• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Semua orang percaya, jika ada yang mengatakan bahwa tanpa manusia tidak satu pun perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya. Untuk mencapai tujuannya, organisasi akan menghadapi persoalan terkait dengan keterbatasan berbagai unsur sumber daya: manusia sebagai pekerja memiliki keterbatasan fisik; uang sebagai modal sering kali kurang; material sebagai bahan baku proses atau produksi bermasalah dengan ketersediannya; metode sebagai panduan untuk menyelesaikan pekerjaan masih bergantung pada pemahaman dan kemampuan pengelola; mesin sebagai alat produksi bergantung pada kemampuan kapasitas produksi; pasar sebagai tempat untuk menawarkan produk-produk perusahaan juga bergantung pada permintaan konsumen. Oleh karena itu, organisasi harus mencari cara terbaik yang bisa dilakukan, seperti dengan mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki, agar tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Karyoto (2016:2), dari uraian di atas secara sederhana dapat disimpulkan bahwa:

“Manajemen adalah suatu proses pengelolaan sumber daya utuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai”.

Beberapa ahli mendeskripsikan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni, seperti yang diungkapkan George R. Terry dalam Emron Edison, et al. (2016:4), bahwa:

“Seorang manajer adalah seorang ilmiawan dan seorang seniman. Untuk situasi tertentu ilmu pengetahuan dapat mengurangi jumlah seni manajemen yang diperlukan, tetapi hal itu tidak pernah dapat mengeliminasinya. Seni manajemen senantiasa ada”. Sedangkan menurut Amirullah Haris Budiono dalam Karyoto (2016:2), mendefinisikan bahwa:

“Manajemen mengacu pada suatu proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain”.

2.1.2 Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh para manajer sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi (Karyoto, 2016:4). Fungsi manajemen tidak hanya dilakukan oleh manajer atas seperti pemimpin organisasi, tetapi juga oleh manajer menengah dan manajer bawah.

Di dalam manajemen terdapat atau terdiri dari fungsi-fungsi manajemen. Secara umum fungsi manajemen terdiri dari 4 (empat) aspek (Kasmir, 2016:10) yaitu:

(2)

15 1. Perencanaan

2. Pengorganisasian 3. Pelaksanaan 4. Pengawasan

Sedangkan secara khusus fungsi manajemen terdiri dari 5 (lima) aspek yaitu: 1. Perkiraan

Pengertian perkiraan adalah kegiatan untuk memperkirakan segala sesuatu yang akan terjadi sebelum melakukan perencanaan. Perkiraan kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang berdasarkan berbagai pertimbangan. Perkiraan dibutuhkan sebelum membuat suatu perencanaan, sehingga rencana dibuat dengan asumsi-asumsi tertentu. 2. Perencanaan

Perencanaan merupakan kelanjutan dari kegiatan setelah mampu memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Perencanaan adalah proses untuk menyusun suatu kegiatan dalam periode tertentu, termasuk target yang akan dicapai.

3. Pengorganisasian

Setelah perencanaan disusun dan menghasilkan berbagai rencana, maka langkah selanjutnya adalah membentuk organisasi, sehingga menghasilkan struktur organisasi. Di dalam struktur organisasi sudah dibuatkan pekerjaan (job) masing-masing atau jabatan yang dibutuhkan. Masing-masing jabatan yang berisi tugas wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing.

4. Pelaksanaan

Fungsi selanjutnya adalah melaksanakan rencana yang telah disusun dengan melakukan Staffing dan Directing. Staffing merupakan proses untuk menempatkan orang-orang pada tugas atau tempat yang telah ditetapkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya. Directing merupakan kegiatan mengarahkan tenaga kerja yang telah ditempatkan untuk melaksanakan pekerjaan.

5. Pengendalian

Pengendalian merupakan kegiatan untuk mengawasi kegiatan yang sudah direncanakan agar berjalan pada jalur yang telah disusun. Tujuannya adalah agar jangan sampai terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Pada tingkat mikro, persaingan bisnis meningkat akan mendorong perusahaan untuk memasukkan isu sumber daya manusia ke dalam strategi pengembangan perusahaan. Daya saing perusahaan akan sangat ditentukan oleh kompetensi sumber daya manusia yang dimilikinya. Kemampuan pekerja yang dimiliki untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan menjadi sumber keunggulan kompetitif yang sangat penting. Untuk mencapai

(3)

16

tujuan-tujuannya, sebuah organisasi harus memiliki individu-individu dengan kompetensi unggul, yang tersedia pada saat dan tempat yang tepat. Ini diwujudkan melalui aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia, yang secara ringkas dapat dikatakan sebagai upaya pendayagunaan sumber daya manusia. Untuk memperoleh laba seperti yang diinginkan, maka perusahaan harus didukung seluruh sumber daya yang dimilikinya, baik berupa sumber daya aset (harta) maupun sumber daya manusianya. Yang paling penting dalam hal ini adalah dukungan dari seluruh sumber daya manusia yang dimilikinya, sebab sumber daya manusia merupakan motor penggerak seluruh aktivitas perusahaan.

2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memusatkan perhatian pada unsur manusia dalam organisasi. Manajemen sumber daya manusia telah didefinisikan dalam berbagai cara. Menurut Marwansyah (2014:24), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah:

“Pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial”.

Menurut Kasmir (2016:6), menyatakan bahwa:

“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses pengelolaan manusia, melalui perencanaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan, pemberian kompensasi, karier, keselamatan dan kesehatan serta menjaga hubungan industrial sampai pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan stakeholder”.

Menurut Noe dalam Kasmir (2016:6), menyebutkan bahwa:

“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagaimana memengaruhi perilaku, sikap dan kinerja karyawan melalui kebijakan dan sistem yang dimiliki oleh perusahaan”.

Dari pengertian ini bahwa manusia memiliki andil dalam mencapai tujuan perusahaan, baik melalui pertumbuhan laba atau asset. Untuk mencapai tujuan tersebut seluruh sumber daya manusia haruslah diatur sedemikian rupa sehingga termotivasi untuk bekerja dan memiliki kinerja yang diinginkan.

2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Kegiatan pengelolaan sumber daya manusia haruslah dilakukan melalui proses yang benar. Dengan mengikuti proses pengelolaan yang benar maka pencapaian tujuan mudah pula dicapai. Proses pengelolaan tersebut kita kenal dengan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.

(4)

17 1. Analisis Jabatan

Kegiatan analisis jabatan adalah mengumpulkan berbagai informasi untuk kebutuhan suatu pekerjaan. Analisis jabatan disusun sesuai dengan jabatan yang ada di dalam struktur organisasi perusahaan. Penyusunan analisis jabatan harus dilakukan secara sungguh-sungguh agar apa yang seharusnya dikerjakan terakomodasi seluruhnya. 2. Perencanaan Sumber Daya Manusia

Langkah ini merupakan langkah untuk merencanakan jumlah dan kualitas sumber daya yang harus disediakan, baik sekarang maupun untuk dimasa yang akan datang. Perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dalam jangka panjang ataupun dalam jangka pendek.

3. Penarikan Pegawai

Rekrutmen dilakukan dalam rangka memperoleh dan memiliki sumber daya manusia yang loyal dan berkualitas sangat menentukan maju dan mundurnya suatu usaha. Kebutuhan tenaga kerja secara mudah diadakan apabila jumlahnya sedikit dan dapat diisi dari orang dalam. Namun, apabila jumlah yang dibutuhkan banyak atau memiliki persyaratan khusus maka perlu diisi oleh orang luar perusahaan melalui rekrutmen. 4. Seleksi

Proses seleksi dapat dimulai dari seleksi surat lamaran, yaitu dengan melihat dokumen-dokumen yang ada pada surat lamaran. Tujuan seleksi adalah untuk memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. Tujuan lainnya untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas dan loyal pada perusahaan.

5. Pelatihan dan Pengembangan

Tujuan pelatihan adalah membiasakan karyawan baru dalam bekerja di lingkungan barunya, sekaligus menambah dan mengasah kemampuan yang belum dimilikinya. Khusus bagi karyawan lama perlu dilakukan pengembangan diri karyawan, baik melalui pendidikan, promosi dan rotasi pekerjaan. Tujuannya adalah agar karyawan mampu untuk menambah kemampuannya atau menambah bidang kerja lainnya sehingga memiliki kemampuan yang lebih banyak.

6. Evaluasi Kinerja

Selama bekerja, setiap karyawan harus dievaluasi kinerjanya masing-masing. Penilaian kinerja dapat dilakukan melalui hasil kerja atau kinerja perilaku. Kinerja yang diperoleh hasil kerja karyawan yang bersangkutan apakah sudah mencapai standar yang ditetapkan atau belum. Jika memenuhi standar atau melebihi berarti karyawan yang bersangkutan memiliki kinerja yang baik, demikian pula sebaliknya, jika belum memenuhi, maka perlu dievaluasi kemampuan kerjanya.

(5)

18

Kompensasi merupakan balas jasa yang diperoleh seseorang atas pekerjaan yang sudah dilakukannya. Kompensasi diberikan atas dasar prestasi karyawan melalui penilaian prestasi kerja. Terdapat dua jenis kompensasi yaitu kompensasi keuangan dan kompensasi non keuangan.

8. Jenjang Karier

Karier merupakan perjalanan kerja seseorang selama dia bekerja. Perencanaan karier harus dilakukan mulai dari jenjang karier dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Untuk mencapai jenjang karier pada tingkat tertentu diperlukan berbagai persyaratan sesuai dengan jenjang kariernya. Jenjang karier yang dapat diperoleh adalah kenaikan jabatan atau kenaikan pangkat/golongan.

9. Keselamatan dan Kesehatan

Keselamatan dan Kesehatan merupakan fungsi MSDM yang juga penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Keselamatan dan kesehatan kerja merujuk kepada kondisi-kondisi fisik dan mental karyawan yang diakibatkan oleh lingkungan kerja. 10. Hubungan Industrial

Hubungan industrial atau tenaga kerja merupakan fungsi MSDM yang digunakan untuk menjembatani kepentingan dan keinginan kedua belah pihak antara karyawan di satu pihak dan manajemen di pihak yang lain. Dalam hal ini jika terjadi perselisihan antara pekerja dengan manajemen maka haruslah diselesaikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah, melalui hubungan industrial.

11. Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja ini bisa disebabkan oleh berbagai alasan atau sebab yang alamiah seperti tibanya masa pensiun, permintaan pengunduran diri karena alasan pribadi dan pemecatan karena melakukan kesalahan.

2.3 Kepuasan Kerja

Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda- beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.

2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

(6)

19 ahli, yang diantaranya adalah sebagai berikut,

Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2011) kepuasan kerja adalah tingkat perasaaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan bagaimana seorang pekerja merasakan tentang pekerjaannya serta apa yang seorang pekerja pikirkan tentang pekerjaannya.

Sedangkan, menurut Robbins dan Judge (2011) istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya tersebut. Sebaliknya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya.

Kemudian, Kreitner dan Kinicki (2010) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang. Definisi ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal. Melainkan, seorang pekerja dapat secara relatif puas pada satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan aspek lainnya.

Berdasarkan definisi-definisi kepuasan kerja yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya, baik secara keseluruhan maupun terhadap tiap- tiap aspek dalam pekerjaan sebagai hasil penilaian dan perbandingan yang dilakukan individu terhadap pekerjaan yang akan mengarahkannya pada tingkah laku tertentu.

2.3.2 Teori Kepuasan Kerja

1. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam, adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equtiy – in – equity. Wexley dan Yuki mengemukakan bahwa “Input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job” yang artinya, input adalah semua nilai yang diterima seorang karyawan untuk dapat menunjang pelaksanaan kerja. Seperti, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. “Outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job” yang artinya, outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan oleh karyawan. Seperti gaji atau upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.

Sedangkan, “Comparison person mey be someone in the same organization, someone in a different organization, or even the person him self in a previous job”

(7)

20

yang artinya, comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.

Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya seorang karyawan merupakan hasil perbandingan input–outcome karyawan lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi ketidakseimbangan (inequity) dapat menyebabkan 2 (dua) kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau (comparison person).

2. Teori Perbedaan (Discrepancy Person)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapakan oleh karyawan. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih kecil dari pada apa yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas. 3. Opponent – Process Theory

Teori ini dikemukakan oleh Landy dalam Gibson yang menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosional artinya, perasaan puas atau tidak puas merupakan masalah emosional. Rasa puas atau tidak puas seseorang atau individu sangat ditentukan oleh sejauh mana penghayatan emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Bila situasi dan kondisi yang dihadapi dapat memberikan keseimbangan emosional maka orang tersebut akan merasa puas. Sebaiknya bila situasi dan kondisi yang dihadapi menimbulkan ketidakstabilan emosi maka orang tersebut akan merasa tidak puas. 4. Teori Herzberg

Herzberg seperti yang dikutip oleh Gibson mengembangkan teori 2 (dua) faktor. Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor- faktor ekstrinsik. Kesimpulan hasil penelitian Herzberg adalah sebagai berikut:

(1) Terdapat sekelompok kondisi ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi: gaji atau upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi,

(8)

21

dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas. (2) Terdapat sekelompok kondisi intrinsik yang meliputi prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan. Apabila kondisi intrinsik ini dipenuhi organisasi atau perusahaan maka karyawan akan mengalami kepuasan kerja.

Terdapat beberapa teori tentang kepuasan kerja, namun inti dari semua teori tersebut adalah bahwa kepuasan kerja dinilai dari perbandingan antara hasil yang diterima oleh pekerja dengan harapan pekerja terhadap hasil tersebut. Terdapat beberapa aspek yang menjadi penentu dari kepuasan kerja. Aspek-aspek tersebut dapat berasal dari dalam diri pekerja seperti prestasi pekerja itu sendiri dan dari luar pekerja seperti gaji atau upah yang diperoleh pekerja.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Moh. As’ad (dalam Wibowo, 2015) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yang diantaranya adalah sebagai berikut,

1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, dan perasaan kerja. 2. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan

kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, dan kesehatan karyawan.

3. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, serta promosi.

4. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasan, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

2.3.4 Dampak Kepuasan Kerja & Ketidakpuasan Kerja

Kepuasan kerja dirasa penting karena sesuatu yang dirasakan oleh individu, baik puas atau tidak puas terhadap pekerjaan mereka tetap akan memberikan dampak tidak hanya terhadap individu itu sendiri melainkan pada rekan kerja, kelompok, tim kerja, atasan hingga organisasi secara menyeluruh. Berikut ini adalah beberapa dampak kepuasan kerja yang diantaranya adalah,

1. Dampak Terhadap Kinerja

Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja dapat dijelaskan dengan dua model, yaitu kepuasan dapat menyebabkan kinerja yang lebih baik atau kinerja dapat menentukan kepuasan kerja. Pada model pertama, individu yang menyukai pekerjaannya akan bekerja dengan lebih baik, oleh karena itu ia menampilkan

(9)

22

pekerjaannya dengan baik pula. Sedangkan pada model yang kedua individu yang menampilkan pekerjaannya dengan baik, akan menerima imbalan dari organisasi dan imbalan itulah yang meningkatkan kepuasan kerja.

2. Dampak Terhadap Kesehatan Fisik dan Kesejahteraan Psikologis

Hasil dari penelitian longitudinal menunjukkan bahwa pengukuran kepuasan kerja merupakan peramal yang baik untuk rentang umur kehidupan (Munandar, 2008). Kepuasan kerja menunjang fungsi fisik dan mental. Adapun kepuasan merupakan tanda dari kesehatan. Apabila tingkat kepuasan kerja meningkat maka fungsi fisik dan mental juga akan meningkat. Apabila tingkat kepuasan kerja menurun, maka fungsi fisik dan mental juga akan menurun.

3. Dampak Terhadap Kepuasan Hidup Karyawan

Kepuasan hidup merupakan perasaan seseorang secara umum terhadap dirinya yang merefleksikan kesejahteraan emosional. Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya, maka mempunyai berkemungkinan besar puas dengan kehidupannya secara umum.

4. Dampak Terhadap Absensi & Turnover

Kepuasan kerja berperan dalam keputusan karyawan untuk absen dalam bekerja. Karyawan yang kurang menyukai pekerjaannya, yang mereka lakukan adalah berusaha menghindar untuk datang bekerja. Kepuasan kerja juga berkorelasi dengan intensi karyawan untuk berhenti bekerja. Tingkat kepuasan kerja yang rendah memiliki intensi yang lebih besar untuk berhenti bekerja. Ketidakhadiran dan berhenti bekerja dari perusahaan adalah dua hal yang saling berkaitan dengan motivasi untuk menghindari pekerjaan yang tidak memuaskan.

2.3.5 Dimensi Kepuasan Kerja

Colquitt, LePine, dan Wesson (2011) merumuskan dimensi kepuasan kerja dalam 5 (lima) indikator yang diantaranya adalah sebagai berikut,

1. Pekerjaan / Jenis Pekerjaan (Work It Self)

Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

2. Hubungan Dengan Atasan (Supervision)

(10)

23

rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu karyawan untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

3. Teman Kerja (Co-Workers)

Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara karyawan dengan atasan dan dengan karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.

4. Promosi (Promotion)

Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

5. Gaji atau Upah (Pay)

Gaji atau upah merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup karyawan yang dianggap layak atau tidak.

2.4 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana pegawai melakukan aktifitas kerja setiap hari (Mardiana, 2005). Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk bekerja secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Lebih jauh lagi lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.

Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.

2.4.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang lingkungan kerja yang dikemukakan para ahli yang diantaranya sebagai berikut

Menurut Nitisemito (2001) “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Sebagai peneliti Terence R. Mitchell 1982 (dalam Junaidin, 2006) menemukan

(11)

24

bahwa orang-orang di dalam organisasi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk interaksi interpersonal karena hubungan sosial antara manusia selalu terjadi di lingkungan kerja. Hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan.

Menurut sarwono (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawa/karyawan melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat berkerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.

Menurut Sedarmayati (2009: 21) definisi lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan oleh para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja pada dasarnya berkaitan dengan elemen-elemen atau berbagai macam faktor yang ada di sekitar karyawan saat melakukan pekerjaannya, yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap performa karyawan dalam perusahaan.

2.4.2 Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni lingkungan kerja fisik, dan lingkungan kerja non fisik.

1. Lingkungan Kerja Fisik

Menurut Sedarmayanti (2001:210, lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu :

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti : pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran, mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain. Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan,

(12)

25

maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak dapat terdeteksi oleh panca indera manusia, namun dapat dirasakan. Menurut Sedarmayanti (2001:31) lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan baawahan.

Sedangkan menurut Newstorn (1996:469-478) ada dua pengelompokan yaitu : 1. Kondisi Fisik Dari Lingkungan Kerja

Kondisi fisik menurut Newstorm adalah faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku para pekerja seperti kondisi fisik, dimana yang termasuk didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi, ciri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada atau tidaknya seni dalam bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja.

2. Kondisi Psikologis Dari Lingkungan Kerja

Menurut Newstorm (1996:494) kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja.

2.4.3 Faktor-faktor Lingkungan Kerja

A. Faktor Lingkungan Kerja Fisik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik, seperti yang dikemukakan Sedarmayanti (2009) dalam Mahmud et al (2011) mengemukakan faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan diantaranya adalah,

1. Penerangan / cahaya di tempat kerja 2. Temperatur / suhu udara di tempat kerja 3. Kelembaban di tempat kerja

4. Sirkulasi udara di tempat kerja 5. Kebisingan ditempat kerja

(13)

26 6. Getaran mekanis di tempat kerja

7. Bau tidak sedap ditempat kerja 8. Tata warna ditempat kerja 9. Dekorasi ditempat kerja 10. Musik di tempat kerja 11. Keamanan di tempat kerja

B. Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik

Beberapa macam lingkungan kerja yang bersifat lingkungan kerja yang bersifat non fisik menurut Wursanto (2009) dalam Mahmud (2011) disebutkan yaitu :

1. Perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya 2. Loyaitas yang bersifat dua dimensi

3. Perasaan puas dikalangan pegawai 2.4.4 Dimensi Lingkungan Kerja Non Fisik

Dimensi lingkungan kerja non fisik dapat dilihat dari faktor lingkungan kerja non fisik, menurut Wursanto (2009) dalam Mahmud (2011) disebutkan yaitu :

1. Perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya 2. Loyalitas yang bersifat dua dimensi

3. Perasaan puas dikalangan pegawai

Dari ke tiga jenis dimensi lingkungan kerja non fisik tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perasaan aman pegawai

Perasaan aman pegawai merupakan rasa aman dari berbagai bahaya yang dapat mengancam keadaan diri pegawai. Wursanto (2009) dalam Mahmud (2011:5), perasaan aman tersebut terdiri dari sebagai berikut,

a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugasnya b. Rasa aman dari pemutusan hubungan kerja yang dapat mengancam

penghidupan diri dan keluarganya

c. Rasa aman dari bentuk intimidasi ataupun tuduhan dari adanya kecurigaan antar pegawai.

2. Loyalitas pegawai

Loyalitas merupakan sikap pegawai untuk setia terhadap perusahaan atau organisasi maupun terhadap pekerjaan yang menjadi tanggungj awabnya. Loyalitas ini terdiri dari dua macam, yaitu loyalitas yang bersifat vertikal dan horizontal.Loyalitas yang

(14)

27

bersifat vertikal yaitu loyalitas antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya antara atasan dengan bawahan.

3. Kepuasan pegawai

Kepuasan pegawai merupakan perasaan puas yang muncul dalam diri pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Perasaan puasini meliputi kepuasan karena kebutuhannya terpenuhi, kebutuhansosialnya juga dapat berjalan dengan baik, serta kebutuhan yangbersifat psikologis juga terpenuhi. Lingkungan kerja non fisik tersebut merupakan lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh pegawai.Karena itu, lingkungan kerja yang dapatmemberikan perasaan-perasaan aman dan puas dapat mempengaruhi perilaku pegawai ke arah yang positif sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Wursanto (2009) bahwa “tugas pimpinan organisasi adalah menciptakan suasana kerja yang harmonis dengan menciptakan human relations sebaik-baiknya”. Karena itulah, maka pimpinan menjadi faktor yang dapat menciptakan lingkungan kerja non fisik dalam lingkup organisasi. 2.5 Beban Kerja

Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Banyak ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Ia merupakan suatu konsep yang multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai definisi yang tepat (Cain, 2007).

2.5.1 Pengertian Beban Kerja

Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang beban kerja dari beberapa ahli, yang diantaranya adalah sebagai berikut,

Menurut kesimpulan Dhania (2010) menyebutkan beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang membutuhkan keahlian dan harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk fisik ataupun psikis.

Sedangkan menurut Irwandy 2006 menyatakan beban kerja adalah frekuensi rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.

Selanjutnya menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan / unit organisasi dan merupakan hasil kali volume kerja dan norma waktu (Utomo,2008).

Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efesiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban

(15)

28

kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia (menpan, 1997, dalam Utomo, 2008).

Dengan dikemukakannya beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa beban kerja merupakan sejauh mana kapasitas individu pekerja dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, yang dapat diindikasi dari jumlah pekerjaan yang harus dilakukan, waktu / batasan waktu yang dimiliki oleh pekerja dalam menyelesaikan tugasnya serta pandangan subjektiv individu tersebut mengenai pekerjaan yang diberikan kepadanya.

2.5.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Rodahl (1989) dan Manuaba (2000, dalam Prihatini, 2007), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

1) Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :

a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis

Ketiga aspek ini disebut wring stresor 2) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (Motivasi, presepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.5.3 Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik mapun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah

(16)

29

marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerjaan (Manauba, 2000, dalam Prihatini, 2007)

2.5.4 Dimensi Beban Kerja

Menurut Munandar (2001:381-384) mengklasifikasikan beban kerja kedalam faktor-faktor intrinsik kedalam pekerjaan sebagai berikut :

a. Tuntutan Fisik

Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologi seseorang. Dalam hal ini bahwa kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan , selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja yang nyaman dan memadai.

b. Tuntutan Tugas

Kerja shif/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban kerja dapat dibedakan menjadi dua katagori yaitu :

 Beban kerja terlalu banyak/sedikit “ Kuantitatif” yang timbul akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.

 Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit Kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melaksanakan suatu tugas atau melaksanakan tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja.

Beban kerja terlalu sedikit dapat menyebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah kesemangat dan motivasi yang rendah untuk kerja, karena pegawai akan merasa bahwa dia tidak maju maju dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland & Cooper) dalam (Munandar 2001:387).

Selanjutnya Moekijat (1995:44) mengemukakan, bahwa dalam memberikan informasi tentang syarat-syarat tenaga kerja secara kualitatif, serta jenis-jenis jabatan dan pegawai yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas. Di samping itu dinyatakan pula, bahwa jumlah

(17)

30

waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah sama dengan jumlah keempat (4) waktu berikut :

1. Waktu yang sungguh-sungguh digunakan untuk bekerja, yakni waktu digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan produksi (waktu lingkaran, atau waktu baku atau dasar).

2. Waktu yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan produksi (bukan lingkaran atau non-cyclical time).

3. Waktu untuk menghilangkan kelelahan (fatigue time). 4. Waktu untuk keperluan pribadi (personal time).

Oleh karena itu Jumlah orang yang diperlukan untuk menyelesaikan jabatan atau pekerjaan sama dengan jumlah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dibagi dengan waktu yang diberikan kepada satu orang. Namun demikian, untuk menentukan jumlah orang yang diperlukan secara lebih tepat, maka jumlah tersebut perlu ditambah melalui analisis beban kerja pegawai.

Sedangkan menurut Tarwaka (2011:131) pengukuran kerja bisa dilakukan melalui pengukuran kerja mental secara subjektif (Subjective Methode) salah satunya menggunakan teknik Beban Kerja Subjectif (Subjective Workload Assesment technique-SWAT) dalam metode SWAT performasi kerja manusia terdiri dari tiga (3) dimensi ukuran beban kerja yang dihubungkan dengan performasi, yaitu :

1. Beban waktu (time load) menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja.

2. Beban usaha mental (mental effort load) yaitu berarti banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Beban tekanan Psikologis (psychological stress load) yang menunjukan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penyusunan penelitian ini didukung dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai variabel lingkungan kerja, variabel beban kerja, dan variabel kepuasan kerja. Penelitian terdahulu menjadi penting karena berperan sebagai dasar landasan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Berikut ini terdapat analisis singkat beberapa penelitian terdahulu yang diantaranya adalah sebagai berikut,

(18)

31 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian Kesimpulan Tahun Penelitian 1. Mukti wibowo et al (2014) Hubungan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kandatel Malang Variabel Independen : 1. Lingkungan Kerja Variabel Dependen : 2. Kepuasan Kerja

Variabel lingkungan kerja fisik dan non-fisik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil pengujian analisis regresi linier berganda diperoleh nilai F hitung sebesar 32,75, sedangkan f tabel pada tingkat signifikansi 5%. Menunjukan nilai sebesar 3,156. Dan hasil uji parsial menunjukan bahwa baik lingkungan kerja fisik maupun non fisik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 2. Annisa Queent arina Kinanti (2012) Hubungan lingkungan kerja dengan kepuasan kerja pada divisi sumber daya manusia PT.Surveyor Indonesia Variabel Independen : 1. Lingkungan Kerja Variabel Dependen : 2. Kepuasan Kerja

Lingkungan kerja memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif terhadap kepuasan kerja pegawai pada divisi sumber daya manusia pada PT Surveyor Indonesia. Uji Z juga menunjukan bahwa Ho ditolak, yang menandakan terdapat hubungan antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja pada divisi sumber daya manusia PT Surveyor Indonesia.

(19)

32 No.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian Kesimpulan Tahun Penelitian 3 Putu Melati Purbaning rat (2015) Pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja dengan stres kerja sebagai variabel mediasi Variabel Independen : 1. Beban kerja Variabel Dependen : 2. Kepuasan Kerja Variabel Mediasi : 3. Stres kerja Beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dengan stress kerja sebagai variabel mediasi. Beban kerja berpengaruh positif terhadap stres kerja pada PT. Lianinti Abadi di Denpasar. Beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pada PT. Lianinti abadi di Denpasar. 4 I Gede Mahendra wan (2015) Pengaruh beban kerja dan kompensasi terhadap kepuasan kerja PT.Panca Dewata Denpasar Variabel Independen : 1. Beban kerja 2. Kompensasi Variabel Dependen : 2. Kepuasan Kerja

Variabel beban kerja

berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pada PT. PD yang memiliki arti semakin besar beban kerja yang

dirasakan oleh karyawan maka akan semakin menurun

kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan dan variabel kompensasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan yang memiliki arti semakin sesuai

kompensasi dengan pekerjaan yang diberikan oleh

perusahaan kepada karyawan, maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan.

2.7 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Sekaran (dalam Sugiyono, 2013) mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang penulis teliti.

(20)

33

Terdapat banyak faktor yang menjadi alat ukur untuk mencapai kepuasan kerja seorang karyawan. Namun, hal tersebut seperti yang sudah dijelaskan bergantung pada nilai dari masing-masing karyawan sendiri. Dari banyak variabel yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, diduga terdapat beberapa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan dengan kepuasan kerja. Diantaranya adalah lingkungan kerja dan beban kerja.

Sedarmayati (2009: 21) mendefinisikan lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk bekerja secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Lebih jauh lagi lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.

Sedangkan beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Menurut Dhania (2010) menyebutkan beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang membutuhkan keahlian dan harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk fisik ataupun psikis. Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap organisai, karena beban kerja sehari-hari akan berpengaruh kepada kepuasan kerja. Hal tersebut dinyatakan oleh Mustapha (2013) bahwa karyawan lebih puas ketika mereka diberikan beban kerja yang lebih rendah. Dan kepuasan kerja yang lebih rendah ditemukan pada beban kerja yang lebih tinggi (Mansoor, 2011).

Pada hakikatnya bekerja merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tujuannya adalah untuk memperoleh imbalan yang sesuai dan berguna untuk mencukupi kebutuhannya. Salah satunya adalah kebutuhan akan rasa nyaman ketika melakukan pekerjan itu sendiri, hal ini yang mendukung bahwa perlu adanya lingkungan kerja yang baik serta beban kerja yang sesuai bagi para pegawai didalam suatu organisasi untuk menukung kepuasan kerja pegawai, sehingga dengan itu organisasi akan merasakan sikap poitif dari para pegawainya yang tentu untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi.

(21)

34 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Divisi Pemadaman DPPK Kota Bandung

Tuntutan Kerja Atasan & Rekan

Kerja

Beban Kerja Lingkungan Kerja

Non Fisik 1. Beban waktu (time load) 2. Beban usaha mental (mental effort load) 3. Beban tekanan psikologis (psychological) 1. Perasaan aman 2. Loyalitas 3. Perasaan puas Kepuasan Kerja 1. Work it sef 2. Supervision 3. C0-workers 4. Promotion 5. pay

(22)

35

Kepuasan kerja yang didapatkan oleh seorang pegawai sangatlah penting untuk mendorong dirinya merasakan hal-hal yang positif, sehingga dapat berdampak positif pula terhadap pekerjaannya. Hal ini tentu akan mendorong perusahaan mencapai tujuannya dengan karyawan yang memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya.

Untuk mencapai kepuasan kerja pada karyawan, perusahaan dapat melakukan berbagai cara serta memperhatikan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.salah satunya adalah lingkungan kerja, baik lingkungan kerja fisik maupun non fisik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al (2014) tentang pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan yang dilakukan pada karyawan PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kendatel Malang menyatakan bahwa variabel lingkungan kerja fisik dan non-fisik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil pengujian anaisis regresi linier berganda diperoleh nilai F hitung sebesar 32,75, sedangkan F tabel pada tingkat signifikansi 5% menunjukan nilai sebesar 3,156. Hasil uji parsial menunjukan bahwa baik lingkungan kerja fisik dan non-fisik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Kinanti (2012) tentang hubungan lingkungan kerja dengan kepuasan kerja pada divisi sumber daya manusia PT.Surveyor Indonesia menyatakan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif terhadap kepuasan kerja pegawai pada divisi sumber daya manusia pada PT Surveyor Indonesia. Uji Z juga menunjukan bahwa Ho ditolak, yang menandakan terdapat hubungan antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja pada divisi sumber daya manusia PT Surveyor Indonesia.

(23)

36

Selain lingkungan kerja, beban kerja juga berperan dalam menentukan kepuasan karyawan. Perusahaan harus memperhatikan porsi pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Pekerjaan yang terlalu sedikit atau ringan akan memberikan kecenderungan perasaan bosan dan tidak tertantang kepada karyawan, begitupun pekerjaan yang terlalu berat akan berdampak negatif terhadap karyawan. Maka sudah merupakan keharusan sebuah organisasi untuk memperhatikan tingkat beban kerja karyawannya, demi mendukung perasaan positif karyawan terhadap pekerjaanya sehingga dapat menimbulkan kepuasan kerja itu sendiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purbaningrat (2015) tentang pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja dengan stres kerja sebagai variabel mediasi menunjukan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dengan stress kerja sebagai variabel mediasi. Beban kerja berpengaruh positif terhadap stres kerja pada PT. Lianinti Abadi di Denpasar. Beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pada PT. Lianinti abadi di Denpasar.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mahendrawan (2015) tentang pengaruh beban kerja dan kompensasi terhadap kepuasan kerja PT.Panca Dewata Denpasar menunjukan bahwa variabel beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pada PT. PD yang memiliki arti semakin besar beban kerja yang dirasakan oleh karyawan maka akan semakin menurun kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan dan variabel kompensasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan yang memiliki arti semakin sesuai kompensasi dengan pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan.

Maka berdasarkan pada penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran diatas, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut,

(24)

37

H1 : Terdapat pengaruh signifikan antara lingkungan kerja non fisik terhadap kepuasan kerja pada Divisi Pemadaman DPPK Kota Bandung.

H2 : Terdapat pengaruh signifikan antara beban kerja terhadap kepuasan kerja pada Divisi Pemadaman DPPK Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

1. Dengan mengamati contoh gerak saling mendorong yang diperagakanoleh guru, siswa dapat menjelaskan prosedur gerak bertumpu padatangan dengan runtun dan percaya diri.

Selama ini belum ada penelitian yang mengkaji bagaimana kemampuan fraksi tidak tersabunkan yang terdapat dalam DALMS yang mengandung senyawa bioaktif multikomponen

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang berdasar

Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program TUK Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga bagi peserta TUK?. Apakah

Pada gambar 4.44 menjelaskan proses penginputan data rumah, dimana format data yang diinputkan adalah .csv dikarenakan format tersebut yang dapat di upload

Sertifikat Akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) Nomor : LPPHPL-013-IDN tanggal 1 September 2009 yang diberikan kepada PT EQUALITY Indonesia sebagai Lembaga

Telekomunikasi (Telkom) Akses Jambi dirasakan menyulitkan calon pelanggan baru dalam proses pelayanan untuk pemasangan telepon, dan modem speedy, selain itu informasi

Pemohon yang tersebut di bawah ini telah memohon kepada saya supaya tanah yang dibutirkan di bawah ini dijadikan Kawasan Rizab Melayu di bawah peruntukan-peruntukan