhi basal, manifestasi penyakit jantung apa saja ? jawabanya:

Diawali dari penyakit hipertensi dan adanya arterosklerosis di artei coroner memnyebabkan suplai O2 yang berkurang didalam dijantung .dengan adanya

penyempitan menyebabakan tekanan vaskuler dipenbuluh darah menjadi tinggi sehingga jantung berusaha memompa kuat pada saat jantung berkerja lebih kuat lama kelamaan akan terjadi hipertrofi pada ventrikel dalam keadaan ini maka ventrikel lemah untuk memompa darah keluar menyebabkan volume darah di ventrikel meningkat lama kelamaan darah akan balik keatrium makan volume atrium bertambah dangan adanya darah balik dari ventrikel dan ditambah pasokan darah dari paru-paru keatrium menyebabkan volume darah dari atrium akan balik keparu-paru sehingga darah akan menumpuk dipembuluh darah paru-paru menyebabkan pembuluh darah tidak bisa

menampung volume darah sehingga cairan dalam penbuluh darah akan merembas diparu-paru , lalu hai ini akan menyebabkan edema diparu-paru dan basal diparu-paru. Karna adanya cairan yang terlalu banyak diparu-paru maka O2 akan sulit diinspirasi oleh alveolussehingga menyebabkan sesak. Ronkhi basal merupakan manifestadi klinis dari penyakit gagal jantung kongestif

3. a. Pada penyakit apa saja S1 dan S2 tidak beraturan ? b. Apa penyebab S1 dan S2 tidak beraturan ?

jawabannya :

S1 dan S2 tidak beraturan pada penyakit gagal jantung. Penyebab S1 dan S2 tidak beraturan karna terdapatnya bunyi S3 dan S4. S3 disebabkan oleh pengisisan ventrikel

yang cepat . S4 disebabkan oleh kontraksi atrium melawan venrtikel yang sudah tidak

lentur lagi. Sehingga S1 dan S2 meredam

4. Apa hubungannya tidur dengan dua bantal pada penyakit ini ? Jawabanya:

Sesak nafas pada waktu berbaring terlentang dan orang harus tidur pakai sandaran ditempat tidur atau tidur duduk pada sebuah kursi. Bila orang berbaring terlentang ventilasi berkurang dan volume darah pada pembuluh-pembuluh paru-paru meningkat.

(35)

Orthopnea sering dijelaskan dengan sejumlah bantal agar pasien dapat beristirahat dengan nyaman ditempat tidur.

5. Pitting edema ekstremitas (+1) merupakan manifestasi penyakit apa saja ?

Pitting edema adalah edema yang akan tettap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg. Manifestasi dari pitting edema ektermitas (+1) hanya ada pada penyakit gagal jantung. pitting edema (+1) kedalamnnya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik Piting edema dibagi menjadi 4 derajat:

 Derajat I : Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 deik  Derajat II : Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.  Derajat III : Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik  Derajat IV : Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah)

6. Apa hasil ECG: Fibrilasi atrium merupakan manifestasi penyakit ini ?

Iya, karena pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan resiko fibrilasi atrium. Sebagaimana terjadinya kekakuan ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolic, atrium kiri mengembang dan tegang kondisi ini sering menimbulkan fibrilasi atrium kehilangan kontraksi atrium memperburuk gejala gagai jantung karena pasien gagal jantung diastolic sangan tergantung dengan pengisian atrium terhadap ventrikel kiri.

7. Kenapa klien merasa nafas terasa berat saat beraktivitas ?

Jantung memompa darah secara fisiologis, jantung memompa darah ke seluruh tubuh pada semua organ. Ketika tubuh beraktivitas, otot skelet yang bekerja sehingga sel otot butuh oksigen berlebih. Jantung makin bekerja keras unttuk memompa darah, tapi karena pada pemeriksaan terdapat bendungan (kongestif) sehingga aliran darah tidak lancar, dan berakibat pula pada kesulitan dalam pengambilan oksigen di paru.

8. a. Apakah photo thorax tersebut merupakan manifestasi dari penyakit ini ? b. Pada penyakit jantung apa saja yang memiliki photo thorax seperti kasus ?

Photo thorax tersebut merupakan manifestasi dari penyakit hipertensi,CHF. penyakit jantung bawaan memiliki photo tthorax seperti kasus

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Negara-negara Peserta harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa seorang anak yang sedang mencari status pengungsi atau yang dianggap sebagai pengungsi, sesuai

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang beragam, dimana pada Kecamatan Kuranji didapatkan hasil jentik yang telah mengalami penurunan kerentanan terhadap temephos

• Setelah di klik tombol go, maka simpan database tersebut dalam format zip dengan nama file db_cc.sql.zip atau lihat gambar dibawah ini :. • Setelah berhasil di

Hasil penelitian menyatakan bahwa: 1 Implementasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan untuk menumbuhkan minat wirausaha siswa pada program budidaya cacing tanah yaitu dengan

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, ke dalam yogurt, ditambahkan bakteri probiotik yang mampu bertahan hidup, berkembang biak, berkompetisi dalam hal adhesi dan substrat

1) Men (manusia/pengelola), merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia

Apabila berakhirnya Masa Jabatan, maka kendaraan tersebut dikembalikan ke Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Kantor Pelayanan Perizinan dan selanjutnya akan