PENJADWALAN PENYELESAIAN KONSTRUKSI TOP COAT BOOTH EXPANSION MENGGUNAKAN ANALISIS JARINGAN KERJA
(STUDI KASUS DI PT. XYZ)
Muhammad Kholil (1), Rudini Mulya (2)
Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana – Jakarta
Email: 1)m.kholil@mercubuana.ac.id, 2)rudinimenteri@gmail.com
ABSTRAK
Penyelesaian konstruksi Top Coat Booth Expansion dijadwalkan selesai pada bulan September 2013. Metode penjadwalan yang ada masih menggunakan Bar Chart, untuk mencegah adanya keterlambatan penyelesaian, dilakukan penjadwalan ulang menggunakan metode analisis jaringan kerja.
Metode Analisis Jaringan Kerja merupakan peningkatan dari metode Bar Chart untuk dapat menentukan penjadwalan yang lebih efektif dan efisien. Metode yang digunakan yaitu Critical Path Method (CPM) dan Project Evaluation and Review Technique (PERT), dalam kasus ini dapat mempercepat waktu penyelesaian kegiatan konstruksi dengan cara dilakukan crashing program pada jalur kritisnya.
Hasil yang ditunjukan bahwa penyelesaian konstruksi Top Coat Booth Expansion dapat dipersingkat dari 318 hari waktu normal (metode Bar Chart) menjadi 272 hari dengan teknik perhitungan CPM, dan 280 hari dengan teknik perhitungan PERT. Penjadwalan terpilih menggunakan metode CPM karena menghasilkan waktu penyelesaian tersingkat. Setelah dilakukan crashing program pada jalur kritis CPM, waktu penyelesaian konstruksi dapat
dipersingkat menjadi 260 hari dengan kenaikan biaya 0,7% (Rp. 7.399.517.000 menjadi Rp. 7.450.860.000) tetapi terjadi peningkatan produktivitas sebesar 3,5x10-6% dari 4,3x10-6%.
Kata kunci : penjadwalan, analisis jaringan kerja, CPM – PERT, percepatan
ABSTRACT
The completion of Top Coat Booth Expansion construction scheduled to complete in September 2013. The existing scheduling method is still use Bar Chart, to avoid any delay in completion, reschedule is using network analysis method.
Network Analysis method is an improvement from Bar Chart method to determine more effective and efficient schedule. The method used is Critical Path Method (CPM) and Project Evaluation and Review Technique (PERT), in this case, using crashing program in it’s critical path will accelerate the construction completion.
The result showing that the construction completion can shortened from 318 days normal time (bar chart method) to 272 days with CPM calculation technique, and 280 days with PERT calculation technique. The Method of CPM is selected to use for operating the shortest finish time. After crashing program in CPM critical path done, the construction completion can be shortened to 260 days with 0.7% cost increase (IDR 7.399.517.000 to IDR 7.450.860.000) but increase in productivity of 3,5x10-6% from 4,3x10-6%
2
1. PENDAHULUAN
Keberlangsungan suatu proyek
ditentukan oleh tiga hal utama yaitu, perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian (Husein, 2009) Penjadwalan dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan proyek sehingga proyek dapat dilaksanakan
dengan waktu yang optimal. Tanpa
penjadwalan yang tepat maka bukanlah tidak
mungkin dalam suatu proyek akan
mengalami keterlambatan yang dapat
merugikan perusahaan, misalnya
pemborosan waktu dan tenaga kerja yang mengakibatkan peningkatan biaya.
Penyelesaian proyek yang tepat waktu
tentunya memerlukan suatu metode
penjadwalan yang lebih baik dan matang sehingga turut menunjang tercapainya tujuan
perusahaan. Beberapa metode telah
dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut seperti metode analisis jaringan kerja yang merupakan penyempurnaan metode bagan balok. Di antara berbagai versi analisis jaringan kerja yang amat luas pemakaiannya adalah Metode Jalur Kritis
(Critical Path Method - CPM), Teknik
Evaluasi dan Review Proyek (Project
Evaluation and Review Technique - PERT)
dan metode Preseden Diagram (Preceden
Diagram Methode-PDM) (Soeharto, 1999)
Dalam penelitian Adli Muhtadi (2009) “Manajemen Proyek berbasis Efisiensi Waktu” penjadwalan menggunakan analisis jaringan kerja dapat mencegah adanya keterlambatan, sehingga kegiatan proyek dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dengan cara dilakukan percepatan.
Konstruksi Top Coat Booth Expansion merupakan salah satu main activity dari proyek Expansion 130.000 unit/tahun di PT. XYZ yang dikerjakan oleh kontraktor PT. Taikisha (TKS). Konstruksi tersebut harus selesai tepat waktu bulan Agustus 2013 dikarenakan akan dilakukan pemasangan
robot dari pihak kontraktor lain.
Penjadwalan konstruksi tersebut masih menggunakan metode bagan balok, sehingga tidak diketahui kegiatan yang bersifat kritis yang tidak boleh mengalami keterlambatan.
Untuk mengantisipasi adanya
keterlambatan penyelesaian konstruksi,
dilakukan penjadwalan menggunakan
metode analisis jaringan kerja (CPM –
PERT) dan dilakukan percepatan
penjadwalan dengan cara analisis jalur kritis. Hasil yang diharapkan yaitu dengan analisis
jaringan kerja nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk mengontrol serta mengkoordinasi dari berbagai kegiatan sehingga durasi proyek dapat diselesaikan tepat waktu.
2. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Berapa durasi penyelesian konstruksi
Top Coat Booth Expansion
menggunakan metode CPM dan PERT? 2. Berapa durasi dan kenaikan biaya
setelah dilakukan percepatan (crashing) pada jalur kritis?
3. Bagaimana perbandingan penyelesaian kegiatan secara normal dengan setelah dilakukan percepatan?
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang hendak dicapai pada penelitian ini yaitu:
1. Menghitung durasi waktu penyelesaian konstruksi dengan metode CPM dan
PERT untuk mendapatkan waktu
penyelesaian tersingkat.
2. Menghitung durasi dan kenaikan biaya bila dilakukan percepatan (crashing) penyelesaian konstruksi.
3. Membandingkan penjadwalan
konstruksi sebelumnya yang
menggunakan metode bagan balok dengan metode analisis jaringan kerja untuk mengetahui penjadwalan yang lebih efektif
4. BATASAN MASALAH
1. Penelitian dilakukan di divisi Paint
Finishing System yang menangani
konstruksi Top Coat Booth Expansion untuk periode September 2012 s/d Agustus 2013.
2. Penyusunan jadwal yang optimal CPM-PERT.
3. Mengidentifikasi jalur kritis dan pengurangan waktu penyelesaian.
Asumsi-asumsi
1. Pada proses percepatan
penjadwalan, sumber daya
dianggapn tersedia dan bukan merupakan suatu hambatan. 2. Kegiatan yang dilalui oleh jalur
kritis berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditetetapkan.
3
5. LANDASAN TEORI Penjadwalan Proyek Konstruksi
Rangkaian kegiatan proyek terdiri atas tahap studi kelayakan, tahap perencanaan dan perancangan, tahap pelelangan/tender, dan tahap pelaksanaan konstruksi. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa perencanaan adalah salah satu bagian yang penting dalam proyek konstruksi.
Dalam perencanaan proyek seorang pengambil keputusan dihadapkan pada pilihan dalam menetapkan sumber daya yang tepat. Salah satu bagian perencanaan adalah penjadwalan (scheduling), di mana penjadwalan ini merupakan gambaran dari suatu proses penyelesaian dan pengendalian proyek. Dalam penjadwalan ini akan tampak uraian pekerjaan, durasi atau waktu penyelesaian setiap pekerjaan, waktu mulai dan akhir setiap pekerjaan dan hubungan
ketergantungan antara masing-masing
kegiatan.
Pada umumnya penjadwalan proyek dikerjakan oleh konsultan perencana dan
kemudian dikoordinasikan dengan
kontraktor dan pemilik (owner) dengan ketentuan yang telah disepakati dalam
kontrak. Dengan demikian, maka
penjadwalan waktu setiap kegiatan proyek perlu diatur secara efisien dan seoptimal mungkin sehingga tidak akan terjadi keterlambatan penjadwalan waktu, maka
kontraktor membuat pengelolaan
penjadwalan proyek sesuai dengan
karakteristik proyek konstruksi yang direncanakan dan kondisi di lapangan pada waktu pelaksanaan, serta mudah untuk dimonitoring pada setiap waktu. Untuk penjadwalan waktu, yang akan dibahas pada penelitian ini adalah perbandingan antara
Metode Bar Chart, Metode Analisis
Jaringan Kerja (Network Diagram).
Metode Analisis Jaringan Kerja
Metode Network Diagram atau metode jaringan kerja diperkenalkan pada tahun 50-an oleh tim perusaha50-an DuPont d50-an R50-and
Corporation untuk mengembangkan sistem
kontrol manajemen. Metode ini
dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks dalam masalah
desain-engineering, konstruksi, dan pemeliharaan.
Metode ini relatif lebih sulit, hubungan antar kegiatan jelas, dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis (Husein, 2009).
Dari segi penyusunan jadwal, jaringan kerja dipandang sebagai suatu langkah penyempurnaan metode Bar Chart, karena dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang belum terpecahkan oleh metode tersebut. Jaringan kerja merupakan metode yang mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan proyek, dan selanjutnya dapat memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan (Soeharto, 1999).
Ada beberapa macam metode analisis jaringan kerja yang dapat digunakan dalam penjadwalan waktu proyek, antara lain (Soeharto, 1999):
a) Critical Path Method (CPM)
b) Project Evaluation and Review
Technique (PERT)
c) Precedence Diagramming Method
(PDM)
Metode CPM dan PERT termasuk dalam klasifikasi activity on arrow (AOA) sedangkan PDM adalah activity on node (AON). Kegiatan anak panah, atau AOA, disini kegiatan digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa, ekor anak panah merupakan awal kegiatan dan ujungnya akhir kegiatan, nama dan kurun waktu kegiatan berturut-turut ditulis di atas dan di bawah anak panah. Kegiatan ditulis di dalam kotak atau lingkaran, yang disebut AON, anak panah hanya menjelaskan hubungan ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan. Tanda/symbol dalam pembuatan jaringan kerja ditunjukan pada gambar 1.
Gambar 1. Tanda/Simbol Dalam Membuat Jaringan Kerja (Sumber : Soeharto, 1999)
CPM (Critical Path Method)
CPM adalah suatu metode perencanaan penjadwalan proyek konstruksi yang dapat menunjukkan aktivitas-aktivitas kritis. Aktivitas-aktivitas kritis tersebut sangat mempengaruhi waktu penyelesaian dari
4 suatu proyek, karena jika penyelesaian pekerjaan dari salah satu aktivitas kritis terlambat maka proyek akan mengalami keterlambatan pelaksanaannya, yang berrarti
akan menyebabkan keterlambatan
penyelesaian proyek secara keseluruhan (O’Brien, 1984).
Menggunakan CPM, pendekatan yang dilakukan secara deterministik hanya menggunakan satu jenis durasi pada kegiatannya. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam metode CPM adalah sebagai berikut:
a) Earliest Start Time (ES) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat
dimulai, dengan memperhitungkan
waktu kegiatan yang diharapkan dan persyaratan urutan kegiatan.
b) Latest Start Time (LS) adalah waktu paling lambat untuk dapat memulai
suatu kegiatan tanpa penundaan
keseluruhan proyek.
c) Earliest Finish Time (EF) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat diselesaikan.
d) Latest Finish Time (LF) adalah waktu
paling lambat untuk dapat
menyelesaikan suatu kegiatan tanpa penundaan penyelesaian proyek secara keseluruhan.
e) Duration (D) adalah kurun waktu kegiatan.
Lingkaran kejadian dalam penentuan waktu menggunakan CPM dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Lingkaran Kejadian CPM (Sumber, Dimyati, Dimyati, 2010) Teknik Perhitungan CPM
Adapun perhitungan yang harus
dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu cara perhitungan maju (forward computation)
dan perhitungan mundur (backward
computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju terminal event maksudnya ialah menghitung saat yang paling tercepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas-aktivitas (ES dan EF).
Perhitungannya adalah: EF = ES + D
EF = Earliest Finish ES = Earliest Start D = Duration
Ada tiga langkah yang harus dilakukan pada perhitungan maju, yaitu:
a. Saat tercepat terjadinya initial event ditentukan pada hari ke nol sehingga untuk initial event berlaku ES=0 b. Sebuah event hanya dapat terjadi jika
aktivitas-aktivitas yang mendahuluinya telah diselesaikan. Maka saat paling cepat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terbesar dari saat tercepat untukmenyelesaikan aktivitas-aktivitas yang berakhir pada event tersebut. c. Diantara dua peristiwa tidak boleh ada 2
kegiatan, sehingga untuk
menghindarinya digunakan kegiatan
semu atau dummy yang tidak
mempunyai durasi.
Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke
initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya
events dan saat paling lambat dimulainya
dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas (LS, dan LF).
Perhitungannya adalah LS = LF – D LS = Latest Start
LF = Latest Finish D = Duration
Seperti halnya pada perhitungan maju, pada perhitungan mundur ini pun terdapat dua langkah, yaitu sebagai berikut:
a. Pada terminal event berlaku LF=LS. b. Setiap aktivitas hanya dapat dimulai
apabila event yang mendahuluinya telah terjadi. Oleh karena itu, saat paling lambat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terkecil dari saat-saat paling lambat untuk memulai aktivitas-aktivitas yang berpangkal pada event tersebut.
PERT (Project Evaluation and Review
Technique)
PERT merupakan suatu metode analitik
yang digunakan untuk menjadwal
penyelesaian pekerjaan dan menganggarkan sumber-sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan pada jadwal tertentu (Purnomo, 2004). PERT mempunyai banyak kesamaan dengan CPM, bila CPM memperkirakan waktu komponen kegiatan proyek dengan pendekatan deterministik satu angka yang mencerminkan adanya kepastian, maka PERT direkayasa untuk menghadapi situasi
i
ES LS
j
EF LF D
5 dengan kadar ketidakpastian (Soeharto, 1999).
Berbeda dengan CPM dan PDM yang menggunakan perkiraan waktu komponen
kegiatan proyek dengan pendekatan
deterministik (satu angka yang
mencerminkan adanya kepastian), PERT menggunakan pendekatan probabilistik yang dirancang untuk menghadapi situasi dengan kadar ketidakpastian (uncertainly) yang tinggi pada aspek kurun waktu kegiatan (Soeharto, 1999). Adapun istilah yang digunakan dalam metode PERT adalah sebagai berikut:
a) Earliest Time of Occurance (TE) adalah
saat tercepat terjadinya kegiatan
b) Latest Time of Occurance (TL) adalah
saat paling lambat terjadinya kegiatan
c) Expected Duration (Te) adalah durasi
kegiatan yang diharapkan yang terdiri dari tiga angka estimasi, untuk
mendapatkan nilai mean durasi: Te = (To+4Tm+Tp)/6. Tiga angka
estimasi PERT yaitu:
To = kurun waktu optimistik
(optimistic duration time), yaitu durasi tercepat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan bila segala sesuatunya berjalan dengan baik.
Tm = kurun waktu yang paling mungkin (most likely time), yaitu durasi yang paling sering terjadi bila suatu kegiatan dilakukan berulang-ulang dengan kondisi yang hampir sama.
Tp = kurun waktu pesimistik
(pessimistic duration time), yaitu durasi yang paling lama dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan bila segala sesuatunya berjalan dalam kondisi buruk.
Lingkaran kejadian dalam penentuan waktu menggunakan PERT dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Lingkatan Kejadian PERT (Sumber : Dimyati, Dimyati, 2010) Teknik Perhitungan PERT
Perhitungan dengan metode PERT sama seperti CPM yaitu dengan cara perhitungan
maju (forward computation) dan
perhitungan mundur (backward
computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju terminal event maksudnya ialah menghitung saat yang paling tercepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas-aktivitas (TEi dan TEj). Pada initial event
berlaku TE=0.
Perhitungannya: TEj = TEi + Te(i,j).
TEj = waktu mulai kegiatan j
TEi = waktu mulai kegiatan i
Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j
Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke
initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya
events dan saat paling lambat dimulainya
dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas (TLi,
dan TLj). Pada terminal event berlaku
TL=TE.
Perhitungannya TLi = TLj - Te(i,j).
TLi = waktu selesai kegiatan i
TLj = waktu selesai kegiatan j
Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j
Menurut Soeharto (1999) estimasi kurun waktu kegiatan metode PERT memakai rentang waktu dan bukan kurun waktu yang relatif mudah dibayangkan.
Rentang waktu ini menjadi derajat
ketidakpastian yang berkaitan dengan proses estimasi kurun waktu kegiatan. Berapa besarnya ketidakpastian ini tergantung pada perkiraan untuk To dan Tp. Parameter yang menjelaskan masalah ini dikenal sebagai Deviasi Standar (S) dan Varians (V), dengan rumus sebagai berikut:
S = √V
V = ((Tp-To)/6)2
Dalam PERT terdapat analisis untuk
mengetahui kemungkinan kepastian
mencapai target jadwal penyelesaian (TD), sehingga dapat diketahui probabilitas penyelesaian proyek yang dinyatakan dengan Z yang dirumus sebagai berikut:
Analisis Waktu Kelonggaran
Ditinjau Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan kita dapatkan satu atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada network tersebut
yang menentukan jangka waktu
penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut lintasan kritis. Di samping lintasan kritis ini terdapat lintasan-lintasan lain yang
i
TEi TLi
j
TEj TLj Te
6 mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai waktu untuk bisa terlambat yang dinamakan float/slack.
Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada sebuah network dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek atau
digunakan pada waktu mengerjakan
penentuan jumlah material, peralatan, dan tenaga kerja. Float ini terbagi atas dua jenis, yaitu total float dan free float dalam CPM atau total slack dan free slack dalam PERT (Dimyati, Dimyati, 2010).
Total Float/Total Slack adalah jumlah
waktu di mana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Free Float/Fee Slack adalah jumlah waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dimulainya aktivitas lain pada network (Dimyati, Dimyati, 2010).
Dengan selesainya perhitungan maju dan perhitungan mundur pada network, barulah float/slack dapat dihitung. Float
dalam CPM dapat dicari dengan
perhitungan: FF=EF–ES-D dan TF=LF-ES-D. Slack dalam PERT dicari dengan perhitungan: SF(i,j)=TEj-TEi-Te(i,j) dan ST(i,j)
= TLj-TEi-Te(i,j).
Jalur Kritis CPM dan PERT
Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti penting dalam penyelesaian suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis diusahakan tidak mengalami keterlambatan penyelesaian (Purnomo, 2004).
Identifikasi aktivitas kritis dalam CPM ditandai dengan nilai free float dan total
float sama dengan nol (FF dan TF = 0).
Identifikasi aktivitas kritis dalam PERT ditandai dengan nilai free slack dan total
slack sama dengan nol (FS dan TS = 0).
Aktivitas kritis tersebut nantinya membentuk suatu jalur yaitu jalur kritis yang pengerjaannya tidak boleh mengalami penundaan agar tidak terjadi keterlambatan
proyek secara keseluruhan meskipun
kegiatan lain tidak mengalami
keterlambatan.
Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui jalur kritis adalah sebagai berikut :
a. Penundaan pekerjaan pada jalur kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat
penyelesaiannya, bila
pekerjaan-pekerjaan yang ada pada jalur kritis dapat dipercepat.
c. Pengawasan atau kontrol dapat
dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya
dan kemungkinan di trade off
(pertukaran waktu dengan biaya yang
efisien) dan crash program
(diselesaikan dengan waktu yang
optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat
waktunya dengan tambahan biaya
lembur.
Time slack atau kelonggaran waktu
terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui jalur kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien
Analisis Percepatan (Crashing Program)
Proses mempercepat kurun waktu suatu proyek disebut cashing program. Dalam menganalisis proses tersebut digunakan asumsi sebagai berikut (Soeharto, 1999): 1. Jumlah sumber daya yang tersedia tidak
merupakan kendala. Ini berarti dalam menganalisis program mempersingkat waktu, akternatif yang akan dipilih tidak dibatasi oleh ketersediaan sumber daya. 2. Bila diinginkan waktu penyelesaian
kegiatan lebih cepat dengan lingkup yang sama, maka keperluan sumber daya akan bertambah. Sumber daya ini dapat berupa tenaga kerja, material, peralatan atau bentuk lain yang dapat dinyatakan dalam sejumlah dana. Jadi, tujuan utama dari program
mempersingkat waktu adalah
memperpendek jadwal penyelesaian
kegiatan atau proyek dengan kenaikan biaya minimal. Proses memperpendek waktu kegiatan dalam jaringan kerja untuk mengurangi waktu pada jalur kritis, sehingga waktu penyelesaian total dapat dikurangi disebut sebagai crashing proyek (Heizer dan Render, 2009).
Untuk menganalisis lebih lanjut
7 kegiatan didefinisikan sebagai berikut (Soeharto, 1999):
1. Kurun waktu normal (Normal Duration
- Dn), adalah kurun waktu yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi di luar pertimbangan adanya kerja lembur, dan usaha-usaha khusus lainnya seperti menyewa peralatan yang lebih canggih.
2. Biaya normal (Normal Cost – Cn), adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal.
3. Kurun waktu dipersingkat (Crash Duration - Dc), adalah waktu tersingkat
untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih mungkin. Disini dianggap sumber daya bukan merupakan hambatan.
4. Biaya untuk waktu dipersingkat (Crash
Cost - Cc), adalah jumlah biaya
langsung untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan kurun waktu
tersingkat.
Gambar 4. Hubungan Waktu-Biaya untuk Suatu Kegiatan (Sumber: Soeharto, 1999)
Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti grafik gambar 4. Titik A menunjukkan titik normal, sedangkan B adalah titik dipersingkat. Garis yang menghubungkan kedua titik (A dan B)
disebut kurva waktu-biaya. Menurut
Soeharto (1999), jika diketahui bentuk kurva waktu-biaya suatu kegiatan, artinya dengan mengetahui berapa slope atau sudut kemiringanya, maka bisa dihitung berapa besar biaya untuk mempersingkat waktu satu hari dengan rumus :
6. METODOLOGI PENELITIAN Identifikasi Masalah
Identifikasi Masalah disertai dengan Studi Literatur dan Observasi Lapangan.
Masalah yang terjadi yaitu jadwal konstruksi masih menggunakan Bar Chart sehingga tidak dapat diketahui kegiatan yang bersifat kritis, sehingga dilakukan penjadwalan
ulang menggunakan metode Analisis
Jaringan Kerja sebagai peningkatan metode.
Tujuan dan Batasan Penelitian
Tujuan penelitian diperlukan untuk memfokuskan penelitianyaitu mendapatkan jadwal yang optimal dengan penyelesaian secara CPM dan PERT dan dilakukan percepatan pada jalur kritis. Batasan penelitian hanya pada konstruksi Top Coat
Booth Expansion karena merupakan kegiatan utama dari proyek expansion.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang berupa informasi urutan pengerjaan kegiatan konstruksi, urutan ketergantungan antar aktivitas, dan penentuan waktu pesimis dan optimis. Data sekunder berupa data durasi dan data biaya.
Pengolahan Data
Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan pembuatan diagram network proyek kemudian dilakukan perhitungan dengan metode CPM dan PERT untuk mendapatkan jadwal tercepat.
Analisa
Analisa data dilakukan dengan
membandingkan jadwal CPM dan PERT, dari kedua metode tersebut dipilih satu
jadwal yang menghasilkan waktu
penyelesaian tercepat kemudian dilakukan crashing pada jalur kritisnya sehingga dapat dilakukan perbandingan antara jadwal Bar
Chart dan Network Diagram.
Simpulan & Saran
Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi data maka diberikan kesimpulan dan saran-saran untuk menjadi bahan pertimbangan oleh perusahaan dalam menentukan metode penjadwalan yang lebih optimal, efektif dari segi waktu, dan efisien dari segi biaya.
7. PENGUMPULAN & PENGOLAHAN DATA Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian
ini yaitu jadwal kegiatan, urutan
ketergantungan aktivitas, durasi , serta biaya
yang dibutuhkan. Keseluruhan data
diperoleh dari master schedule pengerjaan proyek yang berupa Bar Chart, wawancara
8 dengan manajer proyek dan estimasi biaya proyek dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Struktur Kegiatan, Durasi dan Biaya
No Akti-vitas Predecessor Durasi Biaya Hari Rp. 1 A - 7 30,091,000 2 B - 7 9,440,000 3 C - 33 141,856,000 4 D A 57 245,024,000 5 E A 8 34,390,000 6 F E 127 545,930,000 7 G B 120 161,814,000 8 H B 22 29,666,000 9 I B 36 48,545,000 10 J B 17 22,924,000 11 K C 78 335,296,000 12 L C 59 253,621,000 13 M E 8 34,390,000 14 N F,G 29 124,662,000 15 O N 29 124,662,000 16 P F,G 64 275,115,000 17 Q L 7 30,091,000 18 R L 7 30,091,000 19 S D 21 90,272,000 20 T M 31 133,259,000 21 U L 11 47,286,000 22 V L 14 18,879,000 23 W Q,R,U 1 1,349,000 24 X S,T 66 283,712,000 25 Y S,T 1 4,299,000 26 Z H,I,J 49 66,074,000 27 AA K 36 154,752,000 28 BB X 66 283,712,000 29 CC X 66 283,712,000 30 DD Z,AA 2 8,598,000 31 EE Z,AA 56 240,725,000 32 FF Z,AA 63 270,816,000 33 GG Z,AA 85 114,619,000 34 HH Y 71 305,205,000 35 II P,O 65 279,413,000 36 JJ Z 121 520,122,000 37 KK Z 15 64,480,000 38 LL KK 8 34,390,000 39 MM DD 8 34,390,000 40 NN DD 1 4,299,000 41 OO EE 36 48,545,000 42 PP V,W 99 133,497,000 43 QQ LL,MM 7 30,091,000 44 RR NN 15 64,480,000 45 SS BB,CC HH,II,JJ 1 4,299,000 46 TT KK 50 214,933,000 47 UU QQ,RR 50 214,933,000 48 VV FF,GG,OO,PP 22 29,660,000 49 WW C 218 937,108,000 TOTAL 318 7,399,517,000
Sumber : Data Proyek PT. TKS Pengolahan Data
Seluruh data yang telah di peroleh digunakan untuk membuat jaringan kerja yang menggambarkan rangkaian kegiatan konstruksi mulai dari preparation sampai
commisioning. Pembuatan jaringan kerja
menggunakan metode CPM dan PERT untuk mengetahui total durasi dari masing-masing metode yang digunakan.
Perhitungan CPM
Perhitungan waktu penyelesaian
menggunakan metode CPM dilakukan
dengan hitung maju dan hitung mundur seperti yang pada jaringan gambar 5.
Gambar 5. Jaringan CPM Sumber : Data Pengolahan
Penyelesaian Top Coat Booth
Expansion menggunakan metode CPM
diselesaikan dalam waktu 272 hari waktu normal dengan 6 aktivitas kritis yaitu aktivitas A-E-F-P-II-SS. Hasil perhitungan metode CPM dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Perhitungan CPM Akti-vitas Du-rasi ES EF LS LF FF TF Kr itis A 7 0 7 0 7 0 0 Y B 7 0 7 0 22 0 15 T C 33 0 33 0 44 0 11 T D 57 7 64 7 118 0 54 T E 8 7 15 7 15 0 0 Y F 127 15 142 15 142 0 0 Y G 120 7 142 22 142 15 15 T H 22 7 29 22 101 0 72 T I 36 7 43 22 101 0 58 T J 17 7 24 22 101 0 77 T K 78 33 111 44 122 0 11 T L 59 33 92 44 137 0 45 T M 8 15 23 15 108 0 85 T N 29 142 171 142 177 0 6 T O 29 171 206 177 206 6 6 T P 64 142 206 142 206 0 0 Y Q 7 92 99 137 150 0 51 T R 7 92 99 137 150 0 51 T S 21 64 85 118 139 0 54 T T 31 23 85 108 139 31 85 T U 11 92 103 137 150 0 47 T V 14 92 106 137 151 0 45 T W 1 103 106 150 151 2 47 T X 66 85 151 139 205 0 54 T Y 1 85 86 139 200 0 114 T Z 49 43 92 101 150 0 58 T AA 36 111 147 122 158 0 11 T BB 66 151 217 205 271 0 54 T CC 66 151 217 205 271 0 54 T DD 2 147 149 158 206 0 57 T EE 56 147 203 158 214 0 11 T FF 63 147 210 158 250 0 40 T GG 85 147 232 158 250 0 18 T HH 71 86 271 200 271 114 114 T II 65 206 271 206 271 0 0 Y JJ 121 92 271 150 271 58 58 T KK 15 92 107 150 207 0 100 T LL 8 1 157 207 215 42 100 T MM 8 149 157 206 215 0 58 T NN 1 149 150 206 207 0 57 T OO 36 203 239 214 250 0 11 T PP 99 106 239 151 250 34 45 T QQ 7 157 165 215 222 1 58 T RR 15 150 165 207 222 0 57 T SS 1 271 272 271 272 0 0 Y TT 50 107 272 207 272 115 115 T UU 50 165 272 222 272 57 57 T VV 22 239 272 250 272 11 11 T WW 218 33 272 44 272 21 21 T
9
Perhitungan PERT
Dalam penentuan waktu metode PERT menggunakan 3 angka durasi yaitu, waktu optimis (To), waktu yang sering terjadi (Tm), dan waktu pesimis (Tp). Kemudian dihitung waktu yang diharapkan (Te), variansi (V), dan standar deviasi (S) seperti dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perkiraan Waktu dan Perhitungan Te, V, dan S Aktivitas To Tm Tp Te V S A 5 7 9 7 0,44 0,67 B 4 7 10 7 1,00 1,00 C 25 33 37 32 4,00 2,00 D 48 57 75 59 20,25 4,50 E 7 8 10 8 0,25 0,50 F 123 127 153 131 25,00 5,00 G 106 120 155 124 66,69 8,17 H 15 22 25 21 2,78 1,67 I 14 36 50 35 36,00 6,00 J 8 17 22 16 5,44 2,33 K 72 78 101 81 23,36 4,83 L 54 59 74 61 11,11 3,33 M 6 8 11 8 0,69 0,83 N 22 29 32 28 2,78 1,67 O 23 29 31 28 1,78 1,33 P 61 64 76 66 6,25 2,50 Q 4 7 10 7 1,00 1,00 R 6 7 8 7 0,11 0,33 S 14 21 24 20 2,78 1,67 T 25 31 33 30 1,78 1,33 U 10 11 13 11 0,25 0,50 V 13 14 16 14 0,25 0,50 W 1 1 2 1 0,03 0,17 X 62 66 80 68 9,00 3,00 Y 1 1 2 1 0,03 0,17 Z 42 49 65 51 14,69 3,83 AA 29 36 39 35 2,78 1,67 BB 63 66 78 68 6,25 2,50 CC 64 66 79 68 6,25 2,50 DD 1 2 3 2 0,11 0,33 EE 50 56 71 58 12,25 3,50 FF 59 63 76 65 8,03 2,83 GG 80 85 105 88 17,36 4,17 HH 59 71 73 69 5,44 2,33 II 63 65 79 67 7,11 2,67 JJ 117 121 146 125 23,36 4,83 KK 13 15 18 15 0,69 0,83 LL 7 8 10 8 0,25 0,50 MM 6 8 9 8 0,25 0,50 NN 1 1 2 1 0,03 0,17 OO 28 36 40 35 4,00 2,00 PP 95 99 118 102 14,69 3,83 QQ 6 7 9 7 0,25 0,50 RR 13 15 17 15 0,44 0,67 SS 1 1 2 1 0,03 0,17 TT 45 50 64 52 10,03 3,17 UU 44 50 65 52 12,25 3,50 VV 15 22 25 21 2,78 1,67 WW 190 218 290 225 277,78 16,67
Sumber : Data Proyek PT. TKS dan Data Pengolahan
Dalam perhitungan waktu penyelesaian
menggunakan metode PERT, dapat
diketahui kemungkinan/probabilitas waktu penyelesaian kegiatan konstruksi Top Coat
Booth Expansion yaitu dengan cara menggunakan rumus deviasi (z). Dari perhitungan PERT diketahui aktivitas kritis yaitu A-E-F-P-II-SS.
Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
Te kritis = 280 hari
TD = 272 hari (Asumsi penyelesaian CPM)
Z = -1,28 → 0,1003
Probabilitas = 1 – 0,1003 = 0,89
Berdasarkan perhitungan di atas
probabilitas sekitar 89% dari total area dibawah kurva normal. Hal ini berarti, bahwa kemungkinan kegiatan konstuksi dapat selesai tepat waktu cukup tinggi.
Perhitungan waktu penyelesaian
menggunakan metode PERT dilakukan dengan hitung maju dan hitung mundur seperti yang digambarkan pada jaringan gambar 6.
Gambar 6. Jaringan PERT Sumber : Data Pengolahan
Penyelesaian Top Coat Booth
Expansion menggunakan metode PERT
diselesaikan dalam waktu 280 hari waktu normal dengan 6 aktivitas kritis yaitu aktivitas A-E-F-P-II-SS. Hasil perhitungan metode PERT dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Perhitungan PERT
Aktivitas Te TEi TEj TLi TLj FS TS Kritis A 7 0 7 0 7 0 0 Y B 7 0 7 0 22 0 15 T C 32 0 32 0 50 0 18 T D 59 7 66 7 123 0 57 T E 8 7 15 7 15 0 0 Y F 131 15 146 15 146 0 0 Y G 124 7 146 22 146 15 15 T H 21 7 28 22 103 0 75 T I 35 7 42 22 103 0 61 T J 16 7 23 22 103 0 80 T K 81 32 113 50 131 0 18 T L 61 32 93 50 143 0 50 T M 8 15 23 15 113 0 90 T N 28 146 174 146 184 0 10 T O 28 174 212 184 212 10 10 T P 66 146 212 146 212 0 0 Y Q 7 93 100 143 156 0 56 T R 7 93 100 143 156 0 56 T S 20 66 86 123 143 0 57 T T 30 23 86 113 143 33 90 T U 11 93 104 143 156 0 52 T V 14 93 107 143 157 0 50 T W 1 104 107 156 157 2 52 T X 68 86 154 143 211 0 57 T Y 1 86 87 143 210 0 123 T Z 51 42 93 103 154 0 61 T AA 35 113 148 131 166 0 18 T BB 68 154 222 211 279 0 57 T CC 68 154 222 211 279 0 57 T DD 2 148 150 166 212 0 62 T EE 58 148 206 166 224 0 18 T FF 65 148 213 166 259 0 46 T GG 88 148 236 166 259 0 23 T HH 69 87 279 210 279 123 123 T II 67 212 279 212 279 0 0 Y JJ 125 93 279 154 279 61 61 T KK 15 93 108 154 213 0 105 T LL 8 108 158 213 221 42 105 T MM 8 150 158 212 221 0 63 T NN 1 150 151 212 213 0 62 T OO 35 206 241 224 259 0 18 T
10 PP 102 107 241 157 259 32 50 T QQ 7 158 166 221 228 1 63 T RR 15 151 166 213 228 0 62 T SS 1 279 280 279 280 0 0 Y TT 52 108 280 213 280 120 120 T UU 52 166 280 228 280 62 62 T VV 21 241 280 259 280 18 18 T WW 225 32 280 50 280 23 23 T Sumber : Data Pengolahan 8. Analisa Hasil
Hasil pengolahan data pada
pembahasan sebelumnya dapat
dibandingkan penjadwalan menggunakan metode CPM dan PERT memiliki jalur kritis yang sama yaitu serangkaian aktivitas A-E-F-P-II-SS. Total durasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian konstruksi dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Grafik Metode Terhadap Durasi Sumber : Data Pengolahan
Teknik perhitungan metode CPM lebih cepat 8 hari dibanding dengan teknik
perhitungan metode PERT, hal ini
dikarenakan metode CPM memiliki satu angka estimasi durasi yang pasti, sedangkan metode PERT memiliki tiga angka estimasi durasi yang merupakan perkiraan.
Dengan asumsi serangkaian aktivitas yang termasuk ke dalam jalur kritis dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (waktu normal), maka untuk tahap mempercepat penjadwalan digunakan hasil perhitungan dengan menggunakan metode CPM karena memiliki total durasi paling cepat.
Crashing Program
Tujuan utama dilakukan crashing
adalah untuk mempersingkat waktu
penyelesaian kegiatan konstruksi Top Coat
Booth Expansion dengan biaya yang
minimal. Oleh karena itu kegiatan crashing hanya dilakukan pada serangkaian aktivitas yang terdapat pada jalur kritis.
Bedasarkan hasil penyelesaian kegiatan menggunakan metode CPM terdapat 6 aktivitas kritis yaitu aktivitas A-E-F-P-II-SS, pada aktivitas S tidak dapat dilakukan
crashing karena durasi yang ada tersebut
merupakan durasi yang paling optimal.
Perhitungan crashing program
dilakukan dengan cara mengurangi waktu penyelesian kegiatan konstruksi dengan
menekan sebanyak mungkin
aktivitas-altivitas kritis yang mempunyai slope terkecil seperti pada tabel diba5.
Tabel 5. Hasil Perhitungan PERT
Acti vity Dn Dc Cn Cc Slope Hari Hari Rp. Rp. A 7 5 30.091.000 37.689.000 3.799.000 E 8 7 34.390.000 38.289.000 3.899.000 P 64 61 275.115.000 287.622.000 4.169.000 F 127 123 545.930.000 563.125.000 4.298.750 II 65 63 279.413.000 288.211.000 4.399.000 Sumber : Data Pengolahan
Tahap percepatan dari setiap aktivitas dilakukan dengan cara mencari batas
penekanannya (Compession Limit).
Compresion Limit tersebut merupakan
banyaknya pengurangan durasi yang
diizinkan untuk aktivitas yang dilakukan percepatan. Compresion Limit ditentukan dari hasil pemilihan dari batas percepatan (Crash Limit - CL) masing-masing aktivitas dan FF minimum dari network sebelumnya. Hasil perhitungan percepatan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Percepatan
C Akt CL FF Comp Durasi Total Biaya
N C Normal 272 7.399.517.000 1 A 2 1 1 271 7.403.316.000 2 A 1 1 1 270 7.407.115.000 3 E 1 1 1 269 7.411.014.000 4 P 3 1 1 268 7.415.183.000 5 P 2 1 1 267 7.419.352.000 6 P 1 1 1 266 7.423.521.000 7 F 4 1 1 265 7.427.819.750 8 F 3 1 1 264 7.432.118.500 9 F 2 1 1 263 7.436.417.250 10 F 1 1 1 262 7.440.716.000 11 II 2 1 1 261 7.445.115.000 12 II 1 1 1 260 7.450.860.000 VV 7
Sumber : Data Pengolahan
Penyelesaian konstruksi Top Coat
Booth Expansion dengan menganalisis jalur
kritis A-E-F-P-II-SS dapat dipercepat sebanyak 12 kali dengan jalur kritis tetap dari percepatan ke-1 sampai ke-10. Pada percepatan ke-11 terdapat penambahan jalur kritis yaitu pada aktivitas C-K-AA-EE-OO-VV.
Munculnya dua jalur kritis ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi waktu penyelesaian konstruksi, pengurangan harus dilakukan terhadap kedua jalur kritis itu secara bersamaan. Sehingga pada jalur kritis ke-2 dipilih slope terkecil untuk dilakukan percepatan. Maka pada percepatan ke-12 dilakukan 2 percepatan sekaligus
11 untuk jalur kritis yang berbeda. Karena seluruh aktivitas kritis pada jalur kritis ke-1 (A-E-F-P-II-SS) telah mencapai crash time-nya, maka tidak mungkin lagi dilakukan pengurangan terhadap waktu penyelesaian konstruksi ini, sehingga perhitungan selesai.
Crashing program dilakukan sebanyak
12 kali percepatan dari penyelesian waktu normal selama 272 hari menjadi 260 hari, sehingga meningkatkan biaya sebanyak Rp. 51.343.000 dari total biaya normal Rp.
7.399.517.000 menjadi total biaya
percepatan Rp. 7.450.860.000 seperti yang digambarkan pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hubungan Durasi Terhadap Biaya Sumber : Data Pengolahan
Perbandingan Bar Chart dan Network
Analysis
Perbandingan waktu dan biaya waktu normal dengan menggunakan metode Bar
Chart dan waktu dipercepat dengan menggunakan metode Network Analysis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. Perbandingan Waktu dan Biaya Waktu Normal dan Dipercepat
Uraian
Normal Percepatan
Selisih
(Bar Chart) (Network)
Waktu 318 hari 260 hari 58 hari
Biaya Rp. 7.399.517.000 Rp. 7.450.860.000 Rp. 51.343.000 Sumber : Data Pengolahan
Berdasarkan tabel 5.4 total waktu penyelesaian kegiatan secara keseluruhan dapat dipersingkat 58 hari dengan kenaikan biaya Rp. 51.343.000.
Perbandingan produktivitas penyelesaian konstruksi:
Output : Durasi dan Input : Biaya Produktivitas : Output/Input
Berdasarkan perbandingan tersebut, kenaikan biaya 0,7% dari biaya normal masih dalam batas wajar, karena meskipun biaya naik tapi menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding penyelesaian secara normal.
9. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian, maka didapatkan beberapa kesimpulan :
1. Durasi penyelesaian konstruksi Top
Coat Booth Expansion dengan perhitungan menggunakan metode CPM yaitu selama 272 hari, dan dengan
perhitungan menggunakan metode
PERT yaitu selama 280 hari. Durasi
tersebut merupakan waktu normal
penyelesaian kegiatan.
2. Penjadwalan terpilih yaitu dengan
metode perhitungan CPM karena
memiliki total durasi lebih cepat dibanding PERT. Berdasarkan jaringan
kerja CPM tersebut dilakukan
percepatan pada jalur kritisnya dari total penyelesaian 272 hari menjadi 260 hari dengan kenaikan biaya Rp. 51.343.000 sehingga total biaya percepatan menjadi Rp. 7.450.860.000.
3. Perbandingan penjadwalan secara
normal yaitu dengan menggunakan metode Barr Chart kegiatan konstruksi dapat diselesaikan selama 318 hari,
sedangkan dengan menggunakan
metode Analisis Jaringan Kerja dan
dilakukan percepatan pada jalur
kritisnya dapat diselesaikan 58 hari lebih cepat menjadi 260 hari dengan kenaikan biaya 0,7% dari biaya normal (Rp. 7.399.517.000)
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan saran berikut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, antara lain:
1. Untuk menager proyek,
penentuan/perkiraan waktu penjadwalan harus lebih diperhatikan lagi dari setiap aktivitas kegiatan proyek agar diperoleh
waktu penyelesaian yang paling
optimal.
2. Perencanaan awal dalam teknik
penentuan jadwal harus lebih matang agar mempermudah pada saat tahap implementasi jadwal di lapangan. 3. Penggunaan metode Analisis Jaringan
Kerja dalam keberlangsungan suatu proyek dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan jadwal sehingga dapat mempermudah kegiatan pengawasan
terhadap jalannya proyek untuk
mengetahui apakah ada
keterlambatan/tidak dan melakukan
12
keterlambatan untuk mengejar
keterlambatan tersebut.
4. Untuk penelitian selanjutnya,
diharapkan mencoba teknik perhitungan lain dari Metode Analisis Jaringan
Kerja, misalnya metode Preceden
Diagram Methode - PDM sehingga
dapat lebih dipahami perbandingan, kelebihan dan kekurangan dari setiap metode.
DAFTAR PUSTAKA
Adeleke, R.A., et al, 2011, “Aplication of
Network Analisys to Project Management”, The Pacific Journal of Science and Technology,
Vol. 12, No. 1.
Badri, S., 1997, Dasar-dasar Network
Planing, Rika Cipta, Jakarta.
Dimyati, Tjutju T., dan Ahmad Dimyati, 2010, Operation Research Model-
model Pengabilan Keputusan (Edisi 2), Sinar Baru Algensindo,
Bandung.
Ervianto, Wulfram I., 2005,Manajemen
Proyek Konstruksi (Edisi Revisi),
Andi, Yogyakarta. Frederika, Ariany, 2010, “Analisis
Percepatan Pelaksanaan Dengan Menambah Jam Kerja Optimum Pada Proyek Konstruksi”, Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil Universitas Udayana Denpasar, Vol. 14, No. 2.
Handoko, T.H., 1999, Dasar-dasar
Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi Pertama), BPFE,
Yogyakarta.
Heizer, Jay, dan Barry Render, 2009,
Manajemen Operasi (Edisi 9),
Salemba Empat, Jakarta.
Husein, Abar, 2009, Manajemen Proyek, Andi Offset, Yogyakarta.
Muhtadi, Adhi, 2009, “Manajemen Proyek Berbasis Efisiensi Waktu
Pelaksanaan Pembangunan Gedung Polres kabupaten Probolinggo”,
Jurnal Neutron, Vol. 9, No. 2. O’Brien, James. J., 1984, CPM in Construction Management (3rd Edition), NC Graw-Hill, Newyork. Prawiroharjono, S., 1985, Dasar-dasar
Evaluasi Proyek, Andi,