TUGAS MATA AJAR KEPERAWATAN KOMUNITAS II TUGAS MATA AJAR KEPERAWATAN KOMUNITAS II “Asuhan Keperawatan
“Asuhan Keperawatan Komunitas padaKomunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur”Kelompok Pasangan Usia Subur”
Fasilitator : Fasilitator :
Eka Mishbahatul MH, S.Kep., Ns., M.Kep. Eka Mishbahatul MH, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun Oleh : Disusun Oleh : Alfi
Alfi Rahmawati Rahmawati Mufidah Mufidah (131511133041)(131511133041) Dyah
Dyah Rohmatussolichah Rohmatussolichah (131511133043)(131511133043) Hesti
Hesti Lutfia Lutfia Arif Arif (131511133050)(131511133050) Fifa
Fifa Nasrul Nasrul Ummah Ummah (131511133056)(131511133056) Alip
Alip Nur Nur Apriliyani Apriliyani (131511133063)(131511133063) Ni
Ni Komang Komang Ayu Ayu Santika Santika (131511133066)(131511133066) Ayu
Ayu Rahmawati Rahmawati (131511133075)(131511133075) Regina
Regina Dwi Dwi Fridayanti Fridayanti (131511133130)(131511133130)
Kelompok 1/A-2 Kelompok 1/A-2
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA SURABAYA
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
DAFTA
DAFTAR ISI...R ISI... i... iii
KATA KATA PENGAPENGANTAR NTAR ... v... v
BAB 1 ... BAB 1 ... ... 1... 1 PENDA PENDAHULUAN ...HULUAN ... 1... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 1.2 Rumusan Masalah ... ... 2... 2 1.3 Tujuan... 3 1.3 Tujuan... 3 1.4 Manfaat... 3 1.4 Manfaat... 3 BAB 2 ... BAB 2 ... ... 4... 4 TINJAU TINJAUAN AN PUSTAPUSTAKA KA ... 4... 4
2.1 Definisi Pasangan 2.1 Definisi Pasangan Usia Subur ... 4Usia Subur ... 4
2.2 Kelompok 2.2 Kelompok Pasangan Usia Pasangan Usia Subur Subur ... ... 4... 4
2.3 Jumlah 2.3 Jumlah Pasangan Usia SPasangan Usia Subur (PUS) menurut ubur (PUS) menurut Kelompok Umur Kelompok Umur ... 4... 4
2.4 Masalah dan Kebutuhan 2.4 Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur ... yang Dialami Pasangan Usia Subur ... 55 2.5 Intervensi Nasional pada 2.5 Intervensi Nasional pada Agregat Pasangan Usia Agregat Pasangan Usia Subur ... Subur ... 1010 2.6 Peran Perawat 2.6 Peran Perawat Komunitas pada Agregat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur Pasangan Usia Subur ... 14... 14
BAB 3 ... BAB 3 ... ... 1... 166 KASUS KASUS ... 16... 16 BAB 4 ... BAB 4 ... ... 1... 188 ASUHAN ASUHAN KEPERKEPERAWATAN AWATAN ... ... 1818 4.1 Pengkajian ... 4.1 Pengkajian ... ... 18... 18
4.2 Analisa Data ... 4.2 Analisa Data ... ... 19... 19
4.3 Diagnosa 4.3 Diagnosa Keperawatan Keperawatan ... 21... 21
4.4 4.4 Intervensi Keperawatan Intervensi Keperawatan ... 21... 21
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
DAFTA
DAFTAR ISI...R ISI... i... iii
KATA KATA PENGAPENGANTAR NTAR ... v... v
BAB 1 ... BAB 1 ... ... 1... 1 PENDA PENDAHULUAN ...HULUAN ... 1... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 1.2 Rumusan Masalah ... ... 2... 2 1.3 Tujuan... 3 1.3 Tujuan... 3 1.4 Manfaat... 3 1.4 Manfaat... 3 BAB 2 ... BAB 2 ... ... 4... 4 TINJAU TINJAUAN AN PUSTAPUSTAKA KA ... 4... 4
2.1 Definisi Pasangan 2.1 Definisi Pasangan Usia Subur ... 4Usia Subur ... 4
2.2 Kelompok 2.2 Kelompok Pasangan Usia Pasangan Usia Subur Subur ... ... 4... 4
2.3 Jumlah 2.3 Jumlah Pasangan Usia SPasangan Usia Subur (PUS) menurut ubur (PUS) menurut Kelompok Umur Kelompok Umur ... 4... 4
2.4 Masalah dan Kebutuhan 2.4 Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur ... yang Dialami Pasangan Usia Subur ... 55 2.5 Intervensi Nasional pada 2.5 Intervensi Nasional pada Agregat Pasangan Usia Agregat Pasangan Usia Subur ... Subur ... 1010 2.6 Peran Perawat 2.6 Peran Perawat Komunitas pada Agregat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur Pasangan Usia Subur ... 14... 14
BAB 3 ... BAB 3 ... ... 1... 166 KASUS KASUS ... 16... 16 BAB 4 ... BAB 4 ... ... 1... 188 ASUHAN ASUHAN KEPERKEPERAWATAN AWATAN ... ... 1818 4.1 Pengkajian ... 4.1 Pengkajian ... ... 18... 18
4.2 Analisa Data ... 4.2 Analisa Data ... ... 19... 19
4.3 Diagnosa 4.3 Diagnosa Keperawatan Keperawatan ... 21... 21
4.4 4.4 Intervensi Keperawatan Intervensi Keperawatan ... 21... 21
4.5 Implementasi ... 4.5 Implementasi ... ... 23... 23
4.6 Evaluasi ... 4.6 Evaluasi ... ... 25... 25 BAB 5 ... BAB 5 ... ... 2... 266 KESIMP KESIMPULAN ...ULAN ... 26... 26 DAFTA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum .Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Asuhan K eperawatan Komunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur ”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok Pasangan Usia Subur. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eka Mishbahatul MH, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas II dan teman-teman yang telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Terima kasih.
Wassalamualaikum .Wr.Wb.
Surabaya, 30 Agustus 2017 Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk yang secara fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan (Manuaba, 2010).
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada pendataan keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan. Dari jumlah tersebut dilihat dari kelompok umur istri tercatat sebanyak 1.768.557 istri atau 3,91% berusia di bawah 20 tahun, 15.628.354 istri atau 34,58% berusia 20-29 tahun, dan 27.793.086 istri atau 61,50% berusia 30 tahun ke atas (BKKBN, 2011).
Beberapa permasalahan yang sering dialami oleh pasangan usia subur (PUS) yaitu infertilitas, penggunaan kontrasepsi, anemia gizi besi, pernikahan dini, kanker serviks, dan penyakit menular seksual (PMS). Di Indonesia prevelensi pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Samsiyah, 2010). Sedangkan tingkat prevelensi pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan tingkat kesetaraan KB di antara pasangan usia subur mencapai 61,9% dalam lima tahun terakhir (SDKI, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase anemia di Indonesia pada wanita usia subur tidak hamil (≥ 15 tahun) di perkotaan sebesar 19,7%. Selanjutnya hasil riskesdas 2013 menunjukkan persentase anemia pada WUS umur 15-44 tahun sebesar 35,3 %. Indonesia termasuk negara dengan persentase penikahan usia muda tinggi di dunia (ranking 37) (BKKBN, 2012). Tahun 2013 persentase perempuan yang menjalani pernikahan muda sekitar 2,6% saat usia 15 tahun. Sedaangkan jumlah perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebesar 23.9% (Kemenkes, 2013). Menurut Depkes RI (2008), insidens kanker serviks adalah 100 per 100.000 perempuan pertahun. Pada Kasus PMS (penyakit menular seksual) pada tahun 2012 tercatat 48.789.954 orang, sedangkan jumlah kasus baru sejak tahun 2013 terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Depkes RI, 2013).
Terdapat beberapa faktor penyebab permasalahan yang sering terjadi pada pasangan usia subur. Pada pengunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor usia, agama, budaya, dan pendidikan.
Sedangkan menurut Rizqi A (2016), faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah umur, paritas, jarak kehamilan, status gizi, dan frekuensi ANC (fariansjah, 2009). Kemudian faktor yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu rendahnya persepsi mengenai pernikahan, rendahnya tingkat endidikan, dan rendahnya status ekonomi keluarga. Selanjtnya faktor risiko terjadinya kanker serviks yaitu perlikau seksual, usia, kebersihan organ kewanitaan, sosial ekonomi, dan jumlah perkawinan. Sedangkan pendidikan, pengetahuan, sikap, dan perilaku adalah faktor yang memepengaruhi terjadinya penyakit menular seksual.
Pemerintah berupaya menerapkan berbagai program dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan pasangan usia subur antara lain dengan program Keluarga Berencana, Kunjungan Nifas, Keluarga Harapan, ANC (antenatal care), P4K (Program pernecanaan persalinan dan pencegahan komplikasi), paket zat besi, dan imunisasi TT sebelum menikah.
Diharapkan dengan program-program tersebut dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada pasangan usia subur (PUS). Selain itu peran petugas kesehatan juga diperlukan dalam upaya promosi kesehatan pada pasangan usia subur yang berisiko terhadap masalah-masalah tersebut.
Untuk itu, sebagai perawat komunitas dalam permasalahan pasangan subur ini maka peran yang dapat dilakukan yaitu memberi edukasi mengenai pentingnya pengaturan jumlah
anak serta jarak kehamilan; memberi edukasi pada pasangan usia subur mengenai penggunaan alat kontrasepsi dan pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai; menyarankan pasangan usia subur untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan mengkonsultasikan pada petugas kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)?
1.2.2 Bagaimana jumlah kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) menurut kategori umur? 1.2.3 Apa saja macam kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)?
1.2.4 Bagaimana masalah dan kebutuhan yang dialami Pasangan Usia Subur (PUS)? 1.2.5 Bagaimana intervensi nasional pada Pasangan Usia Subur (PUS)?
1.2.6 Bagaimana peran perawat komunitas pada Pasangan Usia Subur (PUS)?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah perkuliahan Keperawatan Komunitas II ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi kelompok Pasangan Usia Subur
2. Menjelaskan jumlah kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) menurut kategori umur
3. Menyebutkan macam kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)
4. Menjelaskan masalah dan kebutuhan yang dialami Pasangan Usia Subur (PUS) 5. Menjelaskan intervensi nasional pada Pasangan Usia Subur (PUS)
6. Menjelaskan peran perawat komunitas pada Pasangan Usia Subur (PUS)
7. Menjelaskan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok Pasangan Usia Subur (PUS)
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam tentang asuhan keperawatan pada kelompok pasangan usia subur.
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada kelompok pasangan usia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk yang secara fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan (Manuaba, 2010).
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur 15-49 tahun dan masih menstruasi, atau pasangan suami-istri yang istrinya berusia kurang dari 15 tahun dan sudah menstruasi, atau istri sudah berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih menstruasi (datang bulan). Namun dalam mini survei dibatasi wanita PUS umur 15-49 tahun (BKKBN, 2011).
2.2 Kelompok Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang usia istrinya antara 15 - 49 tahun yang kemudian dibagi menjadi 3 (tiga ) kelompok yakni:
1. Dibawah usia 20 tahun 2. Antara 20 - 35 tahun 3. Usia diatas 35 tahun
Berdasarkan pertimbangan fisik dan mental usia terbaik melahirkan adalah antara 20 - 35 tahun, sehingga sangat dianjurkan bagi setiap wanita dapat menikah diatas 20 tahun.
2.3 Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) menurut Kelompok Umur
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada Pendataan Keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan. Dari jumlah tersebut dilihat dari kelompok umur istri tercatat sebanyak 1.768.557 istri atau 3,91% berusia di bawah 20 tahun, 15.628.354 istri atau 34,58% berusia 20-29 tahun, dan 27.793.086 istri atau 61,50% berusia 30 tahun ke atas.
Tabel1. Persentase PUS menurut kelompok umur istri Hasil Pendataan Keluarga 2010 dan 2011 (BKKBN, 2011)
2.4 Masalah dan Kebutuhan yang Dialami Pasangan Usia Subur
Masalah yang dapat dialami oleh pasangan usia subur antara lain: 1. Penggunaan Kontrasepsi
Salah satu masalah bagi pasangan usia subur yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan) dan kehamilan. Dalam penyelesaian masalah tersebut diperlukan penyampaian infomasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi rasional untuk menekan
angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan usia subur (Indeks artikel Kompas.com, 2009).
Kontrasepsi berawal dari kata control berarti mencegah atau melawan sedangkan konsepsi adalah pertemuan antra sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadi kehamilan sebagai akibat pertemuan antar sel yang matang dengan sel sperma (Fitria 2008).
1) Syarat-syarat kontrasepsi (Hartanto,2007) a Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya b Lama kerja dapat di atur menurut keinginan
c Efek samping yang merugikan tidak ada atau minimal d Harganya dapat dijangkau masyarat
e Cara penggunaan sederhana
f Tidak mengganggu hubungan suami istri
g Tidak memerlukan control yang ketat selama pemakaian 2) Tujuan dari pengguan alat kontrasepsi (Hartanto,2007)
a Menunda kehamilan
Di tunjukkan untuk PUS yang istrinya berusia < 20tahun b Mengatur kehamilan
Ditujukan untuk PUS yang istrinya berusia antara 20- 30/ 35tahun c Menghentikan atau mengakhiri kehamilan
Ditujukan untuk PUS yang istrinya berusia diatas 30 tahun, terutama 35 tahun dan telah mempunyai 2 orang anak.
2. Infertilitas
Infertilitas merupakan suatu ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Bumer dan Suddarth, 2001). Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetap belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Klasifikasi Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun koitus teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
b. Infertilitas sekunder yaitu disebut infertilitas sekunder jika perempuan pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun koitus teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
3. Kista
Kista adalah suatu kantong tertutup yang dilapisi oleh selaput (membran) yang tumbuh tidak normal di rongga maupun struktur tubuh manusia. Terdapat berbagai macam jenis kista, dan pengaruhnya yang berbeda terhadap kesuburan. Hal penting lainnya adalah mengenai ukuran kista. Tidak semua kista harus dioperasi mengingat ukuran juga menjadi standar untuk tindakan operasi. Jenis kista yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah sindrom ovarium polikistik.
Penyakit tersebut ditandai amenore (tidak haid), hirsutism (pertumbuhan rambut yang berlebihan, dapat terdistribusi normal maupun tidak normal), obesitas, infertilitas,
4. Kanker
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali), menginfiltrasi/ merembes, dan menekan jaringan tubuh sehingga mempengaruhi organ tubuh (Akmal, dkk., 2010).
Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menempati urutan kedua pada wanita yang berada dalam usia subur di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker ini menempati urutan pertama dari seluruh kejadian kanker pada wanita dan lebih dari separuh penderitanya datang ke fasilitas pengobatan sudah pada stadium lanjut.
Pada pria, jenis kanker yang sering dialami diantaranya adalah: kanker paru-paru, kanker usus, kanker testis, dan juga kanker penis.
5. Penyakit Menular Seksual (PMS)
PMS adalah penyakit infeksi yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual dan merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit pada dewasa muda laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Kasus PMS di Indonesia sendiri sejak tahun 2013 terus meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena adanya penambahan kasus baru akibat penularan melalui pengguna narkoba dengan jarum suntik. Beberapa faktor penghambat dari perilaku PUS tentang PMS disebabkan masih kurangnya informasi-informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan PMS itu sendiri, dan sikap dari PUS tentang PMS tersebut. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual tetapi dapat juga ditularkan langsung. Beberapa faktor penghambat dari perilaku PUS tentang PMS disebabkan masih kurangnya informasi-informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan PMS itu sendiri, dan sikap dari PUS tentang PMS tersebut. Cara penularan PMS, meliputi:
a. Hubungan seksual penetratif yang tidak terlindung, baik per vaginal, anal, maupun
oral. Hal ini merupakan cara penularan utama, yaitu lebih dari 90 persen. Saat melakukan hubungan seksual secara genitor-genital dapat timbul luka-luka atau radang pada epitel dinding vagina, hubungan seksual secara ano-genital juga lebih memudahkan perlukaan atau radang karena epitel mukosa anus relatif lebih tipis dan
lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina. Luka-luka tersebut merupakan jalan masuk mikroorganisme penyebab PMS.
b. Melalui transfusi darah, jarum suntik atau kontak langsung dengan cairan darah
(sifillis dan HIV/AIDS).
c. Penularan terjadi karena hygien personal yang tidak baik, yaitu melalui pakaian atau
handuk yang sudah terkontaminasi dengan penyebab PMS dan digunakan secara bergantian (Trikomoniasis vaginalis).
6. Anemia Zat Besi Pada Ibu Hamil
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Menurut World Health Organization (WHO) dikatakan anemia jika kadar hemoglobin <11 gr/dl pada ibu kekurangan gizi karena pada masa kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang di kandung.
Pola makan yang salah pada ibu hamil berpengaruh terhadap terjadinya gangguan gizi seperti anemia.
Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization) melaporkan prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan diperkirakan 30-40% penyebab anemia karena kekurangan zat besi.3,4 Kelainan ini ditandai oleh serum iron (SI) menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 40,1% dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5%.6
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia naik menjadi 37,1%. 7 Dengan demikian keadaan ini mengindikasi bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi. Dari hasil penelitian sebelumnya, persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia
7. Kurang Energi Kronis
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK.
KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan risiko penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, lahir dengan BBLR. Bila BBLR bayi mempunyai risiko kematian, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pola makanan adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya KEK. Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anakanaknya. Ibu hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori/hari. Jika ibu tidak punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu dsb, maka status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya.
8. Pernikahan Dini
Di Indonesia masalah pernikahan dini menjadi masalah yang bisa dikatakan serius. Masalah pernikahan dini ini juga menjadi salah satu masalah yang timbul pada psanagan usia subur. Hukum perkawinan di negeri ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang mana salah satu poin dalam undang-undang tersebut mensyaratkan, batas usia pernikahan adalah minimal 16 tahun untuk perempuan.
Poin dalam undang-undang tentang perkawinan itu bertabrakan dengan kampanye Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dan Badan Penasihat Perkawinan dan Perceraian Kementerian Agama yang justru mengkampanyekan bahwa usia siap menikah ialah pada usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.
Pada riset United Nations Children’s Fund (UNICEF) mencatat, satu dari enam anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Angkanya 340.000 anak per tahun. Adapun yang di bawah usia 15 tahun mencapai 50.000 anak per tahun. Demgam demikan, United National Development Economic and Social Affair (UNDESA), menempatkan Indonesia pada peringkat ke-37 dunia dan peringkat ke-2 se-ASEAN sebagai salah satu negara dengan angka pernikahan usia dini yang tinggi.
Mengapa isu pernikahan dini menjadi krusial? Isu pernikahan dini adalah salah satu topik yang menjadi perhatian penting pada kerangka kerjasama Sustainable Development Goals. Pemerintah di seluruh dunia sudah bersepakat menghapus perkawinan anak pada 2030.
Seringkali pernikahan dini yang biasanya berlangsung tanpa kesiapan mental dari pasangan berakhir dengan perceraian. Ada pula dampaknya pada kesehatan perempuan. Karena dilakukan pada usia muda, seringkali organ reproduksi perempuan belum siap, sehingga bisa menyebabkan kesakitan, trauma seks berkelanjutan, pendarahan, keguguran, bahkan sampai yang fatal, kematian ibu saat melahirkan.
2.5 Intervensi Nasional pada Agregat Pasangan Usia Subur
1. Program Keluarga Berencana
Salah satu intervensi nasional pada agregat pasangan usia subur adalah program keluarga berencana (KB). Keluarga Berencana merupakan suatu usaha untuk merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Visi dari program KB (Keluarga Berencana) nasional pada tahun 2015 yaitu mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis. Cara untuk mewujudkan keluarga berkualitas tersebut dengan cara mengatur jarak kelahiran anak dengan
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program KB sebagai berikut;
a. Prioritaskan pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan usia subur yang istrinya mempunyai keadaan “4 terlalu” yaitu : terlalu muda (usia kurang dari 20 thn), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu tua (usia lebih dari 35 thn).
b. Tanggung jawab dalam kesetaraan ber-KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri.
c. Setiap metode kontrasepsi mempunyai keuntungan dan kelemahan masing-masing. Setiap klien berhak untuk mendapatkan informasi mengenai hal ini,sehingga dapat mempertrimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya. Dalam mewujudkan program KB yang dibentuk pemerintah dibutuhkan penyuluhan kesehatan agar program KB dapat berjalan secara maksimal. Para petugas kesehatan harus memberi penyuluhan tentang KB (Keluarga Berencana) serta dalam hal pemilihan alat kontrasepsi.
2. Program ANC ( Antenatal Care)
Menurut Depkes RI (2010) pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya. Antenatal Care merupakan pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini
komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan. Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga untuk memantau keadaan ibu dan janin secara seksama sehingga
dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara tepat (WHO, 2007). Pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil biasa dikenal dengan sebutan K1 dan K4. Pelayanan antenatal meliputi 5 hal yang biasa dikenal dengan istilah 5T, yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status imunisasi TT (Tetanus Toksoid), dan memberikan Tablet Fe (tablet tambah darah) (Depkes RI, 2009). Berikut pelayanan antenatal:
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi ( 140/90 mmHg ) pada kehamilan dan preeklamsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah dan atau proteinuria).
c. Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu. d. Imunisasi Tetanus Toksoid
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
e. Memberikan tablet tambah darah (Fe)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi merupakan suatu kegiatan yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan dilingkungan sekitar ibu hamil dalam rangkan meningkatkan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapai komplikasi dan tanda bahaya saat persalinan bagi ibu sehingga dapat melahirkan bayi yang sehat.
adalah untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas. Pemantauan terhadap ibu nifas dilakukan dengan melakukan kunjungan minimal sebanyak 4 kali kunjungan:
Kunjungan Waktu Tujuan
I
6 – 8 jam setelah
persalinan Mencegah perdarahan masa nifas karena atoniauteri. Pemantauan keadaan umum ibu.
II
6 hari setelah persalinan
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda – tanda perdarahan abnormal.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
mamperlihatkan tanda – tanda penyulit.
III
2 minggu setelah persalinan
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda – tanda perdarahan abnormal.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
mamperlihatkan tanda – tanda penyulit.
IV 6 minggu setelah persalinan
Menanyakan pada ibu tentang penyulit – penyulit yang
ia alami.
Memberi konseling untuk KB secara dini, imunisasi,
senam nifas, dan tanda – tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
Program Keluarga Harapan merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian uang non tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki
ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau memiliki anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan/atau memiliki anak usia SD dan/atau SMP dan/atau anak
usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Peserta PKH akan menerima bantuan apabila memenuhi kewajibannya, antara lain: menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran tertentu, memeriksakan kesehatan dan/atau memperhatikan kecukupan gizi dan pola hidup sehat anak dan ibu hamil.
Khusus untuk ibu hamil/ nifas, bekewajiban untuk:
a Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu sekali pada usia kehamilan sekali pada usia 0-3 bulan, sekali pada usia kehamilan 4-6 bulan, dua kali pada kehamilan 7-9 bulan, dan
mendapatkan suplemen tablet Fe.
b Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
c Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatan dan mendapat pelayanan KB pasca persalinan setidaknya 3 (tiga) kali pada minggu I, IV dan VI setelah melahirkan.
2.6 Peran Perawat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur
1. Care Giver
Perawat memberikan asuhan keperawatan terhadap masalah yang dialami oleh pasangan usia subur
2. Concelor
Perawat memberikan konseling kepada pasangan usia subur mengenai masalah-masalah kesehatan yang dialami, misalnya mengenai KB (Keluarga Berencana).
3. Educator
Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasangan usia subur, misalnya: mengenai pemilihan alat kontrasepsi sehingga pasangan usia subur dapat mengontrol kehamilan.
Perawat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, seperti bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasangan usia subur, sepeti: pemasangan alat kontrasepsi; pemeriksaan ibu hamil; dan pasca melahirkan.
BAB 3 KASUS
Di desa Sejahtera terdapat 50 KK dengan jumlah warga sebanyak 300 jiwa dengan pasangan usia subur terdiri dari 40 KK yang berusia rata-rata 25-40 tahun. Sisanya 10 KK bukan termasuk pasangan usia subur dengan rincian 5 KK berusia 41-50 tahun dan 5 KK berusia 51-60 tahun. Warga desa bekerja sebagai buruh bangunan dengan rata-rata penghasilan setiap bulan adalah sekitar 600 ribu. Komunikasi antarwarga berjalan dengan baik karena jarak rumah satu dengan yang lain sangat berdekatan dan tidak ada pembatas antar rumah satu dengan yang lainnya. Hubungan setiap pasangan usia subur pun berjalan dengan lancar, sehingga jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Di desa Sejahtera tidak terdapat pelayanan polisi, tetapi terdapat 8 pos ronda yang terletak di setiap RT. Di desa Sejahtera tidak ada tempat rekreasi terdekat, sehingga warga memilih melakukan rekreasi ke pasar. Warga desa Sejahtera mayoritas beragama islam. Dari data yang diperoleh, pasangan usia subur di desa Sejahtera mayoritas berpendidikan SMP dan warga dengan usia lanjut tidak pernah mengikuti pendidikan formal.
Fasilitas kesehatan yang ada di desa Sejahtera adalah 1 bidan praktik swasta, 1 praktik dokter umum, dan 1 puskesmas yang letaknya cukup jauh dari rumah warga. Warga yang menggunakan sepeda untuk melakukan aktivitas menjadi malas untuk pergi ke puskesmas bila sedang sakit, sehingga memilih mengkonsumsi jamu atau obat-obatan yang dijual di toko. Warga juga lebih memilih pergi ke dukun untuk melakukan persalinan. Dalam 2 bulan terakhir ini,
terdapat 8 orang yang menderita kista dan 12 orang tertular PMS seperti gonore, sifilis, dan kutil kelamin. Selain itu kematian di desa Sejahtera dalam 2 bulan terakhir terdapat 5 orang yang sudah meninggal dunia akibat perdarahan saat persalinan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, 40 KK pasangan usia subur di desa Sejahtera terdapat 15 KK menggunakan alat kontrasepsi dan 25 KK tidak menggunakan alat kontrasepsi. 25 KK yang tidak menggunakan alat kontrasepsi tersebut memiliki kepercayaan bahwa KB dilarang oleh agama, dan mereka takut akan mengalami perubahan fisik dan kesehatan. Namun beberapa ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi tersebut menderita anemia dan sebagian besar tidak memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan, serta mereka memiliki kebiasaan bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi makanan tertentu sehingga gizi pada ibu hamil tidak
tidak mampu dan tidak ada program kesehatan yang dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan.
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 Pengkajian
A. Data Inti a. Sejarah
Desa Sejahtera memiliki 50 KK yang terdiri dari 300 jiwa. Dari 50 KK tersebut, terdapat 40 KK pasangan usia subur.
b. Demografi
Desa Sejahtera terdapat 50 KK, terdiri dari:
a) Umur : 25-40 tahun= 40 KK
: 41-50 tahun= 5 KK : 51-60 tahun= 5KK
b) Pekerjaan : warga desa bekerja sebagai buruh bangunan
c) Agama : mayoritas islam
d) Suku : mayoritas Jawa
e) Data Statistik
Berdasarkan informasi dari kepala desa setempat, pasangan usia subur terdiri dari:
1) 15 KK menggunakan alat kontrasepsi 2) 25 KK tidak menggunakan alat kontrasepsi
B. Data Subsistem a. Lingkungan fisik
1) Jarak rumah satu dengan yang lain sangat berdekatan dan tidak ada pembatas antar rumah satu dengan yang lainnya.
2) Kebiasaan : warga desa malas untuk pergi ke puskesmas dan memilih mengkonsumsi jamu atau obat-obatan yang dijual di toko. Warga juga lebih memilih pergi ke dukun untuk melakukan persalinan. Pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi memiliki kebiasaan bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi makanan tertentu.
1 bidan praktik swasta, 1 praktik dokter umum, dan 1 puskesmas c. Ekonomi
Rata-rata penghasilan setiap bulan adalah sekitar 600 ribu. d. Politik dan pemerintahan
Di desa Sejahtera belum ada pemberian jaminan kesehatan kepada warga yang tidak mampu dan tidak ada program kesehatan yang dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan.
e. Komunikasi
Komunikasi antarwarga berjalan dengan baik dan hubungan setiap pasangan usia subur berjalan dengan lancar.
f. Pendidikan
Dari data yang diperoleh pasangan usia subur di desa Sejahtera mayoritas berpendidikan SMP dan warga dengan usia lanjut tidak pernah mengikuti pendidikan
formal.
g. Keamanan dan transportasi
Hubungan setiap pasangan usia subur berjalan dengan lancar, sehingga jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Di desa Sejahtera tidak terdapat pelayanan polisi, tetapi terdapat 8 pos ronda yang terletak di setiap RT. Mayoritas warga menggunakan sepeda untuk melakukan aktivitas.
h. Rekreasi
Di desa Sejahtera tidak ada tempat rekreasi terdekat, sehingga warga memilih melakukan rekreasi ke pasar.
4.2 Analisa Data
Analisa Data Masalah Kesehatan Diagnosa Keperawatan
DS:
- Warga yang tidak
menggunakan alat
kontrasepsi memiliki kepercayaan bahwa KB dilarang oleh agama.
- Pasangan usia subur yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi merasa takut akan mengalami perubahan fisik dan kesehatan
Konflik pengambilan
- Warga memiliki kebiasaan
bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi
makanan tertentu.
DO:
- Warga memilih pergi ke
dukun untuk melakukan persalinan
- Di desa Sejahtera belum ada
pemberian jaminan
kesehatan kepada warga yang tidak mampu dan tidak ada program kesehatan oleh tenaga kesehatan.
DS:
- Warga memiliki kebiasaan
bila ibu hamil untuk berpantang mengkonsumsi
makanan tertentu.
DO:
- Di desa Sejahtera tidak ada
program kesehatan yang dilakukan seperti program kunjungan nifas oleh tenaga kesehatan.
- Terdapat 5 orang yang
sudah meninggal dunia akibat perdarahan saat
- Ibu hamil menderita anemia
dan sebagian besar tidak memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan
- Gizi pada ibu hamil tidak
tercukupi
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
4.3 Diagnosa Keperawatan
a. Domain 10. Prinsip Hidup. Kelas 3. Keselarasan Nilai/Keyakinan/Tindakan. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak
menggunakan alat kontrasepsi.
b. Domain 2 Nutrisi. Kelas 1 Makan Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
4.4 Intervensi Keperawatan
a. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
NOC NIC
Primer Kepercayaan mengenai kesehatan (1700)
- Mendapatkan sumber-sumber untuk melakukan tindakan - Merasakan pentingnya mengambil tindakan (contohnya KB) Pembuatan keputusan (0906) - Mengidentifikasi
informasi yang relevan - Mengidentifikasi
kemungkinan konsekuensi dari masing-masing pilihan
Konseling (5240)
- Sediakan informasi factual yang tepat dan sesuai
- Identifikasi adanya
perbedaan antara pandangan pasien terhadap situasi dengan pandangan dari tim tenaga kesehatan
Pendidikan kesehatan (5510)
- Identifikasi faktor internak atau eksternal yang dapat
meningkatkan atau
mengurangi motiasi untuk berprilaku sehat
- Pertimbangkan riwayat individu dalam konteks personal dan riwayat sosial budaya individu, keluarga,
dan masyarakat
- Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok sasaran
Sekunder Konseling (5240)
- Gunakan alat pengkajian (misalnya, kertas dan pensil, audio-tape, videotape) untuk membantu meningkatkan kesadaran diri pasien dan
pengetahuan konselor terhadap situasi dengan cara yang tepat.
Tersier Kepercayaan mengenai kesehatan (1700)
- Merasakan manfaat [dari tindakan]
- Merasakan peningkatan gaya hidup
Pendidikan kesehatan (5510)
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah prilaku
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
NOC NIC
Primer Status nutrisi (1004)
- Identifikasi asupan gizi - Identifikasi asupan
makanan
Kepercayaan mengenai kesehatan (1700)
- Mendapatkan sumber-sumber untuk melakukan tindakan
- Merasakan pentingnya mengambil tindakan
Manajemen nutrisi (1100)
- Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia (misalnya., peningkatan kalsium, protein, cairan, dan kalori untuk wanita menyusui; peningkatan asupan serat untuk mencegah konstipasi pada orang dewasa yang lebih tua)
Sekunder Monitor nutrisi (1160)
- Monitor kalori dan asupan makanan
- Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan
Tersier Kepercayaan mengenai kesehatan (1700)
- Merasakan manfaat [dari tindakan]
- Merasakan peningkatan gaya hidup
Manajemen nutrisi (1100)
- Tentukan status gizi dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi
- Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
4.5 Implementasi Diagnosa Keperawatan Hari, Tanggal, Waktu Intervensi Implementasi Domain 10. Prinsip Hidup. Kelas 3. Keselarasan Nilai/Keyakina n/Tindakan. Konflik pengambilan keputusan (00083) pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Senin, 11 September 2017, 08.00-selesai Senin, 11 September 2017, 11.00-selesai Konseling (5240) - Sediakan informasi factual yang tepat dan sesuai - Identifikasi adanya perbedaan antara pandangan pasien terhadap situasi dengan pandangan dari tim tenaga kesehatan
- Gunakan alat
pengkajian
(misalnya, kertas dan pensil, audio-tape, videotape) untuk membantu meningkatkan
kesadaran diri pasien dan pengetahuan konselor terhadap situasi dengan cara yang tepat.
Pendidikan kesehatan (5510)
- Identifikasi faktor
internal atau
eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi motiasi untuk berprilaku sehat - Pertimbangkan riwayat individu dalam konteks
personal dan riwayat
sosial budaya
individu, keluarga, dan masyarakat - Tentukan
pengetahuan
kesehatan dan gaya
Konseling (5240)
- Menyediakan informasi factual yang tepat dan sesuai
- Mengidentifikasi adanya perbedaan antara pandangan pasien terhadap situasi dengan pandangan dari tim tenaga kesehatan
- Menggunakan alat
pengkajian (misalnya, kertas dan pensil, audio-tape, videotape) untuk membantu meningkatkan kesadaran diri pasien dan pengetahuan konselor terhadap situasi dengan cara yang tepat.
Pendidikan kesehatan (5510)
- Mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi motiasi untuk berprilaku sehat
- Mempertimbangkan riwayat individu dalam konteks personal dan riwayat sosial budaya individu, keluarga,
dan masyarakat
- Menentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok sasaran
- Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah prilaku
hidup perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok sasaran - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah prilaku Domain 2 Nutrisi. Kelas 1 Makan Ketidakseimba ngan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Selasa, 12 September 2017, 08.00-selesai Selasa, 12 September 2017, 09.00-selesai Manajemen nutrisi (1100) - Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
makanan tertentu
berdasarkan
perkembangan atau usia (misalnya., peningkatan kalsium, protein, cairan, dan kalori untuk wanita menyusui; peningkatan asupan serat untuk mencegah konstipasi pada orang dewasa yang
lebih tua)
- Tentukan status gizi dan kemampuan (pasien)
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
- Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
Monitor nutrisi (1160) - Monitor kalori dan
asupan makanan
- Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan
Manajemen nutrisi (1100)
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia (misalnya., peningkatan kalsium, protein, cairan, dan kalori untuk wanita menyusui; peningkatan asupan serat untuk mencegah konstipasi pada orang dewasa yang lebih tua)
- Tentukan status gizi dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi
- Menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
Monitor nutrisi (1160)
- Memantau kalori dan asupan makanan
- Memantau kecenderungan
terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan pada pasien
4.6 Evaluasi
Berdasarkan hasil wawancara pada masyarkat atas tindakan asuhan keperawatan di desa Sejahtera didapatkan hasil, sebagai berikut:
a. Dianosa keperawatan: Konflik pengambilan keputusan pada agregat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kotrasepsi
S: Dari hasil wawancara beberapa warga yang belum menggunakan alat kontrasepsi telah menggunakan alat kontrasepsi, warga memahami akan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi, beberapa masyarakat mengatakan gaya hidup yang meningkat, dan merasakan manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi.
O: Prosentase penggunaan alat kontrasepsi di desa Sejahtera meningkat, angka kelahiran pada desa Sejahtera menurun dan terkendali
A: Masalah teratasi P: Lanjutkan intervensi
b. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada agregat ibu hamil dari pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi
S: Dari hasil wawancara para ibu hamil di desa Sejahtera mengatakan bahwa telah mengonsumsi makanan bergizi tanpa berpantangan, para ibu hamil mengatakan bahwa merasa lebih sehat dan merasakan manfaat dengan memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan setempat
O: Prosentase ibu hamil dengan anemia di desa Sejahtera menurun, Angka Kematian Ibu (AKI) di Desa Sejahtera menurun.
A: Masalah teratasi P: Lanjutkan intervensi
BAB 5 KESIMPULAN
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang sah terikat oleh suatu pernikahan dimana usia istri antara 15 – 49 dan pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami istri yang usia istrinya antara 15 - 49 tahun yang kemudian dibagi menjadi 3 (tiga ) kelompok yakni: dibawah usia 20 tahun, antara 20 - 35 tahun, usia diatas 35 tahun. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia yang tercatat pada Pendataan Keluarga Tahun 2011 sebanyak 45.189.997 pasangan.Masalah yang dapat dialami oleh pasangan usia subur antara lain masalah yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi, infertilitas, kista, kanker, pernikahan dini dan penyakit menular seksual. Salah satu intervensi nasional pada agregat pasangan usia subur adalah program keluarga berencana (KB), Program ANC, P4K, Program Kunjungan Nifas, dan Program Keluarga Harapan. Keluarga Berencana merupakan suatu usaha untuk merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Peran Perawat Komunitas pada Agregat Pasangan Usia Subur yaitu sebagai care giver, concelor, educator, collaborator, sekaligus consultant.