Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sedang menghadapi tantangan besar untuk dapat menghasilkan individu yang berkualitas dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, pendidik seyogianya memilih strategi yang tepat untuk membelajarkan siswa, sehingga dapat bermakna dan dapat diterapkan secara bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat. Penerapan pengetahuan dan/atau konsep-konsep ilmu pengetahuan alam khususnya biologi di masyarakat merupakan perwujudan dari pengetahuan yang didapatkan siswa di sekolah. Pemilihan strategi pembelajaran biologi oleh tenaga pendidik yang didasarkan pada masalah-masalah sederhana yang terdapat pada kehidupan siswa sehari-hari diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa.
Pendidikan sains merupakan salah satu sarana untuk membentuk manusia berkualitas dalam berpikir dan bertindak sehingga diharapkan mampu melaksanakan peran sebagai warga masyarakat yang baik. Pendidikan sains pada hakikatnya menuntut peserta didik untuk membentuk karakter khususnya karekter pemimpin yang diharapkan oleh suatu bangsa. Melalui pendidikan sains, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, proses berpikir, dan sikap yang diperlukannya dalam pemenuhan tujuan pendidikan nasional. Pengetahuan, proses berpikir, dan sikap yang dimiliki peserta didik merupakan akumulasi dari pengalaman dan proses pendidikan yang telah dilaluinya (Anderson, 2012). Pengetahuan yang dimiliki peserta didik berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkannya dalam menghadapi permasalahan di kehidupan nyata.
Salah satu keterampilan yang seyogianya dimiliki peserta didik untuk dapat bertahan di tengah-tengah masyarakat adalah keterampilan berargumentasi. Keterampilan argumentasi seyogianya menjadi salah satu penentu keberhasilan
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peserta didik menjalankan perannya di masyarakat, karena keterampilan argumentasi berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam membuat keputusan terbaik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya (Erduran et al., 2004). Argumentasi memberikan fondasi untuk pembuatan keputusan, mengambil keputusan terbaik dari seluruh pilihan keputusan yang ada, dan menyadari konsekuensi dari keputusan yang dibuatnya (Udell, 2007).
Keterampilan argumentasi berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam menghadapi masalah yang terjadi di kehidupan bermasyarakat (Acar et al., 2010). Oleh karena itu, keterampilan argumentasi perlu dikembangkan dan menjadi pengalaman belajar yang bermakna dalam pendidikan sains. Keterampilan argumentasi perlu dibekalkan dalam setiap pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Peserta didik seyogianya mendapatkan pengalaman yang bermakna dalam pembelajaran di sekolah sehingga diharapkan dapat menerapkannya pada situasi lain di kehidupan nyata. Keterampilan argumentasi seyogianya dilakukan sejak dini karena jenis keterampilan tersebut bukanlah keterampilan yang dapat diperoleh dengan serta merta melainkan dengan pendidikan yang panjang dan bermakna seperti yang dikemukakan oleh Osborne et al., (2004) bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap kualitas keterampilan argumentasi siswa setelah dilakukan intervensi small group discussion selama dua minggu. Keterampilan argumentasi dalam pembelajaran sains khusunya biologi di sekolah dapat dihubungkan dengan konsep-konsep biologi yang memiliki sifat yang kontroversial seperti kloning, pemanasan global, dan stem sel embrionik. Konsep-konsep tersebut dapat memunculkan perdebatan di ranah publik dan terkadang memiliki pengaruh terhadap keadaan politik dan sosial masyarakat (Sadler & Zeidler, 2005). Permasalahan yang melibatkan ranah sosial dan terkait pada aplikasi prinsip-prinsip dan praktik sains dinamakan isu sosio-saintifik (Sadler & Fowler, 2006).
Isu sosio-saintifik merupakan konteks yang baik untuk melihat kualitas keterampilan argumentasi siswa karena dalam konteks isu sosio-saintifik dapat
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memuat lebih dari satu konsep ilmiah untuk menjelaskan fenomena yang sama (Acar et al. 2010). Isu-isu sosio-saintifik yang dipelajari di sekolah dapat membantu siswa dalam mengembangkan pola pikir yang diwujudkan dalam sebuah argumentasi yang dibuatnya. Pertimbangan dalam hal pembatasan isu sosio-saintifik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hanya mengenai isu kloning pada makhluk hidup karena kloning dianggap isu yang kontroversial dalam masayarakat yang dapat memicu pendapat siswa (Dawson & Venville, 2009). Pemilihan isu kloning yang digunakan sebagai konsep utama dalam pengembangan isu sosio-saintifik dalam penelitian ini dikarenakan isu tersebut diduga dapat memicu argumentasi siswa. Isu kloning dapat dikembangkan menjadi standpoint-standpoint yang bersifat kontekstual dalam kehidupan siswa. Oleh karena itu, isu kloning diharapkan dapat lebih mendorong siswa membentuk suatu pendapat. Sekolah merupakan tempat yang cocok untuk membiasakan siswa berargumentasi mengenai isu sosio-saintifik seperti kloning, tetapi penerapan keterampilan argumentasi yang sebenarnya terhadap isu-isu tersebut berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Keterampilan argumentasi seyogianya dikembangkan di sekolah dengan pembelajaran yang memberi pengalaman yang bermakna. Strategi yang dapat dilakukan yakni melalui penggunaan metode, model, ataupun perangkat pembelajaran lain yang mendukung pengembangan keterampilan argumentasi siswa. Terlepas dari hal tersebut, tidak dapat diabaikan bahwa pola pikir dan pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan akumulasi dari pengalaman hidupnya (Anderson, 2012). Masyarakat tempat siswa bersosialisasi secara langsung atau tidak, dapat mempengaruhi pembentukan keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa. Salah satu faktor yang memberi andil dalam memberikan pengalaman siswa adalah pendidikan informal dalam keluarga yang nampaknya memberikan andil pada perkembangan siswa. Pendidikan dalam keluarga tersebut didasarkan pada budaya yang berlaku dalam masyarakat setempat yang secara langsung atau tidak langsung memberikan kontribusi pula pada perkembangan keterampilan
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
argumentasi siswa. Pendidikan nilai sosial dan budaya bertanggung jawab untuk mengembangkan sikap, nilai, dan moral anak (Hasan, 1996). Budaya pendidikan dalam keluarga nampaknya memberi corak yang berbeda pada perkembangan keterampilan argumentasi anak. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Putra & Rahmania (2006) yang menunjukan bahwa pola asuh berhubungan dengan sifat pemalu pada remaja. Penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan pola asuh keluarga dikaitkan dengan aspek pendidikan yang penting seperti pembentukan akhlak (Winarti, 2011), motivasi berprestasi (Garliah & Nasution, 2005), kemampuan sosialisasi anak (Suharsono et al., 2009; Mustakin, 2013), kecerdasan emosional (Oktafiany et al., 2013), prestasi belajar anak (Yusniyah, 2008), dan agresivitas anak (Aisyah, 2010) telah berhasil mengungkap bahwa pola asuh keluarga sangat berpengaruh pada aspek-aspek penting tersebut. Aspek keterampilan argumentasi yang dikaitkan dengan pola asuh keluarga merupakan kajian yang menarik. Pola asuh yang diterapkan keluarga pada anak-anaknya pasti tidak terlepas dari corak budaya yang menjadi panutan keluarga tersebut, sehingga pola asuh keluarga tidak terlepas dari corak budaya yang melatarbelakangi keluarga tersebut.
Indonesia merupakan negara yang kaya budaya karena memiliki berbagai macam kelompok budaya dengan dasar pemikirannya masing-masing, salah satunya adalah kelompok budaya Sunda yang memiliki budaya khasnya sendiri. Pembentukan keterampilan argumentasi yang dilatarbelakangi faktor budaya tertentu tanpa mengesampingkan andil atau peranan lembaga pendidikan merupakan sebuah aspek menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, pengungkapan keterampilan argumentasi siswa yang dilatarbelakangi oleh corak budaya tertentu yaitu budaya Sunda pada isu sosio-saintifik, dijadikan fokus penelitian. Salah satu kampung adat yang masih memegang erat budaya Sunda adalah Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Oleh karena itu, Kampung Naga diduga cocok untuk menjadi seting penelitian ini. Kampung Naga diduga memiliki karakteristik pola asuh yang khas yang dilatarbelakangi oleh budaya Sunda yang dijunjung
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masyarakatnya. Pemilihan Kampung Naga sebagai tempat / seting penelitian karena dianggap representatif untuk mengungkap segala aspek budaya Sunda yang terkait dengan variabel penelitian ini. Rasionalisasi lain yang melatarbelakangi pemilihan Kampung Naga sebagai seting penelitian adalah ketersediaan akses pendidikan anak-anak usia SMA yang merupakan subjek penelitian. Oleh karena itu, pengungkapan tujuan penelitian di sekitar Kampung Naga diduga akan memberikan gambaran yang utuh mengenai keterampilan argumentasi siswa SMA pada kelompok budaya Sunda.
Penelitian dilakukan di SMA PGRI Salawu karena SMA tersebut diperkirakan representatif untuk mencapai tujuan penelitian. SMA PGRI Salawu merupakan satu-satunya sekolah menengah atas yang berada di kecamatan yang sama dengan Kampung Naga. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa sekolah ini menjadi salah satu alternatif sekolah bagi anak-anak sekitar Kampung Naga. Pemilihan SMA PGRI Salawu dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa sebagian besar siswa berasal atau tinggal di sekitar kampung Naga sehingga diduga cocok untuk mencapai tujuan penelitian. Pertimbangan tersebut juga dilandaskan pada studi pendahuluan yang menunjukan bahwa anak-anak usia SMA sekitar Kampung Naga sebagian besar bersekolah di sekolah tersebut. Pemilihan siswa kelompok budaya Sunda pada penelitian ini didasarkan pada salah satu unsur budaya yang penting yakni unsur bahasa Sunda yang menjadi bahasa ibu para siswa sebagai media komunikasi (Koentjaraningrat, 1982).
Budaya Sunda yang memberikan corak tertentu pada pola pikir peserta didik yang berimbas pada keterampilan argumentasinya dapat digali dan diungkap lebih kaya dengan membandingkan karakteristik peserta didik dalam lingkungan budaya tersebut, seperti gender. Perbedaan gender sebagai salah satu fenomena fundamental yang berkaitan dengan setiap aspek dalam kehidupan sehari-hari (Bussey & Bandura, 1999). Kajian keterampilan argumentasi siswa sekolah menengah atas dengan salah satu dasar pembedanya adalah gender merupakan aspek yang lebih menarik untuk diungkap. Siswa dengan gender yang berbeda
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memiliki kriteria dan karakteristik yang unik. Seperti yang dikemukakan Wright et al. (2000) bahwa etos pendidikan yang dilihat dari aspek gender menunjukkan bahwa siswa laki-laki cenderung mengarah pada kualitas, individualisme, persaingan, dan perbedaan sedangkan perempuan cenderung mengarah pada hubungan personal dan kebersamaan. Karakteristik etos pendidikan yang berbeda berdasarkan perbedaan gender tersebut sangat menarik, sehingga diputuskan gender digunakan sebagai salah satu variabel penelitian. Kemudian lebih jauh perbedaan gender siswa dikaitkan dengan keterampilan argumentasi dan pola asuh keluarga, sehingga diharapkan didapatkan gambaran yang utuh mengenai keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda mengenai isu kloning.
Pengungkapan keterampilan argumentasi siswa pada isu kloning dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam pengembangan keterampilan argumentasi di sekolah. Sekolah-sekolah yang berada dalam naungan (tatar) budaya Sunda khususnya diharapkan dapat lebih efektif dan efisien dalam tujuannya mengembangkan keterampilan argumentasi siswa. Siswa diharapkan memiliki keterampilan argumentasi yang baik dan dapat digunakan dalam menghadapi permasalahan di kehidupan bermasyarakat serta meningkatkan kualitas individu sebagai warga negara. Selain itu, penelitian ini seyogianya dapat menjadi salah satu rujukan bagi pengembangan atau pengungkapan keterampilan berargumentasi pada kelompok budaya lain atau bahkan multikultural.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut. “Bagaimana profil keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dengan perbedaan gender
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga?”
2. Pertanyaan Penelitian
Rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
a. Bagaimana profil keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga? b. Bagaimanakah profil keterampilan argumentasi siswa pada isu
sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender?
c. Apakah terdapat perbedaan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender terkait dengan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga?
C. Batasan Masalah
Supaya permasalahan yang akan dikaji tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah pada beberapa hal.
1. Penjaringan keterampilan argumentasi dilakukan melalui pola argumentasi yang dikemukakan oleh Stephen Toulmin (Toulmin’s Argumentation Pattern) yang terdiri dari data, claim, warrant, backing, qualifier, dan reservation. Penjaringan keterampilan argumentasi dilakukan melalui wawancara argumentasi untuk menjaring keterampilan argumentasi lisan siswa dan melalui lembar argumentasi untuk menjaring keterampilan argumentasi tertulis siswa. Keterampilan argumentasi yang dijaring melalui instrumen penelitian mengesampingkan kedalaman konten materi yang dikuasai siswa.
2. Isu sosio-saintifik yang diangkat dalam penelitian ini dibatasi pada isu kloning yang kemudian ditilik tipe penalaran informal siswa dalam membentuk argumen mengenai isu tersebut tanpa melihat pemahaman konsep yang dikuasai siswa.
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Gender dalam penelitian ini didefinisikan sebagai perbedaan jenis kelamin siswa dan lebih lanjut dijaring kesadaran gender keluarga dalam mendidik anaknya melalui angket kesadaran gender keluarga ditambah dengan catatan lapangan sebagai triangulasi data.
4. Pola asuh keluarga dijaring melalui angket tipe pola asuh yang diberikan kepada siswa dan orang tua siswa ditambah dengan hasil catatan lapangan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengungkap gambaran keterampilan argumentasi siswa sekolah menengah atas pada isu sosio-saintifik dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini mencakup beberapa hal.
1. Mendapatkan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga. 2. Mengungkap profil keterampilan argumentasi siswa pada isu
sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender.
3. Melihat perbedaan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik berdasarkan gender terkait dengan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak.
1. Bagi guru
a. Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi untuk memberikan pengembangan keterampilan argumentasi yang tepat dalam pembelajaran.
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Kajian penelitian dapat memberikan informasi mengenai keterampilan argumentasi siswa sehingga diharapkan menjadi landasan berpikir untuk pengembangannya.
c. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai keterampilan argumentasi siswa berdasarkan perbedaan gender dan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga untuk dijadikan landasan pengembangan dalam pembelajaran.
2. Bagi siswa
a. Kajian penelitian dapat memberikan pengetahuan diri tentang keterampilan argumentasi yang dimilikinya sehingga dapat digunakan dalam pengembangan diri.
b. Hasil penelitian dapat memberikan kesadaran diri mengenai kaitan budaya dengan pembentukan keterampilan argumentasinya sehingga dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Bagi peneliti
a. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga sehingga dapat digunakan untuk bekal pengetahuan sebagai calon pendidik khususnya di tatar Sunda.
b. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa berdasarkan perbedaan gender sehingga dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
c. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran perbedaan keterampilan argumentasi siswa berdasarkan gender terkait dengan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga sehingga dapat digunakan untuk bekal pengetahuan sebagai calon pendidik.
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4. Bagi peneliti lain
a. Kajian penelitian dapat memberikan gambaran mengenai profil keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga.
b. Hasil penelitian digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai keterampilan argumentasi pada topik lain.
c. Hasil penelitian digunakan sebagai pembanding dan acuan dalam penelitian sejenis yang dilakukan pada latar belakang budaya lain.
F. Organisasi Penulisan
Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan kesimpulan dan saran. Bab pertama pendahuluan, menyajikan latar belakang penelitian mengenai keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda mengenai isu sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender dan pola asuh keluarga. Pendahulan dimaksudkan memberikan gambaran umum penelitian berupa urgensi keterampilan argumentasi dalam pendidikan khususnya pendidikan sains. Rumusan masalah penelitian dijadikan acuan agar pembahasan terfokus pada arah yang jelas. Tujuan penelitian mengemukakan secara tegas garis-garis besar tujuan yang ingin dicapai dan manfaat penelitian bagi unsur-unsur terkait seperti sekolah, guru, siswa, dan peneliti lain.
Bab kedua kajian pustaka, menyajikan dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian penelitian. Dasar teori meliputi keterampilan argumentasi, pola asuh kelompok budaya Sunda, isu kloning sebagai isu sosio-saintifik yang kontroversial, dan perbedaan gender dalam pendidikan.
Bab ketiga metode penelitian, menyajikan metode yang dipergunakan dalam penelitian dan alasan-alasan menggunakan metode tersebut. Metode
Bambang Ekanara, 2014
Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian case study dengan analisis data kualitatif secara induktif.
Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan, menyajikan hasil yang didapat dengan menggunakan metode yang telah digunakan. Hasil penelitian meliputi hasil studi pendahuluan, profil keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda beserta pola penalaran informal yang dilakukan dalam membentuk argumentasi mengenai isu kloning, pola asuh keluarga, dan kesadaran gender keluarga. Pembahasan dilakukan untuk menganalisis dan menghubungkan hasil penelitian dengan teori dan konsep ilmiah yang terdapat pada kajian pustaka.
Bab kelima kesimpulan dan saran, menyajikan jawaban atas masalah yang dikemukakan dalam bab pertama dan saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan ketarmpilan argumentasi siswa.