ii Kata Pengantar
Proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Development Project, CCDP) didukung oleh pendanaan dari International Fund for
Agricultural Development (IFAD) di beberapa distrik (Kabupaten/Kota) terpilih, adalah menjadi salah satu upaya pemerintah khususnya Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang perlu diapresiasi oleh masyarakat. Hal ini tidak hanya bemanfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat miskin pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, tetapi lebih jauh ini adalah bentuk bentuk penerapan pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan.
Untuk mencapai hal tesebut, diperlukan upaya pengembangan peluang-peluang ekonomi dalam proyek distrik untuk kegiatan perikanan skala kecil yang berbasis pasar dan berkelanjutan.Dalam kerangka inilah, studi pasar menjadi hal yang esensial sebelum pengambilan keputusan interfensi program dilakukan.
Laporan yang kami sajikan ini berisi tentang kajian komprehensif tentang permintaan dan penawaran dari produk-produk potential untuk dikembangankan di Kota Parepare dalam kerangka CCDP-IFAD.Lebih jauh, laporan ini menampilkan hasil analisa tentang uraian tentang rantai nilai (produk dan teknologi), aliran produk, harga, dan margin (input, pruduksi, perdagangan, olahan, dan pemasaran), sistem-sistem pendukung (infrastruktur, keuangan, penelitian dan pengembangan, penyuluhan, dan lain-lain), kendala-kendala utama, dan solusi yang ditawarkan. Juga, laporan ini memberikan rekomendasi spesifik dalam upaya peningkatan rantai nilai dan pendapatan pelaku usaha pada tingkat Distrik/Desa dan tingkat individu pelaku usaha.
Kami berharap, hasil studi pasar ini dapat memberikan rujukan dalam pengambilan keputusan interfensi program pengembangan usaha di CCDP-IFAD.
Terima kasih atas kepercayaan CCDP-IFAD kepada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin untuk melaksanakan Survei ini. Semoga kepercayaan dan kerjasamanya dapat dilanjutkan untuk tahun-tahun yang akan datang.
Makassar, 10 Desember 2013
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Dekan,
Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc. NIP. 19670308 199003 1 001
iii Daftar Isi
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ...iii
Daftar Singkatan ... v
Daftar Istilah ... vi
Ringkasan Eksekutif...vii
1 Pendahuluan ... 1
2 Aktivitas dan Metodologi... 2
2.1 Tujuan ... 2
2.2 Pendekatan Studi Rantai Nilai ... 3
2.3 Metodologi Rantai Nilai ... 3
3 Peraturan, Kebijakan dan Kerangka Kerja Kelembagaan ... 4
4 Profil Pasar Distrik ... 6
5 Peluang Bisnis Produk-Produk Berbasis Kelautan dan Perikanan ... 7
5.1 Pengolahan Abon Ikan Tuna ... 7
5.1.1 Penawaran Pasar ... 7
5.1.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 8
5.1.3 Deskripsi Rantai Nilai ... 9
5.1.4 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll) ... 11
5.1.5 Kendala-kendala Utama dan Solusi ... 12
5.1.6 Rekomendasi ... 13
5.2 Ikan Pelagis ... 13
5.2.1 Penawaran Pasar ... 13
5.2.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 13
5.2.3 Deskripsi Rantai Nilai ... 14
5.2.4 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll) ... 16
5.2.5 Kendala-kendala Utama dan Solusi ... 17
5.2.6 Rekomendasi ... 17
5.3 Pengolahan Ikan asin teri “medan” ... 18
5.3.1 Penawaran Pasar ... 18
5.3.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 18
5.3.3 Deskripsi Rantai Nilai ... 19
5.3.4 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran) ... 19
5.3.5 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll) ... 20
5.3.6 Kendala-kendala Utama dan Solusi ... 21
5.3.7 Rekomendasi ... 22
5.4 Rumput Laut ... 22
5.4.1 Penawaran Pasar ... 22
5.4.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 23
5.4.3 Deskripsi Rantai Nilai ... 23
5.4.4 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran) ... 24
iv 5.4.5 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan
Pengembangan, Penyuluh, dll) ... 25
5.4.6 Kendala-kendala Utama dan Solusi ... 26
5.4.7 Rekomendasi ... 28
6 Model Pengembangan Bisnis “Abon Ikan Tuna” ... 29
APPENDIX A : Matrix Analisis Prioritas Komoditi Unggulan ... 31
APPENDIX B : Informan Kunci ... 32
APPENDIX C : Profil Keuangan Rantai Nilai Prioritas Distrik / Desa ... 33
APPENDIX D : Profil Keuangan Rantai Nilai Prioritas Individu (Rp.) ... 37
v Daftar Singkatan
ATM : Anjungan Tunai Mandiri
BBM : Bahan Bakar Minyak
BKPMD : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
BPS : Badan Pusat Statistik
BRI : Bank Rakyat Indonesia
CCDP : Coastal Community Development Program CV : Comanditaire Venootschap/Bentuk Usaha DKP : Dinak Kelautan dan Perikanan
GPS : Global Positioning System
GR : Gram
IFAD : International Fund for Agriculture Development IPB : Institut Pertanian Bogor
ISS : International Seaweed Symposium
KAPET : Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KIMA : Kawasan Industri Makassar
KG : Kilogram
KK : Kepala Keluarga
KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan
KP : Kelautan dan Perikanan
KP3K : Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
LKM : Lembaga Keuangan Mikro
LPPD : Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah LP2M : Lembaga Peenelitian dan Pengabdian Masyarakat
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
PERINDAG : Perindustrian dan Perdagangan PERMEN : Peraturan Menteri
PKPK : Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PMPPU : Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha
POM : Pengawas Obat dan Makanan
PP : Peraturan Pemerintah
PPI : Pelabuhan Pendaratan Ikan
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PUMP : Program Usaha Mina Pedesaan
RP : Rupiah
SOP : Standart Operational Procedure
SPBN : Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Nelayan
TPD : Tenaga Pendamping Desa
vi UKM : Usaha Kecil dan Menengah
US : United State
WITA : Waktu Indonesia Tengah
WPP : Wilayah Potensial Penangkapan
Daftar Istilah
Branded Product : Produk bermerek
Cold Storage : Tempat penampungan dengan suhu rendah
Fish finder : Alat pendekteksi ikan
Framework : Kerangka kerja
Freezer : Tempat pendingin
Grade delta : Tingkat kualitas Ikan Tuna yang hanya bisa dipasarkan dalam
negeri
Home industry : Industri skala rumah tangga
Log book : Buku catatan berisi masalah-masalah yang membutuhkan
tindak lanjut
vii Ringkasan Eksekutif
Studi pasar (market study) adalah langkah awal yang dibutuhkan oleh CCDP-IFAD PMPPU/KP3K-KKP dalam memahami dan mengidentifikasi peluang-peluang usaha dan kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan usaha ekonomi pada desa/distrik target proyek. Studi pasar ini juga mencakup penilaian rantai nilai dari suatu komoditas target.
Laporan studi pasar ini mencakup kajian komprehensif tentang permintaan dan penawaran dari produk-produk potential untuk dikembangankan dalam CCDP-IFAD, potensi pertumbuhannya, uraian tentang rantai nilai (produk dan teknologi), aliran produk, harga, dan margin (input, pruduksi, perdagangan, olahan, dan pemasaran), sistem-sistem pendukung (infrastruktur, keuangan, penelitian dan pengembangan, penyuluhan, dan lain-lain), kendala-kendala utama, dan solusi yang ditawarkan. Juga, laporan ini memberikan rekomendasi spesifik dalam upaya peningkatan rantai nilai dan pendapatan pelaku usaha pada tingkat /Desa dan tingkat individu pelakuk usaha.
Studi ini telah mengidentifikasikan empat produk unggulan yang perlu dikembangkan di Kota Parepare, propinsi Sulawesi selatan yaitu 1. Abon Ikan Tuna, 2. Ikan Pelagis, 3. Ikan Asin Teri “Medan”, 4. Rumput Laut. Komoditi itu terpilih dengan mempertimbangkan kelebihan komparatif dan peluang-peluang ekonomi yang dimiliki olehnya. Permasalahan umum yang dihadapi usaha perikanan di Pare-Pare adalah produktifitas, efesiensi usaha (nelayan dan pengolahan) dan kualitas hasil produk rendah; kurangnya akses keuangan untuk memperoleh modal usaha serta kurangnya akses pasar yang lebih baik; dan penggunaan peralatan pendukung yang masih tradisional. Dari permasalahan tersebut direkomendasikan beberapa strategi pengembangan usaha yaitu:
1. Peningkatan kapasitas produksi dan kualitas hasil perikanan dan olahan dengan pendekatan intensifikasi, dimana skala produksi ditingkatkan dengan pengembangan sarana/prasarana utama produksi;
2. Peningkatan akses keuangan bagi nelayan dan pelaku usaha dengan menyediakan fasilitas permodalan dan pembiayaan khususnya dari lembaga keuangan formal seperti perbankan, lembaga keuangan mikro dan koperasi; 3. Perluasan akses pasar bagi komoditi dan produk olahan yang dihasilkan
viii dengan mengarahkan pengembangan inovasi produk untuk nilai tambah yang mempertimbangkan kecenderungan pilihan-pilihan consumer (consumer
preferences);
4. Peningkatan harga jual produk ditingkat nelayan atau produsen dengan efesiensi produksi khususnya penyediaan input, peningkatan kualitas produk, dan kemasan.
1 1 Pendahuluan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (c.q. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, PMPPU/KP3K) sedang menjalankan program Proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Development Project, CCDP) yang didukung oleh pendanaan dari International Fund for Agricultural Development (IFAD). CCDP-IFAD ini telah dimulai tahun 2013, dan akan berlangsung selama 5 tahun (2012-2017) di 12 kabupaten/kota (distrik) dalam 9 wilayah provinsi di Indonesia, termasuk di Kotamadya Parepare, Provinsi Sulawesi Selatan
Program CCDP-IFAD bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir dan laut, dengan pendekatan peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan dan rumah tangga pemanfaat sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam komunitas masyarakat miskin pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk itu, program CCDP-IFAD dikembangkan dalam 3 komponen utama dengan manfaat yang terukur, yaitu: 1). Pengembangan masyarakat, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya; 2). Bantuan distrik untuk Pembangunan ekonomi berbasis kelautan; 3). Pengelolaan proyek.
Dalam pelaksanaanya, CCDP-IFAD berupaya untuk mengembangkan peluang-peluang ekonomi dalam proyek distrik untuk kegiatan perikanan skala kecil yang berbasis pasar dan berkelanjutan. Rumah tangga target diharapkan dapat mengimplementasikan aktifitas ekonomi berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan yang menguntungkan dan tanpa dampak kerusakan terhadap sumberdaya. Untuk itu diperlukan studi pasar yang komprehensif untuk melihat peluang pasar dan rantai nilai dari suatu produk atau jasa ekonomi yang dapat dikembangkan.
Kota Parepare memiliki Luas wilayah 99,33 km2 yang meliputi 22 Kelurahan dari 4 Kecamatan (Kecamatan Bacukiki, Bacukiki Barat, Ujung, dan Soreang). Kecamatan Bacukiki merupakankecamatan terluas dengan luassekitar 79,90 km2atau 80,24% luas Kota Parepare. Jumlah penduduk miskin di Kotamadya Parepare tahun 2012 secara keseluruhan adalah 5.104 jiwa. Kecamatan Bacukiki Barat adalah yang paling banyak yaitu 2.188 jiwa, Kecamatan Soreang 1.263 jiwa, Kecamatan Ujung 1.040 jiwa dan Kecamatan Bacukiki 613 jiwa. Produksi perikanan
2 padatahun 2012 sebesar 3.474,45 ton,terdiri dari 3.407 ton produksi perikanan laut dan 67,45 ton produksi perikanan darat. (data: BPS.2012).
Laporan studi pasar ini mencakup kajian komprehensif tentang permintaan dan penawaran dari produk-produk potential untuk dikembangankan dalam CCDP-IFAD, potensi pertumbuhannya, uraian tentang rantai nilai (produk dan teknologi), aliran produk, harga, dan margin (input, pruduksi, perdagangan, olahan, dan pemasaran), sistem-sistem pendukung (infrastruktur, keuangan, penelitian dan pengembangan, penyuluhan, dan lain-lain), kendala-kendala utama, dan solusi yang ditawarkan. Juga, laporan ini memberikan rekomendasi spesifik dalam upaya peningkatan rantai nilai dan pendapatan pelaku usaha pada tingkat Distrik/Desa dan tingkat individu pelaku usaha.
2 Aktivitas dan Metodologi 2.1 Tujuan
Tujuan studi market ini adalah untuk memahami dan mengidentifikasi peluang-peluang usaha dan kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan usaha ekonomi pada desa/distrik target proyek. Tugas dari studi pasar ini mencakup:
1. Identifikasi dan penilaian rantai nilai dari suatu komoditas target, yang meliputi beberapa aspek yaitu:
a. permintaan dan penawaran dari komoditas atau produk-produk potential untuk dikembangankan,
b. potensi pertumbuhannya,
c. uraian tentang rantai nilai (produk dan teknologi), aliran produk, harga, dan margin (input, pruduksi, perdagangan, olahan, dan pemasaran),
d. sistem-sistem pendukung (infrastruktur, keuangan, penelitian dan pengembangan, penyuluhan, dan lain-lain), kendala-kendala utama, dan solusi yang ditawarkan.
2. membuat rekomendasi spesifik dalam upaya peningkatan rantai nilai dan pendapatan pelaku usaha pada tingkat Distrik/Desa dan tingkat individu pelakuk usaha,
3 3. mengusulkan minimal 3 model usaha ekonomi/keuangan yang meliputi investasi, biaya operasi dan pemelihataan, penerimaan dan pendapatan tenaga kerja.
2.2 Pendekatan Studi Rantai Nilai
Pendekatan rantai nilai berfokus pada beberapa faktor kunci yang mempengaruhi daya saing komoditas atau produk, yaitu:
1. Pelaku usaha yang potensial (key informant) dalam rantai nilai dari suatu komoditas atau produk;
2. Tingkat permintaan dan penawaran terhadap komoditas atau produk potensial yang telah dijalankan oleh masyarakat pada desa-desa dan distrik target, termasuk potensi pertumbuhannnya dihitung dari besarnya produksi dan serapan pasar yang ada;
3. Perbedaan harga (margin) antar pelaku usaha (produsen, pedagang dengan berbagai tingkatan) dianalisa berdasarkan nilai dari produk yang dipelajari; 4. Peluang dan kendala yang dihadapi pada semua rantai pasar dipandang dalam
kerangka efisiensi;
5. Sistem-sistem pendukung usaha (infrastuktur, pembiayaan, dan berbagai aspek lainnya yang menentukan tingkat efisiensi usaha, arus infomasi antar pelaku usaha),
6. Inovasi dalam menciptakan dan mempertahankan daya saing. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan perubahan preferensi konsumen, akses keterampilan serta teknologi yang dibutuhkan.
2.3 Metodologi Rantai Nilai
Metodologi dalam mengembangkan studi rantai nilai berfokus pada analisa dari pendekatan yang diuraikan sebelumnya, yaitu:
1. Menemukenali potensi dari komoditas atau produk yang akan dikembangkan. Urutan prioritas komoditi tersebut didasarkan pada 4 kriteria pokok, yaitu peningkatan pendapatan, ketersediaan sumber daya alam, keberlanjutan fungsi lingkungan, dan permintaan pasar. Penilaian dalam matriks melibatkan pendapat pakar dan hasil wawancara di lapangan.
2. Tingkat permintaan (demand) dan penawaran (supply) terhadap komoditas atau produk potensial yang telah dijalankan oleh masyarakat pada desa-desa dan
4 distrik target, termasuk potensi pertumbuhannnya pada pasar-pasar yang ada maupun potensi pasar baru,
3. Perhitungan margin harga dan keuntungan dari produk potensial antar pelaku usaha (produsen, pedagang dengan berbagai tingkatan),
4. Peluang dan kendala yang dihadapi pada semua rantai pasar,
5. Sistem-sistem pendukung usaha (infrastuktur, pembiayaan, dan berbagai aspek lainnya yang menentukan tingkat efisiensi usaha, arus infomasi antar pelaku usaha), termasuk hubungan antar kelembagaan seperti pemerintah, LSM, pengusaha, dan perguruan tingggi.
6. Inovasi dalam menciptakan dan mempertahankan daya saing dan membuka pasar baru, khususnya inovasi dalam proses produksi, kualitas produk, dan pembuatan produk baru.
EXISTING PRODUCT POTENTIALS EXISTING MARKETS MARGIN PROFIT RECOMMENDATION INOVATION POTENTIAL MARKETS NEW PRODUCTS QUALITY PROCESSING
+
1. RUMPUT LAUT -2. PERIKANAN TANGKAP-OLAHAN 1.NEW MARKET
DEVELOPMET 2.MARKET NETWORKING Makassar Surabaya Jakarta SUPPORT SYSTEM: • FINANCIAL
• INFRA - & SUPRASTRUCTURE • EXTENSION
• PEMERINTAH
• PERGURUAN TINGGI
• LSM
PROFIT
3 Peraturan, Kebijakan dan Kerangka Kerja Kelembagaan
Kebijakan Nasional dalam mendukung pemasaran dan pengolahan hasil perikanan diwujudkan dalam Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 1, 25, 25B, 41A, dan 46. Kebijakan ini mengatur tentang pengelolaan dan pemanfaatan
5 sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kebijakan ini didukung oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/PERMEN-KP/2013 tentang pedoman pengembangan usaha bidang perikanan berbasis kelompok masyarakat, dan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan PP Nomor 32 tahun 1998 tentang pembinaan dan pengembangan usaha kecil.
Kota Parepare sebagai daerah niaga di Sulawesi Selatan ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 44 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, sebagai daerah kawasan pengembangan perikanan budidaya laut dan kawasan industri pengolahan. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 1998 Tentang Penetapan Kawasan Pengembagan Ekonomi Terpadu Parepare (KAPET), diatur beberapa regulasi mengenai pemberian peluang kepada dunia usaha untuk berperan secara lebih luas di Kawasan Timur Indonesia khususnya Propinsi Sulawesi Selatan.
Ada lima komoditas perikanan yang diusahakan di Kota Parepare, yaitu ikan pelagis, abon ikan, ikan teri medan, rumput laut, dan udang putih. Diantara kelima komoditas tersebut, yang memiliki nilai untuk dikembangkan adalah ikan pelagis, abon ikan tuna dan ikan teri “medan” yang diolah menjadi ikan asin. Framework untuk ketiga produk ini disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3.
Nelayan Tangkap Pengumpul
Pengecer
Konsumen
Konsumen
6
Nelayan Tuna Pengumpul
Pengecer
Industri
(KIMA) Loin & Fillet
Grade Delta
Pengolah Abon
Distributor Konsumen
Eksport
Konsumen
Gambar 2.Framework komoditi abon ikan tuna
Nelayan Pengumpul Pengecer Pengolah Ikan Asin Distributor Konsumen Gambar 3.Framework komoditi produk ikan asin teri “medan” 4 Profil Pasar Distrik
Secara umum pemasaran produk perikanan tangkap nelayan tradisional di Kota Parepare bermuara pada pasar tradisional (Lakessi, Labukkang, Sumpang Minangae, pasar senggol) dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cempae. Produk olahan (seperti abon ikan tuna dan ikan kering teri medan) dipasarkan di pasar tradisional dan pasar khusus yakni toko oleh-oleh Sinar Terang yang menjual produk makanan yang dihasilkan di Parepare.
7 Semua pasar ini beroperasi setiap hari. Pasar Lakessi, Labukkang, Sumpang Minangae beroperasi pukul 05.00 – 18.00 WITA, pasar Senggol pukul 18.00 – 01.00 WITA. PPI Cempae beroperasi setiap hari selama 24 jam akan tetapi tidak setiap saat nelayan datang mendaratkan ikannya di tempat ini. Biasanya para nelayan mulai berdatang dan melakukan aktivitas bongkar muat sekitar pukul 03.00 – 06.00 WITA, 11.00 – 14.00 WITA, dan 20.00 – 01.00 WITA.
Produksi perikanan pada tahun 2012 sebesar 3.474,45 ton,terdiri dari 3.407 ton produksi perikanan laut dan 67,45 ton produksi perikanan darat. Hal ini ditunjang dengan keberadaan Pelabuhan Pendaratan Ikan Cempae Kecamatan Soreang (tipe D) dengan kapasitas 6-8 ton perhari dan mampu melayani bongkar muat hasil tangkapan rata-rata 14 unit kapal perhari baik kapal ukuran kecil maupun besar. Selain itu juga terdapat Pasar Induk Lakessi yang juga merupakan salah satu tempat dimana transaksi komoditas perikanan dilakukan setiap harinya. PPI Cempae dan Pasar Induk Lakessi mengadopsi sitem pasar formal dimana pasar ini dikelola oleh pemerintah.Sedangkan beberapa pasar seperti pasar Labukkang dan Senggol merupakan pasar tradisional dimana sistem yang berlaku adalah berdasarkan persepakatan para pelaku pasar yang terlibat di dalamnya.
5 Peluang Bisnis Produk-Produk Berbasis Kelautan dan Perikanan
Terdapat empat komoditi yang telah dijalankan dan berpotensi untuk dikembangkan sesuai dengan urutan prioritasnya, yaitu : 1) Abon Ikan Tuna, 2) Ikan pelagis, 3) Ikan kering teri “Medan”, 4). Rumput Laut
5.1
Pengolahan Abon Ikan Tuna 5.1.1 Penawaran PasarIkan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis sangat tinggi. Tuntutan kebutuhan pasar dunia telah menggerakkan semua pelaku usaha penangkapan tuna untuk mendorong segala upaya untuk memenuhi tuntutan volume kebutuhan pasar. Kondisi faktual yang terjadi bahwa tidak semua ikan yang menjadi hasil tangkapan dapat diekspor dengan harga yang sangat kompetitif. Beberapa buyer menekankan pada kualitas (grade) tertentu yang dapat diloloskan sebagai ikan tuna kualitas ekspor. Beberapa peng-ekspor yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), seperti Cheng woo, Multi Sari Pratama, dan lainnya mengklasifikasi kualitas ikan tuna ekspor kedalam beberapa grade (A,B, Daging
8 karet, rejected, dan kualitas pasar lokal). Dengan kondisi ini sehingga terdapat sejumlah komoditi tuna rejected dan grade pasar lokal yang tidak bisa diekspor, akan tetapi masih memiliki nilai jual di pasar domestik.
Volume yang fluktuatif terhadap ketersediaan Loin Ikan tuna yang tidak dapat diekspor memberikan potensi pasar terhadap pasar lokal, baik untuk konsumsi langsung di rumah tangga, restoran, warung, atau pengusaha produk olahan perikanan seperti fillet tuna, tuna beku, tuna asap, dan abon tuna. Salah satu yang menjadi kajian value chain dari penelitian ini adalah usaha pengolahan ikan “Abon Tuna”. Usaha ini masih berlanjut hingga saat ini dan berkembang di wilayah sekitar hingga ke luar wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Kota Parepare tahun 2012 terdapat 7 usaha rumahan abon ikan tuna. Kapasitas produksi yang dimiliki secara total adalah 54 ton/tahun. Keberlanjutan usaha pengolahan abon ikan ini karena ketersediaan bahan baku dari berbagai pengusaha ekspor ikan tuna.
5.1.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan
Kebutuhan abon ikan tuna sebagai produk olahan perikanan telah mulai dikembangkan oleh beberapa pelaku usaha skala kecil (home industry). Permintaan yang semakin berkembang, baik yang berasal dari wilayah sekitar kota Parepare (Toko Sinar Terang Parepare membutuhkan 100 Kg/minggu) maupun permintaan di luar provinsi Sulawesi Selatan (Kalimantan dan Jakarta masing-masing 80 Kg/minggu). Tingginya permintaan dan kebutuhan akan abon ikan, mengharuskan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan bahan baku dalam menjaga ketersediaan produk olahan abon ikan.
Potensi pengembangan abon ikan memiliki prospek yang cukup cerah mengingat komoditi ini merupakan komoditi ekspor dan harga dipasaran relatif terjangkau oleh konsumen. Daya tahan produk abon ikan yang bisa lebih lama sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai oleh-oleh khas daerah. Produk abon ikan membutuhkan pengembangan dan peningkatan kualitas baik dalam hal kualitas produk maupun dalam sistem kemasan produk. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut dibutuhkan untuk menjaga kontinuitas dan eksistensi dalam memenuhi tuntutan pasar.
9 5.1.3 Deskripsi Rantai Nilai
5.1.3.1 Deskripsi Produk dan Teknologi
Produk abon ikan tuna milik Usaha Lela Mandiri memiliki komposisi bahan yakni ikan tuna, rempah-rempah, gula pasir, garam, lengkuas, sereh, cabai merah dan minyak goreng. Produk abon berwarna kecoklatan dan memiliki variasi rasa yakni manis dan pedas. Kemasan yang dimiliki masih sangat sederhana yakni menggunakan plastik mika untuk ukuran 120 gram. Untuk ukuran 500 gram, abon ikan tuna dikemas menggunakan plastik press. Hal yang terpenting dari penjualan adalah menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan sehingga produsen belum berfikir mengganti bentuk kemasannya. Komoditas abon ikan yang dihasilkan memiliki beberapa keunggulan di antaranya produknya tahan lebih lama (7-8 minggu), tidak mengandung bahan pengawet buatan serta cita rasa yang selalu terjaga.
5.1.3.2 Pelaku Utama Pasar dan Perannya
Produsen: Pengolahan abon ikan dilaksanakan oleh 7 kelompok wanita dengan jumlah tenaga kerja 22 orang (18 KK). Salah satunya adalah kelompok Lela Mandiri yang telah berlangsung sejak 2002 yang dibentuk oleh ibu Nurlela dengan jumlah pekerja sebanyak 4 orang.
Pedagang Pengumpul: Hasil produk abon ikan tuna kemudian dijual ke beberapa toko oleh-oleh, baik di Parepare (toko Sinar Terang) maupun di luar kota (Makassar, Jakarta).
Konsumen: Tujuan akhir dari abon ikan tuna ini adalah masyarakat lokal di sekitar Parepare, maupun di luar kota seperti Makassar, Jakarta, Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
5.1.3.3 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran)
5.1.3.3.1 Input
Sejauh ini suplai bahan baku oleh supplier loin dan fillet tuna dapat terjaga kontinuitasnya. Hal ini dimungkinkan karena pengusaha abon ikan sudah memiliki jaringan supplier baik dari Kabupaten Majene, Luwu, Palopo dan Makassar. Sehingga banyak alternatif untuk menjaga bahan baku tetap ada.
Cita rasa dan berat produk abon harus paten, karena sangat berhubungan dengan permintaan konsumen dan kelayakan jual oleh distributor. Penerapan
10 komposisi dilakukan oleh pengusaha abon tuna karena akses informasi ke Balai POM sangat baik.
5.1.3.3.2 Produksi
Usaha produksi abon ikan tuna dilakukan pada skala rumah tangga dengan menerapkan teknologi yang relatif sederhana. Dalam memproduksi abon ikan tuna dilakukan 2 kali dalam seminggu dengan kapasitas produksi pada setiap siklusnya sebanyak 40 kg dengan harga Rp. 100.000/kg. Untuk menjaga kontinuitas produksi maka pelaku pengolah usaha abon ikan tuna menjaga ketersediaan bahan baku dan suplai ketersediaanya. Untuk kepentingan ini, maka pelaku pengolahan ikan abon tuna melakukan kerjasama atau semacam ikatan kerja dengan membangun kepercayaan dalam memperoleh manfaat antara pensuplai dan pemanfaat
5.1.3.3.3 Perdagangan
Untuk mengoptimalkan produk olahan diperlukan peningkatan kualitas dan menjaga konsistensi produk. Penetapan standar produk dan lisensi menjadikan abon ikan tuna menjadi branded product yang dapat diunggulkan. Pencapaian ini diperankan dan diupayakan secara maksimal melalui komitmen pelaku usaha, yang diupayakan secara terus menerus untuk memperoleh kepercayaan konsumen sebagai sebuah produk yang diunggulkan.
5.1.3.3.4 Pengolahan
Loin atau fillet yang diperoleh dari supplier selanjutnya disiangi, dipotong-potong, lalu dicuci sampai bersih kemudian dikukus sampai matang lalu diperas hingga kering kemudian ditumbuk hingga menjadi serpihan-serpihan yang halus. Berikutnya adalah diberi bumbu dan digoreng. Penggorengan dihentikan ketika abon telah berwarna kuning kecoklatan. Setelah kering, abon diangkat dan dtiriskan sambil didinginkan. Selanjutnya di-press sampai minyak habis. Proses terakhir adalah abon ikan dikemas.
5.1.3.3.5 Pemasaran
Produk olahan abon ikan merupakan produk yang telah mendapatkan tempat di tengah masyarakat dengan permintaan yang cukup tinggi. Pemasaran yang dilakukan relatif sederhana. Loin dan Fillet tuna (grade delta) oleh supplier akan diterima oleh pelaku usaha abon ikan home industry untuk selanjutnya diproses menjadi olahan abon ikan. Rantai pemasaran berjalan dalam beberapa tahapan dengan perubahan nilai pada setiap tahapnya. Di tingkat pengolah abon, Loin tuna dihargai oleh supplier sebesar Rp. 2.100.000/100 kg. Setelah mengalami proses
11 pengolahan menjadi abon ikan ditingkat distributor dijual dengan harga Rp.14.000/120 gr dan Rp. 50.000/500 gr, dan setelah didistribusikan ditingkat konsumen pada pasar-pasar lokal ditetapkan harga Rp. 15.000/120 gr dan Rp 52.000/500 gr. Perubahan nilai produk pada setiap tahapan dipengaruhi oleh upaya yang dilakukan serta tingkat penerapan teknologi yang dilaksanakan.
Keuntungan diderivasi dari biaya yang dikeluarkan terhadap pendapatan yang diperoleh. Dalam memproduksi olahan abon ikan tuna pada setiap siklusnya, dari bahan baku loin seberat 100 kg seharga Rp. 21.000/kg diperoleh abon ikan tuna sebanyak 40 kg kering dengan harga Rp.100.000/kg. Dalam siklus produksinya dapat mencapai 2 kali produksi dalam setiap minggu, sehingga marginnya dapat mencapai 39%.
5.1.4 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll)
Infrastruktur: Infrastruktur pendukung pengembangan produk olahan tuna yakni abon tuna yang berada di kelurahan Watang Soreang tidak tersedia, kecuali di kota Makassar yang meliputi KIMA untuk menyuplai bahan baku ikan tuna.
Keuangan: Lembaga keuangan formal, baik mikro maupun perbankan sudah tersedia di kota Parepare dan dapat diakses oleh masyarakat termasuk kelompok usaha kecil menengah di kota Parepare. Lembaga keuangan yang pernah diakses oleh beberapa kelompok usaha kecil menengah di antaranya adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan BRI (Bank Rakyat Indonesia). Bantuan modal dari kedua lembaga keuangan tersebut difasilitasi oleh Dinas Perindag dan UKM. Akan tetapi secara umum, sebagian besar kelompok usaha kecil menengah kesulitan dalam mengakses kredit di lembaga keuangan karena adanya persyaratan berupa jaminan/agunan lahan dan proses pencairan dana yang cukup lama.
Penelitian dan Pengembangan: Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan teknologi abon ikan tuna telah dilakukan termasuk penggunaan kemasan yang berkualitas, namun upaya pendampingan dan pemahaman oleh kelompok usaha belum sepenuhnya dapat diterima sehingga dibutuhkan pendampingan dan pemahaman kepada kelompok secara kontinyu. Hasil-hasil penelitian dari beberapa kampus juga kurang disosialisasikan secara tepat dan mendalam kepada pengolah sehingga diperlukan upaya perluasan akses informasi mengenai hasil penelitian teknologi pengolahan abon ini.
12 Penyuluh: Sebagai aparat yang berhadapan langsung dengan kelompok usaha kecil menengah maka peran penyuluh dan Tenaga Pendamping Desa (TPD) menjadi sangat penting. Para penyuluh dan TPD di kota Parepare ditugaskan pada masing-masing desa sehingga dari segi jumlah sudah cukup memadai untuk membantu kelompok usaha kecil dalam pengembangan usaha perikanan.
5.1.5 Kendala-kendala Utama dan Solusi
Strategi: Peningkatan Produksi dan Perbaikan kemasan produk abon ikan tuna Kendala Utama Solusi Fasilitator/Pelaksana Ilustrasi Intervensi
Kapasitas produksi
masih rendah:
Alat penggiling daging masih sederhana (manual) dan wadah yang digunakan tidak memadai. Pengadaan mesin penggiling daging Pengadaan wadah penampung yang memadai. . DPKPK Kota Parepare DKP Propinsi Sulsel KKP Menghubungkan instansi-instansi terkait yang akan memfasilitasi pemberian dana bantuan untuk peningkatan kapasitas produksi dengan penggunaan mesin penggiling daging serta pengadaan wadah penampung.
Kemasan yang kurang berkualitas
Kemasan tidak kedap udara dan tidak memenuhi standar sanitasi dan hygienis
Pelatihan penggunaan kemasan yang baik dan pengadaan kemasan yang berkualitas Dinas Perindag, Koperasi dan UKM
Menghubungkan pihak pemerintah dengan kelompok usaha dalam pengadaan dan pelatihan penggunaan kemasan yang baik
Akses terhadap pasar
Retail (perluasan
pasar):
Sulitnya menembus usaha-usaha retail seperti alfa mart, dll dalam memasarkan produk Perlu dilakukan konsultasi ke pihak pengusaha retail tentang persyaratan pemasaran produk Dinas Perindag, Koperasi dan UKM
Dinas PKPK
Menghubungkan pihak pemerintah dengan pengusaha retail dan kelompok usaha abon dalam membangun kesepakatan dalam pemasaran produk
Akses terhadap kredit mikro relatif minim:
Sebagian besar
pengusaha kecil kurang mengetahui program pemerintah yang berkaitan dengan kredit mikro.
Persyaratan agunan dari bank membuat pengusaha sulit memperoleh kredit. Menghubungkan pengusaha dengan pihak perbankan dan lembaga keuangan mikro lainnya. Pemda Kota Parepare Perbankan Kementerian UMKM Badan Koordinasi Penanaman Modal daerah (BKPMD) Memfasilitasi diseminasi informasi dari lembaga kredit mikro melalui media lokal.
Membentuk kelompok pengusaha kecil untuk mengakses kredit mikro
13 5.1.6 Rekomendasi
Rekomendasi utama yang perlu ditindaklanjuti ditingkat kabupaten/desa adalah:
1. Meningkatkan produksi olahan abon ikan Tuna 2. Meningkatkan kualitas abon ikan Tuna
Agar memudahkan implementasi intervensi yang telah disarankan pada tabel di atas, beberapa tahapan kunci perlu dilaksanakan :
1. Mengidentifikasi pelaku utama dalam rantai nilai abon ikan Tuna yang paling relevan untuk diberikan pelatiahan pembuatan abon dengan fariasi rasa. 2. Mengidentifikasi mitra yang layak dan memungkinkan terbentuknya sejumlah
usaha skala kecil, menengah dan besar yang bergerak dibidang produk olahan abon ikan Tuna. Hal ini dapat dilakukan melalui HNSI, LSM, pemerintah, bank dan AKRINDO.
Hal ini diperlukan untuk :
Meningkatkan hubungan dengan organisasi lain untuk memperoleh capaian maksimum pada kelompok yang akan dibantu.
Memanfaatkan hubungan kemitraan dengan organisasi tersebut di atas untuk membangun kepercayaan dan jaringan kerjasama dalam sistem rantai nilai usaha olahan abon ikan dan nelayan ikan Tuna.
Merancang dan mengevaluasi setiap intervensi sebagai suatu model perencanaan bisnis.
Mereplikasi kesuksesan awal dan mengaplikasikan intervensi yang telah dilakukan pada kesuksesan awal pada kelompok masyarakat olahan abon yang lain. 5.2 Ikan Pelagis
5.2.1 Penawaran Pasar
Produksi ikan pelagis mencapai 4,5 ton/trip, dimana satu trip dapat memakan waktu 3 hari. Sehingga dengan perhitungan terjadi musim barat selama 3 bulan (Oktober – Desember), maka produksi total ikan pelagis dapat mencapai 324 ton/tahun. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis adalah pukat cincin (purse seine).
5.2.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan
Permintaan ikan pelagis di Parepare meliputi permintaan lokal dan lintas Kota. Permintaan lokal terdistribusi di beberapa pasar yaitu PPI Cempae Soreang,
14 pasar Lakessi, pasar Sumpang Minangae dengan produksi ikan pelagis mencapai 97.2 ton/tahun (30% total produksi). Sedangkan permintaan lintas Kota meliputi Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Soppeng dan Wajo (Kabupaten non-pesisir) mencapai 226.8 ton/tahun (70% total produksi).
5.2.3 Deskripsi Rantai Nilai
5.2.3.1 Deskripsi Produk dan Teknologi
Ikan pelagis ditangkap dan dipasarkan dalam keadaan segar utuh. Beberapa jenis yang dipasarkan antara lain adalah ikan cakalang, tongkol, layang, kembung, peperek, teri, sunglir, lemadang, tembang dan ikan kuwe. Jenis-jenis ini banyak ditangkap di perairan Selat Makassar yang merupakan salah satu dari 9 Wilayah Potensial Penangkapan (WPP) di Indonesia.
Penerapan teknologi belum banyak dilakukan oleh armada penangkapan yang mendaratkan ikan pelagis di Kota Parepare. Beberapa teknologi yang diterapkan adalah penggunaan GPS dalam sistem navigasinya dan penggunaan rumpon (fish aggregation device) sebagai alat bantu. Selain itu untuk mempertahankan kesegaran hasil tangkapannya, kapal pukat cincin juga menerapkan sistem rantai dingin sejak pertama kali ditangkap diatas kapal hingga didaratkan di pelabuhan.
5.2.3.2 Pelaku Utama Pasar dan Perannya
Nelayan: Pelaku utama pasar untuk komoditas ikan pelagis adalah nelayan penangkap ikan yang berperan sebagai produsen yang memeiliki kemampuan dalam menjaga kontinuitas produk yang dihasilakan dan menjaga mutu produk hingga nantinya sampai pada pedagang pengumpul.
Pedagang Pengumpul: Pedagang pengumpul yang berperan dalam mendistribusikan komoditas dengan tetap menjaga mutu hasil tangkapan hingga sampai kepada konsumen.
Konsumen: Tujuan akhir dari penjualan ikan pelagis adalah masyarakat rumah tangga yang tinggal di sekitar Parepare dan beberapa kabupaten seperti Toraja, Enrekang, Soppeng dan Wajo.
5.2.3.3 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran)
5.2.3.3.1 Input
Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Parepare memfasilitasi nelayan dengan memberikan rumpon untuk mengagregasi ikan pada
15 tempat yang tetap dan tidak jauh. Pemanfaatan alat bantu penangkapan ikan menggunakan teknologi seperti fish finder adalah salah satunya. Namun sangat sulit untuk memenuhi secara keseluruhan mengingat harganya yang cukup mahal. Sehingga alternatif yang diberikan kepada nelayan adalah dengan penggunaan log
book harian untuk mengetahui rekam jejak zona potensial penagkapan ikan
berdasarkan waktu operasi. 5.2.3.3.2 Produksi
Ikan pelagis diperoleh dengan menggunakan pukat harimau (purse seine) Rata-rata hasil tangkapan purse seine mencapai 1 ton per trip, dimana 1 trip memakan waktu 3-4 hari. Daerah penangkapannya adalah di perairan Selat Makassar dan perairan Laut Flores. Tidak semua ikan pelagis memiliki nilai ekonomis penting. Jenis cakalang, tongkol dan ikan kembung adalah yang paling ekonomis yang mampu merambah ke pasar daerah lain. Sedangkan ikan pelagis kecil lainnya seperti peperek, tembang dan teri banyak dipasarkan di pasar lokal. 5.2.3.3.3 Perdagangan
Harga ikan pelagis baik pada tingkat produsen maupun konsumen lebih banyak ditentukan oleh pedagang pengumpul meskipun penawaran diantaranya kerap terjadi. Pada tingkat produsen ikan pelagis kecil diperdagangkan dengan harga Rp. 60.000/kg. Sedangkan dari pengumpul ke konsumen ikan pelagis kecil dijual dengan harga Rp. 75.000/kg. Ikan pelagis tidak hanya diperdagangkan di pasar lokal, tetapi juga diperdagangkan di luar Kota Parepare khususnya beberapa Kabupaten non pesisir seperti Enrekang, Tana Toraja, Sidrap, Soppeng dan Wajo. Untuk ikan pelagis yang diperdagangkan ke beberapa Kabupaten transaksi dilakukan secara langsung di PPI Cempae oleh pedagang pengumpul. Sedangkan untuk pasar lokal selain dapat langsung bertransaksi di PPI Cempae, nelayan secara langsung menjualnya ke pasar-pasar lokal yang ada seperti pasar Lakessi, dan pasar Sumpang Minangae.
5.2.3.3.4 Pengolahan
Ikan pelagis yang diperdagangkan adalah ikan segar sehingga tidak ada bentuk pengolahan yang khusus dilakukan oleh nelayan ataupun pedagang pengumpul. Adapun perlakuan yang penting dilakukan adalah dengan penerapan rantai dingin untuk menjaga kualitas ikan agar tetap segar.
16 5.2.3.3.5 Pemasaran
Dalam rantai pemasaran yang lazim ditemukan di PPI Cempae adalah nelayan menjual hasil tangkapannya ke pedagang perantara dan pedagang pengumpul. Proses penjualan dilakukan oleh juragan kapal atau nelayan dengan transaksi langsung dilakukan dengan konsumen. Beberapa diantaranya transaksi jual beli dilakukan oleh pedagang perantara dengan mentransfer komoditas perikanan ke sentra-sentra pemasaran lokal dan regional.
5.2.4 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll)
Infrastruktur: Infrastruktur pendukung di PPI Cempae meliputi : 1) pabrik es balok yang dimiliki pihak swasta (Punggawa), 2) SPBN (Pertamina).
Keuangan: Tidak terdapat fasilitas pendukung keuangan seperti bank (ATM), koperasi atau Pegadaian di sekitar PPI Cempae. Nelayan lebih mudah mendapatkan akses pinjaman atau segala yang berkaitan dengan keuangan melalui Punggawa atau tetangga mereka.
Penelitian dan Pengembangan: Penelitian mengenai sumberdaya ikan di teluk Parepare oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros menemukan bahwa di perairan teluk Parepare dijumpai banyak ikan pelagis. Akan tetapi hasil ini tidak disosialisasikan dengan baik kepada nelayan. Upaya penyebarluasan informasi mengenai kondisi perairan sangat diperlukan demi peningkatan kualitas tangkapan. Pengembangan teknologi alat tangkap diperlukan evaluasi terhadap penempatan rumpon pada daerah yang lebih potensial untuk penangkapan ikan pelagis ini.
Penyuluh: Penyuluh dari Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan di Kecamatan Soreang ada 2 orang PNS yang setiap saat tersedia bagi nelayan. Sebagai aparat yang berhadapan langsung dengan kelompok usaha kecil menengah maka peran penyuluh dan Tenaga Pendamping Desa (TPD) menjadi sangat penting. Para penyuluh dan TPD di kota Parepare ditugaskan pada masing-masing desa sehingga dari segi jumlah sudah cukup memadai untuk membantu kelompok usaha kecil dalam pengembangan usaha perikanan. Pendampingan kepada nelayan untuk pemahaman mengenai penanganan hasil tangkapan di atas kapal diperlukan agar kualitas hasil tangkapan tetap bagus hingga dipasarkan.
17 5.2.5 Kendala-kendala Utama dan Solusi
Kendala Utama Solusi Fasilitator Interfensi Hasil Tangkapan sangat bergantung pada musim sehingga berpengaruh terhadap daerah penangkapannya dan kontinuitas produk - Penerapan log book untuk mengetahui rekam jejak ikan berdasarkan waktu dan tempat - Informasi zona potensi penangkapan ikan - Dinas PKPK KotaParepare - LAPAN Parepare - Memberikan pelatihan dan fasilitasi penggunaan log
book bagi nelayan
- Memberikan informasi zona potensi pengkapan ikan pelagis tertentu berdasarkan waktu Penerapan rantai dingin untuk menjaga mutu produk tidak dilakukan dengan maksimal - Memberikan informasi pentingnya penerapan rantai dingin - Memaksimalkan pasokan es pada cold storage Dinas PKPK Kota Parepare - Sosialisasi penerapan rantai dingin yang standar bagi nelayan - Memfasilitasi ketersediaan es setiap harinya di PPI Kurangnya kapasitas untuk akses modal Penguatan Kelembagaan LKM atau Koperasi Koperasi & Perbankan Pendampingan LKM Desa 5.2.6 Rekomendasi
5.2.6.1 Rekomendasi Tingkat Distrik/Desa
Rekomendasi utama yang perlu ditindak lanjuti ditingkat kabupaten/desa adalah: 1. Meningkatkan produksi dan kualitas ikan pelagis kecil dengan menambah
kapasitas produksi dengan tekhnologi (cold storage)
2. Meningkatkan kerja sama dengan PPI yang ada di kota Pare-Pare
3. Mengadakan kerjasama dengan Koperasi Nelayan untuk peminjaman modal bagi nelayan.
4. Meningkatkan harga jual ikan pelagis dengan meningkatkan kemampuan nelayan dalam penyediaan input produk.
18 Agar memudahkan implementasi intervensi yang telah disarankan pada tabel di atas, beberapa tahapan kunci perlu dilaksanakan :
1. Mengidentifikasi pelaku utama dalam rantai Nilai ikan pelagis kecil yang paling relevan untuk diberikan pelatiahan rantai dingin.
2. Mengidentifikasi mitra yang layak dan memungkinkan terbentuknya sejumlah usaha skala kecil, menengah dan besar yang bergerak dibidang produk ikan pelagis besar. Hal ini dapat dilakukan melalui HNSI, LSM, pemerintah, bank dan AKRINDO.
Mereplikasi kesuksesan awal dan mengaplikasikan intervensi yang telah dilakukan pada kesuksesan awal pada kelompok masyarakat nelayan ikan Tenggiri yang lain.
5.3
Pengolahan Ikan asin teri “medan” 5.3.1 Penawaran PasarProduksi ikan asin terimedan mencapai 116 kg/hari atau 31.3 ton/tahun. Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Parepare tahun 2012 tentang industri kecil dan menengah menunjukkan bahwa terdapat 24 unit usaha pengolahan ikan asin teri “medan” dengan jumlah tenaga kerja 139 orang. Produk olahan ini terhitung belum lama berkembang namun begitu diminati dan disenangi oleh masyarakat sekitar dan lokal antara wilayah. Karena tingginya permintaan sehingga ikan teri segar yang awalnya hanya disuplay oleh nelayan Kota Parepare kemudian berkembang dan disuplai dari Bone Pute, Kota Palopo dan Kabupaten Polman. 5.3.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan
Permintaan pasar akan ikan asin teri “medan” selain diperdagangkan di beberapa pasar di Kota Parepare juga banyak didistribusikan ke daerah-daerah yang terletak di Kabupaten non pesisir seperti Toraja, Enrekang, dan Soppeng. Permintaan produk ikan ini karena ketahanan dalam suhu kamar relatif lebih lama (mencapai 2-3 minggu), dengan karakteristikini memungkinkan produk ini dapat dipasarkan ke daerah yang lebih jauh. Permintaan lokal mencapai 60% total produksi ikan asin teri “medan” atau sama dengan 18,78 ton/tahun. Sedangkan permintaan regional (lintas kabupaten) mencapai 40% atau sama dengan 12,52 ton/tahun.
Potensi pengembangan produk ikan teri “medan” sangat menjanjikan karena produk ini disenangi oleh berbagai lapisan masyarakat. Ukurannya yang kecil, putih
19 dan bersih, serta mudah dalam penyajiannya menjadi produk olahan ini mudah dipasarkan dan cepat diminati oleh konsumen. Potensi ini seharusnya mampu dikemas menjadi produk unggulan daerah melalui research dan development baik terhadap kualitas produk maupun terhadap daya tarik dan akseptabilitas pada penerapan teknologi sistem kemasan.
5.3.3 Deskripsi Rantai Nilai
5.3.3.1 Deskripsi Produk dan Teknologi
Produk ikan teri “medan” merupakan produk ikan kering asin. Ikan ini memiliki ukuran yang kecil, bersih, putih, tidak mengeluarkan bau yang tajam,dan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. Proses pengolahan masih tradisional dan sederhan serta tidak memiliki SOP. Proses pengeringan masih memanfaatkan matahari yang membutuhkan waktu sekitar 6 jam bila kondisi terik. Dalam kondisi mendung atau hujan tidak ada produksi sama sekali karena belum tersedia teknologi yang mendukung. Produk ini belum menggunakan kemasan.
5.3.3.2 Pelaku Utama Pasar dan Perannya
Produsen: Pelaku usaha produk ikan asin teri “medan” merupakan kelompok usaha wanita. Dalam satu kelompok usaha terdiri dari 10 anggota. Selain menghasilkan ikan kering asin, produsen juga merangkap sebagai pedagang pengecer di pasar lokal.
Konsumen: Konsumen akhir yang membeli ikan olahan teri medan ini merupakan masyarakat lokal di sekitar kota Parepare serta masyarakat Toraja, Enrekang, dan Soppeng.
5.3.4 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran)
5.3.4.1.1 Input
Suplai bahan baku ikan kering teri “medan” adalah ikan teri segar yang tidak hanya berasal dari nelayan lokal, melainkan dari beberapa Kabupaten/Kota seperti Palopo dan Polman. Bahan baku selalu tersedia secara kontinyu. Dalam menghasilkan produk olahan dan sebagian lainnya masih dipasarkan dalam kondisi ikan teri “medan” basah untuk konsumsi rumah tangga.
5.3.4.1.2 Produksi
Produk ikan asin teri “medan” diproduksi melalui proses pengeringan dengan cahaya matahari secara tradisional. Pengeringan menggunakan para-para sehingga menghasilkankualitas produk yang relatif sudah bersih dan putih, walau pun
20 demikian faktor hygienitas masih perlu ditingkatkan karena masih berinteraksi dengan udara luar.
5.3.4.1.3 Perdagangan
Untuk mengoptimalkan produk olahan diperlukan peningkatan kualitas dan menjaga konsistensi produk. Penetapan standar produk dan lisensi menjadikan produk olahan ikan asin teri “medan” menjadi branded product yang dapat diunggulkan. Pencapaian ini diperankan dan diupayakan secara maksimal melalui komitmen pelaku usaha, yang diupayakan secara terus menerus untuk memperoleh kepercayaan konsumen sebagai sebuah produk yang diunggulkan
5.3.4.1.4 Pengolahan
Pola usaha ikan teri “medan” umumnya adalah pengusaha yang membeli ikan teri basah dari nelayan atau pedagang kecil kemudian mengolah ikan teri basah tersebut menjadi ikan teri asin, memasarkan, baik menjual secara langsung untuk pasar lokal maupun menjual ke distributor untuk kemudian dijual ke daerah lain. 5.3.4.1.5 Pemasaran
Produk olahan ikan asin teri “medan” merupakan produk yang banyak digemari oleh konsumen dan memiliki daya serap yang tinggi. Pemasaran yang dilakukan relatif tidak begitu komplek. Hasil tangkapan oleh nelayan akan diterima oleh nelayan pelaku usaha home industy untuk selanjutnya diproses menjadi olahan ikan asin teri merah. Rantai pemasaran berjalan dalam beberapa tahapan dengan perubahan nilai pada setiap tahapnya. Di tingkat nelayan, ikan basah teri medan dihargai pada tingkat nelayan sebesar Rp. 8.000/liter, setelah mengalami proses pengolahan menjadi komoditi ikan asin olahan ditingkat pengolahan dijual dengan harga Rp.12.000/liter, dan setelah didistribusikan ditingkat konsumen pada pasar-pasar lokal ditetapkan dengan harga Rp. 15.000/liter. Perubahan nilai produk pada setiap tahapan dipengaruhi oleh upaya yang dilakukan serta tingkat penerapan teknologi yang dilaksanakan.
5.3.5 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll)
Infrastruktur: Infrastruktur pendukung pengembangan produk olahan ikan asin teri “medan” yang berada di kelurahan Sumpang Minangae belum tersedia dengan baik. Peningkatan infrastruktur akan menambah nilai dari produk ini.
21 Keuangan: Lembaga keuangan formal, baik mikro maupun perbankan sudah tersedia di kota Parepare dan dapat diakses oleh masyarakat termasuk kelompok usaha kecil menengah di kota Parepare. Lembaga keuangan yang pernah diakses oleh beberapa kelompok usaha kecil menengah di antaranya adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan BRI (Bank Rakyat Indonesia). Bantuan modal dari kedua lembaga keuangan tersebut difasilitasi oleh dinas perindag dan UKM. Akan tetapi secara umum, sebagian besar kelompok usaha kecil menengah kesulitan dalam mengakses kredit di lembaga keuangan karena adanya persyaratan berupa jaminan/agunan lahan.
Penelitian dan Pengembangan : Belum diadakan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan teknologi ikan teri asin “medan”, termasuk penggunaan kemasan yang berkualitas dan tepat guna sesuai standar mutu.
Penyuluh : Para penyuluh dan TPD di kota Parepare ditugaskan pada masing-masing desa sehingga dari segi jumlah sudah cukup memadai untuk membantu kelompok usaha kecil dalam pengembangan usaha perikanan. Upaya pendampingan dan pemahaman terhadap kelompok usaha telah dilakukan namun belum sepenuhnya dapat diterima sehingga dibutuhkan pendampingan dan pemahaman kepada kelompok secara kontinyu.
5.3.6 Kendala-kendala Utama dan Solusi
Kendala Utama Solusi Fasilitator Interfensi Mutu dan
persyaratan peralatan pengolahan
pengasinan ikan teri yang masih rendah
Pengetahuan tentang standar mutu produk ikan asin olahan
Dinas Perindag, Dinas Koperasi
Fasilitasi dan Pelatihan tentang standar mutu produk olahan Metode pengeringan tradisional dan beresiko mengurangi higienitas Perlunya input teknologi pengeringan tanpa penyinaran langsung matahari LP2M UNHAS Riset dan Pengembangan Teknologi tepat guna tentang metode pengeringan ikan asin Kontinuitas bahan
baku tidak terjamin
Peningkatan kapasitas pedagang melalui bantuan modal Dinas PKPK Dinas Koperasi Bank Bantuan permodalan
22 5.3.7 Rekomendasi
5.3.7.1 Rekomendasi Tingkat Distrik/Desa
Rekomendasi utama yang perlu ditindak lanjuti ditingkat kabupaten/desa adalah: 1. Meningkatkan produksi dan kualitas ikan asin teri medan dengan
menambah teknologi (mesin pengering)
2. Meningkatkan kerja sama dengan PPI yang ada di kota Pare-Pare 3. Mengadakan kerjasama dengan Koperasi Nelayan untuk peminjaman
modal bagi nelayan.
4. Meningkatkan harga jual ikan pelagis dengan meningkatkan kemampuan nelayan dalam penyediaan input produk.
Agar memudahkan implementasi intervensi yang telah disarankan pada tabel di atas, beberapa tahapan kunci perlu dilaksanakan :
1. Mengidentifikasi pelaku utama dalam rantai nilai ikan asin teri medan yang paling relevan untuk diberikan pelatiahan rantai dingin.
2. Mengidentifikasi mitra yang layak dan memungkinkan terbentuknya sejumlah usaha skala kecil, menengah dan besar yang bergerak dibidang produk ikan asin teri medan. Hal ini dapat dilakukan melalui HNSI, LSM, pemerintah, bank dan AKRINDO.
Mereplikasi kesuksesan awal dan mengaplikasikan intervensi yang telah dilakukan pada kesuksesan awal pada kelompok masyarakat nelayan ikan Tenggiri yang lain.
5.4
Rumput Laut 5.4.1 Penawaran PasarBudidaya rumput laut Euchema cottoni merupakan usaha yang masih diujicobakan oleh masyarakat Parepare. Kegiatan rumput laut baru masuk dalam Renstra pengembangan ekonomi lokal kota Parepare tahun 2012. Petani rumput laut berada di kelurahan Watang Soreang kecamatan Soreang yang terletak di sekitar PPI Cempae.Kegiatan rumput laut di tahun 2012 berhasil panen sebesar 2 ton untuk 3 kelompok. Hasil panen dijual kering ke pengumpul yang berasal dari Makassar dengan harga Rp. 10.000/ Kg. Kegiatan ini berlangsung mulai September hingga Desember. Di tahun 2013, semua rumput laut yang ditanam di sekitar pantai Soreang mengalami kegagalan panen karena rumput laut mengalami “keputihan”
23 dan hancur. Selama tahun 2013 nelayan tidak lagi berproduksi sehingga sulit untuk menghitung besarnya produksi yang akan dihasilkan.
5.4.2 Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia mempunyai andil yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia salah satunya rumput laut. kualitas rumput laut Indonesia adalah salah satu yang terbaik didunia. Kebutuhan rumput laut dunia semakin meningkat tiap tahunnya. Rata-rata permintaan rumput laut dunia ke Indonesia sebesar 21,8%, sedangkan pemasokan untuk pemenuhan kebutuhannya baru mencapai 13,1%. Ini berarti produksi saat ini masih harus ditingkatkan lagi. Policy maker dan decision maker di negara ini dituntut untuk lebih bekerja ekstra dalam merespon peluang yang sangat baik ini. Kepercayaan dunia terhadap potensi pengembangan rumput laut di Indonesia ditunjang pula dengan keputusan Kongres rumput laut sedunia ke-20 di Mexico (dari 22 s/d 26 Februari 2010), yang menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan kongres yang ke-21 atau The XXI ISS (International Seaweed Symposium) yang digelar di Bali pada 2013 (IPB, 2010).
Rumput laut adalah salah satu komoditi potensial di Sulawesi Selatan namun di kota Parepare sulit untuk dikembangkan dikarenakan kegiatan di pesisir pantai Parepare didominasi kegiatan jalur kapal sehingga sulit dalam pengembangan rumput laut.
5.4.3 Deskripsi Rantai Nilai
5.4.3.1 Deskripsi Produk dan Teknologi
Komoditi rumput laut di kota Parepare dipasarkan dalam bentuk rumput laut kering. Rumput laut dijaga kualitasnya sehingga mengikuti permintaan pasar. Rumput laut kering dijual dengan harga Rp 10.000 perkilo. Waktu budidaya rumput laut sampai masa panen adalah 45 hari.
5.4.3.2 Pelaku Utama Pasar dan Perannya
Produsen: Petani rumput laut adalah nelayan yang membudidayakan rumput laut untuk keperluan konsumsi. Komoditi rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Euchema cottoni. Daerah pembudidayaan rumput laut berada di pesisir pantai Soreang. Produsen menjual rumput laut ini dalam kondisi kering kepada pedagang pengumpul.
24 Pedagang pengumpul: Pedagang pengumpul berhubungan langsung dengan petani rumput laut sekaligus dengan konsumen. Hasil budidaya seluruhnya dibeli oleh pengumpul dengan harga yang telah ditentukan oleh konsumen. Hanya ada satu pengumpul rumput laut yang mengambil produk di Parepare.
Konsumen: Tujuan akhir penjualan rumput laut adalah industri besar di kota Makassar (KIMA). Konsumen ini mengolah rumput laut kering menjadi bentuk yang lain sebelum dikirim ke pihak lain di kota Surabaya maupun untuk diekspor ke negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat.
5.4.4 Aliran Produk, Harga dan Margin (Input, Poduksi, Perdagangan, Olahan dan Pemasaran)
5.4.4.1.1 Input
Pasokan bibit rumput laut: bibit untuk budidaya rumput laut adalah bibit yang di peroleh dari Kabupaten Pinrang. Dalam satu tahun biasanya hanya sekali membeli bibit kemudian selanjutnya bibit diambil dari hasil panen sebelumnya untuk kembali dibudidayakan.
Tenaga kerja: Tenaga Kerja dalam usaha ini adalah Anggota kelompok nelayan. Tenaga kerja dalam hal ini terdiri dari tenaga kerja untuk mengikat bibit, penurunan ke lokasi budidaya dan saat panen rumput laut.
Modal: Modal yang digunakan dalam usaha ini adalah berasal dari pemerintah kota Parepare. Adapun biaya per siklus dari budidaya rumput laut adalah sebesar Rp. 780.000.
5.4.4.1.2 Produksi
Usaha budidaya rumput laut hanya berjalan di tahun 2012. Budidaya rumput laut ini berproduksi dua kali dalam tahun tersebut. Waktu yang dibutuhkan usaha ini mulai dari penyediaan bibit, pengikatan bibit, penurunan bibit ke lokasi budidaya, pemeliharaan hingga pemanenan adalah 60 hari. Saat pemanenan, usaha menghasilkan rumput laut sebanyak 1 ton/siklus.
5.4.4.1.3 Perdagangan
Perdagangan komoditi rumput laut di kota Parepare saat ini telah sampai pada luar kota seperti Kota Makassar, untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri dari Surabaya. Kendala dalam produksi rumput laut di kota Parepare adalah pemilihan lokasi budidaya. selama ini, lokasi penanaman berada di daerah lalu lintas kapal dan dekat dengan daratan utama sehingga tingkat pencemaran terlalu tinggi.
25 Harga rumput laut diprediksi bisa menembus Rp 20.000 per kilogram jika kondisi rupiah terus melemah. Kondisi serupa pernah terjadi ketika krisis finansial melanda Indonesia pada 2007 silam. Data dari CV. Bandanaira menyebutkan bahwa harga rumput laut di pasar internasional sudah US$ 2 per kilogram, (Tempo, 2013). Harga rumput laut di Sulawesi Selatan sekitar Rp.10.000-Rp.12.000
5.4.4.1.4 Pengolahan
Rumput laut hasil budidaya akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh petani di Kota Parepare hanya sampai pada tahap penggeringan saja. Pemasaran rumput laut dilakukan oleh pedagang pengumpul dari Makassar.
5.4.4.1.5 Pemasaran
Produsen Pengumpul Makassar
Ekspor Surabaya
Rumput laut kering merupakan produk yang banyak digemari oleh konsumen dan memiliki daya serap yang tinggi. Pemasaran yang dilakukan relatif tidak begitu komplek. Di tingkat petani, rumput laut kering dihargai Rp. 10.000/Kg, setelah berada ditingkat pengumpul dijual dengan harga Rp.12.000/Kg. Perubahan nilai produk pada setiap tahapan dipengaruhi oleh upaya yang dilakukan serta tingkat penerapan teknologi yang dilaksanakan
5.4.5 Sistem Pendukung (Infrasturktur, Keuangan, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluh, dll)
Infrastruktur: Infrastruktur pendukung pengembangan produk Rumput laut yang berada di kelurahan Watang Soreang belum tersedia dengan baik. Lahan yang kurang memadai dimana daerah di sekitar lahan budidaya merupakan daerah pelabuhan dan pendaratan ikan sehingga dapat dikatakan jika daerah ini tidak tepat untuk dijadikan lahan pengembangan usaha budidaya rumput laut. Penentuan lahan budidaya yang tepat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keuangan: Lembaga keuangan formal, baik mikro maupun perbankan sudah tersedia di kota Parepare dan dapat diakses oleh masyarakat termasuk kelompok usaha kecil menengah di kota Parepare. Lembaga keuangan yang pernah diakses oleh beberapa kelompok usaha kecil menengah di antaranya adalah KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan BRI (Bank Rakyat Indonesia). Bantuan modal dari kedua
26 lembaga keuangan tersebut difasilitasi oleh dinas perindag dan UKM. Akan tetapi secara umum, sebagian besar kelompok usaha kecil menengah kesulitan dalam mengakses kredit di lembaga keuangan karena adanya persyaratan berupa jaminan/agunan lahan.
Penelitian dan Pengembangan: Belum diadakan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan teknologi budidaya rumput laut di sekitar Watang Soreng. Hal ini berkaitan dengan sebentarnya masa pelaksanaan ujicoba ini, yakni tidak lebih dari satu tahun. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilaksanakan di lahan lain yang sesuai dengan standar.
Penyuluh: Para penyuluh dan TPD di kota Parepare ditugaskan pada masing-masing desa sehingga dari segi jumlah sudah cukup memadai untuk membantu kelompok usaha kecil dalam pengembangan usaha perikanan. Upaya pendampingan dan pemahaman terhadap kelompok usaha telah dilakukan namun belum sepenuhnya dapat diterima sehingga dibutuhkan pendampingan dan pemahaman kepada kelompok secara kontinyu.
5.4.6 Kendala-kendala Utama dan Solusi
Kendala Utama Solusi Fasilitator Interfensi
Areal budidaya yang tidak kondusif (tumpang tindih dengan jalur pelayaran)
Diperlukan zonasi pesisir yang jelas termasuk areal yang dapat dimanfaatkan oleh budidaya rumput laut (analisis Kelayakan Lokasi budidaya)
Dinas PKPK Parepare
Membuatkan rencana zonasi pesisir yang jelas tentang aktivitas budidaya rumput laut
Sulit dalam mendapat modal untuk membeli bibit
Perlunya lembaga keuangan yang menyediakan
permodalan dengan prosedur yang mudah dan bunga yang relatif rendah Pemda Kota Parepare Koperasi UKM Bank Memfasilitasi dalam penyediaan lembaga keuangan yang menyediakan kredit modal usaha dengan mudah
27 Penurunan kualitas
mutu rumput laut berkaitan dengan musim tanam dan penanganan pasca panen
Perlunya pelatihan teknis dan
pendampingan teknis bagi petani rumput laut tentang cara-cara budidaya dan penanganan pasca panen rumput laut di wilayah Parepare Dinas Perindag Koperasi Mengadakan pelatihan dan pendampingan yang secara intensif mengajarkan petani rumput laut cara budidaya dan penanganan pasca panen dengan cara yang benar untuk meningkatkan kualitas produk Kualitas bibit yang
masih kurang baik karena rata-rata masih diusahakan secara mandiri oleh pembudidaya
Pelatihan dan
pemberian bantuan alat dalam penanganan rumput laut pasca panen Dinas PKPK Parepare DKP Provinsi Sul-Sel LP2M Unhas Memberikan pelatihan untuk penanganan pasca panen terutama untuk higienitas produk Masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam mengolah hasil panen rumput laut, yang pada
umumnya dijual petani dalam bentuk kering utuh tanpa olahan
Pelatihan bagi keluarga petani rumput laut terutama wanita dan pemuda dalam
pengolahan rumput laut dalam berbagai bentuk produk pangan lainnya sepeti manisan, cendol dsb agar tercipta nilai tambah bagi produksi rumput laut yang dihasilkan, bukan saja dijual dalam bentuk tanpa olahan Dinas PKPK Parepare DKP Provinsi Sul-Sel LP2M Unhas Memberikan pelatihan dan pendampingan untuk keluarga petani rumput laut, terutama dalam meningkatkan peran wanita dalam
pengolahan produk yang lebih inovatif.
Fluktuasi harga rumput laut yang terkadang sangat merugikan petani pembudidaya Perlunya sistem informasi pasar terutama berkaitan dengan harga komoditi dan sistem perjanjian jual beli rumput laut agar petani dapat mengatasi flukstuasi harga rumput laut yang dapat merugikan Dinas Perindag DKP Provinsi Sul-Sel Memfasilitasi dalam penyediaan
informasi harga dari pihak terkait agar informasi tersebut sampai ke petani rumput laut dan pengumpul
Kualitas rumput laut yang dibeli dari petani sangat beragam sehingga perlu penyortiran
Pelatihan untuk penanganan khusus untuk menjaga kualitas produk selama di kontainer Dinas PKPK Parepare DKP Provinsi Sul-Sel LP2M Unhas Memberikan pelatihan untuk penanganan produk agar tetap terjaga kualitas dan higienitasnya
28 Banyaknya dokumen yang disediakan oleh para pedagang maupun ekportir berkaitan dengan sistem tataniaga rumput laut di Parepare Membentuk sistem pelayan yang lebih mudah dan efisien berkaitan dengan aturan perdagangan komoditi perikanan karang. Pemda Kota Parepare Dinas PKPK Parepare Menyediakan
pelayanan satu atap atau sistem integrasi antara perijinan transportasi dan dokumen karantina, khusus untuk produk yang di jual di luar Parepare
5.4.7 Rekomendasi
5.4.7.1 Rekomendasi Tingkat Distrik/Desa
Beberapa rekomendasi berkaitan dengan peningkatan nilai rantai pemasaran rumput laut adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penelitian tentang analisis kelayakan lokasi budidaya rumput laut di sekitar perairan Parepare.
2. Pemberian pelatihan teknis dan pendampingan teknis bagi petani rumput laut tentang cara-cara budidaya dan penanganan pasca panen rumpu laut di wilalayah Parepare.
3. Pelatihan bagi keluarga petani rumput terutama wanita dan pemuda dalam pengolahan rumput laut dalam berbagai bentuk produk pangan lainnya seperti manisan, cendol dsb agar tercipta nilai tambah bagi produksi rumput laut yang dihasilkan, bukan saja dijual dalam bentuk tanpa olahan.
4. Membentuk sistem informasi pasar terutama berkaitan dengan harga komoditi dan sistem perjanjian jual beli rumput laut agar petani dapat mengatasi flukstuasi harga rumput laut yang dapat merugikan.
5.4.7.2 Rekomendasi Tingkat Individu Pelaku Usaha
Rekomendasi berkaitan dengan peningkatan nilai pada rantai pemasaran dan peningkatan pendapatan pada komoditi rumput laut di Kota Parepare yaitu:
1. Mengadakan pelatihan dan pendampingan yang secara intensif mengajarkan petani rumput laut cara budidaya dan penanganan pasca panen dengan cara yang benar untuk meningkatkan kualitas produk
2. Memberikan pelatihan dan pendampingan untuk keluarga petani rumput laut, terutama dalam meningkatkan peran wanita dalam pengolahan produk yang lebih inovatif.