• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermula pada terjemahan kata starbaarfeit yang berasal dari Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermula pada terjemahan kata starbaarfeit yang berasal dari Bahasa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana ialah sebagai berikut, yaitu pada dasarnya bermula pada terjemahan kata starbaarfeit yang berasal dari Bahasa Belanda.Yakni perilaku manusia yang dapat dirumuskan pada undang-undang, dan perilaku tersebut dianggap “melawan hukum, dapat dikenai pidana melalui kesalahannya”. Seseorang yang berbuat pidana tersebut harus bertanggungjawab atas perbuatannya apabila ditemukannya suatu kesalahan/kealpaan. Orang yang mempunyai kesalahan, melihat dari sisi kemasyarakatan menunjukan suatu pandangan-normatif yakni terkait salah yang dilakukan.1

Beberapa ahli juga memberikan pandangannya terhadap pengertian tindak pidana. Yakni:2

1) D. Simons, tindak pidana ialah suatu perbuatan pelanggaran aturan hukum dan dilakukan secara sengaja maupun tidak dengan sengaja oleh siapa saja dan ia bisa mempertanggung jawabkan tindakan-nya dan sesuai undang-undang sudah dinyatakan pada suatu perbuatan yang dikenai hukuman.

1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001.

hlm. 22

(2)

2) J. Bauman, ialah suatu tindak yang dipenuhi rumusan-rumusan delik yang ber-sifat memberi perlawanan hukum dan dikerjakan dengan adanya perbuatan salah.

3) Wiryono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai ancaman pidana.

4) Pompe, didalam suatu positif hukum starbaarfeit yakni adalah (1)feit artinya tindakan, ancaman - nya oleh suatu keputusan undang - undang. 5) Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan

pidana, barang siapa melanggar larangn tersebut.3

2. Unsur - Unsur Tindak Pidana

Unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang.4 1. Unsur tindak pidana menurut beberapa teoritisi

Unsur ini artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum yang tercermin pada bunyi rumusannya.

- Moeljatno, yakni unsur tindak pidana ialah: a. Adanya perbuatan;

b. Dilarang oleh suatu aturan hukum;

c. Di ancam dengan pidana bagi yang melanggar. - R. Tresna, tindak pidana memiliki unsur, yakni:

a. Rangkaian perbuatan manusia;

3 Ibid

4 Adami Chazawi, Pembelajaran Hukum Pidana 1 Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori

(3)

b. Bertentangan dengan perundang-undangan; c. Diadakan tindakan penghukuman.

- Vos, unsur tindak pidana yakni: a. Perilaku manusia;

b. Yang diancam dengan pidana;

c. Diatur di dalam perundang-undangan.

- Jonkers, yakni terkait unsur melekat tindak pidana ialah: a. Suatu (perbuatan);

b. Yang (melawan hukum): c. Ada (kesalahan);

d. Dapat dipertanggungjawabkan.

- Schravendijk, terdapat unsur-unsur tindak pidana yakni: a. Perilaku seseorang

b. (Bertentangan) pada ke-insyafan hukum; c. Ada ancaman hukum pidana;

d. Dikerjakan oleh seseorang e. Bisa disalahkan.

(4)

2. Unsur tindak pidana menurut undang-undang, diketahui adanya 11 (sebelas) unsur tidak pidana, yakni ialah:5

a. Perilaku / tingkah laku seseorang; b. Yang melawan hukum;

c. Adanya suatu kesalahan; d. Adanya akibat;

e. Adanya suatu keadaan yang menyertai; f. Syarat untuk dapat dituntut pidana; g. Syarat untuk memperberat pidana; h. Syarat untuk dapatnya pidana;

i. Adanya suatu objek hukum tindak pidana; j. Adanya suatu subjek hukum tindak pidana;

k. Adanya suatu unsur tambahan memperingan pidana.6

B. Pungutan Liar sebagai Tindak Pidana di Indonesia 1. Pengertian Pungutan Liar

Terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI) yakni terkait pengertian pungutan liar / pungli ialah memberi permintaan sesuatu baik berbentuk uang; maupun dalam bentuk yang lain kepada seseorang, lembaga / instansi, perusahaan, dan sebagainya dengan tidak mencantumkan peraturan yang semestinya7 Adapun pengenaan biaya pada pungutan liar terdapat pada wilayah tidak tepat dan harusnya pemungutan tersebut tidak di berikan.

5 Ibid. 6 Ibid.

(5)

Selebihnya pungutan liar dipungut oleh pejabat atau aparat dan digolongkan sebagai Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).8

Pungutan liar (pungli) juga dapat diartikan sebagai pungutan atau permintaan yang dilakukan dengan tidak sah dan melanggar suatu aturan hukum. Yakni oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum - oknum. Pungutan liar (pungli) adalah penyalahgunaan suatu kewenangan dengan ber-tujuan untuk mempermudah kebutuhan dan kepentingan oleh pemberi pungutan. Maka, pungutan liar (pungli) disini melibatkan para pihak, yakni pengguna jasa dan oknum pelaku praktik pungli melalui kontak langsung untuk melakukan transaki rahasia maupun terang-terangan. Oleh sebabnya, pungutan liar (pungli) pada umumnya terjadi di lapangan, yang dilakukan secara singkat dengan imbalan langsung (kebanyakan berupa uang) sesuai permintaan.9

Istilah lain yang mirip dengan pungutan liar dan suap adalah penyogokan (graft), yakni pemberian sesuatu atau upeti untuk maksud memuluskan sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini lebih dekat dengan penyuapan, dimana pihak masyarakatlah yang aktif bertindak. Istilah lain adalah pemerasan (extortion). Yakni permintaan setengah memaksa oleh pejabat kepada masyarakat agar prosedur yang diberikan tidak berbelit-belit atau agar beberapa ketentuan aturan dapat dilewati.10

Seorang pakar hukum (Dr. Soerdjono Dirdjosirwono) asal Universitas Parahyangan(Unpar) dan Universitas Diponegoro(Undip) diketahui telah

8 Id.m.wikipedia.org Di Akses Tanggal 19 November 2019

9 Samodra Wibawa, Efektifitas Pengawasan Pungutan Liar di Jembatan Tambang, Jurnal Ilmu

Administrasi Negara Vol 12 No 2. 2013

(6)

menuliskan “Pungli Analisa Hukum & Kriminologi” menyebutkan bahwa pungutan pada masa kini tidaklepas pada sejarah yang dipenuhi masa kelabu terlebih pungli jadi suatu budaya yang melegenda dan masuk pada tindak pidana kriminal yang tinggi. Atas dasar dukungan kondisi pada saat tu. Pungli ditemukan Soedjono berasal dari kamus China, “phung” diartikan per-sembahan “li” diartikan (keuntungan). Intinya memberi/mempersembahkan laba/keuntungan.11

2. Unsur - Unsur Pungutan Liar

Kumorotomo berpendapat, unsur-unsur melekat pada praktik-praktik pungutanliar/pungli ialah:

1. Pungutan liar (pungli) berarti bersumber pada kekuatan kekuasaan; kewenangan. Pelaku / oknum pungutan liar (pungli) adalah orang / kelompok yang memiliki kekuasaan juga kewenangan dari lembaga yang memanfaatkan hal tersebut pada kepentingannya sendiri. Pungutan liar (pungli) juga memiliki pengartian yakni akan ada perubahan atau penyelewengan ini ialah terhadap putusan yang bersifat pada diri sendiri dan bersangkutan pada urusan lembaga.

2. Pungutan liar (pungli) dapat dilibatkan suatu tujuan yang kontra-diktif dari oknum pelakunya.

3. Oknum – oknum ini melakukan tindakan pungli (pungli) dengan berusaha merahasiakan perbuatannya. Pungutan liar (pungli) bisa saja berlangsung

11 Portal Berita Ekonomi, Warta Ekonomi Perspektif Baru Bisnis & Ekonomi,

(7)

terbuka dan tidak. Pada dasarnya semua pelaku tidak ingin berterus-terang. Walaupun hal tersebut sudah dilakukan bahkan sering, mereka tidak akan mau diliput oleh media massa. Hal tersebut disebabkan pada tiap tindakan pungutan liar (pungli), didalamnya terkandung adanya suatu tindak penipuan, pemerasan, korupsi.

4. Pungutan liar/pungli tujuannya pada kebutuhan sendiri, kelompok maupun lembaga tertentu. Oleh sebabnya, pungutan liar/pungli dianggap selalu ada pertentangan dengan instansi juga negara.

5. Pungutan liar (pungli) dijalankan dengan adanya kesadaran, sengaja. Berbeda dengan salah urus, ia juga dapat merugikan seseorang namun berdasar bukan karena kesengajaan dan dapat dikatakan lalai.12

Adapun unsur-unsur yang dijelaskan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pungutan liar ialah sebagai berikut:

a) Unsur Objektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungan nya dengan keadaan, di dalam keadaan mana tindakan dari pelaku itu harus dilakukan.

1) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara; 2) Menyalahgunakan kekuasaan;

3) Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

(8)

b) Unsur Subyektif yakni ialah unsur yang ada pada diri pelaku dan ada hubungannya dengan diri pelaku termasuk segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya.

1) Didasari tujuan dalam mendapatkan untung untuk dirinya sendiri bahkan seseorang dengan hukum yang dilawan;

2) Menguntungkan secara melawan hukum.13

3. Pungutan Liar sebagai Tindak Pidana

Pungutan yakni dikategorikan sebagai tindakan pidana, dengan pemenuhan unsur yang terkadung pada pasal-pasal tertentu dalam KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dikarenakan, pungutan liar itu sendiri ialah bentuk dari tindak pidana korupsi.

Sejalan dengan apa yang telah dijelaskan diatas, pungutan liar dalam hal ini juga berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang mana suatu praktik ini dijalankan oleh seorang pegawai negeri sipil dan tindakan ini termasuk kedalam tindak pidana korupsi pejabat. Oleh karena itu seseorang yang bukan pegawai negeri sipil tidak dapat melakukan tindak pidana ini.14

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada ketentuan dalam pejabat yang berbuat dan dalam jabatan yang dijalankan. Lamintang menyebutkan “tindakan pidana dalam suatu jabatan” atau “ambtsdelicten” itu adalah sejumlah tindak pidana tertentu/khusus dan hanya bisa dijalankan oleh seseorang yang mengemban tugasnya sebagai PNS/ASN. Supaya tindak

13 Delik Pungutan Liar dalam Layanan Publik, www.kemendikbud.go.id Di Akses Tanggal 19

November 2019

(9)

pidana atas perbuatan para pegawai negeri itu bisa disebut sebagai pidana jabatan, pidana tersebut harus dilakukan oleh para PNS/ASN yang memiliki keterlibatan dalam jalannya tugas pada jabatan mereka-mereka15

4. Pengaturan Pungutam Liar dalam Perundang – Undangan

Pengaturan pungutan liar (pungli) dalam perundang-undangan ini, dapat di akomodinir dari KUHP yang pemenuhan unsurnya mengenai pungutan liar (pungli) itu sendiri dan dalam “Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999” tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana diubah dengan “Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001” tentang Perubahan atas “Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999” tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Maka dapat diketahui bahwa, pungutan liar (pungli) dimasukkan sebagai (tipikor) karena memenuhi unsur dalam (tipikor) diantaranya adalah:

a. Unsur setiap orang termasuk korporasi;

b. Unsur melakukan suatu perbuatan secara melawan hukum;

c. Unsur perbuatan dilakukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri; d. Unsur perbuatan yang dilakukan merugikan keuangan negara;

Adapun pasal yang dikaitkan dengan pegawai negeri sebagai oknum tindak pidana pungutan liar terdapat pada pasal 8, 9, 10, 11, 12, 12B, dan 23 (mengadopsi pasal 421, 422, 429, 430 KUHP) Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang -

15 Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, Teoritis, dan Praktik PT. Alumni,

(10)

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 8 berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”

Pasal 9 berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.”

Pasal 10 berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau

c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.” Pasal 11 berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah

(11)

atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.”

Pasal 12 berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal

diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah

(12)

merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

Pasal 12B berbunyi:

“(1) Tiap gratifikasi pada pegawai negeri maupun penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana didalam ayat (1) ialah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 23 berbunyi:

“Dalam perkara korupsi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal 422, pasal 430 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

Dalam praktik pungutan liar (pungli) ini dapat diartikan pada perilaku kriminal seseorang dalam tindakan penipuan, tindakan pemerasan, dan tindakan korupsi dan telah tertuang pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni pada:16

Pasal 368 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang memberikan sesuatu 16 Dosen Pendidikan 2, Pungli Adalah. dosenpendidikan.co.id Tanggal Akses 18 November 2019

(13)

baeng, yang seluruhnya atau sebagian ialah milik orang lain atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Pasal 415 KUHP yang berbunyi:

“Seorang pegawai negeri atau orang yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu yang dengan sengaja menggelapkan surat-surat berhaga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Pasal 418 KUHP yang berbunyi:

“Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empar ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 423 KUHP yang berbunyi:

“Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.”17

C. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana di Indonesia 1. Definisi Upaya Penanggulangan

Upaya penanggulangan ialah berdasar pada 2 (dua) hal yakni upaya dalam terlindungi nya masyarakat (social defence) dan upaya dalam menggapai hidup sejahtera (social welfare). Upaya penanggulangan disini dapat pula diartikan dengan “politik kriminal” yakni suatu hal dengan dimilikinya sebuah tujuan untuk “perlindungan masyarakat untuk mencapai

(14)

kesejahteraan masyarakat”. “Penanggulangan kesejahteraan” atau criminal

policy merupakan bagian dari “penegakan hukum” atau low enforcement policy. Ditegakkannya hukum disini yakni termasuk bagian dari “kebijakan

sosial” atau social policy dan juga “kebijakan legislatif” atau legislative policy. Pada kebijakan criminal politic ini yang berhakikat suatu komponen keseluruhan dari suatu social policy yakni ialah rangkaian konsep dalam menyusun dan tercapainya sosial yang sejahtera.18

Penanggulangan kejahatan/kriminalitas disini menurut Prof. Barda yakni dengan digunakannya sarana yang terdiri dari 2 (dua), yaitu:

i. Sarana Penal

Adalah penanggulang-an kejahatan dengan digunakannya hukum pidana dan berisi 2 (dua) masalah, yaitu:

(1) Perilaku/perbuatan pelanggar yang seperti apa sehingga dapat di tindak;

(2) Pelanggaran apa yang harusnya diterima oleh pelanggar. ii. Sarana Non Penal

Adalah hanya berisikan tentang digunakannya sarana sosial dengan tujuan untuk diperbaikinya keadaan-keadaan “sosial tertentu”. Sementara itu secara “tidak langsung” dapat mempengaruhi upaya/usaha dalam mencegah terjadinya kejahatan/kriminalitas.19

18 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru. Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2008

(15)

Pada dasarnya suatu kebijakan hukum dalam pidana merupakan proses ditegakkan nya hukum pidana secara keseluruhan. Karena itu diharapkan ketiga tahapan tersebut merupakan satu jalinan mata rantai yang berkorelasi dalam sebuah kebulatan sistem. Dengan demikian kebijakan legislatif adalah tahap awal yang paling strategis dari keseluruhan proses fungsionalisasi / operasionalisasi / konkretisasi hukum pidana dan merupakan fundamen tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Menurut Wisnubroto, kebijakan pada hukum pidana merupakan tindakan yang ada hubungannya dengan:

a. Upaya pemerintahan dalam menanggulangi suatu kejahatan dan dikaitkan dengan hukum pidana.

b. Perumusan pada hukum pidana yakni dapat sesuai dengan kondisi masyarakat.

c. Kebijakan pemerintah yang mengatur masyarakatnya dengan hukum pidana.

d. Dalam menggunakan hukum pidana dengan mengatur masyarakat untuk mencapai tujuan lebih besar.20

Penjelasan terkait kebijakan pidana secara sarana penal dan non penal ini menjelaskan bahwa keduanya menitik beratkan pada sifat tertentu. Kebijakan pidana dengan sarana penal lebih menitik beratkan pada sifat represif. Sedangkan kebijakan pidana dengan sarana non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif.

(16)

Penjalasan tersebut memberikan pemaparan yakni terkait kebijakan dengan sarana penal dititikberatkan dalam sifat/upaya represif dengan dasar suatu hal yang terkait pada “tindak pidana” tersebut terdiri atas 2 (dua) dasar yakni penuntutan perbuatan yang harusnya menjadi tindakan yang dapat dikenai pidana dan terkait sanksi apa yang harusnya dikenai pada diri pelaku. Sarana non penal sifatnya lebih pada pencegahan dan sasaran nya ialah terkait faktor-faktor kondusif yang menjadi sebab timbulnya tindakan kriminil, yang dijalankan secara langsung maupun tidak langsung.21

2. Upaya Penanggulangan Represif

Upaya penanggulangan represif ialah apapun tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dengan sesudah terjadinya suatu kejahatan atau tindak pidana. Tindakan represif ini dapat dipandang tindakan preventif dengan pengertian yang sangat luas. Termasuk tindakan represif ialah penyidikan, penyidikan lanjutan, dan penuntutan hingga terlaksananya pidana. Dalam hal ini merupakan bagian dari politik kriminal, yang harus dipandang sebagai satu rangkaian kegiatan dengan dilakukan oleh badan / lembaga yang bersangkutan dalam menanggulangi suatu kejahatan. Kegiatan disini termasuk tidak melakukan kegiatan, yang artinya tidak melakukan penyidikan pada perbuatan orang tertentu dan tidak melakukan suatu penuntutan terhadap perkara tertentu dan juga tidak memberikan penjatuhan pidana.22

21 Barda Nawawi Arief. Loc.cit

(17)

Diketahui upaya dari pemerintah saat ini ialah pembentukan SATGAS SABER PUNGLI melalui “Peraturan Presiden No 87 Th 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar”.23 Untuk pelaksanaan tugasnya, petugas disini memiliki fungsi:

1. Intelejen(pengumpulan data/informasi); 2. pencegahan(tindakan mencegah);

3. penindakan(tindakan/pemberatasan pungli); 4. yustisi(pada tingkat pengadilan).

Dan memiliki wewenang yakni:

1. Dalam mengadakan sebuah upaya pencegahan sekaligus dalam memberantas praktik pungli;

2. Dengan mengadakan upaya mengumpulan data/informasi oleh kementrian dan lembaga/instansi maupun masyarakat yang berkaitan yakni dapat memanfaatkan sebuah teknik/teknologi informasi;

3. Melakukan koodrinasi, membuat perencanaan, dan mengadakan (operasi pemberantasan);

4. Menindak lanjuti dengan operasi tangkap-tangan/(OTT);

5. Memaparkan rekomendasinya ke pimpinan/kepala Lembaga/Instansi, juga kepala pemerintah daerah/(Pemda) terkait pemberian/penjatuhan sanksi pidana pada pelaku pungli yang termuat dalam perundang-undangan; 6. Mengadakan sosialisasi atas terbentuknya unit pemberantasan pungli

berikut dengan tugas yang dijalankan dan wewenang yang dimilikinya;

(18)

7. Melakukan identifikasi untuk mengukur sejauh mana jalannya tugas untuk memberantasan pungutan liar.24

3. Upaya Penanggulangan Preventif

Upaya penanggulangan preventif yaitu upaya penanggulangan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadi kejahatan. Upaya preventif ini adalah untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian dilihat dari sudut pandang kriminal, seluruh kegiatan preventif melalui upaya itu mempunyai kedudukan strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifikasikan dan diefektifkan.25

Baharuddin Lopa, berpendapat bahwa macam upaya preventif ialah:

1) Ditingkatkannya kesejahteraan pada masyarakat dalam mengurangi pengangguran yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan. 2) Diperbaikinya sistem administrasi dan sistem pengawasan untuk

mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

3) Meningkatkan penyuluhan / sosialisasi hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.

4) Penambahan personil kepolisian dan penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif dan preventif.

5) Ketangguhan moral serta profesionalisme yang ditingkatkan bagi pelaksana penegak hukum.26

24 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Loc.cit

25 Widya Ade Septesha, Upaya Satgas Saber Pungli dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pungli,

jurnal.fh.unila.ac.id 2019

(19)

D. Aparatur / Petugas yang Berperan dalam Memberantas Pungutan Liar

Satuan Tugas Saber Pungli disini memiliki kedudukan yang pada dasarnya memiliki tanggungjawab untuk disampaikan pada Pemimpin Negara ini. Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) memiliki pekerjaan untuk mengadakan suatu pemberantasan pungutan yang tidak sah dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana yang ada pada kementrian maupun pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan tugasnya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) mempunyai kewenangan:

1. Dalam mengadakan sebuah upaya pencegahan sekaligus dalam memberantas praktik pungli;

2. Dengan mengadakan upaya mengumpulan data/informasi oleh kementrian dan lembaga/instansi maupun masyarakat yang berkaitan yakni dapat memanfaatkan sebuah teknik/teknologi informasi;

3. Melakukan koodrinasi, membuat perencanaan, dan mengadakan (operasi pemberantasan);

4. Menindak lanjuti dengan operasi tangkap-tangan/(OTT);

5. Memaparkan rekomendasinya ke pimpinan/kepala Lembaga/Instansi, juga kepala pemerintah daerah/(Pemda) terkait pemberian/penjatuhan sanksi pidana pada pelaku pungli yang termuat dalam perundang-undangan; 6. Mengadakan sosialisasi atas terbentuknya unit pemberantasan pungli

(20)

7. Melakukan identifikasi untuk mengukur sejauh mana jalannya tugas untuk memberantasan pungutan liar.27

Susunan organisasi pada Satuan Tugas Saber Pungli terdiri dari: 1) Menko Polhukam;

2) Inspektur Pengawasan Umum Polri 3) Inspektur Jenderal Kemendagri 4) Jaksa

5) “Staf Ahli” di lingkungan Kemenko bidang Polhukam

6) 1. Polri; 2. Kejaksaan Agung; 3. Kementrian Dalam Negeri dan HAM; 4. (PPATK); 6. Ombudsman RI; 7. (BIN) dan 8. Polisi Militer TNI.

Dalam pelaksanaan tugasnya yakni pada Pengendali/yang ditentukan sebagai penanggung jawab disini berhak dalam memilih/mengangkat pokli sekaligus pokja sesuai kebutuhan dalam pelaksanaan tugas. Ahli disini berasal dari unsur akademisi yang memiliki keahlian pada bidang pemberantasan pungutan liar. Dan pelaksanaan tugasnya dilaporkan kepada Presiden dalam 1kali setiap 3bulan. Ketua dan wakil pelaksana disini juga memiliki pekerjaan/tugas yakni dalam menyusun koordinasi untuk melaksanakan kegiatan pokja terhadap pelaksaaan OTT. Ketua; wakil pelaksana; dan pokja memberikan laporan hasil kegiatan/tugasnya kepada ketua dan juga wakil dengan cara yang tersusun rapi, dengan kata lain urut dan runtut 28

27 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Loc.cit

28 Ni Nengah Adiyaryani, Pemberantasan Pungutan Liar sebagai bentuk Kebijakan Kriminal di

(21)

Peraturan Presiden disini memberikan pemaparannya terkait masyarakat jugamemiliki peran dalam pemberentasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non – elektronik, yakni memberikan informasi, aduan, laporan, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Banyaknya laporan dari masyarakat, maka dapat dinggap bahwa partisipasi publik dipercaya menentukan keberhasilan dalam memberantas pungli. Menghapuskan pungli di Indonesia dapat memberikan kepercayaan bagi investor, dan juga masyarakat lebih percaya akan hukum yang ditegakkan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengolah 1860 data yang berasal dari 155 perusahaan yang memnuhi kriteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa revaluasi aset tetap tidak memiliki pengaruh

Hasil analisis dengan korelasi didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu hamil primigravida dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi

I am happy to see this great work as part of collaborations among Universitas Ahmad Dahlan and Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas

Sistem pakar adalah cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), yaitu dengan menyimpan kepakaran dari pakar manusia ke dalam komputer dan meyimpan basis pengetahuan

Muhidin Ruko Graha Cakra Kencana Blok G Gudang Hitam (Dekat Bank BRI Sungai Liat) 0717-93765.. 117 Pangkalpinang-JNE

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkah dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun Buku Panduan dan

Melihat algoritma umum yang diberikan dari sumber tersebut dan membandingkannya dengan penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan algoritma tersebut menggunakan

Balai Perbibitan Ternak Unggul (BPTU) sapi Bali Pulukan selama ini mendapatkan pasokan sapi Bali calon bibit dari wilayah Instalasi Populasi Dasar (IPD), oleh