• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Modul Kuning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Modul Kuning"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL

MODUL I

KUNING

KELOMPOK IV

Dyah Rhizkyani Damayanti

: 10542028111

Ikhsan Mursad

: 10542028911

Nurul Hurun Iyn Aliah Yusuf

: 10542030311

Andi Suhartina Baso

: 10542046913

Andini Puspita Sari

: 10542047013

Dody Abdullah Attamimi

: 10542047413

Nabigha Yushatia Putri

: 10542050013

Nadziefah Ghina Faiqah

: 10542050113

Nurman

: 10542051013

Rizki Amalia Magfirawati

: 10542053013

Ulfa Dwiyanti

: 10542054313

BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Perubahan patologi penyakit hati, kandung empedu, dan pancreas secara luas dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu peradangan, fibrosis, dan neoplasma. Hepatitis, kolestitis, dan pancreatitis, abses hati menunjukkan adanya peradangan jaringan yang akut atau kronis. Destruksi sel parenkim yang luas akibat peradangan, fibrosis, neoplasma, atau obstruksi mengganggu fungsi sekresi dan ekskresi.

Ikterus ( jaringan tubuh berwarna kuning) merupakan gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin. Hipertensi portal, ascites, varises esophagus, dan enselopati hepatic adalah komplikasi sirosis dan gagal hati lanjut yang sering terjadi.

Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sclera, kulit, atau urin, yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg / dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali.

Pada tutorial kali ini, akan dibahas mengenai modul kuning.

BAB II

(3)

SKENARIO :

Seorang laki-laki 23 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama kulit dan mata berwarna kuning. Keadaan tersebut dialami sejak 1 minggu lalu disertai dengan keluhan demam, badan terasa lemas, mual, tidak nafsu makan, dan rasa sakit pada perut sebelah kanan. Tiga hari terakhir ia mengalami gatal-gatal dan buang air kecil yang berwarna seperti teh. Penderita sudah berobat ke Puskesmas namun belum ada perbaikan.

KALIMAT KUNCI

1. Laki laki 23 tahun

2. Kulit dan mata berwarna kuning, sejak 1 minggu

3. Disertai demam, badan terasa lemas, mual, tidak ada nafsu makan, dan rasa sakit pada perut sebelah kanan.

4. Tiga hari terakhir ia mengalami gatal – gatal dan BAK yang berwarna seperti teh. 5. Penderita sudah berobat ke puskesmas, tapi tidak ada perbaikan.

PERTANYAAN

1. Sebutkan penyakit – penyakit yang menyebabkan ikterus! 2. Sebutkan etiologi ikterus!

3. Jelaskan mekanisme terjadinya ikterus!

4. Jelaskan langkah diagnostic yang akan dilakukan! 5. Jelaskan differential diagnosis yang diambil!

Anatomi dari organ terkait: Hepar / Hati

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan

(4)

terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari system porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. System porta terletak didepan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

Histologi Hati

Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih 60% sel hati,sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellatayang berbentuk seperti bintang. Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial endothelial berpori yang

(5)

dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya merupakan faktor kunci dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.

Fisiologi Hati

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

(6)

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

a. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

b. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

c. Pembentukan cholesterol

d. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahanbahan non nitrogen. Hati merupakan satusatunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ -globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - -globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K. 6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

(7)

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

Biokimia

Peran biokimiawi dalam hal pencernaan yang terjadi di hati diperankan oleh empedu yang dihasilkan dari metabolisme kolesterol yang mana terdiri dari garam empedu dan lesitin yang terutama bekerja dalam proses pencernaan molekul lemak sampai bisa di absorbsi. Garam empedu bekerja melalui efek detergennya yang mengemulsifikasikan (tersuspensi dalam partikel-partikel halus dalam lingkungan air) lemak sehingga akan terbentuk molekul molekul lemak yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk di cerna lebih lanjut oleh lipase pancreas. Lesitin bekerja melalui efeknya untuk membentuk misel atau kompleks bahan-bahan larut lemak-garam empedu-lesitin yang siap untuk di absorbsi.

JAWABAN:

1. Penyakit – penyakit yang menyebabkan ikterus, yaitu:  Pre Hepatik : a. Anemia Hemolitik b. Anemia defisiensi G6DP c. Sindrom Gilbert d. Thalasemia  Intra Hepatik : a. Hepatitis (A, B, C, D, E, G) b. Sirosis Hepatis

c. Sindrom Crigler Najjar d. Leptospirosis

e. Sindrom Gilbert f. Abses Hati

g. Drug induced hepatitis  Post Hepatik :

(8)

b. Tumor kaput pancreas c. Pancreatitis

d. Karsinoma ductus choledocus e. Kolangitis

2. Etiologi ikterus, yaitu :  Pre Hepatik :

a. Pembentukan bilirubin b. Transport plasma  Intra Hepatik :

a. Liver uptake (def. ligan y) b. Konjugasi

 Post Hepatik : a. Eksresi bilirubin 3. Mekanisme Ikterus

Mekanisme Bilirubin Normal

Pada individu normal, pembentukan dan ekskresi bilirubin berlangsung melalui langkah – langkah, seperti gambar dibawah ini:

(9)

Sekitar 80 – 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam system monosit – makrofag. Masa hidup rata – rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 % hingga 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sum – sum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.

Pada katabolisme hemoglobin, globin mula – mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut – air, kemudian diangkut oleh darah ke sel – sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah, yaitu ambilan, konjugasi, dan ekskresi.

Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu protein Y dan Z. konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transerase dalam reticulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat di ekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolism bbilirubin hati adalah transport bilirubin terkonjugasi melalui membrane sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto – oksidasi atau foto isomerisasi.

Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut stercobilin atau urobilinogen. Zat – zat ini yang menyebabkan feses berwarna cokelat. Sedangkan sejumlah kecil di ekskresi ke dalam urine.

Mekanisme Patofisiologi Ikterus

Ada empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus, yaitu : 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 3. Gangguan konjugas bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat factor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan obstruksi mekanis.

1. Over produksi

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya

(10)

bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.

2. Penurunan ambilan hepatic

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.

3. Penurunan konjugasi hepatic

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)

Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

Mata yang kuning terjadi karena adanya B₁ yang meningkat dan larut dalam mukosa di sklera mata (dinding sel tersusun atas lemak) atau kadar B₂ yang berlebih sehingga akhirnya keluar dari pembuluh darah masuk ke ekstrasel (jaringan ikat dan jaringan longgar mata).

Selain itu, pasien mengalami keluhan – keluhan lain, yaitu seperti:

 Demam

Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor nekrosis

(11)

factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin PGE₂.

Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit⁻¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.

 Mual

Mual merupakan perasaan ingin muntah subjektif. Muntah adalah pengeluaran isi lambung melaui osofagus dan mulut. Mual dan muntah merupakan pengalaman yang hamper dirasakan semua orang. Muntah juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh dari bahan yang berbahaya dari saluran pencernaan. Reflek muntah dikontrol oleh pusat muntah di otak. Mekanisme terjadinya mutah sangat komplek. Banyak penyebab yang dapat menyebabkan muntah yaitu: infeksi virus, stress, kehamilan, obat, myocardial infark, uremia, kondisi lain.

 Muntah

Muntah dapat terjadi akibat adanya rangsangan dari struktur pada sistem saraf pusat atau perifer. Area postrema di permukaan dorsal medulla pada aspek kaudal dari ventrikel diyakini sebagai zona kemoreseptor muntah dan berakibat kepada efek luaspada aktivator neurochemical. Pada kasus ini lambung mungkin saja memberikan sinyal kepada pusat muntah diotak untuk mengeluarkan isinya akibat adanya iritasi dengan mukosa

(12)

lambung yang mungkin sedang terluka atau mengalami peradangan.Darah dapat nampak akibat adanya gesekan makanan dengan dinding lambung atau esofagus yang mengakibatkan terjadinya erosi pada mukosa sehingga mengakibatkan perdarahan.

 Anoreksia

Pusat kenyang dan pusat lapar berada di otak, di bagian centero medial di Hipotalamus. Jika terdapat implamasi, maka implamasi ini yang mengandung sel-sel radang akan mengeluarkan sitokain-sitokain yang nantinya akan mengganggu peasat keseimbangan dan pusat kenyang, sehingga menyebabkan anoreksia.

 Gatal

Reseptor gatal hanya ditemukan pada lapisan kulit teratas, sehingga gatal tidak pernah dirasakan pada jaringan yang lebih dalam seperti otot, sendi, maupun organ dalam. Mekanisme gatal dapat berasal dari:

- Sistem saraf, yaitu akibat akumulasi bahan perangsang gatal dan akibat kerusakan saraf yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit seperti tumor otak dan kencing manis.

- Faktor psikologis yang berhubungan dengan gejala kelainan jiwa seperti halusinasi. - Rangsangan pada reseptor saraf kulit.

Pada Penyakit hati dan empedu. Terhambatnya aliran empedu sehingga substansi penyebab gatal tertimbun di kulit, menyebabkan gatal dan warna kuning pada kulit.

 Urine seperti teh

Warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi merah kecoklatan.

 Pengobatannya tidak berhasil

Pengobatannya tidak berhasil kemungkinan akibat tidak kooperatifnya pasien dalam meminum obat, ataupun juga bias disebabkan akibat dosis yang tidak tepat, dan juga bias akibat obat yang sudah resisten.

(13)

4. Langkah diagnostic yang akan dilakukan, yaitu :  Anamnesis tambahan:

1. Apakah keluhan ini pernah dialami sebelumnya ?

2. Apakah ada keluarga atau orang disekitar yang mengalami keluhan yang sama? 3. Apakah pernah menerima transfuse darah sebelumnya ?

4. Bagaimana life stylenya? (merokok, alcoholism, seks bebas, dll) 5. Apakh sebelumnya pernah pergi ke daerah endemis ?

6. Bagaimana riwayat penggunaan obat ?

7. Bagaimana penjalaran dan sifat nyeri yang dirasakan ?  Pemeriksaan Fisis

1. Inspeksi, dengan melihat:

- Apakah tampak hepatomegali atau tidak - Apakah tampak adanya benjolan atau tidak - Apakah ikterusnya seluruh tubuh atau tidak

- Apakah tampak perut membesar (seperti adanya ascites atau tidak)

- Perhatikan juga kelainan kelainan kulit yang lainnya seperti Palmar eritema, Spider Nevi, dll (jika ada)

2. Auskultasi

Untuk mendengarkan jika adanya bruit hati atau vena berdengung. 3. Perkusi

Hati apabila dilakukan perkusi akan menimbulkan suara yang pekak. Hal ini dikarenakan karena konsitensi hepar yg keras. Selain itu dapat dikatakan terjadi hepatomegali bila didapatkan batas kiri bawah hepar >2cm dibawah processus xiphoideus atau liver span >8cm.

4. Palpasi

Meminta pasien untuk menarik napas. Hati akan bergerak ke bawah karena gerakan ke bawah diafragma dan mencoba meraba tepi hati saat abdomen mengempis untuk merasakan tekstur hati, yaitu lembut / perusahaan / keras / nodular.

Yang dihasilkan dari pemeriksaan palpasi yaitu:

- Rasa sakit –> nyeri tekan karena peregangan organ-organ, peregangan peritonium, dan tumor.

- Defans muskuler.

Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam. Abnormal :

- Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul à hepatomegali - Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler à hepatoma

(14)

 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Lab

- Tes Fungsi Hati

Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap contoh darah.

Sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim atau bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati.

2. Pemeriksaan radiologi

- Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat.Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah). Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.

- USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung

empedu dan saluran empedu.

Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.

(15)

- Imaging radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.

- Skening hati merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.

- Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis). - CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari

tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan. - MRI memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan.

Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).

- Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu.

Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.

- Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu.

Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum.

Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.

- Kolangiografi operatif menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu.

(16)

- Foto rontgen sederhana sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur. 3. Pemeriksaan tambahan

- Biopsi Hati

Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke hati. Sebelum dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita. Skening ultrasonik atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan hati diambil.

5. differential diagnosis yang diambil, yaitu: 1. Hepatitis

2. Abses Hati

3. Drug Induce Hepatitis

1. Hepatitis Defenisi

Hepatitis viral akut adalah : Penyakit infeksi akut dengan gejala utama berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada hati.

Etiologi

Biasanya disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan virus-virus lain.

¤ Hepatitis Virus A

Merupakan virus RNA kecil yang berdiameter 27 nm, virus ini dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu timbul ikterik, maka antibody terhadap HAV telah dapat diukur dalam serum. Mula-mula kadar antibody IgM anti HAV meningkat dengan tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis adanya infeksi HAV. Setelah masa akut, antibody IgG anti HAV menjadi dominant dan bertahan untuk seterusnya. Keadaan ini mununjukan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau, dan saat ini telah kebal. Sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. HAV terutama ditularkan melalui oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Penularan ditunjang oleh adanya sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak intim. Masa inkubasi rata-rata adalah 28 hari, masa infektif tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.

(17)

¤ Hepatitis Virus B

Merupakan virus DNA bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm. Virus ini memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Pertanda serologic pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan, yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4-6 bulan. Adanya HBsAg menadakan penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka. Pertanda yang muncul berikutnya biasanya merupakan antibody terhadap antigen inti, anti HBc. Antibodi anti HBc dapat terdeteksi segera setelah gamabaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya. Antibodi anti HBc selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. Antibodi IgM anti HBc terlihat dini selama terjadi infeksi dan bertahan lebih lama dari 6 bulan. Adanya predominansi antibody IgG anti HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau atau infeksi HBV kronik. Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibody terhadap antigen permukaan, anti HBs. Antibodi anti HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang. Antigen e, HBeAg timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HBeAg selau ditemukan pada semua infeksi akut. Inveksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan krinik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Terutama menyerang dewasa muda. Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membrane mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 120 hari

¤ Hepatitis Virus Non A Non B

Terdapat 2 bentuk virus non A non B, zat yang dibawa oleh darah dan yang lain ditularkan secara enteric. Nama yang diusulkan untuk membedakan keduanya adalah hepatitis C (HCV) dan hepatitis E (HEV). HCV tampaknya merupakan virus RBA kecil terbungkus lemak, diameternya 30-60 nm. HCV diduga terutama ditularkan melaui jalan parenteral dan kemungkinan melalui kontak seksual. Virus ini dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa muda. Masa inkubasi berkisar antara 15-160 hari. Rata-rata sekitar 50 hari. HEV adalah suatu virus RNA kecil, diameternya kurang lebih 32-24 nm. Infeksi HEV ditularkan melaui jalan vekal-oral. Paling sering menyerang orang dewasa muda, sampai setengah umur, dan pada wanita hamil didapatkan angka mortalitas yang sangat tinggi. Masa inkubasinya sekitar 6 minggu. HDV merupakan virus RNA berukuran 35 nm. Virus ini membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang menular. Sehingga hanya penderita yang positif terhadap HBsAg dapat tertular ileh HDV. Penularannya terutama melalui serum. Masa inkubasinya diduga mnyerupai HBV yaitu sekitar 2 bulan. HDV timbul dengan 3 keadaan klinis : Kooinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV dan sebagai hepatitis pulminan

Patofisiologi

(18)

- Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T

- Produksi sitokin di hati dan sistemik

2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan reprikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung.

Gejala Klinis

1. Stadium Praikterik

Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah anoreksia, mual, muntah, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas, urin menjadi lebih coklat

2. Stadium Ikterik

Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah anoreksia, dan muntah. Hati membesar dan nyeri tekan. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda.

3. Stadium pasca ikterik

Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi.Penyembuhan pada ank-anak lebih cepat lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.

Gambaran klinik hepatitis virus berfariasi, mulai dari tidak merasakan apa-apa atau hanya mempunyai keluhan sedikit saja sampai keadaan yang berat, bahkan, dan kematian dalam beberapa hari saja. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan dan bilirubinuria. Bentuk hepatitis akut yang ikterik paling sering ditemukan dalam klinis biasanya perjalanan jinak dan akan sembuh dalam waktu kira-kira 8 minggu.

Serangan Ikterus biasanya pada orang dewasa dimulai dengan suatu masa prodromal, kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu, saat mana pasien umumnya merasa tidak enak makan, menderita gejala digestive terutama anoreksia dan nausea dan kemudian ada panas badan ringan, ada nyeri di abdomen kanan atas yang bertambah pada tiap guncangan badan. Masa prodormal diikuti warna urin bertambah gelap dan warna tinja menjadi gelap, keadaan demikian menandakan timbulnya ikterus dan berkurangnya gejala : panas badan menghilang, mungkin timbul bradikardi. Setelah kurang lebih 1-2 minggu masa ikterik, biasanya pasien dewasa akan sembuh. Tinja menjadi normal kembali dan nafsu makan pulih. Setelah kelihatannya sembuh rasa lemah badan masih dapat berlangsung selama beberapa minggu

Pemeriksaan Penunjang o Urin dan tinja

Bilirubin muncul dalam urin sebelum timbul ikterus, kemudian ia menghilang, walaupun kadar dalam darah masih meninggi. Urobilinogenuria ditemukan pada akhir fase praikterik, pada puncak ikterus urobilinogen

(19)

menghilang, munculnya kembali urobilinogen dalam urin menandakan mulainya penyembuhan. Permulaan munculnya ikterus menyebakan tinja menjadi pucat, ada steatorea yang sedang. Munculnya kembali warna tinja menjadi normal menandakan permulaan penyembuhan.

o Kelainan Darah

Kadar bilirubin serum total berfariasi. Kenaikan pigmen conjugated didapatkan secara dini, walaupun bilirubin total masih normal. Kadar fosfatase alkali dalam serum umumnya kurang dari tiga kali batas atas normal. Albumin dan globulin dalam serum secara kuantitatif tidak berubah. Kadar besi dalam darah naik. Imunoglobilin G dan M dalam serum meninggi pada 1/3 dari pasien pada fase akut. Kadar puncak didapatkan 1 atau 2 hari sebelum atau sesudah munculnya ikterus. Pada keadaan lanjut, kadar akan menurun walaupun keadaan klinis bertambah parah. Kadar transaminase dapat tetap meninggi selama 6 bulan dalam beberapa hal, walaupun pasien sembuh sempurna.

o Kelainan Hematologis

Fase praikterik ditandai oleh leucopenia, limfopenia dan neutropenia, kelainan ini menjadi normal kembali sewaktu ikterus timbul. Waktu protrombin memanjang dalam kasus yang berat dan tak pulih normal seluruhnya dengan terapi vitamin K. Laju endap darah mwenigkat pada fase praikterik, menurun ke normal saat timbul ikterus dan naik lagi ketika ikterus berkurang, akhirnya akan kembali ke normal pada penyembuhan sempurna.

o Biopsi hati dengan jarum

Jarang diperlukan pada stadium akut, pada orang dewasa tua kadang diperlukan untuk membedakan hepatitis dari kolestatis ekstra hepatic atau kolestasis intrahepatik jenis lain dan dari ikterus karena obat. Biopsi hati dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya komplikasi kronik beserta tipenya.

Penatalaksanaan

1. Istirahat

Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. 2. Diet

Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah sebaiknya diberikan infuse. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori dengan protein cukup. Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi

3. Medikamentosa

• Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk memepercepat penurunan bilirubun darah. Kortikosteroid dapat

digunakan pada polestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase serum kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi.

(20)

• Jangan diberikan antiemetik. Jika perlu sekali, dapat diberikan golongan fenotiazin.

• Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan.

Komplikasi

Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4-8 bulan. Keadaaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5 % - 10 % pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien-pasien hepatitits kronik persisten akan selalu sembuh kembali.

Setelah hepatitits virus akut sembuh, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif, dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti dan perkembangan sirosis. Kematian biasanya terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Hepatitis kronik aktif dapat berkembang aktif pada 50 % pasien HCV. Sebaliknya, Hepatitis kronik umumnya tidak menjadi komplikasi dari HAV atau HEV. Akhirnya, suatu komplikasi lanjut dari suatu hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan karsinoma hepatoseluler.

Prognosis

Infeksi hepatitits B dikatakan mempunyai mortalitas tertinggi. Pasien yang agak tua atau kesehatan umumnya jelek mempunyai prognosis jelek.

2. Abses HeparDEFINISI

 Rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hepar akibat infeksi amuba, bakteri, ataupun fungal.

 Suatu kumpulan pus dalam jumlah terbatas didalam substansi hepar.  EPIDEMIOLOGI

Insidensi tahunan berkisar antara 2-3 per 100.000 penduduk di Amerika Utara dan Inggris. Dan sekitar 8-20 per 100.000 kasus rawat rumah sakit. Insidensi tahunan abses hepar mungkin lebih tinggi dibeberapa negara Asia (± 15 kasus per 100.000 setiap tahunnya di Taiwan). Kebanyakan kasus infeksi amuba terjadi di Amerika tengah dan selatan, Afrika, dan Asia.

Amoebiasis (yang selanjutnya akan menjadi abses hepar) di negara berkembang terdapat lebih banyak pada imigran dan pelancong.

Angka kejadian abses hepar meningkat dengan bertambahnya usia, sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Studi epidemiologi terkini menunjukkan bahwa insidensi abses hepar meningkat namun angka kematian yang menurun. Kecenderungan peningkatan insidensi kemungkinan dikarenakan ketersediaan tes diagnostik yang lebih sensitif dibanding masa lalu, atau peningkatan prevalensi predisposisi.

(21)

Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pria:wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade IV. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-fekal. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda

dan lebih jarang pada anak.

ETIOLOGI

Sebagian besar infeksi abses hepar terdiri atas lebih dari satu mikroorganisme dan tersering berasal dari traktus biliaris ataupun saluran cerna. Biakan darah memberikan hasil positif pada 33- 65% kasus, dan hasil positif dari biakan aspirasi abses berkisar 73-100%. Escherichia coli adalah mikroorganisme tersering yang terisolasi di negara barat, sementara Klebsiella pneumonia adalah

mikroorganisme yang sering terisolasi di Taiwan (Asia).

Juga ditemukan Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan sejumlah organism mikroaerofilik dan anaerob sebagai penyebab abses hepar. S. aureus biasanya merupakan penyebab tersering pada pasien dengan penyakit granulomatosa kronik, Penyebab yang jarang antara lain adalah Salmonella, Haemophilus dan Yersinia. Kandidosis hepatik, tuberkulosis dan aktinomikosis sering terjadi pada pasien imunokompromais atau dengan keganasan hematologis. Terkadang karsinoma hepatoselular dapat menyerupai abses hepar karena terjadinya nekrosis dari tumor, obstruksi bilier dan superinfeksi bakteri. Juga kita tidak boleh melupakan kemungkinan terjadinya abses amoeba.

PATOGENESIS

Hepar merupakan pooling peredaran darah baik dari peredaran darah sistemik maupun peredaran porta, sehingga dapat terinfeksi oleh berbagai macam organisme terutama yang mengalami peredaran dalam darah. Selain itu letaknya yang berdekatan dengan organ-organ pencernaan lainnya membuat hepar dapat terinfeksi jika ada infeksi pada organ tersebut. Namun sel makrofag hepar (sel Kupfer) yang terdapat pada sinusoid-sinusoid hepar dapat membersihkan bakteri secara efisien sehingga infeksi jarang terjadi.

Secara umum bakteri menyerang hepar melalui : 1. Penyakit bilier

Obstruksi bilier ekstrahepatik menuju kolangitis asenden dan pembentukan abses adalah penyebab paling umum, dan biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas, atau pascaoperasi striktur. Anastomosis enteric-bilier (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dikaitkan dengan tingginya insiden abses hepar. Komplikasi penyakit bilier pasca transplantasi hepar (misalnya, striktur, kebocoran empedu), juga diakui sebagai penyebab abses hati piogenik.

(22)

2. Infeksi sistem portal (pyemia portal)

Proses infeksi berasal dari abdomen dan mencapai hepar melalui embolisasi atau infeksi vena portal. Dengan penggunaan antibiotik pada infeksi intra-abdomen, pyemia portal kini menjadi penyebab yang teritung jarang. Apendisitis dan pylephlebitis adalah penyebab dominan. Namun, setiap sumber abses intra-abdomen, seperti diverticulitis akut, penyakit usus inflamasi, dapat menyebabkan pyemia portal dan abses hati.

3. Hematogenous (melalui arteri hepatica, bakteriemia sekunder)

Proses infeksi bakteri ke dalam hepar dalam kasus bakteremia sistemik dari endokarditis bakteri, bakteriuri, atau akibat penggunaan suntikan narkoba.

Trauma tumpul atau trauma tembus dan nekrosis hati dari cedera vaskular akibat

tindakan laparoskopi kolesistektomi diakui menyebabkan abses hati. Selain itu, embolisasi transarterial dan cryoablation dari massa di hepar juga diakui sebagai etiologi baru piogenik abses.

4. Kriptogenik

Tidak ada penyebab yang ditemukan dari sekitar setengah kasus. Namun, kejadian ini meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker metastasis. Pasien dengan abses hati kriptogenik yang berulang harus menjalani evaluasi.

5.Penjalaran langsung (perkontinuitatum) dari proses infeksi. 6. Implantasi bakteri secara traumatik melalui dinding abdomen.

Hal-hal yang dapat menjadi predisposisi dari abses hepar antara lain keganasan, diabetes mellitus, Inflammatory Bowel Disease, sirosis dan transplantasi. Lobus kanan hepar merupakan tempat tersering terjadinya abses hepar dengan perbandingan 2 :1, hal ini mungkin disebabkan oleh karena faktor anatomi.

DIAGNOSIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS Abses Hepar Amoeba

Gambaran Klinik

Cara timbulnya abses amoeba biasanya tidak akut, biasanya terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Penderita biasanya mengeluhkan rasa sakit di perut kuadran atas. Rasa sakit akan bertambah bila tekanan intra abdominal bertambah, seperti saat batuk atau bersin. Penderita

(23)

merasa lebih enak bila berbaring ke sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit di dada kanan bawah, dan di epigastrium.

Anoreksia, mual muntah, perasaan lemah badan dan penurunan lemah badan merupakan keluhan biasa yang didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukan(hiccup) bisa ditemukan walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Diare dengan atau tanpa terbukti kolitis amuba, terjadi pada 20% kasus. Kegagalan faal hepar fulminan sekunder terhadap abses merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.

Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya tidak terlalu tinggi, kurva suhu bisa intermitten atau remitten. Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang apabila ditekan terasa nyeri. Hepar akan membesar dan membengkak, dan mungkin akan mendesak ke arah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti keganasan. Tanda Ludwig positif dan ini khas pada penyakit abses hepar. Abses yang besar tampak sebagai masa yang membenjol di daerah kanan bawah. Penderita akan tampak kesakitan, bila berjalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang perut kanan atas yang sakit. Ikterus jarang terjadi, kalaupun ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat vena porta hepatika.

Pemeriksaan Laboratorium

Ditemukan leukositosis, biasanya antara 13.000-16.000, bila disertai infeksi sekunder biasanya >20.000/mm3. Sebagian besar penderita menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hepar jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan penyembuhan abses.

Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Pemeriksaan serologi (+) berarti pasien sedang atau pernah terjadi amoebiasis invasif. Di daerah endemik amubiasis, seseorang tanpa sedang menderita amubiasis invasif sering memberikan reaksi serologi (+) akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya.

Cara pemeriksaan yang cukup sensitif adalah IHA dan yang paling sensitif adalah ELISA. Titer > 1/512 (positif kuat) secara IHA menyokong adanya abses amuba. Sebaiknya abses stadium awal bias memberikan serologi (-).

Pemeriksaan parasit E. Histolytica dilakukan pada isi abses, biopsi abses, tinja atau biopsy kolonoskopi/sigmoidoskopi.

(24)

Kelainan foto thorax dapat berupa peninggian diafragma kanan, mungkin ada efusi pleura, ada pula kelainan lain berupa corakan bronkhovaskular paru kanan bawah bertambah. Abses paling sering terjadi di bagian superoanterior hepar sehingga tampak kubah di bagian antromedial diafragma kanan.

Pemeriksaan USG

Gambaran yang sangat mencurigakan untuk abses amuba adalah :

a. Lesi hipoechoic pada ”gain” normal maupun ditinggikan dan ”gain” tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar merata.

b. Lesi berbentuk oval atau bundar, dengan tepi yang jelas.

Pemeriksaan lain yang digunakan antara lain sidik hepar, dan pemeriksaan tomografi dengan komputer. Kriteria Diagnostik

Kriteria Sherlock:

 hepatomegali yang nyeri tekan

 respon baik terhdp obat amubisid

 leukositosis

 peninggian diafragma kanan da pergerakan yang kurang

 aspirasi pus

 USG: rongga dalam hati

 tes hemaglutinasi positif

Kriteria Ramachandran (minimal terdapat 3 dari salah satu di bawah):

 hepatomegali yang nyeri

 riwayat disentri

 leukositosis

 kelainan radiologis

 respon baik terhadap amubisid

Kriteria Lamont & Pooler (minimal terdapat 3 dari salah satu di bawah):

 hepatomegali yang nyeri

(25)

 kelainan radiologis

 pus amoebik

 tes serologi positif

 kelainan sindikan hati

 respon baik terhadap amubisid Abses Hepar Piogenik

Gambaran Klinik

Gambaran klinis abses hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari pada abses hepar amuba. Demam merupakan keluhan yang paling utama dengan tipe demam remiten, intermitten atau febris kontinu disertai menggigil.

Manifestasi klinis pada abses hepar piogenik biasanya demam tinggi, menggigil, berat badan turun, mual, muntah, nyeri abdomen (biasanya right upper quadrant atau epigastrium), pleuritic chest pain, batuk, hepatomegali, distensi abdomen, ikterik, sepsis, hingga asites.

Pemeriksaan Laboratorium

Sering didapatkan gambaran leukositosis dan anemia. Sedangkan peninggian alkali fosfatase, kadar albumin serum di bawah 3 gr % dan waktu protrombin memanjang menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hepar ini disebabkan abses di dalam hepar.

Pemeriksaan radiologi

Diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Di bawah diafragma mungkin terlihat air fluid level. Pemeriksaan lainnya antara lain sidik hepar/USG/tomografi komputer. Pemeriksaan canggih

ini sangat bermanfaat dalam peningkatan kemampuan menegakkan diagnosis abses hepar.  TERAPI

Umum

 Tirah baring

 Diet tinggi kalori tinggi protein Khusus

(26)

Drugs of Choice

1. Metronidazole 3x750 mg selama 10 hari ATAU tinidazole 3x800 mg selama 3-5 hari ATAU selama 5 hari dengan

2. Diloxanide furoate 3x 500 mg bersama makanaan selama 10 hari ATAU Iodoquinol(Diiodohydroxyquin) 3x350mg selama 21 hari dengan

3. Chloroquine 1x500mg selama 14 hari Obat alternatif

1. Dehydroemetine (max:90 mg) atau Emetine ( max:65mg) 1mg/kgBB secara sc atau iv setiap hari selama 8-10 hari, dengan

2. Chloroquine 2x5000mg selama 2 hari dan seterusnya 1x500 mg selama 19 hari, dengan 3. Diloxanide furoate 3x 500 mg bersama makanaan selama 10 hari ATAU

4. Iodoquinol(Diiodohydroxyquin) 3x350mg selama 21 hari.  Abses Piogenik

Antibiotika spektrum luas atau sesuai dengan hasil kultur kuman seperti Sefalosporin generasi ke III, golongan Aminoglikosid, Meronem.

Abses campuran

Kombinasi metronidazol dan antibiotika. Drainase abses

Aspirasi jarum

Indikasi dilakukannya aspirasi jarum:

1. abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter lebih dari 7cm atau 10 cm 2. respon medikamentosa kurang

3. infeksi campuran

4. letak abses permukaan kulit 5. tidak ada tanda perforasi 6. abses pada lobus kiri hati

7. abses ganda dengan diameter lebih dari 3 cm Drainage secara operasi

(27)

Sudah jarang dilakukan kecuali pada kasus tertentu seperti abses dengan ancaman ruptur atau secara teknis sudah tercapai atau gagal aspirasi biasa.

Setelah selesai pengobatan abses hati dianjurkan memberikan juga obat-obat amubisid intestinal untuk mengobati intestinal amebiasis yang mungkin penyertanya. Kolon harus betul- betul bebas E.histolytica untuk menghindari kambuhnya kembali amebiasis hati.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari abses hepar karena amuba disebabkan timbulnya infeksi sekunder septikemia dan perforasi dari abses yang dapat bermanifestasi ke rongga dada (intratorakal), rongga perut (intraperitoneal) dan tampak dari luar tergantung letak abses.

Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat diafragma. Biasanya perforasi abses ini terjadi melalui centrum tendiniae dari diafragma kanan yang menyebabkan timbulnya efusi pleura atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita ialah timbulnya sesak nafas yang mendadak, batuk-batuk dengan nyeri dada kanan bawah disertai panas badan. Pada dada kanan tampak lebih cembung dengan pergerakan pernafasan yang kurang. Kadang- kadang teraba nyeri di dada kanan bawah. Pada perkusi terdengar dull dan pada auskultasi tidak terdengar suara pernafasan.

Perforasi intraperikardial terjadi bila abses hepar di lobus kiri dekat diafragma kiri sehingga timbul efusi pericardial. Penderita sering mengeluhkan sesak nafas mendadak, panas badan dan nyeri di dada kiri serta penderita lebih senang tidur dengan banyak bantal. Umumnya penderita menjadi gelisah karena sesak nafas dan nyeri dada. Seorang penderita dengan komplikasi ini biasanya mempunyai prognosis buruk.

Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti perforasi intraperitoneal, komplikasi vaskular, parasitemia, serta amubiasis serebri akibat dari E. Histolytica yang masuk ke dalam aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak dan akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

Pada abses hepar piogenik, saat diagnosa ditegakkan biasanya sudah menggambarkan keadaan penyakit yang berat yaitu septikemia/bakteriemia, ruptur abses disertai peritonitis generalisata, kelainan pleuropulmonal, gagal hepar, perdarahan ke dalam rongga abses, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikardium atau retroperitoneum.

3.Drug Induce Liver Injury (DILI) / Jejas Hati Imbas Obat

Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury, DILI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang memiliki tantangan diagnosis tersendiri. Luputnya diagnosis DILI sering terjadi karena DILI memiliki spektrum yang luas, mulai dari tidak bergejala sama sekali sampai gagal hati akut yang mengancam nyawa. Karena itu, pendekatan diagnosis yang tepat merupakan hal yang sangat penting.

(28)

EPIDEMIOLOGI

Meskipun efek samping obat dapat terjadi pada semua sistem organ tubuh, hati merupakan organ yang paling rentan karena sebagian besar obat menjalani metabolisme parsial maupun komplet serta eliminasi melalui hati.

Berbagai survei di dunia menunjukkan bahwa frekuensi DILI sebagai penyebab penyakit hati akut maupun kronik relatif rendah. Insidens hepatotoksisitas imbas obat dilaporkan sebesar 1:10.000 sampai 1:100.000 pasien. Meskipun demikian, insidens DILI yang sebenarnya sulit diketahui. Jumlah aktual dapat jauh lebih besar karena sistem pelaporan yang belum memadai, kesulitan mendeteksi atau mendiagnosis, dan kurangnya observasi terhadap pasien-pasien yang mengalami DILI.

KLASIFIKASI

Hepatotoksisitas akibat obat secara umum dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu hepatotoksisitas intrinsik (disebut juga hepatotoksisitas direk atau dapat diprediksi) dan hepatotoksisitas idiosinkratik (disebut juga hepatotoksisitas indirek atau tidak dapat diprediksi). Contoh hepatotoksisitas intrinsik adalah hepatotoksisitas akibat pajanan terhadap zat kimia industry maupun lingkungan atau toksin, seperti karbon tetraklorida, fosfor, atau beberapa jenis jamur yang menyebabkan jejas hati. Sebaliknya, hepatotoksisitas idiosinkratik merupakan hepatotoksisitas yang disebabkan oleh obat-obat konvensional dan produk herbal yang menyebabkan hepatotoksisitas hanya pada sejumlah kecil resipien (1:10.000-1:100.000).

Klasifikasi Berdasarkan Pola Jejas Hati

Pada tahun 2001, American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) menetapkan bahwa peningkatan kadar alanin aminotransferase (ALT ) lebih dari tiga kali batas atas normal (BAN) dan peningkatan bilirubin total lebih dari dua kali BAN dapat digunakan sebagai kriteria untuk meenentukan ada tidaknya kelainan signifikan pada parameter laboratorik hati.Peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase (ALT ), aspartat aminotransferase (AST ), dan fosfatase alkali (ALP) dianggap sebagai indikator jejas hati, sedangkan peningkatan bilirubin total dan terkonjugasi merupakan parameter untuk menilai fungsi hati secara keseluruhan. Penilaian pola jejas hati sangat penting karena obat-obat tertentu cenderung menyebabkan jejas dengan pola khas pula (Tabel 1).

Jejas hati hepatoselular (atau sitolitik) menyebabkan peningkatan kadar ALT dan AST serum yang bermakna, biasanya mendahului peningkatan bilirubin total, disertai sedikit peningkatan ALP. Contohnya adalah jejas hati imbas isoniazid. Sebaliknya, jejas kolestatik ditandai dengan peningkatan ALP yang mendahului atau relatif lebih menonjol dibanding peningkatan ALT maupun AST. Selain ketiga macam jejas hati di atas, terdapat jejas mitokondria yang dapat dinilai melalui biopsi hati. Jejas mitokondria ini menyebabkan steatosis

(29)

mikrovaskular yang terlihat pada biopsi hati, asidosis laktat, serta sedikit peningkatan enzim aminotransferase, seperti yang terjadi pada jejas hati imbas asam valproat maupun tetrasiklin parenteral dosis tinggi.

Perlu diingat bahwa peningkatan kadar enzim ini lebih dari tiga kali BAN tidak selalu berhubungan dengan kerusakan hati yang signifikan. Hal ini karena kapasitas hati yang besar untuk menyembuhkan jejas serta kemampuan hati untuk melakukan mekanisme toleransi adaptif. Apabila peningkatan enzim ini disertai timbulnya gejala tidak spesifik, seperti kelelahan, anoreksia, mual, nyeri perut kanan atas, serta urin berwarna gelap, bisa merupakan petunjuk awal hepatotoksisitas.

PATOGENESIS DILI

Kematian hepatosit pada DILI dapat terjadi melalui dua proses, yaitu proses yang diperantarai apoptosis atau nekrosis. Pada apoptosis, terjadi pengerutan dan fragmentasi sel menjadi pecahan-pecahan kecil dengan membran sel tetap utuh. Pecahan-pecahan ini akan dibersihkan melalui proses fagositosis dan umumnya tidak

(30)

merangsang respons imun pejamu. Sebaliknya, nekrosis menyebabkan hilangnya fungsi mitokondria dan deplesi ATP yang menyebabkan pembengkakan dan lisis sel yang merangsang terjadinya proses inflamasi lokal.

Proses apoptosis dan nekrosis tersebut dapat tercetus melalui berbagai mekanisme. Pada sebagian besar kasus, DILI diawali dengan bioaktivasi obat menjadi metabolit reaktif yang mampu berinteraksi dengan makromolekul seluler, seperti protein, lemak, dan asam nukleat. Hal ini menyebabkan disfungsi protein, peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan stres oksidatif. Selain itu, metabolit reaktif ini dapat mencetuskan gangguan pada gradien ionik dan penyimpanan kalsium intraseluler, menyebabkan terjadinya disfungsi mitokondria dan gangguan produksi energi. Gangguan fungsi seluler ini pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel dan gagal hati.

PREDIKTOR KERENTANAN TERHADAP DILI

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami hepatotoksisitas imbas obat. Ada bukti bahwa seiring bertambahnya usia, risiko mengalami DILI meningkat. Hal ini terjadi karena tampaknya banyak orang usia lanjut yang mengonsumsi sejumlah obat yang dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik obat dan berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan metabolisme, distribusi, serta eliminasi obat.

Prediktor penting lainnya adalah hepatitis viral kronik, baik hepatitis Bmaupun C yang telah ada sebelumnya. Pada beberapa penelitian, didapatkan peningkatan risiko DILI pada pasien hepatitis kronik yang diterapi dengan INH dan rifampisin. Risiko DILI juga meningkat pada pasien HIV dengan koinfeksi hepatitis B atau C yang mendapat terapi antiretroviral. Obesitas dan non-alcoholic fatty liver disease(NAFLD) dikatakan tidak meningkatkan risiko DILI.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK DILI DAN PENILAIAN KAUSALITAS PADA DILI

Mendiagnosis DILI dengan pasti tidaklah mudah. Hal penting yang menjadi pegangan diagnosis DILI: Pertama, hepatotoksisitas imbas obat dapat menyerupai hampir semua jenis penyakit hati, dan saat ini diagnosis DILI dilakukan per eksklusionam karena tidak terdapat penanda biologis maupun pemeriksaan spesifi k yang dapat menegakkan diagnosis DILI. Karena itu, semua penyebab jejas hati yang dapat memberikan gambaran serupa harus disingkirkan terlebih dulu. Kedua, menggali seluruh data klinis maupun biokimia yang berhubungan dengan jejas hati; data ini merupakan kunci penting untuk menentukan karakteristik dan pola jejas hati agar dapat membantu menegakkan diagnosis. Ketiga, perlu diingat bahwa kondisi medis yang mengharuskan penggunaan obat dapat menyebabkan disfungsi hati; hal ini bisa semakin menyulitkan diagnosis DILI. Keempat, karena umumnya beberapa obat diberikan bersamaan, interaksi sinergistik antarobat dapat terjadi sekaligus menimbulkan pertanyaan obat mana yang menyebabkan DILI.

(31)

Terdapat dua metode utama untuk menentukan kausalitas pada DILI, yaitu penilaian berdasarkan kondisi klinis pasien dan penggunaan sistem penskoran. Metode pertama menekankan ketajaman analisis seorang dokter terhadap kondisi klinis dan biokimia pasien yang berhubungan dengan penggunaan obat atau produk herbal. Akan tetapi, pendekatan ini terlalu subjektif dan akurasinya sangat tergantung pada keterampilan melakukan anamnesis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab hepatotoksisitas lain.

Pendekatan lebih objektif adalah penilaian kausalitas menggunakan metode RUCAM (Roussel-Uclaf Causality Assessment Method). Dalam metode ini, terdapat tujuh parameter yang dinilai, yaitu jangka waktu terjadinya penyakit hati dari pertama kali mengonsumsi obat, perjalanan penyakit hati yang dialami saat ini, faktor risiko untuk mengalami jejas hati, eksklusi penyebab jejas hati lain, informasi mengenai hepatotoksisitas yang ditimbulkan oleh obat tersangka, serta respons terhadap pemberian ulang obat. Instrumen tersebut saat ini digunakan secara luas dalam berbagai penelitian untuk menilai hepatotoksisitas, tetapi masih sulit diaplikasikan dalam praktik klinis sehari-hari, sehingga sebagian besar dokter masih menggunakan penilaian klinis dalam mendiagnosis DILI.

Sewaktu melakukan evaluasi terhadap tersangka DILI, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab lain jejas hati, seperti hepatitis A, hepatitis B, dan terkadang hepatitis C akut, hepatitis autoimun atau alkoholik, kelainan traktus biliaris, dan gangguan hemodinamik. Hepatitis viral dapat dievaluasi dengan memeriksa antibodi IgM terhadap hepatitis A, hepatitis B surface antigen (HBsAg), dan antibodi anti-hepatitis C. Kelainan traktus biliaris dapat menyebabkan jejas hati melalui proses obstruksi atau infeksi, seperti yang terjadi pada kolesistitis maupun kolangitis. Karena itu, perlu dilakukan ultrasonografi abdomen dan, jika perlu, CT scan abdomen.

Jejas hati imbas alkohol harus dicurigai apabila terdapat riwayat konsumsi alkohol pada saat yang berdekatan dengan timbulnya gejala, kadar alkohol yang terdeteksi dalam serum, atau kadar AST yang meningkat lebih tinggi dari ALT dengan perbandingan 2:1. Penyakit autoimun harus dicurigai apabila jejas hati disertai adanya antinuclear antibody(ANA) atau antibodi anti-smooth-musclepositif. Kondisi hemodinamik yang tidak stabil, seperti syok kardiovaskular atau gagal jantung, dapat juga menyebabkan jejas hati. Kelainan metabolik dan endokrin juga dapat menyebabkan jejas hati, seperti hemokromatosis, penyakit Wilson, dan defi siensi α-1 antitripsin.

Setelah menyingkirkan penyebab jejas hati akut lain, langkah berikutnya adalah menetapkan jenis obat penyebab. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis teliti mengenai semua jenis obat yang diberikan dalam 12 bulan terakhir, termasuk herbal maupun suplemen. Hal penting lain dalam menegakkan diagnosis adalah menentukan jangka waktu dari pertama kali konsumsi obat hingga onset penyakit hati, pola atau tipe jejas hati (hepatoselular, kolestasis, atau campuran), juga menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan setelah obat dihentikan (Tabel 2).

(32)

TATA LAKSANA

Tata laksana DILI yang paling penting adalah segera menghentikan obat yang dicurigai sebagai penyebab. Pada sebagian besar kasus, jejas hati akan menyembuh sendiri setelah obat dihentikan. Akan tetapi, apabila DILI bermanifestasi sebagai hepatitis autoimun dan penyembuhan tidak terjadi dengan penghentian obat, kortikosteroid sering digunakan sebagai terapi meskipun bukti ilmiahnya masih kontroversial.

Overdosis asetaminofen harus ditangani segera dengan pemberian N-asetilsistein (NAC). Untuk orang dewasa yang menelan asetaminofen kurang dari 24 jam sebelum ke rumah sakit, dosis awal NAC sebesar 140 mg/kgBB harus diberikan, dilanjutkan 70 mg/kgBB setiap 4 jam, sebanyak 17 dosis, dimulai 4 jam setelah dosis awal diberikan.

Asam ursodeoksikolat dapat diberikan pada DILI tipe kolestatik dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dalam dua dosis terbagi. Apabila timbul rasa gatal yang hebat, dapat diberikan kolestiramin, tetapi obat ini harus diberikan pada waktu yang berbeda dengan saat pemberian asam ursodeoksikolat dan

obat-obat lain karena kolestiramin akan mengikat dan menghalangi penyerapan obat-obat lain. Kolestiramin disarankan diberikan pada pagi hari ketika terjadi regenerasi maksimal biliary pool.

PROGNOSIS

Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury, DILI) merupakan masalah kesehatan yang sering luput terdiagnosis oleh dokter. Tidak adanya alat diagnostik spesifi k mengharuskan seorang klinisi benar-benar cermat dalam mendiagnosis DILI.

Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang jejas tipe hepatoselular mengikuti “hukum Hy”. Hukum ini dipopulerkan oleh Hyman Zimmerman, seorang hepatolog yang tertarik pada DILI. Hukum Hy menyebutkan bahwa 10% pasien DILI mengalami ikterus dan, dari jumlah tersebut, 10% akan meninggal karena

(33)

DILI. Angka fatalitas kasus (case fatality rates) pasien gagal hati fulminan imbas obat terlapor sangat tinggi (sekitar 75%) untuk obat-obat selain asetaminofen. Sebaliknya, angka fatalitas kasus gagal hati fulminan yang disebabkan asetaminofen jauh lebih rendah, kurang lebih 25%.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru. W, dkk . 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Ed. V. Jakarta : Penerbit Interna Publishing

Price , Sylvia A. , Wilson , Lorraine M. 2005 . Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Vol. 1 Ed. 6. Jakarta : EGC .

Bates, Barbara. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC. http://dokumen.tips/documents/referat-liver-abses-udah-jadi.html#

Maria Loho, Imelda. Hasan Irsan. 2014. CONTINUING Medical Education: Drug-Induced Liver Injury – Tantangan dalam Diagnosis. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia.

(34)

Referensi

Dokumen terkait

menggunakn bahan/barang yang ditemukan di lingkungan tempat tinggal siswa. Melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KIT IPA merupakan alat yang berguna

bahwa untuk mewujudkan tertib administrasi pengelolaan Alokasi Dana Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Bantul

Pada tanggal 2 Januari 1991, nama PJKA secara resmi diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan semenjak tanggal 1 Juni 1999 diubah menjadi PT Kereta Api Indonesia

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah menganalisis dan mengoptimalkan kinerja dokter gigi melalui waktu istirahat operator dokter gigi untuk mengurangi kelelahan otot

memperlihatkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap penyusutan bobot badan ayam kampung super tidak berbeda nyata, artinya pengaruh jarak pengangkutan pada perlakuan tersebut

Agus Siswanto, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah memimpin dan memberikan kontribusi

Thus that which is construed as essence or quiddities ( mahiyah ) of numbers, perceived at the level of gross mathematical objects in the world of sense experience are simply

g) Apabila pada waktu hari sidang yang telah ditentukan tersangka tidak hadir, maka PPNS harus melaksanakan koordinasi dengan Panitera Pengadilan