• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENDUKUNG PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI ISTIHANA. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENDUKUNG PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI ISTIHANA. Abstrak"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENDUKUNG

PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

ISTIHANA

Abstrak

Permainan tradisional adalah permainan tradisi rakyat suatu daerah, permainan ini bisa menjadi sarana yang baik dalam mengembangkan pendidikan anak usia dini. Salah satu yang utama, permainan ini mampu memberikan unsur pendidikan pada anak dengan biaya murah dan hasil yang memuaskan. Permainan tradisional sangat sarat dengan nilai etika moral dan budaya masyarakat pendukungnya. Di samping itu permainan tradisional atau permainan rakyat mengutamakan nilai kreasinya juga sebagai media belajar. Permainan tradisional menanamkan sikap hidup dan ketrampilan seperti nilai kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan, kejujuran, dan musyawarah mufakat karena ada aturan yang harus dipenuhi oleh para pemain. Dalam permainan tradisional bentuknya ada yang melibatkan gerak tubuh melibatkan lagu, melibatkan alat main. Permainan yang melibatkan lagu lebih mengutamakan syair lagu yang isinya memberi ajakan, menanamkan etika dan moral". Materi, proses, dan fungsi yang dimiliki permaninan tradisional juga merupakan media yang tepat untuk belajar. Lewat permainan tradisional, Anak bisa bermain ceria. Setelah permainan usai, tanpa mereka sadari ada bekal yang mereka dapatkan. Permainan tradisional memberikan pembelajaran kepada anak mengenai pentingnya menjaga lingkungan, menghormati sesama, hingga cinta kepada Tuhan. Permainan tradisional dekat dengan alam dan memberikan kontribusi melejitkan kecerdasan natural anak juga bagi pengembangan pribadi anak. Permainan ini bisa dibuat sendiri sehingga dapat melatih kreativitas dan tanggung jawab anak.

Kata Kunci:Permainan tradisional, perkembangan.

A. PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN PERMAINAN TRADISIONAL

Permainan tradisional adalah proses melakukan kegiatan yang menyenangkan hati anak dengan mempergunakan alat sederhana sesuai dengan keadaan dan merupakan hasil penggalian budaya setempat menurut gagasan dan ajaran turun temurun dari nenek moyang. Pengertian lain Permainan tradisional adalah permainan tradisi rakyat suatu daerah dengan kegiatannya melibatkan alat main, percakapan, gerakan dan lagu sesuai dengan tradisi daerah tersebut

(2)

2 Permainan tradisional atau biasa disebut dengan permainan rakyat merupakan hasil dari penggalian budaya lokal yang didalamnya banyak terkandung nila- nilai pendidikan dan nilai budaya serta dapat menyenangkan hati yang memainkannya. Permainan tradisional pada umumnya dimainkan secara berkelompok atau minimal dua orang .

2. MANFAAT PERMAINAN TRADISIONAL

a. Bagi pendidik dan pengelola PAUD

Manfaat pembelajaran permainan tradisonal bagi pendidik dan pengelola PAUD antara lain:

1) Menambah/memperkaya/melengkapi metode pembelajaran yang sudah ada

2) Memperkenalkan, melestarikan, sekaligus meningkatkan kecintaan terhadap warisan budaya bangsa dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya baik bagi dirinya sebagai pendidik dan pengelola maupun bagi anak didiknya di tengah gencarnya pengaruh budaya dan teknologi modern

3) Memberikan suasana belajar yang menyenangkan, memberikan keceriaan dan kegembiraan bagi anak sebagai proses kegiatan pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak

b. Bagi Anak

1) Anak menjadi lebih kreatif.

Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.

Selain itu, permainan tradisioanal tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.

(3)

3 Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukannya kondisi tersebut.

3) Mengembangkan kecerdasan intelektual anak.

Permainan tradisional seperti permainan Gagarudaan, Oray-Orayan, dan Pa Cici-Cici Putri mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, permainan tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan.

4) Mengembangkan kecerdasan emosi dan antar personal anak.

Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan: mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, nyaman dan terbiasa dalam kelompok, misalnya Bebentengan, Adang-Adangan, Anjang-Anjangan, Kasti.

5) Mengembangkan kecerdasan logika anak.

Beberapa permainan tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya, misalnya: Engklek, Congkak, Macan/Dam Daman, Lompat tali/Spintrong, Encrak/Entrengan, Bola bekel, Tebak-Tebakan

6) Mengembangkan kecerdasan kinestetik anak.

Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Contoh permainannya adalah: Nakaluri, Adang-Adangan, Lompat tali, Baleba, Pulu-Pulu, Sorodot Gaplok, Tos Asya, Heulang jeung Hayam, Enggrang

7) Mengembangkan kecerdasan natural anak.

Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam. Contoh permainannya adalah: Anjang-Anjangan/dadagangan dengan membuat minyak dari daun bunga sepatu, mie baso terbuat dari tumbuhan parasit berwarna kuning yang bisanya tumbuh di tumbuhan anak nakal. Mobil-mobilan terbuat dari kulit jeruk bali. Engrang terbuat dari bamboo. Encrak menggunakan batu. Bola sodok menggunakan bamboo. Parise terbuat dari bamboo. Calung terbuat dari bamboo. Agra/sepak takraw, bolanya terbuat dari rotan

(4)

4 8) Mengembangkan kecerdasan spasial anak.

Bermain peran dapat ditemukan dalam permainan tradisional Anjang-Anjangan (Jawa Barat), Alek-alekan (Sumatera).. Permainan itu mendorong anak untuk mengenal konsep ruang dan berganti peran (teatrikal)

9) Mengembangkan kecerdasan musikal anak.

Nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab pada permainan tradisional. Permainan-permainan yang dilakukan sambil bernyanyi di antaranya: Ucang-Ucang Angge, Enjot-Enjotan, Calung, Ambil-Ambilan, Tari Tempurung, Berbalas Pantun, Wayang, Pur-Pur Sadapur, Oray-Orayan

10) Mengembangkan kecerdasan spiritual anak.

Dalam permainan tradisional mengenal konsep menang dan kalah. Namun menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar atau rendah diri. Bahkan ada kecenderungan, orang yang sudah bisa melakukan permainan mengajarkan tidak secara langsung kepada teman-temannya yang belum bisa.

11) Mengembangkan Kemampuan

12) Pengendalian Diri Anak (Self Control).

Sebagian besar permainan tradisional memerlukan kejasama dan kemampuan menahan keinginan mutlak salah satu pemainnya.

Permainan tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para pemain yang usianya masih belia ada yang menjaganya, yaitu para pemain yang lebih dewasa.

Para pemain yang belum bisa melakukan permainan dapat belajar secara tidak langsung kepada para pemain yang sudah bisa, walaupun usianya masih di bawahnya.

Permainan tradisional dapat dilakukan oleh para pemain dengan multi jenjang usia dan tidak lekang oleh waktu. Tidak ada yang paling unggul. Karena setiap orang memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda. Hal tersebut meminimalisir pemunculan ego di diri para pemainnya/anak-anak.

(5)

5 3. PENGELOLAAN KEGIATAN PERMAINAN TRADISIONAL DI LEMBAGA PAUD a. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak Usia Dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Dunia hidupnya adalah dunia bermain dengan interaksi aktif dengan lingkungannya. Apapun yang menyenangkan dan bisa memenuhi akan dimainkannya. Anak mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasa, Anak menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dari lingkungannya, Modus belajar yang disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi yang langsung dengan minat dan pengalamannya, Memiliki rentang perhatian yang pendek, Cenderung mengulang-ulang kegiatan atau permainan yang sama, Pola pembelajaran lewat pengalaman konkret dan aktifitas motorik dan Proses berfikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol.

b. Kriteria permainan

Kriteria permainan tradisional antara lain :  Sesuai dengan tumbuh kembang anak

 Memuat aspek perkembangan dan konsep pengetahuan  Aman, nyaman, menyenangkan

 Berorientasi pada kebutuhan anak  Permainan yang aktif, kreatif

 Penggunaan media yang sederhana dan mudah didapat di sekitarnya  Memiliki aturan main yang bersifat fleksibel

c. Dukungan kegiatan permainan

Permainan tradisional akan menjadi permainan edukatif jika pendidik memberikan dukungan efektif baik sebelum, saat dan sesudah anak main. Terdapat 4 (empat) dukungan yang diberikan pada saat permainan tradisional yaitu:

1) Dukungan Lingkungan main. Lingkungan main yang disiapkan untuk anak usia dini sesungguhnya merupakan representasi tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Artinya, terdapat tujuan yang ingin dicapai dengan permainan tradisional. Pendidik diharapkan paham betul makna permainan tradisional yang akan menjadi pilihan kegiatan main anak sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pendidik penting

(6)

6 menyediakan berbagai alat utama dan alat pendukung agar permainan tradisional tersebut dapat berlansung sesuai harapan dan tujuan. Penyediaan lingkungan bermain harus komprehensif sehingga bukan saja alat tapi syair, kata-kata, lagu gerakan, peran masing-masing pemain dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kebutuhan permainan tradisional tersebut harus disediakan.

2) Dukungan Sebelum Bermain. Kualitas dukungan awal main sangat menentukan kualitas kegiatan anak selanjutnya. Pendidik harus membangun hubungan positif dirinya dengan anak juga hubungan antar anak. Selanjutnya pendidik penting memberikan penjelasan tentang nama permainan tradisional dan daerah asal permainan, kesenangan yang akan didapat dengan permainan tersebut, tujuan yang diharapkan muncul, cara memainkan dan bagaimana aturan mainnya.

3) Dukungan Saat Main. Bermain harus bermakna artinya anak akan bertambah kecerdasannya dan meningkat perkembangannya sejalan dengan keterlibtan dan kualitas permianannya. Oleh karena itu pendampingan yang berkualitas dari pendidik pada saat main sangat penting. Pendampingan ini harus bermakna dan dilakukan dengan cara tepat pada saat tepat. Pendampingan bermakna aka terwujud jika pendidik dapat meransang seluruh perkembangan anak secara berimbang pada saat main tersebut. Pendidik tanpa menggurui mampu membuat anak ceria dan bersemangat memainkan permainan tradisonal tersebut. Pendidik mendorong kedekatan anak pada Tuhan dengan cara meintegrasikannya dengan permianan tradisional yang dimainkan anak; misal guru menyatakan “Luarbiasa, Tuhan sudah berikan dirimu kemampuan untuk menghitung butir-butir congklak dengan tepat…dstnya. Pendidik dapat memberikan penjelasan dan memantapkan apa yang telah ditemukan anak pada saat bermain. Pendidik mampu mendorong terciptanya komunikasi positif antar anak. Pendidik dapat memberikan penjelasan dan memantapkan apa yang telah ditemukan anak pada saat bermain. Saat bermain adalah saat tepat melihat tahapan perkembangan anak sehingga pada saat main pendidik juga melakukan penilaian dengan membaca anak mulai percakapaannya, proses main sampai hasil main anak.

(7)

7 4) Dukungan Setelah main. Keterlibatan anak bermain sangat penuh pada kegiatan yang telah dipilihnya. Cara menghentikan anak bermain harus meransang untuk anak tetap semangat bermain di hari-hari berikutnya bukan sebaliknya. Ketika kegiatan bermain berakhir maka pendidik harus melakukan dukungan setelah main dengan cara:

 Meminta anak membereskan kembali alat main yang telah dipakai dan mengembalikan ketempat sesuai dengan kalsifikasi.

 Membentuk lingkaran bersama

 Menanyakan apa perasaan anak setelah main; mengajak anak mengingat apa yang telah dia lakukan dan bagaimana perasaannya

 Menanyakan kembali konsep yang telah ditemukan anak selama main  Menegaskan perilaku yang telah dimunculkan anak.

4. KEGIATAN PERMAINAN TRADISIONAL. a. PETAK UMPET

Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Di Jawa tengah permainan ini disebut Dhelikan, di Jawa Timur disebut dengan Singidan dan Tonggak Dingin dari Sumatera

 Alat permainan : tidak ada alat khusus tetapi dapat menggunakan anggota tubuh

 Jumlah pemain : 2 s.d 5 orang  Usia pemain : 2 s.d 6 tahun

 Tempat main : di luar atau di dalam ruangan yang luas

dan banyak tempat untuk sembunyi.

Waktu : sesuai dengan kesepakatan pemain  Aturan main mengenalkan pada anak tentang

 cara bermain yang disepakati oleh pemain.  Cara main :

(8)

8 1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/ membagi kelompok  Mengatur posisi pemain 2) Pelaksanaan

 Semua pemain melakukan hompimpah

 Satu orang pemain yang kalah akan menutup matanya pada salah satu tempat yang dianggap sebagai benteng, sementara yang lain mencari tempat untuk bersembunyi.

 Setelah menghitung sampai jumlah tertentu, maka mulailah pemain yang menutup mata tersebut mencari tiap orang yang bersembunyi.

 Bila telah menemukan orang yang bersembunyi, pencari ini harus cepat-cepat berlari ke benteng sambil menyebut nama orang yang ketahuan persembunyiannya. Begitu juga dengan anak yang ketahuan, karena bila berhasil lebih dulu menyentuh benteng, maka pada tahap selanjutnya dia tidak akan jaga. Anak lain yang bersembunyi dapat pula menyentuh benteng agar tidak jaga pada tahap selanjutnya, asalkan tidak ketahuan dengan pencari.  Setelah semua telah ketahuan persembunyiannya, maka pencari akan menutup

matanya kembali pada benteng dan anak-anak lain membentuk barisan di belakangnya. Pencari akan menyebut salah satu nomor. Anak yang ada di urutan nomor yang disebut akan menjadi pihak yang kalah bila tadi dia tidak berhasil lebih dulu mencapai benteng. Sedangkan bila anak pada urutan yang disebut ternyata adalah anak yang berhasil mencapai benteng lebih dulu pada saat ketahuan tempat persembunyiannya, maka si pencari tetap dalam posisi kalah dan permainan dilanjutkan.

Ada permainan lain yang mirip dengan permainan ini yaitu: permainan Tembak/Dor Nama. Cara bermainnya adalah sebagai berikut.

 Permainan dibagi menjadi dua tim, masing2 bersembunyi dan berusaha mencari tim lawan.

(9)

9  Pemain yang berhasil ditemukan oleh musuhnya dan namanya disebut dengan benar maka pemain tsb harus keluar dari permainan. Tim yang anggotanya habis terlebih dahulu dinyatakan kalah.

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

Menurut Permen 58 tahun 2009 tentang Standar PAUD bahwa minimal terdapat 5 (lima) perkembangan anak yang diharapkan muncul pada penyelenggaraan PAUD yaitu: Moral&Agama, fisik, bahasa, Kognitif dan Sosial-Emosional. Sesungguhnya per Bahasa. Sesungguhnya semua permainan tradisional dapat dirancang efektif untuk menstimulasi semua perkembangan tergantung bagaimana dukungan saat main dan integrasi efektif yang dilakukan pendidik. Berdasarkan hal tersebut maka permainan tradisional ini bisa mendorong semua perkembangan yaitu:

 Perkembangan Moral dan Agama. Moral dan Agama anak dapat diransang dengan cara membuat aturan bermain seperti: meminta anak mengucapkan doa sebelum main dan mengucapkan kata tertentu yang menunjukan rasa syukur jika berhasil menemui anak yang dicari.

 Perkembangan Fisik: pada saat anak mencari teman lalu berlari ke benteng merupakan ransangan terhadap fisik anak

 Perkembangan Bahasa: Komunikasi lisan anak akan teransang melalui percakapan  Perkembangan Kognitif: Mengingat aturan main, mencari tempat persembunyian

yang tepat, menemukan teman yang bersembunyi, menyebutkan urutan nomor.

 Perkembangan Sosial-emosional: mengambil sikap tepat dan menurunkan egosentris diri pada saat ompipah, menerima aturan bermain dengan sportif

b. PETAK JONGKOK

Petak jongkok dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu.  Jumlah pemain : Lebih dari 5 orang

Yang menang bersembunyi di batas area yang

disepakati Yang kalah mencari yang

menang yang bersembunyi, dan dia (kalah) harus

menutup mata Semua pemain melakukan

hom pimpah untuk mencari yang kalah

(10)

10  Usia pemain : 3 s.d 6 tahun

 Tempat main : di luar atau di dalam ruangan yang luas  Aturan main : dibuat dan disepakati oleh pemain

 Cara main :

1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/ membagi kelompok  Mengatur posisi pemain 2) Pelaksanaan

 Tentukan satu orang yang akan mengejar. Untuk menghindari pengejar, setiap anak boleh jongkok.

 Bila jongkok berarti dia tidak dapat disentuh oleh pengejar. Anak yang berdiri dapat membangunkan anak yang jongkok. Tetapi, anak yang terakhir jongkok berarti akan menjadi pengejar menggantikan pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang tidak jongkok namun berhasil disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar selanjutnya.

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

Aspek pengembangan yang dapat dikembangkan melalui permainan ini antara lain:  Moral dan Nilai-Nilai Agama: Selalu berdo’a sebelum dan sesudah melakukan

kegiatan dengan sikap yang benar; menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak; menolong teman.

 Sosial Emosional: bermain bersama; menunjukan ekspresi wajah pada saat senang, kecewa dan marah; mengerti aturan main; dapat memecahkan masalah sederhana; mengetahui hak dan kewajiban.

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat lancar; mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 (tiga) perintah; memperkaya kosakata; dapat mengenal simbol sederhana.

 Kognitif: mengingat nama anak.  Fisik: mengelak dan berlari

(11)

11 c. TAPLAK / ENGKLEK / LORE / ANGKLE

Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Di Jawa Tengah permainan ini disebut Engklek, di Jawa Timur disebut Angkle, Di Jawa Barat disebut Sondah. Di Propinsi NAD menyebutnya main Panci, Sulawesi Tengah namanya Nokadende, di Sumatra Barat disebut Lore, sedangkan di Maluku namanya Gici-Gici. Engklek adalah permainan meloncati garis dengan satu kaki.

Arena berbentuk kotak-kotak, ada satu kotak dan kotak yang terbagi 2 dengan gambar setengah lingkaran pada bagian atas yang menyerupai gunung. Ada pula arena bermain yang berbentuk kotak-kotak seperti jaring-jaring kubus.

 Alat Permainan : - Pecahan Genting/Ubin/asbes/keramik

- Kapur/Arang/Ranting untuk membuat gambar Sondah/Engklek

 Jumlah pemain : minimal 2 orang dan maksimal 6 orang  Usia pemain : 3 s.d 6 tahun

 Tempat main : bisa didalam atau diluar ruangan seperti di halaman teras rumah/ sekolah atau di lapangan olah raga.  Aturan main : - dibuat dan disepakati oleh pemain.

- mengenalkan pada anak tentang cara bermain yang disepakati oleh pemain.

 Cara main :

1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/membagi kelompok

 Mengatur posisi pemain (kepala, badan dan ekor ular) 2) Tahap Pelaksanaan:

 Tiap anak mengambil batu kecil dan berusaha melemparkan ke arena, mulai dari kotak yang pertama. Lalu anak akan berjinjit masuk ke dalam kotak-kotak tersebut.

(12)

12  Setelah berhasil sampai ujung, anak akan berusaha kembali ke tempat asal, sambil memungut batu miliknya pada kotak sebelum kotak yang terdapat batu miliknya.

 Giliran akan berganti bila saat anak berjinjit, dia menyentuh garis atau salah melemparkan batu.

 Setelah berhasil menempatkan batu sampai ujung, dia akan mendapatkan bintang. Dimana bintang diletakkan, ditentukan dengan melemparkan batu ke kotak yang diinginkan.

 Kotak yang terdapat bintang miliknya tidak boleh diinjak oleh lawan-lawannya sehingga akan menyulitkan lawan. Anak yang paling banyak mendapatkan bintang adalah pemenangnya.

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

 Moral dan Nilai – nilai Agama: selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan cara yang benar, menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak.

 Sosial – Emosional: Tidak mengganggu teman dengan sengaja, bermain bersama dan bergantian menggunakan alat permainan, sabar menunggu giliran dan terbiasa antri, mengerti aturan main.

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat yang komplit.  Kognitif: mengenal angka

 Fisik: dapat melempar pecahan genteng, melompat dengan satu atau dua kaki secara bervariasi

d. ULAR NAGA

Ular Naga yaitu pemainan dengan menirukan bentuk dan perilaku dua ekor ular yang sedang berkelahi. Permainan ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan permainan oray-orayan yang popular juga di Jawa Barat, Sledor dari Jawa Timur.

 Alat Permainan : Permainan ini tidak memerlukan alat

bantu, tetapi hanya menggunakan syair-syair lagu yang berisi tanya jawab yang dilakukan sendiri oleh pemain.

(13)

13 atau di tempat yang agak luas ± (8 x 8 meter)

 Pemain

 Jenis kelamin : permainan ini dapat dimainkan oleh

anak laki-laki dan perempuan atau campuran  Usia : antara 3-6 tahun.

 Jumlah : antara 7 sampai 20 orang atau semakin

banyak semakin baik karena akan semakin indah kelihatannya bagaikan ular yang sebenarnya.

 Aturan main : dibuat dan disepakati oleh pemain  Cara main

1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/ membagi kelompok

 Mengatur posisi pemain (kepala, badan dan ekor ular 2) Pelaksanaan

 Secara bersama-sama anak menentukan 2 (dua) anak sebagai penjaga gerbang ular naga.

 Dua anak tersebut akan mempertemukan dua telapak tangannya lalu membentuk gerbang

 Anak-anak lainnya membuat barisan panjang

 Barisan panjang ini sambil menyanyikan lagu “Ular naga…” masuk kegerbang

 Penjaga gerbang (anak yang membuat gerbang dari tangannya) akan menjatuhkan tangannya untuk menangkap anak terakhir

 Anak yang ditangkap diminta memilih berda dibelakang anak yang mana  Setelah semua selesai maka dilakukan penhitungan berapa jumlah anak

dimasing-masing anak penjaga gerbang.

Lagu yang dinyanyikan pada permainan ular naga adalah sebagai berikut.

“ Ular Naga Panjangnya Bukan Kepalang, Berjalan-jalan selalu riang gembira,

(14)

14 Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

Aspek pengembangan yang dapat dikembangkan dari permainan ular naga diantaranya:  Moral dan nilai-nilai agama: selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan

kegiatan dengan sikap yang benar, menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak, membantu dan menolong teman,

 Sosial-emosional: mau bermain bersama, menunjukkan ekspresi wajar saat senang dan takut, mengerti aturan main dalam bermain bersama, mengerti akibat jika melanggar aturan, bisa memimpin kelompok kecil, dapat memecahkan masalah sederhana, mengetahui hak dan kewajiban,

 Bahasa: membedakan berbagai jenis suara (suara ular), berbicara lancar dengan menggunakan kalimat kompleks, mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 perintah, memperkaya kosa kata, dapat mengenal dan menyebutkan bentuk simbol sederhana (melengkung/meliuk-liuk. Lurus)

 Kognitif: membedakan besar-kecil, panjang-pendek, kepala ekor.  Fisik: berjalan dengan berbagai variasi (maju, mundur, kesamping)  Seni: menyanyikan lagu pendek sesuai dengan irama.

e. GEBOKAN.

Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Di Jawa Barat permainan ini disebut Boy-boyan, di Jawa Tengah disebut Ganepo, di Sumatra Barat disebut Lempar Kasti  Alat Permainan

Alat yang digunakan dalam permainan ini terdiri dari:  Sebuah bola tenis bekas.

 Beberapa keping pecahan genting (talawengkar Sunda) antara 8 atau 10 buah yang besarnya kira-kira sebesar atau selebar telapak tangan anak-anak.

 Tempat Bermain

Tempat bermain untuk bermain Gebokan ini diperlukan tempat yang agak luas, biasanya di halaman rumah atau halaman sekolah dan lapangan. Adapun gelanggang permainan tidak ada batas-batas tertentu, tetapi harus cukup luas.

(15)

15  Jenis kelamin : permainan ini biasanya dilakukan oleh

anak laki-laki atau anak perempuan saja, tetapi adakalanya campuran.

 Usia : antara 4 - 5 tahun.

 Jumlah : harus genap, minimal 10 orang  Aturan Main : dibuat dan disepakati oleh pemain  Cara Main

1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/membagi kelompok  Mengatur posisi pemain 2) Tahap Pelaksanaan

 Di Permainan Ini biasanya menggunakan pecahan genteng atau batu-batu ceper yang disusun keatas sehingga berbentuk menara dan kemudian pemain akan menjatuhkan (melempar) susunan itu dari jarak jauh dengan bola kasti  Jika susunan itu terjatuh maka lawan harus menyusun kembali pecahan

genteng kemudian mengambil bola kasti dan melempar bola kasti ke arah pemain.

 Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara pecahan genteng dan salah satu pemain terkena lemparan bola kasti (badan atau anggota badan kecuali kepala).

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

Aspek pengembangan yang dapat dikembangkan melalui permainan Gebokan diantaranya:

 Moral dan nilai-nilai agama: selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap yang benar, menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak, menolong teman.

 Sosial-emosional: bermain bersama dan bergantian menggunakan alat mainan, menunjukkan ekspresi wajar saat senang, kecewa dan marah, tertib menggunakan alat/ benda sesuai dengan fungsinya, mengembalikan alat/ benda pada tempatnya

(16)

16 semula, sabar menunggu giliran dan tebiasa antri, mengerti aturan main, mengerti akibat jika melanggar aturan, memiliki kebiasaan teratur, dapat memecahkan masalah sederhana, mengetahui hak dan kewajiban.

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat lancar, mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 perintah, memperkaya kosa kata, memecahkan masalah dengan dialog.

 Kognitif: mengelompokkan benda yang sama dan sejenis, membedakan besar-kecil, berat-ringan, menyebutkan 7 bentuk (lingkaran, bujursangkar, segitiga, segipanjang, segienam, belahketupat dan trapesium).

 Fisik: berlari dengan stabil berjalan dengan berbagai variasi, melompat, menangkap dan melempar bola dengan jarak 3-4 meter membedakan permukaan bola dan genting melalui perabaan

f. GALASIN ATAU GOBAK SODOR

Jenis permainan gobak sodor ini sudah lama dikenal masyarakat luas. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak atau remaja pada saat bulan purnama, disaat senggang atau untuk bersenang-senang pada pesta laut atau panen tiba. Tetapi permainan ini sekarang bisa dimainkan kapan saja dan siapapun boleh main.

 Alat Permainan : Kapur

bubuk atau abu gosok.  Jumlah Pemain : 8 orang

 Tempat Bermain : Lapangan atau ruang

tertutup yang cukup luas.  Lama Bermain : 60 menit

 Cara Main : 1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/membagi kelompok  Mengatur posisi pemain

(17)

17 2) Tahap Pelaksanaan

 Anak-anak dibagi menjadi 2 tim. Setelah menentukan tim mana yang jaga, permainan dapat dimulai.

 Anggota tim jaga harus menjaga di masing-masing garis yang telah ditentukan dan boleh bergerak sepanjang garis tersebut untuk menyentuh anggota tim lawan.

 Tim yang tidak berjaga berdiri di garis yang paling depan dan berusaha menerobos garis-garis tersebut dan tidak boleh sampai tersentuh oleh tim yang jaga.

 Setelah berhasil me-nerobos garis paling akhir, mereka harus berusaha kembali ke tempat pertama mereka mulai.

 Bila berhasil, mereka akan mendapatkan satu nilai. Sedangkan bila ada anggota tim yang tersentuh berarti giliran berganti.

 Tim yang tersentuh akan bertugas untuk menjaga. Tim yang menang adalah yang mengumpulkan nilai paling banyak.

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

 Moral dan Nilai-Nilai Agama: Selalu berdo’a sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap yang benar; menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak; menolong teman.

 Sosial Emosional: bermain bersama; menunjukan ekspresi wajah pada saat senang, kecewa dan marah; mengerti aturan main; dapat memecahkan masalah sederhana; mengetahui hak dan kewajiban.

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat lancar; mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 (tiga) perintah; memperkaya kosakata; dapat mengenal simbol sederhana.

 Kognitif: menghitung nilai yang berhasil dikumpulkan.  Fisik: mengecoh teman; berlari; mengelak dan berlari.

(18)

18 g. PETAK BENTENG

Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Di Jawa Barat permainan ini disebut Bebentengan, di Jawa Tengah disebut Benteng, di Sumatra Barat disebut Penjaga Benteng.

 Alat Permainan : Tiang atau batu-bata sebagai benteng.

 Tempat Bermain : Tempat bermain: di halaman yang cukup luas atau di lapangan ± (8 x 8 meter)

 Waktu bermain : antara 20-25 menit.  Pemain : Usia 4 sampai 6 tahun.

 Jumlah Pemain : minimal 10 orang (harus genap karena

dibagi dalam 2 kelompok dengan jumlah yang sama)  Aturan dan Langkah Permainan:

 Mempersiapkan pemain

 Mempersiapkan tempat bermain  Mempersiapkan alat permainan

 Melakukan undian (hompimpah) untuk membentuk kelompok menjadi 2 dengan jumlah yang sama

 Kedua kelompok memilih salah seorang anggotanya untuk menjadi ketua kelompok

 Kedua ketua kelompok melakukan undian/suiten lagi untuk menentukan kelompok mana yang lebih dulu menyerang.

 Kedua kelompok menempati bentengnya masing-masing  Cara Bermain:

1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan tempat  Mempersiapkan pemain  Membuat/ membagi kelompok  Mengatur posisi pemain 2) Tahap Pelaksanaan

 Masing-masing tim menentukan bentengnya, dapat berupa pohon, tiang, atau tembok.

(19)

19  Mereka berusaha menawan anggota tim lawan agar dapat merebut benteng

lawan.

 Permainan dimulai dengan salah satu anggota keluar dari benteng, maka anggota tim lawan akan berusaha menyentuh orang tersebut. Tetapi anggota tim pertama dapat langsung menyerang dengan berusaha menyentuh pemain yang keluar tersebut begitu pula dengan tim lawan.

 Untuk menghindari disentuh, mereka dapat kembali ke benteng-masing-masing.

 Siapa yang tersentuh akan ditawan di benteng lawan. Teman satu tim dapat berusaha menyelamatkan teman-teman yang tertawan dengan mendatangi benteng lawan dan menyentuh teman-temannya, tetapi tentu saja tidak boleh tersentuh lawannya.

 Harus ada anggota tim yang menjaga bentengnya. Bila benteng lawan tidak ada yang menjaga, maka pemain dapat menyentuh benteng tersebut yang berarti tim tersebut menjadi pemenangnya.

Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

Aspek Pengembangan dan indikator kemampuan yang dapat dikembangkan melalui permainan bebentengan diantaranya:

 Moral dan nilai-nilai agama: selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap yang benar, menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak, menolong teman/ orang lain.

 Sosial-emosional: bermain bersama, menunjukkan ekspresi wajar saat senang, kecewa dan marah, sabar menunggu giliran dan terbiasa antri, mengerti aturan main, mengerti akibat jika melanggar aturan, memiliki kebiasaan teratur, dapat memecahkan masalah sederhana, mengetahui hak dan kewajiban, bisa memimpin kelompok

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat lancar, mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 perintah, memperkaya kosa kata, dapat mengenal bentuk simbol sederhaan ( belok, lurus)

(20)

20  Kognitif: membedakan besar-kecil, dekat-jauh, menyebutkan dan menguasai konsep

bilangan 1-10

 Fisik: berjalan dengan berbagai variasi, berlari, melompat, mengelak. h. CONGKAK/CONGKLAK/DAKON

Congkak/congklak atau dakon (Jawa) atau daku (Banten) adalah permainan memasukkan biji-bijian ke dalam sederetan lubang dan sebuah lubang indung/ induk berbentuk seperti setengah bulatan bola.

 Alat Permainan

Papan Congkak, ukuran panjang sekitar 60 cm (tergantung jumlah lubang), lebar 15 cm dan tinggi 10 cm. Pada kedua ujungnya terdapat logak yaitu lubang yang tidak tembus berbentuk seperti setengah bulatan bola (lubang indung/ induk), bergaris tengah 10 cm. Antara kedua lubang tersebut terdapat dua deret lubang berukuran lebih kecil, kira-kira berdiameter 5 cm dan setiap deret berjumlah 5 lubang (khusus untuk anak usia di bawah 7 tahun).

Papan congklak lima lobang

Biji Congkak, bisa menggunakan kewuk (semacam kerang kecil), biji asam, kerikil, dan lain-lain. Jumlah biji 5 x 5 x 2 = 50 biji.

 Tempat dan Waktu Bermain

a. Tempat bermain : di dalam atau di teras rumah/sekolah. b. Waktu bermain : antara 20-25 menit

 Pemain

Jenis kelamin : permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki maupun perempuan.

Usia : 3 -6 tahun

Jumlah pemain : minimal 2 (dua) orang (berpasangan).

 Cara Bermain 1) Tahap Persiapan

 Mempersiapkan alat (papan congkak dan biji-bijian)  Mempersiapkan tempat bermain

(21)

21  Mempersiapkan pemain

2) Pelaksanaan

 Pertama, kedua pemain duduk saling berhadapan sambil menghadapi sederet lubang congkak kemudian mengisi deretan lubang yang ada dihadapannya.  Kedua pemain meraup biji-biji yang ada pada salah satu lubang pada deretan

yang dihadapinya (tidak ada ketentuan lubang mana yang pertama diambil) dan mengisikannya pada setiap lubang masing-masing sebutir. Arah pengisian searah jarum jam yaitu dari kanan ke kiri sehingga lubang induknya terisi juga sebutir dan salah satu lubang menjadi kosong.

 Kedua pemain meraup kembali biji-biji pada salah satu lubang kecil lalu diisikan pada lubang lainnya. Pengambilan kali ini harus dilakukan seteliti mungkin karena lubang yang diisi tidak hanya lubang miliknya tetapi juga milik lawan. Dan ada kemungkinan biji terakhir jatuh pada lubang milik lawan yang kosong. Bila hal ini terjadi berarti pemain tersebut dinyatakan kalah/ lasut. Namun bila tidak ada yang mengisi lubang kosong, permainan dilanjutkan hingga salah seorang dinyatakan kalah.

 Pemain yang menang melanjutkan permainan dan berusaha agar dapat mengisi lubang induk sebanyak-banyaknya dan tidak mengisi lubang kosong. Biji milik lawan bisa menjadi miliknya dengan cara nembak yaitu biji terakhir jatuh pada lubang miliknya yang kosong dan lubang yang didepannya penuh dengan biji.

 Permainan terus berlanjut dengan saling bergantian dan baru berakhir setelah lubang salah seorang pemain kosong.

 Lubang-lubang kembali diisi. Apabila ada lubang salah seorang pemain yang kosong karena bijinya terambil oleh lawan atau pecong berarti ini kekalahan. Dan pemain yang lubangnya masih terisi dinyatakan menang papan dan ia akan menjadi pemain pertama pada permainan berikutnya. Dalam permainan ini diperlukan kejujuran. Ada kemungkinan pemain berlaku curang dengan memasukkan dua biji sekaligus dalam satu lubang apabila mendekati lubang kosong.

(22)

22 Aspek Pengembangan Yang Dikembangkan:

 Moral dan nilai-nilai agama: selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap yang benar, menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak,

 Sosial-emosional: tidak mengganggu teman dengan sengaja, bermain bersama dan bergantian mengunakan alat mainan, menjadi pendengar dan pembicara yang baik, tertib menggunakan alat/ benda sesuai dengan fungsinya, mengembalikan alat/ benda pada tempatnya semula, sabar menunggu giliran, mengerti aturan main dalam bermain bersama, mengerti akibat jika melakukan keasalahan/ melanggar aturan, dapat memecahkan masalah sederhana.

 Bahasa: berbicara lancar dengan menggunakan kalimat kompleks, mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari 3 perintah, memperkaya kosa kata, dapat mengenal dan menyebutkan bentuk simbol sederhaan (lingkaran, bulat, lurus)

 Kognitif: mengelompokkan benda yang sama dan sejenis, membedakan besar-kecil, menyebutkan dan menguasai konsep bilangan 1-10, mengelompokkan dan membilang bentuk yang sama.

(23)

23 DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengelolaan Taman Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat. 2006, Kaulinan Urang Lembur (dalam bentuk VCD), Bandung

Direktorat PADU. 2006. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak usia Dini, Jakarta. Proyek Inventarisasi Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. 1979/1980. Permainan Rakyat Daerah Jawa Barat, Bandung.

Proyek Inventarisasi Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. 1979/1980. Permainan Rakyat Indonesia (Video

Compact Disc), Bandung.

Tim pengembang Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional II Jayagiri (Susi Sugiarti, Sriwahyuningsih, Ami Rahmawati) , Model Pembelajaran anak usia dini melalui

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh yang positif penggunaan metode permainan tradisional congklak terhadap perkembangan kognitif (berhitung) anak usia dini di TK

Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh yang positif penggunaan metode permainan tradisional congklak terhadap perkembangan kognitif (berhitung) anak usia dini di TK

engklek terhadap perkembangan motorik kasar anak usia 5- 6 tahun ?”.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional jawa “ jamuran” berpengaruh terhadap ketrampilan sosial anak usia dini di TK Pertiwi 1 Tarubasan

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL JAWA “ JAMURAN ” TERHADAP PERKEMBANGAN KETRAMPILAN SOSIAL ANAK USIA.. DINI DI TK PERTIWI 1 TARUBASAN KARANGANOM KLATEN TAHUN

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bermain engklek tradisional terhadap kecerdasan logika matematika anak kelompok B (usia

Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kapada anak sejak ia lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Pada permainan tradisional Sunda terdapat manfaat yang saling berhubungan sebagai sarana stimulasi perkembangan anak menuju kehidupan dewasanya, yaitu permainan yang