• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. memiliki kebijakan melakukan kerjasama dengan berbagai kota yang ada di luar. dilakukannya kerjasama memiliki nilai yang dikira mampu memenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. memiliki kebijakan melakukan kerjasama dengan berbagai kota yang ada di luar. dilakukannya kerjasama memiliki nilai yang dikira mampu memenuhi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

33

BAB II

SISTER CITY KOTA BANDUNG DENGAN KOTA KAWASAKI

Dalam mewujudkan konsep green city and sustainable region Bandung memiliki kebijakan melakukan kerjasama dengan berbagai kota yang ada di luar negeri. Dipilihnya kebijakan sister city karena pada dasarnya kota yang ingin dilakukannya kerjasama memiliki nilai yang dikira mampu memenuhi kepentingan daerah. Sekiranya penulis akan menggambarkan dinamika sister city Bandung-Kawasaki, awal mula terbentuknya kerjasama sister city, serta factor-faktor pendorong kerjasama sister city. Sebelum kerjasama Bandung-Kawasaki, terdapat sebuah kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan pihak Jepang mengenai Joint

Crediting Mechanism (JCM). Dalam kerjasama tersebut terdapat bagiaman

menurunkan emisi karbon antara pihak Indonesia dengan Jepang

1.1 Kerjasama Indonesia-Jepang melalaui Mekanisme Joint Crediting Mechanism (JCM)

Sebelum kerjasama antara Bandung-Kawasaki, Pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan kerjasama dengan Pemerintah Jepang yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri. Dalam kerjasama tersebut dibentuk sebuah program untuk mengurangi emisi karbon serta perbaikan lingkungan di Indonesia. Program tersebut yaitu Joint Crediting Mechanism

(2)

34 (JCM), JCM merupakan inisiatif dari pemerintah Jepang yang mendorong organisasi swasta Jepang untuk berinvestasi dalam kegiatan pembangunan rendah karbon di Indonesia melalui insentif.1 Aktivitas JCM meliputi berbagai lingkup sektor, diantaranya efesiensi energi, energi terbarukan, deforestasi dan degradasi lingkungan, konstruksi, penanganan dan pembuangan limbah, fugitive emission, dan industry manufaktur. Indonesia berharap JCM dapat menjadi pilihan yang menarik untuk mendukung kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang dilakukan pihak swasta maupun public di Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa mengesampingkan keberlanjutan lingkungan.

Pada bulan agustus 2013 kedua belah pihak sepakat menandatangani kerjasama JCM, hal ini merupakan tonggak penting dalam pengembangan JCM dan menandakan resmi dimulainya program JCM di Indonesia. Adapun unsur-unsur yang diusulkan dalam mekanisme kredit Bersama:

1

Sekilas JCM di Indonesia. Diakses dari

(3)

35 1. Pemerintah Jepang memfasilitasi difusi dari teknologi, produk, system, jasa dan infrastuktur rendah karbon terbaru termasuk implementasi dari langkah mitigasi dan berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan daripada negara tuan rumah.

2. Mengevaluasi secara tepat seluruh kontribusi terhadap pengurangan atau penurunan emisi GRK (gas rumah kaca) dari negara tuan rumah secara kuantitatif, melalui langkah mitigasi yang terimplementasi di negara tuan rumah dan menggunakan pengurangan atau permusnahan emisi tersebut mencapai targer pengurangan emisi dari negara tuan rumah

3. Berkontribusi terhadap tujuan utama UNFCCC dengan memfasilitasi langkah-langkah global untuk pengurangan atau penurunan emisi.

Joint Crediting Mechanism (JCM) merupakan komitmen bersama Indonesia dan Jepang dalam melaksanakan tujuan Protokol Kyoto. Proyek JCM merupakan proyek yang masuk kedalam salah satu mekanisme Kyoto yaitu Clean Development Mechanism (CDM) yang artinya mekanisme ini menawarkan win-win solution antara Negara maju dengan Negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi, dimana Negara maju menanamkan modalnya di Negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi dengan imbalan Certified Emission Reduction (CER).2

2

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tentang JCM di Indonesia. Diakses melalui : http://jcm.ekon.go.id/. 26/3/21

(4)

36 Dalam JCM terdapat 4 elemen pemangku kepentingan dalam melakukan kerjasama yaitu; Komite Bersama (Joint Committee/JC), Sekretariat JCM, Pihak Ketiga/Third-Party Entity (TPE) dan Partisipasi Proyek. Komite Bersama merupakan perwakilan Pemerintah Jepang dan Indonesia, anggotanya adalah penjabat eselon 2 (setara dengan direktur) kementerian dan lembaga terkait. Sekretariat JCM adalah masing-masing pihak (Indonesia dan Jepang) membentuk sekretariat JCM, keduanya berkomunikasi dan bekerjasama membantu Komite Bersama. Pihak Ketiga, merupakan entitas terkualifikasi yang ditunjuk oleh Komite Bersama untuk memvalidasi usulan proyek JCM serta memverifikasi penurunan atau pemusnahan emisi GRK. Partisipan Proyek terdiri dari Pemerintah, sektor swasta, dan/atau sektor publik yang terlibat dalam proyek JCM.3 Adapun skema pengimplentasian dari skema JCM.

3

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tentang JCM di Indonesia. Diakses

http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Project%20Cycle/Project_Participants_ Role. 26/03/21

(5)

37 Dari pengimplemtasian skema JCM dapat kita lihat dalam hal ini pihak ketiga mendapat kesempatan untuk melakukan kerjasama terkait pengurangan emisi karbon, adapun beberapa pihak ketiga melalui pemerintah daerah melakukan mekanisme join kredit yaitu Kawasaki-Bandung, Batam-Yokohama, Surabaya-Kitakyushu. Apabila Bandung ingin mewujudkan kota berbasis green city maka peluang tersebut dapat menjadi poin penting untuk mewujudkan hal tersebut sesuai dengan vision Kota Bandung. Dari skema tersebut melahirkan kerjasama sister city di beberapa kota di Indonesia, untuk mewujudkan kepentingan setiap pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat.

Kerjasama kota Surabaya dengan Kitakyushu melalui Skema JCM menghasilkan beberapa program yang dikembangkan dari kedua kota tersebut. permasalahan dominan dari kota besar memang merupakan masalah hasil dari urbanisasi, kepadatan penduduk ssehingga menghasilkan beberapa masalah yang dihasilkan dari masyarakat. Hal tersebut mendorong dari kerjasama antara Surabaya dengan Kitakyushu, dari kerjasama tersebut terdapat beberapa tahapan yang dilakukan mengenai studi kelayakan di tahun 2013 sejak dilakukannya kerjasama terdapat 4 sektor studi kelayakan yaitu sektor energi, limbah padat, tranportasi, air dan limbah cair. Dilanjutkan di tahun 2014 yaitu sektor energi namun berbeda bidang, serta sektor limbah padat. Kemudian tahun 2015 dibentuk

(6)

38 dalam JCM model project melalui sektor energi akan tetapi dilakukan oleh pihak swasta tentang penghematan energi dengan chiller berefesiensi tinggi di mall.4

Proyek manajemen persampahan Nishihara merupakan implementasi hasil dari kerjasama Surabaya-Kitakyushu melalui skema JCM. Dalam kerjasama tersebut melalui pihak swasta dari perusahaan Nishihara Co. dengan dinas kebersihan dan pertamanan (DKP) Surabaya mereduksi sampah yang dihasilkan oleh Kota Surabaya dengan membuat Nishihara Composting Center, berjalan sejak tahun 2015 dengan biaya dari Japan International Cooperation Agency (JICA) dapat menerima 8 ton sampah perhari dari 4 pasar tradisional dan taman-taman di Surabaya. Kemudian Nishihara Depo mampu menerima 20 ton sampah perhari dan 85 % berhasil ddipilah untuk dijual dengan pengoperasian ditransfer ke DKP. Hal tersebut mampu memperbaiki permasalahan lingkungan yang ada disurabaya.5

Sama dengan halnya kerjasama Bandung-Kawasaki, akan tetapi dalam hal ini karena kerjasama Surabaya dilakukan lebih dahulu banyak program yang telah dilaksana serta dapat dilihat hasilnya secaa objektif. Kerjasama kota Bandung-Kawasaki dalam mewujudkan green city hampir sama dengan beberapa program yang dilakukan oleh Surabaya-Kitakyushu mengenai permasalahan lingkungan di bidang manajemen sampah, selain mengenai manajemen sampah ada beberapa program yang belum dilakukan dalam kerjasama Bandung-Kawasaki seperti manajemen energi yang telah dilakukan oleh Surabaya-Kitakyushu.

4

Skema sister city dalam JCM. Diakses melalui

http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Presentation/Update%20on%20JCM%2 0presentation/Skema_Sister_city_dalam_JCM.pdf. 26/3/21

5

(7)

39

1.2 Implementasi Skema JCM melalui kerjasama Sister City Bandung-Kawasaki

Sejak kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Jepang ditandatangani pada tahun 2013 melahirkan beberapa kerjasama dilingkup sub-state. Seperti yang telah dijelaskan pada sebelumnya ada beberapa kota yang menjalin kerjasama dalam skema JCM Indonesia-Jepang salah satunya Kota Bandung. Menindak lanjuti perihal tersebut kota Bandung berinisiatif membuat sebuah proposal terkait kerjasama antara salah satu kota di Jepang yaitu Kawasaki. Pada awalnya proposal tersebut diajukan dengan konsep Bandung Eco Village dimana kerjasama mencakup aspek-aspek lingkungan dengan konsep perkampungan berkelanjutan, yaitu pengelolaan sampah, pengelolaan limbah cair, skywalk, parkir hidrolik, tps bawah tanah, transport ramah lingkungan dan edukasi gaya hidup ramah lingkungan, serta bike sharing.6

Namun setelah proposal diajukan hanya beberapa aspek yang disetujui setelah dilakukan studi kelayakan pada tahun 2014. Yaitu mengenai pengelolaan sampah dengan biodigester, LED pada penerangan jalan raya dan efesiensi energi di bangunan. Pengajuan yang telah disetujui tidak menjadikan implementasi dapat diterapkan karena beberapa alasan seperti implementasi JCM untuk penerangan jalan raya tidak dapat dilanjutkan karena prosedur lelang tidak mendukung serta untuk sektor swasta tidak dapat dilanjutkan karena persyaratan laporan keuangan.

6

Prosposal Bandung Eco Village. Diakses melalui

http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Presentation/JCM%20Forum%20City-

(8)

40 Maka ada beberapa aspek dari implementasi JCM terkait kerjasama sister

city Bandung-Kawasaki yaitu mengenai manajemen limbah melalui beberapa

transfer teknologi. Melalui skema tersebut selaras dengan visi misi kota Bandung sejak 2013-2018 tentang keinginan Bandung dalam mewujudkan green city, tujuan yang diinginkan oleh pemerintah terkait skema JCM juga hampir sama yaitu menurunkan emisi karbon di Indonesia. Seperti yang telah Indonesia ratifikasi mengenai protol Kyoto di tahun 2004 dan kemudian dijadikan sebuah undang-undang ditahun 2004. Hal tersebut merupakan sebuah solusi bagi setiap negara anggota untuk mengatasi pemanasan global yang dibuat sesuai dengan mekanisme United Nation Framework Conventions on Climate Change (UNFCCC). Hal tersebut tergolong hal yang penting sebab di dunia saat ini UNFCCC lah yang mengakomodir dalam perbincangan,kesepakatan dan kerjasama dalam menemukan solusi terhadap permasalahan perubahan iklim.7

Melalui skema JCM serta didorong dari faktor protocol Kyoto dalam pengurangan emisi karbon dunia Bandung dan Kawasaki sepakat untuk bekerjasama, keinginan Kota Bandung untuk menjadi green city and sustainable

region menjadi sebuah point penting ketelibatan Bandung dalam skema JCM.

Serta didorong kriteria Kota Bandung yang sudah masuk dalam kriteria pembangunan berkelanjutan dari skema JCM yaitu indikatior pencapaian targer JCM, memastikan semua proyek JCM memilikico-benefit bagi Indonesia, memenuhi standar global aksi mitigasi perubahan iklim di bawah UNFCCC. Dari

7

Febi Fasadebba. Kerjasama Indonesia-Jepang melalui Joint Crediting Mechanism (JCM) Dalam Penerapan Teknologi Rendah Emisi di Indonesia 2013-2016. Bandung 2015. Diakses melalui https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/758/jbptunikompp-gdl-febifasade-37855-13-unikom_4-l.pdf. 27/3/21

(9)

41 kriteria tersebut terdapat 4 dimensi yang saling berkesinambungan yaitu antara social, ekonomi, teknologi, dan juga lingkungan.8

Setelah pengimplementasian skema JCM, berlanjut kepada kerjasama yang diinginkan oleh kedua kota antara Bandung-Kawasaki. Sebab dalam hal ini apabila skema JCM telah diimplemntasikan maka kerjasama diperbolehkan untuk lanjut, maka dari itu kerjasama antara Bandung-Kawasaki tidak hanya melalui Skema JCM Indonesia-Jepang akan tetapi ada beberapa kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan green city and sustainable region. Seperti halnya Surabaya-kitakyushu melakukan sister city setelah aspek implementasi skema JCM telah didapat maka kerjasama tetap dilakukan untuk mendukung kepentingan daerah Surabaya.9 Dari Skema JCM juga lahirnya sebuah kerjasama sister city untuk mendorong beberapa kepentingan actor sub-state dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia, sehingga skema JCM menjadi sebuah acuan bahwasannya kerjasama internasional dapat mempengaruhi kerjasama antar sub-state atau paradiplomasi dibeberapa daerah serta perkembangan paradiplomasi tidak hanya terjadi dikota-kota besar yang ada di Indonesia.

1.3 Awal Mula Terbentuknya Kerjasama Kota Bandung dan Kota Kawasaki

8

Kerjasama Indonesia Jepang. Diakses dari https://studylibid.com/doc/1074743/kerjasama-indonesia-%E2%80%90jepang--joint-credisng. 27/3/21

9

Kerjasama Surabaya-Kitakyushu dalam Skema JCM. Diakses dari

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21389/9.%20BAB%20V.pdf?sequence=9 &isAllowed=y. 27/3/21

(10)

42 Di indonesia sendiri, program sister city telah diatur secara legal melalui UU nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU Nomor 24 Tahun 2000 mengenai perjanjian Internasional serta UU Nomor 23 Tahun 2014 mengenai pemerintah Daerah (yang sebelumnya merupakan UU Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Pemerintah Daerah). 10 Melalui perangkat hukum tersebut, pemerintah memberikan kesempatan bagi aktor non-negara seperti provinsi maupun kota untuk terlibat dalam perjanjian dan kerjasama internasional selama tidak bertentangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia. 11

Dalam melaksanakan kerjasama luar negerinya melalui program sister

city, Kota Bandung memiliki 14 undang-undang yang dijadikan sebagai landasan

dalam melakukan kerjsama dengan daerah lain di luar negeri. Adapun beberapa landasan tersebut yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286), peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman

10

Aleksius Jemadu. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008. Hal 129.

11

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah Revisi Tahun 2006. Hal, 25. (diakses melalui https://www.kemlu.go.id/Documents/Panduan%20Umum%20Tata%20Cara%20dan%20Kerjasam a%20LN%20oleh%20Pemda/Panduan%20Umum%20Tata%20Cara%20dan%20Kerjasama%20L N%20oleh%20Pemda.pdf. 5/2/20

(11)

43 Pelaksanaan kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri serta Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah. 12

Kota Bandung melaksanakan program Sister city pertama kali pada tahun 1960, dimana kerjasama tersebut terjalin dengan salah satu kota yang ada di Jerman, yaitu kota Braunshweig. Kerjasama itu pula dikenal dengan kerjasama

Sister city tertua di indonesia. Dengan adanya kerjasama sister city, Kota Bandung

bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan dan bidang lainnya. Sebelum melakukan kerjasama dengan kota Kawasaki, Bandung telah menjalin kerjasama sister city dengan salah satu kota lainnya di Jepang, yaitu kota Hamamatsu. Kerjasama ini dilakukan tepat sebelum setahun dilakukannya Letter of Intence (lol) Bandung dengan Kawasaki yaitu ditahun 2014.

Kedua kota ini sepakat kerjasama setelah adanya inisiasi dari Asosiasi Persahabatan Hamamatsu-Indonesia dengan Persada yakni perkumpulan orang-orang yang berpengalaman melaksanakan studi di jepang, dan Bandung merupakan kota yang mengambil peran penting dalam inisiasi ini. Inisiasi ini berlanjut pada saat pertemuan UCLF ASPAC Executive Bureu Meeting 2014 yang dilaksanakan pada bulan juni, walikota Hamamatsu mengajak kota Bandung

12

Bagian Kerjasama Kota Bandung. Kerjasama Derah dengan Pemerintah Daerah Di Luar Negeri (KSDPL) : Dasar Hukum. Diakses melalui http://kerjasama.bandung.go.id/luarnegeri/sister-city 6/2/20

(12)

44 untuk bersepakat melakukan kerjasama dalam bidang lingkungan dan kebudayaan.13 Adapun beberapa kerjasama yang berhasil dilakukan:

1. Pertukaran stakeholder berkaitan dengan pengembangan kota kreatif untuk memajukan kegiatan-kegiatan efektif di kedua kota.

2. Pelatihan stakeholder dalam pengembangan dan pengelolaan lingkungan hidup

3. Pertukaran kegiatan bisnis antar kedua kota dalam mengembakan perekonomian kota.

Kerjasama kota hamamatsu dengan kota Bandung terkait pengembangan dan pengelolaan lingkungan hidup berdampak pada terjadinya kerjasama dengan kota lainnya yang ada di Jepang, yaitu Kota Kawasaki. Bandung memiliki visi untuk menjadikan Bandung sebagai kota hijau dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Kawasaki menjadi salah satu kota kembar Bandung. Hubungan antara Bandung dan Kawasaki sebenarnya sudah terjalin cukup erat karena keduanya sama-sama sering berjumpa di forum-forum internasional tentang lingkungan. Terhitung sejak 2006, hubungan kedua kota ini telah terjalin selama 12 tahun dimana Bandung dan Kawasaki sama-sama tergabung dalam UNEP (United Nations Environment Programme) – IETC Eco Town Project yang didirikan oleh UNEP-IECT, serta tergabung dalam Asia Pacific Eco Bussiness Forum yang diadakan oleh Kawasaki.14

13

Sister City of Hamamatsu, di akses dari

http://www.city.hamamatsu.shizuoka.jp/foreign/english/outline/sister_cities.html (11/5/20)

14

(13)

45 Pada UNEP-IETC Eco Town Project di bulan November 2013, Jepang dan Indonesia mengikuti training pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi yang diselenggarakan oleh Institute Global Strategies for

Environment (IGES) di Gedung UNEP, Tokyo, Jepang. Beberapa kota dari

Jepang turut hadir, termasuk salah satunya Kawasaki. Di forum inilah Kawasaki menawarkan kerjasama lingkungan terhadap Bandung. Melihat permasalahan lingkungan di Bandung, Kawasaki merasa adanya kemiripan dari kerusakan yang terjadi di Bandung di masa ini dengan kerusakan lingkungan di Kawasaki tahun 1967. Dengan dasar kepercayaan dan hubungan baik yang terjalin selama bertahun-tahun, perwakilan Kawasaki berniat membantu Bandung dalam mengembalikan masayarakat Bandung menjadi masyarakat yang peduli terhadap lingkuungan (low carbon development). Melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) kota Bandung tidak langsung menerima kerjasama tersebut, hal itu harus didiskusikan terlebih dahulu tawaran kerjasama tersebut.15

Di tahum 2015, Bandung dan Kawasaki sepakat untuk melakukan studi kelayakan atau feasibility study tentang kedua kota. Studi kelayakan yang diberi judul Feasibility Study on FY2014 Large Scale JCM project for Realizi ng Low

Carbon Development in Asia. Dari pihak Kawasaki,diwakilkan oleh IGES,

dengan joint undertaker yaitu JIESC dan Kawasaki Environment Institute. Sebagai sub kontrakornya adalah NTT Facilities inc, Hitachi Zosen Corporation, dan dari Bandung sendiri diwakilkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).

15

Fitri. Alasan Bandung Melakukan Kerjasama Dengan Kawasaki. 2018. Diakses dari

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/19052/7.BAB%20III.pdf?sequence=7&is Allowed=y. 11/5/20

(14)

46 Berdasarkan Studi kelayakan tersebut menghasilkan diskusi langsung yang dihadiri oleh walikota Bandung Ridwan Kamil di Kawasaki . Diskusi tersebut membicarakan tentang sister city Bandung-Kawasaki. Kemudian 7 juli 2015 dilakukan penandatanganan LoI antara Bandung-Kawasaki. Dalam LoI tersebut membahas mengenai permasalahan sampah dan lingkungan Bandung.16

Satu tahun kemudian di 2016 dilakukan penandatangan MoU kerjasama

Low Carbon Development Bandung-Kawasaki. Yang ditandatangani secara

langsung oleh Ridwan Kamil dan Norihiko Fukuda sebagai masing-masing kepala daerah. Penandatangan MoU ini dilaksanakan tepatnya 18 februari 2016. Karena komunikasi yang intens dan lancar serta harmonisnya hubungan kedua kota oleh sebab itu dipilihlah kota Kawasaki sebagai bagian dari mitra kerjasama sister city dalam peningkatan lingkungan hidup untuk mewujudkan Bandung sebagai kota hijau.17 Adapun beberapa tahapan serta proses kerjasama sister city Kota Bandung dengan Kota Kawasaki sebagai berikut:

1. Penjajakan

Sebelum melakukan kerjasama kota Bandung dan kota Kawasaki saling melakukan jajak pendapat terkait informasi mengenai potensi-potensi yang dapat dilakukan dalam kerjasama di gedung walikota Bandung. Dalam penjajakan tersebut dilakukan studi kelayakan

feasibility study terhadap kota Bandung.

16

Ibid.

17

(15)

47 2. Penandatangan LoI (letter of intent)

Pada 7 Juli 2015, Ridwan Kamil dan Norihiko Fukuda menandatangani Letter of intent (LoI) itu merupakan awal dari kerjasama oleh kedua belah pihak

3. Penyusun kerjasama

Setelah ditandatanganinya LoI Pemerintah Kota Bandung segera menyusun rencana kerjasama atau Term of Reference dan Plan of

Action yang menjelaskan maksud dan tujuan kerjasma serta manfaat

yang akan diperoleh. Rencana kerjasma antara kedua kota berfokus pada pengembangan Green City (Low development Carbon)

4. Persetujuan DPRD

Rencana kerjasama Plan of Action dan LoL yang sudah ditandatangani kedua pihak kemudian diajukan kepada DPRD Kota Bandung untuk mendapatkan persetujuan DPRD Kota Bandung mengkaji ulang bidang kerjasama yang tertuang dalam Letter of Intent.

5. Permintaan Fasilitasi Pemerintah

Setelah adanya persetujuan DPRD kota, pemerintah Kota mengajukan surat kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia untuk mohon fasilitasi kerjasama surat permohonan ini dijadikan syarat untuk menentukan pembahasan Draft MoU dengan melibatkan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Sekretariat Republik Indonesia dan Kementrian/ lembaga terkait lainnya.

(16)

48 6. Penyusun Draft MoU (Memorandum of Understanding)

MoU untuk kerjasama sister city termasuk dalam kategori perjanjian internasional sehingga penyusunnya dilakukan oleh direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebagai ahli hukum internasional. Draft yang telah disusun Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia tersebut kemudian dibahas pada Forum Interkem (antar kementrian) yang terdiri dari Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kementerian/ lembaga terkait lainnya, forum interkem kemudian membubuhkan paraf pada draft MoU yang telah dibahas, Draft MoU hasil rapat interkem disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indoensia kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk diteruskan kepada perwakilan RI di luar negeri untuk dikomunikasikan dengan calon sister city untuk mendapatkan tanggapan.

7. Penandatanganan MoU

Adapaun bidang-bidang yang menjadi ruang lingkup dari kerjasma ini yaitu: manajemen limbah padat, manajemen air limbah, manajemen kualitas udara, manajemen energi, teknologi transportasi. 18

18

Sumber diolah dari bagian kerjasama, diakses melalui

https://humas.bandung.go.id/berita/bandung-dan-kawasaki-kerja-sama-dukung-citarum-har (15/520)

(17)

49 Dalam proses kerjasama yang dibangun Bandung-Kawasaki, Penjajakan dilakukan oleh kedua pemimpin Walikota Bandung H. Mochammad Ridwan Kamil dan Walikota Kawasaki Norihiko Fukuda yang berlangsung di Kawasaki. Pertukaran informasi mengenai potensi-potensi kerjasama dilakukan, berdasarkan studi kelayakan tentang Feasibility Study yang telah dibuat oleh Bandung-Kawasaki. Harapan dari penjajakan dari kerjasama ini yaitu menyelesaikan permasalahan lingkungan khususnya permasalahan manajemen limbah padat atau sampah. Pada tahap ke 2 yaitu Penandatanganan LoI, 7 Juli 2015 dilalukan penandatanganan LoI antara kedua pemimpin Bandung dan Kawasaki. Penandatanganan ini dilangsungkan di ruang kerja walikota Bandung. Walikota Bandung menyampaikan bahwa Bandung berkeinginan adanya kerjasama pengelolaan di sektor sampah mengingat sampah menjadi hal yang paling urgent dipermasalahan lingkungan Bandung. Sejak LoI, setiap tahun ahli-ahli dari Kota Bandung dan Pemerintah Kota Bandung diundang ke Kawasaki untuk ditunjukkan cara perencanaan kota, teknologi, industry Kawasaki. Kemudian tahap selanjutnya Penyusunan Kerjasama, setelah dilakukannya LoI pemerintah Bandung menyusun hasil rencana-rencana kerjasama yang telah dibuat. Melalui

Term of Reference dan Plan of Action yang menjelaskan maksud dan tujuan

kerjasma serta manfaat yang akan diperoleh menghasilkan kerjasama low carbon

development. Persetujuan DPRD merupakan tahapan berikutnya, setelah LoI dan

Penyusunan Kerjasama dilakukan maka akan diajukan kepada DPRD untuk dikaji ulang, dalam hal ini melalui komisi C DPRD Kota Bandung menerima kajian LoI dari hasil kerjasama tersebut. Tahap berikutanya yaitu Permintaan Fasilitasi

(18)

50

Pemerintah dalam hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah melalui peraturan

Menteri Luar Negeri dalam pedoman mekanisme tata cara hubungan kerjasama luar negeri oleh pemerintah daerah tahun 2012. Maka akan diajukan ke pemerintah pusat melalui Lembaga terkait seperti yang dijelaskan pada point diatas. Penyusunan Draft Mou merupakan langkah selanjutnya, seperti penjelasan pada point 6 diatas penyusunan dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung agar mempunyai tujuan dan dapat mengembangkan kerjasama Kota Bandung dan Kota Kawasaki. Setelah itu tahapap terakhit dilakukannya

Penandatanganan MoU, tepat pada tanggal 18 februari 2016 penandatangan

MoU dilakukan oleh kedua pemimpin yang dilaksanakan di Kawasaki.

2.4 Faktor-faktor Pendorong Kerjasama Sister City Bandung – Kawasaki

Dalam membentuk suatu keputusan atau kebijakan, selalu terdapat faktor-faktor pendorong yang melatarbelakanginya, begitu pula dengan keputusan untuk melakukan kebijakan kerjsama sister city. Apabila biasanya kebijakan politik luar negeri didasarkan kepada kepentingan nasional yang dibutuhkan oleh negara berbeda dengan kebijakan pemerintah daerah dalam melakukan kebijakan luar negeri yaitu didorong lebih kepada kebutuhan daerah tersebut untuk meningkatkan aspek-aspek yang diinginkan. Adapun keputusan kota Bandung untuk memilih Kawasaki sebagai mitra kerjasama sister city juga tentunya didorong oleh beberapa faktor baik faktor eksternal maupun internal.

(19)

51 2.3.1 Faktor Eksternal

Tahun pertama menjabat sebagai walikota Bandung Ridwan Kamil memaparkan selogan Bandung juara, dalam selogan tersebut Ridwan Kamil menginginkan agar kota Bandung memiliki pengembangan kota dengan berbasis pembangunan infrasturktur hijau.19 Oleh sebab itu untuk membangun hal tersebut diperlukan kebijakan kota berkelanjutan, kota berkelanjutan sendiri merupakan sebuah kebijakan global yang mana Indonesia telah mendukung kebijakan tersebut. Kota berkelanjutan atau yang lebih sering disebut Sustainable

Development Goals (SDGs) yang diadposi di Majelis Umum United Nations pada

bulan september 2015. Dukungan tersebut tertuang dalam peraturan Presiden NO. 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang menjadi pondasi utama untuk menetapkan struktur dan mekanisme tata kelola SDGs nasional untuk perencanaan, penganggaran, pembiayaan, pemantauan serta pelaporan. 20 kesepakatan SDGs terdiri dari 17 goals dan 169 target dan direncakan tercapai pada tahun 2030.21 Dalam upaya menetapkan 17 tujuan tersebut, PBB menyelenggarakan perundingan yang panjang demi menciptakan tujuan-tujuan yang kompleks. Selama proses perundingan United Cities and Local Governments (UCLG), yang memfasilitasi satuan tugas global bagi pemerintah daerah, mendorong agar dibuatnya satu

19

Bandung akan dikembangkan Menjadi Green City, diakses dari https://www.beritasatu.com/feri-awan-hidayat/archive/149320/bandung-akan-dikembangkan-menjadi-green-city (20/5/20)

20

Christope Bahuet. 2018. SDGs di Indonesia: 2018 dan Setelah itu. UNDP Indonesia. Diakses melalui http://www.id.undp.org/content/indonesia/id/home/presscenter/articles/2018/sdgs-di-indonesia--2018-dan-setelah-itu.html?cq_ck=1521445399178. (1/6/20)

21

Yanuar Nugroho. 2017. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs Memikirkan Mekanisme

Pendanaan: Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. https://www.sdg2030indonesia.org/an-component/media/upload-book/Yanuar_Nugroho_-_Kantor_Staff_Presiden.pdf. (1/6/20)

(20)

52 tujuan khusus terkait urbanisasi berkelanjutan dan mendesak agar seluruh tujuan dan target mempertimbangkan keberagaman konteks, peluang dan tantangan pada level sub-nasional. Desakan UCLG kemudian melahirkan tujuan ke 11 yaitu “Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan”. Tujuan tersebut dianggap menandakan pengakuan terhadap transformatif urbanisasi untuk pembangunan, serta peran pemimpin daerah untuk mendorong perubahan global. 22

Secara sederhana, pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai “Development Which Meets Their Own Needs”. Istilah ini pertama kali dipopulerkan dalam Our Common Future, sebuah laporan dalam yang dipublikasikan oleh komisi dunia untuk lingkungan hidup dan pembangunan

The World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun

1987. 23 sejak kemunculannya, pembangunan berkelanjutan mempunyai banyak definisi dan konsep itupun menjadi cair. Meskipun demikian, beberapa hal prinsipil mendapatkan penekanan. Pertama, komitmen pada keadilan dan fairness, dimana prioritas seyogyanya diberikan kepada masyarakat dunia yang paling miskin dan keputusan seharusnya mempertimbangkan hak-hak generasi yang akan datang. Kedua, sebagai suatu pandangan jauh ke depan (Long-Term) yang menekankan prinsip-prinsip precautionary, yaitu “dimana ada ancaman serius atau sesuatu yang tidak bisa dicegah, kekurangan kepastian pengetahuan secara penuh seyogyanya tidak digunakan sebagai alasan untuk menunda ukuran-ukuran biaya efektif (Cost Effective Measures) guna mencegah degradasi lingkungan”.

22

UCLG. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang Perlu Diketahui oleh Pemerintah Daerah https://www.uclg.org/sites/default/files/tujuan-sdgs.pdf. (5/10/20)

23

Muhammad Fardan Ngoyo. 2015. Mengawal Sustainable Development Goals; Meluruskan Orientasi Pembangunan yang Berkeadilan. Vol 1 no 1 Hlm 81.

(21)

53 Ketiga, pembangunan berkelanjutan mengintegrasikan, dan memahami, sekaligus bertindak dalam kesalinghubungan yang kompleks yang ada di antara lingkungan, ekonomi, dan masyarakat. Lingkungan pembangunan ekonomi, dan keadilan sosial ini menjadi tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan. 24

Kota Bandung sebagai bagian dari kota dunia tentunya berupaya untuk memenuhi target PBB tersebut dengan berkomitmen mengembangkan Kota Bandung menjadi Sustainable City. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mewujudkan poin ke 11 dalam target SDGs, dibentuklah poin ke 17 yang sekaligus menjadi poin terakhir dalam target SDGs yaitu kemitraan untuk mencapai tujuan. Poin ini menunjukkan pentingnya kerjasama antar stakeholders yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Salah satu target yang tertuang dalam poin ke 17 adalah meningkatkan kemitraan global untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di semua negara khususnya negara-negara berkembang. 25

Untuk mewujudkan kota berkelanjutan bukan hal yang mudah. Sejak tahun 2015 walikota Bandung pada saat itu Ridwan kamil menegaskan bahwasannya kota Bandung memliki potensi untuk dapat maju dalam bidang infrasturktur berbasis kota hijau dalam muwujudkan hal ini perlu adanya anggaran dana yang cukup besar. Terlebih kota Bandung sudah resmi masuk dalam jaringan kota hijau dunia di bawah naungan Organitation for Economic Cooperation and

development (OECD). Dimana hanya kota- kota tertentu yang mampu masuk

24

Ibid.

25

Diah Riski H. 2018. Impelementasi Sustaianble Development Goals (SDGs) dalam

Pembangunan Kota Berkelanjutan di Jakarta. https://www.researchgate.net/publication/325312873

(22)

54 dalam jaringan tersebut dan wakil indonesia dalam organisasi tersebut yaitu kota Bandung.26 Untuk menutupi kekurangan hal tersebut Ridwan Kamil melakukan kebijakan kerjasama untuk melakukan kebijakan kota berkelanjutan. Pemerintah daerah sebagai Sub-state dalam melakukan kerjasama internasional dalam rangka paradiplomasi.

Untuk mewujudkan hal ini, kota Bandung melakukan penjajakan kerjasama dengan berbagai pihak yang salah satunya adalah kerjasama sister city dengan Kota Kawasaki. Sehingga dengan kerjasma ini mendorong tujuan kota Bandung untuk melakukan tujuan ke 11 dan 17 dalam SDGs.

Selain faktor SDGs, Kota Bandung yang merupakan bagian dari

Organitation for Economic Cooperation and Develoment menjadi salah satu

faktor mengapa kerjasama Kota Bandung dan kota Kawasaki dilakukan untuk meningkatkan fasilitas dan kenyamanan menuju green city. OECD sendiri membuat program yang bernama Green Cities Programme, program tersebut dibentuk sejak tahun 2010.27 Program tersebut masuk dalam The Urban Green

Growth in Dynamic Asia Project yang mana bertujuan untuk mempromosikan

kota hijau di beberapa kota yang ada di Asia. Dalam penerapan ada dua yang dibangun dalam program tersebut yaitu OECD Green Growth Strategy dan OECD Strategy on Development yang membahas mengenai pentingnya setiap kota untuk menghadapi tantangan dalam pemanasan global. Ada 5 kota yang menerapkan program tersebut di Asia yaitu Bangkok (Thailand), Hai Phong

26

Bandung Masuk Jaringan Kota Hijau Internasional, diakses dari Bandung Masuk Jaringan Kota Hijau Internasional (goodnewsfromindonesia.id) (10/10/20)

27

(23)

55 (Vietnam), Iskandar Malaysia (Malaysia), dan Cebut (Philipina) dan salah satunya Bandung mewakili Indonesia. Adapun kota-kota tersebut dipilih berdasarkan jumlah populasi, percepatan pertumbuhan, struktur ekonomi, dan sentralitas kota tersebut didalam negara dan ekonomi regional. Sebelum di asia program tersebut sudah diterapkan di kota-kota besar seperti Paris, Chicago, Stockholm, dan Kitakyushu. Dan juga diterapkan dalam sekala negara yaitu China dan Korea. 28

Dengan bergabungnya kota Bandung dalam organisasi tersebut memudahkan dalam melakukan program yang ingin dicapai terkait kota Bandung menuju kota hijau, menyusul kota-kota lainnya yang sudah dahulu melakukan kebijakan tersebut. terlebih di dalam buku Green Growth in Bandung kota Bandung dikategorikan sebagai kota are metropolitan sehingga dengan dikategorikannya tersebut maka penduduk akan semakin bertambah, otomatis tata kelola kota harus memiliki jalan keluar dari permasalahan tersebut.

2.3.2 Faktor Internal

Program pengembangan Kota Hijau (P2KH) merupakan prakarsa mulia dan bentuk tanggung jawab yang dikembangkan pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Bersama dengan pemerintah kota/kabupaten guna mewujudkan ruang perkotaan yang lebih berkualitas melalui perencanaan yang baik dan mewujudkan 8 atribut kota hijau sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

28

(24)

56 Penataan Ruang. 29 karakter P2KH merupakan faktor kunci dalam perwujudan kota hijau yang berkelanjutan, diantaranya:

- Inovatif : berorientasi pada aksi nyata dan solusi berkelanjutan untuk masalah perkotaan.

- Partisipatif : P2KH diselenggarakan melalui kolaborasi aktif pemerintah, swasta, komunitas, dan masyarakat (Gerakan kolektif kota hijau).

- Sinergis : P2KH sebagai platform untuk sector-sektor, sekaligus pemberdayaan bagi seluruh stakeholder.

Penyelenggaraan P2KH diharapkan dapat menjadi tonggak pembelajaran serta penyempurnaan konsep dan langkah-langkah dalam membangun sinergi Bersama pemerintah kota dan kabupaten untuk mewujudkan kota yang mampu menyandang delapan atribut kota hijau. P2KH dilaksanakan melalui prinsip-prinsip yang meliputi:30

1. Performance based untuk roll over dana stimulant.

2. Local led development dalam rangka pemberdayaan peningkatan kapasitas local dan membangun ownership atas proses dan produk.

29

Program pengembangan kota Hijau, diakses dari

http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2kh/knowledge/detail/program-pengembangan-kota-hijau (11/10/20)

30

(25)

57 3. Fasilitasi pada penguatan 3 atribut utama (perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan, ketersediaan ruang terbuka hijau, dan komunitas hijau).

4. Perluasan spectrum kota hijau dengan pengembangan 3 atribut lanjutan yaitu green building, green waste, dan green energy. 5. Optimized project cycle (siklus perencanaan, pemograman,

pembangunan, pemeliharaan, dan evaluasi yang singkat) dan berorientasi pada aksi nyata.

6. Urban labs yaitu media pembelajaran Bersama yang dapat didiseminasikan dan direplikasikan secara luas.

Konsep green city atau kota hijau muncul pertama kali dalam pertemuan PBB yang dihadiri lebih dari 100 walikota dan gubernur di San Fransisco, Amerika Serikat, pada hari lingkungan hidup sedunia pada tahun 2005. Pertemuan tersebut, diantaranya melahirkan kesepakatan Bersama mewujudkan kota dengan konsep kota hijau. 31 kota hijau merupakan kota yang ramah lingkungan, dalam hal pengefektifan dan mengefisiensikan sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan system transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (lingkungan, social, dan ekonomi). Kota hijau memiliki 8 atribut yaitu Green Planning and design, Green Community,

31

Konsep Green City harus Diterapkan Dalam Pemanfaatan Ruang,

http://werdhapura.penataanruang.net/component/content/article/12-umumic/178-green-city. (12/10/20)

(26)

58 Green Building, Green Energy, Green Water, Green Transportation, Green

waste, Green Open Space. 32

Dibawah kepemimpinan Walikota Ridwan Kamil, memiliki konsep pembangunan kota smart city dan green city, diawal kepemimpinan focus pembangunan lebih kepada bagaimana Ridwan Kamil membangun kota Bandung sebagai kota berbasis smart city yang menciptakan budaya inovasi dan teknologi yang mengandalkan pada keberhasilan dari industry inti yang ada dan mengembangkan industry kreatif.33 Itu dibuktikan dengan penghargaan yang didapat kota Bandung dalam juara kedua smart city index setelah Surabaya, dengan mengubah seluruh lampu di kota Bandung dengan smart lighting dan bohlam LED hemat energi 70 %, dan bisa diatur jarak jauh via mobile phone. Hal itu indicator yang menunjukkan sebuah kombinasi antara smart city dan green city.34

Setelah pengembangan smart city, fokus kepada pembangunan infrastruktur hijau untuk mewujudkan green city. Untuk merealisasikan hal itu Ridwan Kamil melihat potensi yang dimiliki kota Kawasaki dalam membangun kota berbasis green city. Kawasaki yang dinilai memiliki pembangunan eco-town yang mampu mereduksi polusi karbon serta limbah menjadi alasan kota Bandung mencontoh Kawasaki. Dengan 3 strategi yang dimiliki Kawasaki dalam

32

Ibid.

33

SIEMENS. 2016. Bandung Smart City: Global Center of Competence Cities. diakses melalui http://www.siemens.asia/ID/Libraries/Press_Attachment/Bandung_Study_Book_ID.sflb.ashx (11/10/20)

34

Yanto Rachmat. 2015. Bangun kota Bandung Kombinasikan Smart City and Green Growth. Diakses melalui https://bandung.bisnis.com/read/20151025/549/1077379/bangun-kota-bandung-ridwan-kamil-kombinasikan-smart-city-green-growth-. (15/10/20)

(27)

59 membangun eco-town yaitu regulation and technology development for pollution control, transformation toward eco industrial park for material energy network,

green supply chain management.

Gambar 1 Kawasaki Eco-town. 35

35

Kawasaki Green Innovation. Diakses dari https://www.kawasaki-gi.jp/english/gi-1-2-8e/. (16/10/20)

(28)

60 Dengan pengelolaan yang dilakukan oleh Kota Kawasaki menjadi inspirasi untuk pembangunan kota Bandung menuju green city, kota Kawasaki yang dikenal sebagai kota industry mampu membangun konsep tatatanan eco-town yang terancang sedemikian rupa untuk mereduksi hasil limbah maupun polusi dari industry. Dengan konsep pembangunan infrastuktur hijau serta melibatkan seluruh aspek dari masyarakat untuk bergotong royong mambangun visi Bandung juara.

2.5 Bentuk Paradiplomasi Kerjasama Sister City Bandung-Kawasaki

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh dua negara yang akan melaksanakan sister city. Dari ketujuh tahapan yang telah dilakukan, kedua negara menyusun rencana kerjasama atau

plan of action pada tahapan ketiga. Setelah ditandatanganinya LoI Pemerintah

Kota Bandung segera menyusun rencana kerjasama atau Term of Reference dan

Plan of Action yang menjelaskan maksud dan tujuan kerjasama serta manfaat

yang akan diperoleh. Rencana kerjasama antara kedua kota berfokus pada pengembangan green city. Kedua walikota sepakat untuk melakukan pertukaran dan kerjasama dengan berbagi keahlian dan praktik-praktik terbaik dalam bidang: manajemen limbah padat, manajemen air, manajemen kualitas udara.36

36

Bagian kerjasama Kota Bandung. Diakses dari http://kerjasama.bandung.go.id/ksln/ksdpl (1/11/20)

(29)

61 Kelima bidang tersebut menjadi fokus utama dalam kerjasama sister city Bandung-Kawasaki. Adapun yang dimaksud dengan manajemen limbah padat adalah tentang mengenai bagaiamana upaya pemerintah kota Bandung dalam melakukan pengelolaan limbah padat yang terjadi di kota Bandung baik itu limbah industry maupun limbah perkotaan.37 Mengenai pengelolaan limbah padat merupakan titik terburuk dari kota Bandung yang mana persoalan sampah di kota Bandung menjadi hal yang tidak pernah berhenti. Upaya yang terus dilakukan pemerintah kota Bandung untuk mereduksi limbah padat adalah upaya serius untuk kenyamanan serta menjaga lingkungan hidup kota Bandung. 38 Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah yang rumit bagi pemerintah Kota Bandung dalam melakukan hal manajemen limbah padat. Sebab, apabila dilihat dari letak geografis di Provinsi Jawa Barat Kota Bandung bukanlah sebuah kota yang mempunyai banyak pabrik-pabrik industry seperti kota atau kabupaten tetangganya Kabupaten Bandung. Apabila sebuah kota atau kabupaten mempunyai banyak pabrik otomatis akan resiko limbah padat akan semakin meningkat, akan tetapi berbeda Kota Bandung kalah dengan Kabupaten Bandung dalam hal pengelolaan limbah padat. Kabupaten Bandung yang dikenal dengan pabrik-pabrik industrinya lebih mampu mengelola limbah padat disbanding kota Bandung yang hanya beberapa mempunyai pabrik industry. Hal ini menjadi kritik

37

Pengelolaan Limbah Industri Kota Bandung Terburuk. Diakses dari

https://kabar24.bisnis.com/read/20160621/78/559902/pengelolaan-limbah-industri-kota-bandung-terburuk (2/11/20)

38

(30)

62 tersendiri kepada pemerintah Kota Bandung. Hal tersebut yang mendorong kerjasama tersebut dilakukan 39

Sama dengan manajemen limbah padat, bidang manajemen air menjadi fokus pengolalaan dan penataan sebab Bandung sendiri dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan temperature rata-rata 23,06 derajat selsius, curah hujan rata-rata 156,4 mm, dan jumlah hujan rata-rata 15 hari perbulannnya.40 Resiko kemungkinan terjadinya banjir menjadi alasan pemerintah kota Bandung memperbaiki manajemen air, terlebih kota Bandung memiliki beberapa sungai yang menjadi tempat berlabuhnya genangan air dari beberapa kota atau kabupaten tetangga. Sungai yang ada di kota Bandung dapat tergolong kritis, hal ini menyebabkan sungai di kota Bandung tidak lagi bisa menampung aliran air dan menyebabkan banjir. Aliran sungai yang semakin sempit dikarenakan banyaknya pemukiman yang dibangun menggerus sungai yang harusnya menjadi tempat penampungan air dari hulu ke hilir. Ditambah pendangkalan akibat sedimentasi juga sampah yang dibuang sembarangan.41

Pencemaran udara merupakan salah satu permasalah utama di kota-kota besar di Indonesia salah satunya Kota Bandung. Permasalahan ini muncul akibat semakin tingginya kebutuhan dan tingkat aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Hal ini menjadi salah satu pemicu semakin tingginya konsentrasi polutan di

39

Kota Bandung dinilai paling buruk tangani limbah industry. Diakses dari

https://regional.kompas.com/read/2016/06/21/15143791/kota.bandung.dinilai.paling.buruk.tangani .limbah.industri (2/11/20)

40

Op.cit,

41

Zuli Istiqomah, 2019. Sungai Kota Bandung dalam Keadaan kritis. Diakses dari

https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/ptdzvp368/sungai-kota-bandung-dalam-kondisi-kritis (2/11/20)

(31)

63 atmosfer yang dapat memengaruhi kehidupan manusia maupun ekosistem. Dari hasil beberapa penelitian bahwa emisi terbesar Kota Bandung bersumber dari kendaraan bermotor.42 Sejak tahun 2015 atau sejak awal dari kerjasama Kota Bandung -Kawasaki kondisi baku mutu di Kota Bandung semakin buruk. Hal itu, terlihat dari berapa variable uji kandungan udara yang dianggap membahayakan semakin tinggi. Berdasarkan penelitian ITB, kadar timbal dalam darah dari anak-anak telah mencapai 46 persen. Angka ini, sudah melebihi standar WHO yang hanya 10 persen.

Sementara itu keberadaan kota Bandung hampir sama dengan kota Kawasaki di tahun 1967. Kota Kawasaki yang dikenal memiliki puluhan pabrik industry memiliki polusi udara yang sangat kritis, sebab pencemaran udara yang dihasilkan oleh pabrik tidak dapat dimobilisasi pemerintah untuk mengurangi emisi carbon yang dihasilkan. Seiring berjalannya waktu menjadi fokus kota Kawasaki dalam menangani permasalah tersebut dengan membangun system eco-town terpadu yang didukung dengan teknologi terbaharukan yang mampu mereduksi hasil polusi udara yang dihasilkan dan itu terjadi sejak awal tahun 2010. 43

42

Alvin Pratama, 2020. Analisis Dispersi Pencemar Udara PM10 di Kota Bandung Menggunakan WRFCHEM Data Asimilasi. Vol 26.

43

Kawasaki Envirinmental Research Institut of Kawasaki. Diakses dari

https://www.uncrd.or.jp/content/documents/2806Plenary%20Session%20(2)-%20Presentation-3-%20Ogihara%20(ii).pdf. (3/11/20)

(32)

64

Tabel Perencanaan Eco Town

Year Major Countermeasures

1960 Promulgations and enactment of the Kawasaki city ordinance for Pollution Prevention

1968 Establishment of a Continous Monitoring System fot Sulfur Dioxides etc. through use of centralized air pollution monitoring equipment. 1969 Establishment and enforcement of Regulation concerning relief

measures for persons affected by pollution and the beginning of relief for pollution victims

1970 Commencement of agreements signed with 39 factories within Kawasaki city regarding the prevention of air pollution to tighten antipollution measures aimed at polluting sources

1972 Promulgation of the Kawasaki City Ordinance for Pollution Prevention ,introduction of regulations on total emissions, and completion of the Pollution Monitor Center

1976 Completion of the Promulgation of the Kawasaki City Ordinance on Environmental Assessment and the introduction of a mechanism to prevent environmental degradation before it occurs

1978 Completion of an automatic system for monitoring nitrogen oxides at the source of release (achievement of the environmental standard for sulfur dioxide concentrations at 32 major factories in the city in all major areas)

(33)

65 1979 Concentration of sulfur dioxide reduction achieved by satisfying the

environmental standard in the entire city area

1999 Establishment and promulgation of the Kawasaki City Ordinance for conservation of Living Environment including Pollution Prevention

Dari Tabel diatas dapat kita lihat bagaimana proses Kawasaki melakukan perbaikan lingkungannya dimulai sejak 1960 hingga 1999 program tersebut berjalan. Dengan sinergitas terhadap akademisi, beberapa perusahaan yang konsern terhadap lingkungan, serta peran masyarakat Kawasaki untuk merubah bagaimana kondisi lingkungannya.

Upaya kerjasama yang dilakukan Kota Bandung untuk mewujudkan green city selain melakukan sister city dengan Kawasaki ada beberapa kota sebelumnya yang telah dilakukan, kerjasama terkait lingkungan untuk memperbaiki permasalahan lingkungan yang ada di Kota Bandung. Kemudian berawal dari forum-forum tentang lingkungan yang diadakan oleh PBB, sehingga lahirnya kerjasama antara Bandung-Kawasaki serta beberapa faktor pendorong baik dari internal maupun eksternal untuk mewujudkan kerjasama Bandung-Kawasaki. Sehingga terbentuklah Kerjasama sister city Bandung-Kawasaki yang mendorong terwujudnya Kota Bandung sebagai green city.

Dalam kerjasama Bandung-Kawasaki seperti yang telah kita ketahui merupakan sebuah paradiplomasi yang dilakukan oleh Kota Bandung, dalam praktek paradiplomasi terdapat prinsip-prinsip yang membentuk sebuah

(34)

66 kerjasama. Begitu juga dalam kerjasama Bandung-Kawasaki, ada beberapa Prinsip yang telah diterapkan oleh pemerintah pusat yang pertama, kerjasama internasional hanya dapat dilakukan dengan negara atau pemerintah yang telah memiliki hubungan diplomatic dengan pemerintah Indonesia. Kedua, is i atau substansi kerjasama luar negeri harus sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah seperti yang tertuang dalam UU No.32 tahun 2004 dimana kewenangan pemerintah daerah menyangkut berbagai bidang yang memungkinkan daerah untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing demi memajukan daerahnya. Ketiga, kerjasama harus disetujui oleh DPRD secara formal mewikili aspirasi dan kepentingan rakyat. Keempat, kerjasama dengan pihak luar negeri oleh pemerintah daerah tidak boleh menganggu stabilitas dan keamanan nasional. Kelima, kerjasama dengan asing tidak mengarah kepada campur tangan actor internasional kedalam urusuan atau yurisdiksi Indonesia sebagai negara berdaulat. Keenam, kerjasama pihak asing hendaknya dilandaskan pada asas persamaan hak dan kedudukan serta saling menguntungkan dengan sikap saling menghormati. Ketujuh, kerjasama dengan pihak asing harus ditujukan untuk mendukung proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan nasional dan pemberdayaan rakyat didaerah.44

44

Dyah Estu Kurniawati, Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah di Era Otonomi Daerah (Studi Pada Pemkab Malang), Humanity, Vol. 5, No.2 (2010)

(35)

Gambar

Gambar 1 Kawasaki Eco-town.  35

Referensi

Dokumen terkait