• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Psikologis Karyawan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

Henry Tenggara, Zamralita, & P. Tommy Y. S. Suyasa

Universitas Tarumanagara

The purpose of this research is to find the correlation between job satisfaction and psychological well-being among employee. Job satisfaction is an outcome of employee’s feels and thoughts about appraisal of the job, which occur as a result of interaction with work environment, sort of job, and job performance. Psychological well-being is evaluation of a condition from individuals that have personal growth, self-acceptance, positive relations with others, autonomy, purpose in life and environmental mastery. Data was collected from 94 employee in Jakarta. The result of data analysis shows that correlation between job satisfaction (M = 1,77, SD = 0,25) and psychological well-being (M = 3,75, SD = 0,05) is r (92) = 0,456, and p = 0,000 < 0,01. This result means, there is a positive correlation between job satisfaction and psychological well-being. In other words, for more employee feel satisfied about their job, for will be better their psychological well-being.

Keywords: job satisfaction, psychological well-being, employee

Kesejahteraan psikologis merupakan suatu gambaran kualitas kehidupan dan kesehatan mental yang dimiliki seseorang. Snyder dan Lopez (2005) mengatakan bah-wa kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun kesejahteraan psikologis meliputi keterika-tan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup, dan hubungan sese-orang pada obyek ataupun sese-orang lain. Ber-dasarkan hal tersebut, kesejahteraan psiko-logis mengarahkan individu yang sehat

(se-cara psikologis) untuk mengontrol se(se-cara sadar kehidupannya, bertanggung jawab terhadap keadaan diri, serta mengenali diri.

Tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memi-liki hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan menunjukkan bahwa individu memiliki tu-juan pribadi dan tutu-juan dalam pekerjaannya (Ryff & Singer, 1996). Hal ini membuat individu dapat dengan baik melakukan penyesuaian diri dan mampu menerapkan kemampuan teknikal atau manajemennya untuk keberhasilan pekerjaannya maupun mampu menciptakan atau memanipulasi lingkungan melalui aktivitas fisik dan men-tal (Ryff & Singer, 1996).

Henry Tenggara adalah alumni Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Zamralita dan P. Tommy Y. S. Suyasa adalah dosen tetap Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Korespondensi artikel ini dialamatkan ke e-mail: sumatera. suyasa@gmail.com

(2)

Bekerja pada suatu bidang pekerjaan sudah menjadi tuntutan dalam hidup dari seorang individu. Menurut Harter, Schmidt, dan Keyes (2002), pekerjaan merupakan sa-lah satu bagian yang signifikan dalam kehi-dupan seorang individu yang mempenga-ruhi kehidupannya dan kesejahteraannya di dalam masyarakat. Rata-rata orang dewasa menghabiskan sebagian besar dari waktu-nya dengan bekerja, sekitar sepertiga dari waktu hidupnya dihabiskan untuk bekerja (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002).

Menurut Robbins (2005), pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan atau mengendarai truk. Peker-jaan juga menuntut adanya interaksi dengan sesama rekan kerja dan atasan, mengikuti kebijakan dan peraturan organisasi, mem-perlihatkan standar kinerja, dan bekerja da-lam lingkungan yang terkadang kurang ideal. Dalam hal ini, pekerjaan juga ber-hubungan dengan masalah kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh individu.

Harter, Schmidt, dan Keyes (2002), ju-ga menju-gatakan hal yang serupa. Menurut mereka, dalam sudut pandang kesejahteraan psikologis, perasaan yang positif pada kar-yawan sebagai tanda dari kesehatan mental karyawan, menghasilkan karyawan yang le-bih bahagia dan produktif. Kesejahteraan psikologis karyawan juga berkaitan dengan hal-hal lain seperti: pergantian karyawan (turnover), kesetiaan pelanggan (customer

loyalty), produktivitas, dan keuntungan

per-usahaan (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002). Harter, Schmidt, dan Keyes (2002) menuliskan kembali pendapat dari Spector (1997), mengatakan bahwa pekerja yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi lebih kooperatif, lebih mudah meno-long koleganya, tepat waktu dan efisien,

jarang absen, dan bertahan bekerja dalam perusahaan lebih lama.

Locke (dikutip oleh Judge, Parker, Colbert, Heller, & Ilies, 2001) mendefinisi-kan kepuasan kerja sebagai perasaan se-nang atau emosi yang positif sebagai hasil dari penilaian terhadap pekerjaannya atau pengalaman kerja. Robbins (2005) menje-laskan bahwa istilah kepuasan kerja meru-juk pada sikap umum seorang individu ter-hadap pekerjaannya. Individu dengan ting-kat kepuasan kerja tinggi menunjukkan si-kap yang positif terhadap pekerjaan itu, sebaliknya seseorang yang tidak puas akan pekerjaannya menunjukkan sikap yang ne-gatif terhadap pekerjaan itu.

Kepuasan kerja yang tinggi membuat tingkat ketidakhadiran rendah, dan juga ke-puasan kerja yang tinggi membuat tingkat pergantian karyawan (turnover) rendah. Landy dan Conte (2004), mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Herzberg, Mausner, Peterson, dan Capwell (1957) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karya-wan, diantaranya ketidakhadiran dan per-gantian karyawan. Robbins (2005) menje-laskan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif kuat dengan pergantian karyawan dan kepuasan kerja berhubungan negatif sedang dengan ketidakhadiran.

Kepuasan kerja karyawan dapat mem-bantu memaksimalkan efektivitas perusa-haan dalam jangka panjang. Robbins (2005) menjelaskan bahwa kepuasan kerja ber-pengaruh terhadap kinerja karyawan. Kar-yawan yang merasa puas dengan pekerja-annya memiliki produktivitas yang tinggi. Perusahaan yang memiliki lebih banyak karyawan yang merasa puas dengan peker-jaannya dinilai lebih produktif (Robbins, 2005). Kepuasan kerja karyawan juga ber-pengaruh pada perilaku kependudukan

(3)

da-lam organisasi (organizational citizenship

behavior), yaitu perilaku mengenai minat

karyawan menolong rekan kerja dan peru-sahaan. Karyawan yang puas dengan peker-jaannya cenderung memiliki sikap positif terhadap organisasinya, senang menolong orang lain, dan memiliki kinerja yang lebih dari yang diharapkan (Robbins, 2005). Ke-puasan kerja karyawan juga berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan. Menu-rut Robbins (2005), karyawan yang merasa puas, mampu bertindak lebih ramah dan responsif sehingga membentuk kepuasan dan kesetiaan pelanggan.

Kepuasan Kerja

Menurut Locke (dikutip oleh Judge, Parker, Colbert, Heller, & Ilies, 2001) kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan senang atau emosi yang positif sebagai hasil dari penilaian terhadap pekerjaannya atau pengalaman kerja. Definisi dari Locke ini, menekankan pentingnya kegunaan dari kognisi (penilaian) dan pengaruh (perasaan emosi). Locke berasumsi bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari penggunaan kognisi dan pengaruh, atau pikiran dan pe-rasaan. Porter dan Lawler (dikutip oleh Landy & Conte, 2004) mendefinisikan ke-puasan kerja sebagai hasil dari berbagai perhitungan yang dibuat seseorang yang menghargai pada apa yang mereka percaya mereka pantas mendapatkannya.

Robbins (2005), mengartikan kepua-san kerja sebagai kumpulan dari perasaan-perasaan yang dimiliki individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja juga didefi-nisikan oleh Davis dan Newstorm (2004) sebagai seperangkat perasaan pegawai ten-tang menyenangkan atau tidaknya peker-jaan mereka. Spector (1997) menjelaskan

bahwa kepuasan kerja mengarah pada ba-gaimana seseorang merasakan pekerjaan-nya dan aspek-aspek yang berbeda dari pe-kerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja merupakan perkembangan dari seke-dar perasaan suka (puas) atau tidak suka (tidak puas) pada pekerjaannya.

Suyasa (2001) mendefinisikan kepua-san kerja sebagai aspek emosional yang nampak dalam sikap setuju atau tidak se-tuju, senang atau tidak senang terhadap si-tuasi kerja sebagai akibat dari lingkungan kerja serta jenis pekerjaan dan prestasi ker-janya. Zamralita (2001) mengartikan ke-puasan kerja sebagai perasaan seorang pe-kerja terhadap pepe-kerjaannya sebagai hasil interaksi dengan lingkungan kerjanya.

Melalui penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari penggunaan kognisi dan pengaruh, atau pikiran dan perasaan yang dimiliki karyawan sebagai penilaian terha-dap pekerjaannya, yang terjadi sebagai hasil dan akibat dari interaksi dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, serta prestasi kerja.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepua-san Kerja

Spector (1997) menjelaskan ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: pertama, faktor yang ada pada ling-kungan pekerjaan itu sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Fak-tor lingkungan dalam pekerjaan meliputi beberapa hal, diantaranya: (a) karakteristik pekerjaan, yaitu mengenai gambaran dari tugas dan pekerjaan itu sendiri; (b) ling-kungan dalam perusahaan, yaitu kondisi lingkungan dalam perusahaan yang berhu-bungan dengan kinerja karyawan; (c) pera-nan dalam perusahaan, yaitu pola perilaku

(4)

yang dibutuhkan individu dalam perusa-haan; (d) konflik antara pekerjaan dan ke-luarga, adalah konflik yang terjadi apabila ada permintaan dari keluarga dan permin-taan dari pekerjaan yang saling meng-ganggu (contohnya, ayah dan ibu yang sama-sama bekerja atau orangtua tunggal); (e) upah; (f) stres kerja; (g) beban kerja, yaitu pekerjaan yang membutuhkan usaha baik mental dan fisik; dan (h) jadwal kerja, diantaranya jadwal yang tidak menentu, pembagian kerja yang panjang, jam kerja malam, dan kerja paruh waktu.

Kedua, faktor individu itu sendiri.

Fak-tor individu meliputi beberapa hal, diantara-nya; (a) usia, kepuasan kerja dinilai me-ningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang; (b) jenis kelamin, perempuan dinilai lebih merasa puas dengan pekerjaan-nya karena memiliki pengharapan yang ren-dah terhadap pekerjaannya; (c) kepribadian, diantaranya locus of control dan negative

affectivity (contohnya, depresi dan

kecema-san); (d) person-job fit, yaitu perasaan ke-cocokan yang dimiliki karyawan antara karakteristik pekerjaan dan pribadi.

Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mendefinisikan kesejah-teraan psikologis sebagai fungsi psikologis yang positif. Fungsi psikologis yang positif ini, meliputi teori-teori dari psikologi klinis, psikologi perkembangan, dan teori kese-hatan mental. Konsep aktualisasi diri dari Maslow, konsep kematangan dari Allport, konsep individualisasi dari Jung, dan kon-sep fully functioning person dari Rogers, tergolong dalam teori psikologi klinis. Se-dangkan teori tahapan psikososial dari Erickson dan teori perubahan kepribadian dari Neugarten, merujuk pada teori

psiko-logi perkembangan. Di samping itu, teori kriteria kesehatan mental positif dari Jahoda, merupakan teori kesehatan mental yang termasuk dalam fungsi psikologis yang positif (Ryff, 1989 & Singer, 1996).

Snyder dan Lopez (2005) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis bukan se-kedar merupakan ketiadaan penderitaan, namun kesejahteraan psikologis meliputi keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup, dan hubungan sese-orang pada objek ataupun sese-orang lain. Ryff (1989) dan Singer (1996) menyimpulkan bahwa gambaran dari orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik adalah mampu merealisasikan potensi dirinya se-cara berkesinambungan, mampu menerima diri apa adanya, mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian, memiliki arti hidup, serta mampu mengontrol lingkungan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kese-jahteraan Psikologis Seseorang

Menurut Ryff dan Singer (1996) kese-jahteraan psikologis dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, kelas sosial, dan latar belakang budaya. Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan perbandingan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74). Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, secara jelas, menunjukkan penuru-nan seiring dengan bertambahnya usia. Skor dimensi penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.

Faktor jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang signifikan pada dimensi

(5)

hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Dari kese-luruhan perbandingan usia (usia 25-39; usia 40-59; usia 60-74), wanita menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada pria. Se-mentara keempat dimensi kesejahteraan psikologis lainnya tidak menunjukkan per-bedaan yang signifikan.

Hasil penelitian Wisconsin

Longitudi-nal Study (WLS) pada tahun 1957,

me-nunjukkan bahwa, pada orang dengan status pekerjaan yang tinggi ditemukan kecende-rungan tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan me-ningkatnya tingkat pendidikan seseorang (Ryff & Singer, 1996). Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya tingkat pendi-dikan seseorang menunjukkan bahwa indi-vidu memiliki faktor pengaman (misalnya: uang, ilmu, dan keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah, tekanan dan tantangan (Ryff & Singer, 1996).

Sugianto (2000) mengatakan bahwa perbedaan budaya Barat dan Timur juga memberikan pengaruh yang berbeda. Di-mensi yang lebih berorientasi pada diri (seperti dimensi penerimaan diri dan di-mensi otonomi) lebih menonjol dalam kon-teks budaya Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hu-bungan positif dengan orang lain) lebih menonjol dalam budaya Timur.

Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis

Aspek-aspek kesejahteraan psikologis mengacu pada teori Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), meliputi 6 dimensi, yaitu: penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain

(posi-tive relations with others), otonomi (auto-nomy), penguasaan lingkungan (environ-mental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).

Penerimaan Diri (Self-Acceptance)

Dimensi penerimaan diri adalah sikap positif terhadap diri sendiri dan merupakan ciri penting dari kesejahteraan psikologis. Sebuah gambaran inti dari kondisi

well-being yang dicirikan dengan aktualisasi dan

dapat berfungsi secara optimal, kedewasaan serta penerimaan diri seseorang dan ke-hidupan yang sudah dilewatinya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada di-mensi penerimaan diri menunjukkan bahwa individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berba-gai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa positif tentang kehidu-pan yang telah dijalani. Skor rendah me-nunjukkan individu merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, mengalami kesu-karan karena sejumlah kualitas pribadi dan ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others)

Dimensi hubungan positif dengan orang lain dapat dioperasionalkan ke dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang da-lam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain; yang digambarkan sebagai orang yang mem-punyai empati yang kuat, mampu mencintai

(6)

secara mendalam dan bersahabat. Skor yang tinggi dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain menunjukkan individu mempunyai hubungan yang hangat, me-muaskan dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, mampu melakukan empati yang kuat, afeksi dan hubungan yang bersifat timbal balik. Skor rendah menunjukkan bahwa in-dividu hanya mempunyai sedikit hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, merasa kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka dan memperhatikan orang lain, merasa terasing, dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan orang lain (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Otonomi (Autonomy)

Dimensi otonomi menekankan pada kemampuan untuk mengarahkan diri sen-diri, kemandirian dan kemampuan menga-tur tingkah laku. Orang yang berfungsi penuh digambarkan mampu menilai diri sendiri dengan menggunakan standar pri-badi. Dalam dimensi otonomi, orang-orang dengan skor tinggi adalah individu yang mampu mengarahkan diri dan mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, menga-tur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Sedangkan skor rendah pada dimensi ini menunjukkan bah-wa individu memperhatikan pengharapan dan evaluasi orang lain, bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat ke-putusan, menyesuaikan diri terhadap teka-nan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)

Dimensi penguasaan lingkungan ada-lah orang yang mampu menciptakan ling-kungan yang sesuai dengan kondisi fisik-nya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh ke-dewasaan seseorang khususnya kemam-puan seseorang untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks melalui aktivitas mental dan fisik. Dalam dimensi penguasaan lingkungan, skor yang tinggi menunjukkan bahwa individu mem-punyai sense of mastery dan mampu meng-atur lingkungan, mengontrol berbagai kegi-atan eksternal yang kompleks, mengguna-kan kesempatan-kesempatan yang ada se-cara efektif, mampu memilih atau mencip-takan konteks yang sesuai dengan kebutu-han-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Se-dangkan skor yang rendah menyatakan bah-wa individu mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkat-kan konteks di sekitar, tidak waspada ameningkat-kan kesempatan-kesempatan yang ada di ling-kungan, dan kurang mempunyai kontrol ter-hadap dunia luar (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Dimensi tujuan hidup dapat dioperasi-onalkan dalam tinggi rendahnya pemaha-man individu akan tujuan dan arah hidup-nya. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa individu mempunyai tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti dalam hidup masa kini dan masa lampau. Sedangkan skor ren-dah menunjukkan bahwa individu kurang mempunyai arti hidup, tujuan, arah hidup dan cita-cita yang tidak jelas, serta tidak

(7)

melihat adanya tujuan dari kehidupan masa lampau (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Dimensi pertumbuhan pribadi dapat dioperasionalkan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk mengembang-kan potensi diri secara berkelanjutan dan lebih menekankan pada cara memandang diri dan merealisasikan potensi dalam diri. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa indi-vidu merasakan adanya pengembangan po-tensi diri yang berkelanjutan, terbuka terha-dap pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu. Sedangkan skor yang ren-dah menunjukkan bahwa individu tidak merasakan adanya kemajuan dan pengem-bangan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996).

Hipotesis

Hipotesi dalam penelitian ini ialah: ada hubungan antara kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.

Metode

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah karyawan dari perusahaan yang terletak di Jakarta. Gambaran umum mengenai

partisi-pan penelitian ini dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan yang dita-bung, divisi pekerjaan, lama bekerja, pen-dapatan per bulan, status pernikahan, dan jumlah anak (pada partisipan yang sudah menikah). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 94 orang.

Berdasarkan data yang diperoleh ber-dasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa partisipan penelitian yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 38 orang (40,4%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjum-lah 56 orang (59,6%). Diketahui pula bah-wa usia rata-rata partisipan penelitian ada-lah 27 tahun.

Berikutnya, berdasarkan data yang di-peroleh mengenai divisi pekerjaan, diketa-hui bahwa partisipan penelitian yang paling banyak bekerja di bagian marketing ber-jumlah 20 orang (21,2%). Sedangkan par-tisipan penelitian yang paling sedikit be-kerja di bagian cost control, impor,

kon-vite, operator, pegawai, receptionist, dan security, yang pada masing-masing bagian

berjumlah 1 orang (1,1%). Sedangkan, me-nurut data yang diperoleh mengenai lama bekerja, diketahui bahwa lama bekerja partisipan penelitian minimum adalah 0 (tidak sampai 1 tahun) dan maksimal adalah 12 tahun. Diketahui pula, bahwa rata-rata lama bekerja partisipan penelitian adalah 2 tahun 8 bulan.

Pengukuran

Instrumen yang diberikan kepada par-tisipan berupa skala pengukuran yang terdiri dari alat ukur kepuasan kerja dan alat ukur kesejahteraan psikologis. Alat ukur dalam penelitian ini terdiri atas sejumlah butir pernyataan. Butir-butir pernyataan tersebut dibuat berdasarkan batasan

(8)

konsep-tual, batasan operasional, dimensi, dan indikator yang dimiliki oleh kedua variabel yang hendak diukur dalam penelitian ini.

Peneliti menggunakan dua buah alat ukur di dalam penelitian ini. Alat ukur per-tama bertujuan untuk mengukur kepuasan kerja, berisi 190 butir pernyataan yang terdiri dari 95 pasang butir pernyataan positif yang mengukur penilaian (outcome

evaluation) dan keyakinan (behavioural belief). Alat ukur kedua bertujuan untuk

mengukur kesejahteraan psikologis, berisi 95 butir pernyataan yang terdiri dari 48 butir pernyataan positif dan 47 butir per-nyataan negatif.

Pengukuran Kepuasan Kerja

Variabel kepuasan kerja diukur dengan memakai alat ukur kepuasan kerja yang dibuat berdasar-kan atas exchange theory yang dikemuka-kan oleh George Homans (dikutip oleh Mulinge & Mueller, 1998) dan theory of planned behaviour yang dikemukakan oleh Ajzen (dalam Suyasa, 2007).

Definisi operasional kepuasan kerja adalah skor yang menggambarkan penilaian (outcome evaluation) dan keyakinan

(beha-vioural belief) seseorang terhadap

pekerja-annya. Kepuasan kerja ditandai dengan pe-nilaian (outcome evaluation) dan keyakinan (behavioural belief) seseorang terhadap ke-terlibatan dalam pengambilan keputusan, wewenang yang diberikan dalam menen-tukan hal-hal yang terkait dengan pekerja-annya, komunikasi dengan atasan, pemak-naan pekerjaannya, pemberian kesempatan untuk meningkatkan karir, adanya variasi tugas, adanya kesempatan untuk naik pang-kat, adanya jaminan kerja, kesesuaian gaji, adanya tunjangan/fasilitas tambahan yang

diberikan, adanya dukungan dari atasan, adanya dukungan dari rekan sekerja, ada-nya kekompakkan dengan rekan sekerja. Di samping itu, terdapat pula penilaian

(out-come evaluation) dan keyakinan (beha-vioural belief) partisipan penelitian

terha-dap fungsi negatif dari kepuasan kerja me-liputi; beban kerja yang berlebihan, adanya konflik peran, kurangnya informasi yang mendukung pelaksanaan tugas, kurangnya sumber daya yang mendukung pelaksanaan tugas, dan kurangnya penegakan norma-norma di lingkungan kerja.

Alat ukur variabel kepuasan kerja ter-diri dari 4 dimensi utama yang masing-masing terdiri dari beberapa sub dimensi. Dimensi intrinsic reward, subdimensinya adalah: keterlibatan dalam pengambilan ke-putusan (participation in decision making), wewenang dalam pelaksanaan tugas

(auto-nomy), kebermaknaan tugas (task signifi-cant), komunikasi dengan atasan (upward communication), keadilan yang merata (dis-tributive justice), peningkatan karir (career growth), dan variasi tugas (task variety).

Dimensi organizational extrinsic reward, subdimensinya adalah: kesempatan naik pangkat (promotional opportunity), jaminan kerja (job security), gaji (pay), dan tun-jangan/fasilitas tambahan (fringe benefit). Dimensi social extrinsic reward, sub di-mensinya adalah: dukungan atasan

(super-visory support), dukungan rekan sekerja

(co-worker support), dan kekompakkan dengan rekan sekerja (work group

cohe-sion). Dimensi convinience extrinsic cost,

sub dimensinya adalah: beban kerja ber-lebihan (work overloaded), ketidakjelasan pembagian peran (role conflict), kurangnya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelak-sanaan tugas (resource inadequacy), dan kurangnya penerapan norma-norma di ling-kungan kerja (inadequate socialization).

(9)

Penilaian atau penyekoran yang meng-ukur penilaian (outcome evaluation) adalah sebagai berikut: Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Ragu-Ragu (RR) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 4, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Sedangkan penyekoran untuk mengukur keyakinan (behavioural belief) adalah sebagai berikut: Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai -2, Tidak Setuju (TS) diberi nilai -1, Ragu-Ragu (RR) diberi nilai 0, Setuju (S) diberi nilai 1, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 2. Pada dimensi

intrinsic reward, organizational extrinsic reward dan social extrinsic reward,

sema-kin tinggi skor pada ketiga dimensi ini berarti semakin tinggi kepuasan kerja par-tisipan, sebaliknya semakin rendah skor pada ketiga dimensi ini berarti semakin rendah kepuasan kerja partisipan penelitian. Berbeda dengan dimensi convinience

trinsic cost. Pada dimensi convinience ex-trinsic cost, semakin tinggi skor pada

dimensi ini, berarti partisipan semakin tidak puas dengan pekerjaannya, sebaliknya se-makin rendah skor pada berarti partisipan semakin puas dengan pekerjaannya.

Subdimensi keterlibatan dalam peng-ambilan keputusan (participation in

deci-sion making) memiliki 1 indikator dan

ter-diri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan dengan bantuan program Statistical Package for

Social Science (SPSS) versi 13

menunjuk-kan bahwa alat ukur kepuasan kerja dengan subdimensi keterlibatan dalam pengambilan keputusan memiliki koefisien alpha

cron-bach sebesar 0,81. Contoh butir alat ukur

dengan subdimensi keterlibatan dalam pengambilan keputusan (participation in

decision making) yang mengukur penilaian

(outcome evaluation) adalah “Menurut saya

ikut serta dalam menentukan keputusan

adalah hal yang penting.” Sedangkan

con-toh butir pernyataan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Saya

ikut serta dalam menentukan keputusan yang akan berlaku.” Subdimensi ini

meng-gambarkan tingkat kepuasan partisipan ter-hadap kesempatan yang diberikan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan.

Subdimensi wewenang dalam pelaksa-naan tugas (autonomy) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja dengan subdimensi wewenang dalam pelaksanaan tugas memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,89. Contoh butir pernyataan posi-tif alat ukur dengan subdimensi autonomy yang mengukur penilaian (outcome

evalua-tion) adalah “Kebebasan dalam menentu-kan metode bekerja yang amenentu-kan digunamenentu-kan adalah hal yang penting.” Sedangkan

con-toh butir pernyataan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Saya

memeroleh kebebasan untuk menentukan metode bekerja yang akan saya gunakan.”

Subdimensi ini menggambarkan tingkat ke-puasan partisipan terhadap wewenang yang diberikan yang berkaitan dengan tugasnya.

Subdimensi kebermaknaan tugas (task

significant) memiliki 1 indikator dan terdiri

dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja dengan subdimensi kebermaknaan tugas memiliki koefisien

alpha cronbach sebesar 0,92. Contoh butir

pernyataan positif alat ukur dengan subdi-mensi kebermaknaan tugas yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah

“Pe-kerjaan yang dipandang mulia di mata masyarakat adalah hal yang penting.”

Sedangkan contoh butir pernyataan positif yang mengukur keyakinan adalah

“Peker-jaan saya adalah peker“Peker-jaan yang mulia.”

Subdimensi ini menggambarkan perasaan bangga dengan tugasnya saat ini.

(10)

Subdimensi komunikasi dengan atasan (upward communication) memiliki 1 indi-kator dan terdiri dari 5 pasang butir pernya-taan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi komunikasi dengan atasan me-miliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,91. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi upward

communi-cation yang mengukur penilaian adalah

“Mengonsultasikan sesuatu yang saya

ala-mi kepada atasan adalah hal yang pen-ting.” Sedangkan contoh butir pernyataan

positif yang mengukur keyakinan

(beha-viour belief) adalah “Saya dapat mengon-sultasikan sesuatu yang saya alami kepada atasan.” Subdimensi ini menggambarkan

kepuasan partisipan terhadap kemampuan-nya dalam berkomunikasi dengan atasan.

Subdimensi keadilan yang merata

(dis-tributive justice) memiliki 1 indikator dan

terdiri dari 5 pasang butir pernyataan posi-tif. Alat ukur kepuasan kerja pada sub-dimensi distributive justice memiliki koefi-sien alpha cronbach sebesar 0,82. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi keadilan yang merata yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Penghargaan atas pengorbanan

saya adalah hal yang penting.” Sedangkan

contoh butir pernyataan positif yang meng-ukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Saya menilai pihak perusahaan telah

memberikan penghargaan atas pengorba-nan saya.” Subdimensi ini menggambarkan

kepuasan partisipan terhadap keadilan an-tara imbalan yang diterima telah sesuai dengan kinerja yang dilakukan.

Subdimensi peningkatan karier (career

growth) memiliki 1 indikator dan terdiri

dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi

ca-reer growth memiliki koefisien alpha cron-bach sebesar 0,9. Contoh butir pernyataan

positif alat ukur dengan subdimensi pening-katan karier yang mengukur penilaian

(out-come evaluation) adalah “Pengembangan pengetahuan adalah hal yang saya perlu-kan.” Sedangkan contoh butir pernyataan

positif yang mengukur keyakinan

(beha-viour belief) adalah “Perusahaan memberi kesempatan kepada saya untuk mengem-bangkan pengetahuan saya.” Subdimensi

ini menggambarkan kepuasan partisipan terhadap kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier yang diberikan perusahaan.

Subdimensi variasi tugas (task variety) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi task

variety memiliki koefisien alpha cronbach

sebesar 0,91. Contoh butir pernyataan posi-tif alat ukur dengan subdimensi variasi tugas yang mengukur penilaian (outcome

evaluation) adalah “Tugas yang bervariasi adalah penting bagi saya.” Sedangkan

con-toh butir pernyataan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah

“Me-nurut saya, pekerjaan saya memiliki tugas-tugas yang bervariasi.” Subdimensi ini

menggambarkan kepuasan partisipan terha-dap tugasnya sebagai karyawan.

Subdimensi kesempatan naik pangkat (promotional opportunity) memiliki 1 indi-kator dan terdiri dari 5 pasang butir per-nyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi promotional opportunity memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,9. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi kesempatan naik pangkat yang mengukur penilaian (outcome

evaluation) adalah “Peningkatan jenjang karier di perusahaan ini adalah hal yang penting bagi saya.” Sedangkan contoh butir

pernyataan positif yang mengukur keya-kinan (behaviour belief) adalah “Saya

(11)

per-usahaan ini.” Subdimensi ini

menggambar-kan kepuasan partisipan terhadap promosi yang ditawarkan oleh perusahaan.

Subdimensi jaminan kerja (job

secu-rity) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5

pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi job

secu-rity memiliki koefisien alpha cronbach

sebesar 0,83. Contoh butir pernyataan posi-tif alat ukur dengan subdimensi jaminan kerja yang mengukur penilaian (outcome

evaluation) adalah “Jaminan dari pihak perusahaan bahwa saya tidak akan diber-hentikan dari pekerjaan adalah hal yang penting.” Sedangkan contoh butir

pernya-taan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Saya yakin

bah-wa saya tidak akan diberhentikan dari pekerjaan saya.” Subdimensi ini

menggam-barkan kepuasan partisipan terhadap jami-nan kerja yang ditawarkan oleh perusahaan. Subdimensi gaji (pay) memiliki 1 indi-kator dan terdiri dari 5 pasang butir per-nyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi pay memiliki koefisien

alpha cronbach sebesar 0,82. Contoh butir

pernyataan positif alat ukur dengan sub-dimensi gaji yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Kesesuaian

anatara gaji yang diterima dengan gaji yang diharapkan bagi saya adalah hal yang pentung.” Sedangkan contoh butir

pernya-taan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Gaji yang saya

terima sudah sesuai dengan harapan saya.”

Subdimensi ini menggambarkan kepuasan partisipan terhadap gaji yang diterimanya.

Subdimensi tunjangan/fasilitas tamba-han (fringe benefit) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada sub-dimensi fringe benefit memiliki koefisien

alpha cronbach sebesar 0,79. Contoh butir

pernyataan positif alat ukur dengan sub-dimensi tunjangan/fasilitas tambahan yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Tunjangan kesehatan penting

arti-nya bagi saya.” Sedangkan contoh butir

pernyataan positif yang mengukur keyaki-nan (behaviour belief) adalah “Saya

menda-pat tunjangan kesehatan.” Subdimensi ini

menggambarkan kepuasan partisipan terha-dap tunjangan/fasilitas tamnahan yang dibe-rikan oleh perusahaan.

Subdimensi dukungan atasan

(supervi-sory support) memiliki 1 indikator dan

terdiri dari 5 pasang butir pernyataan posi-tif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdi-mensi supervisory support memiliki koefi-sien alpha cronbach sebesar 0,88. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi dukungan atasan yang meng-ukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Dukungan moril dari atasan merupakan

hal yang penting bagi saya.” Sedangkan

contoh butir pernyataan positif yang meng-ukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Saya mendapat dukungan moril dari

atasan.” Subdimensi ini menggambarkan

kepuasan partisipan terhadap dukungan yang diberikan oleh atasan kepada dirinya.

Subdimensi dukungan rekan sekerja (co-worker support) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada sub-dimensi co-worker support memiliki koefi-sien alpha cronbach sebesar 0,81. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi dukungan rekan sekerja yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Dukungan moril dari rekan-rekan

sekerja merupakan hal yang penting bagi saya.” Sedangkan contoh butir pernyataan

positif yang mengukur keyakinan

(beha-viour belief) adalah “Saya mendapat du-kungan moril dari rekan-rekan sekerja

(12)

saya.” Subdimensi ini menggambarkan

ke-puasan partisipan terhadap dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

Subdimensi kekompakan dengan rekan sekerja (work group cohesion) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan ker-ja pada subdimensi work group cohesion memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,87. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi kekompakan rekan sekerja yang mengukur penilaian (outcome

evaluation) adalah “Suasana saling bekerja sama di antara para karyawan adalah hal yang penting bagi saya.” Sedangkan contoh

butir pernyataan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Rekan

karyawan dapat saling bekerja sama satu sama lain.” Subdimensi ini

menggambar-kan kepuasan partisipan terhadap kekom-pakkan yang ditunjukkan rekan kerjanya.

Subdimensi beban kerja berlebihan (work overloaded) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi work overloaded memiliki koe-fisien alpha cronbach sebesar 0,87. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi beban kerja berlebihan yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah “Jam kerja yang panjang adalah hal

yang buruk.” Sedangkan contoh butir

per-nyataan positif yang mengukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Pekerjaan saya

sering menyita waktu senggang saya.”

Sub-dimensi ini menggambarkan kepuasan par-tisipan terhadap keberadaan beban bekerja yang berlebihan.

Subdimensi ketidakjelasan pembagian peran (role conflict) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi role conflict memiliki koefisien

alpha cronbach sebesar 0,89. Contoh butir

pernyataan positif alat ukur dengan sub-dimensi ketidakjelasan pembagian peran yang mengukur penilaian (outcome

evalua-tion) adalah “Melakukan tugas yang sebe-narnya tugas rekan saya adalah sesuatu yang kurang baik.” Sedangkan contoh butir

pernyataan positif yang mengukur keyaki-nan (behaviour belief) adalah “Seringkali

saya diminta melakukan tugas-tugas yang sebenarnya tugas rekan saya.” Subdimensi

ini menggambarkan kepuasan partisipan terhadap keberadaan konflik peran.

Subdimensi kurangnya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas (resource inadequacy) memiliki 1 indikator dan terdiri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi resource inadequacy memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,87. Contoh butir pernyataan positif alat ukur dengan subdimensi kurangnya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas yang mengukur penilaian (outcome

evalua-tion) adalah “Peralatan yang memadai da-lam menjalankan tugas adalah hal yang penting.” Sedangkan contoh butir

pernya-taan positif yang mengukur keyakinan

(be-haviour belief) adalah “Peralatan yang menunjang pelaksanaan tugas-ptugas saya, kurang tersedia dengan baik.” Subdimensi

ini menggambarkan kepuasan partisipan terhadap keberadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam bekerja.

Subdimensi kurangnya penerapan nor-ma-norma di lingkungan kerja (inadequate

socialization) memiliki 1 indikator dan

ter-diri dari 5 pasang butir pernyataan positif. Alat ukur kepuasan kerja pada subdimensi

inadequate socialization memiliki koefisien alpha cronbach sebesar 0,86. Contoh butir

pernyataan positif alat ukur dengan sub-dimensi kurangnya penerapan

(13)

norma-norma di lingkungan kerja yang mengukur penilaian (outcome evaluation) adalah

“Di-tegakkannya norma-norma di antara kar-yawan adalah hal yang perlu.” Sedangkan

contoh butir pernyataan positif yang meng-ukur keyakinan (behaviour belief) adalah “Norma-norma di antara warga

perusa-haan belum ditegakkan secara baik.”

Sub-dimensi ini menggambarkan kepuasan par-tisipan terhadap keberadaan penegakan disiplin di lingkungan perusahaan.

Pengukuran Kesejahteraan Psikologis

Variabel kesejahteraan psikologis di-ukur dengan menggunakan alat di-ukur kese-jahteraan psikologis yang dibuat dengan mengacu pada teori kesejahteraan psiko-logis yang dikemukakan oleh Ryff (1995), yang kemudian dimodifikasi oleh Haryanto dan Suyasa (2007).

Alat ukur kesejahteraan psikologis ini berisi 95 item pernyataan yang terdiri dari 48 item pernyataan positif dan 47 item pernyataan negatif. Alat ukur kesejahteraan psikologis ini disusun berdasarkan skala Likert yang mengacu pada lima pilihan jawaban. Penilaian atau penyekoran dilaku-kan dengan cara memisahdilaku-kan item pernya-taan positif dan item pernyapernya-taan negatif. Pada item pernyataan positif cara penilaian-nya adalah sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5, Setuju (S) diberi nilai 4, Ragu-Ragu (RR) diberi nilai 3, Tidak Se-tuju (TS) diberi nilai 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1. Sedangkan, pada item pernyataan negatif cara peni-laiannya adalah sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1, Setuju (S) diberi nilai 2, Ragu-Ragu (RR) diberi nilai 3, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 5.

Kesejahteraan psikologis memiliki 6 dimensi yaitu: (a) penerimaan diri

(self-acceptance), (b) hubungan positif dengan

orang lain (positive relations with others), (c) otonomi (autonomy), (d) penguasaan lingkungan (environmental mastery), (e) tujuan hidup (purpose in life), dan (f) per-tumbuhan pribadi (personal growth).

Dimensi penerimaan diri

(self-accep-tance) diukur dengan menggunakan 15

butir pernyataan yang terdiri dari 7 butir pernyataan positif dan 8 butir pernyataan negatif. Semakin tinggi skor pada dimensi ini, maka partisipan memiliki sikap yang positif terhadap dirinya, mengenal dan menerima semua aspek yang ada dalam dirinya, dan berdamai dengan masa lalunya. Dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) diukur dengan menggunakan 19 butir per-nyataan yang terdiri dari 8 butir perper-nyataan positif dan 11 butir pernyataan negatif. Semakin tinggi skor pada dimensi ini, maka mengindikasikan partisipan merasa puas, hangat, memiliki hubungan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejah-teraan orang lain, bersikap empati, penya-yang, akrab, dan saling memberi dan mene-rima dalam hubungan manusia.

Dimensi otonomi (autonomy) diukur dengan menggunakan 19 butir pernyataan yang terdiri dari 10 butir pernyataan positif dan 9 butir pernyataan negatif. Semakin tinggi skor partisipan pada dimensi ini, maka partisipan mampu untuk mandiri, mengatur perilakunya, dan sanggup meng-hadapi tekanan sosial.

Dimensi penguasaan lingkungan

(envi-ronmental mastery) diukur dengan

meng-gunakan 13 butir pernyataan yang terdiri dari 6 butir pernyataan positif dan 7 butir pernyataan negatif. Semakin tinggi skor partisipan pada dimensi ini, maka partisipan

(14)

semakin mampu menguasai lingkungan, menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, dan dapat memilih ling-kungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianutnya.

Dimensi tujuan hidup (purpose in life) diukur dengan menggunakan 15 butir per-nyataan yang terdiri dari 7 butir perper-nyataan positif dan 8 butir pernyataan negatif. Semakin tinggi skor pada dimensi ini, maka partisipan memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, merasa hidupnya bermakna baik dimasa lampau maupun saat ini, dan ber-pegang pada keyakinan hidupnya.

Dimensi pertumbuhan pribadi

(per-sonal growth) diukur dengan menggunakan

14 butir pernyataan yang terdiri dari 10 butir pernyataan positif dan 4 butir per-nyataan negatif. Semakin tinggi skor parti-sipan pada dimensi ini, maka partiparti-sipan semakin merealisasikan potensinya, terbuka pada pengalaman baru, dan memperbaiki diri serta perilakunya.

Prosedur

Peneliti melakukan proses pengambilan data mulai dari tanggal 8 Oktober – 10 Desember 2007. Tempat pengambilan data adalah di PT. “X” dan PT. ”Y” di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Proses pengambilan data dilakukan dengan menye-barkan kuesioner lengkap yang terdiri dari skala pengukuran yang terdiri dari alat ukur kepuasan kerja dan alat ukur kesejahteraan psikologis.

Kuesioner yang disebar oleh peneliti berjumlah 162 kuesioner, namun yang ter-kumpul berjumlah 128 kuesioner. Kuesi-oner yang tidak kembali disebabkan oleh karena kehilangan kuesioner dan belum selesai terisi. Dari 128 data kuesioner yang

diperoleh, hanya 66 responden yang men-jawab dengan serius sehingga dapat dinya-takan valid.

Penyebaran kuesioner yang kedua dilakukan di PT. “Y“, sebuah perusahaan yang serupa dengan PT. “X”. Dalam penye-baran kuesioner yang kedua ini, peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 32 res-ponden. Dari 32 orang responden ini, 4 responden dinyatakan tidak valid dan 28 responden dinyatakan valid. Responden da-lam penelitian ini berjumlah 94 orang.

Hasil

Gambaran Kepuasan Kerja

Berdasarkan hasil perhitungan dike-tahui secara keseluruhan skor minimum kepuasan kerja partisipan penelitian adalah -3,03, skor maksimum kepuasan kerja adalah 8,64, dan skor rata-rata kepuasan kerja adalah 1,77 dengan standar deviasi 2,44. Dengan nilai rata-rata 1,77 dalam rentang skor antara -10 sampai 10, skor rata-rata kepuasan kerja cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan cenderung merasa puas pada berbagai aspek, yaitu: keterlibatan dalam peng-ambilan keputusan, mendapat wewenang dalam menentukan hal-hal yang terkait dengan pekerjaannya, dapat berkomunikasi dengan atasan, ada pemaknaan peker-jaannya, dapat kesempatan untuk mening-katkan karir, adanya variasi tugas, adanya kesempatan untuk naik pangkat, adanya jaminan kerja, kesesuaian gaji, adanya tunjangan/fasilitas tambahan yang diberi-kan, adanya dukungan dari atasan, adanya dukungan dari rekan sekerja, adanya kekompakan dengan rekan sekerja. Gam-baran aspek dapat dilihat pada tabel 1.

(15)

Tabel 1

Gambaran Perbandingan Skor Dimensi Variabel Kepuasan Kerja

Dimensi Skor Minimum Skor Maksimum Skor Rata-rata Standar Deviasi

Participation in decision making -4,6 10 1,04 3,32

Autonomy -5 10 2,69 3,38 Task significant -4,4 10 1,42 3,77 Upward communication -3,8 10 2,3 3,27 Distributive justice -6 10 1,76 3,67 Career growth -4,6 10 3,16 3,99 Task variety -8 10 2,37 4,11 Promotional opportunity -6 10 2,31 4,17 Job security -5 10 2,8 3,2 Pay -8,75 10 0,48 4,75 Fringe benefit -10 10 0,97 4,43 Supervisory support -5,2 10 2,07 3,35 Co-worker support -4 9,6 3,21 2,54

Work group cohesion -7,4 10 3,71 3,6

Work overloaded -8,4 6,4 -1,15 3,63

Role conflict -10 5,6 -0,51 3,63

Resource inadequacy -10 8 0,92 3,99

Inadequate socialization -10 5,6 -0,19 3,62

Berdasarkan gambaran pada tabel 1, maka dapat diketahui bahwa dimensi ke-puasan kerja yang paling dominan atau memiliki skor rata-rata paling besar adalah dimensi kekompakkan dengan rekan se-kerja (work group cohesion), selanjutnya skor rata-rata terbesar kedua adalah dimensi dukungan rekan sekerja (co-worker

sup-port), dan skor rata-rata terbesar ketiga

adalah peningkatan karir (career growth). Hal ini menggambarkan bahwa partisipan penelitian puas terhadap kekompakkan yang ditunjukkan oleh rekan sekerjanya dalam perusahaan, partisipan penelitian juga puas terhadap dukungan yang dibe-rikan oleh rekan sekerja, dan partisipan penelitian juga puas terhadap kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan jenjang karir. Dapat

dike-tahui pula bahwa, apabila dibandingkan dengan dimensi yang lain, ada tiga dimensi yang kurang dominan atau memiliki skor rata-rata kecil, diantaranya adalah dimensi gaji (pay), dimensi kurangnya penerapan norma-norma di lingkungan kerja

(inade-quate socialization), dan yang paling

ku-rang dominan atau memiliki skor rata-rata paling kecil adalah dimensi kurangnya sumber daya yang dibutuhkan dalam pe-laksanaan tugas (resource inadequacy). Hal ini menggambarkan bahwa partisipan pene-litian cenderung tidak terlalu puas dengan gaji yang diterimanya, partisipan penelitian cenderung tidak terlalu puas terhadap keberadaan penegakan disiplin di ling-kungan perusahaan, dan partisipan pene-litian cenderung tidak terlalu puas terhadap keberadaan sarana dan prasarana yang

(16)

dibutuhkan dalam bekerja, atau dengan kata lain sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh partisipan penelitian dalam bekerja dinilai kurang memadai.

Gambaran Kesejahteraan Psikologis

Berdasarkan hasil perhitungan yang menggunakan bantuan SPSS 13.0 diketahui bahwa secara keseluruhan skor minimum kesejahteraan psikologis dari partisipan pe-nelitian adalah 2,34; skor maksimum ke-sejahteraan psikologis adalah 5, dan skor rata-rata kesejahteraan psikologis adalah 3,75 dengan standar deviasi 0,52. Dengan

nilai rata-rata 3,75 dalam rentang skor 1-5, skor rata-rata kesejahteraan psikologis da-pat dikatakan cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan cenderung mampu untuk merealisasikan potensi diri-nya secara berkesinambungan, mampu un-tuk menerima diri apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, memiliki arti dalam hidup serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Gambaran perbandingan skor masing-masing dimensi partisipan pene-litian pada variabel kesejahteraan psiko-logis, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Gambaran Skor Dimensi Variabel Kesejahteraan Psikologis

Dimensi Skor Minimum Skor Maksimum Skor Rata-rata Standar Deviasi Personal growth 2,71 5 4.05 0,50 Self-acceptance 2,20 5 3.67 0,62 Autonomy 2,17 5 3.38 0,69

Positive relations with others 2,39 5 3.80 0,56

Environmental mastery 2,00 5 3.71 0,63

Purpose in life 1,93 5 3.89 0,52

Berdasarkan gambaran pada tabel 2, maka dapat diketahui bahwa dimensi kese-jahteraan psikologis yang paling dominan atau memiliki skor rata-rata paling besar pada partisipan adalah dimensi pertum-buhan pribadi (personal growth). Hal ini menggambarkan bahwa partisipan lebih terbuka pada pengalaman baru, mampu merealisasikan potensi yang dimilikinya, dan sanggup memperbaiki perilakunya. Da-pat diketahui pula bahwa apabila diban-dingkan dengan dimensi yang lain, dimensi otonomi (autonomy) bisa dikatakan paling kurang dominan atau memiliki skor rata-rata paling kecil. Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan partisipan untuk man-diri, mengatur perilakunya, dan menilai diri dengan standar pribadi, masih perlu untuk ditingkatkan.

Uji Korelasi antara Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Psikologis

Dengan menggunakan uji metode korelasi Pearson Correlation, pada level alpha 0,05, ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja (M = 1,77, SD = 0,25) dan kesejahteraan psikologis (M = 3,75, SD = 0,05), r (92) = 0,456, dan p <

(17)

0,01. Berdasarkan hasil dari perhitungan ini, maka dapat diketahui bahwa, semakin tinggi perasaan puas yang dimiliki par-tisipan terhadap pekerjaannya, parpar-tisipan akan semakin merasakan kesejahteraan se-cara psikologis. Dengan kata lain, semakin partisipan merasa terlibat dalam pengam-bilan keputusan, merasa mendapat wewe-nang dalam menentukan hal-hal yang ter-kait dengan pekerjaannya, merasa dapat berkomunikasi dengan atasan, merasa ada pemaknaan pekerjaannya, merasa dapat kesempatan untuk meningkatkan karir, me-rasa adanya variasi tugas, meme-rasa adanya kesempatan untuk naik pangkat, merasa adanya jaminan kerja, merasa adanya ke-sesuaian gaji, merasa adanya tunjangan/ fasilitas tambahan yang diberikan, merasa adanya dukungan dari atasan, merasa ada-nya dukungan dari rekan sekerja, merasa adanya kekompakkan dengan rekan sekerja, maka partisipan akan semakin mampu untuk merealisasikan potensi dirinya secara berkesinambungan, semakin mampu mene-rima diri apa adanya, semakin mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, semakin memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, semakin memiliki arti dalam hidup serta semakin mampu

mengontrol lingkungan eksternal. Gamba-ran uji korelasi dimensi kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologis dari partisipan penelitian, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.

Berdasarkan tabel 3, koefisien dimensi korelasi kepuasan kerja dan dimensi kese-jahteraan psikologis, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 hubungan yang paling dominan dan menonjol antara dimensi-dimensi kepuasan kerja dan di-mensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Hubungan-hubungan tersebut adalah: (a) dimensi variasi tugas berhubungan dominan dengan pertumbuhan pribadi, yaitu 0,50; (b) dimensi autonomy berhubungan domi-nan dengan dimensi penerimaan diri, yaitu 0,47; (c) dimensi distributive justice berhu-bungan dominan dengan dimensi otonomi, yaitu 0,47; (d) dimensi dukungan rekan sekerja berhubungan dominan dengan di-mensi hubungan positif dengan orang lain , yaitu 0,40; (e) dimensi variasi tugas (task

variety) juga berhubungan dominan dengan

dimensi environ-mental mastery, yaitu 0,46; dan (f) dimensi keadilan yang merata (distributive justice) juga berhubungan do-minan dengan dimensi tujuan hidup

(pur-pose of life), yaitu 0,48.

Tabel 3

Koefisien Korelasi Dimensi Kesejahteraan Psikologis dan Dimensi Kepuasan Kerja

Dimensi KK Dimensi Kesejahteraan Psikologis

PG SA Oto PR EM PiL 1 PDM 0.30** 0.22* 0.25* 0.12 0.30** 0.29** 2 Aut 0.49** 0.47** 0.43** 0.24* 0.44** 0.46** 3 TS 0.37** 0.32** 0.29** 0.16 0.34** 0.35** 4 UpC 0.40** 0.32** 0.32** 0.10 0.34** 0.39** 5 DJ 0.49** 0.45** 0.47** 0.26* 0.45** 0.48** 6 CG 0.41** 0.35** 0.33** 0.18 0.39** 0.38** 7 TV 0.50** 0.41** 0.42** 0.26* 0.46** 0.42** 8 PO 0.46** 0.39** 0.41** 0.22* 0.44** 0.45**

(18)

Dimensi KK Dimensi Kesejahteraan Psikologis PG SA Oto PR EM PiL 9 JS 0.34** 0.25* 0.33** 0.19 0.17 0.31** 10 Pay 0.34** 0.35** 0.40** 0.31** 0.32** 0.34** 11 FB -0.02 -0.11 -0.06 0.00 -0.07 0.04 12 SuSup 0.42** 0.37** 0.34** 0.15 0.39** 0.41** 13 COSup 0.21* 0.16 0.11 0.40** 0.25* 0.23* 14 Coh 0.22* 0.15 0.15 0.38** 0.21* 0.18 15 WO -0.07 -0.14 -0.15 0.02 -0.12 0.02 16 RConf -0.15 -0.18 -0.28** 0.03 -0.20 -0.09 17 RInad -0.16 -0.18 -0.22* -0.15 -0.15 -0.14 18 InadSoc -0.28** -0.27** -0.36** -0.29** -0.30** -0.22*

Catatan. KK = Kepuasan Kerja. PDM = Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan. Aut = Wewenang dalam Pelaksanaan Tugas. TS = Kebermaknaan Tugas. UpC = Komunikasi dengan Atasan. DJ = Keadilan yang Merata. CG = Peningkatan Karir. TV = Variasi Tugas. PO = Kesempatan Naik Pangkat. JS = Jaminan Kerja. Pay = Gaji. FB = Tunjangan/Fasilitas Tambahan. SuSup = Dukungan Atasan. COSup = Dukungan Rekan Sekerja. Coh = Kekompakkan dengan Rekan Sekerja. WO = Beban Kerja Berlebihan. Rconf = Ketidakjelasan Pembagian Peran. RInad = Kurangnya Sumber Daya yang Dibutuhkan dalam Pelaksanaan Tugas. InadSoc = Kurangnya Penerapan Norma-norma di Lingkungan Kerja. PG = Pertumbuhan Pribadi. SA = Penerimaan Diri. Oto = Otonomi. PR = Hubungan Positif dengan Orang Lain. EM = Penguasaan Lingkungan. PiL = Tujuan Hidup

** Korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed). * Korelasi signifikan pada level 0.05 (2-tailed).

Diskusi

Berdasarkan hasil analisis data utama yang didapat dari penelitian, maka hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada hu-bungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dan kesejahteraan psiko-logis. Terdapat enam hubungan yang paling dominan dan menonjol antara dimensi-dimensi kepuasan kerja dan dimensi-dimensi kese-jahteraan psikologis. Hubungan-hubungan tersebut adalah; (1) dimensi variasi tugas (task variety) memiliki hubungan dominan dengan pertumbuhan pribadi (personal

growth); (2) dimensi wewenang dalam

pe-laksanaan tugas (autonomy) memiliki hu-bungan dominan dengan dimensi peneri-maan diri (self-acceptance); (3) dimensi keadilan yang merata (distributive justice)

memiliki hubungan dominan dengan di-mensi otonomi (autonomy); (4) didi-mensi du-kungan rekan sekerja (co-worker support) memiliki hubungan dominan dengan di-mensi hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others); (5) dimensi variasi tugas (task variety) juga memiliki hubungan dominan dengan dimensi pengu-asaan lingkungan (environmental mastery); dan (6) dimensi keadilan yang merata

(dis-tributive justice) juga memiliki hubungan

dominan dengan dimensi tujuan hidup (purpose of life).

Simpulan

Dari hasil analisis data utama penelitian dapat disimpulkan adanya hubungan positif

(19)

antara kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologis. Berdasarkan hasil ini, maka diketahui bahwa, semakin baik kepuasan kerja yang dimiliki karyawan, maka sema-kin baik kesejahteraan psikologisnya.

Daftar Pustaka

Davis, K. & Newstorm, J. W. (2004).

Human behavior at work (7th ed.).

New York: McGraw-Hill.

Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Keyes L. M. (2002). Well-being in the workplace and its relationship to business outcomes: A review of the gallup studies. Retrieved 2007, August

28, from http://media.gallup.com/We ll Being InTheWorkplace.pdf

Haryanto, R., & Suyasa, P. T. Y. S. (2007). Persepsi terhadap Job Characteristic Model, Psychological Well-Being dan Performance (Studi pada Karyawan PT. X). Phronesis, 9, 67-92.

Judge, T. A., Parker, S., Colbert, A. E., Heller, D., & Ilies, R. (2001). Job satisfaction: A cross-cultural review. In N. Anderson., D. S. Ones., H. K. Sinangil., & C. Viswesvaran (Eds.),

Handbook of industrial, work & organizational psychology, 2, 25-52.

London: Sage.

Landy, F. J., & Conte, J. M. (2004). Work

in the 21st century: An introduction to industrial and organizational psy-chology. New York: McGraw-Hill.

Loewenthal, K. M. (2001). An introduction

to psychological tests and scales (2nd

ed.). East Sussex: Psychology Press. Mulinge, M., & Mueller, C. W. (1998).

Employee job satisfaction in develo-ping countries: The case of Kenya.

World Development, 26, 2181-2199.

Nathawat, S. S. (1996). Psychological

well-being and meditation. Retrieved 2007,

Agustus 28, from http://www.a2zpsy chology/psychologicalwell _being.htm Robbins, S. P. (2005). Organizational

behaviour (11th ed.). New Jersey:

Pearson Education.

Ryff C D., & Essex, M J. (1992). The interpretation of life experience and well-being: The sample case of relocation. Journal of Personality and

Social Psychology, 2, 507-516.

Ryff, C. D., & Keyes, C L. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of Personality and

Social Psychology, 69, 719-727.

Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological well-being: Meaning, measurement, and implications for psychotherapy research.

Psychothe-rapy Psychosomatics, 65, 14-23.

Ryff, C. D., & Singer, B. (2005). From social structure to biology: Integrative science in pursuit of human health and well-being. In C. R. Snyder, & Lopez (Eds.), Handbook of positive

psycho-logy (pp. 541-553). New York: Oxford

University Press.

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and

Social Psychology, 57, 1069-1081.

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions

in Psychological Science, 4, 99-104.

Spector, P. E. (1997). Job satisfaction:

Application, assessment, causes, and consequences. California: Sage.

Sugianto, I. R. (2000). Status lajang dan psychological well-being pada pria dan wanita lajang usia 30-40 tahun di Jakarta. Phronesis, 2, 67-77.

(20)

Sutrisno, H. (1995). Statistik jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Suyasa, P. T. Y. S. (2001). Perbandingan tingkat kepuasan kerja antara kelom-pok guru yang berstatus tetap dan kelompok guru yang berstatus honorer.

Phronesis, 3, 51-71.

Suyasa, P. T. Y. S. (2007). Job satisfaction

measurement: The alternative method.

Paper presented at the International Conference of Industial & Organizational Psychology, Yogya-karta, Indonesia.

Wexley, Kenneth, N., Gary, A., & Yukl. (2003). Organizational behaviour

and personnel psychology (M.

Shobaruddin, Penerj.). Jakarta: Rineka Cipta.

Widodo. (2004). Cerdik menyusun proposal

penelitian: Skripsi, tesis, dan disertasi.

Jakarta: Yayasan Kelopak.

Wright, T. A., Cropanzano, R., & Bonett, D. G. (2007). The moderating role of employee positive well being on the

relation between job satisfaction and job performance. Journal of

Occupa-tional Health Psychology, 12, 93-104.

Retrieved 2007, Agustus 28, from http://content.apa/journals/ocp/12/2/93 Wright, T. A., & Bonett, D. G. (2007). Job

satisfaction and psychological well-being as nonadditive predictors of workplace turnover. Journal of Management, 33, 141-160. Retrieved

2007, Agustus 28, from http://jom. sagepub.com/content/abstract/33/2/141 Wright, T. A., & Cropanzano, R. (2000). Psychological well-being and job satisfaction as predictors of job performance. Journal of Occupational

Health Psychology, 5, 84-94.

Retrie-ved 2007, Agustus 28, from http: //content.apa.org/journals/ocp/5/1/84 Zamralita. (2001). Hubungan antara faktor

demografis dan kepuasan kerja pada dosen tetap Universitas X di Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam piramida latihan sistem energi aerobik merupakan landasan untuk latihan sistem energi anaerobik dan kecepatan (Sukadiyanto, 2005:116), sehingga dalam permainan

Menurut prinsip kedua (the prin- ciple of beneficence ), seorang dokter harus melakukan yang terbaik bagi pasiennya. Dalam sumpah Hippokrates telah dicantum- kan

sah dan disetujui lebih dari 3/4 (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam hal kuorum kehadiran dalam

 Terselenggaranya seminar yang mendukung aktivitas pembelajaran  Penyelenggaraan pembelajaran berbasis industri. SPJJ merupakan program pendidikan yang dirancang sedemikian

Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan termasuk masyarakat yang sudah maju dalam bidang pendidikan, hal ini dibuktikan dengan

Setelah menetapkan mutu tertentu dari suatu produk, maka perlu diadakan pengawasan sejauhmana mutu tersebut dapat dipertahankan, agar tidak terjadi ketimpangan yang

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengikatkan diri dalam Kesepakatan Bersama tentang Kerja Sama Pengawasan Obat dan Makanan, dengan ketentuan

(2) Pelaksanaan Banhatkum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh anggota Polri dan/atau PNS Polri yang bertindak sebagai Penasehat Hukum /Kuasa