• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SUHU, KELEMBABAN TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL BROKOLI (Brassica oleracea L. var. Italica) PADA BERBAGAI MACAM MULSA ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK SUHU, KELEMBABAN TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL BROKOLI (Brassica oleracea L. var. Italica) PADA BERBAGAI MACAM MULSA ORGANIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Bandung, 2 Maret 2019 633

KARAKTERISTIK SUHU, KELEMBABAN TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL

BROKOLI (Brassica oleracea L. var. Italica) PADA BERBAGAI MACAM MULSA

ORGANIK

CHARACTHERISTIC TEMPERATURE, SOIL HUMIDITY, GROWTH AND YIELD OF

BROCCOLI (Brassica oleracea L. var. Italica) IN VARIOUS ORGANIC MULCH

Ninuk Herlina 1 dan Devi Theresia Butar Butar2

1Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur

2Alumni Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur

Korespondensi:ninukherlinaid@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai macam mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman brokoli dan mempelajari macam mulsa yang memberikan pengaruh paling baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman brokoli. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Agustus 2017 di desa Sumberbrantas, kecamatan Bumiaji, Batu, Jawa Timur. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 7 pelakuan macam mulsa organik, yaitu : P0 = tanpa mulsa, P1 = mulsa paitan (T. diversifolia ), P2 = mulsa kirinyuh (C. odorata) , P3 = mulsa kaliandra (C. calothyrsus), P4 = mulsa rumput gajah (P. purpureum), P5 = mulsa alang-alang (I. cylindrica) dan P6 = mulsa lamtoro (L. leucocephala). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa organik dapat menurunkan suhu tanah, meningkatkan kelembaban tanah dan kandungan N serta C-organik tanah. Perlakuan mulsa alang-alang menghasilkan produksi brokoli tertinggi dibanding mulsa organik lainnya yaitu sebesar 14,43 ha-1 atau 35,11% lebih tinggi dibanding rumput gajah, 36,38% lebih tinggi dibanding kaliandra, 51,41% lebih tinggi dibanding kirinyuh, 71,99% lebih tinggi dibanding paitan, 88,62% lebih tinggi dibanding lamtoro dan 115,37% lebih tinggi dibanding tanpa mulsa. Perlakuan mulsa paitan, kirinyuh, kaliandra, rumput gajah dapat meningkatkan produksi brokoli, tetapi mulsa lamtoro tidak dapat meningkatkan produksi brokoli.

Kata Kunci: Brokoli, karakteristik suhu, kelembaban tanah dan mulsa organik ABSTRACT

The aim of this research was to study the effects of various types of organic mulch on growth and yield of broccoli and to know the type of mulch that gives the best effect to increase the growth and yield of broccoli. The research was conducted in May to August 2017 at Cangar, Sumberbrantas Village, Bumiaji Sub-district, Batu, East Java. The methods used a Randomized Block Design, with 7 levels of various types of organic mulch, that is : P1 = without mulch, P2 = T. diversifolia, P3 = C. calothyrsus , P4 = C. odorata, P5 = I. cylindrica and P6 = L. leucocephala. The result of research showed that use of organic mulch can reduce soil temperature, increase soil moisture and the content of N and C-organic soil. Mulch of I.

(2)

Bandung, 2 Maret 2019 634 cylindrica treatment resulted in the highest broccoli production compared to other organic mulch of 14.43 t ha-1 or 35.11% higher than P. purpureum, 36.38% higher than C. calothyrsus, 51.41% higher than C. odorata, 71.99% higher than T. diversifolia, 88.62% higher than L. leucocephala and 115.37% higher than without mulch. Mulch of T. diversifolia, C. odorata, C. calothyrsus, P. purpureum can increase broccoli production, but the use mulch of L. leucocephala can’t increase the production of broccoli.

Keywords: Broccoli, organic mulch, soil humidity and temperature

PENDAHULUAN

Sayuran merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kandungan gizi sehari-hari. Salah satu jenis sayuran yang memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomi yang tinggi adalah brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica). Brokoli memiliki kandungan vitamin A, B1, B2, B5, B6, E, C, serat makanan yang tinggi dan mengandung senyawa glukorafin yang merupakan bentuk alami senyawa anti kanker sulforafana.

Tanaman brokoli membutuhkan kondisi lingkungan berupa suhu atau kelembaban tanah yang dapat menjamin pertumbuhan dan produksi yang optimum. Produksi brokoli di daerah tropis mempunyai kendala agroklimat, karena untuk dapat menginisiasi bunga brokoli diperlukan suhu yang relatif rendah (vernalisasi) pada akhir fase vegetatifnya. Brokoli memerlukan kondisi lingkungan dengan kisaran suhu rata-rata kurang dari 23 oC selama proses pertumbuhan bunga. Kegagalan pertumbuhan bunga akan menyebabkan mahkota bunga tidak terbentuk. Persyaratan ini menjadi faktor utama yang menghambat produksi brokoli di Indonesia. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman brokoli diperlukan adanya modifikasi kondisi lingkungan tumbuh baik berupa suhu tanah maupun kelembaban

tanah dengan menggunakan teknologi budidaya tanaman yang tepat.

Salah satu upaya untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman brokoli dengan modifikasi kondisi lingkungan adalah penggunaan mulsa. Bahan mulsa yang baik adalah mudah didapat, murah serta tersedia di sekitar tempat budidaya. Mulsa organik merupakan mulsa yang berasal dari bahan organik, seperti sisa-sisa pertanian, serasah dan tumbuh-tumbuhan yang dapat dihamparkan di permukaan tanah dan merupakan salah satu alternatif dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Tujuan pemulsaan antara lain menjaga kelembaban tanah dan suhu tanah yang relatif lebih merata, mencegah timbulnya gulma dan mencegah percikan air dari tanah (Dwiyanti, 2005). Mulsa organik dapat menahan percikan air hujan dan aliran air di permukaan tanah sehingga pengikisan tanah lapisan atas dapat ditekan, disamping itu juga dapat menekan

pertumbuhan gulma serta

mempertahankan kelembapan tanah (Hamdani, 2009).

Menurut Mahmood et al. (2002) suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis dan respirasi. Timlin et al. (2006); Doring et al. (2006) melaporkan bahwa akumulasi bahan kering akan tertunda pada suhu tanah yang lebih dari

(3)

Bandung, 2 Maret 2019 635 24 oC. Mulsa memberikan berbagai

keuntungan, baik dari aspek fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran tanaman. Penggunaan mulsa akan mempengaruhi suhu tanah dan mencegah radiasi langsung matahari (Doring et al., 2006). Suhu tanah maksimum di bawah mulsa jerami pada kedalaman 5 cm 10 0C lebih rendah dari pada tanpa mulsa, sedangkan suhu minimum 1,9 0C lebih tinggi (Midmore, 1983; Mahmood et al., 2002). Efek aplikasi mulsa ditentukan oleh jenis bahan mulsa. Bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa diantaranya sisa-sisa tanaman (serasah dan jerami) atau bahan plastik. Menurut Mahmood et al. (2002) mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik. Jenis mulsa yang berbeda memberikan pengaruh berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu. Perbedaan jenis mulsa akan berbeda pengaruhnya terhadap perbedaan lingkungan terutama suhu tanah.

Penggunaan mulsa jerami dan mulsa sisa-sisa tanaman tidak meningkatkan bobot buah cabai, tetapi meningkatkan jumlah buah cabai masing-masing 6,8 dan 4,0% dan menekan erosi tanah sebesar 34,82% (Sumarni, Hidayat dan Sumiati, 2006). Menurut Mulyatri (2003) mulsa

dapat mengurangi kehilangan air dengan cara memelihara suhu dan kelembaban tanah.

Penggunaan mulsa organik dengan bahan organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan produktivitas lahan berdasarkan sifat pelapukan setiap jenis mulsa organik yang tidak sama. Menurut Kumalasari et al. (2005), terjadinya dekomposisi dari bahan mulsa organik dapat mensuplai unsur hara bagi tanaman dan kondisi lingkungan serta mempermudah mineral dari bahan organik untuk digunakan oleh tanaman.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei

sampai Agustus 2017 di

Agroekotechnopark Universitas Brawijaya yang terletak di dusun Cangar, desa Sumberbrantas, kecamatan Bumiaji, kota Batu, Jawa Timur. Lokasi penelitian berada pada ketinggian ± 1650 mdpl, curah hujan antara 2.500-4.500 mm tahun-1, jenis tanah Andisol, suhu rata-rata harian berkisar 15-20 0C dan kelembaban ralatif udara rata-rata 80%.

Alat yang digunakan meliputi cangkul, cetok, meteran, penggaris, jangka sorong, Leaf Area Meter (LAM), thermometer, soil moisture tester, oven, timbangan analitik dan alat tulis. Bahan yang digunakan meliputi benih brokoli varietas Green Magic, pupuk kandang ayam, paitan, kirinyuh, kaliandra, rumput gajah, alang-alang dan lamtoro.

(4)

Bandung, 2 Maret 2019 636 Penelitian menggunakan Rancangan

Acak Kelompok dengan 7 pelakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 = tanpa mulsa, P1 = mulsa paitan, P2 = mulsa kirinyuh, P3 = mulsa kaliandra, P4 = mulsa rumput gajah, P5 = mulsa alang-alang, P6 = mulsa lamtoro. Parameter yang diamati meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot segar total tanaman, bobot kering tanaman, diameter bunga, bobot segar konsumsi per tanaman dan per hektar, kelembaban tanah dan suhu tanah pada jam 06.00 dan 14.00 WIB serta analisis tanah yang meliputi kandungan N-total, C Organik dan C/N rasio setelah panen.

Data yang diperoleh dianalisis dengan anilisis ragam (uji F) pada taraf 5%, apabila pengaruh perlakuan nyata maka dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Mulsa Organik terhadap Suhu dan Kelembaban Tanah

Penggunaan mulsa organik dapat menurunkan suhu tanah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa pada berbagai umur pengamatan. Suhu tanah terendah terdapat pada penggunaan mulsa alang-alang sedangkan suhu tanah tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa mulsa (Tabel 1 dan 2). Pada pengamatan kelembaban tanah, penggunaan mulsa organik dapat meningkatkan kelembaban tanah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa. Kelembaban tanah tertinggi terdapat pada mulsa alang-alang dan kelembaban tanah terendah terdapat pada

perlakuan tanpa mulsa (Tabel 3 dan 4). Widyasari (2011) menyatakan pada lahan yang diberi mulsa memiliki suhu tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat. Hasil penelitian Mahmood et al. (2002), bahwa penurunan suhu tanah oleh mulsa disebabkan penggunaan mulsa dapat mengurangi radiasi yang diterima dan diserap oleh tanah sehingga dapat menurunkan suhu tanah pada siang hari. Menurut Timlin et al. (2006), suhu tanah yang rendah dapat mengurangi laju respirasi akar sehingga asimilat yang dapat disumbangkan untuk penimbunan cadangan bahan makanan menjadi lebih banyak dibanding tanpa pemberian mulsa. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa alang-alang, mulsa rumput gajah dan mulsa kaliandra menghasilkan suhu tanah yang lebih rendah dan kelembaban tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan mulsa paitan, kirinyuh dan lamtoro.

Perbedaan kelembaban tanah dan suhu tanah pada semua perlakuan diduga karena mulsa alang-alang, rumput gajah dan kaliandra memiliki tingkat kerapatan yang tinggi dalam menutup tanah sehingga mampu mengurangi evapotranspirasi dan mempertahankan kandungan air tanah lebih lama dibandingkan dengan jenis mulsa organik lainnya, sehingga kandungan air dalam tanah dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembesaran sel. Hal ini dapat dilihat pada kondisi suhu serta kelembaban tanah pada aplikasi mulsa alang, dimana aplikasi mulsa alang-alang menyebabkan suhu tanah lebih rendah (Tabel 1 dan 2) dan kelembaban

(5)

Bandung, 2 Maret 2019 637 tanah lebih tinggi (Tabel 3 dan 4)

dibandingkan dengan perlakuan mulsa organik lainnya. Mulsa paitan, kirinyuh, dan lamtoro mudah terdekomposisi sehingga lebih cepat habis dan tidak dapat menutupi permukaan tanah lebih lama dibandingkan dengan mulsa alang-alang, rumput gajah dan kaliandra. Akibatnya peluang kehilangan air menjadi lebih besar karena laju evaporasi tidak dapat ditahan dan menyebabkan pertumbuhan terhambat karena air yang diperlukan tanaman tidak tercukupi dengan baik.

Tingkat kerapatan dan kemampuan mulsa dalam menutup tanah dipengaruhi oleh waktu dekomposisi dan unsur hara dari biomassa mulsa tersebut. Hairiah et al., (2006) menjelaskan bahwa seresah yang memiliki kadar C/N lebih tinggi akan lebih sulit terdekomposisi jika dibandingkan dengan seresah yang memiliki C/N rendah. Biomassa yang memiliki C/N >25% lebih sulit terdekomposisi dibandingkan dengan biomassa yang memiliki C/N <25%.

Menurut Wahyuni (2016), dekomposisi mulsa organik tergantung pada C/N rasio, dimana semakin tinggi C/N rasio maka semakin lama mulsa organik tersebut terdekomposisi. Berdasarkan nilai C/N rasio dari masing-masing mulsa organik, alang-alang memiliki laju dekomposisi paling lama dibandingkan kirinyuh, rumput gajah dan kaliandra. Mulsa alang-alang memiliki nilai C/N rasio 9,73 sedangkan mulsa rumput gajah memiliki C/N rasio 5,29, mulsa kirinyuh memiliki C/N 6,45 dan mulsa kaliandra memiliki C/N 2,51. Mulsa lamtoro memiliki C/N 6,00, sedangkan mulsa paitan memilki C/N 19,00. Mulyono (2015) menyatakan mulsa alang-alang merupakan bahan yang mempunyai kandungan selulose yang tinggi sehingga lebih tahan terhadap proses dekomposisi. Selama pertumbuhan tanaman, mulsa alang-alang masih tetap utuh dan dapat menutupi permukaan tanah dalam jangka waktu yang cukup lama.

Tabel 1. Rata-rata Suhu Tanah Jam 06.00 WIB Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik. Perlakuan Suhu Tanah (

oC) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST) 14 28 42 56 P0 (Tanpa Mulsa)

P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 16,63 c 15,88 bc 15,75 bc 15,50 b 15,13 b 14,63 a 15,50 c 17,50 b 15,75 ab 16,13 b 15,75 ab 15,25 ab 14,50 a 16,88 b 17,50 b 17,00 b 15,88 ab 15,75 ab 15,25 a 15,13 a 16,25 ab 17,88 b 17,50 b 16,13 ab 16,25 ab 15,13 a 14,88 a 17,13 b BNJ 5% 1,30 1,42 1,56 1,61 Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% (p= 0.05); HST : hari setelah tanam.

(6)

Bandung, 2 Maret 2019 538 Tabel 2. Rata-rata Suhu Tanah Jam 14.00 WIB Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik.

Perlakuan Suhu Tanah (

oC) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST)

14 28 42 56

P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 20,00 c 18,50 ab 19,38 bc 19,13 abc 18,38 ab 18,00 a 19,25 bc 19,75 18,88 19,38 18,75 18,63 18,63 19,25 20,00 b 19,38 ab 19,63 ab 19,25 ab 18,88 ab 18,38 a 19,50 ab 19,75 19,00 19,38 19,00 18,63 18,75 19,25 BNJ 5% 1,16 tn 1,49 tn

Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% (p= 0.05); tn : tidak nyata; HST : hari setelah tanam.

Tabel 3. Rata-rata Kelembaban Tanah Jam 06.00 WIB Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik. Perlakuan Kelembaban Tanah (%) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST)

14 28 42 56 P0 (Tanpa Mulsa)

P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 70,00 a 81,25 ab 77,25 ab 73,75 ab 81,50 b 87,50 b 72,50 ab 76,25 a 79,25 ab 81,75 ab 79,50 ab 80,00 ab 92,00 b 76,25 a 84,00 ab 78,75 ab 81,75 ab 76,25 a 81,25 ab 88,75 b 77,50 ab 80,00 ab 76,25 a 81,25 ab 82,50 ab 83,75 ab 90,00 b 80,00 ab BNJ 5% 11,46 14,91 11,31 10,40

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% (p= 0.05); HST : hari setelah tanam.

Tabel 4. Rata-rata Kelembaban Tanah Jam 14.00 WIB Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik.

Kelembaban Tanah (%) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST) 14 28 42 56 P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 62,50 a 72,50 ab 69,25 a 65,00 a 75,00 ab 82,50 b 65,00 a 63,25 a 75,75 ab 67,75 a 63,75 a 75,00 ab 86,25 b 63,75 a 71,25 74,50 69,00 71,25 77,50 82,50 71,25 66,00 a 65,50 a 72,50 ab 73,75 ab 78,00 b 83,75 b 70,50 ab BNJ 5% 13,21 16,84 tn 11,37

Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% (p= 0.05); tn: tidak nyata; HST : hari setelah tanam.

(7)

Bandung, 2 Maret 2019 539 Tabel 5. Hasil Analisis Tanah Akhir

Pengaruh Mulsa Organik terhadap Kandungan N, C-Organik dan C/N Rasio

Penggunaan mulsa organik secara terus menerus dapat meningkatkan unsur hara. Setelah rentang waktu tertentu mulsa organik dapat terdekomposisi dan mineralisasi yang dapat memberikan tambahan hara, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Berdasarkan hasil analisis tanah yang telah dilakukan, perlakuan mulsa organik memberikan tambahan hara dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa. Hal ini sejalan dengan Aryani dan Rustianti (2016) yang mengemukakan bahwa penggunaan mulsa organik dengan bahan organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan produktivitas lahan berdasarkan sifat pelapukan setiap jenis mulsa organik yang tidak sama.

Perlakuan tanpa mulsa menghasilkan N-total sebesar 0.36%, pada perlakuan mulsa kaliandra dan mulsa alang-alang menghasilkan N-total sebesar 0,41%, pada perlakuan mulsa paitan dan kirinyuh menghasilkan N-total sebesar 0,42%, pada perlakuan mulsa lamtoro dan rumput gajah masing-masing menghasilkan N-total sebesar 0,43% dan 0,45% (Tabel 5). Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut diketahui bahwa penggunaan mulsa

organik dapat meningkatkan unsur N-total dalam tanah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa. Meningkatnya kadar N total tanah dengan perlakuan mulsa organik menunjukkan bahwa mulsa organik merupakan sumber utama N tanah setelah mulsa organik tersebut mengalami dekomposisi. Peningkatan kadar N tanah tersebut sejalan dengan pernyataan Kumalasari et al., (2005) bahwa pemulsaan Chromolaena odorata dapat memperbaiki kandungan mineral P dan N dalam tanah latosol.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa perlakuan tanpa mulsa menghasilkan C-organik sebesar 4,22%, perlakuan mulsa lamtoro, alang-alang, kirinyuh, rumput gajah, kaliandra serta paitan berturut-turut menghasilkan C-organik sebesar 4,53%, 4,72%, 4,97%, 5,06 %, 5,5% dan 5,31% (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan mulsa organik dapat meningkatkan unsur C-organik dalam tanah dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa. Harsono (2012) menyatakan bahwa pemberian mulsa organik dapat meningkatkan kadar C-organik tanah dibandingkan dengan kondisi tanah alami sebelum percobaan. Berdasarkan analisis unsur N-total dan C-organik diperoleh nilai C/N rasio mulsa lamtoro sebesar 10,53, mulsa rumput

Perlakuan Parameter Uji

N-total (%) C-Organik (%) C/N P0 (Tanpa Mulsa)

P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 0,36 0,42 0,42 0,41 0,45 0,41 0,43 4,22 5,31 4,97 5,15 5,06 4,72 4,53 11,72 12,64 11,83 12,56 11,24 11,51 10,53

(8)

Bandung, 2 Maret 2019 540 gajah sebesar 11,24, mulsa alang-alang

sebesar 11,51, tanpa mulsa sebesar 11,72, mulsa kirinyuh sebesar 11,83, mulsa kaliandra sebesar 12,56 dan mulsa paitan sebesar 12,64 (Tabel 5).

Berdasarkan hasil analisis tanah dapat diketahui bahwa dekomposisi dari masing-masing mulsa organik dapat meningkatkan unsur N-total, C-organik dan C/N rasio pada tanah. Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Damaiyanti et al., (2013) menyatakan bahwa terjadinya dekomposisi bahan mulsa organik dapat mensuplai unsur hara bagi tanaman dan juga kondisi lingkungan serta mempermudah mineralisasi dari bahan organik untuk digunakan oleh tanaman.

Pengaruh Mulsa Organik terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Brokoli Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa organik tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tanaman brokoli (Tabel 6, 7 dan 8). Pada variabel pengamatan hasil tanaman brokoli menunjukkan bahwa penggunaan mulsa organik dapat meningkatkan secara nyata bobot segar dan bobot kering tanaman, diameter bunga serta bobot segar konsumsi per tanaman dan per hektar. Pada pengamatan bobot segar total tanaman menunjukkan bahwa tanaman brokoli yang diberi perlakuan mulsa alang-alang menghasilkan bobot segar lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan mulsa organik yang lain. Sama halnya dengan bobot segar total tanaman, bobot kering tanaman, diameter bunga, bobot segar konsumsi per tanaman dan per hektar, dimana tanaman brokoli yang diberi perlakuan mulsa alang-alang memiliki bobot segar dan bobot kering tanaman paling berat, diameter bunga paling besar (Tabel 9), bobot segar konsumsi per tanaman dan per hektar paling berat (Tabel 10).

Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Brokoli Akibat Perlakuan Berbagai Macam Mulsa Organik.

Perlakuan

Tinggi Tanaman (cm tan-1) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST) 14 28 42 56

P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 10.69 10.94 10.75 11.19 10.75 10.13 10.88 17.88 18.94 18.44 19.00 19.81 20.25 18.19 40.94 41.94 41.94 41.81 41.81 44.63 41.00 50.06 53.81 53.75 53.41 53.75 53.56 52.84 BNJ 5% tn tn tn tn Keterangan : tn : tidak nyata; HST: hari setelah tanam.

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun Brokoli Akibat Perlakuan Berbagai Macam Mulsa Organik. Perlakuan Jumlah Daun (helai tan-1) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST)

(9)

Bandung, 2 Maret 2019 541 14 28 42 56 P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 5,7 5,25 5,44 6,00 5,13 5,50 5,81 7,50 7,94 8,19 8,06 8,00 8,69 7,75 10,38 10,31 10,75 11,31 10,63 11,00 10,63 14,19 14,31 14,00 14,31 15,31 15,75 15,25 BNJ 5 % tn tn tn tn

Keterangan: tn : tidak nyata; HST : hari setelah tanam

Tabel 8. Rata-rata Luas Daun Brokoli Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik.

Perlakuan Luas Daun (cm

2 tan-1) Pada Berbagai Umur Pengamatan (HST)

14 28 42 56

P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 194.35 199.00 197.43 201.61 212.20 219.57 195.93 651.71 687.96 672.05 709.49 722.26 747.35 668.35 971.74 994.98 1004.65 1008.06 1061.00 1097.86 974.65 1635,45 1657,39 1680,13 1736,21 1718,16 1768,38 1654,28 BNJ 5 % tn tn tn tn Keterangan : tn : tidak nyata; HST: hari setelah tanam.

Tabel 9. Rata-rata Bobot Segar Total Tanaman, Bobot Kering Total Tanaman dan Diameter Bunga Brokoli Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik.

Perlakuan Bobot Segar Total Tanaman (g tan-1)

Bobot Kering Total Tanaman (g tan-1) Diameter Bunga (cm tan-1) P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 602,45 a 755,28 bc 857,57 cd 912,80 d 960,90 d 1148,64 e 663,64 ab 50,32 a 65,44 b 83,00 cd 87,53 d 88,01 d 94,86 d 52,73 ab 10,67 a 11,11 a 12,04 b 13,10 c 14,02 d 15,53 e 10,64 a BNJ 5% 133,36 12,78 0,75 ____________________________________________________________________________ Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

(p= 0.05).

(10)

Bandung, 2 Maret 2019 542 Perlakuan Bobot Segar Konsumsi (g tan-1) Bobot Segar Konsumsi (ton ha-1)

P0 (Tanpa Mulsa) P1 (Mulsa Paitan) P2 (Mulsa Kirinyuh) P3 (Mulsa Kaliandra) P4 (Mulsa Rumput Gajah) P5 (Mulsa Alang-alang) P6 (Mulsa Lamtoro) 200,82 a 251,76 abc 285,86 bcd 291,77 cd 320,30 d 432,88 e 229,39 ab 6,70 a 8,39 bc 9,53 cd 10,58 d 10,68 d 14,43 e 7,65 ab BNJ 5% 58,38 1,38

Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% (p= 0.05)

Perlakuan mulsa alang-alang menghasilkan produksi brokoli paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan mulsa organik lainnya karena biomassa dari mulsa alang-alang memiliki nilai C/N rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa organik lainnya sehingga mulsa alang-alang memiliki waktu yang lama untuk terdekomposisi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan mulsa alang-alang dapat lebih lama dalam menutup permukaan tanah sehingga memberikan lingkungan tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa dan mulsa organik lainnya. Perlakuan mulsa alang-alang dapat menghasilkan produksi brokoli tertinggi dibanding mulsa organik lainnya yaitu sebesar 14,43 t ha-1 atau 35,11% lebih tinggi dibandingkan mulsa rumput gajah, 36,38% lebih tinggi dibandingkan mulsa kaliandra, 51,41% lebih tinggi dibandingkan mulsa kirinyuh, 71,99% lebih tinggi dibandingkan mulsa paitan, 88,62% dibandingkan mulsa lamtoro dan 115,37% dibandingkan perlakuan tanpa mulsa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan :

1. Penggunaan mulsa organik dapat menurunkan suhu tanah dan

meningkatkan kelembaban tanah, serta dapat meningkatkan kandungan N dan C-organik tanah.

2. Perlakuan mulsa alang-alang yang mempunyai C/N 9,73 dapat menghasilkan produksi brokoli tertinggi dibanding mulsa organik lainnya yang mempunyai C/N rasio 2,51-6,45. 3. Mulsa alang-alang menghasilkan

produksi brokoli tertinggi, yaitu 14,43 t ha-1 atau 35,11% lebih tinggi dibanding mulsa rumput gajah, 36,38% lebih tinggi dibanding mulsa kaliandra, 51,41% lebih tinggi dibanding mulsa kirinyuh, 71,99% lebih tinggi dibanding mulsa paitan, 88,62% dibanding mulsa lamtoro dan 115,37% dibanding dengan tanpa mulsa.

4. Mulsa paitan, kirinyuh, kaliandra dan rumput gajah dapat meningkatkan produksi brokoli sedangkan mulsa lamtoro tidak dapat meningkatkan

(11)

Bandung, 2 Maret 2019 543 produksi brokoli dibandingkan tanpa

mulsa.

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, F. & Rustianti, S. (2016). Pengaruh Jenis Mulsa Alami terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Galur Harapan Tomat Hasil Persilangan pada Budidaya Organik. Jurnal Agroqua. 14(2), 19-25.

Damaiyanti, D. R. R., Aini, N. & Koesriharti. (2013). Kajian Penggunaan Macam Mulsa Organik pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.). Jurnal Produksi Tanaman. 1(2), 25-32.

Doring T., Heimbach, U., Thieme, T., Finckch, M. & Saucke, H. (2006). Aspect of Straw Mulching in Organic Potatoes-I, Effects on Microclimate,

Phytophtora infestans, and

Rhizoctonia solani.

Nachrichtenbl. Deut.

Pflanzenschutzd. 58(3), 73- 78. Dwiyanti, S. (2005). Respon Pengaturan

Ketebalan Mulsa Jerami Padi dan Jumlah Pemberian Air pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Jurnal Floratek 16(6), 192 – 201.

Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto, B., Suhara, E., Mardiastuning, A., Widodo, R.H., Prayogo, C. & Rahayu, S. (2006). Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Agroforestry: Ketebalan Seresah, Populasi Cacing Tanah dan Makroporositas Tanah. Jurnal Agrivita 26(1), 68-80.

Harsono, P. (2012). Mulsa Organik : Pengaruhnya terhadap Lingkungan Mikro, Sifat Kimia Tanah dan Keragaan Cabai Merah di Tanah Vertisol Sukoharjo pada Musim

Kemarau. Jurnal Hortikultura Indonesia. 3(1), 35-41.

Hamdani, J. S. (2009). Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Ditanam di Dataran Medium. J. Agron. Indonesia 37(1), 14- 20

Kumalasari, N. R., bdullah, L. & Jayadi, S. (2005). Pengaruh Pemberian Mulsa Chromolaena (L.) Kings and Robins

pada Kandungan Mineral P dan N tanah Latosol dan Produktivitas Hijauan Jagung (Zea mays L.). Media Peternakan. 28(1), 29-36.

Mahmood, M., Farroq, K., Hussain, A. & Sher, R. (2002). Effect of Mulching on Growth and Yield of Potato Crop. Asian Journal of Plant Sci. 1(2), 122-133.

Midmore, D. J. (1983). The Use of Mulch for Potato in The Hot Tropics. Circular 2(1), 1-2.

Mulyatri. (2003). Peranan Pengolahan Tanah dan Bahan Organik terhadap Konservasi Tanah dan Air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi Mulyono. (2015). Pengaruh Penggunaan

Mulsa Alang-alang, Kenikir dan Kirinyu terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di Tanah Mediteran pada Musim Penghujan. Jurnal Planta Tropika Journal of Agro Science. 3(2), 73-77.

Sumarni, N., Hidayat, A. & Sumiati, E. (2006). Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Mulsa Organik terhadap Produksi Cabai dan Erosi Tanah. Jurnal Horticultura 16(3), pp. 197-201.

Suradinata, Y. R. (2006). Respon Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) c.v. Granola terhadap Pemberian Pupuk

(12)

Bandung, 2 Maret 2019 544 Bokashi, Kalium dan Mulsa di

Dataran Medium. Agrikultura 17(2), pp. 96-101.

Timlin, D., Rahman, S. M. L., Baker, J. Reddy, V. R., Feisher, D. & Quebedeaux, B. (2006). Whole Plant Photosynthesis, Development and Carbon Partitioning in Potato as Function of Temperature. Journal Agronomi. 98(5), 1195-1203.

Wahyuni, F. (2016). Laju Dekomposisi Berbagai Kualitas Bahan Biogeotekstil dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.) di Andisols. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Widyasari, L. (2011). Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa Jerami Padi pada Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Suhu Tanah Jam 06.00 WIB Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik.
Tabel 4. Rata-rata Kelembaban Tanah Jam 14.00 WIB Akibat Perlakuan  Macam Mulsa Organik
Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Brokoli Akibat Perlakuan Berbagai Macam Mulsa Organik
Tabel 9. Rata-rata Bobot Segar Total Tanaman, Bobot Kering Total Tanaman dan Diameter   Bunga Brokoli Akibat Perlakuan Macam Mulsa Organik

Referensi

Dokumen terkait

Dari 8 kultivar yang diuji pada suhu tinggi, Brokoli ‘Lucky’, Brokoli ‘Green Magic’, Brokoli ‘Green-2109F1’ dan Brokoli ‘Green Calabrase’ rata-rata cenderung

Hal ini diduga bahwa dengan adanya persediaan air, unsur hara, kelembaban tanah dan suhu yang optimum bagi tanaman dengan pemberian mulsa jerami maka proses

Pada hari ke-5 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan dan jumlah perforasi kemasan tidak berpengaruh terhadap susut bobot brokoli fresh - cut (Tabel 3).. Pada hari ke-10 dan

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada parameter tinggi tanaman menunjukkan tidak adanya interaksi antara kombinasi perlakuan macam mulsa dan konsentrasi pupuk

Hal ini sesuai dengan (Rokhani, 1995) dan (Pantastico, l986) bahwa laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan dan penyimpanan dingin

Pada perlakuan sistem olah tanah maksimal menunjukkan hasil yang lebih tinggi dengan peningkatan hasil biji ton ha -1 dibandingkan dengan perlakuan tanpa olah

Hal ini diduga bahwa dengan adanya persediaan air, unsur hara, kelembaban tanah dan suhu yang optimum bagi tanaman dengan pemberian mulsa jerami maka proses

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis mulsa berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 20 HST, jumlah daun 20 HST, bobot brangkasan basah tanaman, sedangkan