• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK WAKE PADA TURBIN TIPE VERTICAL-AXIS ARUS SUNGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK WAKE PADA TURBIN TIPE VERTICAL-AXIS ARUS SUNGAI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTERISTIK WAKE PADA TURBIN TIPE VERTICAL-AXIS ARUS SUNGAI

Hendra P. Ananta, Ir. Sarwono, MM., Dr. Ridho Hantoro, ST. MT.

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Indonesia 60111

Abstrak – Turbin merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mulai banyak dimanfaatkan oleh negara-negara maju dan berkembang. Salah satu pengembangan turbin yang dilakukan adalah turbin jenis vertical-axis arus sungai. Hal ini karena banyaknya sungai di Indonesia yang bisa digunakan sebagai penggerak turbin untuk menghasilkan energi listrik. Namun, pengembangan ini memiliki pengaruh terhadap lingkungan yang tidak bisa diabaikan, terutama oleh wake yang timbul di belakang turbin. Tidak bisa dipungkiri bahwa turbulensi aliran di belakang turbin dapat menyebabkan adanya pengikisan pada dinding dan dasar sungai dan juga terjadinya perpindahan sedimentasi. Untuk mengetahuinya, penelitian ini dilakukan dengan cara eksperimen dan simulasi pada empat site sungai yaitu Beji 1, Beji 2, Seloliman 1, dan Seloliman 2. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, wake yang terjadi pada sungai Beji 1 merupakan yang terbesar dengan luas sebesar 1.86713 m2 dan wake pada sungai Seloliman 2 merupakan yang terkecil dengan luas sekitar 1.66134 m2. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh wake lebih besar terjadi pada site sungai Seloliman 2 karena dimensinya yang sangat kecil yaitu dengan lebar hanya 80 cm dan kedalaman 53 cm. Hal ini dapat memicu pengikisan dan sedimentasi tanah yang lebih besar bila turbin dijalankan pada site sungai Seloliman 2.

Kata kunci: Turbin Vertical-Axis, Wake

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu metode untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan adalah dengan menggunakan turbin. Jenis turbin yang sudah banyak dikembangkan adalah VAWT (Vertical Axis Wind Turbine). Turbin ini menggunakan angin sebagai penggerak untuk memutar rotor sehingga dapat menghasilkan listrik. Hal ini sulit dilakukan karena kecepatan angin di Indonesia rata-rata berkisar antara 3 – 6 m/s. Kecepatan yang lebih tinggi dapat diperoleh di daerah Nusa Tenggara yang berkisar antara 3,5 – 6,5 m/s. Sedangkan pulau-pulau seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua hanya memiliki kecepatan angin sekitar 2,7 – 4,5 m/s. Sedangkan turbin pada umumnya merujuk pada desain dari Eropa dan Amerika yang merupakan benua penghasil angin terbesar dengan kecepatan sekitar 9 – 12 m/s. (Alpen Steel: Renewable Energy, 2011)

Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan turbin tipe vertical axis arus sungai yang memanfaatkan gaya-gaya hidrodinamis untuk menggerakkan rotor penghasil energi listrik. Di samping karena kecepatan angin yang kurang memadai di Indonesia, pengembangan ini juga berorientasi untuk membantu program pemerintah dalam hal pemerataan elektrifikasi hingga ke pelosok desa. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan karena sebagian besar daerah pedesaan di Indonesia tidak jauh dari sumber air yang mengalir, terutama arus sungai.

Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa dihindari yang salah satunya adalah wake (olakan) yang terjadi pada outlet turbin. Wake ini secara umum terjadi karena adanya fluida yang bergerak melewati suatu padatan. Gerakan rotasi oleh turbin dapat pula menyebabkan fluida pada outlet bergerak tidak beraturan. Wake tersebut tentu saja memiliki pengaruh

secara langsung terhadap sungai itu sendiri. Seperti diketahui, turbulensi fluida dapat menyebabkan terjadinya pengikisan pada tanah, tidak terkecuali pada dinding dan dasar sungai yang juga berupa tanah atau bangunan semen. Bentuk wake yang memiliki tingkat turbulensi yang tidak menentu ini juga bisa menyebabkan perpindahan sedimentasi sehingga dapat merusak struktur lingkungan sungai. Oleh karena itu, dalam membangun suatu sistem energi terbarukan, isu penjagaan lingkungan menjadi topik yang krusial untuk diketahui agar sumber energi terbarukan tersebut benar-benar ramah terhadap lingkungan, tidak hanya mengenai polusi yang dihasilkan, namun juga pada struktur lingkungan itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, maka permasalahan-permasalahan yang muncul adalah:

1. Bagaimana memvisualisasikan aliran wake dari turbin tipe vertical-axis arus sungai,

2. Seberapa luas area wake yang ditimbulkan di belakang turbin serta bagaimana dampaknya pada sungai.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aliran fluida yang melewati turbin air sungai bersumbu vertikal merupakan fluida satu fasa,

2. Tipe blade yang digunakan adalah NACA 0015 dan NACA 4415 dengan variasi jumlah blade 3, 4, dan 5 buah,

3. Metode yang digunakan adalah simulasi CFD 3D secara steady state dan eksperimen.

D. Tujuan

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, maka tujuan dari pengerjaan Tugas Akhir ini adalah: 1. Memvisualisasikan aliran wake dari turbin tipe

vertical-axis arus sungai,

2. Mengetahui seberapa luas area wake yang ditimbulkan di belakang turbin serta bagaimana dampaknya pada sungai.

E. Manfaat

Berdasarkan Permasalahan dan Tujuan tersebut di atas, pengerjaan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat berupa dapat mengetahui visualisasi aliran wake akibat pergerakan rotasi turbin dan seberapa luas area wake yang timbul di belakang turbin itu sendiri serta pengaruhnya pada pengikisan dinding dan dasar sungai serta perpindahan sedimentasinya sehingga dapat dijadikan asumsi untuk penelitian dan pengembangan turbin tipe vertical-axis arus sungai selanjutnya.

II. DASAR TEORI A. VAWT

Cirinya adalah memiliki sumbu putar vertikal terhadap tanah. Turbin jenis ini jarang dipakai untuk turbin komersial. Rotornya berputar relatif pelan (di bawah 100 rpm), tetapi memiliki momen gaya yang kuat, sehingga dapat dipakai untuk menggiling biji-bijian, pompa air, tetapi tidak cocok untuk menghasilkan listrik (di atas 1000 rpm cocok untuk

(2)

menghasilkan listrik). Sebenarnya dapat dipakai gearbox untuk menaikkan kecepatan putarnya, tetapi efisiensinya turun dan mesin sulit untuk dimulai. VAWT terdiri dari dua tipe, yaitu:

Tipe dorong

Terjadi bila TSR<1 artinya lebih banyak bagian blade yang mengalami gaya dorong, seperti pada mangkuk anemometer dan Savonius. Memiliki bentuk yang bervariasi, seperti ember, dayung, layar, tangki. Rotornya berbentuk S (bila dilihat dari atas). Kecepatan maksimum blade yang dihasilkan hampir sama dengan kecepatan angin. Ujung blade tidak pernah bergerak lebih cepat daripada kecepatan angin, sehingga pada ujungnya nilai TSR<1. Turbin jenis ini memiliki efisiensi daya yang rendah.

Tipe angkat

Terjadi bila TSR>1 artinya lebih banyak bagian blade yang mengalami gaya angkat, seperti pada turbin Darrius. Masing-masing blade memperlihatkan momen gaya angkat maksimum hanya dua kali setiap putaran dan daya keluarannya berbentuk sinusoida.

Ukuran blade relatif besar dan tinggi, sehingga menimbulkan getaran. Biasanya memakai dua atau tiga blade. Turbin jenis ini menghasilkan lebih banyak daya output dan memiliki efisien tinggi.

Keunggulan turbin sumbu vertikal:

1. Generator berada di tanah, sehingga tidak perlu membebani tower,

2. Tidak diperlukan mekanisme yaw untuk menyejajarkan rotor dengan arah angin.

Kelemahan turbin sumbu vertikal: 1. Kecepatan rotor rendah, 2. Efisiensi total rendah,

3. Mesin tidak dapat mulai berjalan sendiri, perlu dorongan awal (atau perlu motor),

4. Mesin perlu kawat lentur untuk menjaganya berdiri tegak, sehingga tidak praktis.

Turbin jenis VAWT tipe angkat Eole C, 4200 kW dengan diameter 100 m di Quebec, Kanada (terbesar di dunia) dioperasikan tahun 1997.

B. Airfoil

Airfoil adalah bentuk bangun yang dapat menghasilkan gaya angkat besar dengan hambatan sekecil mungkin. Karena dapat menghasilkan gaya lift yang besar dengan hambatan yang kecil inilah airfoil dipilih sebagai komponen sayap pesawat terbang. Gaya lift dan stall dari sayap tersebut sangat bergantung pada bentuk geometris penampang airfoil-nya. Bentuk geometris penampang airfoil secara umum dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Bentuk geometri penampang airfoil Dan bagian-bagian airfoil adalah sebagai berikut:

- Leading Edge : Sisi depan airfoil

- Trailing Edge : Sisi belakang airfoil

- Chord : Jarak antara leading edge dan

trailing edge

- Chord Line : Garis lurus yang menghubungkan

leading edge dengan trailing edge

- Mean Chamber

Line

: Garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan bawah

- Maximum

Chamber

: Jarak maksimal antara chamber line dan chord line

- Maximum

Thickness

: Jarak maksimal antara permukaan atas dan bawah

- Leading Edge

Radius

: Jari-jari kelengkungan permukaan leading edge, besarnya radius ini 0-2%

Jika airfoil tidak memiliki chamber, maka airfoil disebut airfoil simetris. Airfoil simetris pada penerapannya tidak menimbulkan lift jika sudut serang diatur sebesar 0o, berbeda dengan airfoil ber-chamber yang sudah dapat menghasilkan

lift pada sudut 00.

Airfoil mempunyai bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan aliran sirkulasi di sekelilingnya. Pada bagian bawah airfoil akan bertekanan tinggi, sehingga menurut dalil Bernoulli kecepatannya berkurang. Sedangkan pada bagian atas permukaan airfoil akan bertekanan rendah dan kecepatannya bertambah besar. Aliran sepanjang airfoil terdiri dari:

a) Aliran streamline dengan kecepatan vr

b) Aliran vortex yang menyelubungi airfoil dengan kecepatan vc Menurut Bernoulli: (2.1) (2.2) (2.3) (2.4) dimana:

Δp: perbedaan tekanan di atas dan di bawah airfoil Δv: perbedaan kecepatan di atas dan di bawah airfoil

Gaya lift dari dL dari airfoil dengan panjang l dan lebar dr adalah:

(2.5) (2.6) Jadi : dL = ρ . vr . Γ . dr (persamaan Kutta-Jouwkoski)

Dengan memakai persamaan Kutta-Jouwkoski tersebut dapatlah dicari besarnya gaya angkat sebuah airfoil yang diketahui ukuran dan kecepatannya di fluida yang ditentukan, serta besarnya kekuatan sirkulasi dari vorteksnya.

C. Vorteks

Untuk memudahkan analisa digunakan suatu sistem yang bernama sistem vortex. Sistem ini, pada airfoil yang bergerak di dalam suatu fluida, dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama yaitu: starting vortex, trailing vortex, dan bound vortex. Misalkan sebuah airfoil dengan lebar tidak terhingga di suatu media fluida yang diam. Karena lebar dari airfoil tidak terhingga, maka tinjauan di sini dapat disederhanakan dalam daerah aliran 2 dimensi. Penampang aerofoil tersebut digerakkan dari posisi diam dengan suatu percepatan sampai mencapai kecepatan v, dan dipertahankan konstan. Pertama, aliran fluida akan mempunyai pola seperti Gambar 5.2, di mana titik stagnasi tidak berimpit dengan ujung belakang (trailing edge) dari penampang airfoil.

Gambar 2.2 Stagnation point pada upper surface di belakang airfoil

Begitu airfoil mulai bergerak, saat itu juga timbul aliran sepanjang trailing edge. Karena adanya tekanan yang tinggi di daerah belakang titik stagnasi, maka akan menyebabkan partikel-partikel fluida yang mengalir menyusuri sepanjang trailing edge akan terlempar dijauhkan dari permukaan trailing edge. Gerakan-gerakan dari partikel fluida tersebut

(3)

akan merupakan sirkulasi (vortex) kecil-kecil yang merupakan suatu free vortex yang terlepas dari boundary layer yang menyelubungi penampang airfoil. Vortex tersebut disebut sebagai starting vortex atau initial vortex. Vortex semacam ini terjadi pada sayap pesawat pada saat tinggal landas. Starting vortex ini yang menyebabkan terjadinya rangkaian tertutup yang akan mengubah bentuk atau pola aliran streamline yang menyelubungi penampang aerofoil tersebut. Sesaat kemudian titik stagnasi akan begerak dan bergeser ke belakang mendekati trailing edge. Kekuatan dari starting vortex dan sirkulasi bertambah besar sampai suatu harga di mana pada saat itu titik stagnasi telah sampai dan berhenti di titik ujung belakang trailing edge, dan kemudian starting vortex tersebut akan hanyut menjadi satu dengan aliran fluidanya.

Gambar 2.3 Stagnation point pada trailing edge Tekanan pada bagian atas sayap lebih rendah daripada tekanan pada bagian bawah sayap. Karena adanya perbedaan tekanan ini, maka pada bagian atas sayap fluida akan cenderung mengalir dari tepi sayap ke arah dalam root sayap. Pada bagian bawah sayap fluida akan cenderung mengalir ke daerah yang bertekanan rendah atau cenderung untuk mengalir ke arah luar. Karena adanya perbedaan kecepatan pada spanwise, maka akan menyebabkan kombinasi kedua aliran ini pada trailing edge dan akan membentuk gulungan fluida dalam bentuk streamwise vortices yang kecil, yang didistribusikan sepanjang bentangan sayap. Pada saat aerofoil bergerak ke depan, maka gerakan-gerakan fluida ini akan membentuk rangkaian vortex di bagian belakang sayap yang disebut trailing vortex. Bound vortex atau lifting vortex adalah vortex yang menghasilkan gaya angkat pada sayap.

Gambar 2.4 Horseshoe vortex

Sistem vortex yang terdiri dari bound vortex dan trailing vortex pada tepi sayap disebut horseshoe vortex. Sistem ini disederhanakan dengan sebuah bound vortex dan sepasang trailing vortex dan disebut dengan simplified horseshoe vortex (Gambar 5.5). (Fox dan McDonald, 1994)

Gambar 2.5 Simplified Horseshoe vortex

D. Wake

Wake adalah daerah aliran sirkulasi segera balik benda padat yang bergerak, yang disebabkan oleh aliran sekitarnya cairan di sekitar tubuh. Dalam dinamika fluida, wake adalah daerah aliran terganggu (biasanya bergolak) hilir dari sebuah benda padat bergerak melalui sebuah fluida, yang disebabkan oleh aliran cairan ke seluruh tubuh. Dalam cairan mampat (cairan) seperti air, wake busur diciptakan ketika sebuah perahu bergerak melalui media, seperti media tidak dapat

dikompresi, harus mengungsi sebaliknya, menghasilkan gelombang. Seperti dengan segala bentuk gelombang, menyebar keluar dari sumber sampai energi diatasi atau hilang, biasanya oleh gesekan atau dispersi.

Pembentukan gelombang dalam cairan tersebut adalah sejalan dengan generasi Gelombang dalam aliran kompresible, seperti yang dihasilkan oleh roket dan pesawat supersonik perjalanan melalui udara (lihat juga persamaan Lighthill). Parameter non-dimensi yang menarik adalah bilangan Froude.

Untuk blunt body dalam aliran eksternal subsonik, misalnya kapsul Apollo atau Orion selama keturunan dan mendarat, wake yang besar-besaran dipisahkan dan di belakang tubuh ini merupakan daerah arus balik di mana aliran bergerak menuju tubuh. Fenomena ini sering diamati dalam pengujian terowongan angin pesawat, dan khususnya penting ketika sistem parasut yang terlibat, karena kecuali garis parasut memperpanjang kanopi di luar kawasan arus balik, meluncur bisa gagal untuk mengembang dan dengan demikian keruntuhan. Parasut dikerahkan ke wake menderita defisit tekanan dinamis yang diharapkan mengurangi kekuatan mereka tarik. High-fidelity komputasi dinamika fluida simulasi sering dilakukan untuk arus wake model, meskipun model tersebut memiliki ketidakpastian yang terkait dengan pemodelan turbulensi (untuk RANS misalnya versus implementasi LES), di samping efek aliran goyah. Contoh aplikasi termasuk roket tahap pemisahan dan pemisahan pesawat toko.

E. Gaya Lift

Lift dihasilkan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar fisika. Fisika yang paling relevan untuk mengurangi tiga prinsip: 1. Newton hukum gerak, terutama hukum kedua Newton

yang berkaitan gaya total pada suatu elemen udara laju perubahan momentum,

2. Kekekalan massa, termasuk asumsi umum bahwa permukaan airfoil adalah kedap air untuk udara mengalir di sekitar, dan

3. Ekspresi yang berkaitan cairan tekanan (terdiri dari tekanan dan komponen tegangan geser) terhadap sifat aliran.

Pada prinsip terakhir, tekanan tergantung pada sifat aliran lain, seperti rapat massa, melalui persamaan (termodinamika) dari negara, sementara geser tegangan terkait dengan aliran melalui viskositas udara itu. Penerapan kental tegangan geser hukum kedua Newton untuk hasil aliran udara dalam persamaan Navier-Stokes. Namun dalam perkiraan banyak kasus cukup untuk penjelasan yang baik mengangkat airfoil: di bagian besar viskositas aliran dapat diabaikan. Seperti aliran inviscid dapat digambarkan secara matematis melalui persamaan Euler, hasil dari persamaan Navier-Stokes saat viskositas diabaikan.

Jika koefisien lift untuk sayap di sebuah sudut serang tertentu diketahui (atau diestimasi dengan menggunakan metode seperti teori airfoil-tipis), maka lift yang dihasilkan untuk kondisi aliran tertentu dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:

(2.12)

Dimana,

L : Gaya Lift (N) CL : Koefisien Lift

ρ : Massa jenis fluida (kg/m3) V : Kecepatan fluida (m/s)

A : Plan area (S), luasan maksimum (m2) Persamaan ini pada dasarnya adalah sama dengan persamaan drag, hanya koefisien lift/drag berbeda.

Lift dapat dihitung dengan menggunakan teori aliran potensial dengan menerapkan sirkulasi. Hal ini sering digunakan oleh

(4)

praktisi aerodinamika karena perhitungan kuantitasnya baik, misalnya untuk teori airfoil tipis dan teori garis-lift.

F. Gaya Drag

Gaya drag (D) adalah gaya aliran yang bekerja pada airfoil yang sejajar arah gesekan. Berdasarkan analisis dimensi bentuk persamaan drag adalah sebagai berikut:

(2.13)

Dimana,

D : Gaya Drag (N) CD : Koefisien Drag

ρ : Massa jenis fluida (kg/m3) V : Kecepatan fluida (m/s)

AP : Plan area (S), luasan maksimum: chord x span (m2) Gaya drag timbul akibat efek viskositas dan dibagi dalam dua jenis yaitu:

Skin friction drag, yaitu tegangan geser yang timbul

akibat persinggungan aliran viskos dan permukaan padat akan menimbulkan gaya geser yang dapat memperlambat gerakan body relative terhadap fluida.

Pressure drag, separasi aliran akan membentuk daerah

bertekanan rendah dibelakang body (wake), perbedaan tekanan inilah yang akan memberikan gaya seret.

Pada aliran 2D total gaya drag adalah penjumlahan dari skin friction drag dan pressure drag yang disebut profile drag. Sedangkan untuk aliran 3D ditambah dengan komponen

induced drag (CDi). Induced drag terjadi karena vortex timbul

pada ujung-ujung foil sehingga vektor lift condong ke belakang. Profil drag dikenal juga sebagai zero lift drag (CDz). Sehingga pada aliran 3D gaya drag total adalah:

(2.14)

G. Model Turbulensi

a) Model k-Epsilon

Pada model k-ε persamaan perpindahan k dan ε yang dimodelkan akan diselesaikan. Length scale turbulen didapat dari

(2.26)

viskositas turbulen dihitung dari

(2.27) Kita memiliki lima konstanta yang tidak diketahui

dan , yang kita harapkan akan bersifat universal atau sama untuk segala jenis aliran. Aliran yang sederhana dipilih dimana persamaan dapat disederhanakan dan dimana data eksperimen dapat digunakan untuk menentukan konstanta. Konstanta telah ditentukan diatas. Persamaan k pada bagian logaritmik dari boundary layer telah dipelajari dimana pernyataan konveksi dan difusi dapat diabaikan.

Dengan cara yang sama kita dapat temukan nilai untuk konstanta . Kita perhatikan pada persamaan ε untuk bagian logaritmik dari boundary layer turbulen, dimana pernyataan konveksi diabaikan, dan menggunakan kesetimbangan produksi dan disipasi , persamaannya dapat kita tuliskan sebagai

(2.28) Pernyataan disipasi dan produksi dapat diestimasikan dengan

(2.29)

karena maka

(2.30) Pada logarithmic layer kita ketahui bahwa , namun dari persamaan 2.29, 2.30 kita temukan bahwa

. Lalu pernyataan difusi pada persamaan 2.28 dapat ditulis ulang menggunakan persamaan 2.29, 2.30, 2.27 sebagai

(2.31)

Dengan memasukkan persamaan 2.31 dan 2.30 ke 2.28 memberikan hasil

(2.32) Untuk mengkondisikan konstanta aliran dibelakang grid turbulen dianggap sebagai aliran sederhana. Jauh dibelakang grid gradien kecepatan sangat kecil yang berarti

. Lebih jauh lagi dan pernyataan difusi diabaikan sehingga persamaan k dan ε yang dimodelkan menjadi

(2.33) (2.34) dengan mengasumsikan peluruhan k adalah eksponensial

persamaan 2.33 memberikan nilai . Memasukkan hal ini pada persamaan 2.33, diturunkan untuk mendapatkan dan memasukkannya pada persamaan 2.34 menjadi

(2.35) Data eksperimental memberikan nilai , dan dipilih.

Kita telah temukan ketiga hubungan untuk menentukan tiga dari lima konstanta yang tidak diketahui. Dua konstanta terakhir dan , dioptimalisasi dengan menggunakan model pada berbagai macam aliran fundamental seperti pada aliran kanal, pipa, jets, wakes, dan lain-lain. Lima konstanta diberikan seperti pada nilai-nilai berikut ini:

. b) Model k-Omega

Model k-ω menyelesaikan persamaan k standar, namun persamaan penentuan length ω digunakan. Kuantitas ini sering disebut disipasi spesifik dari definisi . Persamaan k dan ω yang dimodelkan dibaca

(2.36)

(2.37)

konstanta tersebut ditentukan sebagai: , , , dan .

Ketika fungsi dinding digunakan, k dan ω ditunjukkan dengan (2.38) Pada daerah dengan turbulen rendah dimana k dan ε menuju nol, permasalahan numerik yang besar pada model k-ε muncul pada persamaan ε saat k menuju nol. Pernyataan destruksi pada persamaan ε mengikutsertakan , dan ini menyebabkan masalah saat , dan juga saat ε juga menuju nol; keduanya harus menuju nol secara benar untuk menghindari masalah, dan hal ini sering tidak terjadi. Secara kontras, tidak terjadi masalah yang sama pada persamaan ω. Bila pada persamaan ω pada persamaan 2.31, pernyataan difusi turbulen secara sederhana juga menuju nol. Catatan bahwa pernyataan produksi pada persamaan ω tidak mengikutsertakan k karena.

(5)

(2.39) Model k-ω digunakan untuk memprediksi transitional dan recirculating flow.

H. CFD

CFD adalah ilmu yang mempelajari tentang prediksi aliran fluida, perpindahan panas dan massa, reaksi kimia, dan fenomena terkait dengan menyelesaikan persamaan matematika yang mempengaruhi proses-proses ini menggunakan algoritma numerik. Ini merupakan penggabungan cabang ilmu klasik secara teori dan eksperimen, dengan penambahan elemen modern berupa komputasi numeric. Hasil dari analisis CFD sesuai dengan data-data rekayasa yang digunakan pada studi konseptual tentang desain baru, troubleshooting, dan re-desain. Pada banyak kasus, hasil dari CFD lebih baik, performa meningkat, lebih handal, penskalaan yang lebih akurat, meningkatkan kemantapan produk, dan produktivitas plant lebih tinggi. Dengan menggunakan software ini, peneliti dapat membuat virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi kondisi nyata di lapangan.

Kemampuan CFD dan pesatnya perkembangan kecepatan komputasi telah membuat penggunaan CFD sebagai alat untuk mendapatkan solusi dalam dunia engineering. Penggunaannya telah meliputi area yang luas pada industri dan aplikasi-aplikasi keilmuan. CFD dapat digunakan untuk menghasilkan prediksi kualitatif dan terkadang bahkan prediksi kualitatif dalam aliran fluida, hal ini banyak dilakukan dengan menggunakan beberapa metode: 1) Model matematik (PDE); 2) Metode numerik (diskritisasi dan teknik solusi).

Perangkat lunak CFD digunakan oleh para ilmuwan dan engineer untuk melakukan sebuah ‘eksperimen numerik’ dalam sebuah ‘laboratorium virtual’. Dalam karakteristik aliran, CFD dapat memperlihatkan pola-pola aliran yang lebih detail dan akurat yang akan sulit dan mahal, bahkan tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan teknik eksperimen. Sebagai sebuah algoritma, CFD tidak sepenuhnya dapat menggantikan pengukuran secara eksperimen, tetapi jumlah dan biaya eksperimen yang dilakukan dapat berkurang sangat signifikan.

Secara umum, urutan pengerjaan supaya dapat menghasilkan simulasi adalah sebagai berikut:

1) Penentuan koordinat geometri,

2) Plot titik koordinat pada media gambar CFD,

3) Pembuatan desain 3D dan partisi geometri pada media gambar CFD,

4) Meshing geometri pada media gambar CFD,

5) Inisialisasi kondisi pada masing-masing partisi geometri pada media pre-processor,

6) Penyelesaian kondisi pada media solver,

Simulasi aliran dengan menggunakan media post processor.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Secara umum, pengerjaan Tugas Akhir ini dilakukan dengan urutan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Diagram blok pengerjaan Tugas Akhir Berdasarkan diagram blok di atas, secara lebih detail tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur mengenai gaya-gaya hidrodinamika, model turbulen, dan vortex. Gaya-gaya hidrodinamika digunakan sebagai tinjauan dalam menganalisa gaya-gaya yang bekerja pada turbin sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya wake. Model turbulen dan vortex digunakan sebagai tinjauan untuk mengetahui dan menganalisa adanya profil visual wake dan mengetahui luasan wake.

2. Menentukan koordinat geometri NACA 4415 dan NACA 0015 dengan panjang chord 7 cm dan span 30 cm dengan metode penskalaan. Lalu, geometri ini dirangkai kembali menjadi geometri turbin 3, 4, dan 5 blade dengan diameter turbin 30 cm. Dari atas, gambarnya adalah sebagai berikut,

Gambar 3.2 Turbin 4 blade NACA 0015

3. Pembuatan model NACA 4415 dan NACA 0015 berbahan kayu dengan menggunakan poros turbin berbahan besi. Turbin ini akan diujikan dengan variasi 4 kecepatan arus sungai.

Gambar 3.3 NACA 0015 dengan ukuran chord 7 cm dan span 30 cm

(6)

Gambar 3.4 Konstruksi salah satu variasi turbin yang akan digunakan untuk pengambilan data

4. Data yang didapatkan dari pengujian adalah data kecepatan arus sungai dan kecepatan rotasi turbin. Data-data ini akan digunakan dalam proses simulasi CFD untuk melihat profil wakenya.

Koordinat geometri yang telah didapatkan selanjutnya digambar untuk dijadikan model simulasi. Hasil dari simulasi dianalisa untuk mendapatkan profil wakenya.

A. Pengambilan Data

Secara lebih detail, eksperimen dilakukan di 4 site sungai yang berbeda karakteristiknya, sebagaimana berikut ini:

Nama Sungai Kecepatan Aliran Kedalaman Sungai Lebar Sungai Beji 1 0.5 m/s 78 cm 272 cm Beji 2 0.6 m/s 78 cm 138 cm Seloliman 1 1.4 m/s 81 cm 110 cm Seloliman 2 2.0 m/s 53 cm 80 cm

Tabel 3.1 Karakteristik Site Sungai yang Digunakan untuk Pengambilan Data

Sedangkan, untuk turbin yang digunakan untuk pengambilan data memiliki variasi sebagai berikut:

1. Turbin dengan 3 blade berjenis NACA 0015, 2. Turbin dengan 4 blade berjenis NACA 0015, 3. Turbin dengan 5 blade berjenis NACA 0015, 4. Turbin dengan 3 blade berjenis NACA 4415, 5. Turbin dengan 4 blade berjenis NACA 4415, 6. Turbin dengan 5 blade berjenis NACA 4415.

Dari masing-masing variasi tersebut, data yang diambil adalah banyaknya rotasi yang dialami turbin selama 1 menit (RPM). Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan untuk satu variasi turbin. Data ini yang akan dijadikan acuan untuk melakukan simulasi untuk menampilkan profil wake pada masing-masing variasi secara visual.

Gambar 3.5 Perangkaian turbin di sungai Beji, Pasuruan

Gambar 3.6 Pengambilan data di Beji, Pasuruan

Gambar 3.7 Pengambilan data di Seloliman, Trawas

B. Simulasi

Setelah data eksperimen didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah simulasi. Simulasi ini bertujuan untuk melihat profil wake yang sulit dideteksi dengan kasat mata ketika melakukan eksperimen. Simulasi ini menggunakan metode CFD. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk bisa mendapatkan profil visual dari wake tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan geometri blade dan turbin pada media gambar CFD,

2. Menentukan ukuran mesh yang sesuai,

3. Menentukan inisialisasi kondisi yang sesuai pada media pre-processor,

4. Menentukan solver dan menjalankan program,

5. Mensimulasikan profil luasan dan kedalaman wake pada media post-processor.

Pembuatan Geometri

Dalam tahap ini geometri yang dibuat adalah geometri blade dan geometri turbin. Geometri blade yang digunakan adalah NACA 0015 dan NACA 4415 sebagaimana berikut.

Gambar 3.8 Plot titik dan garis NACA 0015

Gambar 3.9 Plot titik dan garis NACA 4415

Tahap selanjutnya adalah pembuatan geometri turbin. Sebagai contoh adalah turbin dengan 3 blade NACA 0015 sebagaimana berikut.

(7)

Gambar 3.10 Geometri turbin 3 blade NACA 0015

Selain geometri turbinnya, geometri dari domain sungainya juga dibuat sesuai dengan ukuran sungai aslinya. Sebagai contoh adalah domain sungai di Beji 1 dengan lebar sungai 272 cm dan kedalaman 78 cm. hasilnya adalah sebagaimana berikut.

Gambar 3.11 Domain sungai Beji 1

Penentuan Ukuran Mesh

Setelah geometri selesai dibuat, tahap selanjutnya adalah menentukan ukuran mesh. Ukuran mesh ini tentu saja akan mempengaruhi hasil prediksi yang didapatkan pada simulasi nantinya. Di samping itu, ukuran mesh ini juga dibatasi oleh kemampuan komputasi yang digunakan. Ukuran mesh yang digunakan adalah sebagai berikut.

Foil dan Shaft: 0.002 m

Bagian atas dan bawah sungai: 0.1 m Dinding sungai: 0.05 m

Inlet dan Outlet sungai: 0.05 m

Domain Interface Inner dan Outer: 0.05 m

Gambar 3.12 Hasil mesh domain sungai

Gambar 3.13 hasil mesh turbin 3 blade NACA 0015 Ukuran mesh tersebut didasarkan pada simulasi eksperimental dengan menggunakan metode grid independence. Metode ini dilakukan dengan mensimulasikan 1 foil dengan dimensi yang sama dengan foil yang digunakan pada turbin dengan ukuran variasi mesh yang berbeda-beda. Simulasi eksperimental ini dihentikan hingga nilai gaya drag yang dihitung oleh software mencapai tingkat kepresisiannya.

Hasil dari simulasi eksperimental tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 3.14 Hasil studi grid independence

Dengan menggunakan ukuran mesh 2 mm, hasil simulasi foil memiliki error sekitar 47,8%.

Penentuan Inisialisasi Kondisi

Tahap selanjutnya adalah menentukan kondisi untuk masing-masing partisi geometrinya dan menginisialisasi kondisi geometri secara keseluruhan, dalam hal ini adalah penentuan model turbulensi yang akan digunakan. Sebagai contoh, inisialisasi yang diterapkan untuk masing-masing partisi pada geometri turbin 3 blade NACA 0015 di Beji 1 adalah sebagai berikut.

Domain Type : Fluid Domain General Options

Fluid List : Walter Reference Pressure : 1 atm Buoyancy : Non Buoyant Domain Motion : Stationary Fluid Temperature : 25 0C Turbulence : k-Epsilon 1) Permukaan sungai

Boundary Type : Opening Flow Regime : Subsonic Relative Pressure : 0 Pascal

Flow Direction : Normal to Boundary Condition Turbulence : Zero Gradient

2) Dinding Sungai

Boundary Type : Wall Wall Influence on Flow: No Slip Wall Roughness : Smooth Wall 3) Inlet

Boundary Type : Inlet Flow Regime : Subsonic Normal Speed : 0.5 m/s

Turbulence : Medium (Intensity 5%) 4) Outlet

Boundary Type : Outlet Flow Regime : Subsonic Relative Pressure : 0 Pascal

Pressure Averaging : Average Over Whole Outlet 5) Turbin

Boundary Type : Wall Wall Influence on Flow: No Slip Wall Velocity : Rotating Wall Angular Velocity : 30 rev/min Wall Roughness : Smooth Wall 6) Domain Interface

Interface Type : Fluid-Fluid

Interface Model : General Connection Mesh Conn. Method : Automatic (GGL) Velocity Type : Cartesian

Global Initialization 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 -0.002 2E-18 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 Koe fis ie n D ra g Ukuran Mesh

Ukuran Mesh vs Nilai Koefisien Drag

Cd Acuan Cd Hasil

(8)

Cartesian Vel. Component : Automatic Static Pressure : Automatic Turbulence Kinetic Energy: Automatic Turbulence Eddy Dissipation: Automatic

Pemilihan kondisi-kondisi di atas didasarkan pada simulasi eksperimental dengan membandingkan dua model turbulensi yaitu k-Epsilon dan k-Omega. Hasil menunjukkan bahwa prediksi yang dilakukan oleh k-Epsilon memiliki nilai error yang lebih kecil daripada k-Omega bila dibandingkan dengan acuan.

Penentuan Solver

Untuk solver ini pemilihan dilakukan berdasarkan pembandingan pada dua skema yang berbeda. Skema pertama adalah dengan menggunakan High Resolution dan skema yang kedua adalah Up Wind. Dari dua skema tersebut, hasil yang memiliki nilai error yang paling kecil adalah High Resolution. Oleh karena itu, pemilihan kondisi solvernya adalah sebagai berikut.

Advection Scheme : High Resolution Maximum Iteration : 100

Timescale Control : Auto Timescale Length Scale Option : Conservative Timescale Factor : 1.0

Residual Type : RMS Residual Target : 0.0001

Simulasi Visual Luasan dan Kedalaman Wake

Setelah solver selesai menghitung seluruh kondisi yang telah diinisialisasikan, selanjutnya adalah menampilkan profil wake secara 2D dan 3D. sebagai contoh, hasil profil wake untuk turbin dengan 3 blade NACA 0015 di Beji 1 adalah sebagai berikut.

Gambar 3.14 Profil wake secara 3D pada saat turbin hendak berputar

Gambar 3.15 Profil luasan wake tampak atas pada permukaan sungai

Gambar 3.16 Profil kedalaman wake tampak depan pada posisi 3 meter di belakang shaft turbin

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Pengambilan Data

Setelah melakukan eksperimen dengan variasi yang telah ditentukan, hasil kecepatan rotasi turbin (dalam RPM) yang diperoleh adalah sebagai berikut.

1. Beji 1 (Kecepatan aliran 0.5 m/s)

Jenis Turbin Rata-rata Rotasi (RPM)

NACA 0015 3 Blade 29.66

NACA 0015 4 Blade 32.83

NACA 0015 5 Blade 29.33

NACA 4415 3 Blade Stall

NACA 4415 4 Blade 37.33

NACA 4415 5 Blade 31.92

Tabel 4.1 Nilai rata-rata rotasi setiap variasi turbin pada site sungai Beji 1

2. Beji 2 (Kecepatan aliran 0.6 m/s)

Jenis Turbin Rata-rata Rotasi (RPM)

NACA 0015 3 Blade 51.00

NACA 0015 4 Blade 58.50

NACA 0015 5 Blade 51.00

NACA 4415 3 Blade Stall

NACA 4415 4 Blade 61.00

NACA 4415 5 Blade 53.33

Tabel 4.2 Nilai rata-rata rotasi setiap variasi turbin pada site sungai Beji 2

3. Seloliman 1 (Kecepatan aliran 1.4 m/s)

Jenis Turbin Rata-rata Rotasi (RPM)

NACA 0015 3 Blade 108.00 NACA 0015 4 Blade 104.50 NACA 0015 5 Blade 108.50 NACA 4415 3 Blade 115.33 NACA 4415 4 Blade 114.00 NACA 4415 5 Blade 118.00

Tabel 4.3 Nilai rata-rata rotasi setiap variasi turbin pada site sungai Seloliman 1

4. Seloliman 2 (Kecepatan aliran 2.0 m/s)

Jenis Turbin Rata-rata Rotasi (RPM)

NACA 0015 3 Blade 113.50 NACA 0015 4 Blade 114.00 NACA 0015 5 Blade 119.00 NACA 4415 3 Blade 127.00 NACA 4415 4 Blade 125.50 NACA 4415 5 Blade 131.00

Tabel 4.4 Nilai rata-rata rotasi setiap variasi turbin pada site sungai Seloliman 2

Gambar 4.1 grafik hubungan kecepatan aliran dengan rotasi turbin untuk masing-masing variasi turbin

Variasi data rotasi pada masing-masing variasi turbin ini akan digunakan untuk menginisialisasi kondisi pada simulasi.

0 50 100 150 0 1 2 3 Ro ta si T urb in (R PM ) Kecepatan Sungai (m/s) Kecepatan Sungai vs Rotasi Turbin

0015 3 Blade 0015 4 Blade 0015 5 Blade 4415 3 Blade 4415 4 Blade 4415 5 Blade

(9)

B. Hasil Simulasi

Hasil simulasi yang didapatkan akan ditunjukkan berdasarkan perbandingan variasi yang akan diamati. Pembandingan tersebut akan ditinjau dari beberapa sisi yaitu sebagaimana berikut.

1. Pengaruh dimensi sungai dan kecepatan aliran terhadap profil dan luasan wake

2. Pengaruh jumlah blade turbin (3 blade, 4 blade, dan 5 blade) terhadap profil dan luasan wake

3. Pengaruh jenis blade turbin (NACA 0015 dan NACA 4415) terhadap profil dan luasan wake

4. Pengaruh wake terhadap kedalaman sungai.

Pengaruh Dimensi Sungai dan Kecepatan Aliran terhadap Profil Wake

Pengujian turbin di empat site sungai yang berbeda memberikan berbagai macam variasi profil wake yang muncul di belakang turbin. Berikut ini adalah hasil simulasinya.

Data tersebut diambil dengan menguji satu variasi turbin yaitu turbin dengan 3 Blade NACA 0015 pada 4 site sungai yang berbeda. Sungai pertama adalah Beji 1 yang memiliki kecepatan aliran 0,5 m/s dan lebar sejauh 272 cm. Sungai kedua adalah Beji 2 dengan kecepatan aliran 0,6 m/s dan lebar sejauh 138 cm. Sungai ketiga dan keempat adalah Seloliman 1 dan Seloliman 2 dengan kecepatan aliran berturut-turut 1,4 m/s dan 2,0 m/s dan lebar sungai sejauh berturut-turut 110 cm dan 80 cm.

Berdasarkan hasil perhitungan software CFD, rata-rata luasan wake yang terjadi pada turbin ini paling luas pada site sungai Beji 1 yang dimana lebar sungainya adalah yang paling besar dibanding yang lainnya.

Azimut Turbin (Derajat)

Luasan Wake pada Permukaan Sungai (m2)

Beji 1 Beji 2 Seloliman 1 Seloliman 2

0 1.79303 1.75903 1.64665 1.56606 10 1.90688 1.75058 1.62654 1.60266 20 1.89132 1.80782 1.70553 1.65827 30 1.82493 1.79553 1.72418 1.71634 40 1.83807 1.76909 1.71137 1.65099 50 1.80025 1.77003 1.71766 1.65462 60 1.88235 1.82666 1.73494 1.67998 70 1.97469 1.73548 1.79213 1.64296 80 1.90878 1.77151 1.78908 1.69219 90 1.60636 1.54379 1.54089 1.62221 100 1.85447 1.54399 1.77338 1.72922 110 1.84662 1.57171 1.78153 1.72067 Rataan 1.84398 1.72043 1.71199 1.66135

Tabel 4.5 Nilai luasan wake pada Turbin 3 Blade NACA 0015 di setiap site sungai

Gambar 4.2 Grafik hubungan azimut turbin 3 blade NACA 0015 dengan luasan wake di seluruh site sungai Sedangkan banyaknya rotasi turbin 3 blade NACA 0015 untuk masing-masing variasi pengujian di atas adalah sebagai berikut.

Site Sungai Luas Wake (m2) Rotasi Turbin (RPM)

Beji 1 1.84398 29.66

Beji 2 1.72043 51.00

Seloliman 1 1.71199 108.00

Seloliman 2 1.66135 113.50

Tabel 4.6 Rotasi turbin dan luas wake untuk turbin 3 blade NACA 0015

Gambar 4.3 Grafik rotasi turbin fungsi luas wake untuk turbin 3 blade NACA 0015 di 4 site sungai

Pengaruh Jumlah Blade Turbin terhadap Profil Wake

Untuk jumlah blade, profil wake juga terdapat perbedaan untuk setiap kondisi. Untuk memperlihatkan profil dan luasan wakenya, hasil simulasinya adalah sebagai berikut.

Pengambilan data untuk pembandingan ini dilakukan pada 1 site sungai dengan 1 jenis blade. Variasi yang dilakukan adalah jumlah blade turbin yang akan diuji. Variasinya adalah turbin NACA 0015 berjumlah 3 blade, 4 blade, dan 5 blade. Dari hasil simulasi tersebut, dapat dilihat bahwa rata-rata luasan wake untuk turbin dengan NACA 0015 terbesar terjadi pada turbin 3 blade NACA 0015.

Azimut Turbin (Derajat)

Luasan Wake pada

Permukaan Sungai (m2) Azimut Turbin (Derajat) Luasan Wake pada Permukaan Sungai (m2) Turbin 5 Blade Turbin 3 Blade Turbin 4 Blade 0 1.79303 1.69362 0 1.79077 10 1.90688 2.06301 12 1.73408 20 1.89132 1.87677 24 1.87347 30 1.82493 1.82008 36 1.83889 40 1.83807 1.79212 48 1.94453 50 1.80025 1.83504 60 1.80688 60 1.88235 1.79438 Rataan 1.83144 70 1.97469 1.77739 80 1.90878 1.85581 90 1.60637 1.83425 100 1.85447 110 1.84662 Rataan 1.84398

Tabel 4.7 Nilai luasan wake oleh turbin dengan NACA 0015 di Beji 1 divariasikan pada jumlah blade-nya

Gambar 4.4 Grafik hubungan azimut turbin 3, 4, dan 5 blade NACA 0015 dengan luasan wake di site sungai Beji 1 0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 0 30 60 90 120 Lu as an W ak e Azimut Turbin

Azimut Turbin vs Luasan Wake

Beji 2 Beji 1 Seloliman 1 Seloliman 2 Beji 1 Beji 2 Seloliman 1 Seliloman 2 0 20 40 60 80 100 120 140 1.65 1.7 1.75 1.8 1.85 1.9 Ro ta si T ur bi n (R PM ) Luas Wake (m^2) Luas Wake vs Rotasi Turbin

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 30 60 90 120 Lu as an W ak e Azimut Turbin

Azimut Turbin vs Luasan Wake

3 Blade 4 Blade 5 Blade

(10)

Sedangkan banyaknya rotasi turbin NACA 0015 yang dijalankan pada site sungai Beji 1 dengan variasi jumlah blade adalah sebagai berikut.

Jumlah blade Luas Wake (m2) Rotasi Turbin (RPM)

3 Blade 1.84398 29.66

4 Blade 1.83425 32.83

5 Blade 1.83144 29.33

Tabel 4.8 Data luas wake dan rotasi turbin NACA 0015 di Beji 1 dengan variasi 3, 4, dan 5 blade

Pengaruh Jenis Blade Turbin terhadap Profil Wake

Pengujian turbin ini juga melibatkan 2 macam blade yang berbeda yaitu NACA 0015 dan NACA 4415 di site pengujian Beji 1. Kedua jenis NACA ini memiliki bentuk geometri yang berbeda sehingga karakteristiknya juga akan berbeda pula. Oleh karena itu, efek wake yang ditimbulkan oleh kedua bentuk NACA tersebut akan diketahui seberapa jauh perbedaan profil wake yang terjadi. Berikut ini adalah hasil simulasinya.

Azimut Turbin (Derajat)

Luasan Wake (m2)

NACA 0015 5 Blade NACA 4415 5 Blade

0 1.79077 1.74733 12 1.73408 1.73065 24 1.87347 1.86398 36 1.83889 1.92998 48 1.94453 2.01638 60 1.80688 1.91445 Rataan 1.83144 1.86713

Tabel 4.9 Nilai luasan wake di site sungai Beji 1 dengan turbin 5 blade divariasikan pada jenis bladenya Untuk dua variasi di atas, kecepatan rotasinya adalah 29,33 RPM untuk turbin 5 blade NACA 0015 dan 31,92 RPM untuk turbin 5 blade NACA 4415.

Gambar 4.5 Grafik hubungan azimut turbin 5 blade NACA 0015 dan 4415 dengan luasan wake di site sungai Beji 1

Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada saat turbin berputar, rata-rata luasan wake pada turbin yang menggunakan NACA 0015 lebih kecil daripada rata-rata luasan wake yang menggunakan NACA 4415. Kedua percobaan tersebut dilakukan pada sungai yang sama yaitu Beji 1.

Rotasi Turbin

Profil Wake pada Permukaan Sungai

NACA 0015 5 Blade NACA 4415 5 Blade

0 12 24 36 48 60

Tabel 4.10 Profil luasan wake di site sungai Beji 1 dengan turbin 5 blade divariasikan pada jenis bladenya

Pengaruh Wake terhadap Kedalaman Sungai

Untuk mengetahui efek terbentuknya wake terhadap kedalaman sungai, hasil yang akan dibandingkan adalah hasil simulasi di site sungai Beji 2, Seloliman 1, dan Seloliman 2. Masing-masing site sungai tersebut memiliki kedalaman berturut-turut 78 cm, 81 cm, dan 53 cm. Site sungai Beji 1 tidak perlu untuk dijadikan pembanding karena memiliki kedalaman yang sama dengan site sungai Beji 2. Untuk lebih jelasnya, gambar berikut menunjukkan kontur kecepatan aliran sungai tampak depan dengan benda uji turbin 3 blade NACA 0015 ketika hendak berputar (rotasi 0 derajat) di tiga site sungai yang berbeda.

Jarak dari Shaft (m) Beji 2 (78 cm) Seloliman 1 (81 cm) Seloliman 2 (53 cm) 1 2 3 4 5

Tabel 4.11 Kontur Kecepatan Aliran Tampak Depan Turbin 3 Blade NACA 0015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa kontur kecepatan aliran akan semakin lebih merata. Pada posisi 1 meter dari shaft, Seloliman 2 menunjukkan distribusi kecepatan aliran yang lebih rendah dibandingkan dengan kontur kecepatan di site sungai lainnya. Pada dasar sungai terlihat bahwa kontur kecepatan aliran yang berwarna kebiruan lebih tebal terjadi pada site sungai Seloliman 2. Ketika posisi 2 meter dari shaft, kontur kecepatan pada site sungai Seloliman 2 juga menunjukkan hal serupa. Dari keseluruhan posisi kontur, semua site sungai menunjukkan bahwa pada posisi 3 meter dari shaft kontur kecepatan aliran berada pada titik terendah yang ditunjukkan dengan warna yang lebih hijau secara merata dibandingkan dengan posisi lainnya.

Site Sungai Normal (N) Luas (m2) Tekanan (N/m2)

Beji 1 1.36712 27.8202 0.04914 Beji 2 1.50564 19.1101 0.07879 Seloliman 1 6.67892 17.6805 0.37776 Seloliman 2 10.0548 12.0904 0.83164

Tabel 4.12 Nilai Tekanan yang Tegak Lurus pada Dinding Bawah Sungai 1.7 1.75 1.8 1.85 1.9 1.95 2 2.05 0 20 40 60 Lu as an W ak e Azimut Turbin

Azimut Turbin vs Luasan Wake

NACA 0015 NACA 4415

(11)

Grafik 4.6 Hubungan antara Sampel Luas Dasar Sungai dengan Tekanan Hidrostatik yang diterima Dasar Sungai

Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa dinding bagian bawah sungai Seloliman 2 mendapatkan tekanan yang paling besar. Di samping gaya normal yang bekerja pada dinding bawah sungai bernilai paling besar, luas area dinding bawah sungai Seloliman 2 juga merupakan yang terkecil. Dilihat dari gaya normal yang bekerja, wake memiliki dampak yang lebih besar pada sungai yang tidak terlalu dalam.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil simulasi yang telah didapat, dapat dilihat bahwa profil wake yang muncul akibat turbin berputar memiliki pola tersendiri.

Pengaruh Dimensi Sungai dan Kecepatan Aliran terhadap Profil Wake

Ditinjau dari pengaruh dimensi sungai dan kecepatan alirannya, profil wake yang muncul akibat perputaran turbin ini memiliki pola yang tidak teratur. Dari segi lebar sungainya, wake yang terlihat pada permukaan sungai memiliki kecenderungan luasan yang tidak berbanding lurus.

Lebar sungai dan kecepatan air berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan wake itu sendiri. Semakin lebar sungai, semakin leluasa pula wake yang terbentuk tanpa harus menyentuh dinding sungai. Semakin cepat aliran, semakin sempit pula wake yang terbentuk karena turbulensi olakan yang terjadi terpengaruh oleh cepatnya geraknya fluida. Hal ini menyebabkan lapisan batas turbulensi olakan terganggu oleh kecepatan air sehingga vektor arah kecepatan aliran lebih cenderung untuk mengikuti vektor kecepatan aliran yang lurus. Gaya hidrodinamik dari aliran sungai lebih besar disbanding dengan gaya yang muncul oleh olakan. Itulah sebabnya wake yang terjadi pada site sungai yang lebih kecil menjadi lebih sempit karena cepatnya aliran yang terjadi.

Di samping itu, batas dinding sungai juga mempengaruhi terbentuknya wake. Semakin sempit dinding sungai, wake yang terjadi menjadi lebih chaos karena adanya efek lapisan batas dinding yang juga membentuk wake. Namun, karena kecepatan aliran pada site sungai Seloliman 2 lebih tinggi, profil wakenya menjadi lebih sempit.

Pengaruh Jumlah Blade Turbin terhadap Profil Wake

Untuk jumlah blade, pengaruhnya adalah terletak pada skema profil wake yang terbentuk. Wake yang terjadi di dalam lingkup blade turbin menjadi lebih acak ketika jumlah bladenya semakin banyak. Begitu juga dengan wake yang terjadi di belakang turbin menjadi lebih lebar karena setiap wake yang dilepaskan oleh masing-masing foil pada turbin akan dengan segera terisi oleh foil berikutnya sehingga mengurangi kemungkinan adanya gaya drag yang seolah-olah menarik foil. Hal ini dapat mengurangi gaya drag yang bekerja pada blade sehingga turbin bisa lebih cepat berotasi.

Namun dapat dilihat pada hasil perhitungan luasan wake dan bentuk profil wake pada permukaan sungai menunjukkan data yang tidak sebanding dengan teori yang ada. Berdasarkan nilai rata-rata terbentuknya wake pada masing-masing turbin ketika berotasi, wake terluas yang terbentuk justru terjadi pada turbin dengan 3 blade. Hal ini bisa terjadi karena gaya yang diperlukan untuk merotasi turbin dengan jumlah blade yang lebih banyak akan lebih besar bila dibandingkan dengan gaya yang diperlukan untuk menggerakkan turbin dengan jumlah blade yang lebih sedikit.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh massa turbin. Semakin banyak blade yang terpasang, semakin besar pula massa total turbin. Dengan kecepatan aliran yang sama, maka turbin dengan jumlah blade yang lebih sedikit akan lebih mudah bergerak sehingga wake yang terbentuk menjadi lebih lebar.

Pengaruh Jenis Blade Turbin terhadap Profil Wake

Jenis blade yang dipakai pada turbin akan sangat berpengaruh pada performa turbin. Hal ini bisa dilihat dari bentuk airfoilnya. Airfoil NACA 0015 memiliki bentuk simetris pada kedua permukaannya (upper surface dan lower surface). Bentuk ini tidak akan menghasilkan gaya lift pada sudut serang 0 derajat karena distribusi tekanan pada kedua permukaan nilainya sama sehingga resultan gayanya menjadi nol atau saling meniadakan. Sedangkan pada airfoil NACA 4415 memiliki bentuk yang tidak simetris. Hal ini menyebabkan distribusi tekanan pada kedua permukaan tidak sama sehingga resultan gaya yang bekerja pada kedua permukaan foil tidak nol pada sudut serang 0 derajat sekalipun. Hal ini menyebabkan NACA 4415 lebih mudah dibangkitkan gaya liftnya. Dengan begitu, dengan kecepatan aliran yang sama, turbin dengan NACA 4415 akan lebih cepat berputar sehingga wake yang terbentuk juga akan lebih lebar.

Berdasarkan data hasil simulasi, luasan wake yang terbentuk oleh turbin 5 blade NACA 4415 menunjukkan kecenderungan tersebut.

Profil Wake yang Memiliki Efek Terkecil dan Terbesar terhadap Lingkungan

Berdasarkan hasil yang diperoleh selama melakukan simulasi, dapat dilihat bahwa profil luasan wake terkecil terjadi pada saat pengambilan data di site sungai Seloliman 2 dengan turbin 3 blade NACA 0015. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama adalah jumlah blade dari turbin itu sendiri. Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa jumlah blade yang banyak akan menyebabkan semakin besarnya gaya yang diperlukan untuk menggerakkan turbin. Ketika turbin bergerak dengan kecepatan rotasi yang tidak terlalu tinggi maka pola wake yang terjadi tidak terlalu lebar.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan aliran di site sungai Seloliman 2 yang tergolong tinggi. Kecepatan yang tinggi ini mempengaruhi vektor turbulensi wake. Vektor kecepatan aliran memaksa wake untuk mengikuti pola aliran sungai sehingga lebar wake semakin kecil. Namun, hal ini bukan berarti akan berdampak kecil pada lingkungan, khususnya dinding sungai. Dinding sungai yang terlalu sempit menyebabkan terkikisnya sungai. Hal ini bisa merusak lingkungan sehingga kondisi ini kurang mendukung untuk dijadikan acuan pemasangan turbin selanjutnya.

Efek terkecil tentu saja terjadi pada saat pengambilan data yang dilakukan pada site sungai Beji 1. Walau rata-rata luasan wake yang terjadi selama turbin berotasi tergolong lebar, namun lebarnya wake tidak akan berdampak besar pada dinding sungai karena luas area wake tidak menyentuh dinding pada kondisi rotasi apapun. Namun, kecepatan aliran yang kurang tinggi menyebabkan kecilnya RPM yang dihasilkan sehingga sangat sulit untuk berharap banyak pada kondisi ini untuk menghasilkan energi listrik.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 5 10 15 20 25 30 Te ka nan (N. m ^-2) Luas (m^2)

(12)

Dengan adanya kedua kondisi di atas, maka sebaiknya dilakukan penelitian untuk luasan wake dengan lebar site sungai sebagaimana Beji 1 dan dengan kecepatan aliran sebagaimana site sungai Seloliman 2.

Pengaruh Wake terhadap Kedalaman Sungai

Berdasarkan data yang didapatkan, dapat terlihat bahwa site sungai Seloliman 2 mendapatkan gaya tekan ke bawah pada dasar sungai dengan nilai paling besar. Hal ini karena site sungai Seloliman 2 hanya memiliki kedalaman sekitar 53 cm. dengan gaya sebesar itu, maka tekanan yang diterima oleh dasar sungai Seloliman 2 juga akan semakin besar. Bila dilihat dari kontur kecepatan aliran, site sungai Seloliman 2 memiliki nilai kecepatan aliran yang paling tinggi.

Kecepatan aliran yang rendah itu merupakan efek adanya wake di belakang turbin dan juga efek adanya wake oleh dinding sungai. Kedua wake ini mengganggu arah vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah rotasi turbin. Hal ini bisa terjadi karena sifat dari wake itu sendiri yang merupakan aliran turbulen yaitu chaotic. Sifat ketidak-teraturan wake ini karena arah vektor kecepatan aliran wake yang ke segala arah. Hal inilah yang menyebabkan vektor kecepatan aliran sungai menjadi menurun setelah adanya wake tersebut.

Wake ini juga berperan besar atas munculnya gaya normal yang bernilai besar pada dasar sungai. Arah vektor kecepatan wake yang ke segala arah menyebabkan munculnya gaya hidrostatik ke segala arah. Karena dinding sungai pada Seloliman 2 yang cukup sempit baik dari sisi samping maupun dasarnya, maka besarnya gaya yang bekerja juga menjadi besar.

Wake juga muncul sebagai pusaran arus yang terletak tepat di bawah turbin dan sangat berpotensi menimbulkan adanya pengikisan tanah pada dasar sungai. Hal ini tentu saja dapat merusak struktur sungai dan bisa mengganggu ekosistem lainnya. Di samping itu, pusaran tersebut juga berpotensi untuk menghamburkan tanah pada dasar sungai sehingga naik ke atas. Bila ini terjadi secara terus-menerus, maka turbin dan struktur penompangnya juga akan terancam. Ancaman bisa berupa timbulnya karat pada struktur berbahan besi yang tentu saja dapat menurunkan performa dan ketahanan turbin itu sendiri.

Berhamburannya partikel tanah akibat adanya wake ataupun pusaran di bawah turbin juga berpotensi terjadinya sedimentasi tanah. Hamburan-hamburan tanah tersebut akan dengan mudah terbawa oleh arus sungai dan bisa saja mengendap pada bagian sungai di belakang turbin. Pengendapan ini tentu saja akan mengganggu aliran sungai. Bila aliran sungai terganggu akibat pengendapan yang bertumpuk, maka performa turbin juga akan terganggu, setidaknya dalam menghasilkan RPM yang cukup untuk menghasilkan energi listrik.

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pengerjaan tugas akhir ini, kesimpulan yang didapt adalah sebagai berikut.

1. Telah dilakukan pengujian turbin 3 blade, 4 blade, dan 5 blade dengan variasi jenis blade NACA 0015 dan NACA 4415 pada empat macam site sungai dengan variasi kecepatan 0,5 m/s, 0,6 m/s, 1,4 m/s, dan 2,0 m/s.

2. Telah dilakukan simulasi untuk visualisasi wake dengan kondisi yang diusahakan sama dengan pengujian.

3. Simulasi menghasilkan luasan wake yang tidak terlalu jauh berbeda untuk tiap-tiap kondisi yang diberikan.

4. Wake terkecil terjadi pada kondisi dimana turbin NACA 0015 3 blade dijalankan pada site sungai Seloliman 2 dengan luasan rata-rata 1.66134 m2.

5. Wake terbesar terjadi pada kondisi dimana turbin NACA 4415 5 blade dijalankan pada site sungai Beji 1 dengan luasan rata-rata 1.86713 m2.

6. Semakin dangkal dan sempit sungai yang digunakan, semakin besar pula potensi terjadinya pengikisan tanah yang berakibat terjadinya penghamburan tanah dan perpindahan sedimentasi yang berakibat pada terganggunya aliran sungai.

7. Performa dan ketahanan turbin akan semakin terancam akibat adanya hamburan tanah yang terbawa oleh pusaran air di bawah turbin.

B. Saran

Agar mendapatkan konstruksi turbin yang lebih tepat guna dan ramah lingkungan, ada baiknya pengujian dilakukan pada site sungai yang memiliki lebar sebagaimana site sungai Beji 1 dengan kecepatan aliran sebagaimana pada site sungai Seloliman 2. Dengan lebar sungai dan kecepatan aliran tersebut, RPM yang dihasilkan akan lebih cepat sehingga dapat menghasilkan energi listrik yang lebih besar dengan dampak pengikisan dan perpindahan sedimentasi yang lebih minimal. Tentu saja ketahanan dan performa turbin menjadi lebih terjamin dalam waktu yang lebih lama.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ackwensivie, F. 2008. “In the Wake of a Marine Current Turbine”. England: University of Strathclyde.

Davidson, L. 2003. “An Introduction to Turbulence Models”. Sweden: Chalmers University of Technology.

Fox, Robert W. dan McDonald, Alan T. 1994. “Introduction to Fluid Mechanics: 4th Edition”. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Saad, T. 2010. “Turbulence Modelling for Beginners”. University of Tennessee Space Institute.

Biodata Penulis:

Nama : Hendra Prima Ananta TTL : Jombang, 30 April 1987

Alamat 1 : Jl. Semampir Selatan 1A/12 Surabaya Alamat 2 : Mojosari VI/75 Mojosari-Mojokerto

Riwayat Pendidikan:

SDN Mojosari II 1993 - 1999 SMPN I Mojosari 1999 - 2002 SMAN I Mojosari 2002 - 2005 Teknik Fisika – ITS 2005 - Skrg

Gambar

Gambar 2.1 Bentuk geometri penampang airfoil   Dan bagian-bagian airfoil adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Stagnation point pada trailing edge  Tekanan pada bagian atas sayap lebih rendah daripada  tekanan pada bagian bawah sayap
Gambar 3.1 Diagram blok pengerjaan Tugas Akhir  Berdasarkan diagram blok di atas, secara lebih detail  tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini  adalah sebagai berikut:
Gambar 3.10 Geometri turbin 3 blade NACA 0015
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian sebuah algoritma steganografi yang baik salah satunya dapat dipandang dari banyaknya pesan yang dapat disisipkan dalam citra digital, serta waktu eksekusi

karakteristik transferosom asam askorbat yang baik adalah pada formula III, dengan karakteristik yakni efesiensi penjerapan 99,95 %, ukuran partikel 151,4nm, dan

Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian DBD adalah kepadatan rumah dengan nilai OR = 4,049, artinya mereka yang rumahnya termasuk pemukiman padat,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi angka kejadian partus lama di RSUD Rokan Hulu Tahun 2013, Mengetahui keterampilan dan

Pengaruh harga tepung terigu sangat kecil, dimana untuk setiap kenaikan harga tepung terigu sebesar 1 %, permintaan beras akan meningkat hanya sebesar 0,0017 % saja

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dapat mempengaruhi bisnis buah semangka CV SA,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan tentang DBD dengan keberadaan jentik di wilayah kerja Puskesmas Gamping 1, maka dapat