Karet Bogor untuk keperluan akuisisi dan kodifikasi pengetahuan kunci. Penelitian dilakukan pada bulan September 2007 sampai dengan Oktober 2010.
4 ANALISIS SISTEM
4.1 Struktur Pasar Barang Jadi Karet dan Produsen Barang Jadi Lateks
Secara umum struktur pasar dunia berbasis karet didominasi oleh karet padat terutama berasal dari ban. Produks lateks hanya menyumbang 8 % sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Struktur pasar barang jadi karet dunia (ISO 2004)
Malaysia merupakan produsen dan eksportir terbesar produk barang jadi lateks seperti kateter (catheters), benang lateks (latex threads) dan sarung tangan bedah dari karet alam (natural rubber medical gloves) yang mensuplai 80 % pasar dunia untuk kateter, 70 % untuk benang lateks dan 60 % untuk sarung tangan bedah (www.mida.gov.my).
Khusus untuk produk sarung tangan, data yang dimiliki oleh Indonesian
Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA) pada tahun 2005
menunjukkan bahwa produksi sarung tangan Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan Malaysia dan Thailand seperti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tyres 68% Latex products 8% Footw ear 5% Engineering 8% Other 8% Adhesives 3%
Tabel 4 Produksi dari tiga negara pemain utama sarung tangan lateks
Negara Produksi (Ton) Produksi (000) Global (%)
Malaysia 374432.9 48676271.9 54.4 Thailand 147295.3 19148386.4 21.4 Indonesia 60563.2 7873216 9.2 Lain-lain 103244.4 13421766.2 15 Total 688295.7 89478441 100 Sumber : IRGMA (2005)
Sedangkan jumlah perusahaan sarung tangan karet yang menjadi anggota
Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA) sebanyak 13
perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Agroindustri sarung tangan lateks (anggota Indonesian Rubber Glove
Manufacturers Association / IRGMA)
No Perusahaan Alamat
1 PT Arista Latindo Industrial Ltd
Jl. Hang Tuah No. 23 Jakarta 12120 2 PT Abbergummi Medical Comp. Delta Sari Blok AA/4 Waru, Sidoarjo 3 PT Delta Waru Rubber
Industry
Jl. Brigjen Katamso No.2, Sidoarjo 61256 4 PT Latexindo
Tobaperkasa
Jl. Medan-Binjai Km.11 Deli Serdang, Sum-Utara 5 PT WRP Buana
Multicorpora
Jl. Jermal 20B Medan-Labuan Km.17- Medan 6 PT Gotong Royong Jaya Jl. Hindu No.33, Medan Sumatera Utara 7 PT Medi Safe
Technologies
Jl. Batang Kuis Gg Tambak Rejo, Desa Buntu Bedimbar Tg. Morawa, Sumut
8 PT Shamrock Manufacturing Corp
Jl. Pemuda No. 11 Medan 20234
9 PT Intan Hevea Industry Jl. Yos Sudarso Km. 10,5 Desa Mabar, Medan 20242 10 PT Indorub Nusaraya Jl. Semarang No. 105 / 16, Medan 20212
11 PT Healthcare Glovindo Jl. Yos Sudarso Km. 10, KIM (Jl. Ternate), Medan 12 PT Saptindo Surgica Jl. Raya Serang Km.65 Serang 42186
13
PT Mandiri Inti Buana
Jl. Sie Belumai, Desa Dalu XA Dusun 1 Tg. Morawa Medan 20362 Sumut
Menurut Siswanto, Suharyanto dan Syamsu (2003) jumlah industri barang jadi lateks di Indonesia sebanyak ± 73 perusahaan yang memproduksi antara lain: sarung tangan, rubber thread, kondom, balon, teat, dan rubber foam. Jumlah perusahaan produksi sarung tangan yang sebelumnya sebanyak lebih dari 70 perusahaan, kini hanya tinggal kurang lebih 47 perusahaan yang sebagian besar berada di wilayah Jabotabek. Jenis dan kapasitas produksi dari Industri barang jadi lateks di Indonesia tercantum pada Tabel 6. Penurunan jumlah industri barang jadi lateks tidak terlepas dari adanya persyaratan yang ketat menurut standard internasional ASTM (American Society for Testing and Materials) dan FDA (Food and Drug Administration) yang harus dipenuhi oleh pihak produsen (industri barang jadi nasional).
Tabel 6 Jenis dan kapasitas produksi dari industri barang jadi lateks di Indonesia Jenis produk lateks Jumlah Perusahaan Kapasitas
produksi Jumlah tenaga kerja Sarung tangan Rubber thread Kondom Balon Teat Rubber foam 47 4 4 4 4 10 54.054 ton 13.442 ton 147 juta pcs nd nd 10.000 ton 9.609 309 250 nd 50 1100 Sumber : Siswanto, Suharyanto dan Syamsu (2003)
4.2. Pola Sebaran Tenaga Kerja Industri Hilir Karet pada Beberapa Propinsi
Pola sebaran tenaga kerja dengan pada wilayah yang memiliki potensi untuk menjadi klaster industri barang jadi lateks menggunakan teknik analisis korespondensi. Penelitian pola sebaran dibatasi pada 3 kategori barang jadi karet, yaitu barang jadi lateks (BJL), barang jadi karet untuk industri (BJKI) dan barang jadi karet umum (BJKU) dengan 3 wilayah analisis yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat dan Banten.
Tabel 7 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Kategori Barang Jadi Karet dan Propinsi
Indonesia Jabar Sumut Banten
BJL 15662 1356 8792 1855 UKM BJL 1036 246 209 377 BJKI 11390 8485 106 1159 UKM BJKI 1632 926 106 167 BJKU 7480 165 395 115 UKM BJKU 1074 165 92 115 TOTAL 34532 10006 9293 3129 UKM TOTAL 3742 1337 407 659 Sumber : BPS (2008), diolah
Gambar 19. Plot Konsentrasi Tenaga Kerja Berdasarkan Propinsi dan Kelompok BJK
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kerja di pabrik barang jadi lateks di Indonesia sebesar 15.662 pekerja dimana sebagian besar terkonsentrasi pada tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Banten dan Sumatera Utara dengan persentase 76,64 %. Sumatera Utara menempati porsi terbesar sebesar 56,14% diikuti Banten dan Jawa Barat. Sedangkan untuk level UKM pada Tabel 7 tersebut terlihat pada Banten dan Jawa Barat memiliki jumlah pekerja
Component 1 Co m po ne nt 2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 Jatim Banten Sumut Jabar BJKU BJKI BJL Symmetric Plot
yang lebih besar dibandingkan Sumatera Utara. Berdasarkan teknik analisis peubah ganda dengan analisis korespondensi didapatkan hasil bahwa Sumatera Utara dan Banten didominasi oleh industri BJL, Jawa Barat lebih didominasi oleh agroindustri BJKI dan Jatim oleh BJKU untuk skala industri secara umum (Gambar 19).
Sedangkan untuk kategori industri skala UKM maka propinsi Banten lebih mendekati kepada Industri berbasis lateks seperti dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Plot Konsentrasi Tenaga Kerja Berdasarkan Propinsi dan Kelompok BJK Skala UKM
4.3. Pemetaan Klaster Industri Barang Jadi Lateks di Jawa Barat dan Banten
Perusahaan barang jadi lateks di wilayah propinsi Banten didominasi oleh industri berskala kecil dan menengah yang memproduksi barang jadi lateks. Selain itu posisi lembaga pendukung atau lembaga penelitian seperti BPTK Bogor dan IPB di Jawa Barat adanya beberapa industri berskala kecil atau rumah tangga di sekitar Bogor Jawa Barat maka penelitian klaster difokuskan pada Jawa Barat dan Banten. Industri barang jadi lateks yang lebih didominasi oleh jenis barang celup lateks menjadikan agroindustri ini dapat menjadi industri inti untuk klaster skala kecil dan menengah di wilayah Jawa Barat dan Banten (Gambar 21).
Component 1 Co mp on en t 2 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 Banten Sumut Jabar UKM BJKU UKM BJKI UKM BJL Symmetric Plot
Perkebunan Besar Negara (PBN) Perkebunan Besar Swasta
(PBS)
Industri Pemasok - Lateks Pekat - PN VIII, Cakrawala, Huma (3 unit usaha) - Bahan Kimia - Gas (PT PGN) - Listrik (PLN) - Cetakan - Permesinan
Industri Inti (barang celup lateks : sarung
tangan, balon, peralatan medis)
Skala Besar Skala UKM (terkonsentrasi di wilayah Bogor dan
Serang) Industri Terkait (Karet busa, benang
karet, dan perekat)
Pemasaran : - Dalam Negeri
- Ekspor
Lembaga Pendukung :
BPTK Bogor, Perguruan Tinggi, Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Gambar 21. Pemetaan Klaster Agroindustri Barang Jadi Lateks di Jawa Barat dan Banten
Beberapa perusahaan skala besar dalam lingkup industri inti barang celup lateks di wilayah Jawa Barat dan Banten antara lain produsen sarung tangan yaitu PT Arista Latindo di Bogor Jawa Barat dan PT Tata Rubber serta PT Saptindo Surgica di Serang Banten. Produsen kondom yaitu PT Rajawali Banjaran di Bandung dan PT Vonix di Tangerang Banten. Produsen spygmomanometer antara lain PT Dharma Medipro di Serang Banten, PT Sugih Instrumendo di Bandung dan PT Sankeindo di Parung Bogor. Perusahaan skala kecil menengah antara lain PT Laxindo Utama (sarung tangan) di Cikande Serang Banten, CV. Tunggal Jaya Teknindo (komponen peralatan medis dan elektronika) di Cikande Serang Banten, serta beberapa produsen sarung tangan skala kecil dan menengah yang terkonsentrasi di Bogor.
Kajian pemetaan klaster industri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten kemudian dilanjutkan dengan analisis menggunakan model Diamond (Porter 1990). Model ini menyatakan bahwa terdapat empat hal yang membentuk keunggulan bersaing nasional atau suatu regional tertentu yaitu kondisi faktor, kondisi Permintaan, industri terkait dan pendukung serta strategi perusahaan dan persaingan Pasar
Kondisi Faktor
Barang jadi lateks termasuk barang jadi lateks membutuhkan bahan baku berupa lateks pekat sebagai bahan baku utama. Pabrik barang jadi lateks di wilayah Jawa Barat dan Banten mendapatkan pasokan bahan baku dari PTPN VIII, PTPN IX dan PT. Huma Indah Mekar Lampung. Produksi bahan baku lateks pekat di VIII untuk kebun Jalupang memiliki kapasitas 3-5 ton per hari sedangkan kebun Cikumpay memiliki kapasitas 6 ton perhari. Saat ini sekitar 3-5 ton per hari karena kurang bahan baku lateks kebun. Produksi relatif bervariasi karena saat musim trek (gugur daun) jumlah lateks sedikit terganggu alami. Sedangkan saat musim hujan ekstrim yang tidak bisa diduga (hujan pagi), lateks tidak bisa dikumpulkan. Produksi lateks pekat PTPN VIII sebagian besar dipasok ke pabrik skala besar dan menengah di Jawa Barat.
Bagi industri barang jadi lateks skala kecil dan menengah kendala yang sering dihadapi adalah tersendatnya pasokan bahan baku berupa lateks pekat dan bahan kompon (BPTK 2007). Pabriks lateks pekat cenderung melayani ekspor atau pesanan dalam jumlah besar. Industri barang jadi lateks skala kecil menengah sering mengalami kendala dalam pengadaan lateks pekat dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini diatasi oleh industri skala kecil dengan membeli dari pedagang yang dipasok dari beberapa pabrik di Lampung serta dengan meminjam lateks dari industri sejenis seperti yang terjadi di wilayah Bogor karena terbentuk klaster di sekitar wilayah Bogor Selatan.
Faktor sumber daya manusia di wilayah Jawa Barat dan Banten relatif kuat dengan adanya dukungan Balai Penelitian Teknologi Karet di Bogor, B4T di Bandung, serta beberapa perguruan tinggi antara lain seperti IPB, ITB, serta Sekolah Menengah Kimia Analis Bogor.
Kondisi permintaan
Pada tahun 2009 kebutuhan sarung tangan lateks bertambah terutama di bidang kesehatan. Penambahan kebutuhan ini dipicu oleh merebaknya H1N5 pandemic atau flu burung. Permintaan kebutuhan sarung tangan dari industri kecil juga meningkat ketika terjadi beberapa bencana nasional seperti tsunami atau gunung meletus. Namun industri barang jadi lateks masih dihadapkan pada persoalan resiko keselamatan pengguna yang berkaitan dengan kesehatan (alergi
dan kanker) dan dampak pencemaran lingkungan oleh seng yang berasal dari ZnO (BPTK 2007).
Industri Terkait dan Pendukung
Industri barang celup lateks, perekat lateks, dan karet busa sama-sama menggunakan lateks pekat sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu pasokan lateks pekat dari pabrik lateks pekat jarang sekali tidak terserap bahkan beberapa kali beberapa industri mengalami kekurangan sehingga memerlukan pasokan dari Jawa Tengah atau Lampung. Pemasok bahan baku kimia lateks untuk industri kecil berasal dari toko bahan kimia seperti misalnya Toko Indrasari di wilayah Ciawi yang memasok beberapa pabrik kecil di sekitar Bogor. Pasokan skala besar berasal dari agen yang umumnya berasal dari Jakarta.
Strategi Perusahaan dan Persaingan
Persaingan antar pengusaha kecil barang celup lateks relatif tidak terlalu tinggi karena beberapa pengusaha kecil sudah memiliki jalinan kerjasama dengan industri besar misalnya dalam hal sterilisasi produk sarung tangan atau agen penjual masing-masing. Kerja sama dalam klaster industri barang jadi lateks di Jawa Barat dan Banten juga telah terjadi seperti pada tahun 2009pernah dilakukan kegiatan insentif yang dijembatani oleh pemerintah dimana BPTK Bogor bermitra adalah PT. Sugih Instrumendo Abadi yang berlokasi di Bandung dan PT. Dharma Medipro yang berlokasi di Serang dalam rangka difusi dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat pengembangan produk seperti pengenalan lateks berprotein rendah (lateks DPNR) sebagai bahan baku untuk memproduksi BJL dengan resiko alergi protein rendah. Penelitian bersama juga pernah dilakukan oleh BATAN dalam rangka pengembangan teknik produk lateks alam iradiasi dengan melibatkan beberapa industri kecil dan menengah di Jawa Barat dan Banten (Marga, 2007).
4.4 Analisis Kebutuhan
Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Dalam melakukan analisa kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan
yang dideskripsikan. Terdapat beberapa komponen aktor atau pelaku yang terlibat pada sistem agroindustri barang jadi lateks. Kebutuhan dari masing-masing aktor tersebut tersajikan pada Tabel 8.
4.5 Formulasi Permasalahan
Secara umum industri ini menghadapi masalah dalam persyaratan kualitas, tingginya biaya produksi akibat persentase cacat produk yang tinggi serta dan semakin ketatnya persyaratan pasar. Permasalahan kualitas tersebut antara lain berupa masalah sifat fisika produk yang tidak seragam, masalah blooming dan permasalahan kualitas produk lain.
Tabel 8. Kebutuhan aktor dalam klaster agroindustri barang jadi lateks
Aktor Kebutuhan
Pengusaha
Agroindustri Lateks Pekat
Harga bahan olah karet rendah Bahan olah karet bermutu baik
Kontinuitas pasakan bahan olah karet terjamin Harga jual lateks pekat tinggi
Kelangsungan usaha terjamin Keuntungan yang layak
Pengetahuan tentang teknologi lateks protein rendah Pengusaha
Agroindustri Barang Jadi Lateks
Harga beli lateks pekat rendah Kualitas lateks pekat baik
Lateks pekat berprotein rendah dan bebas karsinogenik Pasokan gas terjamin
Pasar yang terjamin
Kelangsungan usaha terjamin
Keuntungan yang layak, Iklim investasi baik Dukungan pelatihan dan teknologi
Pemerintah Meningkatnya daya saing ekspor Meningkatnya jumlah devisa negara Kesejateraan masyarakat meningkat
Jumlah industri sarung tangan karet meningkat Meningkatnya kesempatan kerja
Kelestarian lingkungan hidup Lembaga Pendukung
(Keuangan, Penelitian)
Investasi menguntungkan Kecepatan pengembalian modal Keberhasilan dalam usaha Kerjasama penelitian Aplikasi hasil penelitian Konsumen Harga produk rendah
Mutu baik
Produk tidak menyebabkan alergi (kadar protein rendah) Pedagang Pasokan stabil
Persoalan pasar tidak terlepas dari adanya persyaratan yang ketat menurut standard internasional ASTM (American Society or Testing and Materials) dan FDA (Food and Drug Administration) yang harus dipenuhi oleh pihak produsen antara lain terkait dengan kadar nitrosamine, kadar protein allergen serta bahan-bahan yang bersifat karsinogenik dan mencemarkan lingkungan. Pabrik lateks pekat juga mengalami kendala pasokan bahan baku dari kebun yang sangat terbatas. Bahan baku untuk lateks pekat harus memiliki kontaminasi mikroba yang rendah dan kestabilan yang tinggi.
4.6 Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram antara lain diagram input-output seperti dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Diagram input-output
INPUT TIDAK TERKENDALI :
1. Harga bahan baku lateks pekat
2. Ketersediaan dan kualitas lateks pekat
3. Modal sosial
OUTPUT DIKEHENDAKI :
1. Peningkatkan pendapatan unit usaha
2. Peningkatan produktivitas dan kualitas
3. Perluasan kesempatan kerja
4. Peningkatan kemampuan inovasi
5. Peningkatan ketersediaan tenaga kerja
terspesialisasi
6. Peningkatan kerjasama dan jumlah
anggota klaster
7. Peningkatan konsumsi karet alam
MODEL MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA KLASTER
AGROINDUSTRI BARANG JADI LATEKS INPUT TERKENDALI :
1. Teknologi yang digunakan
2. Program kemitraan
OUPUT TIDAK DIKEHENDAKI :
1. Pencemaran lingkungan
2. Biaya produksi tinggi
3. Harga jual rendah
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Input Lingkungan : 1. Peraturan Pemerintah