• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK DENGAN BAHAN BAKU DARI PPLH SELOLIMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK DENGAN BAHAN BAKU DARI PPLH SELOLIMAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK DENGAN BAHAN BAKU DARI PPLH SELOLIMAN

(Enik Sri Widarti; Ir. Sarwono, MM ; Ridho Hantoro, ST,MT) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya

Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: enick@ep.its.ac.id

ABSTRAK

Pada tugas akhir ini telah dilakukan penelitian tentang briket organik berbahan baku dari PPLH Seloliman meliputi uji proximate, eksperimental, dan simulasi dengan fluent 6.2.16. Penelitian ini dilakukan untuk 7 variasi komposisi briket meliputi D1R1, D1R2, D1R3, D1R4, D2R3, D3R1, dan D3R2 yang bertujuan memperoleh karakteristik terbaik dari komposisi tersebut. Hasil dari uji proximate yaitu kadar air terkecil pada briket D2R3 5.63% dan terbesar pada D1R4 10.99%, kadar abu terkecil pada briket D1R3 3.69% dan terbesar pada D3R1 13.9%, serta nilai kalor terbesar pada briket D2R3 4184,78 Kkal/kg dan terkecil D3R1 3351.55 Kkal/kg. Sedangkan untuk eksperimental diperoleh laju pembakaran terbesar D3R2 yaitu 0,000027 kg/s dan terkecil D2R3 yaitu 0.000006 kg/s. Hubungan antara komposisi dengan karakteristik briket adalah semakin banyak komposisi daun maka laju pengurangan massanya mendekati linier, laju pembakaran dan. laju temperaturnya semakin tinggi. Sedangkan untuk komposisi terbaik yang memenuhi standar Indonesia dan Jepang adalah briket D2R3 dengan kadar air 5.63%, kadar abu 6.5%, dan nilai kalor 4184.78 Kkal/kg. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sampah daun dan ranting dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif yang mempunyai kalor dan efisiensi ekonomi yang cukup besar.

Kata kunci: Briket Organik, Uji proximate, dan Software fluent 6.2.16.

I. PENDAHULUAN

Sumber energi tak terbarukan khususnya fosil (minyak dan gas) mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar pun meningkat sehingga dibutuhkan sumber alternative yang lain. Salah satu energi terbarukan yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan adalah biomas. Berdasarkan Statistik Energi Indonesia (DESDM, 2004) disebutkan bahwa potensi energi biomassa di Indonesia cukup besar mencapai 434.008 GWh. Biomas sendiri dapat dibuat dengan memanfaatkan sampah atau limbah. Berdasar perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar produk sampah perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari (Mungkasa, 2004). Beberapa jenis limbah biomassa memiliki potensi yang cukup besar seperti limbah kayu, daun, sekam padi, jerami, ampas tebu, cangkang sawit, dan sampah kota.

Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) yang begerak di bidang lingkungan hidup berlokasi di lereng sebelah barat Gunung Penanggungan tepatnya di perbukitan sejuk desa Seloliman, kecamatan Trawas kabupaten Mojokerto - Jawa Timur. Di daerah ini banyak menghasilkan sampah daun dan ranting yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Sampah tumbuhan tersebut apabila diolah dengan zat pengikat polutan akan menjadi suatu bahan bakar padat buatan yang lebih luas penggunaannya.

Dengan adanya briket dari sampah daun dan ranting maka dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar yang sekarang ini harganya cukup mahal, serta dapat mengurangi timbunan sampah yang semakin lama semakin bertambah.

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

• Membantu mengatasi permasalahan dalam pengolahan sampah khususnya sampah organik, yakni mengurangi jumlah timbunan sampah. • Sebagai alternatif bahan bakar energi

terbarukan yang ekonomis.

• Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket ini dikelola dengan baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Biomassa Sebagai Sumber Energi

Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan lagi sebagai sumber bahan bakar (Syafi’i, 2003). Biomassa meliputi limbah kayu, limbah pertanian / perkebunan / hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga (Syafi’i, 2003).

2. Briket Organik

Briket merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah perkotaan. Bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti bahan bakar minyak yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana (Kementrian Negara Riset dan Teknologi @2004.ristek.go.id).

(2)

2

Tabel 1 Kualitas Mutu Briket

3. Pembakaran Bahan Bakar Padat

Menurut Himawanto D. A. (2005), mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu pengeringan (drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang (char combustion).

Pengeringan (drying)

Dalam proses ini bahan bakar mengalami proses kenaikan temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang berada pada permukaan bahan bakar tersebut, sedangkan untuk kadar air yang berada di dalam akan menguap melalui pori-pori bahan bakar padat tersebut. (Borman dan Ragland, 1998).

Devolatilisasi (devolatilization)

Setelah proses pengeringan, bahan bakar mulai mengalami dekomposisi, yaitu pecahnya ikatan kimia secara termal dan zat terbang (volatile matter) akan keluar dari partikel. Volatile matter adalah hasil dari proses devolatilisasi.. Pembakaran arang (char combustion)

Sisa dari pirolisis adalah arang (fixed carbon) dan sedikit abu, kemudian partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi arang yang memerlukan 70% - 80% dari total waktu pembakaran. Laju pembakaran arang tergantung pada konsentrasi oksigen, temperatur gas, bilangan Reynolds, ukuran, dan porositas arang. Arang mempunyai porositas yang tinggi. Laju reaksi global dirumuskan dalam istilah laju reaksi massa arang per satuan luas permukaan luar dan per satuan konsentrasi oksigen di luar lapis batas partikel. Sehingga reaksi global bisa dituliskan sebagai berikut :

C + ½ O2 → CO (a)

dimana permukaan karbon juga bereaksi dengan karbondioksida dan uap air dengan reaksi reduksi sebagai berikut :

C + CO2 → 2CO (b)

C + H2O → CO + H2 (c) Reaksi reduksi (b) dan (c) secara umum lebih lambat daripada reaksi oksidasi (a), dan untuk pembakaran biasanya hanya reaksi (a) yang diperhitungkan.

4. Karakteristik Briket

Bahan bakar padat memiliki spesifikasi dasar antara lain sebagai berikut :

Nilai kalor (Heating value/calorific value) Nilai kalor bahan bakar padat terdiri dari GHV (gross heating value/nilai kalor atas) dan NHV (net heating value/nilai kalor bawah). Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram

bahan bakar tersebut dengan meningkatkan temperatur 1 gr air dari 3,5˚C-4,5˚C, dengan satuan kalori. Makin tinggi berat jenis bahan bakar, makin rendah nilai kalor yang diperolehnya. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kalor disebut kalorimeter bom (Bomb Calorimeter).

Kadar air (Moisture)

Kandungan air dalam bahan bakar, air yang terkandung dalam kayu atau produk kayu dinyatakan sebagai kadar air (Haygreen dkk, 1989).

Kadar Abu (Ash)

Abu atau disebut dengan bahan mineral yang terkandung dalam bahan bakar padat yang merupakan bahan yang tidak dapat terbakar setelah proses pembakaran. Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat (kayu) dipanaskan hingga berat konstan (Earl, 1974).. • Volatile matter (Zat-zat yang mudah menguap)

Volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) merupakan salah satu karakteristik yang terkandung dari suatu biobriket. Semakin banyak kandungan volatile matter pada biobriket maka semakin mudah biobriket untuk terbakar dan menyala, sehingga laju pembakaran semakin cepat.

Fixed Carbon (FC)

Kandungan fixed carbon, yaitu komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas yaitu KT (karbon tetap) atau disebut FC (fixed carbon), atau bisa juga disebut kandungan karbon tetap yang terdapat pada bahan bakar padat yang berupa arang (char).

Menurut Sulistyanto A. (2006), dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran briket, antara lain :

• Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.

• Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi pula pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama.

Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran akan semakin lama. Dengan demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalor lebih tinggi dibandingkan dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah. Makin tinggi berat jenis biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan sehari-hari sebaiknya digunakan biobriket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu

(3)

3

maksimal paling cepat. Dengan kata lain, briket yang baik untuk keperluan rumah tangga adalah briket yang tingkat polutannya rendah, pencapaian suhu maksimalnya paling cepat dan mudah terbakar pada saat penyalaannya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan bakar padat

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan bakar padat (Sulistyanto A, 2006), adalah : • Ukuran partikel

Salah satu faktor yang mempengaruhi pada proses pembakaran bahan bakar padat adalah ukuran partikel bahan bakar padat yang kecil. Dengan Partikel yang lebih kecil ukurannya, maka suatu bahan bakar padat akan lebih cepat terbakar.

• Kecepatan aliran udara

Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran udara dan kenaikan temperatur.

• Jenis bahan bakar

Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar. Karakteristik tersebut antara lain kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) dan kandungan moisture (kadar air). Semakin banyak kandungan volatile matter pada suatu bahan bakar padat maka akan semakin mudah bahan bakar padat tersebut untuk terbakar dan menyala.

• Temperatur udara pembakaran

Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan semakin pendeknya waktu pembakaran.

• Karakteristik bahan bakar padat yang terdiri dari kadar karbon, kadar air (moisture), zat-zat yang mudah menguap (Volatile matter) , kadar abu (ash), nilai kalori.

6. CFD (Computational Fluid Dynamics)

Berikut adalah diagram alir proses pemodelan dengan menggunakan CFD.

Gambar 1 Diagram Alir CFD (FLUENT Manual)

III. PERANCANGAN DAN PEMODELAN

SISTEM

Dalam tugas akhir ini penelitian dilakukan untuk mengetahui kualitas briket dari beberapa variasi komposisi.

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian 1. Pembuatan Briket

Dalam pembuatan briket tahapan-tahapannya adalah pengumpulan bahan baku, pencacahan/penggilingan, pencampuran bahan baku dengan perekat, pencetakan dan terakhir adalah pengeringan.

2. Uji Eksperimental Laju pengurangan massa

Untuk mendapatkan laju pembakaran sesaat (

.

m ) dapat menggunakan rumus,

t

m

m

=

. (1) dimana :

∆m = laju pengurangan massa (kg) ∆t = waktu (s).

Sedangkan waktu pembakaran (total) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2,

t

n

t

total

=

×

(2)

dimana :

n = jumlah pengambilan data ∆t = interval pengambilan data.

(4)

4

Laju perubahan temperature

Temperature yang diukur adalah temperature briket dan temperature udara dalam ruang pembakaran. Untuk temperature briket saat pembakaran dapat diketahui dengan thermometer tembak, sedangkan untuk temperature ruang pembakaran dapat diukur dengan thermometer biasa atau termokopel.

Uji proximate Nilai kalor

Nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung dengan menggunakan bombcalorimeter menurut rumus:

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x cv (kj/kg) (3) sedangkan nilai kalor bawah (LHV) dihitung dengan persamaan menurut rumus:

LHV = HHV – 3240 (kj/kg) (4) Bila dilakukan n kali pengujian, maka:

(

)

(

/ )

)

3240 / 1 kg kJ HHV LHV dan kg kJ n HHV HHV rata rata rata rata n i rata rata − = = − − = −

(5) dimana,

T1 = Suhu air pendingin sebelum dinyalakan (C) T2 = Suhu air pendingin sesudah dinyalakan (C) Tkp= Kenaikan suhu kawat penyala = 0,05 (C) cv = Panas jenis alat = 73.529,6 (kJ/kgC). Kadar Air (Moisture)

Pengujian kadar air menggunakan oven dan timbangan digital.

Kadar air dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: % 100 (%) 0 1 0 − × = − G G G air Kadar (6) dimana,

G0 = berat contoh sebelum dikeringkan (gr) G1 = berat contoh sesudah dikeringkan (gr).

Kadar Abu (Ash)

Pengujian kadar abu menggunakan cawan, tanur dan timbangan digital.

Untuk mendapatkan nilai kadar abu, maka dapat digunakan persamaan berikut,

% 100 (%)= × − A C abu Kadar (7) dimana, C = berat abu/residu (gr)

A = berat bahan sebelum pengabuan (gr). 3. Simulasi CFD

Gambit

Dimensi Briket

Tinggi 3.5 cm dan diameter 5 cm. Dimensi Ruang Pembakaran

Tinggi 32.6 cm Panjang 21.3 cm Lebar 21.3 cm

Jarak briket dengan keempat dinding 8. 15 cm

Gambar 3 Geometri Ruang Pembakaran Briket Meshing

Element hex/wedge dan type cooper dengan interval size 0.4 (the worst element 0.39814) Boundary condition

Inlet  mass flow inlet Outlet  pressure outlet Dinding samping  wall Dinding bawah  wall Fluent

Grid

• Grid check, merupakan proses pengecekan. Apabila terdapat eror pada konsol fluent atau jika nilai minimum volume adalah negative, maka mesh model harus diperbaiki digambit terlebih dulu. (Tuakia, 2008)

• Scaling, geometri digambit menggunakan satuan cm, untuk itu diperlukan penskalaan menjadi meter.

Define

• Model solver, yaitu segregated dan unsteady karena data hasil eksperimen berdasarkan waktu.

• Model viscous, menggunakan k-epsilon standar. • Material

• Operating condition • Boundary condition,

Gambar 4 Boundary Condition Ruang Pembakaran Briket Solve • Solution control • Solution initialization • Residual monitor • Iterate

(5)

5

Gambar 5 Grafik Residual dan Kontur Temperatur

IV. HASIL DAN ANALISA

1. Analisa Proximate Kadar air (Moisture)

Tabel 2 berikut ini merupakan hasil uji kadar air (%) briket organik di laboratorium rekayasa bahan Teknik Fisika ITS bila dibandingkan dengan standar dari 4 negara.

Tabel 2 Data Hasil Uji Kadar Air Briket Organik dan Standar Kadar Air 4 Negara.

No Jenis Varia-si Kadar air (%) Eks- peri-men Indo *) Inggris *) Je-pang*) USA *) 1 D1R1 7.27 7,75 3 – 4 6 – 8 6 2 D1R2 7.49 7,75 3 – 4 6 – 8 6 3 D1R3 7.84 7,75 3 – 4 6 – 8 6 4 D1R4 10.99 7,75 3 – 4 6 – 8 6 5 D2R3 5.63 7,75 3 – 4 6 – 8 6 6 D3R1 7.46 7,75 3 – 4 6 – 8 6 7 D3R2 7.5 7,75 3 – 4 6 – 8 6 *) Hendra, 1999

Dari data dapat diketahui bahwa nilai kadar air terbesar adalah pada variasi D1R4 sebesar 10.99%, sedangkan nilai kadar air terkecil pada variasi briket D2R3 sebesar 5,39 %. Pada Grafik 1 dapat dilihat pengaruh variasi komposisi terhadap kadar air yang dihasilkan. Kenaikan komposisi ranting pada briket akan berpengaruh terhadap besar kadar airnya. Sehingga dari data tersebut komposisi terbaik menurut kadar airnya adalah variasi briket D2R3 dengan kadar air 5.39%. Jika dibandingkan dengan standar dari 4 negara pada Tabel 2, nilai kadar air briket organik ini memenuhi standar Indonesia yaitu 7.75% dan standar negara Jepang yaitu berkisar 6-8%.

Grafik 1 Perbandingan Kadar Air Variasi Briket Organik

Tabel 3 Data Waktu Nyala dan Mass Flow Briket

No Jenis Variasi Kadar Air Briket (%) Waktu Nyala Briket Mass Flow (kg/s) 1 D1R1 7.27 7 menit 36 detik 0.000024 2 D1R2 7.49 10 menit 40 detik 0.000026 3 D1R3 7.84 8 menit 36 detik 0.000015 4 D1R4 10.99 10 menit 20 detik 0.000019 5 D2R3 5.63 6 menit 0.000006 6 D3R1 7.46 8 menit 10 detik 0.000013 7 D3R2 7.5 8 menit 20 detik 0.000027

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa ternyata lama pembakaran briket tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air saja. Kadar air hanya berpengaruh terhadap nyala awal briket (cepat atau lambat). Kadar abu (Ash)

Besarnya kadar abu dapat diukur menggunakan Persamaan 7. Pada Tabel 4 nilai kadar abu terbesar adalah pada variasi D3R2 sebesar 13,9%, sedangkan kadar abu terendah adalah variasi briket D1R3 sebesar 3,69%. Hubungan antara komposisi briket dengan kadar abu yang dihasilkan menurut Grafik 2 adalah setiap penambahan komposisi ranting dengan jumlah daun yang sama, maka akan terjadi penurunan kadar abunya. Dengan penambahan kosentrasi daun maka akan mengakibatkan kadar abunya naik (lihat Tabel 4). Jika dibandingkan dengan standar 4 negara, kadar abu briket organik ini memenuhi standar Indonesia yang nilainya berkisar 5,51% dan Jepang berkisar antara 3-6 %.

Grafik 2 Perbandingan Kadar Abu Variasi Briket Organik

Tabel 4 Data Hasil Uji Kadar Abu Briket Organik dan Standar Kadar Abu 4 Negara

No Jenis Varia si Kadar Abu (%) Eksperi men Indo-nesia*) Inggris *) Jepang *) USA *) 1 D1R1 5.19 5.51 8 – 10 3 – 6 8 2 D1R2 5.17 5.51 8 – 10 3 – 6 8 3 D1R3 3.69 5.51 8 – 10 3 – 6 8 4 D1R4 4.33 5.51 8 – 10 3 – 6 8 5 D2R3 6.5 5.51 8 – 10 3 – 6 8 6 D3R1 13.9 5.51 8 – 10 3 – 6 8 7 D3R2 5.39 5.51 8 – 10 3 – 6 8

(6)

6

Nilai Kalor (Heating Value)

Nilai kalor untuk tiap briket diketahui dengan menggunakan bomb kalorimeter di Teknik Kimia ITS. Dalam menghitung nilai kalor briket dapat menggunakan Persamaan 3 dan 4 pada bab sebelumnya.

Tabel 5 Data Hasil Uji Nilai Kalor Briket Organik dan Standar Nilai Kalor 4 Negara

No Jenis Varia si

Nilai Kalor (Kkal/kg) Eksperi men Indonesi a *) Inggr is *) Jepang *) USA *) 1 D1R1 4162.01 6814.11 6500 6000-7000 7000 2 D1R2 4168.13 6814.11 6500 6000-7000 7000 3 D1R3 4177.65 6814.11 6500 6000-7000 7000 4 D1R4 4101.13 6814.11 6500 6000-7000 7000 5 D2R3 4184.78 6814.11 6500 6000-7000 7000 6 D3R1 3351.55 6814.11 6500 6000-7000 7000 7 D3R2 4127.86 6814.11 6500 6000-7000 7000

Grafik 3 Perbandingan Nilai Kalor Variasi Briket Organik

Tabel 6 Perbandingan Hasil Proximate Briket Organik dengan Penelitian Sebelumnya

No Jenis Briket Kadar air (%) Kadar Abu (%) Nilai Kalor (kal/gr) 1 D1R1 7.27 5.19 4162.01 2 D1R2 7.49 5.17 4168.13 3 D1R3 7.84 3.69 4177.65 4 D1R4 10.99 4.33 4101.13 5 D2R3 5.63 6.5 4184.78 6 D3R1 7.46 13.9 3351.55 7 D3R2 7.5 5.39 4127.86

8 Biomass kayu jati*) 10.74 1.19 -

9 Briket Arang**) 7.57 5.51 6819.11 10 Briket tongkol jagung***) 5.87 0.88 4122.3 11 Briket batang jagung****) 4.27 6.3 4475.42

12 Briket kulit kacang

*****)

2.12 10.92 5175

Peneliti *)Suyitno & Tri Istanto,2005 **)Pari et el,1990

***)Setyawan,2007 ****)Afifi,2007

*****)hardy rakhman sany,2009

Nilai kalor tergantung pada kadar air dan kadar abu briket. Semakin tinggi kadar abunya maka semakin rendah nilai kalor, dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6, variasi briket D2R3 mempunyai kalor terbesar 4184.78 Kkal/kg dengan kadar air 5.63% dan kadar abu 6.5%. Untuk variasi briket D3R1 mempunyai kalor terkecil 3351.55 Kkal/kg dengan kadar air 7.46% dan kadar abu 13.9%. Jika dibandingkan dengan standar 4 negara, nilai kalor untuk briket organik ini lebih kecil dan tidak memenuhi standar dari ke-4 negara tersebut. Tetapi jika dibandingkan dengan beberapa jenis briket dari penelitian sebelumnya (Tabel 6) besarnya kalor hampir sama dengan briket tongkol jagung hasil penelitian Setyawan, 2007 yaitu sebesar 4122.3 Kkal/kg.

2. Analisa Eksperimen

Eksperimental pada penelitian tugas akhir ini dilakukan terhadap 7 variasi briket dengan perbandingan komposisi daun:ranting 1:1 (D1D1), 1:2 (D1R2), 1:3 (D1R3), 1:4 (D1R4), 2:3 (D2R3), 3:2 (D3R2), dan 3:1 (D3R1). Eksperimen ini dilakukan untuk memperoleh laju perubahan massa, distribusi temperature dan waktu nyala masing-masing variasi briket.

Laju pengurangan massa briket

Pada Grafik 4 menunjukkan bahwa pengurangan massa briket mendekati konstan atau dapat dikatakan nyala api dari briket tetap. Bentuk persamaannya adalah y = -0.023x + 40.26 dan R² = 0.919. dimana x adalah waktu (s) dan y adalah pengurangan massa (gr). Besarnya x bernilai negatif karena massa briket akan berkurang seiring dengan bertambahnya waktu. Dari grafik diketahui bahwa pada detik ke-260 massa briket berkurang cukup besar dari 35,78 gram menjadi 31,28 gram. Penurunan massanya mencapai 4,5 gram/20 s. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur dan juga kondisi lingkungan.

Pada Grafik 5 ditunjukkan perbandingan laju pengurangan massa dari ketujuh variasi briket. Apabila diamati grafik tersebut mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu. Massa awal tertinggi briket ada pada variasi D1R2 yaitu 47.49 gr dan terendah adalah D1R1 yaitu 31.8 gram. Pada briket D1R2 di detik ke-180 yaitu dari 44,95 gr menjadi 31,67 gr dengan temperatur 51,2 ˚C menjadi 65,7 ˚C. pengurangan massa per-20 detik mencapai 13,28 gram. Sedangkan laju massa terbaik adalah pada briket D3R1, hal ini dapat dilihat bahwa pada grafik penurunan nilai massanya relatif konstan dan mendekati linier dengan persamaan liniernya y = -0.015x + 39.00 dan nilai R2 = 0.987. Dari grafik tersebut diketahui bahwa semakin besar komposisi ranting dari briket, maka laju pengurangan massanya akan semakin tidak mendekati linier dan sebaliknya. Sedangkan jika daunnya yang ditambah maka laju pengurangan massanya semakin mendekati linier dan sebaliknya.

(7)

7

Grafik 4 Laju Pengurangan Massa Briket D1R4

Grafik 5 Laju Pengurangan Massa Briket Laju pembakaran briket

Laju pembakaran adalah besarnya massa terbakar briket per satuan waktu. Laju pembakaran briket sangat erat kaitannya dengan laju pengurangan massa dan temperatur. Pada Grafik 6 ditunjukkan bahwa pada variasi briket D1R4 detik ke-260 laju pembakaran briket naik secara tajam hingga mencapai 0,225 gram/s. Seperti dijelaskan sebelumnya (subbab 4.2.1) pada detik yang sama pengurangan briket berkurang cukup besar dari 35,78 gram menjadi 31,28 gram. Pengurangan massa pada detik ke-260 besar dikarenakan laju pembakarannya pun besar.

Grafik 6 Laju Pembakaran Briket D1R4

Grafik 7 Laju Pembakaran Briket

Perbandingan laju pembakaran briket untuk semua variasi dapat dilihat pada Grafik 7. Dari grafik tersebut diketahui bahwa laju pembakaran rata-rata terbesar pada variasi briket D1R4 sebesar 0,000027 kg/s, sedangkan laju pembakaran rata-rata terkecil pada variasi D2R3 yaitu 0,000006 kg/s (Tabel 3). Hubungan komposisi briket dengan laju pembakaran adalah dengan penambahan daun akan

menurunkan laju pembakaran briket. Hal ini dapat dilihat besar laju pembakaran pada variasi D1R1 0,000024 kg/s dan D3R1 0.000013 kg/s, pada komposisi ranting yang sama terlihat penurunan nilai laju pembakarannya.

Laju perubahan temperature briket

Pada grafik 8 ditunjukkan perbandingan distribusi temperatur masing-masing variasi. Dalam suatu pembakaran temperatur briket akan naik saat briket dinyalakan. kenaikan ini akan berlangsung terus hingga temperatur maksimal briket tercapai. Setelah mencapai nilai maksimal, selanjutnya temperatur briket akan mengalami penurunan hingga akhirnya akan berhenti saat briket telah mati. Jika diamati, pada grafik di atas temperatur maksimum briket yang tertinggi adalah untuk variasi D3R2 yaitu hingga mencapai 124.9 ˚C dan maksimum terendah pada briket D1R1 yaitu 54,4 ˚C. Hubungan komposisi briket dengan laju temperatur adalah semakin bertambahnya komposisi daun maka laju temperaturnya semakin besar (lihat Tabel 8). Laju temperatur terbesar adalah variasi D3R2 yaitu 0.3 ˚C/s dan terkecil adalah variasi D2R3 0.06 C/s dan D1R1 0.08 ˚C/s.

Grafik 8 Laju Perubahan Temperatur Briket Hubungan Parameter Fisis Karakteristik Briket

Dari ketiga parameter fisis karakteristik briket di atas yaitu laju pengurangan massa/ mass flow (∆m), laju pembakaran (

.

m

) dan temperature (˚C) mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Adapun hubungan antara laju pengurangan massa dan laju pembakaran ditunjukkan pada persamaan 3.1 pada bab sebelumnya.

Dari Persamaan 3.1 dan Tabel 7 diketahui hubungan laju pengurangan massa dan laju pembakaran adalah berbanding lurus. Dengan ∆t yang konstan maka jika laju pengurangan massa besar maka laju pembakarannya pun tinggi, dan sebaliknya. Seperti terlihat di Tabel 7 briket D2R3 mempunyai ∆m terendah yaitu 2.14 gr dan briket D3R2 mempunyai ∆m tertinggi yaitu 13.89 gr. Laju pembakaran untuk briket D2R3 0.006 gr/s dan D3R2 0.027 gr/s. Selain itu laju pembakaran ini juga mempengaruhi waktu nyala briket. Hal ini dapat dilihat dari persamaan 3.1 dan 3.2. Semakin besar nilai laju pembakaran maka akan mempercepat waktu pembakaran, sehingga kualitas dari briket akan menurun (Subroto dkk,2007). Tetapi pada penelitian kali ini tidak semua variasi memenuhi. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan data terdapat gangguan dari luar seperti angin, sehingga membuat nyala briket tidak stabil hingga akhirnya mati.

(8)

8

Tabel 7 Data Hasil Perhitungan Laju Pembakaran

No Jenis Variasi ∆m (gr) ∆t (s) .

m

(gr/s) 1 D1R1 11.6 456 0.0254386 2 D1R2 17.6 640 0.02675 3 D1R3 7.82 516 0.015155 4 D1R4 12.43 620 0.0200484 5 D2R3 2.14 360 0.0059444 6 D3R1 6 498 0.0120482 7 D3R2 13.89 500 0.02778

Tabel 8 Perbandingan Laju Pembakaran (gr/s) dengan Laju Temperatur per Sekon (˚C/s)

No Jenis Variasi

m

ekperimen . (gr/s) n perhitunga

m

. (gr/s) ∆T (˚C/s) Error (%) 1 D1R1 0.024 0.0254386 0.08 5.66 2 D1R2 0.026 0.02675 0.24 2.80 3 D1R3 0.015 0.015155 0.18 1.02 4 D1R4 0.019 0.0200484 0.14 5.23 5 D2R3 0.006 0.0059444 0.06 0.94 6 D3R1 0.013 0.0120482 0.16 7.9 7 D3R2 0.027 0.02778 0.3 2.81

Grafik 9 Perbandingan Mass flow (gr/s) dengan ∆ Laju Perubahan Temperatur tiap sekon (˚C/s) Briket

Dari Tabel 8 dan Grafik 9 terlihat jelas hubungan mass flow (gr/s) dengan ∆ laju perubahan temperatur (˚C/s). Mass flow terkecil pada briket D2R3 yaitu 0.006 gr/s mempunyai ∆ laju perubahan temperatur terkecil pula yaitu 0.06 ˚C/s. Sedangkan mass flow tertinggi pada variasi briket D3R2 yaitu 0,027 gr/s mempunyai ∆ laju perubahan temperatur terbesar juga yaitu 0,3 ˚C/s. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan keduanya adalah berbanding lurus, semakin besar mass flownya maka semakin besar pula ∆ laju perubahan temperatur dan sebaliknya. Jika dilihat dari segi komposisi, semakin banyak campuran ranting pada briket maka ∆ laju perubahan temperatur semakin kecil, sedangkan jika komposisi daunnya diperbanyak maka ∆ laju perubahan temperatur semakin tinggi.

3. Analisa Simulasi

Setelah diperoleh data hasil eksperimen, sebagian data tersebut disimulasikan untuk mengetahui kontur dari perubahan suhu, dan fenomena lain yang tidak bisa dilihat saat eksperimental.

Tabel 9 Data Temperatur Briket Hasil Eksperimen

No Jenis Varia si Tempera-tur Inlet Atas (˚C) Temperat ur Inlet Samping (˚C) Temper atur Outlet (˚C) Mass flow (kg/s) 1 D1R1 470 108 54.4 0.000024 2 D1R2 418 108 96.9 0.000026 3 D1R3 394 99 73.8 0.000015 4 D1R4 447 108 82.1 0.000019 5 D2R3 423 108 62 0.000006 6 D3R1 489 112 82.5 0.000013 7 D3R2 354 102 124.9 0.000027

Data yang digunakan untuk eksperimental adalah data temperature inlet masing-masing variasi briket, temperature outlet maksimum, dan mass flow dari tiap variasi. Untuk temperature dinding besarnya diambil saat eksperimen dan besarnya relative sama karena sangat sedikit sekali terjadi perpindahan panas. Beberapa kontur temperature briket tampak pada Gambar di bawah ini. .

Gambar 6 Kontur Temperatur Briket D1R1 Mass flow 0.000024

Gambar 7 Kontur Temperatur Briket D1R2 Mass flow 0.000026

Gambar 8 Kontur Temperatur Briket D1R3 Mass flow 0.000015

(9)

9

Gambar 9 Kontur Temperatur Briket D1R4 Mass

flow 0.000019

Gambar 10 Kontur Temperatur Briket D2R3 Mass flow 0.000006

Gambar 11 Kontur Temperatur Briket D3R2 Mass flow 0.000027

Gambar 12 Kontur Temperatur Briket D3R1 Mass flow 0.000013

Pada Gambar di atas terlihat perbedaan temperature di sekeliling briket. Warna merah mengindikasikan bahwa temperaturnya bernilai paling besar, sedangkan warna biru merupakan temperature terendah. Dari kontur tersebut terlihat bahwa daerah diatas briket mempunyai temperature yang tinggi, yakni sekitar 954 – 988 K. Hal ini dikarenakan briket memancarkan panas ke arah atas sehingga temperature di atas briket akan mengalami kenaikan. Semakin ke atas temperaturnya makin rendah karena titik ukur briket semakin jauh dari sumber panas (briket). Kemudian untuk temperatur sekeliling briket khususnya di dekat dinding temperaturnya relatif kecil dikarenakan pada eksperimen bentuk kompor terbuka sehingga angin bisa keluar masuk ruang pembakaran. Pada eksperimen titik ukur temperature berada pada ketinggian 26 cm dari dasar kompor.

4. Analisa Perbandingan Harga Briket Organik Briket organik terbuat dari limbah yang mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak dan harga sangat murah atau malah pada beberapa sampah tersebut (daun dan ranting) bisa diperoleh secara gratis, serta pembuatannya pun relative mudah. Tabel 10 Daftar Perbandingan Harga Bahan Bakar di Pasaran

No Bahan Bakar Nilai Kalor (Kcal/kg) Harga (Rp)

1 Minyak Tanah 11 8.500/lt*

2 Gas LPG 11.9 15.000/3kg*

3 Briket Batubara 5400 3.000/kg**

Sumber *[www.bocah.org, 2007], **[Media Indonesia,2008]

Tabel 11 Data Harga Bahan Bakar untuk Pemanasan 1 lt Air No Jenis bahan bakar Pemanasa n / liter air Harga /lt atau /kg Harga untuk pemanasan /liter air 1 Minyak tanah 0.13 8500 1105 2 Briket Organik 0.35 3000 1050

Berikut ini adalah data penghematan dari penelitian sebelumnya.

Tabel 12 Data Penghematan yang Terjadi dengan Menggunakan Biobriket[16] Penggunaan Minyak tanah *) Briket Batubara**) Biobriket ***) Penghematan Briket Batubara Penghematan Biobriket Rumah tangga 3 l/hari 8400 5760 3375 2640 5025 Warung makan 10 l/hari 28000 19200 11250 8800 16750 Industri kecil 25 l/hari 70000 48000 28125 22000 41875 Industri menengah 1000 lt/hari 2800000 1920000 1125000 880000 1675000 *) Nilai kalor 9000 kkal/kg, harga Rp. 2800/lt

**) Nilai kalor 5500 kkal/kg, harga Rp. 1200/kg ***) Nilai kalor 4000 kkal/kg, harga Rp. 500/kg

Tabel 13 Daftar Efisiensi Harga Bahan Bakar

No Jenis Variasi Nilai Kalor (Kkal/kg) Harga per kg (Rp/kg) Harga per Kkal (Kkal/Rp) 1 D1R1 4162.01 2652 0.6371921 2 D1R2 4168.13 2652 0.6362565 3 D1R3 4177.65 2652 0.6317821 4 D1R4 4101.13 2652 0.646651 5 D2R3 4184.78 2652 0.6337251 6 D3R1 3351.55 2652 0.7912757 7 D3R2 4127.86 2652 0.6424636 8 Briket pasaran 5400 3000 0.5555556 9 Minyak tanah 11000 8500 0.7727273 10 LPG 11900 15000 1.2605042

Sedangkan untuk briket berbahan dasar sampah organik yaitu daun dan ranting, biaya produksi relatif kecil yaitu sebesar Rp. 5500,- untuk 54 briket berbentuk silinder dengan tinggi 3,5 cm dan diameter 5 cm. Setiap briket mempunyai massa rata-rata 38,6 gram. Untuk menentukan harga produksi per satuan briket dapat dihitung dengan

(10)

10

membandingkan biaya produksi total dengan banyak briket yang dihasilkan. Hasilnya adalah untuk 1 briket dihargai Rp 102,-. Jika 1 kg briket sama dengan 26 buah briket, maka harga harga per kilogramnya adalah Rp. 2.652,-. Harga tersebut lebih murah Rp. 348,- dari harga briket batubara di pasaran. Perbandingan harga briket organik penelitian dengan bahan bakar yang lain dapat dilihat pada Tabel 4.13. Harga briket organik penelitian per rupiahnya rata-rata 0.6599 Kkal. Memang harga kalor ini 14.69% lebih besar bila dibanding briket pasaran, tetapi juga lebih kecil 17.86% bila dibanding minyak tanah dan 49.88% lebih kecil dari LPG.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari penelitian tugas akhir ini dapat disimpulkan bahwa:

• Hasil dari uji proximate yaitu kadar air terkecil pada briket D2R3 sebesar 5.63% dan terbesar pada D1R4 10.99%, kadar abu terkecil pada briket D1R3 sebesar 3.69% dan terbesar pada D3R1 13.9%, serta nilai kalor terbesar pada briket D2R3 4184,78 Kkal/kg dan terkecil D3R1 3351.55 Kkal/kg.

• Semakin kecil kadar air maka penyalaan awal briket semakin mudah dan semakin bagus, sebaliknya makin besar kadar air maka penyalaan semakin sulit dan temperaturnya semakin kecil. Sedangkan semakin besar nilai kadar abu maka semakin kecil nilai kalor yang dihasilkan.

• Hubungan antara komposisi briket dengan karakteristik briket adalah semakin banyak komposisi daun maka laju pengurangan massanya mendekati linier, laju pembakaran dan. laju temperaturnya semakin tinggi.

• Komposisi terbaik yang memenuhi standar Indonesia dan Jepang adalah briket D2R3 (perbandingan daun:ranting yaitu 2:3) dengan kadar air 5.63%, kadar abu 6.5%, dan nilai kalor 4184.78 Kkal/kg.

2. Saran

Dari penelitian ini dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai:

• Uji polutan yang terjadi sebagai akibat dari pembakaran briket organik.

• Mensimulasikannya dalam fluent dengan spesifikasi yang lain seperti material, boundary, dan model solver.

• Melakukan penelitian tentang variasi bentuk briket yang lain seperti dimensi (ukuran), bentuk briket (silinder, kotak, berongga) dan bahan baku briket yang lain agar nantinya dapat digunakan sebagai pembanding sekaligus salah satu solusi dari krisis energi

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Borman dan Ragland. 1998. Combustion Engineering. McGraw Hill Publishing Co, New York,

[2]. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). (2004). Statistik Energi Indonesia [3]. Earl, D.E., 1974. A report on Corcoal, Andre

Meyer Researc Fellow. FAO. Rome.

[4]. Haygreen, J.G dkk. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Semua Pengantar. Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

[5]. Hendra, D. 1999. Bahan Baku Pembuatan Arang dan Briket Arang. Litbang Hutan. Gunung Batu. Bogor.

[6]. Himawanto, D. A. 2005, Pengaruh Temperatur

Karbonasi terhadap Karakteristik

Pembakaran Briket, Jurnal Media Mesin, Volume 6 No. 2, Juli 2005. Surakarta

[7]. Istanto, Tri dan Suyitno. 2005. Simulasi CFD Pembakaran Non-Premixed Serbuk Biomass Kayu Jati. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS, Semarang.

[8]. Kadianto, Pria. 2009. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat terhadap Karakteristik Arang Briket Batang Jagung. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

[9]. Kementrian Negara Riset dan Teknologi @2004.ristek.go.id

[10]. Purnaningrum, Citria Novety. 2008. Perancangan Kompor Hemat Energi dengan Bahan Bakar Briket Biomass. Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Surabaya.

[11]. Sani, Hardy Rakhman. 2009. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Kulit Kacang Cabang dan Ranting Pohon Sengon serta Sebetan Bambu. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. [12]. Subroto, 2006, Karakteristik pembakaran

biobriket campuran batubara, ampas tebu dan jerami, Media Mesin, Vol 7, No.2, pp 47-54 [13]. Sulistyanto, Amin. 2006. Karakteristik

Pembakaran Biobriket Campuran Batubara dan Sabut Kelapa. Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

[14]. Syafi’i, W., 2003. Hutan Sumber Energi Masa Depan. www.kompas.co.id. Harian kompas 15 april 2003.

[15]. Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika Bandung. Bandung.

[16]. www.energyefficiencyasia.org.

Biodata Penulis:

Nama : Enik Sri Widarti NRP : 2406100082

TTL : Ponorogo, 23 Juni 1987 Alamat : Keputih 3E No. 6 Email : enick@ep.its.ac.id Riwayat Pendidikan : SDN Bancar 02

SLTPN 1 Bungkal Ponorogo SMAN 1 Slahung Ponorogo Teknik Físika ITS

Referensi

Dokumen terkait

Tinggi rendahnya kadar zat menguap dan kerapatan massa briket arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku dengan penambahan konsentrasi perekat tepung

Karakteristik briket serbuk gergaji kayu bayur dengan perekat daun biduri menjukkan hasil pengujian bahwa semakin banyak penambahan perekat maka nilai kadar air dan kadar abu

20 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa komposisi bahan baku briket arang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar zat menguap, kadar air, kadar abu, kadar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari briket yang dihasilkan, meliputi kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, nilai kalor, kerapatan, laju

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari briket yang dihasilkan, meliputi kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, nilai kalor, kerapatan, laju

Adapun parameter-parameter yang menentukan mutu briket sebagai bahan bakar yang diuji pada penelitian ini adalah kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon

Tinggi rendahnya kadar zat menguap dan kerapatan massa briket arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku dengan penambahan konsentrasi perekat tepung

Kadar abu yang tinggi disebabkan tidak ada perekat dalam biobriket kulit kayu akasia, semakin rendah kadar abu akan semakin bagus kualitas briket dan semakin tinggi kadar abu maka