• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN ALAMI TERKAIT KESEHATAN LANSIA PADA PANTI JOMPO DI JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PENCAHAYAAN ALAMI TERKAIT KESEHATAN LANSIA PADA PANTI JOMPO DI JAKARTA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN ALAMI

TERKAIT KESEHATAN LANSIA PADA

PANTI JOMPO DI JAKARTA BARAT

Gita Kristenina Shasmita, Albertus Galih Prawata, ST.

Trikariastoto

Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No.27, Jakarta Barat, 53696969,

gitakrisjocom@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research is to optimize natural lighting in the senior living especially the art & crafts room related to elderly health. Research methods applied was experimental method. Analysis was done by simulation using ecotect and radiance software by considering the standards. The applied analysis theories were the canopy, louvre and lightshelf. It is concluded that the size of the aperture affects the amount of light that enters the room. Moreover, the addition of a canopy, louvre and lightshelf can reduce the intensity level of the daylight. (GK)

Keywords: Optimalization natural lighting, senior living, elderly health

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengoptimalisasikan pencahayaan alami pada panti jompo terutama ruang art & crafts terkait dengan kesehatan lansia. Metode penelitian yang telah dilakukan adalah eksperimental. Analisis dilakukan dengan simulasi menggunakan software ecotect dan radiance dengan mempertimbangkan standar yang telah ada. Teori yang diaplikasikan adalah kanopi, kisi-kisi dan lightshelf. Disimpulkan bahwa besar bukaan mempengaruhi jumlah cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Selain itu, penambahan kanopi, kisi-kisi dan lightshelf dapat mengurangi tingkat intensitas cahaya matahari. (GK)

Kata kunci: Optimalisasi pencahayaan alami, panti jompo, kesehatan lansia

PENDAHULUAN

Penuaan merupakan proses alami dan suatu kemutlakan hukum alam yang pasti terjadi pada tiap kehidupan manusia sehingga peningkatkan manusia lanjut usia tidak dapat dihindari. Akan tetapi, dengan jaman yang semakin maju ini dan tuntutan untuk hidup yang ingin menjadi lebih baik membuat masyarakat bekerja lebih keras. Banyak lansia yang terpaksa memilih hidup mandiri karena dengan berbagai alasan mereka kurang mendapat perhatian dan tidak terurus oleh keluarganya yang umumnya sibuk dengan keluarga inti mereka. Keluarga yang tidak mampu merawat orang tuanya mengakibatkan para lansia menjadi terlantar (Kualifikasi Panti Sosial Tresna Werdha, 2008).

Berdasarkan UN, World Population Prospects: The 2010 Revision, diprediksikan bahwa memasuki tahun 2020, pertambahannya mulai melonjak. Pada tahun 2030 pertambahannya menjadi lebih cepat. Puncaknya bisa dikatakan adalah pada tahun 2050. Populasi lansia di Indonesia diprediksi akan meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Hal ini bisa kita lihat pengaruhnya pada pertumbuhan lansia di Jakarta dimana Jakarta merupakan wilayah terbesar di Indonesia sehingga jumlah Penduduk yang ada di Jakarta terbilang tinggi dan berdasarkan buku Jakarta Dalam Angka 2014 dan data dari BkkbN, wilayah Jakarta Barat merupakan wilayah dengan jumlah lanjut usia terlantar terbanyak.

Dengan jumlah lansia terlantar yang banyak ini, panti jompo merupakan solusi yang sesuai sebagai tempat bagi para lansia yang datang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus berbagai keperluannya untuk berkumpul. Namun, buku Jakarta Dalam Angka 2014

(2)

2

jumlah Panti Jompo yang terdaftar di Jakarta hanyalah berjumlah 11 panti sehingga tempat untuk menampung para lansia ini masih kurang.

Melalui survey langsung ke beberapa panti jompo swasta yang ada di Jakarta juga, penulis juga mendapati bahwa salah satu masalah yang ada di bangunan-bangunan panti jompo yaitu kurangnya pencahayaan di dalam ruangan terlebih ruangan tempat lansia melakukan aktifitasnya seperti membaca ataupun merajut yang menyebabkan lansia jadi kesusahan mencari tempat yang terang untuk melakukan kegiatannya tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis memilih penelitian Optimalisasi Pencahayaan Alami Terkait Kesehatan Lansia Pada Panti Jompo di Jakarta Barat sebagai penelitian adalah untuk mendesain bangunan Panti Jompo dimana masih banyak yang pencahayaan alami masih belum mencapai standar menjadi yang paling baik untuk para lansia yang dikaitkan dengan kesehatan lansia dan kebutuhannya.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana merancang bangunan yang dapat mengakomodasi para lansia dengan mengoptimalisasi pencahayaan alaminya terkait dengan kesehatan lansia?

2. Jenis bukaan seperti apa dan berapa besar bukaan yang dibutuhkan sehingga cahaya matahari pagi yang masuk ke dalam ruang art &crafts bisa maksimal?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menciptakan bangunan yang dapat mengakomodasi para lansia dengan memanfaatkan pencahayaan alami.

2. Untuk mengoptimalisasi pencahayaan alami pada ruang art & crafts pada pagi hari dengan mengatur jenis dan besaran bukaan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan Panti Jompo ini adalah metode penelitian eksperimental yaitu melalui simulasi dimana dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu yang kemudian dengan bantuan software Ecotect. Ecotect digunakan untuk menganalisa jumlah cahaya matahari yang masuk melalui bukaan-bukaan yang diberikan pada ruang Art & Crafts. Melalui simulasi yang dilakukan dengan ecotect, dapat diketahui bukaan dengan besar seperti apa dan terletak dimana yang paling maksimal dalam memberikan pencahyaan dalam ruangan dan yang paling memenuhi standar kebutuhan.

HASIL & BAHASAN

Analisa Aspek Manusia

Pada bangunan Panti Jompo terdapat 3 pengguna utama, yaitu penghuni (lansia) staff dan pengunjung atau keluarga dari penghuni. Dari ketiga pengguna utama itu, dipetakan pola kegiatan yang biasa dilakukan oleh ketiga pengguna utama sehingga dapat diketahui apa saja kebutuhan ruang untuk masing-masing pengguna. Dari pola kegiatan ini pula bisa diketahui kegiatan apa yang paling dominan dilakukan oleh lansia setiap harinya, yaitu kegiatan Art & Crafts (kesenian) sehingga ruang

art & crafts inilah yang paling perlu untuk dioptimalisasikan pencahayannya. Selain itu, ruang-ruang

lainnya walalupun tidak dioptimalisasikan tapi perlu juga untuk ditata sebaik mungkin sehingga setiap ruangan bisa mendapatkan pencahayaan secara alami.

Analisa Tapak

Pemilihan tapak disesuaikan dengan data-data statistik yang didapatkan dan sesuai dengan peruntukan untuk bangunan rumah tinggal. Tapak ini sendiri terletak di Jakarta Barat tepatnya di Jl. Gili Sampeng IV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

(3)

3

1. Analisa Matahari

Berdasarkan analisa matahari, untuk bangunan publik ataupun servis dapat diletakan pada sisi barat sedangkan untuk bangunan hunian dan tempat lansia sering beraktifitas sebaiknya diletakan pada sisi timur dengan orientasi menghadap ke utara atau selatan sehingga intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruangan tidak terlalu tinggi.

2. Analisa Kebisingan

Berdasarkan analisa kebisingan, ruang publik ataupun servis sebaiknya diletakan pada sisi barat laut karena sisi tersebut adalah sisi dengan tingkat kebisingan yang paling tinggi sedangkan untuk hunian yang butuh ketenangan, sebaiknya pada sisi tenggara maupun barat daya karena sisi tersebut sangat jarang dilewati kendaraan dan sebagian besar merupakan hunian warga.

3. Analisa View

Berdasarkan analisa view, sisi yang memberikan view paling optimal adalah sisi timur dan utara tapak karena berhadapan dengan jalan sedangkan untuk view pada sisi barat dan selatan kurang baik karena tapak bersebalahan langsung dengan rumah tetangga.

Analisa Aspek Bangunan

Dalam penentuan zoning, mempertimbangkan analisa matahari, kebisingan, view dan sirkulasi yang telah dilakukan sebelumnya. Zoning juga mempertimbangkan cahaya matahari pagi sehingga dapat masuk ke dalam ruang-ruang secara optimal.

Gambar 1. Analisa Matahari

Gambar 2. Analisa Kebisingan

(4)

4

Gambar 4. Zoning pada Tapak

Pertama adalah melakukan zoning secara garis besar peletakkan ruang publik (kantor pengelola, taman, resepsionis, ruang tamu), semi publik (ruang makan, ruang serbaguna), privat (hunian lansia, hunian pengurus, dapur, ruang keluarga), semi privat (ruang art & crafts, ruang games, ruang komunal) dan servis (gudang, janitor, ruang laundry) yang didapat dari analisa-analisa sebelumnya. Setelah zoning secara garis besar dilakukan, maka selanjutnya zoning tersebut dipecah menjadi lebih detail. Untuk ruang seperti kamar tidur dan ruang keluarga (lingkaran berwarna merah) diletakkan pada sisi selatan tapak karena dari pertimbangan aspek matahari dan kebisingan, daerah tersebut merupakan daerah yang paling tenang karena bersebelahan dengan rumah-rumah warga dan tidak menghadap ke matahari barat. View yang didapat pada sisi tersebut memang tidak bergitu baik, tapi dengan pertimbangan kegiatan lansia yang jarang berada di kamar tidur kecuali untuk tidur, maka letak tersebut tidak begitu berpengaruh. Di samping itu juga, dengan peletakkan ini, lansia bisa mendapatkan privasi karena sisi tapaknya hanya terdapat rumah-rumah warga. Untuk ruang keluarga yang berada di sisi tersebut, di sekitarnya diberikan ruang terbuka dengan vegetasi-vegetasi untuk mengoptimalisasi cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan dan ruang keluarga yang letaknya berada di tengah-tengah bangunan.

Ruang semi privat seperti ruang art & crafts, ruang games dan ruang komunal diletakkan pada sisi utara tapak dengan orientasi menghadap ke arah timur. Peletakkan ini dipertimbangan dari aspek matahari dimana ruang-ruang ini meruapakan ruang dimana para lansia paling sering berada dan beraktifitas dari pagi hingga sore hari sehingga cahaya matahari pagi dan pencahayaan alami paling baik dioptimalkan pada ruang-ruang ini.

Analisa Pencahayaan Alami

Berdasarkan zoning yang didapatkan dari hasil analisa-analisa lingkungan, berikut ini adalah gubahan massa dengan pembagian ruang-ruangnya yang digambarkan dengan pertimbangan dapat memasukan cahaya alami ke ruang-ruang secara maksimal. Orientasi dari gubahan massa mengikuti arah tapak yaitu menghadap timur laut.

(5)

5

Ruangan art & crafts yang merupakan ruangan utama untuk optimalisasi terletak pada bagian tengah tapak seperti yang ada pada gambar 5 (b) yaitu massa yang berwarna merah.

Data-data dari jurnal-jurnal dikumpulkan untuk menentukan kebutuhan pencahayaan alami yang paling sesuai untuk lansia yang dapat membantu meningkatkan kesehatan dari para lansia seperti yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hubungan Aktifitas Lansia, Masalah Lansia, dan Kebutuhan Pemulihan Kesulitan Lansia Masalah Lansia Kebutuhan Pemulihan Tidur Insomnia > 2.000 lux dalam 59 menit

(Noell-Waggoner E., 2006) - Melihat

- Mendengar - Menuruni Tangga

Depresi 2.000 – 3.000 lux selama 2 jam atau lebih (Kripke, 2013) - Merenung

- Melakukan hobi - Mengobrol

Agitasi 2.500 selama 2 jam (Lovell, Ancoli-Israel, & Gebirtz, 1995) - Membaca

- Melakukan hobi

Penglihatan 350 – 700 lux (Suma’mur, 2009) - Melakukan hobi yang

membutuhkan ketelitian yang tinggi

Penglihatan 700 – 1.000 lux (Suma’mur, 2009)

- Berjalan

- Naik turun tangga

Osteoporosis 1.000 selama 30 menit (Foster R., 2011)

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa target tingkat pencahayaan (lux) dari ruang art & crafts ini adalah ± 2.500 lux memacu pada tabel di atas memingat optimalisasi dari ruangan ini dikaitkan dengan kesehatan dimana dengan melakukan aktifitas/kegiatan pada ruang ini lansia ini bisa mendapatkan terapi cahaya matahari secara tidak langsung.

Analisa menggunakan simulasi dilakukan dengan parameter sebagai berikut.

1. Lokasi Tapak: Jl. Gili Sampeng IV, Jakarta; Latitude: -6.1935; Longtitude: 106.7780 2. Tanggal: 21 April, 21 Juni, 21 September, 21 Desember

3. Waktu: Pukul 09.00; 12.00; 15.00 4. Arah Mata Angin: Timur Laut 5. Bentuk Ruangan

Ukuran ruangan adalah 10x10 m = 100 m2 dengan tinggi dari lantai ke langit-langit adalah ±4,5 m. Dari teori-teori studi pustaka dan studi literatur yang telah diteliti, maka dibuat 6 model bukaan untuk memasukan cahaya matahari ke dalam ruangan secara optimal dan merata ke seluruh ruangan terutama cahaya matahari pagi hingga siang hari. Keenam model bukaan ini kemudian akan dianalisa melalui simulasi untuk melihat manakah yang memasukan cahaya yang paling optimal.

(6)

6

Gambar 6. Keenam Model Bukaan

Faktor luas bukaan memperngaruhi jumlah cahaya matahari yang masuk beserta dengan cara mendistribusikannya. Berikut hasil simulasi dari keenam model bukaan di atas.

Tabel 2. Hasil Simulasi Enam Model Bukaan

Model ke-1

09.00 12.00 15.00

Maret 1500 lux 1500 lux 750 lux

Juni 1000 lux 2000 lux 1000 lux

September 1500 lux 2000 lux 1000 lux

Desember 1250 lux 1500 lux 1000 lux

Model ke-2

09.00 12.00 15.00

Maret 3500 lux 5000 lux 3500 lux

Juni 3000 lux 4250 lux 3250 lux

September 3250 lux 5000 lux 3500 lux

Desember 3000 lux 4000 lux 3000 lux

Model ke-3

09.00 12.00 15.00

Maret 1500 lux 1750 lux 1000 lux

Juni 1250 lux 2000 lux 1000 lux

September 1500 lux 2000 lux 1000 lux

Desember 1500 lux 2000 lux 1250 lux

Model ke-4

09.00 12.00 15.00

Maret 2000 lux 2000 lux 750 lux

Juni 1750 lux 2250 lux 1000 lux

September 2250 lux 2250 lux 1000 lux

Desember 2500 lux 2000 lux 1250 lux

Model ke-5

09.00 12.00 15.00

Maret 4000 lux 6000 lux 3500 lux

Juni 3000 lux 4500 lux 3000 lux

September 3500 lux 7500 lux 3500 lux

Desember 3500 lux 4000 lux 3000 lux

Model ke-1 Model ke-2 Model ke-3 Model ke-4 Model ke-5 Model ke-6

(7)

7

Model ke-6

09.00 12.00 15.00

Maret 2500 lux 2500 lux 1000 lux

Juni 2500 lux 2500 lux 1500 lux

September 2500 lux 2500 lux 1000 lux

Desember 2500 lux 2000 lux 1250 lux

Setelah melakukan simulasi maka setelahnya dilakukan analisa terhadap masing-masing model. Model ke-1:

1. Dari analisa yang dilakukan, didapatkan bahwa pencahayaan di setiap parameternya tidak mencapai tingkat pencahayaan yang dibutuhkan yaitu 2500 lux. Tingkat pencahayaan paling tinggi yang dicapai hanya 2000 lux.

2. Pencahayaan pada bulan Juni pukul 09.00 juga terbilang cukup kurang dari standar kebutuhan karena hanya manecapai 1000 lux.

3. Pada bagian tengah ruangan juga masih terlihat gelap karena cahaya tidak secara optimal mencapai bagian tengah ruangan kecuali pada bulan September pukul 12.00 dimana terlihat bagian tengah ruangan mendapatkan penerangan yang hampir sama dengan sisi-sisi lainnya walaupun tingkat pencahayaannya masih belum mencapai standar.

Model ke-2:

1. Melalui analisa yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dengan penerapan model ini bagian tengah ruangan bisa mendapatkan pencahayaan hanya saja tingkat pencahayaan keseluruhan ruangan mejadi melebihi standar kebutuhannya dengan pencahayaan yang masuk dari skylight.

2. Ruangan menjadi sangat silau terlebih pada bagian tengah ruangan dimana dekat dengan skylight, kecuali pada pukul 09.00 disetiap bulannya, karena cahaya yang didistribusikan masuk direct ke dalam ruangan sehingga dapat membuat manfaat dari cahaya matahari menjadi sebuah dampak buruk.

Model ke-3:

1. Dari hasil simulasi yang dilakukan, didapatkan bahwa tingkat pencahayaan yang didapatkan ruangan ini masih belum memenuhi standar kebutuhan walaupun dengan penambahan clerestory ini meningkatkan sedikit tingkat pencahayaan dalam ruangan. 2. Bagian tengah ruangannya cukup mendapatkan pencahayaan walaupun tidak banyak

berbeda dari yang didapatkan oleh model yang ke-1. Pencahayaan yang masuk pada pukul 09.00 dan 12.00 di hampir setiap bulan sudah cukup baik karena hampir merata ke seluruh ruangan akan tetapi kekurangannya adalah tingkat pencahayaannya masih belum memenuhi standar kebutuhan.

Model ke-4

1. Dari analisa yang telah dilakukan pada model ke-4, didapatkan bahwa pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan lebih mendekati standar kebutuhan kecuali pada pukul 09.00 pada bulan Juni dimana tingkat pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan cukup jauh dari standar yaitu kurang 750 lux.

2. Dari hasil analisa pada model ke-2 ini dapat dilihat bahwa pencahayaan yang masuk dari penambahan bukaan pada sisi tenggara membantu meningkatkan pencahayaan pada bagian tengah ruangan sehingga bagian tengah ruangan menjadi lebih terang walaupun ada sisi yang sedikit kurang mendapat pencahayaan.

3. Kekurangannya juga pada model ini tingkat pencahayaaan yang mmenuhi standar kebutuhan hanyalah pada pukul 09.00 bulan Desember.

Model ke-5:

1. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat pencahayaan yang dihasilkan dengan penambahan skylight ini justru menjadi jauh melebihi tingkat pencahayaan yang dibutuhkan, karena dari model ke-4 juga dapa dilihat bahwa dengan bentuk bukaan seperti itu hanya dibutuhkan sedikit penambahan bukaan untuk meningkatkan pencahyaan dalam ruangan menjadi sesuai standar kebutuhan.

2. Skylight yang ditambahkan juga menyebabkan silau yang tinggi sehingga sebaliknya bukan menjadi sehat tapi malah silau tersebut dapat merusakan kesehatan mata para lansia.

3. Pada pukul 09.00 di setipa bulan, skylight berfungsi dengan cukup baik karena bagian tengah ruangan menjadi terang secara menyeluruh walaupun kekurangannya adalah tingkat pencahayaannya melebihi standar yang dibutuhkan.

(8)

8

Model ke-6

1. Dari simulasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa dengan penambahan clerestory ini membantu meningkatkan pencahayaan di dalam ruangan tapi tidak secara berlebihan sehingga tingkat pencahayaan yang didapat oleh ruang ini menjadi memenuhi standar pada pagi hingga siang hari.

2. Penerangan di dalam ruangan juga merata sehingga dimana saja lansia tersebut duduk mereka masih akan tetap merasakan cahaya matahari.

3. Pada pukul 12.00 bulan Desember tingkat pencahayaan yang didapat oleh ruang ini hanya mencapai 2000 lux dimana parameter tersebut satu-satunya yang bernilai di bawah standar.

Dari analisa yang telah dilakukan dapat dilakukan pengelompok kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model bukaan sebagai perbandingan untuk melihat model dengan bukaan seperti apa yang menghasilkan pencahayaan paling baik, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Perbandingan 6 Model Bukaan

Kelebihan Kekurangan

Model ke-1 - Bagian tengah ruangan tidak

mendapatkan banyak cahaya

- Tingkat pencahayaan tidak mencapai standar kebutuhan pencahayaan Model ke-2 - Pada bagian tengah ruangan bisa

mendapatkan cahaya

- Ruangan menjadi sangat silau terlebih di bagian tengahnya

- Tingkat pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan berlebihan

Model ke-3 - Bagian tengah mendapatkan sedikit cahaya matahari

- Pencahayaan yang masuk tidak mencapai standar kebutuhan 2500 lux Model ke-4 - Bagian tengah ruangan mendapatkan

cahaya matahari

- Cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan tidak mencapai standar kebutuhan pencahayaan

- Ada sisi yang masih kurang mendapakan cahaya matahari Model ke-5 - Pada bagian yang masih terasa gelap

mendapatkan cahaya matahari

- Tingkat pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan terlalu berlebihan - Ruangan menjadi silau Model ke-6 - Bagian tengah ruangan mendapatkan

cahaya matahari

- Pencahayaan dalam ruangan lebih merata dimana pada sudut-sudut ruang juga mendapatkan cahaya matahari

- Pencahayaan pada bulan Desember pukul 12.00 tidak mencapai standar yaitu 2500 lux

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada enam model bukaan yang berasal dari teori-teori studi pustaka maupun studi literatur, model ke-6 merupakan model yang paling efisien dalam memberikan penerangan pada seluruh bagian ruangan secara merata sehingga dimanapun lansia akan duduk dan beraktifitas, mereka bisa tetap merasakan cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan tersebut. Penambahan jendela pada sisi tenggara memungkinkan semakin banyak cahaya untuk masuk ke dalam ruangan. Selain itu juga dengan penggunaan clerestory, ruangan bisa menjadi terang secara lebih merata bukan hanya sisi pada sisi yang mendapatkan jendela-jendela.

(9)

9

Gambar 7. Bentuk Kanopi pada Model Bukaan ke-6

Dari model yang paling sesuai ini yaitu model ke-6 dibuat sebuah model baru dimana pada model tersebut diterapkan penambahan kanopi untuk melihat apakah penambahan kanopi mempengaruhi tingkat pencahayaan yang diterima oleh ruangan tersebut. Kanopi yang diberikan berupa satu kanopi panjang 1m yang mengitari sepanjang bangunan dengan tambahan beberapa kanopi dengan panjang 50 cm dan 25 cm disekitar bukaan. Kemudian dilakukan simulasi pada model ke-7 ini.

Dari simulasi yang dilakukan terhadap model ke-7 ini, didapatkan bahwa penambahan kanopi tidak banyak memperngaruhi pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan karena tingkat pencahayaan dalam ruangan tidak berubah kecuali terjadi sedikit penurunan lux sejumlah 250 lux pada pukul 09.00 bulan Juni dan pukul 12.00 pada bulan September, serta pukul 12.00 pada bulan Desember. Selain pada parameter tersebut, penambahan kanopi ini dapat dibilang tidak banyak memberikan dampak yang kurang bagi ruangan ini sehingga penambahan kanopi juga memungkinkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pencahayaan alami sangat penting dan berguna bagi kesehatan manusia tidak terkecuali lansia yang tingkat daya tahan tubuhnya lebih cepat menurun dibandingkan orang yang masih muda. Cahaya matahari juga dapat meningkatkan vitamin D dalam tubuh, merangsang hormon serotonin, mengatasi depresi, meningkatkan sirkulasi darah, memperbaiki kulit, menurunkan risiko kanker, mencegah diabetes, menguatkan sistem kekebalan, memperbaiki kualitas tidur, dan memperbaiki sistem pencernaan.

Pencahayaan alami yang paling perlu untuk dioptimalkan adalah pada ruang art & crafts karena ruangan ini adalah tempat dimana sebagian besar lansia menghabiskan kegiatan sehariannya. Target tingkat pencahayaan (lux) dari ruang art & crafts ini adalah didasarkan pada kebutuhan lux lansia bersangkutan dengan kesehatan lansia dimana jumlah luxnya adalah sebesar ± 2.500 lux. Dengan memanfaatkan pencahayaan alami, bangunan bisa menjadi lebih hemat energi dan secara tidak langsung dapat mengurangi biaya operasional bangunan. Pencahayaan alami diterapkan dalam perancangan melalui bentuk bangunan, besaran bukaan, orientasi bangunan, serta orientasi bukaan dimana dibuat enam model bukaan dengan berbagai letak dan orientasi bukaan beserta dengan cara mendisitribusikan cahayanya yang kemudian disimulasikan untuk melihat model yang seperti apa yang paling baik mendistribusikan cahaya ke dalam ruangan.

Bedasarkan analisa dari simulasi yang telah dilakukan didapat bahwa model ke-6 adalah model yang paling baik karena model ini dapat mendistribusikan cahaya ke dalam ruangan mencapai standar kebutuhan dari ruangan ini yaitu sebesar 2500 lux.

(10)

10

Gambar 8. Bentuk Bukaan pada Model ke-6

Saran

Beberapa bangunan panti jompo yang ada di Indonesia masih kurang dalam hal pencahayaan alami dalam ruangan. Baiknya untuk memberikan banyak ruang terbuka di dalam bangunan dan menyediakan tempat-tempat untuk lansia bisa menikmati siraman cahaya matahari yang baik bagi kesehatan lansia. Mengoptimalisasikan ruangan-ruangan yang paling sering didiami oleh para lansia terlebih pada pagi hari karena matahari pagi memberikan banyak hal positif. Selain itu juga, lebih memperhatikan orientasi matahari pada tapak dan peletakan ruang juga standar-standar yang ada sehingga ruang-ruang bisa mendapatkan pencahayaan yang sesuai tanpa perlunya pencahayaan buatan pada siang hari. Memperhatikan pula bukaan-bukaan yang sesuai untuk ruangan dengan mempertimbangkan fungsi dari ruang tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas bangunan tersebut. Selain itu, dapat lebih dieksplor bentuk-bentuk bukaan untuk memasukan cahaya matahari beserta letak-letak bukaannya.

REFERENSI

Noell-Waggoner, E. (2006). Lighting in Nursing Homes – The Unmet Need. Proccedings of the 2nd

CIE Symposium Lighting and Health. Ottawa, Ontario, Canada, Vienna, Austria: CIE.

Lovell, BB. Ancoli-Israel, S. Gevirtz, R. (1995). Effect of bright light treatment on agitated behavior in institutionalized elderly subjects. Psychiatry Res. 57(1): 7-12.

Kripke, DF. (2013). Brighten Your Life. (Online). http://www.brightenyourlife.info/all.html (Diakses pada tanggal 19 April 2015).

Indonesia. Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia. (2008). Kualifikasi Panti Sosial Tresna Wredha

(PSTW). Jakarta: Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial,

Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia.

Suma’mur, PK. (2009). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto.

RIWAYAT PENULIS

Gita Kristenina Shasmita lahir di kota Tangerang pada tanggal 2 November 1993. Penulis

Gambar

Gambar 1. Analisa Matahari
Gambar 4. Zoning pada Tapak
Tabel 1. Hubungan Aktifitas Lansia, Masalah Lansia, dan Kebutuhan Pemulihan  Kesulitan Lansia  Masalah Lansia  Kebutuhan Pemulihan
Gambar 6. Keenam Model Bukaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

mercubuana-yogya.ac.id sehingga layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan skala yang lebih luas; (2) Hasil pengembangan yang berupa media pembel- ajaran

Di lihat dari hasil observasi awal sebelum menggunakan media pipet dan kantong bilangan (pikabil) pada mata pelajaran matematika siswa kelas III SDN Pemantek

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi tidak tersedianya anggaran tersebut adalah dengan cara mencari hutangan atau pinjaman dana kepada pihak lain, dan juga bisa dengan cara

System full day school dicetuskan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan dengan harapan dapat mencetak siswa yang memiliki ilmu pengetahuan mumpuni serta

Adapun pengaruh dari implikasi penggunaan media audio digital dalam pembelajaran gamelan degung I di Departemen Pendidikan Musik Fakultas Seni dan Desain

“Kuliah tamu Delvac ini penting karena akan dijadikan satu kegiatan di mana orang bisa melihat, contohnya untuk membangun terus relasi yang baik dengan universitas asal

Ada beberapa jenis Pajak Penghasilan yang salah satunya adalah PPh pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah termasuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah

kegiatan keagamaan cukup positif dan pihak Sekolah mengapresiasi serta berterimakasih atas apa yang telah dilakukan. Atas peran pemberi pertimbangan yang dijalankan