commit to user
i
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI DOSIS BERLEBIH DAN SUBDOSIS PADA PERESEPAN OBAT
ANTIHIPERTENSI PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD JOMBANG TAHUN 2011
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh :
RIZKY ALFIANI CHASANAH NIM. M3509056
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 24 Juli 2012
Rizky Alfiani Chasanah NIM. M3509056
commit to user
iv
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI DOSIS BERLEBIH DAN SUBDOSIS PADA PERESEPAN OBAT
ANTIHIPERTENSI PASIEN GERIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD JOMBANG TAHUN 2011
RIZKY ALFIANI CHASANAH
Program Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta
INTISARI
Masalah medik yang umum dijumpai pada usia lanjut menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems). Kategori DRPs yang sering ditemui pada pasien usia lanjut adalah masalah ketepatan dosis baik dosis berlebih maupun subdosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan deskriptif. Penelusuran dan pengumpulan data rekam medik dilakukan secara retrospektif, sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disimpulkan dengan persentase meliputi dosis tinggi, dosis rendah, frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Ketidaktepatan dosis adalah pemberian dosis dan frekuensi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 kasus ketidaktepatan dosis terjadi pada 2 pasien dari 50 pasien. Ketidaktepatan dosis kategori dosis berlebih sebanyak 0 kasus (0%). Ketidaktepatan dosis kategori subdosis sebanyak 2 kasus (1,77%) meliputi dosis rendah sebanyak 1 kasus (0,885%) dan frekuensi rendah sebanyak 1 kasus (0,885%) dari 113 pengobatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS IN EXCESSIVE DOSE AND SUB DOSE CATEGORY ON PRESCRIBING OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS IN GERIATRIC PATIENTS IN JOMBANG HOSPITAL OUTPATIENTS INSTALLATION IN 2011
RIZKY ALFIANI CHASANAH
Pharmacy Department, Mathematic and Science Faculty Sebelas Maret University
Surakarta
Abstract
General medical problems that are commonly found in the elderly cause this group are susceptive to the emergence of drug related problems. Categories of DRPs that are often found in elderly patients is a matter of doses accuracy, either excessive dose or sub dose. This study aims to identify the presence of DRPs in excessive dose and sub dose category on prescribing of antihypertensive drugs in geriatric patients in Jombang Hospital Outpatient Installation in 2011.
It was a non-experimental study with a descriptive approach. The medical record was tracked and collected retrospectively with samples that taken by purposive sampling. Data analysis was performed descriptively and concluded with the percentage, involve high dose, low dose, high frequency and low frequency. Inaccuracy dose is giving dose and frequency of administration that was higher or lower compared with the Drugs for the Geriatric Patient standard in 2007.
The results showed that there were 2 cases of inaccuracy dose occurred in 2 patients of 50 patients. The inaccuracy dose of excessive dose category was 0 case (0%). The inaccuracy dose of sub dose category were 2 cases (1,77%) consist of 1 case (0,885%) of low dose and 1 case (0,885%) of low frequency in 113 treatments.
commit to user
vi
MOTTO
Kebahagiaan itu diraih, bukan diperoleh.
“If you want to be happy, be.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini, kupersembahkan untuk.. Ayah dan ibukku tersayang atas segala-galanya.. Yang selalu tidak pernah tidak untuk mengiyakan pintaku.. Terimalah yah, buk, ini hanya sepersekian bakti nanda yang berhingga, di bawah kasih sayang ayah dan ibuk yang tak berujung hingga..
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Penuh ucapan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori Dosis Berlebih dan Subdosis pada
Peresepan Obat Antihipertensi Pasien Geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang Tahun 2011”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ahli Madya D3 Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik pasien hipertensi geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan serta penghormatan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Direktur RSUD Jombang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Jombang. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dosen Pembimbing Akademik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
3. Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt., selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
4. Jajaran Bagian Diklat, Poli Jantung, Rekam Medis dan Instalasi Farmasi RSUD Jombang yang turut membantu dalam penelitian, pengumpulan data dan informasi pasien.
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Ayah, ibuk dan adekku tersayang, kalian segalanya.
7. Sahabat-sahabatku yang selalu ada disehat dan sakitku, disuka dan dukaku, disantai dan sibukku.
8. Teman-teman angkatan 2009.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih dan semoga Allah Subhanahuwata’ala senantiasa membalas dengan yang terbaik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kefarmasiaan.
Surakarta, 24 Juli 2012 Rizky Alfiani C
commit to user x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PERNYATAAN ... INTISARI ... ABSTRACT ... HALAMAN MOTTO ... HALAMAN PERSEMBAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... DAFTAR SINGKATAN ... BAB I. PENDAHULUAN ...
A. Latar Belakang Masalah …... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... BAB II. LANDASAN TEORI ...
A. Tinjauan Pustaka ...
1. Drug Related Problems (DRPs) ...
a. Definisi DRPs ... i ii iii iv v vi vii viii x xiii xiv xv xvi 1 1 3 4 4 5 5 5 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user xi b. Kategori DRPs ... c. Dosis ... 2. Hipertensi ...
a. Klasifikasi Tekanan Darah ... b. Patofisiologi Hipertensi ... c. Gejala Hipertensi ... d. Diagnosis Hipertensi ... e. Faktor Risiko Hipertensi ... f. Penatalaksanaan Hipertensi ... 3. Geriatrik ... B. Kerangka Pemikiran ... C. Keterangan Empiris ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...
A. Jenis Penelitian ... B. Instrumen Penelitian ...
1. Alat yang digunakan ... 2. Bahan yang digunakan ... C. Populasi dan Sampel Penelitian ... D. Waktu dan Tempat Penelitian ... E. Definisi Operasional Penelitian ... F. Rancangan Penelitian ... G. Diagram Alir Penelitian ... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
5 7 8 8 9 9 10 10 15 27 29 29 31 31 31 31 31 31 32 32 33 35 36
commit to user
xii
A. Karakteristik Pasien ... 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia ... 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... B. Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi…………... C. Identifikasi Drug Related Problems ...
1. Dosis Tinggi ... 2. Dosis Rendah ... 3. Frekuensi Tinggi ... 4. Frekuensi Rendah ... D. Keterbatasan Penelitian ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...
A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 36 36 37 39 40 40 41 42 42 43 44 44 44 45 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kategori dan Penyebab Drug Related Problems (DRPs) ... Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa ... Tabel III. Golongan dan Nama Obat Antihipertensi Beserta Dosis
Standarnya Untuk Pasien Geriatrik ... Tabel IV. Distribusi Usia ... Tabel V. Distribusi Jenis Kelamin ... Tabel VI. Persentase Obat Antihipertensi yang Digunakan ... Tabel VII. Kasus Dosis Rendah ... Tabel VIII. Kasus Frekuensi Rendah ...
6 9 25 36 37 39 41 42 1 1 3 4 4
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Algoritme Terapi Hipertensi ... Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... Gambar 3. Diagram Alir Penelitian ...
18 29 35 1 1 3 4 4 5 5 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pasien ... Lampiran 2. Data Obat-Obat yang Digunakan Oleh Pasien ...
49 54 1 1 3 4 4 5 5 5
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
AINS : Anti Inflamasi Non Steroid
ARB : Angiotensin II Receptor Blocker
BB : Beta Blocker
Ca++ : ion Kalsium
CCB : Calsium Channel Blocker
Cl- : ion Klorida
DRPs : Drug Related Problems
g : gram
HDL : High Density Lipoprotein
HST : Hipertensi Sistolik Terisolasi
JNC VII : The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
K+ : ion Kalium
Kg : Kilogram
Kg/m2 : kilogram per meter persegi
m : meter
mg : miligram
mg/dL : miligram per desiliter
mmHg : milimeter air raksa
Na+ : ion Natrium
NaCl : Natrium Klorida
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
WHO : World Health Organization
α-1 : Alpha 1
α-2 : Alpha 2
β-1 : Beta 1
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Semakin meningkatnya harapan hidup, semakin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50% (Kuswardhani, 2006).
Tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai umur 50-60 tahun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya kekakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Rigaud dan Forette, 2001).
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, yang diperkirakan memiliki peran lebih besar pada orang lanjut usia dibandingkan pada orang yang lebih muda. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia (Kaplan, 1999).
Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi, fisiologi, psikologi, juga sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait
commit to user
lanjut usia akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam penatalaksanaan obat (Prest, 2003).
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, sehingga harus dipertimbangkan dalam memberikan obat. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan (Kuswardhani, 2006).
Dengan masalah medik yang kompleks yang umum dijumpai pada pasien usia lanjut menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (drug related problems) (Pramantara, 2007).
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan
dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan.
Kategori dosis menempati urutan kedua dari kategori DRPs berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Minnesota Pharmaceutical Care Project selama 3 tahun terhadap 9399 pasien. Penggunaan obat dosis lebih maupun dosis kurang merupakan indikasi DRPs yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau tidak tercapainya hasil terapi yang diinginkan (Cipolle et al., 1998). Penelitian Widianingrum (2009) menunjukkan adanya ketidaktepatan dosis yang terjadi pada 21 pasien dari 38 pasien dengan total kasus DRPs sebanyak 27 kasus. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus meliputi besaran tinggi sebanyak 13 kasus dan frekuensi tinggi sebanyak 1 kasus. Sementara dosis rendah sebanyak 13 kasus meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus dan frekuensi rendah sebanyak 3 kasus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ketepatan dalam penanganan penyakit hipertensi pada pasien geriatrik harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Penanganan terhadap penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologi maupun terapi nonfarmakologi. Dalam terapi farmakologi, tentunya sangat diperlukan ketepatan obat dan dosisnya, dengan memperhatikan kondisi pasien sehingga dapat dicapai keberhasilan terapi.
Uraian di atas melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang identifikasi ada tidaknya Drug Related Problems kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011?
2. Berapakah angka kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011 dibandingkan dengan dosis obat antihipertensi untuk geriatrik menurut standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007?
commit to user C. Tujuan
1. Mengetahui ada tidaknya kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
2. Mengetahui besarnya angka kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011 dibandingkan dengan dosis obat antihipertensi untuk geriatrik menurut standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kejadian DRPs dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik dengan mengacu standar Drugs for
the Geriatric Patient tahun 2007.
2. Manfaat bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan untuk evaluasi kejadian DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik maupun untuk evaluasi pelayanan baik oleh dokter dan farmasis dalam upaya meningkatkan pelayanan medis dan kefarmasian bagi pasien hipertensi geriatrik pada khususnya dan seluruh pasien pada umumnya.
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Drug Related Problems (DRPs)
a. Definisi DRPs
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Cipolle
et al., 1998). Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang
farmasis memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal: 1) Mengidentifikasi DRPs yang terjadi.
2) Mengatasi DRPs yang terjadi.
3) Mencegah terjadinya DRPs yang mungkin terjadi (Rovers et al., 2003 ). b. Kategori DRPs
Drug Related Problems (DRPs) apabila tidak diatasi atau diperhatikan
akan sangat mempengaruhi hasil terapi. DRPs dapat dikategorikan menjadi indikasi belum diterapi, pemilihan obat yang tidak tepat (obat salah), terapi tanpa indikasi, dosis berlebih, subdosis, reaksi obat merugikan, dan kegagalan dalam menerima obat (Priyanto, 2008). Kategori serta penyebab timbulnya DRPs dapat dilihat dalam Tabel I.
commit to user
Tabel I. Kategori dan Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle et al., 1998)
Kategori DRPs Penyebab DRPs
Indikasi belum
diterapi 1. Pasien memerlukan terapi obat baru 2. Pasien dengan penyakit kronis yang memerlukan terapi obat lanjutan
3. Pasien yang memerlukan farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek yang potensial
4. Pasien berisiko mengalami kejadian yang tidak diharapkan akibat terapi obat yang tidak dicegah dengan terapi profilaksis
Terapi tanpa
indikasi
1. Terapi non obat lebih sesuai bagi pasien, misalnya perubahan pola hidup
2. Pasien menerima obat tanpa ada indikasi yang jelas 3. Pasien diberikan obat kombinasi, padahal hanya satu
obat yang diperlukan
4. Pasien dengan masalah pengobatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol dan rokok
5. Pasien menerima obat untuk mengatasi efek samping akibat obat yang sebenarnya dapat dicegah
Obat salah 1. Pasien yang berisiko kontraindikasi dengan
penggunaan obat tersebut
2. Pasien alergi dengan pengobatan
3. Pasien menerima obat tetapi tidak aman
4. Obat yang diberikan kepada pasien bukan merupakan obat yang paling efektif untuk penyakitnya
5. Pasien menerima obat efektif tetapi harganya mahal 6. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap obat yang
diberikan
Subdosis 1. Kadar obat dalam darah berada di bawah kisaran terapi
yang diharapkan
2. Dosis terlalu rendah untuk menimbulkan respon 3. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien 4. Durasi terapi terlalu pendek
5. Frekuensi pemberian obat terlalu panjang atau jarak pemberian obat terlalu lama
Dosis berlebih 1. Dosis terlalu tinggi untuk pasien
2. Dosis obat meningkat terlalu cepat
3. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas kisaran terapi obat yang diharapkan
4. Frekuensi pemberian obat terlalu dekat atau obat diberikan terlalu cepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Reaksi obat
merugikan
1. Pasien dengan faktor risiko efek samping yang berbahaya bila obat digunakan
2. Pasien mengalami alergi terhadap obat
3. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
Tabel I. Lanjutan…
4. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien
5. Efek dari obat diubah enzim inhibitor atau induktor dari obat lain
6. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain
Kegagalan dalam
menerima obat 1. Pasien tidak menerima obat yang sesuai karena medication error (peresepan, peracikan, atau pemberian
obat)
2. Pasien tidak menggunakan obat karena kurangnya pengetahuan secara langsung
3. Pasien tidak patuh dengan aturan pengobatan yang digunakan
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat
6. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal
c. Dosis
1) Dosis kurang
Dosis kurang adalah dosis yang terlalu kecil yaitu kurang dari 20% dari yang seharusnya diberikan pada pasien, atau frekuensi pemberiannya kurang dari frekuensi pemberian berdasarkan dosis standar. Kejadian DRPs akibat dosis merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menambah biaya terapi bagi pasien. Sebaik apapun diagnosis dan penilaian yang dilakukan, hal itu tidak akan ada artinya apabila pasien tidak menerima dosis yang tepat
commit to user
sesuai dengan kebutuhannya. Pengobatan dapat dikatakan sebagai dosis kurang apabila suatu regimen obat dianggap sesuai dengan indikasinya dan pasien tidak mengalami efek samping akibat obat, namun pasien tidak memperoleh manfaat terapi seperti yang diharapkan (Cipolle et al., 1998). 2) Dosis lebih
Dosis berlebih dalam penelitian ini adalah obat yang diterima pasien melebihi dosis pemakaian normal. Batasan dosis yang dianggap dosis berlebih adalah dosis yang diberikan 20% lebih tinggi dari dosis standar. Apabila seorang pasien telah mengalami efek abnormal potensial atau non aktual dari pengobatan seharusnya dosis obat atau interval pengobatan diturunkan (Cipolle et al.,1998).
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat (Mosterd et al., 2006). Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (Kaplan, 1998).
a. Klasifikasi Tekanan Darah
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
mengklasifikasikan tekanan darah untuk pasien dewasa (umur >18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyakit. Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa menurut JNC 7 dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa (Chobanian et al., 2004).
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg) Normal <120 dan <80 Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 atau ≥100
b. Patofisiologi Hipertensi
Pada sebagian besar pasien, lebih dari 90% kasus, hipertensi yang terjadi merupakan hipertensi esensial atau primer yang penyebabnya tidak diketahui. Faktor genetik dan lingkungan berperan penting dalam terjadinya hipertensi esensial (Dipiro et al., 2008). Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress, emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2007).
Hipertensi yang diketahui penyebab terjadinya adalah hipertensi sekunder. Terdapat 5-10% penyebab hipertensi yang kasusnya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, dan kehamilan (Priyanto, 2008).
c. Gejala Hipertensi
Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali
commit to user
dengan pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal dan pembuluh darah (Tjay dan Raharja, 2007).
d. Diagnosis Hipertensi
Hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran tekanan darah, tetapi dapat ditegakkan setelah 2 kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terjadi peningkatan tekanan darah yang tinggi atau gejala-gejala klinis pendukung pada pemeriksaan yang pertama kali (Priyanto, 2008). Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok (Kuswardhani, 2006).
e. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas: 1) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % di atas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003). Sebenarnya wajar bila tekanan darah meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Staessen et
al., 2003).
b) Jenis Kelamin
Pria dan wanita menopause mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi (Mansjoer, 2001). Namun pada wanita
menopause kemungkinan lebih banyak yang menderita hipertensi
dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita (Bustan, 1997). Hormon estrogen dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty dan Amiruddin, 2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah menjadi lancer dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan, 2004). c) Riwayat Keluarga
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi (Soenarta, 2007). Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita
commit to user
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer apabila dibiarkan secara alamiah tanpa terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Qiu et al., 2003).
2) Faktor yang dapat diubah/dikontrol a) Kebiasaan Merokok
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan (Suyono, 2001). Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Price dan Wilson, 1995). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok, masuk ke dalam aliran darah dan dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri sehingga mengakibatkan proses atherosclerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2003).
b) Konsumsi Garam
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 % (Gunawan, 2005). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Kaplan, 1998).
c) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi (Sheps, 2005). Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Hull, 1996).
d) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Penggunaan minyak jelantah dapat meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit hipertensi (Khomsan, 2003).
e) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas
commit to user
atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Mekanisme alkohol dapat meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain (Stranges et al., 2004).
f) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dengan berat badan mencapai indeks massa tubuh >25 merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Indeks massa tubuh didapat dari berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) (Suyono, 2001). Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air (Sheps, 2005).
g) Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko kelebihan berat badan sehingga meningkatkan risiko menderita hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama
30-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. (Sheps, 2005).
h) Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Gunawan, 2005). Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali (Nurkhalida, 2003). Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap (Suyono, 2001).
Hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan di atas, belum dapat diketahui dengan pasti faktor yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi. Oleh karena itu, menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi (Sugiharto, 2007).
f. Penatalaksanaan Hipertensi
Hipertensi sebenarnya tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu dikontrol dan dikendalikan, karena hipertensi merupakan keadaan ketika pengaturan tekanan darah kurang berfungsi sebagaimana mestinya yang disebabkan oleh banyak faktor. Mengobati hipertensi memang harus dimulai dengan modifikasi gaya hidup yang sehat dan apabila hal ini tidak berhasil
commit to user
maka mulai diberikan obat. Modifikasi gaya hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan kinerja obat-obat antihipertensi dan mengurangi risiko terserang penyakit kardiovaskuler (Chobanian et al., 2004). Strategi terapi hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
1) Terapi Nonfarmakologi
Perubahan gaya hidup adalah kunci utama dalam pengendalian penyakit hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan dengan cara:
a) Menurunkan berat badan. Berat badan berlebihan menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, tekanan darah dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg setiap kilogram penurunan berat badan. Indeks massa tubuh yang dianjurkan antara 18,5-24,9 kg/m2.
b) Mengurangi garam dalam diet. Ion natrium mengakibatkan retensi
air, sehingga volume darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Secara statistik, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang yang mengkonsumsi sedikit garam.
c) Membatasi konsumsi kolesterol. Hal ini dapat mencegah terjadinya
atherosclerosis dengan mengurangi atau menghindari asupan lemak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d) Berhenti merokok. Tembakau mengandung nikotin yang
memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil sehingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat.
e) Membatasi minum kopi sampai maksimum 3 cangkir sehari.
Kofein dalam kopi berkhasiat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat meningkatkan tekanan darah.
f) Membatasi minum alkohol sampai 2-3 konsumsi (bir, anggur)
sehari. Minum lebih dari 40 g sehari untuk jangka waktu panjang dapat meningkatkan tensi diastolis sampai 0,5 mmHg per 10 g alkohol.
g) Cukup istirahat dan tidur adalah penting, karena selama periode itu
tekanan darah menurun.
h) Olahraga. Walaupun tekanan darah meningkat pada waktu
mengeluarkan tenaga akut, namun olah raga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi, karena saraf parasimpatik (yang berperan dalam vasodilatasi) akan menjadi relatif lebih aktif daripada sistem simpatik (Tjay dan Raharja, 2007).
2) Terapi Farmakologi
Selain terapi nonfarmakologi, dalam penatalaksanaan hipertensi juga digunakan obat-obat antihipertensi. Algoritme penatalaksanaan hipertensi untuk pasien dewasa menurut JNC 7 tahun 2004 ditunjukkan pada Gambar 1.
commit to user
Gambar 1. Algoritme Terapi Hipertensi (Chobanian et al., 2004)
Tekanan darah di atas target (≥ 140/90 mmHg)
Mulai dengan obat antihipertensi
Indikasi khusus Hipertensi tanpa komplikasi
1. Gagal jantung
Terapi diuretik, BB, ACEI, ARB, atau antagonis aldosteron
2. Infark Miokard
Terapi ACEI, BB atau antagonis aldosteron 3. Risiko tinggi penyakit
koroner
Terapi diuretik, BB, ACEI atau CCB
4. Diabetes mellitus
Terapi diuretik, BB, ACEI, ARB, atau CCB
5. Penyakit ginjal kronik Terapi ACEI atau ARB 6. Stroke
Terapi diuretik atau ACEI Hipertensi Stage 2
(TDS ≥160 atau TDD ≥100 mmHg)
Terapi kombinasi dua obat (Biasanya diuretik Thiazid dengan ACEI atau ARB atau
BB atau CCB) Hipertensi Stage 1
(TDS 140-159 atau TDD 90-99 mmHg)
Terapi diuretik thiazid Dipertimbangkan juga ACEI, ARB, BB, CCB, atau
kombinasi
Tekanan darah di atas target
Optimasi dosis atau penambahan antihipertensi lain yang berbeda golongan, konsultasi dengan spesialis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Obat-obat Antihipertensi
Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan darah tinggi dan tidak penyebabnya, maka obat harus diminum dalam jangka waktu yang lama, setelah beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan. Terapi hipertensi harus dimulai dengan dosis rendah agar penurunan tekanan darah tidak terlalu drastis atau mendadak dan setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang diinginkan. Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur pula (Tjay dan Raharja, 2007). Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta (β- blocker), penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dan Calcium
Channel Blocker (CCB) (Nafrialdi, 2007).
a) Diuretik
Diuretik meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah menurun, dan diperkirakan berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar natrium membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin, sehingga daya tahannya berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak meningkat dengan memperbesar dosis (Tjay dan Raharja, 2007). Diuretik merupakan obat pertama yang diberikan dan efektif dalam waktu 3-4 hari (Karyadi, 2002).
commit to user
Antihipertensi diuretik dibagi menjadi beberapa golongan yaitu: (1) Golongan Tiazid
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama NaCl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl
-meningkat. Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon) (Nafrialdi, 2007).
Efek samping tiazid dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang mendapat
digitalis. Tiazid juga dapat menyebabkan hiponatremia,
hipomagnesemia, serta hiperkalsemia. Selain itu, tiazid dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pada pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Untuk menghindari efek ini, tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan dilakukan pengaturan diet (Nafrialdi, 2007).
(2) Diuretik Kuat (loop diuretics)
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal
dengan menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat
resorbsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid, oleh karena itu diuretik kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi kecuali pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5 mg/dL) atau gagal jantung (Nafrialdi, 2007).
Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretik kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium darah. Golongan diuretik kuat antara lain furosemid, torsemid, bumetanid dan asam etakrinat (Nafrialdi, 2007). (3) Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien gagal ginjal, atau bila dikombinasikan dengan penghambat ACE, ARB, β-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Golongan diuretik hemat kalium misalnya amilorid dan triamteren (Nafrialdi, 2007).
(4) Antagonis Aldosteron
Spironolakton dan eplerenon merupakan obat golongan antagonis aldosteron. Obat ini sangat berguna pada pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia dan dengan intoleransi glukosa. Spironolakton tidak
mempengaruhi kadar Ca++ dan gula darah. Efek samping
spironolakton antara lain ginekomastia, gangguan menstruasi, dan penurunan libido pada pria (Nafrialdi, 2007).
commit to user
b) Penyekat Reseptor Beta (β-blocker)
Contoh obat golongan β-blocker adalah atenolol, bisoprolol, propranolol, betaxolol, nadolol, dan timolol (Chobanian et al., 2004). Menurut Nafrialdi (2007) berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat penggunaan β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain:
(1) Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung.
(2) Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomerular ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II.
(3) Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
c) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat pembentukan Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah) (Nafrialdi, 2007). Golongan obat ini antara lain captopril, enalapril, lisinopril, fosinopril. Sering digunakan pula untuk pengobatan terapi awal hipertensi ringan sampai sedang terutama bila diuretik dan
β-blocker tidak dapat digunakan karena adanya kontraindikasi. Efek
samping yang bisa timbul antara lain batuk, mual, muntah, diare, hipotensi terutama pada penderita yang mendapat diuretik, hiperkalemia terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, serta kelainan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kulit seperti angioedema, urtikaria (bengkak-bengkak seperti biduran) (Karyadi, 2002).
d) Angiotensin Reseptor Blocker II (ARB)
Golongan obat ini cara kerjanya menyerupai ACE-inhibitors tapi lebih langsung menghambat reseptor Angiotensin II, efektivitas dan toleransinya mirip dengan ACEI, namun golongan ini tidak menimbulkan efek samping antara lain batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan ACEI. Termasuk ARB yang spesifik adalah losartan, kandesartan dan valsartan (Karyadi, 2002).
e) Calcium Channel Blockers (CCB)
Kalsium antagonis juga dikenal dengan Calcium Channel Blockers (CCB) yang termasuk sebagai obat baru. Mekanisme kerjanya adalah mencegah atau menghambat kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan kontraksi, jika pemasukan kalsium ke dalam sel-sel otot dihambat, maka otot tersebut tidak dapat melakukan kontraksi sehingga pembuluh darah akan melebar dan akibatnya tekanan darah akan menurun (Siaw, 1994).
Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan golongan obat ini antara lain gangguan lambung-usus, hipotensi (penurunan tekanan darah) akibat vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) umum. Pada keadaan hipotensi hebat pemberian obat golongan ini tidak dianjurkan, karena mempunyai resiko terjadinya serangan angina dan infark jantung. Golongan obat CCB yang bekerja lama, sering digunakan untuk
commit to user
pengobatan awal hipertensi (Karyadi, 2002). Obat-obat yang termasuk golongan CCB adalah nifedipin, amlodipin, isradipin, verapamil, felodipin, diltiazem, nicardipin, dan nisoldipin (Chobanian et al., 2004). f) Antihipertensi Golongan Lain
Termasuk dalam golongan ini adalah antihipertensi dari golongan penyekat α-1, agonis sentral α-2, antagonis adrenergik, dan vasodilator. Reseptor α dan β berperan dalam pengaturan umpan balik pelepasan norepineprin. Stimulasi reseptor α-2 dapat menyebabkan penghambatan pelepasan norepineprin dengan begitu tekanan darah tidak naik. Agonis reseptor α-2 antara lain metildopa dan klonidin (Chobanian et al., 2004).
Reseptor α-1 pada arteri dan vena apabila distimulasi akan terjadi vasokonstriksi yang dapat menyebabkan tekanan darah menjadi naik. Prazosin, terazosin, doksazosin, dan bunazosin merupakan penghambat reseptor α-1 yang memberikan efek vasodilatasi sehingga tekanan darah turun (Chobanian et al., 2004).
Antagonis adrenergik misalnya adalah reserpin, bekerja menghambat efek sistem parasimpatis yang merespon stress dengan menaikkan tekanan darah. Obat ini memblokir reseptor-reseptor sehingga terjadi vasodilatasi.
Obat vasodilator bekerja secara langsung merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga tekanan vaskuler sistemik turun dan tekanan darah turun. Obat ini antara lain nitrogliserin, hidralazin, minoksidil, diazoksida, natrium nitroprusid (Karyadi, 2002). Golongan dan nama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
obat antihipertensi beserta dosis standar untuk pasien geriatri dapat dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Golongan dan Nama Obat Antihipertensi Beserta Dosis Standarnya Untuk Pasien Geriatrik (Shorr et al., 2007)
N o.
Golongan Nama Obat Dosis Standar
1. Diuretik Klortalidon dosis awal 25 mg/hari
Hidroklortiazid awal 12,5-25 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan sampai 50-100/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi
Indapamid awal 1,25 mg, dapat ditingatkan hingga 2,5
mg/hari setelah 4 minggu atau 5 mg/hari setelah tambahan 4 minggu
Metolazone aksi lambat: 2,5-5 mg/hari. aksi cepat: awal
0,5 mg/hari, dapat ditingkatkan hingga 1 mg/hari
Bumetanide awal 0,5 mg/hari, jarak 1-4 mg/hari,
maksimum 5 mg/hari, dosis besar dapat diberikan 2-3 dosis/hari
Furosemide awal 20-80 mg/hari, dapat ditingkatkan
sampai 20-40 mg setiap 6-8 jam
Torsemide awal 2,5-5 mg/hari, dapat ditingkatkan
hingga 10mg/hari jika tidak ada respon selama 4-6 minggu, jika tidak ada respon, maka diberikan tambahkan antihipertensi
Triamteren 25-100 mg/hari sebagai dosis tunggal atau
dalam 2 dosis terbagi, maksimum 300 mg/hari
Spironolakton 25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis/hari 2. ACE
Inhibitor
Captopril awal 12,5-25 mg 2-3 kali/hari, dosis
pemeliharaan 25-50 mg 2-3 kali/hari
Lisinopril awal 2,5-5 mg/hari, maksimum: 40 mg/hari
Ramipril awal 2,5 mg/hari, dosis pemeliharaan 2,5-20
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi menjadi 2 dosis
Enalapril awal 2,5-5 mg/hari, dapat dinaikkan dengan
interval 1-2 minggu, jarak 10-40 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi
Quinapril awal 10-20 mg/hari, penyesuaian dosis
setidaknya pada interval 2 minggu atau lebih. Pemeliharaan 20-80 mg/hari sebagai dosis tunggal atau 2 dosis terbagi. Maksimum 80 mg/hari
commit to user Tabel III. Lanjutan…
3. Penyekat
Reseptor Angiotensin
Kandesartan awal 16 mg sekali sehari. Dapat diberikan
sekali atau 2 kali sehari dengan total dosis harian 8-32 mg
Losartan awal 50 mg sekali sehari. Maksimum
dapat diberikan sekali atau 2 kali sehari, dengan total dosis harian 25-100 mg
Valsartan awal 80-160 mg/hari, maksimum 320
mg/hari
4. Penyekat
Beta
Bisoprolol awal 2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan
sampai 2,5-5 mg/hari, maksimum: 20 mg/hari
Atenolol dosis awal 25 mg sehari
Metoprolol awal 100 mg/hari sebagai dosis tunggal
atau dosis terbagi. Dinaikkan setiap minggu atau lebih. Pemeliharaan 100-450 mg/hari
Propranolol awal 40 mg 2 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan setiap 3-7 hari. Jarak hingga 320 mg/hari dalam dosis terbagi. Maksimum 640 mg/hari
Nadolol awal 20 mg/hari, dapat ditingkatkan
secara bertahap. Jarak 20-240 mg/hari
Timolol awal 10 mg 2 kali sehari, tunggal atau
kombinasi dengan antihipertensi lain. Secara bertahap ditingkatkan dengan interval tidak kurang dari 1 minggu. Pemeliharaan 20-60 mg/hari dalam 2 dosis terbagi
5. Antagonis
Kalsium Nifedipin awal 30-60 mg/hari, dosis pemeliharaan hingga 120 mg/hari
Amlodipin awal 5 mg/hari dalam dosis tunggal,
maksimum 10 mg/hari
Felodipin awal 2,5 mg/hari, pemeliharaan 2,5-10
mg/hari, jarak 2,5-20 mg/hari
Diltiazem sustained release, awal: 60-120 mg
2xsehari, dapat ditingkatkan pada interval 14 hari, pemeliharan 240-360 mg/hari
Verapamil sustained release: 120-240 mg/hari, jarak
120-360 mg/hari sebagai dosis tunggal mg/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi. Maksimum 80 mg/hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau 2 dosis terbagi
6. Golongan
Lain
Prazosin awal 1 mg 2-3 kali sehari. Pemeliharaan
3-15 mg/hari dalam dosis terbagi. Maksimum 20 mg/hari
Terazosin awal 1 mg pada waktu tidur. Jarak 1-5
mg/hari sebagai dosis tunggal atau 2 dosis terbagi. Maksimum 20 mg
Doksazosin awal 1 mg sekali sehari. Dapat
ditingkatkan hingga maksimum 16 mg/hari
Tabel III. Lanjutan…
Klonidin awal 0,1 mg pada waktu tidur. Dapat
ditingkatkan secara bertahap
Metildopa awal 250 mg 2-3 kali sehari. Jarak 250-100
mg/hari dalam 2 dosis terbagi
Reserpin dosis awal 0,5 mg perhari selama 1-2
minggu. Pemeliharaan dikurangi 0,1-0,25 mg/hari
Hidralazin awal 10 mg 2-3 kali sehari. Dapat
ditingkatkan 10-25 mg dalam 2-3 hari
Minoksidil awal 2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan secara
bertahap. Pemeliharaan 10-40 mg/hari. maksimum: 100 mg/hari
3. Geriatrik
Menurut WHO, pembagian terhadap populasi usia tua meliputi tiga tingkatan, yaitu lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun, tua (old) 75-90 tahun dan sangat tua (very old) dengan kisaran umur lebih dari 90 tahun (Setianto, 2005). Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi, fisiologi, psikologi juga sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait lanjut usia akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam penatalaksanaan obat (Prest, 2003).
commit to user
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dan diperkirakan berperan lebih besar pada orang lanjut usia dibandingkan pada orang yang lebih muda. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia (Kaplan, 1999).
Pada usia lanjut terdapat berbagai keadaan yang sering menjadi masalah dalam penentuan tekanan darah. Penentuan tekanan darah pada usia lanjut hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa usia lanjut menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan sphygmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda dalam beberapa minggu (Kuswardhani, 2006).
Sasaran tekanan darah untuk hipertensi lanjut usia yaitu tekanan darah sistolik ≤ 140 mmHg dan diastolik ≤ 90 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia prinsipnya tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya, yaitu terdiri dari modifikasi pola hidup dan bila diperlukan dilanjutkan dengan pemberian obat-obat antihipertensi. Obat yang umum digunakan pada hipertensi lanjut usia adalah diuretik dan antagonis kalsium, dengan prinsip dosis awal yang kecil dan ditingkatkan secara perlahan. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretik tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler (Kuswardhani, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang mendasari dilakukannya penelitian digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pasien geriatrik (≥60 tahun), terjadi penurunan kemampuan
dan fungsi tubuh sehingga memerlukan penyesuaian dosis obat
yang diberikan Hipertensi sering terjadi pada pasien
geriatrik
Permasalahan berkaitan dengan pengobatan (DRPs) kategori dosis
berlebih dan subdosis pada peresepan obat
antihipertensi
Penelitian mengenai DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat
commit to user C. Keterangan Empiris
Data penelitian Widianingrum (2009) menunjukkan adanya ketidaktepatan dosis yang terjadi pada 21 pasien dari 38 pasien dengan total kasus sebanyak 27 kasus. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus dan dosis rendah sebanyak 13 kasus. Peresepan obat antihipertensi pasien geriatrik idealnya menggunakan standar dosis khusus bagi pasien geriatrik. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan terkait dengan dosis seperti dosis berlebih dan subdosis. Penggunaan obat dosis lebih maupun dosis kurang merupakan indikasi DRPs yang dapat menyebabkan kegagalan terapi atau tidak tercapainya hasil terapi yang diinginkan.
commit to user
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai kemungkinan adanya Drug
Related Problems (DRPs) kategori dosis berlebih dan subdosis pada peresepan
obat antihipertensi pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
B. Instrumen Penelitian 1. Alat yang digunakan
Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpul data untuk rekam medik, standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007, jurnal-jurnal, dan buku-buku yang terkait penelitian.
2. Bahan yang digunakan
Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien geriatrik yang mendapatkan terapi obat antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan karakteristik tertentu sesuai dengan kriteria inklusi di bawah ini:
commit to user
2. Rekam medik hanya mencantumkan peresepan obat antihipertensi. 3. Rekam medik tidak mengalami pengulangan pengambilan.
4. Merupakan rekam medik pada tahun 2011.
5. Rekam medik mencantumkan usia, jenis kelamin, nama obat antihipertensi, dosis, frekuensi pemberian, dan jumlah obat.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 di Instalasi Rekam Medik Rawat Jalan RSUD Jombang.
E. Definisi Operasional Penelitian
Pembatasan ruang lingkup penelitian akan dijelaskan dalam definisi operasional yang meliputi:
1. DRPs yang diidentifikasi mencakup dosis berlebih dan subdosis.
2. Batasan dosis yang dianggap dosis berlebih adalah dosis yang diberikan 20% lebih tinggi dari dosis standar atau apabila frekuensi pemberiannya lebih banyak dari dosis standar.
3. Batasan dosis yang dianggap subdosis adalah dosis yang diberikan 20% lebih rendah dari dosis standar atau apabila frekuensi pemberiannya kurang dari dosis standar.
4. Pasien geriatrik adalah pasien dengan usia lebih dari sama dengan 60 tahun yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
5. Rekam medik yang diidentifikasi adalah rekam medik pasien geriatrik yang mendapatkan terapi antihipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Obat yang diidentifikasi adalah obat antihipertensi yang ditulis dokter pada peresepan obat untuk pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang tahun 2011.
7. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah RSUD Jombang.
F. Rancangan Penelitian
Tahap-tahap penelitian meliputi: 1. Perizinan
Surat izin penelitian diajukan kepada program studi untuk memperoleh tanda tangan dari Ketua Program Studi D3 Farmasi UNS, kemudian surat dikirim kepada Direktur RSUD Jombang untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data.
2. Penelusuran Data
Penelusuran data dilakukan secara retrospektif dimulai dari observasi rekam medik pasien geriatrik pada tahun 2011 di Instalasi Rekam Medik Rawat Jalan RSUD Jombang. Berdasarkan penelusuran, diperoleh data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pencatatan dan pengelompokan maka dapat diketahui jumlah pasien geriatrik yang mendapatkan terapi obat antihipertensi.
3. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diidentifikasi dan dianalisis meliputi karakteristik pasien dan DRPs kategori ketidaktepatan dosis.
a. Karakteristik pasien meliputi umur dan jenis kelamin. b. Gambaran penggunaan obat antihipertensi.
commit to user
c. Identifikasi DRPs kategori ketidaktepatan dosis meliputi dosis dan frekuensi.
Pencatatan data dilakukan dalam lembar laporan data meliputi nomor registrasi, umur, jenis kelamin, dan terapi obat (nama obat, dosis, jumlah, dan frekuensi pemberian). Hasil pencatatan data kemudian diolah dengan Microsoft
Office Excel tahun 2007 dalam bentuk tabel agar dapat diketahui jumlah pasien
geriatrik yang mendapatkan terapi obat antihipertensi, umur, jenis kelamin, nama obat dan presentase obat antihipertensinya. Data yang diperoleh dibandingkan dengan standar Drugs for the Geriatric Patient tahun 2007 dan dihitung angka kejadiannya.
Cara perhitungan angka kejadian DRPs adalah sebagai berikut:
a. Persentase dosis tinggi atau frekuensi tinggi dihitung dari jumlah obat yang mengalami dosis terlalu tinggi atau frekuensi tinggi, dibagi total pengobatan dikalikan 100%.
b. Persentase dosis rendah atau frekuensi rendah dihitung dari jumlah obat yang mengalami dosis terlalu rendah atau frekuensi rendah, dibagi total pengobatan dikalikan 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
G. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian digambarkan dalam Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Pembuatan proposal
Perizinan
Penelusuran data
Pengolahan dan analisis data
Identifikasi DRPs kategori dosis berlebih dan subdosis
Pembahasan
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan mengambil data rekam medik pasien hipertensi geriatrik usia ≥ 60 tahun yang menjalani rawat jalan di RSUD Jombang pada tahun 2011. Dari sekian banyak pasien geriatrik diambil data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelusuran diperoleh 50 data rekam medik pasien sebagai bahan penelitian. Data rekam medik yang diambil meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, tekanan darah, dan terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, dan durasi terapi).
A. Karakteristik Pasien 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia
Tabel IV. Distribusi Usia
No Usia (tahun) Jumlah Pasien Persentase (%)
1 60-75 45 90
2 75-90 5 10
3 >90 0 0
Total 50 100
Hasil penelitian diperoleh usia pasien hipertensi geriatrik memiliki kisaran usia antara 60 tahun sampai dengan yang paling tua adalah 82 tahun. Tingkatan usia berkaitan dengan harapan hidup. Semakin bertambahnya usia maka akan terjadi sejumlah perubahan termasuk perubahan fisiologi yang semakin mengalami penurunan fungsi. Penelitian Widianingrum (2009), menunjukkan usia 60-75 tahun menempati persentase usia terbanyak (76,31%) penderita hipertensi geriatrik. Menurut Irza (2009), faktor usia memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian hipertensi. Risiko untuk mengalami hipertensi bagi subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berusia >40 tahun adalah 17,726 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang berusia ≤40 tahun.
Salah satu faktor yang terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi adalah usia. Usia yang semakin tua berisiko terserang hipertensi (umur 36–45 tahun sebesar 1,23 kali, umur 45–55 tahun 2,22 kali dan umur 56–65 tahun 4,76 kali), dibandingkan dengan umur yang lebih muda (Sugiharto, 2007).
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat risiko hipertensi. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Pada usia lanjut sering ditemukan menderita hipertensi karena TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan arteri dan mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Kuswardhani, 2006).
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel V. Distribusi Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Perempuan 30 60
2 Laki-laki 20 40
Total 50 100
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase pasien perempuan (60%) lebih tinggi daripada pasien laki-laki (40%). Penelitian Ningrum (2011) juga menyebutkan bahwa pasien wanita ditemukan lebih banyak menderita hipertensi
commit to user
(60%) dibandingkan dengan pasien pria yang menderita hipertensi (40%). Penelitian Sugiharto (2007) menyimpulkan lain, yakni jenis kelamin tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi dengan persentase penderita hipertensi pada perempuan 48,4% dan laki-laki 51,6%.
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses atherosclerosis. Namun pada masa
premenopause wanita mulai kehilangan hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dan jumlah hormon estrogen semakin berkurang secara alami seiring dengan peningkatan usia, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun, sehingga di atas usia tersebut prevalensi hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar et al., 2005).
Jenis kelamin bukan faktor penentu utama terjadinya hipertensi. Tingginya prevalensi pada jenis kelamin perempuan kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih kuat sebagai faktor risiko hipertensi. Bukan tidak mungkin, laki-laki dengan gaya hidup tidak sehat (merokok, mengkonsumsi alkohol, mengkonsumsi garam, dan tidak pernah berolahraga) memiliki faktor risiko tinggi terkena hipertensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi
Distribusi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Jombang dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Distribusi penggunaan obat antihipertensi
Nama Obat Antihipertensi Dosis dan Frekuensi Jumlah Pengobatan Persentase (%)* Bisoprolol fumarate 1 x 5 mg 14 12,39 1 x 2,5 mg 9 7,96 Furosemid 1 x 40 mg 6 5,31 1 x 20 mg 13 11,50 Nifedipin 3 x 10 mg 13 11,50 3 x 5 mg 1 0,88 1 x 10 mg 1 0,88 Captopril 3 x 12,5 mg 5 4,42 3 x 25 mg 3 2,65 Amlodipine besylate 1 x 5 mg 6 5,31 1 x 10 mg 1 0,88 Hydrochlorothiazide 1 x 25 mg 1 0,88 1 x 12,5 mg 6 5,31 Amdixal ® 1 x 10 mg 1 0,88 1 x 5 mg 5 4,42 Bisovell ® 1 x 5 mg 3 2,65 1 x 2,5 mg 3 2,65 Adalat OROS ® 1 x 30 mg 5 4,42 Interpril ® 1x 5 mg 4 3,54 Noperten ® 1 x 5 mg 2 1,77 1 x 10 mg 1 0,88 Tensiphar ® 1 x 5 mg 3 2,65 Cardace ® 1 x 2,5 mg 1 0,88 1 x 5 mg 1 0,88 Comdipin ® 1 x 10 mg 1 0,88 Concor ® 1 x 2,5 mg 1 0,88 Spironolacton 1 x 25 mg 1 0,88 Dopamet ® 2 x 250 mg 1 0,88 Tensivask ® 1 x 5 mg 1 0,88 Total 113 100 Keterangan:
*Persentase dihitung dari jumlah pengobatan dibagi total pengobatan dikalikan 100 %
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa bisoprolol fumarate yang merupakan obat antihipertensi golongan beta blocker, paling banyak diresepkan untuk pasien