• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Grand Theory

Secara umum ada 2 grand theory yang sering digunakan dalam penelitian yaitu

1. Agency Theory (Teori Keagenan)

Agency Theory dikembangkan oleh Jensen, M. C, and W.H. Meckling (1976).

Menurut Brigham (2011), teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan selama ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akutansi disebut dengan Agency Theory. Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akutansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akutansi keuangan dengan menambahkan aspek prilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan saling bertentangan. Dalam teori keagenan, hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)

(2)

memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akutansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

2. Signaling Theory

Menurut Brighanm (2011) Signaling Theory adalah suatu tindakan yang diambil manajemen suatu perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manjemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang.

Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian

(3)

sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akutansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang berkualitas.

2.2 Pengertian Bank

Menurut Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah:

“badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak"

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank merupakan perusahan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan, yang kegiatan pokoknya mempunyai 3 fungsi utama adalah sebagai berikut:

1. Menerima penyimpanan dana masyarakat dalam berbagai bentuk

2. Menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada masyarakat untuk mengembangkan usaha

(4)

3. Melaksanakan berbagai jasa dalam kegiatan perdagangan dan pembayaran dalam negeri maupun luar negeri, serta berbagai jasa lainnya dibidang keuangan, diantaranya inkaso transfer, traveler check, credit card, safe deposit box, jual beli surat berharga, dan lain sebagainya.

2.3 Tugas Bank

Tugas bank antara lain (Arlan Widiantara, 2013) 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

a. Menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkannya.

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara termasuk tetapi tidak terbatas pada: operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit dan Tugapembiayaan.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas jasa sistem pembayaran

b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya

c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran d. Mengatur dan mengawasi bank

(5)

2.4 Jenis Bank

Adapun Jenis Bank dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain (Drbanker,2014):

Jenis Bank berdasarkan fungsinya

1. Bank Sentral, yaitu : Bank Indonesia. Bertugas mengatur kebijakan dalam bidang keuangan (moneter) dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.

2. Bank Umum, yaitu : Bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

3. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu: Bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk yang lain.

4. Bank Umum yang khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu, yaitu: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, pembangunan perumahan.

Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya:

1. Bank Umum Milik Negara, yaitu: Bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan undang-undang

2. Bank Umum Swasta, yaitu: Bank yang didirikan dan menjalankan usaha oleh golongan pengusaha tertentu setelah mendapatkan izin dari menteri keuangan.

(6)

3. Bank Campuran, yaitu: Bank yang didirikan bersama-sama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI atau badan Hukum Indonesia dengan satu atau lebih yang berkedudukan di Luar Negeri 4. Bank Pembangunan Daerah, yaitu: Bank milik Pemerintah Daerah

5. Bank Syariah, yaitu: bank yang menerapkan prinsip perbankan berdasarkan Syariah Islam

Jenis Bank menurut kegiataannya:

1. Corporate Bank – Pelayanan berskala besar 2. Retail Bank – Pelayanan berskala kecil

3. Retail Corporate Bank – Pelayanan berskala besar dan kecil Jenis Bank menurut status dan kedudukannya:

1. Bank Devisa, adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala Internasional

2. Bank Non Devisa, adalah bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaksi-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya mejadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.

(7)

2.5 Fungsi Bank

Fungsi bank secara umum adalah (Arlan Widiantara,2013):

1. Penghimpun dana. Secara garis besar, dana yang dapat dimanfaatkan oleh sebuah bank untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana dalam bentuk simpanan, antara lain, bersumber dari:

a. Masyarakat luas yang diperoleh melalui usaha bank menawarkan produk simpanan, berupa tabungan, deposito dan giro

b. Lembaga keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa kredit likuiditas dan call money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh bank yang meminjam)

c. Pemilik modal yang berupa setoran modal awal pendirian maupun pengembangan modal

2. Penyalur dana. Dana yang berhasil dihimpun oleh sebuah bank kemudian disalurkan kembali dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya kepada masyarakat yang memerlukan, seperti: pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap dan lain sebagainya. Pemberian kredit akan menimbulkan risiko, oleh sebab itu dalam pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan dan azas kehati-hatian.

3. Pelayanan jasa keuangan. Dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu lintas pembayaran uang.” Bank melakukan berbagai aktivitas kegiatan lainnya, seperti

(8)

pengiriman uang/transfer, inkaso, penagihan surat berharga/collection, cek wisata, kartu debit, kartu kredit, transaksi tunai, BI-RTGS, SKN-BI, ATM, E-banking dan pelayanan perbankan lainnya. Dengan melaksanakan fungsi ini, diharapkan bank dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat selain memperoleh sumber pendapatan berupa komisi, bunga atau bagi hasil

Sedangkan secara lebih khusus, selain fungsi-fungsi umum diatas, bank juga berfungsi sebagai agent of trust, agent of development dan agent of service. Hal ini dapat dijelaskan, sebagai berikut:

1. Agent of Trust, yaitu lembaga yang berlandaskan kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Dalam fungsi ini harus dibangun kepercayaan yang bergerak kedua arah yaitu dari dan ke masyarakat.

2. Agent of Development, yaitu: lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi disuatu negara. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut antara lain memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepas dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

(9)

3. Agent of Service, yaitu bank juga memberikan pelayanan jasa perbankan dalam bentuk transaksi keuangan kepada masyarakat seperti pengiriman uang/transfer, inkaso, penagihan surat berharga/collection, cek wisata, kartu debit, kartu kredit, transaksi tunai, BI-RTGS, BI-SKN, ATM, Ebanking serta pelayanan yang lainnya. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

2.6 Perbankan Syariah

2.6.1 Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah atau bisa dikenal dengan bank Islam mempunyai sistem operasi di mana ia tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga ini, bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. atau dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio, 1997).

2.6.2 Prinsip Perbankan Syariah

Menurut M. Syafi’i Antonio (2001) Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat

(10)

menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:

1.Perniagaan atas barang-barang yang haram,

2.Bunga (ا بر riba),

3.Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ر سيم maisir), serta

4.Ketidakjelasan dan manipulatif (ررغ gharar)

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut (Nurul Ichsan Hasan, 2014):

Bank Islam Bank Konvensional

Melakukan hanya investasi yang halal menurut Islam

Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam Memakai prinsip bagi hasil,

jual-beli, dan sewa Memakai perangkat suku bunga

Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)

Berorientasi keuntungan

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur

Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah

Penghimpunan dan penyaluran dana tidak oleh diatur dewan sejenis

(11)

2.6.3 Produk Perbankan Syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain (M. Syafi’i Antonio, 2001):

1. Titipan atau simpanan

a. Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.

b. Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

2. Bagi hasil

a. Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan

(12)

b. Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

c. Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.

d. Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. 3. Jual beli

a. Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran = harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

(13)

b. Bai' As-Salam, bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.

c. Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

d. Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

(14)

e. Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa. 4. Jasa

a. Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat Islam.

b. Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan. c. Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya

memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang).

d. Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.

e. Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial

(15)

2.6.4 Sistem Operasional Bank Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Rindawati Erna, 2007). Sistem operasional tersebut meliputi:

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari oleh teori Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dam deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumber dana bank syariah yang terdiri atas:

a. Modal

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik. Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset / non earning asset). Selain itu modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu

(16)

disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal tidak dibagikan kepeda pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalan perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity

participation pada saham perseroan bank.

b. Titipan (Wadi’ah)

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah al-wadi’ah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Investasi (Mudharabah)

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah

lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

2. Sistem Penyalur Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:

(17)

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa. c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan

guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah.

2.6.5 Kelebihan dan Kekurangan Bank Syariah

Kelebihan Bank Syariah

Kelebihan bank syariah menurut Karnaen Perwataatmadja dan M Syafi’i Antonio (1997), penulis buku “Apa Dan Bagaimana Bank Islam”:

1. Pertama, kelebihan bank syariah terutama pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. Dari ikatan

(18)

emosional inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.

2. Kedua, dengan adanya keterikatan secara religi maka semua pihak yang terlibat dalam bank Islam adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah. 3. Ketiga, adanya fasilitas pembiayaan (al-mudharabah dan al-musyarakah) yang

tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap.hai ini adalah memberikan kelonggaran psikologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan sungguh-sungguh.

4. Keempat, dengan adanya sistem bagi hasil, untuk penyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang keadaan banknya yang bisa diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.

5. Kelima, penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan bank Islam lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Kelemahan Bank Syariah

Karnaen Perwataatmadja dan M Syafi’i Antonio (1997) juga menyatakan:

1. Pertama, kelemahan bank syariah adalah bahwa bank dengan sisem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur.Dengan demikian bank Islam sangat

(19)

rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik,sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari bank syariah.

2. Kedua, sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap.Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari bank konvensional.

3. Ketiga, karena bank ini membawa misi bagi hasil yang adil maka bank Islam lebih memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilai proyek yang akan dibiayai bank dengan sistem bagi hasil akan membawa akibat yang lebih besar daripada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.

2.7 Laporan Keuangan

2.7.1 Pengertian Laporan Keuangan

Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank suatu waktu (periode) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akutansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan merupakan salah satu alat untuk memperoleh informasi tentang kondisi keuangan dan

(20)

hasil operasi suatu perusahaan. Dari sebuah laporan keuangan dapat diketahui apakah kinerja perusahaan tersebut baik atau buruk. Kinerja perusahaan perlu dianalisis untuk mengukur efesiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan. Laporan keuangan juga merupakan alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan antara lain adalah pemilik perusahaan, manajer, investor, kreditur, karyawan dan pemerintah (Munawir, 2002).

2.7.2 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuanga yang berguna bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan. Karakteristik kualitatif keuangan menurut Ikatan Akutansi Indonesia melalui PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan) No 1 (2007:7) adalah:

1. Dapat Dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami peserta dan bentuk serta istilahnya disesuaikan dengan batas para pengguna

2. Relevan

Laporan keuangan dianggap relevan jika informasi yang disajikan didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna

(21)

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material

4. Dapat diperbandingkan

Informasi yang disajikan akan lebih berguna bila dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan pada periode sebelumnya

2.7.3 Komponen Laporan Keuangan

Menurut PSAK No 1 (2009), laporan keuangan terdiri dari komponen-komponen berikut ini:

1. Laporan posisi keuangan

Merupakan laporan yang menyediakan informasi mengenai nilai dan jenis investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada kreditur dan ekuitas pemilik. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Laporan posisi keuangan perusahaan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat hasil pengembalian, mengevaluasi struktur modal perusahaan dan memperhitungkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan.

2. Laporan laba rugi komprehensif

Laporan laba rugi berfungsi untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi perusahaan yang menyediakan

(22)

rincian pendapatan, beban, untung dan rugi perusahaan untuk suatu periode waktu. Laporan laba rugi dapat digunakan untuk mengetahui indikasi profitabilitas perusahaan.

3. Laporan perubahan ekuitas

Laporan ini menyajikan perubahan-perubahan pada pos ekuitas. Laporan ini bermanfaat untuk mengidentifikasi alasan perubahan klaim pemegang ekuitas atas aktivitas perusahaan.

4. Laporan arus kas

Laporan ini menyajikan dan melaporkan arus kas masuk dan kas keluar bagi aktivitas operasi, investasi dan pendanaan perusahaan secara terpisah selama suatu periode tertentu.

5. Catatan atas laporan keuangan

Catatan atas laporan keuangan berisikan ringkasan kebijakan akutansi penting dan informasi penjelasan lainnya.

2.8 Rasio Keuangan

Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke

(23)

periode berikutnya. Secara umum rasio keuangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Rasio Profitabilitas / Rentabilitas

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA). Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Siamat, 2005). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

ROA = Laba Bersih

Total Aktiva

Net profit margin adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan

(laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

NPM = Laba Bersih

Pendapatan Operasional

(24)

2. Rasio Likuiditas

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin kewajiban-kewajiban lancarnya. Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah Financing to Deposit Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana dari masyarakat (Kasmir, 2010). Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

FDR = Total Pembiayaan

Dana Pihak Ketiga

3. Rasio Solvabilitas

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Presentase kebutuhan modal minimum ini disebut Capital Adequacy Ratio (CAR).

(25)

Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal bank didasarkan kepada rasio atau perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagimana tercemin dalam kewajiban yang masih bersifat kontigen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.

Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut (Andi Dahli, 2012) :

a. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing neraca tersebut

b. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.

c. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif

d. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank dan total ATMR. Rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:

CAR = Modal Bank

ATMR

(26)

e. Hasil perhitungan diatas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapat diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR.

4. Rasio Aktivitas

Rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Dalam penelitian ini rasio aktivitas yang digunakan adalah rasio efesiensi. Rasio efesiensi digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Siamat, 2005). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

BOPO = Biaya Operasional

Pendapatan Operasional

(27)

2.9 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Bank Bank Syariah Bank Syariah

Mandiri Bank Muamalat Indonesia

Laporan Keuangan

Rasio Keuangan

ROA NPM LDR CAR BOPO

Kinerja Keuangan

Referensi

Dokumen terkait

Eztabaida politikoan gogorra, oso gogorra izan daiteke —hala entzun diet Herri Gaztedin, LAIAn, Herri Batasunan, Eusko Alkartasunan nahiz Bildun ezagutu dutenei—,

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5, jika satelit nano sedang mengalami kondisi sunlight , day diode pada rangkaian battery charging akan aktif dan medistribusikan

Nada-nada yang terdapat dalam tangga nada Bes minor dalam finger board (1 oktaf).

Maka berdasarkan hasil analisa data pada bab IV dalam penelitian ini diketahui bahwa nilai rhitung lebih besar dari rtabel padataraf signifikansi 5% dengan

Rumusan masalah pada penulisan skripsi ini adalah Pertama, karakteristik debitur dinyatakan wanprestasi akibat covid-19 dalam perjanjian jual beli secara angsuran Kedua,

Line balancing dilakukan untuk produk jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian) dengan 5 metode yaitu Largest Candidate, Ranked Positional Weights

Perubahan terjadi karena jarak , sertakemampuan gerak yang ondisi arus dan gelombang tinggi menyebabkan Hasil koreksi data kedalaman laut menunjukkan bahwa

- Memberikan informasi kepada apotek mengenai interaksi obat pada peresepan penyakit kulit dan kelamin yang diberikan kepada pasien di Apotek Kimia Farma “X”