• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN

KECERDASAN SPIRITUAL ANAK

Fita Tri Wijayanti

Guru Pendidikan Agama Islam SD N Sikampuh 03 Kroya fitatriwijayanti10@gmail.com

Abstract: This study aims to describe and analyze critically about the role of parents in developing children's spiritual intelligence. The role here is more focused on guidance proving that the participation or involvement of parents towards their children in the learning process is very helpful in increasing children's concentration. The efforts of parents in guiding children towards the formation of noble and praiseworthy character adapted to the Islamic teachings are to provide good and right example because children either like or have a high desire to imitate and try. Here are some tasks that parents need to do with their children. Helping children understand their respective positions and roles according to their sex, Helping children to know and understand the values regulating family life, neighboring, socializing. Encouraging children to seek world knowledge and religious knowledge, helping and providing opportunities and encouraging children to work on their own and participating in carrying out religious activities, in families and communities

Key Words: parents, development, spiritual intelligence, children

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang peran orang tua dalam mengembangkan kecerdaasan spiritul anak. Peranan disini lebih menitikberatkan pada bimbingan yang membuktikan bahwa keikutsertaan atau terlibatnya orang tua terhadap anaknya dalam proses belajar sangat membantu dalam meningkatkan konsentrasi anak. Usaha orang tua dalam membimbing anak anak menuju pembentukan watak yang mulia dan terpuji disesuaikan dengan ajaran agama Islam adalah memberikan contoh teladan yang baik dan benar, karena anak suka atau mempunyai sifat ingin meniru dan mencoba yang tinggi. Berikut ada beberapa tugas yang perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya yaitu, Membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya, Membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyrakat. Mendorong anak-anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama, Membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan masyrakat

Kata kunci: orang tua, pengembangan, kecerdasan spiritual, anak .

PENDAHULUAN

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendi-dikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendi-dik, melainkan karena secara kodrati suasana

dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya per-gaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak (Daradjat, 2012: 35).

Di zaman yang serba modern ini banyak orang tua yang kurang memperhatikan hal tersebut. Demi sebuah tuntutan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya sebagai seorang

(2)

pekerja kantoran. Tidak hanya seorang ayah saja yang menunaikan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga untuk mencarikan nafkah ke-luarganya, akan tetapi dengan mengikuti per-kembangan zaman yang serba canggih dan kita disibukan dengan perbedaan pemaknaan dari emansipasi seorang wanita. Ibu yang seharusnya memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan keluarga, kini beralih menjadi seorang wanita karier. Kebanyakan berpendapat bahwa salah satu faktor yang menyebabkan seorang menjadi wanita karier yaitu untuk menambah penghasilan keluarga dan masih ada kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

Selain itu, mereka tidak mempersoalkan bagaimana nasib anak mereka. Kebanyakan ibu-ibu yang lebih memilih untuk menjadi wanita karier lebih memilih untuk menyewa jasa baby siter. Mereka tidak takut untuk menitipkan anak mereka tanpa jaminan apapun. Ditambah lagi dengan adanya lembaga penitipan anak yang sedang menjadi trend. Para orang tua lebih tertarik dengan lembaga penitipan anak, mereka beranggapan bahwa anak mereka akan menda-patkan pelindungan juga mendapat pendidikan di uasianya yang masih kecil.

Islam memerintahkan orang tua untuk mendidik anak dan memikulkan tanggungjawab itu dipundaknya. Firman Allah Swt (Q.S at-Tahrim: 6):















































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peli-haralah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S at-Tahrim: 6):

Untuk itulah, seorang anak yang masih dalam proses perkembangan sangat membutuh-kan bimbingan untuk mengembangmembutuh-kan segala potensi kecerdasan yang secara fitrah telah ada dalam diri setiap anak, baik dari sisi intelektual,

emosional, maupun spiritual. Selama ini kecen-derungan potensialisasi anak terfokus pada kecerdasan intelektual, sehingga terjadi ketidak-seimbangan perkembangan psikis anak dalam sisi emosional dan spiritualnya.

Seorang anak yang sedang dalam masa perkembangan memiliki besar kemungkinan dapat diarahkan untuk menjadi pribadi dewasa yang berkecenderungan ke arah positif atau ke arah negatif. Hal ini didasarkan pada kecen-derungan jiwa manusia yang akan selalu di-hadapkan pada dua pilihan, ke arah kebajikan atau ke arah kefasikan. Oleh karenanya, penting untuk diperhatikan oleh para orang tua untuk mempotensikan kecenderungan anak pada kebajikan yang hakekatnya merupakan upaya mengaktualkan potensi spiritual anak.

Dari uraian di atas, dapat penulis ketahui alangkah pentingnya pendidikan untuk anak agar mereka mendapat bimbingan yang terarah dan terdidik dengan baik. Karenanya tidak cukup memfokuskan pendidikan dengan menggunakan dua kecerdasan (kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi) melainkan juga dengan kecerdasan spiritual. dengan ketiga kecerdasan itu, anak akan lebih menguasai diri dengan baik dan dapat terarah tujuan hidupnya. Untuk mewujudkan spiritualitas pada anak tersebut tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Rumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan spiritual bagi anak?

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak.

Manfaat Penulisan

Secara teoritis, tulisan ini bisa menambah khasanah pendidikan anak, terutama dalam pengembangan kecerdasan spiritual. Sedangkan secara prtaktis, tulisan ini bisa dijadikan landasan para orang tua atau pendidik untuk lebih bisa mengenali anak usia dini.

(3)

Jurnal El-Hamra

(Kependidikan dan Kemasyarakatan)

Vol. 4. No. 2 Juni 2019 – ISSN 2528-3650 http://ejournal.el-hamra.id/index.php/jkk

LANDASAN TEORI

Pengertian Peran Orang Tua

Peran mempunyai pengertian “perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat”. Peran berarti ikut bertanggungjawab pada perilaku positif maupun negatif yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Dan bentuk-bentuk peran bisa berupa menghiraukan, memperhati-kan, mengarahmemperhati-kan, membimbing, dan ikut ber-tanggungjawab atas kehidupannya sehari-hari baik jasmani maupun rohani.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “Orang tua adalah ibu dan bapak yang mengayomi dan melindungi anak-anaknya dan seisi rumah”. Jadi dapat dipahami bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak dan segala aspek kehidupannya sejak anak masih kecil hingga mereka dewasa. Selain itu, ayah dan ibu yang bertugas memberikan kasih sayang, memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing anak-anak keturunan mereka.

Orang tua memiliki kewajiban dalam mem-pedulikan, memperhatikan, dan mengarahkan anak-anaknya. Karena anak merupakan amanat yang diberikan oleh Allah kepada orang tua, maka orang tua berkewajiban menjaga, meme-lihara, memperhatikan, dan menyampaikan ama-nat dengan cara mengantarkan anakanaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah.

Orang tua tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Mengenai keududkan orang tua dalam keluarga, menurut Syamsyu Yusuf fungsi orang tua dalam keluarga meliputi (Syamsyu Yusuf, 2012: 37-42).:

a. Fungsi Biologis

Dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi: (1) pangan, sandang dan papan, (2) hubungan seksual suami-istri, (3) reproduksi/ penggembangan keturunan.

b. Fungsi Ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahkan anggota keluar-ganya (istri dan anak). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberikan nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya.

c. Fungsi Pendidikan (Edukatif)

Membawa anak-anak pada kedewasaan, kemandirian, menyangkut penanaman, pembim-bingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, bu-daya, dan keterampilan tertentu yang ber-manfaat bagi anak.

d. Fungsi Sosiologis

Mempersiapkan anak-anak menjadi manusia sosial yang dapat mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat, seperti nilai disiplin, bekerja sama, toleran, menghargai pendapat, tanggung jawab, dll. e. Fungsi Perlindungan (Protektif)

Melindungi anak-anak dari macam-macam marabahaya dan pengaruh buruk dari luar maupun dalam, dan melindungi anak-anak dari ancaman atau kondisi yang menimbulkan ke-tidaknyamanan (fisikpsikologis) bagi anggo-tanya.

f. Fungsi Rekreatif

Menciptakan iklim rumah tangga yang hangat, ramah, bebasm santai, damai, menye-nangkan keceriaan,agar semua anggota keluarga betah tinggal di rumah.

g. Fungsi Agama (Religius)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar.

Dengan demikian jelaslah bahwa kedudukan orang tua dalam keluarga jika dilihat dari fungsi orang tua itu sendiri mencakup berbagai aspek sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup anak. Sehingga semua aspek yang telah disebut-kan di atas tidaklah dapat dipisah-pisahdisebut-kan, ka-rena semuanya saling melengkapi.

Secara sederhana peran orang tua dapat dijelaskan sebagai kewajiban orang tua kepada anak. Diantaranya adalah orang tua wajib meme-nuhi hak-hak (kebutuan) anaknya, seperti hak untuk melatih anak menguasai cara-cara mengu-rus diri, seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan berdoa, sungguh sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi (Hasbul-lah, 2011: 88).

Selain itu peranan orang tua dalam keluarga dapat kita lihat dari keteladanan yang diberikan kepada anak-anak mereka. Lebih lanjut menurut Nashih Ulwan, dalam kitab Tarbiyatul Aulad menjelaskan tentang keteladan sebagai berikut:

(4)

: هداسف وا دلولا حلاص ئف ايربك لام اع ةودقلا تن اك انى نمو

قدصلا ئلع دلولا اشن ...افيفع ايمرك انيما اقداص بيرلما ناك ناف

باداك بيرلما ناك ناو .. ةفعلاو ةعاجشلاو مركلاو قللخاو ةنام لااو

بدكلا ئلع دلاولا اشن .. لا دن نا ابج لايبخ لالحتم ناء اخ

لتحاو ةن ايخاو

... ةلادنلاو لبخاو بنلجاو ل

Inti dari pernyataan tersebut, adalah bahwa keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik (baca: orang tua) jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri perbuatan-per-buatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika pendidik (orang tua) adalah seorang pembohong, penghianat, orang yang kikir, penakut, hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina (Nashih Ulwan, 2007: 142).

Dengan adanya model atau teladan, anak akan mudah meniru dengan bangga, dan pada akhirnya akan membentuk karakter pada dirinya. Keteladanan ini terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak

Adanya kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara kontinu perlu dikembangkan kepada setiap orang tua sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiassaan yang dilihat dari orang tua, tetapi telah disadari oleh teori-teori pend dikan modern, sesuai dengan perkembangan zaman yang cenderung selalu berubah.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disim-pulkan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anak meliputi berbagai hal diantaranya membentuk pribadi seorang anak, bukan hanya dalam tataan fisik saja (materi), juga pada mental (rohani), moral, keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam hal pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak, ajaran Islam menggaris-kannya sebagai berikut (Hasbullah, 2011: 137-138):

1. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan akidah

2. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan akhlak

3. Tanggung jawab pemeliharaan kesehatan anak

4. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan intelektual

Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain:(Daradjat, 2012: 38).

a.

Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan makan, minum dan perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan.

b.

Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari ber-bagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.

c.

Mendidiknya dengan berbagai ilmu penge-tahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu, berdiri sendiri dan mem-bantu orang lain.

d.

Membahagiaan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagai tujuan akhir hidup muslim.

Kecerdasan Spiritual Anak

Definisi cerdas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sempurna perkembangan akal budinya (pandai,tajam pikiran). Sedangkan ke-cerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi, seperti kepandaian dalam ketajaman pikiran (Poerwadarminta,, 1976: 201).

Menurut Adi W. Gunawan (2003) dalam bukunya, Genius Learning, definisi kata cerdas atau intellegence adalah sebagai berikut:

a.

Kemampuan untuk mempelajari atau menger-ti dari pengalaman, kemampuan untuk men-dapatkan dan mempertahankan pengetahuan serta mental.

b.

Kemampuan untuk memberikan respon seca-ra cepat dan berhasil pada situasi yang baru dan kemanapun untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.

c.

Kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerap-kan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan itu berhasil dikembangkan.

Dari berbagai definisi cerdas di atas, maka kecerdasan adalah kemampuan untuk

(5)

Jurnal El-Hamra

(Kependidikan dan Kemasyarakatan)

Vol. 4. No. 2 Juni 2019 – ISSN 2528-3650 http://ejournal.el-hamra.id/index.php/jkk

mengetahui, mempelajari, menganalisis sebuah keadaan dan menggunakan nalar untuk mengambil sebuah jalan atau solusi alternatif bagi keadaan yang dihadapinya.

Zohar dan Marshall (2002: 4) mengemu-kakan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yangdi perlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Selanjutnya Ary Ginanjar Agustian (2001: 57) mendefinisikan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah.

Berikut merupakan kiat-kiat dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak menurut Jalaludin Rahmat (2007: 68-69):

a. Jadilak kita “gembala spiritual” yang baik. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting, artinya mereka juga sudah harus memiliki kesadaran spiritual dan sudah mengakses sumber-sumber spiritual untuk mengembang-kan dirinya.

b. Bantulan anak untuk merumuskan misi hidupnya. Nyatakan kepada mereka bahwa ada berbagai tingkatan tujuan, dari tujuan yang paling dekat sampai tujuan yang paling jauh, tujuan akhir kita.

c. Bacalah kitab suci secara bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan kita. Di sini dibutuhkan peranan orang tua, agar supaya anak-anak bisa mengetahui makna-makna setiap ayat yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Ceritakan kisah-kisah agung dari tokoh spiritual. Hal ini dikarenakan anak-anak sangat menyukai cerita sehingga banyak pelajaran yang bisa disapatkan oleh anak dari berbagai kisah-kisah tokoh agama.

e. Diskusikan berbagai persoalan dengan perspektif ruhaniyah. Dalam hal ini libatkan anak dalam kegiatan ritual keagamaan, tetapi

tidak boleh dilakukan dengan terlalu banyak menekankan hal-hal formal.

f. Bacakan puisi-puisi atau lagu-lagu yang spiritual inspirasional.

g. Bawalah anak untuk menikmati keindahan alam. Hal ini bertujuan supaya anak bisa melihat dan merasakan kebesaran Allah Swt. h. Bawalah anak-anak ke tempat orang-orang

yang menderita. Hal ini bertujuan untuk anak lebih mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt.

i. Ikut sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial. Karena bagaimanapun juga kita selaku makhluk sosial sehingga melatih anak untuk menjadi makhluk sosial sejak dini.

Hakekat Anak

Selanjutnya anak dalam pandangan Islam adalah amanat yang dibebankan oleh Allah kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara amanah (Mansur, 2005: 336). Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memer-lukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Anak apabila dilihat dari perkembangan usianya, dapat dibagi menjadi enam periode. Periode pertama, umur 0-3 tahun. Pada periode ini yang terjadi adalah perkembangan fisik penuh. Oleh karena itu, anak yang lahir dari keluarga cukup material, pertumbuhan fisiknya akan baik bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang rata-rata. Periode kedua, umur 3-6 tahun. Pada masa ini yang berkembang adalah bahasanya. Oleh karena itu, ia akan bertanya segala macam, terkadang apa yang ditanya mem-buat kesulitan orang tua untuk menjawabnya. Periode ketiga, umur 6-9 tahun, yaitu masa social imitation (masa mencontoh). Pada usia ini, masa terbaik untuk menanamkan contoh teladan perilaku yang baik. Periode keempat, umur 9-12 tahun, periode ini disebut tahap individual. Pada masa ini, anak sudah btimbul pemberontakan, dalam arti menentang apa yang tadinya dipercaya sebagai nilai atau norma. Masa ini merupakan masa kritis (Gunawan dkk, 2013: 132).

(6)

Sebagaimana yang diungkapkan oleh David Lykken yang dikutip oleh Judith Rich Harris (2009: 260) bahwa:

“The piano-teacher mother offered lessons but did not insist, whereas the other adoptive mother, not musical herself, was determined that her daughter would have piano lessons and determined also that she would make the most of them; she shaped her daughter’s early environment with a firm, consistent hand”. Hal itu menurut hemat penulis memiliki arti bahwa seorang anak dapat dibentuk saat dia masih kecil. Karena masa anak-anak ini sangat baik dalam mendapatkan semua pelajaran dari lingkungannya, dan yang paling utama yaitu lingkungan keluarga yang sangat membutuhkan peran penting dari orang tua. Anak-anak akan menjadi dirinya sendiri apabila orang tua bersikeras untuk selalu mendampingi dan mengawasi masa kembangnya, sehingga potensi dalam diri anak akan mudah dikembangkan. PEMBAHASAN

Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak

Dalam upaya menghasilkan generasi pene-rus yang tangguh dan berkualitas, diperlukan adanya usaha yang konsisten dan kontinu dari orang tua di dalam melaksanakan tugas meme-lihara, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka baik lahir maupun batin sampai anak tersebut dewasa dan atau mampu berdiri sendiri, dimana tugas ini merupakan kewajiban orang tua. Begitu pula halnya terhadap pasangan suami istri yang berakhir perceraian, ayah dan ibu tetap berkewajiban untuk memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya (Gunawan dkk, 2013: 132).

Menurut John W. Santrock (2007: 164) peran orang tua dalam masa anak adalah sebagai manajerial terutama penting dalam perkem-bangan sosio-emosional anak. Sebagai manajer, orang tua boleh mengatur kesempatan anak untuk melakukan kontak sosial dengan teman sebaya, teman dan orang dewasa. Selain itu aspek penting lainnya dari peran manajerial adalah pemantauan efektif atas anak. Peman-tauan meliputi mengawasi pilihan anak tentang tempat sosial, aktivitas dan teman.

Secara sederhana peran orang tua dapat dijelaskan sebagai kewajiban orang tua kepada

anak. Diantaranya adalah orang tua wajib memenuhi hak-hak (kebutuan) anaknya, seperti hak untuk melatih anak menguasai cara-cara mengurus diri, seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan berdo’a, sungguh-sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi. Sikap orang tua sangat memengaruhi perkem-bangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung memengaruhi reaksi emosional anak (Hasbullah, 2011).

Berdasarkan pemaparan di atas, yang di maksud dengan peranan oleh penulis adalah suatu fungsi atau bagian dari tugas utama yang dipegang kekuasaan oleh orang tua untuk dilaksanakan dalam mendidik anaknya. Peranan disini lebih menitikberatkan pada bimbingan yang membuktikan bahwa keikutsertaan atau terlibatnya orang tua terhadap anaknya dalam proses belajar sangat membantu dalam meningkatkan konsentrasi anak tersebut. Usaha orang tua dalam membimbing anak anak menuju pembentukan watak yang mulia dan terpuji disesuaikan dengan ajaran agama Islam adalah memberikan contoh teladan yang baik dan benar, karena anak suka atau mempunyai sifat ingin meniru dan mencoba yang tinggi.

Anak pada dasarnya merupakan amanat yang harus dipelihara dan keberadaan anak itu merupakan hasil dari buah kasih sayang antara ibu dan bapak yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga yang sakinah sejalan dengan harapan Islam. Menurut Mansur (2005), tugas orang tua merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan tanggung jawab kepada anak-anaknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai tang-gung jawab yang disebut tangtang-gung jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus dilaksanakan, kalau tidak maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan dan lemah dalam menghadapi kehidupan.

Sebagai orang tua perlu memberikan bim-bingan kepada anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Berikut ada beberapa tugas yang perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya (Mansur: 2005):

a.

Membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya, agar saling menghormati

(7)

Jurnal El-Hamra

(Kependidikan dan Kemasyarakatan)

Vol. 4. No. 2 Juni 2019 – ISSN 2528-3650 http://ejournal.el-hamra.id/index.php/jkk

dan melaksanakan perbuatan baik sesuai ridho Allah SWT.

b.

Membantu anak-anak mengenal dan mema-hami nilai-nilai yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyrakat.

c.

Mendorong anak-anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama, agar mampu mereali-sasikan dirinya (self realization) sebagai satu diri (individu) dan sebagai anggota masya-rakat yang beriman.

d.

Membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan masyrakat untuk memperoleh pengalaman sendiri secara langsung sebagai upaya peningkatan iman dan penyebarluasan syiar Islam.

Di antara beberapa peran orang tua, terdapat beberapa faktor yang dapat mem-pengaruhi peran orang tua terhadap aktivitas keagamaan, antara lain (Roqib, 2009: 41):

a. Keterbatasan waktu yang tersedia para orang tua.

Kesibukan yang dimiliki oleh orang tua sehingga mengesampingkan masalah pendidikan agama anaknya yang berimbas pada masa setelahnya yaitu remaja. Keberhasilan agama tidak dapat tercapai jika hanya mengandalkan peran guru TPQ, orang tualah yang seharusnya memliki peran penuh dalam pendidikan agama, jika pendidikan agama berjalan maka aktifitas keagamaan pun juga berjalan.

b. Keterbatasan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh para orang tua. Tidak semua orang tua memiliki latar bela-kang pendidikan yang baik, dan tidak sedikit pula para orang tua yang ingin menjadikan anak-nya mendapatkan pendidikan yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang tuanya.

c. Efisiensi biaya yang dibutuhkan dalam proses pendidikan anak.

Media pembelajaran tentulah sangat mem-bantu dalam menunjang keberhasilan pendi-dikan anak, sebagai alat yang dapat memper-mudah orang tua atau guru ketika mengajar, sehingga membutuhkan biaya yang memadai untuk terwujudnya media tersebut.

d. Efektifitas program kependidikan anak. Pada umumnya anak didik lebih konsentrasi dan serius belajar apabila diajar oleh pendidik (guru) di sekolah daripada diajar oleh orang

tuanya sendiri meskipun orang tuanya mungkin lebih berkualitas dan mumpuni dalam pengua-saan ilmu yang dibutuhkan anak.

Membina ketaatan ibadah pada anak juga mulai dari dalam keluarga dengan membimbing dan mengajarkan atau melatih anak dengan ajran agama seperti syahadat, shalat, berwudhu, doa-doa, bacaan Al-Qur’an. Lafas zikir dan akhlak terpuji, seperti bersyukur ketika mendapatkan anugrah, bersikap jujur, menjalin persaudaraan dengan orang lain, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah (Syamsu Yusuf, 2012).

Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh (2003) mengungkapkan bahwa peran orang tua dalam pendidikan agama hendaknya mengusahakan agar ajaran-ajaran agama yang telah diajarkan kepada anakanak hendaknya benar-benar dipahami dan dihayati, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Di sinilah terlihat peran sentral para orang tua sebagai pembesar dasar jiwa keagamaan itu. Pengenalan ajaran agama kepada anak sejak usia dini bagaimanapun akan berpengaruh dalam membentuk kesadaran dan pengalaman agama pada diri anak. Karenanya, Rasul menempatkan peran orang tua pada posisi sebagai penentu bagi pembentukan sikap dan pola tingkah laku keagamaan seorang anak.

PENUTUP

Setiap keluarga pasti menginginkan keluarganya baik dengan anak-anaknya yang sholehah yaitu keluarga yang mencerminkan keluarga muslim pada diri anggota keluarganya. Untuk mencapai keinginan diatas peran orang tua sangat penting dalam mendidik dan membina anak-anaknya menjadi anak yang baik yang mempunyai kepribadian yang baik dan sikap mental yang sehat serta berakhlak mulia.

Telah diuraikan bahwa pendidikan dalam keluarga adalah merupakan pendidikan pertama dan utama yang sangat menentukan perkem-bangan anak selanjutnya. Oleh karena itu orang tua memepunyai kewajiban dan peranan penting untuk memberikan bimbingan agama pada anak. Orang tua merupakan orang pertama kali yang disertai tanggung jawab untuk anaknya dan keududukan orang tua dalam pendidikan anak ini mempunyai pengaruh besar sekali.

(8)

Adanya kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara kontinu perlu dikembangkan kepada setiap orang tua sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiassaan yang dilihat dari orang tua, tetapi telah disadari oleh teori-teori pendi-dikan modern, sesuai dengan perkembangan zaman yang cenderung selalu berubah.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anak meliputi berbagai hal diantaranya membentuk pribadi seorang anak, bukan hanya dalam tataan fisik saja (materi), juga pada mental (rohani), moral, keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat perkembangan zaman yang semakin moder dan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih maka peran orang tua dinilai sangat penting dalam mendidik anak. Berbagai informasi dapat didapatkan dengan mudah oleh anak-anak tanpa mengetahui pengaruh yang didapat itu positif atau negatif, dan rata-rata pengaruhnya negatif. Dampak negatif itu bisa dilihat dari perilaku anak yang memiliki sifat yang kurang baik diantaranya, berkata yang kotor, sopan santun yang kurang, nilai akademik di sekolah menurun dan yang paling parah yaitu aspek spiritual yang juga menurun. Maka dari itu diperlukan peran serta orang tua dalam memberikan pendidikan keagamaan sejak dini kepada anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Munawar Sholeh. 2003. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Daradjat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam.

Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fauzan. 2015. Penanaman Nilai Karakter Melalui Pendidikan Anak, dalam Jurnal INSANIA: Jurnal Kependidikan edisi Vol. 20, No. 1, Januari-Juni 2015.

Ginanjar Agustian, Ary. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual berdasarkan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga.

Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gunawan, Mahmud, dkk. 2013. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga. Jakarta: Akademia Permata.

Hasbullah. 2011. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan .Jakarta: Raja Grafindo Persada.

M. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKIS.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nashih Ulwan, Abdullah. 1415 H. Tarbiyatul Aulad fil Islam Juz 2. Beirut: Darussalam. Nashih Ulwan, Abdullah. 2007. Pendidikan Anak

dalam Islam. ter. Oleh Jamaludin Miri. Jakarta: Pustaka Amani.

Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahmat, Jalaludin. 2007. SQ For Kids:

Mengembangkan Kecerdaan Spiritual Anak. Bandung: Mizan.

Rich Harris, Judith. 2009. The Nurture Assumption. New York: Free Press.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Yusuf LN, Syamsyu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Zohar, Danah. Ian Marshall. 2002. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir Integralistik Dan Holistic Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan.

Referensi

Dokumen terkait

dua kategori umum iaitu kandungan berbentuk fakta atau pengetahuan akademik dan kandungan bertujuan untuk pembentukan sahsiah atau peribadi pembaca. Penemuan ini

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses produksi modifikasi terhadap metode dan suhu filling pada jamu kunyit asam yang ditinjau dari karakteristik

Rasio minyak jahe : tepung gadung (1 : 3) dengan suhu 30 o C dan waktu 60 menit adalah kondisi modifikasi terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, dimana tepung gadung yang

Data Flow Diagram atau (DFD) adalah suatu teknik untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau sistem baru secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik.. DFD

Pengulangan, iaitu persamaan yang terakhir, menunjukkan bahawa mungkin buli secara siber tidak sejelas seperti dalam kes-kes di dalam buli tradisional, 18 namun,

ada pada kelompok untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada tahap analisis yang telah ada indikator pencapaiannya dengan menggunakan lembar observasi

cenderung dipengaruhi oleh faktor psycho-biography nya yang dibesarkan oleh lingkungan militer sehingga membentuk pribadinya disiplin dan tegas, ini pun tampak

Hasil dari penelitian ini adalah strategi strategi yang akan diterapkan berdasarkan agen risiko terbesar untuk meminimasi risiko proses pengadaan material...