• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

PADA ANAK DENGAN POST KOLOSTOMI HARI KE-2

KARENA HIRSCHPRUNG

DI RUANG TERATAI LANTAI 3 UTARA RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DWI CAHYANINGSIH NPM. 1006823192

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

DEPOK JULI 2013

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

PADA ANAK DENGAN POST KOLOSTOMI HARI KE-2

KARENA HIRSCHPRUNG

DI RUANG TERATAI LANTAI 3 UTARA RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana Ners

DWI CAHYANINGSIH NPM. 1006823192

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

DEPOK JULI 2013

(3)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ners ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : DWI CAHYANINGSIH

NPM : 1006823192

Tanda tangan : ………

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah akhir ners ini diajukan oleh :

Nama : Dwi Cahyaningsih

NPM : 1006823192

Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan

Judul karya ilmiah akhir : Analisis praktik klinik keperawatan masyarakat perkotaan pada An. A dengan post kolostomi hari ke-2 karena Hirschprung di ruang lantai 3 utara RSUP Fatmawati

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Profesi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Fajar Tri Waluyanti, SKp, M.Kep. Sp. Kep. An (…………..)

Penguji : Siti Chodidjah, SKp. MN (…………..)

Ditetapkan di : Depok

(5)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir ini telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji pada Program Pendidikan Ners Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Depok, Juli 2013

Pembimbing

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners dengan judul “Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada anak dengan post kolostomi hari ke-2 karena Hirschprung di ruang Teratai lantai 3 utara RSUP Fatmawati”. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tidak sedikit mengalami hambatan dan rintangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Namun berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak, karya ilmiah akhir ners dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp, M.Kep. Sp. Kep. An. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan, memotivasi, dan membimbing penulis dalam penyelesaian penyusunan karya ilmiah akhir ners ini.

2. Orang tua yang telah memberikan do’a dan semangat.

3. Rekan-rekan Ekstensi 2010 dan Reguler 2008 yang telah bekerjasama dengan baik.

4. Eko Budiyono dan Aryasatya W.D., suami dan anakku tercinta yang memberikan semangat untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini membawa manfat bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Depok, Juli 2013

(7)

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dwi Cahyaningsi h NPM : 1006823192

Program studi : Profesi Ilmu Keperawatan Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA ANAK DENGAN POST KOLOSTOMI HARI KE-2 KARENA HIRSCHPRUNG DI RUANG TERATAI LANTAI 3 UTARA RSUP

FATMAWATI

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 17 Juli 2013

Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

Nama : Dwi Cahyaningsih

Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Anak dengan Post Kolostomi Hari Ke-2 karena Hirschprung Di Ruang Teratai

Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati

Tujuan penyusunan karya ilmiah ini adalah memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan post kolostomi karena Hirschprung. Hirschprung merupakan kelainan kongenital yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan non genetik diantaranya nutrisi yang tidak adekuat dan polusi udara akibat rokok yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan. Pada asuhan keperawatan post kolostomi dilakukan pemberian non nutritive sucking (NNS) dan pemberian ASI untuk meningkatkan kenyamanan pada klien selama menjalani perawatan. Implementasi ini dilakukan pada An. A (2 bulan) yang dirawat selama empat hari di ruang rawat bedah anak Lantai 3 utara RSUP Fatmawati. Evaluasi tindakan keperawatan pemberian NNS dan ASI menunjukkan bahwa klien lebih tenang dan durasi menangis klien menjadi lebih singkat.

(9)

vii

ABSTRACT

Name : Dwi Cahyaningsih Study Program : Nursing

Title : Clinical analysis of nursing practice in the urban community towards a children with post colostomy et causa Hirschprung day 2 on the 3rd floor of north Teratai Fatmawati Hospital

The objective of this scientific paper is to provide an overview of nursing care to clients with post colostomy et causa Hirschprung. Hirschprung is a congenital disorder that can be caused by genetic and non-genetic factors such as inadequate nutrition and air pollution caused by smoking, found in many urban communities. On nursing care delivery post colostomy performed Non Nutritive Sucking (NNS) and breastfeeding to improve the comfort of the client during nursing care period. This implementation is done to a 2 months kid named A that has been treated for four days in the pediatric surgical room 3rd floor north Fatmawati Hospital. The evaluation of nursing action giving NNS and breastfeeding shows that clients are more calm and the duration of crying client becomes shorter.

Key words: Hirschprung, colostomy, NNS, breastfeeding

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……….. HALAMAN PENGESAHAN ……… HALAMAN PERSETUJUAN ……… KATA PENGANTAR ……… HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……. ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ……….. DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR SKEMA ………. DAFTAR LAMPIRAN ……….. 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……… 1.2Perumusan Masalah ……….. 1.3Tujuan Penulisan ……… 1.4Manfaat Penulisan ……….. 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1Penyakit Hirschprung ….……… 2.2Penatalaksanaan Hirschprung ………. 2.3Asuhan keperawatan anak dengan Hirschprung ..………….. 2.4Perawatan stoma ..………... 2.5Konsep nyeri pada bayi ……….. 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1Pengkajian Keperawatan .……… 3.2Masalah Keperawatan .……… 3.3Rencana Keperawatan ……….

3.4Implementasi ………

4. ANALISIS SITUASI

4.1Profil Lahan Praktik ……… 4.2Analisis masalah keperawatan ..……… 4.3Analisis intervensi …………...………. 4.4Alternatif pemecahan masalah .………

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan ……….. 5.2Saran ……… DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii iii iv v vi vii viii ix x xi 1 4 4 5 6 8 8 14 17 22 24 25 25 27 28 29 30 32 32

(11)

ix Universitas Indonesia DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR SKEMA

(13)

xi Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Keperawatan

Lampiran 2 Analisa Data

Lampiran 3 Rencana Keperawatan

Lampiran 4 Catatan Tindakan Keperawatan

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung adalah malformasi kongenital dimana terjadi obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan motilitas bagian usus, tidak adanya ganglion pada usus bagian distal. (Hockenberry, 2007; Browne, et al., 2008; Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelsein & Schwartz, 2009).

Insiden Hirschprung adalah 1 pada 5000 kelahiran. Perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1 pada klien dengan segmen pendek aganglionosis dan 1:1 pada segmen panjang aganglionosis. Insiden Hirschprung bervariasi pada beberapa etnis, di antaranya 2.8, 1.5 dan 2.1 pada 10.000 kelahiran hidup etnis Asia, Caucasia dan Afrika-Amerika. (Browne et al., 2008). Sementara angka kejadian penyakit Hirschprung di RSUP Fatmawati khususnya yang dirawat di lantai 3 utara ruang bedah anak dalam 3 bulan terakhir adalah 19 pasien dari total pasien dirawat 459 anak (4,1%).

Penyakit Hirschprung merupakan kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan seperti paparan bahan kimia dan polusi udara serta interaksi keduanya (Effendi & Indrasanto, 2006 dalam Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa & Usman, 2012). Faktor lingkungan ini sangat mungkin terjadi pada kaum urban yang tinggal di daerah perkotaan.

McNamara (2008), Waluya (2007) dan Firmansyah (2008) menuliskan bahwa masyarakat perkotaan disebut juga urban community, memiliki ciri kehidupan antara lain padat penduduknya, lingkungan hidup tercemar polusi, mata pencaharian sektor industri, perdagangan dan jasa, mobilitas tinggi, lalu lintas padat, sulit mendapat pekerjaan, tidak punya pekerjaan yang tetap, stres, tidak punya tempat tinggal yang tetap, kecenderungan perilaku kejahatan, resiko penggunaan obat-obatan karena paparan media dari berbagai sumber informasi, jaminan keamanan relatif rendah dan kriminalitas tinggi.

(15)

2

Universitas Indonesia Sulitnya mendapatkan pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan rendah mengakibatkan banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Tingkat ekonomi yang rendah memungkinkan kaum urban memiliki pendidikan yang rendah dan nutrisi yang rendah bila dilihat dari segi kualitas makanannya. Bobak, Lowdermilk, Jensen dan Perry (2005) menuliskan nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir kehamilan. Sedangkan faktor yang menyebabkan nutrisi seorang wanita berisiko antara lain kemiskinan, kurang pendidikan, lingkungan yang buruk, kebiasaan makan yang tidak wajar dan kondisi kesehatan yang buruk. Hal tersebut akan mempengaruhi status gizi dan perkembangan serta perkembangan janin. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan defek lahir dan menurunkan jumlah hasil konsepsi.

Selain tingkat ekonomi rendah yang menyebabkan nutrisi rendah, pencemaran udara seperti polusi udara akibat rokok dapat mempengaruhi kondisi kesehatan kaum urban. Polusi udara melalui asap rokok sering dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan peningkatan mortalitas serta morbiditas bayi (Bobak, Lowdermilk, Jensen dan Perry, 2005).

Hockenberry dan Wilson (2007) menyampaikan manifestasi klinis Hirschprung ada beberapa macam, tergantung umur ketika gejala muncul, panjang usus yang terkena, dan terjadinya komplikasi seperti enterokolitis. Pada bayi baru lahir dapat ditemukan distensi abdomen, vomitus, konstipasi dan kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 48 jam pertama sejak lahir. Sedangkan pada neonatus didapatkan distensi abdomen dan muntah bernoda empedu, sementara itu pada bayi dan anak-anak dapat dijumpai konstipasi, distensi abdomen, vomitus dan riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium.

Diagnosis Hirschprung dapat ditegakkan dengan berbagai macam pemeriksaan, antara lain pemeriksaan rektum, barium enema dan biopsi rektal (Browne, et al., 2008). Setelah dipastikan diagnosis Hirschprung maka diberikan penatalaksanaan konservatif dan pembedahan dengan tindakan

(16)

kolostomi. Jika dilakukan tindakan pembedahan, maka perawat sangat berperan dalam perawatan baik pre operatif maupun post operatif. Pada fase pre operatif, asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan enterokolitis antara lain memonitor tanda vital untuk mengetahui tanda-tanda syok, memonitor pemberian cairan dan elektrolit, plasma atau produk darah lain, dan mengobservasi tanda perforasi usus seperti demam, peningkatan distensi abdomen, vomitus, iritabilitas, dispnea dan sianosis. Sedangkan pada fase post operatif asuhan keperawatan yang diberikan meliputi klien dipuasakan, mengukur pemasukan dan pengeluaran, memonitor pemberian cairan dan elektrolit, memonitor pengembalian bising usus dan pengeluaran feses untuk menentukan pemberian masukan oral serta perawatan stoma. Pada perawatan post operatif, perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang fungsi tindakan invasif antara lain akses intravena, pemasangan pipa nasogastrik dan kateter urin, serta orang tua membantu memberikan kenyamanan untuk anaknya (Hockenberry & Wilson, 2007).

Pemberian kenyamanan dapat disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Masa bayi adalah periode usia lebih dari 28 hari sampai 1 tahun. Pada masa ini, tahap perkembangan psikososial bayi menurut teori Freud berada pada tahap oral dimana bayi mencari kesenangan yang berpusat pada aktivitas oral seperti menghisap, menggigit, mengunyah dan berbicara (Wong, dkk., 2009). Sementara Piaget menyampaikan bahwa masa bayi sebagai masa sensorimotor. Pada masa bayi awal, bayi berhubungan dengan dunia sekitar dengan menggunakan perilaku refleks. Usia 1-4 bulan koordinasi tangan dan mulut berkembang, bayi akan mendekatkan tangannya ke mulut dengan tujuan menghisapnya (Pilliteri, 2011).

Pemberian Non Nutritive Sucking (NNS) dan pemberian ASI merupakan alternatif untuk meminimalisir nyeri dan meningkatkan kenyamanan pada bayi sesuai dengan tahap perkembangan usia bayi awal. Devi (2012) menuliskan NNS memberikan efek analgesia melalui stimulasi orotaktil pada neonatus dan mekanoreseptor ketika NNS masuk ke dalam mulut bayi. Pada tesisnya Devi

(17)

4

Universitas Indonesia menemukan bahwa penggunaan NNS dan sukrosa dapat meminimalisir nyeri. Sementara Astuti (2012) menuliskan bahwa pemberian ASI dapat memberikan efek psikologis pada bayi sehingga meningkatkan perasaan kenyamanan dan menemukan bahwa pemberian ASI dengan menyusui lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibandingkan dengan pemberian sukrosa oral.

1.2Perumusan Masalah

Penatalaksanaan Hisrchprung antara lain dengan pembedahan. Perawat sangat berperan pada perawatan post operasi. Efek pembedahan dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada anak. Untuk meningkatkan kenyamanan pada anak selama dilakukan tindakan perawatan dan meminimalisir nyeri adalah dengan pemberian NNS dan ASI. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengaplikasikan hasil tesis mengenai efektifitas pemberian NNS dan ASI.

1.3Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan post kolostomi karena Hirschprung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penyusunan karya ilmiah akhir ners ini adalah:

a. Mendapatkan data pengkajian yang dibutuhkan terkait dengan asuhan keperawatan pada anak dengan post kolostomi karena Hirschprung.

b. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan post kolostomi karena Hirschprung.

(18)

c. Membuat perencanaan asuhan keperawatan yang tepat bagi anak dengan post kolostomi karena Hirschprung.

d. Menganalisis pengaruh pemberian NNS dan ASI dalam menurunkan intensitas nyeri dan meningkatkan kenyamanan pada anak dengan post kolostomi karena Hirschprung.

1.4Manfaat Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat baik secara ilmu, aplikatif, dan metodologi.

1.4.1 Manfaat ilmu

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak dengan post kolostomi karena Hirschprung.

.

1.4.2 Manfaat aplikatif

Karya ilmiah ini berguna dalam memberikan berbagai cara alternatif untuk mempermudah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan meminimalkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan pada anak terutama usia 0-4 bulan yang dirawat dengan post kolostomi karena Hirschprung.

1.4.3 Manfaat metodologi

Hasil karya ilmiah ini dapat ide dalam mengembangkan asuhan keperawatan anak dengan post kolostomi karena Hirschprung dalam meminimalkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan selama hospitalisasi.

(19)

6 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penyakit Hirschprung

2.1.1 Definisi Penyakit Hirschprung

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan, malformasi kongenital yang dikarakteristikkan oleh tidak adanya sel ganglion intrinsik parasimpatis dari plexus myentericus dan submukosa sepanjang saluran pencernaan. Aganglionosis menandakan kegagalan enteric nervous system (ENS), dimana sel-sel neural crest gagal menginervasi saluran gastrointestinal selama perkembangan embrionik (Amiel & Lyonnet, 2001; Miao et al., 2009).

2.1.2 Etiologi Penyakit Hirschprung

Hirschprung merupakan kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Effendi & Indrasanto, 2006 dalam Kosim, dkk., 2012). Faktor genetik dikelompokkan menjadi tiga jenis meliputi kelainan mutasi gen tunggal, aberasi kromosom dan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). Sementara faktor non-genetik/lingkungan terdiri dari penggunaan obat-obatan selama hamil terutama pada trimester pertama (teratogen), paparan bahan kimia dan asap rokok, infeksi dan penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk dan fungsi pada bayi yang dilahirkan.

2.1.3 Klasifikasi Penyakit Hirschprung

Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi menjadi Hirschsprung segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid dan Hirschsprung segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (Browne, et al., 2008). Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit Hirschprung ada empat jenis yaitu (1) Total colonic aganglionosis (TCA), (2) Hirschprung intestinal total jika semua usus terlibat, (3) Hirschprung segmen sangat pendek meliputi bagian

(20)

distal rektum dibawah rongga pelvis dan anus serta (4) suspended Hirschprung, sebuah kondisi kontroversial dimana bagian kolon aganglionik berada diatas segmen distal yang normal.

2.1.4 Manifestasi Klinis Penyakit Hirschprung

Wong, dkk. (2009) menyampaikan manifestasi klinis Hirschprung bervariasi menurut usia ketika gejala penyakit ini dikenali dan adanya komplikasi seperti enterokolitis. Pada periode bayi baru lahir ditemukan kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24 jam hingga 48 jam pertama setelah lahir, keengganan mengkonsumsi cairan, muntah yang bernoda empedu dan distensi abdomen. Sementara pada bayi dapat dijumpai failure to thrive (FTT), konstipasi, distensi abdomen, episode diare dan vomitus serta tanda-tanda yang sering menandai adanya enterokolitis seperti diare yang menyembur atau menyerupai air, demam dan keadaan umum yang buruk. Sedangkan pada anak-anak didapatkan konstipasi, feses mirip tambang dan berbau busuk, distensi abdomen, peristaltik yang terlihat, massa feses mudah diraba dan anak tampak malnutrisi serta anemia.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hirschprung Diagnosis penyakit Hirschprung dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan antara lain pemeriksaan fisik, radiologi, dan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, pada pemeriksaan rektum ditemukan adanya kelemahan sfingter internal dan tidak adanya feses, diikuti oleh pelepasan gas dan feses yang eksplosif dan tiba-tiba tetapi peningkatan ukuran rektum hanya berlangsung sementara. Sedangkan pada pemeriksaan radiologi dengan barium enema diperoleh hasil adanya zona transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik distal. Sementara pada pemeriksaan laboratorium dengan cara biopsi rektal didapatkan tidak adanya sel ganglion. Selain pemeriksaan fisik, radiologis dan laboratorium jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan patologi klinik dengan biopsi usus pada saat operasi untuk menentukan lokasi usus dimana sel ganglion dimulai (Ashwill & James, 2007; Browne et al., 2008).

(21)

8

Universitas Indonesia 2.1.6 Pengkajian pada Anak Dengan Penyakit Hirschprung

Data-data yang dapat dikaji pada anak dengan penyakit Hirschprung antara lain: (1) riwayat kesehatan meliputi tidak adanya atau keterlambatan pengeluaran mekonium dalam 48 jam pertama setelah lahir, muntah bernoda empedu, pola buang air besar (BAB) pada periode neonatus untuk diagnosis awal penyakit, riwayat kebiasaan BAB, riwayat konstipasi intermiten atau diare dan konsistensi feses padat atau cair; (2) pemeriksaan fisik meliputi adanya distensi abdomen, tanda-tanda kurang nutrisi (anak tampak kurus, palor, kelemahan otot dan kelelahan), iritabilitas dan pengeluaran gasa dan feses setelah pemeriksaan rektal yang menandakan adanya obstruksi; (3) hasil laboratorium yang menunjukkan tidak adanya sel ganglion pada biopsi rectal; dan (4) kontras enema pada pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya zona transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik di bagian distal (Browne, et al., 2008; Hockenberry & Wilson, 2007; Pillitteri, 2011).

2.2Penatalaksanaan Penyakit Hirschprung

Penyakit Hirschprung ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksaan Hirschprung terdiri dari tindakan bedah dan non bedah. Tindakan non bedah dilakukan untuk perawatan penyakit Hirschprung ringan bertujuan untuk menghilangkan konstipasi kronik dengan pelunak feses dan irigasi rektal. Sedangkan pada Hirschprung sedang sampai berat dilakukan tindakan pembedahan. Pada periode neonatal, dilakukan tindakan kolostomi temporer pada bagian paling distal usus yang normal untuk menghilangkan sumbatan. Pembedahan repair ditunda sampai berat badan anak 8 sampai 10 kilogram. Tindakan bedah lain yang dilakukan antara lain prosedur Swenson, Duhamel dan Soave. (Ashwill & James, 2007; Hockenberry & Wilson, 2007).

2.3 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Penyakit Hirschprung

Asuhan keperawatan pada anak dengan Hirschprung terdiri dari asuhan keperawatan pre dan post operasi.

(22)

2.3.1 Asuhan keperawatan pre operasi.

Pillitteri (2011) menyebutkan asuhan keperawatan pre operasi meliputi:

a) Pengkajian

Data yang dapat ditemukan pada pengkajian meliputi riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium dalam 48 jam pertama setelah lahir, muntah berwarna empedu, adanya konstipasi, distensi abdomen, nafsu makan berkurang atau anak tidak mau minum ASI, tidak adanya sel ganglia pada pemeriksaan biposi rectal, pemeriksaan barium enema menunjukkan hasil adanya zona transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik, dapat disertai enterokolitis. b) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pre operasi antara lain:

1. Konstipasi b.d berkurangnya fungsi usus; peristaltik tidak adekuat

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d berkurangnya fungsi usus

c) Rencana Tindakan Keperawatan Dx I: Konstipasi

Hasil yang diharapkan: anak dapat buang air besar normal melalui kolostomi atau enema.

Intervensi:

1. Kaji adanya konstipasi: durasi, pemahaman orang tua tentang konstipasi, konsistensi feses, adakah penyakit lain

2. Auskultasi bising usus secara periodic 3. Pantau adanya distensi abdomen

4. Kolaborasi untuk pemasangan nasogastrik tube, rectal tube dan enema

(23)

10

Universitas Indonesia Dx II: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Hasil yang diharapkan: berat badan anak dapat dipertahankan pada kurva persentil di grow chart

Intervensi:

1. Kaji status nutrisi anak

2. Timbang berat badan secara periodic, misalnya 3 hari sekali 3. Pantau hasil laboratrium sesuai indikasi

4. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral

2.3.2 Asuhan keperawatan post operasi a) Pengkajian

Integritas dan fungsi stoma meliputi warna stoma; kolaps atau retraksi, adakah perubahan; laserasi stoma; perdarahan, jika iya dimana dan berapa jumlahnya; kondisi kulit periostoma; jumlah, warna dan konsistensi cairan stoma.

b) Diagnosa Keperawatan

Ashwill dan James (2007) menyampaikan diagnosa keperawatan pada post op kolostomi antara lain:

1. Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi dan pembedahan 2. Risiko infeksi b.d pembedahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pembedahan gastrointestinal

4. Nyeri akut b.d insisi bedah

5. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurangnya informasi tentang kebutuhan pembedahan, irigai atau perawatan ostomi

(24)

c) Rencana Tindakan Keperawatan Dx I: Kerusakan integritas kulit

Hasil yang diharapkan: daerah kolostomi bersih dan bebas dari eksudat, kemerahan atau drainase; daerah kolostomi utuh tanpa perdarahan atau iritasi kulit (Doenges, Moorhouse, & Geissler 2000). Intervensi:

1. Observasi daerah stoma 2. Ukur stoma secara periodik

3. Observasi adanya komplikasi seperti prolaps, sianosis & nekrosis 4. Beri pelindung kulit yang efektif seperti stomahesiv

5. Kosongkan, irigasi dan bersihkan kantong ostomi secara rutin dengan alat yang tepat

6. Lakukan penggantian kantong sesuai indikasi

7. Evaluasi produk perekat dan kecocokan kantong ostomi

Dx II: Risiko infeksi

Hasil yang diharapkan: anak tidak febris, tanpa tanda-tanda infeksi Intervensi:

1. Kaji tanda-tanda infeksi daerah ostomi dan sistemik 2. Obervasi tanda vital terutama suhu tubuh

3. Berikan kompres air hangat jika anak demam

4. Pantau hasil laboratorium sesuai indikasi, seperti darah lengkap 5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik dan antipiretik

Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Hasil yang diharapkan: anak dapat mentoleransi diit yang diberikan, bising usus normal, feses keluar melalui ostomi.

Intervensi:

1. Kaji status nutrisi 2. Auskultasi bising usus

3. Timbang BB setiap 3 hari sekali 4. Berikan diit bertahap sesuai indikasi

(25)

12

Universitas Indonesia Dx IV: Nyeri akut

Hasil yang diharapkan: anak bebas dari nyeri dan dapat berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari seperti biasa

Intervensi:

1. Lakukan pengkajian nyeri (PQRST)

2. Berikan tindakan kenyamanan seperti mengubah posisi 3. Ajarkan tehnik relaksasi sesuai tingkat usia anak 4. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

Dx V: Kurang pengetahuan orang tua

Hasil yang diharapkan: orang tua menyebutkan tujuann irigasi, bertanggungjawab terhadap perawatan ostoma.

Intervensi:

1. Kaji pengetahuan orang tua tentang perawatan stoma 2. Ajarkan pada orang tua tentang perawatan stoma

3. Libatkan orang tua secara langsung dalam perawatan stoma 4. Ajarkan orang tua memilih pakaian yang sesuai

5. Evaluasi kemampuan orang tua melakukan perawatan stoma baik kognitif maupun psikomotor

Dx VI. Perubahan pola eliminasi fekal

Kriteria hasil: eliminasi fekal sesuai dengan kondisi post op kolostomi

Intervensi:

1. Monitor pengeluaran feses meliputi frekuensi, konsistensi, bentuk, volume dan warna

2. Auskultasi bising usus

3. Laporkan jika ada bising usus abnormal

(26)

Skema 2.1 WOC Hirschprung

Insiden  1:5000

Kegagalan migrasi sel ganglion kearah rektum pada minggu ke

5-12 gestasi

Kolon aganglionik

Refleks Stimulasi Enteric Nervous System (ENS) kurang

Relaksasi spingter internal Kontraksi bowel abnormal Peristaltik menurun

Refleks rektospingter menghilang

Kemampuan mendorong feses keluar ↓ Obstruksi fekal

Distensi kolon Hipertrofi otot kolon

HIRSCHPRUNG Distensi abdomen

Tindakan pembedahan

- Eliminasi fekal melalui stoma - Feses cair - Frekuensi sering - Terdapat stoma - Terpasang kantong kolostomi

- Produksi stoma cair

Klien dipuasakan

- Orang tua belum tahu cara perawatan stoma

- Orang tua takut menyentuh stoma - Kawatir dengan adanya stoma Dx: Perubahan pola eliminasi fekal Dx: Risti kerusakan integritas kulit Dx: Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Dx: Kurang pengetahuan orang tua

Insisi & luka operasi Dx. Risti Infeksi Dx: Nyeri Pemeriksaan penunjang: - USG Abdomen - Foto abdomen - CT Scan Abdomen - Barium enema Media mikroorganisme berkembang biak Enterokolitis Dx. Konstipasi Dilakukan dekompresi: pemasangan NGT & Rektal tube

Intake cairan kurang Intake nutrisi per oral ↓ Dx: Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Dx: gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan

(27)

14

Universitas Indonesia

2.4Perawatan Stoma

Browne, et al. (2008) menyampaikan perawatan stoma pada anak sebagai berikut:

2.4.1 Jenis Stoma

Stoma terdiri dari 2 jenis yaitu stoma fekal dan urinary diversions (pengalihan urin).

a. Stoma fekal

Disebut juga kolostomi, ileostomi, jejunostomi atau duodenostomi, tergantung pada letak fekal stoma. Stoma fekal dibuat dengan membawa bagian usus melalui sebuah insisi di dinding abdomen. Tujuan utama membuat stoma adalah mempertahankan panjang usus yang masih mungkin dan meminimalkan risiko sindrom pemendekan usus. Fungsi stoma fekal adalah mengalihkan feses masuk ke bagian distal usus.

b. Urinary diversions

Disebut juga urostomi, merupakan pembedahan untuk membuka jalan masuk ke saluran kemih, khususnya ke dalam bladder (vesikostomi), ureter (ureterostomi), atau ginjal (nefrostomi). Tujuan utamanya adalah dekompresi saluran kemih dan mempertahankan fungsi ginjal.

2.4.2 Karakteristik Stoma

Browne, et al. (2008) menyampaikan pada umumnya ostomi fekal terang, berwarna merah segar, sama dengan bagian dalam pipi. Segera setelah pembedahan, stoma dapat terlihat tegang, bengkak, sedikit gelap karena stasis vena. Warna stoma meningkat dengan cepat dengan dukungan sirkulasi, oksigenasi dan penurunan edema post operasi. Stoma yang gelap atau hitam mengindikasikan adanya iskemia atau nekrosis stoma, dan harus disampaikan ke dokter bedah. Stoma dapat berubah warna ketika anak menangis, tampak pucat atau lebih gelap, hal ini merupakan kejadian yang normal dan warna stoma akan kembali ketika anak berhenti menangis. Pembengkakan stoma post operasi akan berakhir pada 6 sampai 8 minggu, dan ukuran stoma berkurang secara bertahap. Ukuran stoma

(28)

sesuai dengan ukuran organ yang dibuat, misalnya usus besar atau usus kecil. Stoma fekal mungkin tidak menghasilkan gas atau feses dalam 24 sampai 72 jam post operasi sampai fungsi usus kembali, tetapi memproduksi cairan serosa. Jika fungsi usus kembali, pengeluaran stoma fekal cenderung tinggi dan cair sampai inflamasi pembedahan hilang dan anak mulai makan padat. Jumlah keluaran tergantung proses penyakit, letak usus, usia anak, toleransi anak dan faktor lainnya. Perkiraan jumlah keluaran stoma bervariasi antara 10-15ml/kgbb/hari seperti rata-rata keluaran ileostomi. Jika keluaran melebihi 20-30 ml/kgbb/hari termasuk abnormal dan memerlukan penggantian cairan. Semakin lama feses dari ileostomi atau kolostomi makin mengental.

2.4.3 Jenis Pembuatan Stoma

Browne, et al. (2008) menyampikan ada 2 jenis yaitu end stomas dan loop stomas.

a. End stomas

Dibuat dengan membagi usus secara utuh, dilakukan jika pengeluaran total feses dari usus distal diperlukan. Bagian akhir distal usus dikeluarkan melalui dinding abdomen untuk membuat stoma sekunder (fistula mukus) atau penjahitan tertutup dan disebelah kiri abdomen. Fistula mukus dibuat jika bagian distal usus memerlukan dekompresi. Jika usus bagian proksimal dan distal bagian usus dikeluarkan melalui lobang yang sama pada otot dan diletakkan berdekatan satu sama lain disebut “double-barrel stoma”.

b. Loop stomas

Loop stoma sering digunakan jika stoma hanya sementara, dibuat dengan mengeluarkan lingkaran usus yang kontinyu melalui lubang pada dinding abdomen.

2.4.4 Perlengkapan Perawatan Stoma

Browne, et al. (2008) menyebutkan berbagai jenis kantong stoma tersedia, digunakan untuk melindungi stoma dan kulit peristoma dari kerusakan,

(29)

16

Universitas Indonesia meningkatkan kenyamanan, mudah digunakan dan menyediakan keamanan dengan waktu penggunaan yang diprediksi. Perlengkapan perawatan stoma ini terdiri dari: (1) kantong stoma, terbagi atas dua bagian yaitu kantong yang menampung pengeluaran stoma dan pelindung kulit, wafer yang melapisi kantong sehingga aman bagi kulit. Kantong ini ada 2 jenis yaitu one-piece (kantong dan wafer menyatu) dan two-piece (kantong dan wafer terpisah); (2) asesoris kantong, antara lain pasta stoma, stoma powder, kristal absorpsi, agen adhesive, belt, pouch deodorant, skin barrier supplement dan skin sealant.

2.4.5 Pengkajian Stoma

Browne, et al. (2008) menyampaikan pengkajian stoma dilakukan dengan mengobservasi integritas dan fungsi stoma meliputi (1) warna stoma, (2) apakah stoma menonjol atau tertarik, berapa jauh, adakah perubahan, (3) adakah laserasi stoma, (4) adakah perdarahan berlebih, jika ada dimana dan berapa jumlahnya, (5) apakah persimpangan mukokutan utuh, jika tidak dimana pemisahannya, berapa panjangnya, berapa dalamnya, (6) bagaimana kondisi kulit tepi stoma, dan (7) jumlah, warna dan konsistensi pengeluaran stoma.

2.4.6 Perawatan Stoma

Browne, et al. (2008) menuliskan dalam perawatan stoma, memerlukan kemampuan dasar yaitu mengosongkan dan mengganti kantong, merawat stoma dan kulit peristoma, memasang kantong baru dan merawat fistula mukus. Pengosongan kantong stoma dilakukan jika isi kantong sepertiga atau setengah kantong, kantong penuh dengan gas dan pada bayi dapat dikosongkan bersamaan dengan penggantian diapers. Penggantian kantong dilakukan jika kantong sudah dipasang selama 2-3 hari pada bayi dan jika terjadi kebocoran. Volume dan konsistensi pengeluaran serta lokasi anatomi stoma mempengaruhi lama penggantian kantong.

(30)

2.4.7 Komplikasi yang sering muncul pada Stoma

Browne, et al. (2008) menyebutkan komplikasi stoma yang sering muncul pada perawatan stoma antara lain laserasi, pemisahan mukokutaneus, nekrosis, obstruksi, hernia peristomal, kerusakan kulit dan infeksi peristomal, prolaps serta retraksi stoma.

2.4.8 Pendidikan Kesehatan untuk Orang tua

Pendidikan kesehatan yang diberikan perawat kepada orang tua klien meliputi melibatkan orang tua berpartisipasi dalam perawatan stoma di rumah sakit, mempersiapkan orang untuk melakukan semua perawatan stoma di rumah, mengajarkan orang tua memilih pakaian dengan bahan yang menyerap keringat untuk menutupi kantong dan mencegah bergesernya kantong serta memberikan kenyamanan untuk meminimalisir nyeri pada bayi selama perawatan stoma (Browne, et al. 2008).

2.5Konsep Nyeri pada Bayi

2.5.1 Definisi dan Teori Nyeri

Nyeri adalah apa saja dan kapan saja pengalaman seseorang yang mengatakan nyeri; pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan aktual dan potensial jaringan; nyeri merupakan hal yang kompleks, multidimensional, subyektif dan personal (McCaffery & Pasero; International Association for Study of Pain dalam Ashwill & James, 2007).

Gate-Control Theory

Teori Gate-Control disampaikan oleh Melzak dan Wall, (1965 dalam Pillitteri, 2011) menjelaskan bagaimana impuls nyeri berjalan dari bagian yang terkena injuri ke otak, dimana impuls diterjemahkan sebagai nyeri. Teori ini menggambarkan mekanisme pintu gerbang dalam substansia gelatinosa dari bagian dorsal tulang belakang, ketika diaktifkan, maka akan menghentikan impuls sementara waktu pada tulang belakang. Hal ini mencegah impuls nyeri diterima oleh otak dan diinterpretasikan sebagai

(31)

18

Universitas Indonesia nyeri. Mekanisme pintu gerbang ini dapat di stimulasi dengan tiga tehnik yaitu stimulasi kutaneus, distraksi dan mengurangi kecemasan.

Stimulasi kutaneus mempunyai sebuah efek mengurangi nyeri, ketika saraf perifer yang dekat dengan daerah injuri distimulasi, kemampuan saraf A-delta dan serabut C pada daerah injuri mentransmisikan impuls nyeri yang muncul berkurang. Menggosok bagian yang cedera seperti cedera pada kaki dan memberikan kompres hangat atau dingin merupakan manuver yang efektif untuk menekan nyeri karena mengaktifkan serabut saraf di dekatnya. Tehnik ini efektif untuk anak-anak karena dengan masase tidak hanya memberikan kenyamanan pada fisik saja, tetapi juga psikologis. Sedangkan distraksi membiarkan sel batang otak yang menerima impuls sebagai nyeri disibukkan oleh stimulus lain sehingga impuls nyeri tidak dapat diterima. Anak dianjurkan untuk berfokus pada suatu kegiatan atau memikirkan sesuatu merupakan bentuk umum distraksi. Impuls nyeri diterima dengan cepat oleh otak jika kecemasan timbul, oleh karena itu mengurangi kecemasan anak sangat mungkin membantu mengurangi perasaan nyeri. Sedangkan pada anak usia sekolah, menjelaskan prosedur merupakan salah satu tehnik yang dapat dilakukan.

Efektifitas teori gate-control bervariasi tergantung umur anak, kemampuan bekerjasama, tingkat nyeri dan waktu yang digunakan untuk belajar dan menerapkan tehnik pengurang rasa nyeri. Anak harus mengetahui cara menggunakan tehnik-tehnik ini sebelumnya atau pada saat pertama kali merasakan nyeri. Jika menunggu sampai beberapa kali merasakan nyeri, anak tidak dapat berkonsentrasi menggunakan sebuah tehnik.

2.5.2 Fisiologi Nyeri

Penghantaran nyeri terdiri dari 4 tahap mayor meliputi transduksi (merasakan sensasi nyeri), transmisi (perjalanan sensasi nyeri ke tulang belakang), persepsi (otak menginterpretasikan sensasi sebagai nyeri) dan modulasi (tahap merasakan nyeri kembali). Transduksi dimulai dari saraf

(32)

perifer ketika stimulus mekanik, termal atau kimia mengaktifkan nociceptor, sebuah reseptor sensori. Impuls nyeri diterima oleh sistem saraf pusat (SSP) pada bagian dorsal tulang bulakang, selanjutnya impuls diproyeksikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Ketika nyeri dirasakan, kelenjar pituitari dan hipotalamus memodifikasi nyeri dengan melepaskan endorphin atau senyawa polipeptida yang menstimulasi opiat memproduksi analgesi dan merasa sehat (Pillitteri, 2011).

2.5.3 Klasifikasi Nyeri

Pilliteri (2011) menyampaikan 6 jenis nyeri antara lain:

a. Nyeri akut, merupakan nyeri yang tajam. Biasanya terjadi segera setelah cedera. Nyeri ini dapat menyebabkan kecemasan dan distress. b. Nyeri kronik, nyeri yang berlansung lama (sering disebutkan dalam 6

bulan), dapat menyebabkan depresi dan berkurangnya kemampuan seseorang.

c. Nyeri kutaneus, nyeri yang berasal dari struktur superfisial seperti kulit dan membran mukosa. Misalnya terkena gunting.

d. Nyeri somatik, nyeri yang berasal dari struktur tubuh yang dalam seperti otot atau pembuluh darah. Contohnya nyeri pada pergelangan kaki yang terkilir.

e. Nyeri viseral membawa sensasi dari organ internal seperti usus. Nyeri pada appendisitis merupakan nyeri viseral.

f. Nyeri alih, nyeri yang dirasakan pada sisi yang jauh dari sumber nyeri. Sebagai contoh pneumonia pada lobus kanan bawah sering dirasakan sebagai nyeri abdominal karena nyeri dialihkan ke abdomen.

2.5.4 Pengkajian Nyeri

Nyeri pada anak bersifat multidimensional dan subyektif, dipengaruhi oleh jenis dan lamanya nyeri, tingkat perkembangan, status emosi, pengalaman nyeri sebelumnya, budaya dan etnis, tipe kepribadian, jenis kelamin, variasi genetik dan respon orang tua terhadap nyeri yang dirasakan anaknya (Ashwill & James, 2007). Pengkajian nyeri berdasarkan tingkat

(33)

20

Universitas Indonesia perkembangan pada neonatus dan bayi antara lain (1) biasanya mendemonstrasikan perubahan ekspresi wajah meliputi mengerutkan muka, menyeringai, mengerutkan kening, ekspresi terkejut dan menarik wajah dengan tiba-tiba; (2) mendemonstrasikan peningkatan tekanan darah dan detak jantung serta penurunan saturasi arteri; (3) tangis melengking; (4) ekstremitas memukul-mukul, menunjukkan tremor; dan (5) pada bayi yang lebih tua melokalisir nyeri, menggosok area nyeri atau menariknya atau melindunginya.

Selain menggunakan tingkat perkembangan, pengkajian nyeri pada neonates dan bayi dapat menggunakan CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Scale. Skala ini mempunyai nilai sampai 10 poin dengan 5 variabel fisiologis dan perilaku yang berhubungan dengan nyeri pada bayi meliputi jumlah dan jenis tangisan, kebutuhan administrasi oksigen, peningkatan tanda-tanda vital, ekspresi wajah dan tertidur (Kretchel & Bildner, 1995 dalam Pillitteri, 2011). Setiap area diberikan skor 0 sampai 2, bayi dengan skor 4 atau lebih merasakan nyeri dan memerlukan intervensi untuk mengurangi ketidaknyamanan. Akan tetapi skala ini tidak bisa digunakan bagi bayi dengan intubasi.

(34)

Tabel 2.1 CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Scale

Pengkajian Skor bayi

0 1 2

Menangis Tidak Melengking Tidak dapat dihibur

(inconsolable) Kebutuhan oksigen dengan saturasi >95% Tidak >30% >30% Peningkatan tanda-tanda vital

Detak jantung dan TD pada rentang 10% nilai pre operasi

Detak jantung dan TD 11-20% lebih tinggi daripada nilai pre operasi

Detak jantung dan TD 21% diatas nilai pre operasi

Ekspresi Tidak ada Menyeringai Menyeringai /

mengerang

Terjaga Tidak Terbangun pada

interval tertentu

Selalu terjaga

Jumlah skor total

2.5.5 Pemberian NNS dan ASI

Untuk memberikan kenyamanan pada anak selama penggantian kantong stoma dapat diberikan NNS. Devi (2012) menyampaikan NNS memberikan efek analgesia melalui stimulasi orotaktil pada neonatus dan mekanoreseptor ketika NNS masuk ke dalam mulut bayi. Tesis yang dilakukan Devi menemukan bahwa penggunaan NNS dan sukrosa dapat meminimalisir nyeri selama perawatan. Selain pemberian NNS, untuk meningkatkan kenyamanan dapat diberikan ASI. Astuti (2012) menyampaikan selain memberikan nutrisi, pemberian ASI mempunyai efek psikologis. Interaksi ibu dan bayi saat menyusui memiliki rasa aman, nyaman dan hangat bagi bayi; setelah tindakan diberikan ASI maka durasi menangis bayi menjadi lebih singkat.

(35)

22 Universitas Indonesia BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian

Klien An. A, berusia 2 bulan, orang tua Bp. A dan Ibu N. Klien masuk rumah sakit tanggal 01 Juni 2013 dengan diagnosa medis observasi meterorismus, diferensial diagnosis Ileus paralitik dan Diare akut dehidrasi sedang (DADS). Keluhan utama klien saat masuk RS adalah perut membuncit dan tegang serta sulit BAB sejak 4 hari sebelum masuk RS. Pada saat masuk RS orang tua klien mengeluh klien BAB cair 5-7x/hari, turgor tidak elastis, mukosa mulut kering.

Riwayat kehamilan dan kelahiran klien antara lain pada masa prenatal ibu klien rutin kontrol ke bidan setiap 1 bulan sekali, ibu klien mengatakan selama hamil tidak menderita penyakit tertentu dan tidak mengalami muntah berulang; masa intranatal klien dilahirkan spontan di bidan dengan berat lahir 3800 gram langsung menangis; sedangkan pada masa post natal klien mendapatkan ASI dan mempunyai riwayat BAB 2-4 hari sekali.

Riwayat kesehatan sebelumnya klien BAB 4 hari sekali, belum pernah dirawat di rumah sakit, jika sakit hanya berobat ke bidan dan Puskesmas tetapi orang tua tidak tahu jenis obat yang dikonsumsi, klien belum pernah dilakukan tindakan operasi, tidak pernah mengalami kecelakaan, tidak mempunyai alergi, klien belum mendapat imunisasi yang lengkap sesuai usianya, hanya imunisasi BCG ketika klien berusia 1 minggu.

Riwayat sosial klien diasuh oleh ibu, ayah dan neneknya, pembawaan secara umum tidak rewel. Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya belum dapat dikaji mengingat usia klien 2 bulan. Klien tinggal di rumah milik orang tuanya dan tinggal berdekatan dengan saudara ibu klien tetapi bukan merupakan kawasan padat penduduk.

(36)

Awal masuk tanggal 01 Juni 2013 klien dirawat di ruang lantai 3 selatan. Selain dilakukan pemeriksaan USG dan foto polos abdomen, klien juga dilakukan pemeriksaan barium enema pada tanggal 05 Juni 2013 dengan hasil sesuai dengan gambaran Hirschprung. Pemeriksaan laboratorium tanggal 01 Juni 2013 diperoleh hasil hemoglobin (Hb) 8,4 g/dl hematokrit 26% leukosit dalam batas normal, trombosit 570 ribu/ul sehingga klien mendapatkan tranfusi PRC sejumlah 2 x 50cc dengan cara pemberian serial selama 2 hari pada tanggal 02 dan 03 Juni 2013 dan Hb post tranfusi 12,1 g/dl. Tanggal 10 Juni 2013 dilakukan pemeriksaan DPL ulang dengan hasil Hb 15,9 g/dl dan hasil lainnya dalam batas normal. Klien menjalani operasi kolstoma pada tanggal 12 Juni 2013, setelah operasi klien dirawat di ruang HCU, dan dipindahkan ke lantai 3 utara pada tanggal 13 Juni 2013 jam 13.00 WIB.

Keadaan klien saat ini, keluhan utama saat dikaji tanggal 13 Juni 2013 orang tua mengatakan takut memegang dan membersihkan kantong stoma, belum tahu perawatan stoma. Orang tua mengatakan bahwa ingin tahu berat badan anaknya setelah operasi, anaknya BAB cair warna coklat, kulit perut tidak merah. Diagnosa medis klien adalah post op kolstoma hari kedua karena Hirschprung. Berat badan klien pada saat masuk rumah sakit 5400 gram, saat ini 4500 gram, panjang badan 55 cm, dengan menggunakan chart grow didapatkan z-score BB/TB -2 SD. Status cairan klien baik dibuktikan dengan turgor elastis, CRT kurang dari 3 detik dan mukosa bibir lembab. Klien mendapatkan obat-obatan antara lain IVFD KaeN 3B 10 tetes/menit (makro), Cefotaxime 2x175mg intravena dan Farmadol 3x55 mg intravena. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Juni 2013 diperoleh Hb 14,5 g/dl Ht 45% leukosit 20,4 ribu/ul dan trombosit 426 ribu/ul.

Hasil pemeriksaan fisik secara umum menunjukkan bahwa klien tampak tidak rewel, aktif, kesadaran compos mentis, Nadi 124x/menit, suhu 36,7°C, frekuensi nafas 28 x/menit. Tinggi badan saat ini 55 cm, berat badan 4,5 kg, lingkar kepala 38cm (saat masuk RS 36 cm), lingkar lengan atas 10cm (saat masuk RS 13cm), Z-Score BB/TB -2SD. Dari hasil pemeriksaan Fisik Head to

(37)

24

Universitas Indonesia toe diperoleh data bahwa kepala dalam batas normal tidak ditemukan jejas, sutura sudah menutup tidak teraba benjolan. Septum hidung utuh tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung. Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, reflek cahaya “positif”. Bibir tampak kemerahan, tidak sianosis, gigi belum tumbuh, tidak tampak jamur. Telinga bersih, tidak tampak sekret dan tidak tampak perdarahan. Tidak teraba pembesaran kelenjar di area leher, tidak ada kaku kuduk dan tidak ada wape neck. Dada simetris, tidak tampak retraksi dada, irama jantung regular tidak terdengar suara abnormal, suara napas vesikuler tidak terdengar bunyi nafas abnormal. Tidak ada distensi abdomen, bising usus 6x/mnt, tidak teraba benjolan atau massa. Stoma berwarna kemerahan, tampak lemak, tinggi ±4cm, diameter ±4cm, produksi cair warna kecoklatan bercampur darah, bau khas, daerah sekitar stoma tidak kemerahan, tidak ada tanda-tanda iritasi periostoma. Genitalia bersih, jamur tidak tampak, tidak lecet, BAK 3x dengan pampers, warna kuning jernih. Ekstremitas tidak tampak edema, tidak sianosis, akral hangat, CRT kurang dari 3 detik.

3.2 Masalah Keperawatan

Hasil analisa data menunjukkan bahwa pada kasus An. A ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu (1) risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolstoma dan pembedahan, (2) perubahan pola eliminasi fekal berhubungan dengan efek pembedahan, (3) kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan stoma, dan (4) risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal.

Pada kasus An. A prioritas masalah keperawatannya adalah risiko tinggi kerusakan kerusakan integritasi kulit. Hal ini merupakan fokus intervensi, karena peran perawat sangat besar pada perawatan stoma. Perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan dan melibatkan keluarga pada perawatan stoma. Selain memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga, perawat juga mengajarkan perawatan stoma sebagai bekal perawatan di rumah. Perawatan

(38)

stoma bertujuan mencegah terjadinya infeksi pada stoma dan memantau kondisi stoma jika terjadi perubahan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk tindakan selanjutnya.

3.3 Rencana Keperawatan

Setelah menyusun prioritas masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan, langkah selanjutnya adalah menyusun perencanaan. Perencanaan yang disusun sesuai dengan rencana tindakan yang terlampir pada BAB 2.

3.4 Implementasi

Tindakan keperawatan dilaksanakan selama 3x24 jam yaitu pada tanggal 13 Juni 2012 sampai dengan 15 Juni 2013. Tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan risiko tinggi infeksi meliputi mengobservasi daerah stoma; mengukur stoma; mengobservasi adanya komplikasi seperti prolaps, sianosis & nekrosis; mengobservasi tanda vital terutama suhu; mengosongkan, irigasi dan bersihkan kantong stoma secara rutin dengan alat yang tepat; melakukan penggantian kantong sesuai indikasi; mengevaluasi kecocokan kantong stoma dan memberikan NNS selama tindakan serta ASI setelah tindakan.

Untuk diagnosa keperawatan perubahan pola eliminasi fekal, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memonitor pengeluaran feses meliputi frekuensi, konsistensi, bentuk, volume dan warna; mengauskultasi bising usus; melaporkan hasil auskultasi bising usus ke perawat ruangan dan mengevaluasi adanya inkontinensia fekal maupun konstipasi.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa keperawatan kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan stoma yakni mengkaji pengetahuan orang tua tentang perawatan stoma; mengajarkan pada orang tua tentang perawatan stoma; melibatkan orang tua secara langsung dalam perawatan stoma; mengajarkan orang tua memilih pakaian yang sesuai dan mengevaluasi kemampuan orang tua melakukan perawatan stoma baik kognitif maupun psikomotor.

(39)

26

Universitas Indonesia Tindakan selanjutnya untuk diagnosa keperawatan risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh meliputi mengkaji status nutrisi, mengauskultasi bising usus, menimbang berat badan, memotivasi ibu klien memberikan ASI adlib dan memonitor pemberian nutrisi parenteral.

(40)

BAB 4

ANALISIS SITUASI 4.1Profil Lahan Praktik

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati terletak diwilayah Jakarta Selatan dengan luas bangunan 57.457,50 m2 dan luas tanah 13 hektar. RSUP Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno sebagai RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B Pendidikan. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). (www.fatmawatihospital.com)

Lantai III Utara merupakan salah satu ruang perawatan anak umum dan bedah yang terletak di gedung teratai RSUP Fatmawati, terdiri dari 12 kamar yang terbagi atas 1 kamar bedah prima, 3 kamar kelas I, 2 kamar kelas II, 1 kamar khusus isolasi infeksi, 1 kamar khusus luka bakar, dan 4 kamar kelas III dengan kapasits tempat tidur sekitar 45 tempat tidur. Jumlah tenaga 23 orang perawat, terdiri dari 7 orang S1 keperawatan, 14 orang DIII keperawatan, 2 orang SPK, dan 2 orang pekarya SLTA. Ruangan di lantai II Utara dikepalai oleh seoang kepala ruangan Ibu Ns. Yuminah, SKep dibantu wakil kepala ruangan Ibu Fenty Sahara, AMK dan dua orang PN serta perawat pelaksana sebanyak 19 orang.

Kebersihan dan kenyamanan di lantai III Utara terjaga dengan baik sehingga sesuai untuk dijadikan lahan praktik bagi mahasiswa dan mendukung peningkatan kesehatan klien. Namun masalah pengunjung pasien yang belum tertib dan perbandingan jumlah tenaga perawat dan pasien sebanyak 1:10

(41)

28

Universitas Indonesia kadang lebih, menjadi faktor penghambat pada perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara menyeluruh. Sementara kekurangan fasilitas di ruangan yang sangat nampak adalah tidak tersedianya ruang bermain dan fasilitas bermain anak lainnya.

4.2Analisis Masalah Keperawatan

Hasil pengkajian menunjukkan klien dirawat dengan post kolostomi karena Hirschprung. Penyakit Hirschprung merupakan kelainan kongenital yang salah satunya disebabkan oleh faktor non genetik diantaranya nutrisi selama kehamilan, penggunaan obat-obatan (teratogen), polusi lingkungan, paparan zat kimia seperti asap rokok, dan penyakit ibu selama hamil. (Bobak, Lowdermilk, Jensen & Perry, 2005; Kosim, dkk., 2012).

Pada kasus An. A didapatkan data bahwa merupakan keluarga Bp. A termasuk kaum urban yang tinggal di Tangerang, tinggal di rumah sendiri berdekatan dengan keluarga Ibu N. Pekerjaan bapak A adalah seorang buruh dengan penghasilan tidak tetap kurang dari 1,8 juta per bulan sehingga membuat ekonomi keluarga bapak A cukup sulit. Ibu N lulusan SD tidak bekerja hanya mengurus rumah tangga, mengatakan tidak ada masalah selama hamil. Ibu N makan nasi dan sayur, jarang makan lauk. Selama hamil ibu N hanya periksa ke bidan, namun tidak pernah melakukan pemeriksaan darah apapun termasuk gula darah. Ibu N mengaku belum tahu manfaat nutrisi selama hamil dan tidak ingat jumlah kenaikan berat badan selama hamil serta tidak mengkonsumsi obat-obatan selama hamil hanya vitamin dari bidan. Sementara bapak A memiliki kebiasaan merokok walaupun didalam rumah sehingga sangat memungkinkan asap rokok terhirup oleh anggota keluarga yang lain termasuk ibu N. Selain paparan asap rokok, keluarga bapak A juga tinggal tidak jauh dari kawasan industri sehingga memungkinkan polusi dari industri mempengaruhi kesehatan keluarga bapak A.

Masalah keperawatan yang ditemukan antara lain (1) risiko kerusakan integritas kulit, (2) perubahan pola eliminasi fekal, (3) kurang pengetahuan

(42)

orang tua dan (4) risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Masalah keperawatan yang pertama adalah risiko kerusakan integritas kulit. Hal ini dapat timbul akibat adanya luka pembedahan (kolostomi) dan pengeluaran feses yang cair melalui stoma. Jika tidak dilakukan perawatan stoma, maka akan mengakibatkan kerusakan kulit abdomen khususnya pada daerah peristoma. Masalah yang kedua adalah perubahan pola eliminasi fekal akibat dari pembedahan. Pola BAB klien sebelumnya BAB 2-4 hari sekali, sedangkan saat ini frekuensinya sulit dihitung karena feses berbentuk cair dan langsung keluar melalui stoma. Masalah yang ketiga adalah kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan stoma. Hal ini juga menimbulkan kecemasan pada orang tua, karena belum mempunyai pengalaman merawat anak dengan stoma, terlihat dengan ketakutan menyentuh kantong stoma dan mengganti diapers anak. Oleh karena itu perawat selalu melibatkan orang tua dan mengajarkan perawatan stoma untuk merawat anak di rumah. Masalah yang terakhir adalah risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini dapat ditegakkan karena selama dirawat klien dipuasakan beberapa hari sebelum operasi dan satu hari setelah operasi, klien mengalami penurunan berat badan dan lingkar lengan atas, akan tetapi Z-score BB/TB masih berada pada SD -2, artinya klien belum berada pada keadaan gizi kurang.

4.3Analisis Intervensi

Pelaksanaan askep klien terhadap An. A dilakukan secara komprehensif, baik fisik maupun piskologis klien. Untuk mengatasi masalah utama pada klien yaitu risiko tinggi kerusakan integritas kulit maka dua jenis intervensi yang dilakukan penulis terkait aplikasi tesis yaitu penggunaan NNS dan pemberian ASI. Penulis mencoba mengaplikasikan hasil tesis yang berjudul “Efektifitas pemberian kombinasi non nutritive sucking (NNS) dan sukrosa terhadap respon nyeri neonatus setelah tindakan pemasangan infus di RSUD Kota Padang Panjang” dan “Studi komparasi pemberian ASI dan larutan gula terhadap respon nyeri saat imunisasi pada bayi di Puskesmas Ngresep Semarang”.

(43)

30

Universitas Indonesia Usia anak sangat mempengaruhi toleransi anak terhadap nyeri. Wong, dkk (2009) menyampaikan, bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tampak tidak memiliki ingatan nyata tentang pengalaman nyeri sebelumnya dan bereaksi terhadap situasi yang memungkinkan menimbulkan stres, akan tetapi indikator stres yang paling konsisten adalah ekspresi wajah terhadap ketidaknyamanan, gerakan tubuh seperti menggeliat, menyentak dan memukul-mukul. Oleh karena itu fokus intervensi untuk mengatasi situasi ini adalah pemberian kenyamanan pada bayi.

4.4Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan

Pemberian NNS merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologi pada bayi muda (usia 1-4 bulan) dengan tingkat perkembangan pada tahap oral. Hal ini merupakan salah satu bentuk penatalaksanaan nyeri dengan distraksi. NNS memberikan efek analgesia melalui stimulasi orotaktil pada neonatus dan mekanoreseptor ketika NNS masuk ke dalam mulut bayi. Demikian halnya dengan pemberian ASI yang dapat memberikan efek psikologis pada bayi sehingga dapat meningkatkan kenyamanan bayi.

Meskipun NNS memiliki efek analgesia, tetapi hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 pasal 17 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Di dalam pasal 17 ayat (1) disebutkan “tenaga kesehatan dilarang memberikan susu formula dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15”. PP ini menjelaskan yang dimaksud dengan produk bayi lainnya adalah produk bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu dan pangan bayi lainnya, botol susu dan empeng. Berdasarkan PP ini, NNS termasuk produk bayi yang tidak dapat diberikan, meskipun dengan tujuan meminimalisir nyeri dan meningkatkan kenyamanan ketika anak dipuasakan pada periode post operasi dengan stimulasi orotaktil. Oleh karena itu diperlukan penatalaksanaan nonfarmakologi selain NNS.

(44)

Penatalaksanaan nonfarmakologi lain untuk mengatasi nyeri dan ketidaknyamanan pada anak adalah dengan memberikan sentuhan/masase lembut dan mengajak anak untuk berbicara. Sentuhan/masase tidak hanya memberikan kenyamanan pada fisik saja, tetapi juga memberikan efek psikologis. Sedangkan mengajak anak berbicara pada usia 1-4 bulan dapat dilakukan karena pada usia tersebut anak mulai perhatian dengan suara orang tua atau suara yang dikenalnya.

(45)

32 Universitas Indonesia BAB 5

PENUTUP 5.1 Simpulan

Berdasarkan gambaran asuhan keperawatan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut

a. Data pengkajian pada anak A dengan kolostomi karena Hirschprung didapatkan data mengenai pemeriksaan fisik, riwayat kesehatannya termasuk riwayat kelahirannya dan lingkungan. Hal ini dirasa perlu karena keluarga bapak A termasuk kaum urban yang tinggal di daerah perkotaan dengan berbagai masalah yang dapat timbul salah satunya masalah kesehatan terkait dengan penyakit Hirschprung.

b. Masalah keperawatan yang terjadi pada An. A antara lain risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi dan pembedahan, perubahan pola eliminasi fekal berhubungan dengan efek pembedahan, kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan stoma, dan risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal.

c. Perencanaan keperawatan telah disusun berdasarkan prioritas masalah keperawatan yang ditemukan, kemudian dilaksanakan sesuai rencana. d. Penggunaan NNS dan pemberian ASI selama 3 hari pelaksanaan tindakan

keperawatan diperoleh hasil anak tampak lebih tenang, durasi menangis menjadi lebih singkat dan kooperatif selama menjalani perawatan.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Mahasiswa

Hendaknya mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan dengan penatalaksanaan nyeri, tidak hanya bersifat kolaboratif namun disertai secara nonfarmakologi yang merupakan tindakan keperawatan mandiri. Dalam melakukan tindakan, mahasiswa memulai dengan pengetahuan yang baik, mempraktekkan dan mengingatkan kembali kepada pada perawat ruangan di rumah sakit tempat praktik.

(46)

5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan

a. Instansi pendidikan lebih memperkenalkan mahasiswa terhadap asuhan keperawatan, terutama penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologi sesuai dengan usia anak.

b. Menyiapkan peserta didik untuk memahami deteksi dini dan tata laksana penyakit Hirschprung.

5.2.3 Bagi Rumah Sakit

a. Rumah sakit hendaknya memperbanyak dan memperbaharui penerapan implementasi keperawatan yang terus berkembang. Hal ini membantu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada klien. Dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat diharapkan proses penyembuhan klien sesuai dengan prognosis penyakitnya.

b. Ruang rawat Teratai lantai 3 utara bukan merupakan ruang Perinatologi, namun penggunaan NNS sebaiknya dihindari karena mengakibatkan efek ketergantungan dan dapat menyebabkan anak bingung puting terutama bagi klien berusia kurang dari 6 bulan.

(47)

34 Universitas Indonesia DAFTAR PUSTAKA

Amiel, J. & Lyonnet, S. (2001). Hirschprung disease, associated syndromes, and genetics: a review. Journal Med Genet. p.729-730. (www.jmedgenet.com). Downloaded from jmg.bmj.com on July 4, 2013

Ashwill, J.W., & James, S.R. (2007). Nursing care of children. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier

Astuti, I.T. (2011). Studi komparasi pemberian ASI dan larutan gula terhadap respon nyeri saat imunisasi pada bayi di puskesmas Ngesrep Semarang. Tesis tidak dipublikasikan.

Browne, N.T. et al. (2008). Pocket guide to pediatric surgical nursing. Canada: American Pediatric Surgical Nurse Association

Bobak, I.M.; Lowdermilk, D.L; Jensen, M.D; & Perry, S.E. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4. (Wijayarini & Anugerah, alih bahasa). Jakarta: EGC

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M. (2008). Nursing interventions classification (NIC). 5th ed. USA: Mosby Elsevier

Devi, S.K. (2012). Efektifitas pemberian kombinasi non nutritive sucking (NNS) dan sukrosa terhadap respon nyeri neonatus setelah dilakukan tindakan pemasangan infus di RSUD kota Padang Panjang. Tesis tidak dipublikasikan

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler (2000). Recana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. (Kariasa, I.M. & Sumarwati alih bahasa) Jakarta: EGC

Firmansyah (2008). Marketing politik: antara pemahaman & realitas. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hockenberry, M.J. & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children. 8th ed. Canada: Mosby Elsevier

Kosim, M.K., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., & Usman, A. (2012). Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI

McNamara, M. (2008). Life in an urban community. New York: Benchmark Education Company

(48)

Miao, X.; Leon, T.Y.; Ngan, E.S.; So, M.; Yuan, Z.; Lui, V.C.; et al. (2009). Reduces RET expression in gut tissue of individuals carrying risk alleles of Hirschprung’s disease. Human Molecular Genetics, 2010, Vol.19, No. 8 p.1461. Oxford University Press.

Pillitteri, A. (2011). Maternal & child health nursing: Care of the childbearing & childrearing family. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Waluya, B. (2007). Sosiologi: menyelami fenomena sosial di masyarakat. Jilid 2.

Bandung: PT. Setia Purna Inves

Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelsein M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong. Edisi 6. Volume 2. (Hartono, A., Kurnianingsih, S., & Setiawan alih bahasa). Jakarta: EGC

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

(49)

Lampiran 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A DENGAN POST KOLOSTOMI HARI KE-2 DI RUANG LANTAI 3 UTARA RSUP FATMAWATI

FORMAT PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : DWI CAHYANINGSIH

Tempat Praktek : LANTAI 3 UTARA RS FATMAWATI Tanggal Praktek : 10-15 JUNI 2013

1. Pengkajian

1.1 Identitas klien:

Nama : An. A

TTL : Tangerang, 05/03/2013

Usia : 2 bulan

Orang tua : Bp. A / Ibu N.

Alamat : Jl. AL Sinta RT 5/4 Tangerang Pendidikan ayah/ibu : SLTA/SD

Tgl masuk RS : 01 Juni 2013

Tgl dirawat di lt 3 utara : tgl 12 Juni 2013 (pindahan dari HCU)

1.2 Keluhan utama

Keluhan awal masuk rumah sakit: perut membuncit, tegang, sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, BAB cair 5-7 x/hari warna dempul.

Keluhan post op: orang tua mengatakan takut untuk memegang dan membersihkan kantong kolostomi.

Riwayat kehamilan dan kelahiran:

Prenatal : ibu klien mengatakan rutin kontrol ke bidan setiap 1 bulan sekali, tidak menderita penyakit tertentu, tidak muntah berulang

Intranatal : lahir spontan di bidan, berat lahir 3800 gram, langsung menangis

Gambar

Tabel 2.1.   CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Scale …. ...... 21
Tabel 2.1 CRIES Neonatal Postoperative Pain Measurement Scale

Referensi

Dokumen terkait

Pembangkit ini memiliki alat pembakaran yang dinamakan dengan Boiler sehingga dihasilkan uap panas kering alat pembakaran yang dinamakan dengan Boiler sehingga

Sebelum dilakukan penelitian pendahuluan mengenai rancang bangun alat pencetak briket tipe screw untuk proses produksi biobriket pelet dari arang Cangkang Kakao Sebagai

 Menyediakan makanan yang memenuhi energi, zat gizi makro, mikro, cairan sesuai aktivitas tubuh, program latihan, jenis olahraga..  Menaggulangi kasus khusus/situasi khusus selama

Biji dari tanaman dikotil yang lambat perkecambahnnya yaitu kacang tanah, dimana pada umur 7 hari baru menunjukan panjang radikula 1,5 cm.. Kacang Hijau menunjukan perkecambahan yang

Untuk menangkap putri pencuri bunga, dengan kekuatan yang dimilikinya, Raden Iman Suwangsa mampu mengubah rerumputan menjadi sebuah jubah yang jika dipakai oleh pemiliknya

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Khol ini sudah menjadi tradisi di Desa Manyar khususnya bagi orang-orang kaya, biasanya khol ini dilakukan oleh orang-orang yang mampu dan dilaksanakan setiap tahun,