• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Analisa Studio Perencanaan Kota 2015 di Situbondo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Data Analisa Studio Perencanaan Kota 2015 di Situbondo"

Copied!
277
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-1

BAB VI

DATA DAN ANALISA 6.1 Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Wilayah 6.1.1 Perencanaan Pembangunan Daerah (RPJP/RPJM)

Rencana pembangunan jangka menengah atau disebut dengan RPJM merupakan laporan yang berisi tentang visi, misi, tujuan dan sasaran suatu daerah untuk melakukan pembangunan serta kebijakan dan program yang akan direncanakan. Perencanaan pembangunan Kabupaten Situbondo dilaksanakan sesuai dengan RPJPD Kabupaten dan RTRW Kabupaten yang merupakan satu kesatuan dokumen sistem perencanaan pembangunan daerah. RPJPD Kabupaten Situbondo dapat ditinjau kembali setiap lima tahun. Berikut merupakan visi, misi, dan Strategi dalamm RPJM Kabupaten Situbondo tahun 2011-2015:

1. Visi

Terwujudnya Masyarakat Situbondo yang Beriman, Sejahtera dan Berkeadilan.

2. Misi

a) Meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan melalui peningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari serta memberi perhatian pada lembaga untuk kelancaran peran dan tanggung jawab.

b) Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan ketrampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

c) Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat. d) Meningkatkan kualitas dan mentalitas pengabdian pengelola

pemerintahan demi terwujudnya profesionalitas kinerja pelayanan. e) Meningkatkan kualitas demokrasi, supremasi hukum dan HAM

melalui peningkatan kesadaran hukum bagi aparatur dan masyarakat.

(2)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-2

3. Startegi

Strategi yang tedapat dalam RPJM Kabupaten Situbondo merupakan stategi yang akan dikerjakan dalam perioofe pengembangan daerah selama lima tahunan mereupakan penjabaran dari misi RPJMD Kabupaten.

Tabel 6.1 Analisis Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah

No. Kebijakan Analisis

1 Meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan melalui peningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari serta memberi perhatian pada lembaga untuk kelancaran peran dan tanggung jawab.

Berdasarkan kondisi eksisting Pemerintah Kecamatan Panarukan telah melakulkan kegiatan tersebut dengan mengadakan acara keagamaan di masjid-masjid di Kecamatan Panarukan maupun di tempat peribadatan lain. 2 Meningkatkan kualitas SDM melalui

pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan ketrampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kecamatan Panarukan juga terdapat tingkatan pendidikan seperti TK, SD, dan SMP yang tersebar di masing-masing desa di Kecamatan Panarukan. Selain itu juga terdapat pos kesehatan seperti pos kesehatan pelabuhan dan praktek dokter di Desa Kilensar dan ada Puskeswan di Desa Paowan.

3 Memberdayakan dan meningkatkan

kemampuan ekonomi rakyat. Pada kondisi eksistik perekonomian di Kecamatan Panarukan di dominasi sektor pertanian yang berdada di seluruh kawasan BWP Kecamatan Panarukan sedangkan pusat perdagangan yang lebih lengkap berada di Desa Kilensari dan sebagian di Desa Wringinanom. Selain itu juga terdapat beberapa industri kecil seperti pengolahan kerajinan dari kayu di Desa Paowan yang biasa diekspor ke Provinsi Bali dan industri rumah tangga pembuatan tahu di Desa Paowan yang skalanya sampai di ekspor ke kecamatan lain di Kabupaten Situbondo yaitu Kecamatan Panji dan Kecamatan Besuki 4 Meningkatkan kualitas dan mentalitas

pengabdian pengelola pemerintahan demi terwujudnya profesionalitas kinerja pelayanan

Kedua visi ini belum terlihat secara jelas peningkatan kualitas profesionalitas dan kesadaran masyarakat, karena hal tersebut kualitatif sehingga parameter penilaian sudah teralisasi atau belum masih bisa.

5 Meningkatkan kualitas demokrasi, supremasi hukum dan HAM melalui peningkatan kesadaran hukum bagi aparatur dan masyarakat.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan analisis pada di atas Pemerintah Kabupaten Situbondo telah melakukan beberapa strategi kebijakan RPJM dengan cukup baik, meskipun belum sepenuhnya dilakukan. Kebijakan yang sudah dijalankan maupun belum, sebaiknya pemerintah Kabupaten Situbondo selalu mengevaluasi dan menindak lanjuti hal tersebut agar sesuai dengan tujuan, visi, dan misi yang terdapat dalam

(3)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-3

RPJM Kabupaten Situbondo dan juga sesuai dengan Perencanaan Ruang RTRW Kabupaten Situbondo.

6.1.2 Perencanaan Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Situbondo A. Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Situbondo

1. Visi Pengembangan Tata Ruang Kabupaten Situbondo

Visi penataan ruang Kabupaten Situbondo adalah Terwujudnya Ruang Wilayah yang Seimbang Berbasis Bahari.

a) Struktur Tata Ruang

Kebijakan penataan ruang terkait struktur ruang yaitu mewujudkan struktur ruang yang seimbang guna mendorong pertumbuhan wilayah sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah.

b) Prasarana Perkotaan

Sistem prasarana perkotaan mendukung untuk keberlanjutan struktur ruang yaitu dengan mewujudkan penyediaan prasarana di perkotaan untuk peningkatan SDM yang lebih produktif dan mandiri serta berdaya saing tinggi.

2. Konsepsi Struktur Tata Ruang Kabupaten Situbondo a) Strategi Dasar Pembangunan

Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Situbondo membahas mengenai strategi penataan struktur ruang wilayah Kabupaten Situbondo, strategi pengembangan pola ruang wilayah Kabupaten Situbondo, strategi pengembangan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan strategi penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten Situbondo.

b) Pemanfaaatan Ruang

Berdasarkan strategi dasar pembangunan Kabupaten Situbondo tersebut ditetapkan beberapa pemanfaatan ruang yaitu:

1) Pengembangan pusat pelayanan guna mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah yang mendukung perkembangan industri, pertanian dan pariwisata bahari

(4)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-4

2) Penyediaan prasarana wilayah melalui pengembangan prasarana

transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, dan prasarana lingkungan sebagai pendorong iklim produktif

3) Pengendalian fungsi kawasan lindung yang mencakup kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya dengan menetapkan fungsi utamanya meliputi fungsi lindung dan tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya

4) Pengembangan manajemen resiko pada kawasan rawan bencana. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan budidaya untuk mendukung perekonomian wilayah sesuai daya dukung lingkungan

B. Rencana Struktur Ruang Kota Kabupaten Situbondo

Rencana struktur ruang kota Kabupaten Situbondo dilakukan dengan perwujudan sistem pusat kegiatan dan perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah. Perwujudan sistem pusat kegiatan di Kabupaten Situbondo meliputi:

1. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di Kecamatan Situbondo 2. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (Pklp) di Kecamatan

Besuki dan Asembagus.

3. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) di Banyuglugur, Suboh, Mlandingan, Bungatan, Jatibanteng, Sumbermalang, Kendit, Panarukan, Mangaran, Panji, Arjasa, Kapongan, Jangkar, dan Banyuputih.

4. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di Desa Kayumas, Patemon, Tanjung Pecinan, Gelung, Kumbang sari, Curahcotok, Battal, Dawuhan, Kalirejo, Kedunglo, Lubawang, Patemon, Kukusan, Alas Banyur dan Blimbing

Perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah di Kabupaten Situbondo meliputi sistem jaringan prasarana utama yang terdiri dari jaringan transportasi

(5)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-5

darat, jaringan transportasi laut dan jaringan transportasi udara; dan sistem jaringan prasarana lainnya.

C. Rencana Jaringan dan Pengembangan Transportasi

Pengembangan jaringan dan prasarana transportasi jalan yang ada di wilayah Kabupaten Situbondo bertujuan untuk meningkatkan, memajukan dan meratakan pembangunan yang ada pada wilayah situbondo. Prasarana jalan berperan untuk melayani wilayah dalam dua bentuk pelayanan utama yakni, untuk melayani aktivitas ekonomi terhadap pergerakan orang, barang dan jasa dan untuk membuka serta melancarkan akses bagi wilayah-wilayah yang sulit di jangkau.

1. Jaringan jalan

Kebijakan terhadap rencana sistem jaringan jalan di Kabupaten Situbondo adalah:

a) Jalan Nasional

Jaringan jalan nasional di wilayah Kabupaten Situbondo memiliki perkembangan yang tergolong baik, tertata sesuai dengan hirarki dan tingkat perkembangan wilayah, arahan struktur wilayah, arahan pengembangan wilayah perkotaan dan perdesaan maupun sentra-sentra perekonomian wilayah. Jalan nasional sebagai jalan arteri primer pada wilayah Kabupaten Situbondo yang terus berkembangkan adalah jalur pantura.

b) Jalan Provinsi

Jalan provinsi merupakan jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota dan antar ibukota kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan jalan provinsi di wilayah Kabupaten Situbondo meliputi jalan Situbondo-Bondowoso-Jember.

c. Jalan Kabupaten

Pada rangka pengembangan jalan kabupaten, perlu memperhatikan 4 (empat) hal dalam rencana pengembangan transportasi jalan, yaitu berkaitan dengan fungsi dan hirarki jalan, kapasitas jalan, pengembangan jalan alternatif dan ketersediaan fasilitas parkir.

(6)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-6

D. Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan adalah rencana pengembangan prasarana dan infrastruktur kota yang berkelanjutan yang berprinsip pada fungsional prasarana dengan prioritas menjaga kelestarian lingkungan. Rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan terdiri dari rencana sistem drainase, rencana sistem persampahan, dan rencana sistem pengelolaan air limbah. Berikut ini adalah uraian rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

1. Rencana Sistem Drainase

Rencana pengembangan sistem drainase Kecamatan Panarukan terdiri atas sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan dan rencana kebutuhan sistem jaringan di kawasan perkotaan. Berikut adalah rencana pengembangan sistem drainase kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan.

a. peningkatan kapasitas sistem drainase di pusat-pusat kegiatan

b. pemanfaatan sistem drainase yang telah ada secara maksimal, baik sungai, anak sungai, maupun saluran lainnya.

c. Saluran diusahakan mengikuti kemiringan tanah yang ada sehingga air hujan dapat dialirkan secara gravitasi.

d. Saluran primer diusahakan mengikuti saluran alam, sedangkan untuk saluran sekunder akan mengikuti saluran alam dan saluran buatan; dan saluran tersier akan mengikuti pola jaringan jalan.

e. Sistem drainase dirancang untuk mengalirkan air hujan secepatnya sehingga waktu pengaliran lebih pendek dan mengurangi kemungkinan terjadinya genangan dalam waktu yang panjang. Pemilihan sistem jaringan drainase yang akan dikembangkan didasarkan pada karakteristik fisik daerah perencanaan dan jaringan jalan, jaringan irigasi serta prasarana lainnya.

2. Rencana Sistem Persampahan

Rencana sistem persampahan adalah dengan menggunakan konsep komunal dan terpusat. Konsep pengelolaan secara komunal diperkukan

(7)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-7

untuk mengurangi beban TPA. Berikut adalah rencana sistem persampahan kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan.

a. penyusunan rencana induk pengolahan persampahan; b. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) regional;

c. Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di seluruh Kecamatan;

d. penerapan pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan konsep 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang) dan replace (mengganti);3. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah

e. penyediaan sarana pengangkutan sampah yang memadai dan mendistribusikannya secara proporsional di setiap wilayah

3. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah

Rencana sistem pengelolaan air limbah diperlukan agar limbah-limbah tersebut tidak merusak dan mencemari lingkungan dengan memperhatikan standar dalam pembuatan saluran pembuangan limbah baru maupun pengawasan terhadap saluran pembungan limbah yang telah ada. Berikut ini adalah upaya pengelolaan air limbah kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan.

a. pengembangan septik tank dengan sistem terpadu untuk kawasan pemukiman perkotaan;

b. pengembangan sistem sewerage untuk kawasan industri dan kawasan padat dengan memakai sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) serta Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT);dan c. pengembangan sistem jaringan tertutup untuk kawasan industri yang

memungkinkan menghasilkan limbah. 6.1.3 Kebijakan Sektoral

A. Kebijakan dan Strategi Kawasan Lindung

Kawasan Lindung ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah, budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

(8)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-8

Berdasarkan kriteria kawasan lindung menurut Keppres No.32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan perdesaan Kecamatan Panarukan memiliki kawasan perlindungan setempat berupa kawasan sempadan sungai dan pantai, yang termasuk juga kawasan rawan bencana banjir.

1. Kawasan sempadan sungai.

Pola penyebaran sempadan sungai tidak bertanggul banyak terdapat di wilayah perdesaan Kecamatan Panarukan. Sempadan sungai sebaiknya difungsikan untuk kawasan penghijauan sempadan.

2. Kawasan sempadan pantai.

Beberapa desa yang memiliki garis pantai yaitu desa Kilensari, Gelung, Peleyan, dan Duwet, perlu pengendalian pengembangan untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

3. Kawasan rawan bencana banjir.

Bencana banjir yang pernah terjadi dikarenakan meluapnya sungai Deluwang, terutama di desa Sumberkolak dan Wringinanom, diperlukan penertiban pembatasan pembangunan dengan mempertimbangkan kestabilan kelerengan, dan membangun plengsengan di pinggiran sungai sebagai upaya konservasi di sekitar sungai. Selain itu diperlukan adanya partisipasi masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan di sungai terutama limbah rumah tangga cair maupun padat.

B. Kebijakan dan Strategi Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan pengembangan permukiman, perdagangan dan jasa, pertanian, industri dan pariwisata. Pembangunan kawasan budidaya dilakukan merata pada seluruh wilayah perdesaan Kecamatan Panarukan dengan memperhatikan ketentuan pengendalian yang berlaku, sehingga pemanfaatan lahan yang terjadi diharapkan mampu berjalan dengan optimal.

(9)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-9

(10)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-10

6.2 Kebijakan Pengembangan Kecamatan Panarukan

Perencanaan yang akan dilakukan di Kecamatan Panarukan akan menyesuaikan dengan kebijakan pembangunan kota di Kecamatan Panarukan yang menjadi wilayah perencanaan untuk mendapatkan perencanaan yang sinergis dan sesuai dengan acuan pengembangan yang ada beserta visi dan misi Kecamatan Panarukan. Visi dari Kecamatan Panarukan yaitu “Terwujudnya Ruang Wilayah yang Seimbang Berbasis Bahari”, sedangkan misi untuk mencapai visi tersbut adalah sebagai berikut.

a. Mewujudkan struktur ruang yang seimbang guna mendorong pertumbuhan wilayah sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah;

b. Mewujudkan keterpaduan antar sektor unggulan dalam mendukung potensi bahari;

c. Mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi produktif; dan

d. Mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana di perkotaan dan perdesaan untuk peningkatan kualitas SDM yang lebih produktif dan mandiri serta berdaya saing tinggi.

RTRW Kabupaten Situbondo tahun 2014-2034 menyebutkan bahwa Kecamatan Panarukan merupakan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang melayani Kecamatan Panarukan itu sendiri mencakup Desa Kilensari, Desa Paowan, Desa Sumberkolak, Desa Wringinanom, Desa Peleyan, Desa Alasmalang, Desa Duwet dan Desa Gelung, dengan fungsi untuk memberikan pelayanan terhadapa daeran yang dilayani terkait dengan perdagangan dan jasa, pendidikan, jasa pariwisata, pertanian, pelayanan sosial, pelayanan ekonomi skala regional, pengembangan permukiman dan atau peruntukan industri.

(11)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-11

(12)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-12

(13)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-13

6.3 Isu Strategis Kecamatan Panarukan

Isu strategis yang berkembang di Kecamatan Panarukan adalah adanya rencana pengembangan pelabuhan Panarukan Kabupaten Situbondo serta Penuntasan penyelesaian pembukaan kembali jalur kereta api Kalisat (Jember)-Bondowoso-Situbondo-Panarukan.

A. Pengembangan Pelabuhan Panarukan Kabupaten Situbondo

Pelabuhan Panarukan berdasarkan kebijakan RTRW Kabupaten Situbondo Periode 2013-2033 diperuntukkan sebagai pelabuhan regional untuk peti kemas dan kargo. Luas daerah lingkungan pelabuhan sekitar 39,48 ha. Barang yang masuk ke Panarukan sebagian besar berupa hasil sumber daya alam seperti kayu asal Kalimantan dan Sulawesi, Garam dari Pulau Madura, serta ikan laut dari Sulawesi.

Gambar 6.1 Kondisi Pelabuhan Panarukan

Sumber: Survei Primer, 2015

Berdasarkan hasil analisis kebijakan, Pelabuhan Panarukan diperuntukkan untuk Pelabuhan Regional, akan tetapi kondisi eksisting-nya pelabuhan yang ada sudah melewati batas regional, dan mampu melayani ruang lingkup nasional karena mengangkut sumber daya alam berupa kayu dari Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan lain-lain. Oleh karena itu sarana dan prasarana pendukung di Pelabuhan Panarukan perlu dilakukan perbaikan untuk menunjang keberlangsungan operasional pelabuhan yang ada.

Selain itu, kondisi eksisting yang ada sarana penunjang pelabuhan sebagian besar menyatu dengan permukiman warga di pesisir pantai, sehingga

(14)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-14

tidak terlihat jelas batas antara sarana pendukung pelabuhan dengan permukiman warga, sehingga banyak bangunan pendukung pelabuhan tidak beroperasional dengan baik.

(15)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-15

(16)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-16

B. Penuntasan penyelesaian pembukaan kembali jalur kereta api Kalisat

(Jember)-Bondowoso-Situbondo-Panarukan

Pengembangan transportasi kereta api untuk melayani pergerakan yang menghubungkan antara Panarukan-Bondowoso-Kalisat-Jember. Stasiun Kereta Api Panarukan terletak di Desa Kilensari. Letak Stasiun KA tidak jauh dari Pelabuhan Panarukan. Panjang jalur rel kereta api Jember-Panarukan 70 km. Stasiun kereta api Panarukan sudah ada sejak zaman Belanda yaitu pada tahun 1897, dan ditutup pada tahun 2004 dikarenakan sudah tuanya prasarana yang ada, dan minimnya barang yang diangkut dari pelabuhan serta sedikitnya penumpang.

Berdasarkan kebijakan RTRW Kabupaten Situbondo Periode 2013-2033, adanya rencana pembukaan kembali jalur jereta api Jember-Panarukan, sebagai upaya dalam meningkatkan sektor ekonomi regional. Stasiun KA ini direncanakan sebagai pariwisata, penelitian, dan pendidikan. Rencana pembukaan kembali jalur kereta api ini dimulai tahun 2015.

Gambar 6.2 Stasiun Kereta Api

Sumber: Survei Primer, 2015

Berdasarkan gambar 6.2 dapat diketahui bahwa stasiun Panarukan tidak layak untuk operasional, karena kondisi fisik bangunan yang sudah tua. Selain itu daerah sempadan rel sudah banyak yang dipenuhi oleh permukiman dan perkebunan. Salah satu contohnya yaitu aktivitas nelayan yang menjemur hasil perikanan di daerah sempadan rel, di dekat lokasi Stasiun Panarukan, seperti pada gambar 6.3

(17)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-17

Gambar 6.3 Daerah Sempadan Rel di sekitar Stasiun Panarukan

Sumber: Survei Primer, 2015

Adanya rencana pengoperasional kembali jalur kereta api Kalisat-Panarukan berhubungan dengan rencana pengembangan Pelabuhan Kalisat-Panarukan, karena dengan ramainya aktivitas bongkar-muat barang di Pelabuhan, maka Stasiun Panarukan akan berperan dalam proses distribusi barang dari pelabuhan tersebut, sehingga adanya pengoperasional kembali jalur Kereta Api Kalisat-Panarukan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi daerah Kecamatan Panarukan.

(18)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-18

6.4 Pembagian Sub BWP Kecamatan Panarukan

Pembagian Sub BWP Kecamatan Panarukan berdasarkan kepada jangkauan pelayanan fasilitas, prasarana dan guna lahan eksisting yang ada. Setiap Sub BWP terdiri atas blok yang dibagi berdasarkan batasan fisik antara lain jalan dan sungai, serta kesamaan penggunaan lahan pada blok tersebut. Berikut merupakan pembagian blok Sub BWP pada kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan.

Tabel 6.2 Pembagian Sub BWP Kecamatan Panarukan

No. Desa Nama Blok Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. Kilensari 68351-KL-01 Perumahan Pendidikan Tambak Pertanian 59,58 68351-KL-02 Perumahan Pendidikan PPU

Perdagangan dan Jasa Industri dan Pergudangan Pemakaman Peribadatan Keamanan Pertanian 61,09 68351-KL-03 Perumahan

Perdagangan dan Jasa Kesehatan

Industri dan Pergudangan PPU Pemakaman Peribadatan Keamanan Tambak Pertanian 49,74 68351-KL-04 Perumahan

Perdagangan dan Jasa PPU

Peribadatan Pendidikan

Industri dan Pergudangan Pertanian 67,88 68351-KL-05 Perumahan Peribadatan Tambak Pertanian 274,71 2. Paowan 68351-PW-01 Perumahan Pendidikan

Perdagangan dan Jasa Pemakaman

PPU

Industri dan Pergudangan Peribadatan

(19)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-19

No. Desa Nama Blok Penggunaan Lahan Luas (Ha)

RTH dan Olahraga Keamanan Pertanian 68351-PW-02 Perumahan

Peribadatan

Perdagangan dan Jasa PPU Kesehatan Pertanian 391,5 68351-PW-03 Perumahan Peribadatan Pendidikan Pertanian 266,91 68351-PW-04 Perumahan Pendidikan Peribadatan

Industri dan Pergudangan RTH dan Olahraga Keamanan

Perdagangan dan Jasa PPU

Pertanian

105,35

68351-PW-05 Pertanian 50,79

3. Wringinanom 68351-WA-01 Perumahan

Perdagangan dan Jasa PPU

Industri dan Pergudangan Peribadatan Pemakaman Pertanian 45,4 68351-WA-02 Perumahan RTH dan Olahraga Pendidikan Peribadatan PPU

Industri dan Pergudangan Pertanian

131,07

68351-WA-03 Pertanian 288,87

68351-WA-04 Perumahan

Perdagangan dan Jasa PPU

Industri dan Pergudangan Pertanian

56,62

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan tabel 6.2 dapat dilihat bahwa jumlah sub BWP di kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan adalah 3 sub BWP dengan batas administrasi. Masing-masing sub BWP terbagi kembali menjadi blok dengan total jumlah blok sebanyak 14 blok, dimana blok tersebut dibatasi oleh batas sungai atau jalan. Pembagian sub BWP tersebut nantinya akan diketahui sub BWP prioritas yang membutuhkan penanganan khusus secara detail dalam zoning.

(20)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-20

(21)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-21

(22)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-22

6.5 Fisik Dasar dan Sumber Daya Alam

6.5.1 Tanah dan Geologi

Tanah dan geologi merupakan salah satu unsur tematik dalam kondisi fisik dasar suatu perencanaan. Kondisi tanah dan geologi dalam kawasan perkotaan Kecamatan Panarukan dapat diketahui pada tabel 6.3 dan 6.4 :

Tabel 6.3 Jenis Tanah di Kecamatan Panarukan

Desa Jenis Tanah Luas (Ha)

Bagian Wilayah Perkotaan

Kilensari Aluvial dan Regosol 641,27

Pawoan Aluvial dan Regosol 889,61

Wringinanom Aluvial 532,83

Bagian Wilayah Perdesaan

Sumberkolak Aluvial, Regosol, dan Non Calcic 1664,19

Peleyan Aluvial 1039,64

Duwet Aluvial 866,35

Alasmalang Aluvial 231,72

Gelung Aluvial 390,97

Sumber : Survei Primer, 2015

Tabel 6.4 Geologi di Kecamatan Panarukan

Desa Geologi Luas (Ha)

Bagian Wilayah Perkotaan

Kilensari Alluvium 641,27

Pawoan Alluvium dan Leucite Bearing Rocks 889,61

Wringinanom Alluvium 532,83

Bagian Wilayah Perdesaan

Sumberkolak Alluvium, Leucite Bearing Rocks, dan Old Quartenary Vulcanic 1664,19

Peleyan Alluvium 1039,64

Duwet Alluvium 866,35

Alasmalang Alluvium 231,72

Gelung Alluvium 390,97

Sumber : Survei Primer, 2015

Pada tabel 6.3 dan 6.4 tentang jenis tanah dan geologi di BWP Kecamatan Panarukan sebagian besar terdiri dari jenis tanah alluvial dan geologi alluvium. Hal ini berarti tanah di BWP Kecamatan Panarukan memiliki potensi untuk pengembangan lebih mudah.

6.5.2 Hidrologi

Keadaan hidrologi di Kecamatan Panarukan khususnya di wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan dapat dilihat dari adanya sungai yang melewati sepanjang wilayah perkotaan. Salah satu sungai yang besar yaitu Sungai Sampean

(23)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-23

yang mengalir hingga menuju Kecamatan Situbondo. Cekungan air tanah juga terdapat di seluruh wilayah di Kecamatan Panarukan.

6.5.3 Topografi

Tingkat kelerengan lahan diperlukan untuk melakukan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan. Tingkat kelerengan di Kecamatan Panarukan terdiri dari range 0-2% dan 15-40%. Bagian Wilayah Perkotaan Kecamatan Panarukan hanya memiliki satu kelerengan yaitu 0-2%, sedangkan kelerengan 15-40% hanya berada di sebagian besar wilayah pada Desa Sumberkolak.

Ketinggian Kecamatan Panarukan menurut Kecamatan Panarukan dalam Angka Tahun 2014 dijelaskan pada tabel 6.5 :

Tabel 6.5 Ketinggian Desa di Kecamatan Panarukan dari Permukaan Laut

No. Desa Ketinggian (meter)

1. Kilensari 3 2. Paowan 4 3. Sumberkolak 6 4. Wringinanom 4 5. Peleyan 3 6. Alasmalang 4 7. Duwet 1 8. Gelung 3

Sumber : Kecamatan Panarukan Dalam Angka, 2014

6.5.4 Klimatologi

Stasiun pengukur curah hujan pada Kecamatan Panarukan tersebar di Desa Wringinanom, Desa Sumberkolak, dan Desa Alasmalang. Berdasarkan data Kecamatan Panarukan dalam Angka tahun 2014, banyaknya curah hujan yang terjadi per bulan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut.

Tabel 6.6 Rata-rata Curah Hujan Menurut Stasiun Pengukur Curah Hujan di Kecamatan

Panarukan

No. Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm)

Sumberkolak Wringinanom Alasmalang

1. Januari 32 22 18 2. Februari 19 17 22 3. Maret 14 17 30 4. April 23 16 23 5. Mei 15 11 22 6. Juni 16 8 18 7. Juli 13 10 24 8. Agustus - - - 9. September - - - 10. Oktober - - - 11. November 24 32 24

(24)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-24

No. Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm)

Sumberkolak Wringinanom Alasmalang

12. Desember 19 14 35

Rata-rata 20,6 16,8 23,8

Sumber : Kecamatan Panarukan Dalam Angka, 2014

Berdasarkan tabel 6.6 maka curah hujan di Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam curah hujan sangat rendah. Data curah hujan ini nantinya akan digunakan dalam analisis kemampuan dan kesesuaian lahan.

(25)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-25

(26)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-26

(27)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-27

(28)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-28

(29)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-29

(30)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-30

(31)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-31

6.5.5 Sumber Daya Alam Potensial

Kondisi sumber daya alam yang dimaksud untuk memahami kondisi daya dukung lingkungan, dan untuk memahami tingkat perkembangan pemanfaatan sumberdaya lahan/tanah, sumberdaya air, sumberdaya udara, sumberdaya hutan, dan sumberdaya alam lainnya serta potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam menunjang pengembangan wilayah Kabupaten Situbondo. Berikut akan dijelaskan megenai potensi sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Situbondo:

1. Kabupaten Situbondo masih mempunyai area yang luas untuk kawasan lindung yaitu sekitar 55,4% dari luas wilayah, yakni sebesar 90519,4 Ha yang dapat digunakan sebagai kawasan lindung yang memiliki kecenderungan menjadi daerah yang ditumbuhi flora yang memiliki potensi untuk menjadi hutan primer, serta fauna yang langka seperti babi, kijang, merak, ayam dan rusa yang unik dan langka sehingga dapat dikembangkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian (education tourism), sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan. 2. Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya saat ini berupa hutan lindung dan kawasan hutan mangrove yang luasannya masing-masing mencapai 89796.34 Ha atau 98 % dari luas hutan secara keseluruhan yaitu 91713,07 Ha; dengan Hutan Mangrove dengan luas sekitar 0,8% dari luas hutan keseluruhan.

3. Kawasan pesisir Kabupaten Situbondo memiliki potensi terumbu karang dan hutan mangrove yang dapat menunjang perikanan laut. Terumbu karang di Situbondo terdapat hampir di setiap wilayah laut kabupaten / kota sejauh 4 mil dengan luas 4,7 Km2 di kecamatan Arjasa dan Kecamatan Panarukan. Jenis mangrove yang terdapat di Kabupaten Situbondo adalah Tinjang dan api-api

4. Kawasan pantai berhutan bakau di Kabupaten Situbondo berada sepanjang pantai di Kecamatan Banyuglugur, Besuki, Suboh, Mlandingan, Bungatan, Kendit, Panarukan, Kapongan, Mangaran, Arjasa, Jangkar, Asembagus dan

(32)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-32

Banyuputih dengan luas keseluruhan 229 Ha ditetapkan sebagai kawasan pantai berhutan bakau yang dilindungi.

5. Dam, cek dam dan embung yang terdapat di Kabupaten Situbondo sebagian besar dimanfaatkan baik untuk sumber air irigasi, sumber air bersih serta pariwisata.

6. Sungai di Kabupaten Situbondo yang memiliki arus deras dapat dijadikan sebagai salah satu bagian dari wisata alam-petualangan seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan.

7. Terdapat kawasan lindung berupa suaka dan cagar alam di wilayah Kabupaten Situbondo yakni Taman Nasional Baluran yang terletak di ujung timur Kabupaten Situbondo diantara Selat Madura dan Selat Bali. Selain tiu Taman Nasional Baluran juga merupakan Kawasan Pelestarian alam yang berupa taman wisata alam.

8. Terdapatnya Bangunan Kuno yang diperkirakan bangunan bekas kantor/ Rumah Residen / Bupati Besuki, makam Bupaten Besuki, menara Masjid dan mercusuar di kecamatan Besuki, Pelabuhan Peninggalan VOC dan Stasiun KA di Kecamatan Panarukan.

9. Peninggalan VOC dan Stasiun KA di Kecamatan Panarukan.

10. Aspek pariwisata berupa objek-objek wisata meliputi wisata alam, wisata budaya, wisata agro dan wisata minat khusus (wisata pendidikan, ziarah, dan sebagainya) yang terdiri dari Objek Wisata Alam Pegunungan Desa Baderan, Agro Wisata Kayumas PTPN XII, Pondok Pesantren, Tapak Tilas Syekh Maulana lshak (Pecaron), Pelabuhan Rakyat Kalbut, Pelabuhan Rakyat Panarukan, Pelabuhan Rakyat Besuki, Pelabuhan Ferry Jangkar, TPI Pondok Mimbo, Kolam Renang Tirta Pandawa, Pemandian Alam Taman, Pemandian Alam Banyuanget, Taman Nasional Baluran.

11. Terdapat lahan budidaya perikanan berupa budidaya air payau (tambak) yang terdapat di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan seluas 125,92 ha. Jenis tambak yang ada di Kecamatan Panarukan ini adalah jenis tambak tradisional, karena teknik pengelolaan mulai dari penebaran bibit, pola pemberian pakan, dan sistem pengelolaan air dan lingkungan dilakukan

(33)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-33

masih secara tradisional. Tambak-tambak yang ada di Desa Kilensari sebagian besar merupakan kepemilikan pribadi oleh nelayan di sekitar. Sehingga untuk pemasaran dilakukan secara individu. Pemasaran hasil tambak umumnya dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kilensari yang menampung hasil perikanan dari masyarakat lokal, juga dipasarkan di Pasar Kilensari, dan beberapa lagi dijual ke luar kecamatan seperti Kecamatan Situbondo, Panji, dan lain-lain. Hasil produksi tambak seperti ikan lele, mujair, udang windu putih, bandeng, gurami, tombro, nila, tawas, dan yang mendominasi di Desa Kilensari adalah tambak udang. Sesuai dengan kebijakan pada RTRW Kabupaten Situbondo Periode 2013-2033 bahwa daerah pesisir Kecamatan Panarukan diperuntukkan untuk perwujudan kawasan perikanan, berupa pengembangan perikanan budidaya laut dan tambak. Sehingga areal tambak yang cukup luas di Kecamatan Panarukan perlu dikelola dengan optimal agar mampu mengembangkan ekonomi lokal dari sektor perikanan.

12. Adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kilensari yang berlokasi tepat di tepi laut dekat dengan Pelabuhan Panarukan. Hasil laut yang di pasarkan di TPI ini diperoleh dari nelayan langsung, pengelola tambak, dan impor dari daerah lain. Sarana dan prasarana pendukung fungsi TPI di Desa Kilensari belum dikatakan baik. Prasarana contohnya berupa saluran drainase yang tidak mengalir lancar dikarenakan tersumbat oleh limbah tulang ikan yang dibuang langsung ke saluran. Selain itu wadah pengangkutan hasil laut kurang layak sehingga hasil laut biasanya bercampur antara yang masih segar dan tidak segar.

6.6 Fisik Binaan 6.6.1 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Panarukan terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Begitu juga dengan penggunaan lahan di bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan yaitu Desa Kilensari, Desa Paowan, dan Desa Wringinanom yang terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama untuk

(34)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-34

dikembangkan dan dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, seperti permukiman dan sarana. Kawasan lindung merupakan kawasan yang bersifat melindungi atau tidak dapat digunakan sebagai pembangunan, seperti sempadan sungai.

A. Pola Guna Lahan

Guna lahan di wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan yang terdiri dari Desa Kilensari, Desa Paowan, dan Desa Wringinanom terdiri dari lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari permukiman, pemerintahan dan pelayanan umum, perdagangan dan jasa, peribadatan, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan industri dan pergudangan. Lahan tidak terbangun terdiri dari RTH dan olahraga, pemakaman, dan lahan pertanian seperti persawahan atau perkebunan, dan juga lahan kosong. Untuk penggunaan lahan di ketiga wilayah perkotaan di Kecamatan Panarukan lebih didominasi oleh penggunaan lahan permukiman serta persawahan. Pada tabel 6.7 merupakan tabel luas dan prosentase guna lahan bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan dan tabel 6.7 merupakan tabel prosentase lahan terbangun dan lahan tidak terbangun di bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan.

Tabel 6.7 Luas dan Prosentase Guna Lahan BWP Kecamatan Panarukan

No. Guna Lahan Luas (Ha) Prosentase (%)

1. Permukiman 136,34 8,75

2. Pemerintah dan Pelayanan Umum 4,13 0,22

3. Perdagangan dan Jasa 8,04 0,43

4. Peribadatan 1,53 0,08

5. Keamanan 0,29 0,01

6. Pendidikan 6,24 0,33

7. Kesehatan 0,15 0,008

8. Industri dan Pergudangan 6,83 0,36

9. RTH dan Olahraga 1,51 0,08

10. Pemakaman 3,22 0,17

11. Pertanian 1700,39 90,99

Total 1868,67 100%

(35)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-35

Tabel 6.8 Luas Lahan Terbangun dan Lahan Tidak Terbangun BWP Kecamatan

Panarukan Desa Luas Wilayah (Ha) Lahan Terbangun (Ha) Lahan Tidak Terbangun (Ha) Kilensari 641,27 63,03 428,54 Pawoan 889,61 39,29 832,58 Wringinanom 532,83 61,25 444,01 Total 2063,71 163,57 1705,13

Sumber : Survei Primer, 2015

Tabel 6.8 menunjukkan bahwa luas lahan tidak terbangun mendominasi di bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan yaitu sebesar 1705,13 Hektar. Total luas lahan terbangun dan lahan tidak terbangun sebesar 1868, 7 Hektar. Sisa dari luas wilayah tersebut yaitu sebesar 195,01 Hektar merupakan bagian dari luas jalan dan sungai pada bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan.

Perbandingan prosentase luas lahan terbangun dan lahan tidak terbangun di bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan yaitu sebesar 9% : 91%. Terlihat jelas bahwa dominasi lahan tidak terbangun sebesar 91%, hal ini dikarenakan luasnya lahan pertanian yang terdiri sawah, kebun, tegalan, serta lahan kosong yang tersebar di ketiga desa pada bagian wilayah perkotaan Kecamatan Panarukan.

(36)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-36

(37)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-37

(38)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-38

B. Analisis Kemampuan Lahan

Analisis kemampuan lahan adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan di suatu wilayah untuk digunakan dalam pemanfaatan lahan yang sesuai dengan potensinya. Potensi lahan merupakan penilaian indikator yang penting terutama dalam penyusunan kebijakan, pemanfaatan lahan dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan. Analisis kemampuan lahan juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana penggunaan lahan di suatu wilayah.

Menurut Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Fisik dan Lingkungan Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, analisis kemampuan lahan terdiri dari analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) morfologi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kemudahan dikerjakan, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kestabilan lereng, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kestabilan pondasi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) ketersediaan air, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap drainase, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) erosi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) pembuangan limbah, dan analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap bencana alam.

1. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi

Tujuan dari analisis ini adalah untuk memilih bentuk bentang alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya.

Tabel 6.9 Klasifikasi SKL Morfologi

Morfologi Lereng Hasil Pengamatan SKL Morfologi Nilai

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

>40% Survei lapangan Kemampuan lahan dari

morfologi tinggi 1

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

25-40% Kemampuan lahan dari

morfologi cukup 2

Bukit/ perbukitan 15-25% Kemampuan lahan dari

morfologi sedang 3

Datar 2-15% Kemampuan lahan dari

morfologi kurang

4

Datar 0-2% Kemampuan lahan dari

morfologi rendah 5

(39)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-39

Morfologi merupakan bentang alam. Semakin rendah nilai morofologi dari suatu kelas kelerengan, menunjukkan bahwa morfologi lahan tidak kompleks. Sebaliknya, semakin tinggi nilai morfologi, berarti morfologi lahan tersebut kompleks, dimana bentang alam kawasan tersebut menunjukkan bentang alam berupa gunung atau pegunungan. Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan morfologi BWP Kecamatan Panarukan memiliki kelerengan 0-2%. Sehingga ketiga desa yang menjadi BWP Kecamatan Panarukan memiliki kemampuan lahan dari morfologi rendah.

2. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan perencanaan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/pengembangan kawasan.

Tabel 6.10 Klasifikasi SKL Kemudahan Dikerjakan

Morfologi Lereng Hasil Pengamatan SKL Kemudahan Dikerjakan Nilai

Gunung/ Pegunungan dan Bukit/ Perbukitan

>40% Survei lapangan Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan tinggi 1 Gunung/ Pegunungan dan Bukit/ Perbukitan 25-40% Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan cukup 2

Bukit/ Perbukitan 15-25% Tingkat kemudahan

pencapaian, kekerasan batuansedang

3

Datar 2-15% Tingkat kemudahan

pencapaian, kekerasan batuan kurang

4

Datar 0-2% Tingkat kemudahan

pencapaian, kekerasan batuan rendah

5 Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan tingkat kemudahan pencapaian serta kekerasan batuan, BWP Kecamatan Panarukan yang memiliki kelas kelerengan 0-2% termasuk ke dalam tingkat kemudahan pencapaian dengan kekerasan batuan rendah. Hal ini memudahkan dalam proses perencanaan karena tingkat kekerasan batuan rendah membuat proses penggalian/pematangan lahan mudah.

(40)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-40

3. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mentehaui tingkat kemampuan lereng di wilayah perencanaan dalam menerima beban.

Tabel 6.11 Klasifikasi SKL Kestabilan Lereng

Morfologi Lereng Ketinggian Curah Hujan Penggunaan Lahan SKL Kestabilan Lereng Nilai Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan >40% Tinggi Kelas Sama Semak, belukar, lading Kestabilan lereng rendah 1 Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan 25-40% Cukup

Tinggi Kelas Sama Kebun, hutan, hutan belukar Kestabilan lereng kurang 2 Bukit/

perbukitan 15-25% Sedang Kelas Sama Semua Kestabilan lereng cukup 3

Datar 2-15% Rendah Kelas

Sama Semua Kestabilan lereng tinggi 4

Datar 0-2% Sangat

Rendah

Kelas Sama

Semua 5

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan analisis kemampuan lahan, BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam kestabilan lereng tinggi dengan tingkat kelerengan 0-2% dan ketinggian sangat rendah.

4. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah perencanaan yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. Tujuan dari analisi ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan.

Tabel 6.12 Klasifikasi SKL Kestabilan Pondasi

SKL Kestabilan Lereng Penggunaan Lahan SKL Kestabilan Pondasi Nilai

Kestabilan lereng rendah Semak, belukar, ladang Daya dukung dan kestabilan pondasi rendah

1 Kestabilan lereng kurang Kebun, hutan, hutan belukar Daya dukung dan kestabilan

pondasi kurang 2

Kestabilan lereng sedang Semua 3

Kestabilan lereng tinggi Semua Daya dukung dan kestabilan

pondasi tinggi 4

Semua 5

(41)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-41

Penggunaan lahan pada BWP Kecamatan Panarukan terdiri dari seluruh penggunaan lahan yang ada, bukan hanya semak, belukar, lading, ataupun hutan. Kestabilan pondasi di BWP Kecamatan Panarukan termasuk dalam daya dukung dan kestabilan pondasi tinggi. 5. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan perencanaan.

Tabel 6.13 Klasifikasi SKL Ketersediaan Air

Morfologi Lereng Curah Hujan Penggunaan Lahan SKL Ketersediaan Air Nilai

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

>40% 27,7-34,8

mm/tahun Semak, belukar, lading Ketersediaan air sangat rendah 1 Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan 25-40% 27,7-34,8 mm/tahun Kebun, hutan, hutan belukar Ketersediaan air rendah 2 Bukit/

perbukitan 15-25% 27,7-34,8 mm/tahun Semua Ketersediaan air sedang 3

Datar 2-15% 27,7-34,8

mm/tahun

Semua Ketersediaan air tinggi

4

Datar 0-2% 27,7-34,8

mm/tahun Semua 5

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan, morfologi yang ada di BWP Kecamatan Panarukan termasuk morfologi datar, dengan kelerengan 0-2%. SKL ketersediaan air yang ada di BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam ketersediaan air tinggi. Maksud dari hal ini adalah ketersediaan aiar tanah dalam dan dangkal cukup banyak.

(42)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-42

6. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam memutuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari.

Tabel 6.14 Klasifikasi SKL Drainase

Morfologi Lereng Topografi/ Ketinggian

Penggunaan

Lahan SKL Drainase Nilai

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan >40% Tinggi Semak, belukar, lading Drainase tinggi 5 Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

25-40% Cukup tinggi Kebun, hutan, hutan belukar

4

Bukit/ perbukitan 15-25% Sedang Semua Drainase cukup 3

Datar 2-15% Rendah Semua Drainase kurang 2

Datar 0-2% Sangat

rendah

Semua 1

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis, maka seluruh BWP Kecamatan Panarukan termasuk dalam drainase kurang dengan kelerengan 0-2%. Hal ini berarti drainase yang ada di BWP Kecamatan Panarukan tidak terlalu memadai, meskipun ketersediaan airnya baik.

7. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap Erosi

Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir.

Tabel 6.15 Klasifikasi SKL Erosi

Morfologi Lereng Ketinggian Topografi/ Penggunaan Lahan SKL Erosi Nilai

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

>40% Tinggi Semak, belukar,

lading Erosi tinggi 1

Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

25-40% Cukup tinggi Kebun, hutan, hutan

belukar Erosi cukup tinggi 2 Bukit/

perbukitan

15-25% Sedang Semua Erosi sedang 3

Datar 2-15% Rendah Semua Erosi sangat

rendah 4

(43)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-43

Morfologi Lereng Ketinggian Topografi/ Penggunaan Lahan SKL Erosi Nilai

rendah Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air, sebaliknya erosi rendah maka lapisan tanah tersebut tidak mudah terkelupas. Berdasarkan analisis kemampuan lahan, maka BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam tingkatan tidak ada erosi. 8. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.

Tabel 6.16 Klasifikasi SKL Pembuangan Limbah

Morfologi Lereng Topografi/Ketinggian Penggunaan Lahan Pembuangan SKL

Limbah Nilai Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan >40% Tinggi Semak,

belukar, lading Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah kurang 1 Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

25-40% Cukup Tinggi Kebun, hutan,

hutan belukar 2

Bukit/ perbukitan

15-25% Sedang Semua Kemampuan lahan

untuk pembuangan limbah sedang

3

Datar 2-15% Rendah Semua Kemampuan lahan

untuk pembuangan limbah cukup

4

Datar 0-2% Sangat Rendah Semua 5

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan, maka BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam analisis kemampuan lahan untuk pembuangan limbah cukup. Hal ini berarti wilayah tersebut merupakan wilayah yang cukup digunakan sebagai tempat pembuangan limbah. 9. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap Bencana Alam

Tujuan dari analisis ini untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut.

(44)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-44

Tabel 6.17 Klasifikasi SKL Bencana Alam

Morfologi Lereng Ketinggian Topografi/ Penggunaan Lahan

SKL Bencana Alam Nilai Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

>40% Tinggi Semak, belukar,

lading Potensi bencana alam tinggi 5 Gunung/ pegunungan dan bukit/ perbukitan

25-40% Cukup tinggi Kebun, hutan, hutan belukar

4

Bukit/

perbukitan 15-25% Sedang Semua Potensi bencana alam cukup

3

Datar 2-15% Rendah Semua Potensi

bencana alam kurang

2

Datar 0-2% Sangat

rendah Semua 1

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis klasifikasi bencana alam, BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam potensi bencana alam kurang. Hal ini berarti BWP Kecamatan Panarukan tidak termasuk ke dalam wilayah yang mengalami banyak kerugian akibat dari bencana alam yang terjadi.

Sembilan analisis satuan kemampuan lahan di BWP Kecamatan Panarukan dapat dilihat pada tabel 6.18 Tabel Analisis Kemampuan Lahan BWP Kecamatan Panarukan.

(45)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-45

Tabel 6.18 Analisis Kemampuan Lahan BWP Kecamatan Panarukan

SKL Morfologi SKL Kemudahan Dikerjakan SKL Kestabila n Lereng SKL Kesta bilan Pond asi SKL Ketersediaan Air SKL Terhada p Erosi SKL Drainase SKL Pembua ngan Limbah SKL Bencana Alam Skor Kemampua n Lahan Bobot 5 1 5 3 5 3 5 0 5 Nilai 5 5 5 5 5 1 5 5 1 Bobot x Nilai 25 5 25 15 25 3 25 0 5 128

(46)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-46

Tabel 6.19 Klasifikasi Kemampuan Lahan

Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan

32-58 Kelas a Kemampuan Pengembangan sangat rendah

59-83 Kelas b Kemampuan Pengembangan rendah

84-109 Kelas c Kemampuan Pengembangan sedang

110-134 Kelas d Kemampuan Pengembangan agak tinggi

135-160 Kelas e Kemampuan Pengembangan sangat tinggi

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis perhitungan kemampuan lahan, BWP Kecamatan Panarukan memiliki skor 128. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa BWP Kecamatan Panarukan merupakan kelas kemampuan lahan d, yaitu kemampuan pengembangan agak tinggi. Hal ini berarti pengembangan yang dapat dilakukan di BWP Kecamatan Panarukan tidak terlalu menimbulkan masalah karena kemampuan lahannya sudah mencukupi.

(47)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-47

(48)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-48

(49)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-49

(50)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-50

(51)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-51

(52)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-52

(53)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-53

(54)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-54

(55)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-55

(56)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-56

(57)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-57

(58)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-58

C. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan atau evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan untuk mengkaji potensi sumber daya dari suatu lahan dengan memperhatikan resiko kerusakan dan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kualitas suatu lahan dan sumber daya lainnya. Analisis kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan melihat arahan tata ruang pertanian, arahan rasio penutupan, arahan ketinggian bangunan, arahan pemanfaatan air baku, dan perkiraan daya tamping lahan.

1. Tata Ruang Pertanian

Tata ruang pertanian merupakan arahan klasifikasi kawasan pertanian yang cocok digunakan pada suatu kawasan perencanaan. Pada tabel 6.20 merupakan tabel Arahan Tata Ruang Pertanian menurut Permen PU No. 20/PRT/M/2007.

Tabel 6.20 Arahan Tata Ruang Pertanian menurut Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Kemampuan Lahan Arahan Tata Ruang Pertanian Kelas Pengembangan Kemampuan Klasifikasi Nilai

Kelas a Kemampuan

pengembangan sangat rendah

Lindung 1

Kelas b Kemampuan

pengembangan rendah Kawasan penyangga 2

Kelas c Kemampuan pengembangan sedang Tanaman tahunan 3 Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi Tanaman setahun 4 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi Tanaman setahun 5 Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan, telah diketahui BWP Kecamatan Panarukan termasuk ke dalam kelas d yaitu kemampuan pengembangan agak tinggi. Arahan tata ruang pertanian pada BWP Kecamatan Panarukan yaitu tanaman setahun dengan nilai empat. Berdasarkan hasil survei dan perbandingan dengan arahan tata ruang pertanian, lahan pada BWP Kecamatan Panarukan banyak digunakan sebagai lahan pertanian padi.

(59)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-59

2. Rasio Penutupan

Arahan rasio penutupan merupakan arahan tutupan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan. Tabel 6.21 merupakan Tabel Rasio Penutupan.

Tabel 6.21 Rasio Penutupan

Arahan Rasio Tutupan

Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai

Kelas a Non bangunan 1

Kelas b Rasio tutupan lahan maks.

10% 2

Kelas c Rasio tutupan lahan maks.

20%

3

Kelas d Rasio tutupan lahan maks.

30%

Kelas e Rasio tutupan lahan maks.

50% 4

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan analisis kemampuan lahan, maka arahan rasio untuk BWP Kecamatan Panarukan adalah dengan rasio tutupan lahan maks. 30% dengan nilai skor 3. Perbandingan wilayah yang bisa tertutup oleh bangunan yang kedap air dengan luas lahan keseluruhan, yaitu maksimal sebesar 20%. Jika ingin menggunakan arahan tutupan lahan dengan maksimum, harus memperhatikan air lain dalam memenuhi kebutuhan air bersih/baku atau dengan pengembangan vertikal.

3. Arahan Ketinggian Bangunan

Arahan ketinggian bangunan memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan dengan bangunan berat atau tinggi pada pengembangan kawasan. Pada tabel 6.22 merupakan tabel ketinggian bangunan.

Tabel 6.22 Standar ketinggian Bangunan

Arahan Ketinggian Bangunan

Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai

Kelas a Non bangunan 1

Kelas b Non bangunan 2

Kelas c Bangunan < 4 lantai 3

Kelas d

Kelas e Bangunan > 4 lantai 4

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan analisis kemampuan lahan, maka arahan ketinggian bangunan untuk BWP Kecamatan Panarukan adalah kelas d dengan klasifikasi bangunan < 4 lantai dan nilai tiga. Kondisi eksisting

(60)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-60

ketinggian bangunan pada BWP Kecamatan Panarukan memiliki tinggi bangunan yang tidak lebih dari empat lantai, maka dari itu hal tersebut sudah sesuai dengan arahan ketinggian bangunan sesuai standar.

4. Pemanfaatan Air Baku

Analisis pemanfaatan air baku memiliki tujuan untuk mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku dalam perencanaan tata ruang. Pada tabel 6.23 merupakan tabel arahan pemanfaatan air baku.

Tabel 6.23 Arahan Pemanfaatan Air Baku

Arahan Pemanfaatan Air Baku

Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai

Kelas a Sangat Rendah 1

Kelas b Rendah 2

Kelas c Cukup 3

Kelas d Baik 4

Kelas e Sangat Baik 5

Sumber : Permen PU No. 20/PRT/M/2007

Berdasarkan analisis kemampuan lahan, maka BWP Keccamatan Panarukan termasuk ke dalam kelas d dengan klasifikasi arahan pemanfaatan air baku baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber air baku yang terdapat di BWP Kecamatan Panarukan sudah baik untuk perencanaan tata ruang dalam jangku waktu tertentu.

5. Perkiraan Daya Tampung Lahan

Analisis perkiraan daya tamping lahan berguna untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk yang dapat ditampung di wilayah dan/atau suatu kawasan yang masih dalam batas kemampuan lahan kawasan tersebut. Perhitungan daya tamping lahan berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi, masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum dan dengan anggapan luas lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian asumsi yang digunakan untuk 1 KK yang terdiri dari 5 orang, memerlukan lahan seluas 100 m2. Maka dapat diperoleh daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan sebagai berikut :

(61)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-61

( )

Rumus tersebut menjelaskan n% yang merupakan persentase luas lahan yang dapat dijadikan pembangunan dari total luas lahan di BWP Kecamatan Panarukan. Dengan rumus tersebut, dapat diketahui daya tampung lahan untuk BWP Kecamatan Panarukan adalah sebagai berikut :

Berdasarkan perhitungan daya tampung, diperoleh luas lahan yang bisa terbangunsebesar 80% dari total luas lahan yang ada. Luas lahan eksisting sebesar 2.063.177,17 meter2 dan jumlah penduduk sebesar 26.769 jiwa. Perhitungan daya tampung menghasilkan angka 412.743 jiwa, yang berarti BWP Kecamatan Panarukan dapat menampung jumlah penduduk sebesar 26.769 jiwa, sehingga kesesuaian lahan yang ada di BWP Kecamatan Panarukan sudah sesuai dengan keadaan penduduk eksistingnya.

(62)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-62

(63)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-63

(64)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-64

(65)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-65

(66)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-66

(67)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-67

D. Analisis Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan di BWP Kecamatan Panarukan terdiri dari Desa Kilensari, Desa Pawoan, dan Desa Wringinanom. Kebutuhan lahan ini digunakan sebagai dasar pembangunan untuk rencana penambahan rumah serta sarana dalam waktu 20 tahun mendatang. Tabel 6.24 menjelaskan tabel kebutuhan lahan di BWP Kecamatan Panarukan.

Tabel 6.24 Kebutuhan Lahan BWP Kecamatan Panarukan Tahun 2015-2034

No. Guna Lahan Kebutuhan Lahan Tahun (Ha)

2019 2024 2029 2034 1. Perumahan 0,7 0,9 0,9 1,17 2. Sarana Pendidikan 7,40 7,62 7,85 8,08 3. Sarana Kesehatan 0,33 0,34 0,35 0,36 4. Sarana PPU 0,091 0,094 0,097 0,10 5. Sarana Peribadatan 5,06 5,21 5,36 5,52 6. Sarana RTH dan Olahraga 0,82 0,84 0,87 0,90 7. Sarana Perdagangan dan Jasa 4,2 4,3 4,4 4,6 Total 18,601 19,304 19,827 20,73

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan tabel 6.24 kebutuhan lahan untuk guna lahan perumahan dan sarana pendukungnya pada tahun 2019 sebesar 18,601 Ha, tahun 2024 sebesar 19,304 Ha, tahun 2029 sebesar 19,827 Ha, dan tahun 2034 sebesar 20,73 Ha. Dilihat dari kondisi eksisting pada BWP Kecamatan Panarukan, ketersediaan lahan yang dapat dijadikan pembangunan masih tersisa luas dan cukup untuk pengembangan selama 20 tahun yang akan datang.

(68)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-68

(69)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

VI-69

6.7 Kependudukan

6.7.1 Jumlah dan Sebaran Penduduk A. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk suatu wilayah dengan luas wilayah tersebut. Perhitungan dan analisis kepadatan penduduk diperlukan untuk pemerataan atau distribusi penduduk agar jumlah penduduk tidak terkonsentrasi hanya di satu wilayah saja. Berikut merupakan klasifikasi kepadatan penduduk berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

1. Kepadatan penduduk rendah : < 150 jiwa/ha 2. Kepadatan penduduk sedang : 151-200 jiwa/ha 3. Kepadatan penduduk tinggi : 201-400 jiwa/ha 4. Kepadatan penduduk sangat tinggi : > 400 jiwa/ha

Perhitungan kepadatan penduduk dapat menggunakan rumus sebagai berikut.

Berdasarkan rumus tersebut, berikut merupakan hasil perhitungan kepadatan penduduk setiap desa di Kecamatan Panarukan selama 20 tahun ke depan.

Tabel 6.25 Kepadatan Penduduk Kecamatan Panarukan Tahun 2015-2034

Desa Luas

(Ha)

Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)

2015 2019 2024 2029 2034 Kawasan Perkotaan Paowan 889,61 8 8 8 8 9 Kilensari 641,27 20 20 21 21 22 Wringinanom 532,8 3 14 14 15 15 16 Kawasan Pedesaan Sumberkolak 1664,19 9 9 11 12 14 Peleyan 1039,64 3 4 4 4 5 Alasmalang 231,72 17 18 20 23 25 Duwet 866,35 3 4 4 4 4 Gelung 390,97 10 10 10 11 11 Total 6.256,58 84 87 93 98 106

Gambar

Gambar 6.1 Kondisi Pelabuhan Panarukan  Sumber: Survei Primer, 2015
Gambar 6.3 Daerah Sempadan Rel di sekitar Stasiun Panarukan  Sumber: Survei Primer, 2015
Tabel 6.6 Rata-rata Curah Hujan Menurut Stasiun Pengukur Curah Hujan di Kecamatan  Panarukan
Tabel 6.10 Klasifikasi SKL Kemudahan Dikerjakan  Morfologi  Lereng  Hasil Pengamatan  SKL Kemudahan
+7

Referensi

Dokumen terkait