• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Elisitasi dalam Wacana Kelas: Kajian Mikroetnografi terhadap Bahasa Guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tindak Elisitasi dalam Wacana Kelas: Kajian Mikroetnografi terhadap Bahasa Guru"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK ELISITASI DALAM WACANA KELAS:

KAJIAN MIKROETNOGRAFI TERHADAP BAHASA GURU

Fitri Resti Wahyuniarti

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Jombang fitriresti86@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan (1) bentuk tindak elisitasi guru dalam wacana kelas, (2) fungsi tindak elisitasi guru dalam wacana kelas, dan (3) makna tindak elisitasi guru dalam wacana kelas. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan mikro etnografi yang berorientasi pada teori pragmatik. Data penelitian ini berupa tuturan guru yang diindikasikan sebagai tindak elisitasi. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman, yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, sampai penarikan kesimpulan (verifikasi) dengan memanfaatkan triangulasi sebagai teknik pengecekan keabsahan data temuan. Hasil penelitian menunjukkan (1) bentuk, yang meliputi bentuk interogatif, bentuk deklaratif, dan bentuk imperatif, (2) fungsi, yang meliputi fungsi menanyakan, fungsi menyatakan, dan fungsi memerintah, dan (3) makna, yang meliputi makna bertanya, makna menyatakan, dan makna memerintah.

Kata kunci: tindak elisitasi, guru, wacana kelas

Abstract: This study described (1) the form of teachers' elicitation acts in the classroom discourse, (2) the function of teachers' elicitation acts in the classroom discourse, and (3) the meaning of teachers' elicitation acts in the classroom discourse. This qualitative research used micro ethnographic approach with theory of pragmatics. This research data were teachers' utterances which indicated elicitation acts. The data were verified by using triangulation technique and analyzed by using interactive model of Miles and Huberman, i.e. data collection, data reduction, data presentation, conclusion drawing. The results revealed (1) interrogative, declarative, and imperative forms of elicitation, (2) questioning, stating, and ordering functions of elicitation, and (3) questioning, stating, and ordering meaning of elicitation.

Keywords: elicitation acts, teachers, classroom discourse

PENDAHULUAN

Guru menyampaikan pesan dalam pembelajaran kepada siswa melalui bahasa. Hal tersebut terkait dengan salah satu fungsi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, bahasa berperan penting dalam pembelajaran di sekolah. Dengan bahasalah guru dapat menyampaikan fakta, pikiran, perasaan, dan sikapnya. Selain itu, dengan bahasa pula guru dapat mengemukakan peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Berdasarkan alat yang digunakan komunikasi dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal. Namun dalam penggunaannya, manusia sebagian besar melakukan komunikasi verbal menggunakan bahasa dengan tidak meninggalkan tiga komponen yaitu (1) pihak yang berkomunikasi yaitu pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, (2) informasi yang dikomunikasikan, dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi itu (Chaer dan Leonie Agustina, 1995: 23). Guru merupakan komponen yang pertama yaitu sebagai pengirim pesan dan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan adalah bahasa.

Di samping sebagai alat komunikasi, menurut Jakobson (dalam Halliday dan Hasan, 1992: 21) fungsi bahasa yang pertama yaitu poetik yang lebih mengarah pada pesannya, fungsi kedua yaitu transaksional yang mengarah pada sarananya, dan fungsi ketiga yaitu metalinguistik yang mengarah pada kode atau lambangnya. Terkait dengan pendapat tersebut, pembelajaran di sekolah yang dilakukan oleh guru dan siswa merupakan cerminan fungsi bahasa dalam realitas sosial.

Selain fungsi bahasa yang sudah dipaparkan di atas, Brown dan Yule (1996: 1) menyatakan bahwa fungsi bahasa dibedakan menjadi dua yaitu transaksional dan interaksional. Fungsi transaksional mengungkapkan isi, sedangkan fungsi interaksional lebih mengungkapkan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi. Jelaslah bahwa sebagian besar interaksi manusia sehari-hari ditandai dengan pemakaian bahasa yang terutama interpersonal. Sejalan dengan pernyataan tersebut, guru berinteraksi dengan siswa melalui pembelajaran di kelas merupakan fungsi bahasa yang telah dikemukakan tersebut.

(2)

Guru merupakan suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah mampu berkomunikasi dengan baik. Suhendar (2008: 165) menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki kemampuan mendidik, mengajar, dan melatih. Kemampuan mendidik mengarah pada pengembangan nilai-nilai hidup. Kemampuan mengajar mengarah pada meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian kemampuan melatih lebih mengarah pada pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa.

Kualitas guru yang dibutuhkan adalah yang memiliki perhatian terhadap kemanusiaan, penuh pengabdian untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Guru berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Oleh kaena itu, guru harus mampu menggunakan bahasa yang tepat untuk menjadi fasilitator yang baik sesuai dengan konteks. Berbagai usaha yang dilakukan Depdiknas untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Selain yang sudah dipaparkan di atas, adapun usaha lain yang dilakukannya yaitu pembaharuan kurikulum. Saat ini, pemerintah sedang menerapkan Kurikulum 2013. Tujuan dari kurikulum ini yaitu ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa. Siswa dibantu agar kompetensinya dikembangkan semaksimal mungkin melalui proses belajar mengajar di kelas. Kurikulum 2013 menekankan penerapan Pendekatan Saintifik meliputi (1) mengamati, (2) menanya, (3) mencoba, (4) mengolah, (5) menyajikan, dan (6) menyimpulkan.

Pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi (2009) adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan. Oleh karena itu, peran guru dalam pembelajaran bukan hanya semata-mata menjadi seseorang yang paling tahu, tetapi guru adalah seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar yang ingin dicapai.

Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan sesuatu yang kompleks yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan/ tanggapan. Oleh karena itu, pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, yang bertanggungjawab terhadap belajarnya. Terkait hal tersebut, Nurhadi (2009: 6) mengatakan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual yang

berorientasi pada latihan dan rangsangan (stimulus-response).

Ada tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yakni konstruktivisme, inquiri, modeling, penilaian otentik, refleksi, kelompok belajar, dan bertanya (Nurhadi dan Senduk, 2009: 37). Dalam hal ini yang lebih diperinci penjabarannya yakni bertanya karena sesuai dengan fokus penelitian. Tujuan dari bertanya adalah mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, digunakan untuk menilai kemampuan siswa berpikir kritis, melatih siswa untuk aktif, dan melatih siswa untuk berpikir kritis.

Sejalan dengan pernyataan-pernyataan di atas, salah satu wujud dari mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa dan meneruskan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu dengan penggunaan tindak bahasa dalam pembelajaran di kelas. Tindak bahasa merupakan kalimat yang dipakai untuk memberitakan perihal keadaan-keadaan tertentu dengan pengujaran kalimat-kalimat tertentu pula (Brown dan Yule, 1996: 230).

Penggunaan bahasa dalam pembelajaran di kelas merupakan realitas komunikasi yang berlangsung dalam interaksi kelas. Dalam interaksi kelas, guru selalu menggunakan bahasa untuk memperlancar proses interaksi pembelajaran. Dalam interaksi tersebut, guru harus mampu berkomunikasi dengan baik untuk mencapai pembelajaran yang aktif. Selain itu, guru memiliki tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang lebih efektif dan meningkatkan keterampilan siswa serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut sesuai pendapat Suhendar (2008: 165) yakni seorang guru harus memiliki kemampuan mendidik, mengajar, dan melatih. Kemampuan mendidik mengarah pada pengembangan nilai-nilai hidup. Kemampuan mengajar mengarah pada meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian kemampuan melatih lebih mengarah pada pengembangan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa. Sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut, salah satu wujud dari meningkatkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dengan penggunaan tindak bahasa dalam pembelajaran. Satu di antara tindak yang penting adalah tindak elisitasi. Tindak elisitasi merupakan wujud dari memancing siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran di kelas (Coulthard, 1977: 65).

(3)

METODE

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan pendekatan mikroetnografi yang berorientasi pada teori pragmatik. Penelitian ini digunakan untuk memotret penggunaan bahasa guru dalam wacana kelas selama satu bulan. Data penelitian ini berupa tuturan guru yang diindikasikan sebagai tindak elisitasi dalam wacana kelas. Data tersebut diperoleh dari tuturan guru dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Oleh karena itu, kehadirannya wajib dalam pengumpulan data. Pengumpulan data menggunakan handycam untuk merekam tuturan guru dan alat tulis untuk mencatat konteks peristiwa tutur. Pada pengumpulan data dilakukan dengan teknik "Simak Bebas Libat Cakap" (SBLC) (Arikunto, 2006: 110). Peneliti hanya mengamati penggunaan bahasa guru dan siswa tanpa terlibat dalam interaksi mereka. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, sampai penarikan kesimpulan (verifikasi) dengan memanfaatkan triangulasi sebagai teknik pengecekan keabsahan data temuan (Moleong, 2005: 45).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Tindak Elisitasi Guru dalam Wacana Kelas

Penggunaan bentuk tindak elisitasi guru dalam wacana kelas meliputi bentuk interogatif, bentuk deklaratif, dan bentuk imperatif. Bentuk tindak interogatif diikuti dengan beberapa kata tanya, meliputi apa, siapa, kapan, berapa, kenapa, mengapa, dan gimana. Selain itu, bentuk interogatif ditandai dengan intonasi interogatif atau tinggi,

bentuk interogatif dengan intonasi interogatif dan menghilangkan sebagian suku kata, dan bentuk

interogasi.

Guru memancing siswa pada saat pembelajaran menggunakan tindak elisitasi yang diwujudkan dalam bentuk interogatif dengan kata apa. Bentuk tersebut digunakan pada saat membahas PR (pekerjaan rumah). Hal itu tampak pada tuturan (1) berikut ini. (1) Guru : Kota apa?

Siswa : Banten

Konteks: Siswa dan guru membahas soal tentang kota yang digunakan untuk menulis naskah proklamasi. Guru menggunakan tuturan tersebut setelah siswa selesai membaca soal.

(BTE-In)

Tuturan pada data (1) tergolong bentuk tindak elisitasi yang bermodus interogatif. Tindak tersebut digunakan guru untuk bertanya kepada siswa saat membahas soal. Tindak interogatif pada tuturan guru ditandai dengan kehadiran kata tanya apa.

Terkait bentuk interogatif dengan kehadiran kata tanya apa, Rahardi (2005: 77) mengungkapkan salah satu ciri tindak interogatif atau kalimat tanya yaitu hadirnya kata tanya apa. Kalimat tanya yang digunakan guru bertujuan untuk memancing siswa agar siswa menjawab atau merespon apa yang dikehendaki guru. Selain itu, kata tanya apa juga digunakan agar guru dapat mengukur kemampuan atau pemahaman siswa tentang materi yang sudah diajarkan.

Selain kata apa, guru menggunakan bentuk pertanyaan dengan kata tanya lain untuk memancing siswa yang terlihat pada saat membahas soal. Bentuk pertanyaan ini ditandai dengan hadirnya kata tanya siapa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan tuturan (2) berikut.

(2) Guru :Siapa nama samaran The Lost Deker?

Siswa : Dokter Setya Budi

Konteks: Siswa dan guru membahas soal tentang siapa nama samaran The Lost Deker. Guru menggunakan tuturan tersebut setelah siswa selesai membaca soal. (BTE-In)

Tuturan pada data (2) merupakan bentuk tindak elisitasi yang bermodus interogatif. Tindak tersebut digunakan guru untuk bertanya kepada siswa saat membahas soal. Tindak interogatif pada tuturan (2) berbeda dengan tuturan (1). Tuturan (1) ditandai dengan kehadiran kata tanya apa, sedangkan tuturan (2) ditandai dengan hadirnya kata tanya siapa.

Terkait bentuk interogatif dengan kehadiran kata tanya siapa, Sumadi (2009: 192) mengungkapkan salah satu ciri tindak interogatif atau kalimat tanya, yaitu hadirnya kata tanya siapa. Kalimat tanya yang digunakan guru bertujuan untuk menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan identitas seseorang. Selain itu, kata tanya siapa juga digunakan untuk mengingatkan siswa tentang materi yang sudah diajarkan.

Penggunaan tindak deklaratif diwujudkan dalam bentuk pernyataan. Penggunaan bentuk deklaratif dalam wacana kelas diwujudkan dalam bentuk pernyataan ketika guru menjelaskan dan membahas soal. Hal itu dapat dilihat pada kutipan (3) di bawah ini.

(4)

(3) Guru : Siapa tokoh pemuda yang mengusulkan bahwa naskah proklamasi kemerdeaan itu harus dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945? ...hemm…ndak ada yang bisa? (a)

Siswa : Salah satu siswa angkat tangan… Guru : Adit (b)

Siswa : Sutan Sahrir Guru : Salah (c) Siswa : Chairul Saleh

Konteks : Guru dan siswa membahas latihan soal tentang tokoh yang mengusulkan pembacaan naskah proklamasi. Guru bertanya dan siswa menjawab, tetapi jawaban siswa salah. Setelah itu, guru menggunakan tuturan salah.

(BTE-As)

Tuturan guru 3 (c) merupakan tuturan yang bermodus pernyataan yang digunakan guru pada saat membahas latihan soal. Guru menyatakan ketidaktepatan jawaban siswa dalam menjawab tuturan guru (a). Guru menggunakan kata salah untuk memberitahukan bahwa jawaban yang diberikan siswa tersebut kurang tepat. Terkait bentuk deklaratif dengan menggunakan kata salah, Rahardi (2005: 74) mengatakan bahwa kalimat deklaratif memiliki maksud memberitahukan kepada mitra tutur. Tujuan dari tuturan tersebut yaitu agar siswa cepat tanggap atau merespon untuk memperbaiki jawabannya.

Selain tuturan (3) yang sudah di jabarkan di atas, ada juga tuturan yang sejenis, yaitu tuturan yang berbentuk pernyataan. Tuturan tersebut digunakan pada saat membahas soal. Hal itu dapat dilihat pada kutipan (4) berikut ini.

(4) Guru : karena pembaginya hanya ada 1 ya kita balik satu saja…nah sekarang udah jadi kali (x) kan.

Siswa : Iya…

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang perkalian silang.

(BTE-As)

Tuturan guru (4) merupakan tuturan yang bermodus pernyataan yang digunakan guru pada saat membahas soal tentang perkalian silang. Guru menyatakan bahwa yang dilakukan siswa sudah benar. Pernyataan tersebut termasuk pancingan kepada siswa agar siswa yakin dengan apa yang sudah dilakukannya. Guru menggunakan kalimat

nah sekarang udah jadi kali (x) kan untuk menyampaikan sesuatu yang dilakukan siswa sudah tepat dan memberi keyakinan bahwa jawaban siswa sudah sesuai dengan apa yang diharapkan guru. Terkait bentuk deklaratif dengan menggunakan kalimat nah sekarang udah jadi kali (x) kan,

Moeliono, dkk (2003: 353) mengatakan bahwa kalimat deklaratif pada umumnya bertujuan untuk menyampaikan sesuatu. Tujuan dari tuturan tersebut agar siswa cepat tanggap atau merespon untuk melanjutkan mengerjakan soal.

Penggunaan tindak imperatif diwujudkan dalam bentuk imperatif yang bervariasi meliputi (1) perintah, (2) permintaan, (3) ajakan, (4) desakan, (5) larangan, dan (6) saran. Perintah dihadirkan dengan kata

coba, menunjuk identitas nama, dan lihat,

sedangkan pemintaan dihadirkan dengan kata

sebutkan dan tolong. Bentuk ajakan menggunakan kata coba dan ayo, sedangkan desakan menggunakan kata ayo dan intonasi tinggi. Bentuk larangan diikuti dengan kata jangan, sedangkan bentuk saran memberikan contoh lain yang maknanya berbeda tetapi penggunaan katanya hampir sama.

Penggunaan bentuk imperatif digunakan guru pada saat membahas soal. Hal itu dapat dilihat pada kutipan (5) dan (6) berikut ini.

(5) Guru : Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang resmi dibentuk oleh pemerintah Jepang. Untuk apa tujuannya dibentuk BPUPKI hayo? Cit Citra! Apa? BPUPKI…ayo apa tujuannya Jepang membentuk BPUPKI…siapa bias angkat tangan…masak lupa…Isa? yang lain…untuk…untuk apa? Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia…ya itu untuk apa itu…lihat!

Siswa : Untuk menyelidiki persiapan kemerdekaan.

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang tujuan BPUPKI. Siswa bersama-sama membaca soal. Setelah soal selesai dibaca, guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab.

(BTE-Im-Pr)

(6) Guru : Ada ndak? 14 dengan 25 bisa ndak? (a) Siswa : ndak

Guru : kenapa ndak bisa? (b) Siswa : diam

(5)

Guru :lihat ekornya! (menunjuk angka 4 dan 25) (c)

Siswa : genap

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang perkalian silang. Guru menanyakan apakah ada bilangan yang bisa dicoret pada saat perkalian silang.

(BTE-Im-Pr)

Tuturan (5) dan (6c) yang dituturkan oleh guru merupakan tuturan imperatif yang bermodus perintah. Tuturan tersebut digunakan guru untuk menyuruh siswa agar melakukan sesuatu. Kalimat perintah pada tuturan (5) terlihat dengan hadirnya kata kerja dasar lihat. Selain tuturan (5), tuturan (6) tidak jauh berbeda. Dalam pembelajaran tersebut, ada langkah awal atau upaya guru untuk menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan pembagiaan yang diwujudkan pada tuturan (6b), tetapi siswa tetap saja tidak merespon atau menjawab tuturan tersebut. Oleh karena itu, guru menggunakan alternatif lain untuk memancing siswa agar siswa merespon dengan jawaban yang dikehendaki guru. Alternatif tersebut terlihat pada tuturan (6c), yaitu dengan hadirnya kata kerja dasar yaitu lihat dengan intonasi imperatif atau keras. Penggunaan kata lihat tersebut sesuai dengan pendapat Rahardi (2005: 79) bahwa ciri kalimat imperatif yaitu ditandai dengan hadirnya kata kerja dasar dan berintonasi keras.

Fungsi Tindak Elisitasi Guru dalam Wacana Kelas

Fungsi tindak elisitasi guru dalam wacana kelas tersebut meliputi (1) fungsi menanyakan, (2) fungsi menyatakan, dan (3) fungsi memerintah. Fungsi menanyakan meliputi (1) meminta jawaban atau keterangan, (2) meminta alasan, dan (3) meminta pendapat. Fungsi menyatakan meliputi (1) menyatakan informasi dan (2) penjelasan. Fungsi memerintah meliputi (1) menyuruh, (2) melarang, (3) mengajak, (4) menyarankan, dan (5) mendesak. Dalam bertutur dengan siswa, guru biasanya menggunakan berbagai fungsi. Salah satu fungsinya diwujudkan dalam bentuk pertanyaan yang berfungsi meminta alasan tentang penyebab terjadinya sesuatu digunakan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Fungsi meminta alasan digunakan guru dalam upaya memancing respon siswa dalam penguasaan dan pemahaman materi. Selain itu, fungsi tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab soal dan mencari alasan yang tepat sesuai dengan pertanyaan yang diajukan guru.

Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan (7) di bawah ini.

(7) Guru :Kenapa kok 15/100?

Siswa : Karena dua angka di belakang koma… Konteks : Siswa dan guru membahas soal tentang pembagian. Siswa menulis jawabannya di papan tulis. Di sela-sela siswa menulis jawaban, guru menanyakan kepada siswa alasan siswa menjawab yang sudah ditulis di papan tulis. (FTE-Mny)

Tuturan (7) merupakan tuturan yang berfungsi meminta alasan yang berhubungan dengan penyebab terjadinya penulisan bilangan 15/100 yang ditandai dengan kata tanya kenapa. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu karena dua angka di belakang koma.

Selain tuturan di atas, tuturan di bawah ini juga berfungsi meminta alasan. Lihat pada kutipan (8) berikut ini.

(8) Guru : 3 kok jadi 10 Bu Yati… Yak an pembulatan 3…sekarang 33 dibulatkan ke atas atau ke bawah? (a)

Siswa : Bawah…

Guru : Bawah…mengapa kok ke bawah? (b) Siswa : Karena kurang dari 5

Konteks : Guru dan siswa membahas soal tentang mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa. Tuturan tersebut terjadi pada saat siswa kesulitan untuk membulatkan bilangan. Guru memberikan contoh bilangan lain setelah itu siswa paham dan menjawab. Guru menanyakan alasan tentang jawaban siswa.

(FTE-Mny)

Tuturan (8) merupakan tuturan yang berfungsi meminta alasan yang berhubungan dengan penyebab terjadinya pembulatan bilangan yang ditandai dengan kata mengapa. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu karena kurang dari 5.

Tuturan (7) dan (8) merupakan tuturan yang berfungsi meminta alasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan penyebab terjadinya sesuatu. Tuturan tersebut berfungsi sesuai dengan konteksnya, yaitu pada saat membahas soal. Tuturan tersebut diwujudkan dalam bentuk kalimat interogatif, yaitu

(6)

tinggi atau interogatif, maka tuturan tersebut dianggap sebagai kalimat interogatif yang berfungsi meminta alasan. Terkait fungsi meminta alasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan penyebab terjadinya sesuatu, Chaer (2008: 194) menyatakan bahwa kalimat interogatif yang diikuti kata mengapa

dan kenapa berfungsi miminta alasan.

Selain berfungsi menanyakan, tuturan guru dalam wacana kelas juga berfungsi menyatakan. Fungsi tersebut yaitu menyatakan informasi yang digunakan guru dalam upaya memancing respon siswa dalam konteks membahas soal. Selain itu, fungsi tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab soal. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan (9) di bawah ini. (9) Guru : Pemimpin yang berwibawa…coba siapa tahu apa artinya berwibawa itu? (a)

Siswa : Mempunyai…

Guru : Iya…iya…sek…sek…ayo Yuan! Orang yang…pernah mendengar kata berwibawa? (b)

Siswa : Pernah…

Guru :Oh pemimpin ini, pak ini itu jadi pemimpin orangnya berwibawa…! (c) Siswa : Tegas

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang makna berwibawa. Siswa menjawab, tetapi masih bingung. Oleh karena itu, guru menggunakan ilustrasi atau contoh agar siswa paham tentang makna berwibawa.

(FTE-Mny)

Tuturan (9) merupakan tuturan yang berfungsi menyatakan informasi yang berhubungan dengan pengertian atau definisi berwibawa pada saat membahas soal. Guru menggunakan pernyataan Oh pemimpin ini, pak ini itu jadi pemimpin orangnya berwibawa yang berfungsi untuk memberikan informasi atau ilustrasi yang berhubungan dengan makna berwibawa untuk memberi kemudahan kepada siswa agar siswa cepat memberikan respon atau jawaban yang tepat. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu dengan menyebut kata tegas.

Terkait fungsi menyatakan informasi, Moeliono, dkk (2003), Kridalaksana (1993), dan Ramlan (1987) menyatakan bahwa fungsi pernyataan digunakan dalam bentuk kalimat bermodus deklaratif yang isinya memberitahu kepada pendengar yang mengandung intonasi deklaratif, sehingga pendengar

memberikan tanggapan atau respon sesuai dengan kehendak penutur.

Tuturan (9) merupakan tuturan yang berfungsi menyatakan. Adapun tuturan lain yakni fungsi menyuruh. Tuturan tersebut dapat dilihat pada kutipan tuturan (10), (11), dan (12) berikut ini. (10) Guru :Isa!

Siswa : di jalan Imam Bonjol nomer 1 Jakarta Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang tempat penulisan naskah proklamasi. Siswa bersama-sama membaca soal. Setelah soal selesai dibaca, guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab.

(FTE-Mmr) (11) Guru :Isti!

Siswa : Ir. Soekarno dam Muh. Hatta Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang

tokoh yang menulis naskah proklamasi. Siswa bersama-sama membaca soal. Setelah soal selesai dibaca, guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab.

(FTE-Mmr)

(12) Guru : Sutan Sahrir…bagus…5 siap-siap! Baris pertama nomer 5 siap….! Kapan PPKI dibentuk? Citra…!

Siswa : 9 Agustus 1945

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang PPKI. Baris pertama dari timur membaca soal bersama-sama. Setelah soal selesai dibaca, guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab. (FTE-Mmr)

Tuturan (10), (11), dan (12) merupakan tuturan yang berfungsi menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan sesuai soal yang dibahas. Ketiga tuturan tersebut sama-sama berfungsi menyuruh dengan mengucapkan identitas nama menggunakan intonasi imperatif. Pada tuturan (10) dan (11), guru menyuruh siswa untuk menjawab sesuai dengan soal yang sedang dibahas. Tuturan (12) digunakan guru untuk menyuruh siswa menjawan tentang waktu pembentukan PPKI. Ketiga tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai dengan perintah guru. Terkait fungsi menyuruh, Rahardi (2005: 94) menyatakan bahwa tuturan yang berfungsi menyuruh ditandai dengan intonasi imperatif.

(7)

Makna Tindak Elisitasi Guru dalam Wacana Kelas

Makna tindak elisitasi guru dalam wacana kelas tersebut meliputi (1) makna bertanya, (2) makna menyatakan, dan (3) makna memerintah. Makna bertanya meliputi (1) meminta jawaban atau keterangan, (2) meminta alasan, dan (3) meminta pendapat. Makna menyatakan meliputi (1) menginformasikan atau memberi informasi dan (2) menjelaskan atau memberi penjelasan. Makna memerintah meliputi (1) menyuruh, (2) melarang, (3) mengajak, (4) menyarankan, dan (5) mendesak. Guru pada saat pembelajaran di kelas menggunakan tuturan yang bermakna bertanya atau meminta jawaban atau keterangan tentang sesuatu. Makna tersebut diharapkan dapat memancing siswa. Tuturan terebut dapat dilihat pada kutipan (13) di bawah ini.

(13) Guru :Kota apa?

Siswa : Banten

Konteks: Siswa dan guru membahas soal tentang kota yang digunakan untuk menulis naskah proklamasi. Guru menggunakan tuturan tersebut setelah siswa selesai membaca soal.

(MTE-Mny)

Tuturan (13) merupakan tuturan yang bermakna meminta jawaban atau keterangan tentang kota di Jawa Barat yang pertama kali didatangi Belanda pada tanggal 22 Juni 1925. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu Banten.

Adapun tuturan lain yang sejenis dengan tuturan (13) adalah tuturan (14). Tuturan tersebut merupakan tuturan yang bermakna meminta jawaban atau keterangan tentang Nabi Adam. Lihat pada kutipan tuturan (14) berikut ini.

(14) Guru : …kamu pernah mendengarkan cerita Nabi Adam? (a)

Siswa : Pernah

Guru : Pernah…Nabi Adam pernah dosa apa ndak disitu ya? (b)

Siswa : Pernah

Guru :Apa dosanya? (c) Siswa : Memakan buah quldi

Konteks: Guru menerangkan materi tentang dosa.

(MTE-Mny)

Tuturan (14) merupakan tuturan yang bermakna meminta jawaban atau keterangan yang berhubungan dengan Nabi Adam. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu pernah, pernah, dan

memakan buah quldi. Temuan tentang makna meminta jawaban atau keterangan ini sesuai dengan pendapat Chaer (2010: 85) yang menyatakan bahwa salah satu makna menanyakan adalah meminta jawaban atau keterangan.

Selain makna bertanya, tuturan guru dalam wacana kelas bermakna menyatakan informasi yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Makna tersebut yaitu menyatakan informasi yang digunakan guru dalam upaya memancing respon siswa dalam konteks membahas soal. Selain itu, makna tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab soal. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan (15) di bawah ini.

(15) Guru : Siapa tokoh pemuda yang mengusulkan bahwa naskah proklamasi kemerdeaan itu harus dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945?...hemm…ndak ada yang bisa? (a)

Siswa : Salah satu siswa angkat tangan… Guru : Adit (b)

Siswa : Sutan Sahrir Guru :Salah (c) Siswa : Chairul Saleh

Konteks: Guru dan siswa membahas latihan soal tentang tokoh yang mengusulkan pembacaan naskah proklamasi. Guru bertanya dan siswa menjawab, tetapi jawaban siswa salah. Setelah itu, guru menggunakan tuturan salah.

(MTE-Mnt)

Tuturan (15) merupakan tuturan yang bermakna menyatakan informasi yang berhubungan dengan ketidaktepatan siswa dalam menjawab soal tentang tokoh pemuda yang mengusulkan bahwa naskah proklamasi kemerdekaan itu harus dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Awalnya, siswa menjawab

Sutan Sahrir, tetapi jawaban tersebut salah. Oleh karena itu, guru menggunakan pernyataan salah

yang bermakna memberikan informasi bahwa jawaban siswa kurang tepat. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu Chairul Saleh.

(8)

Selain kutipan di atas, di bawah ini juga terdapat tuturan yang bermakna menyatakan informasi. Lihat pada kutipan (16) berikut ini.

(16) Guru : karena pembaginya hanya ada 1 ya kita balik satu saja…nah sekarang udah jadi kali (x) kan.

Siswa : Iya…

Konteks: Guru dan siswa membahas soal tentang perkalian silang

(MTE-Mnt)

Tuturan (16) merupakan tuturan yang bermakna menyatakan informasi yang berhubungan dengan perkalian pada saat membahas soal. Guru menggunakan pernyataan nah sekarang udah jadi kali (x) kan yang bermakna memberikan informasi. Tuturan tersebut mendapat respon atau jawaban yang sesuai atau yang dikehendaki guru, yaitu iya. Temuan tentang makna menyatakan ini sesuai dengan pendapat Moeliono, dkk (2003), Kridalaksana (1993), dan Ramlan (1987) yang menyatakan bahwa makna pernyataan digunakan dalam bentuk kalimat bermodus deklaratif yang isinya memberitahu kepada pendengar yang mengandung intonasi deklaratif, sehingga pendengar memberikan tanggapan atau respon sesuai dengan kehendak penutur.

Selain makna bertanya dan menyatakan, dalam konteks membahas soal dan menyampaikan materi, guru menggunakan tuturan yang bermakna menyuruh siswa untuk melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki guru. Makna menyuruh digunakan guru dalam upaya memancing respon siswa dalam menjawab soal dan pemahaman tentang materi yang disampaikan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan (17) berikut ini.

(17) Guru : Iya…sesudah mim sukun…mana yang termasuk mim sukun? ayo! (menuju ke papan tulis untuk menulis soal yang sudah dibaca) Coba yang termasuk mim sukun, mana mim sukun? Citra!...coba Citra mim sukun mana? Siswa : (siswa maju ke depan dan menunjuk huruf arab yang ditanyakan guru) (siswa yang lain serentak "salah") Konteks: Guru dan siswa membahas soal UTS

tentang mim sukun pada tulisan arab yang ada di soal UTS. Tulisan arab tersebut sudah di tulis guru di papan tulis dan salah satu siswa disuruh untuk menunjukkan.

(MTE-Mmr)

Tuturan (17) merupakan tuturan yang bermakna menyuruh siswa untuk menunjukkan huruf arab yang ditulis guru di papan tulis yang berhubungan dengan mim sukun. Tuturan tersebut mendapat respon dari siswa, yaitu menunjuk salah satu huruf arab yang di tulis guru di papan tulis, tetapi jawaban siswa kurang tepat. Temuan tentang tuturan yang bermakna menyuruh ini sesuai dengan pendapat Rahardi (2005: 94) yang menyatakan bahwa tuturan yang bermakna menyuruh ditandai dengan intonasi imperatif.

KESIMPULAN

Penggunaan bentuk tindak elisitasi guru dalam wacana kelas meliputi bentuk interogatif, bentuk deklaratif, dan bentuk imperatif. Bentuk tindak interogatif diikuti dengan beberapa kata tanya, meliputi apa, siapa, kapan, berapa, kenapa, mengapa, dan bagaimana. Selain itu, bentuk interogatif ditandai dengan intonasi interogatif atau tinggi, bentuk interogatif dengan intonasi interogatif dan menghilangkan sebagian suku kata, dan bentuk interogasi. Penggunaan tindak deklaratif diwujudkan dalam bentuk pernyataan. Penggunaan tindak imperatif diwujudkan dalam bentuk imperatif yang bervariasi meliputi (1) perintah, (2) permintaan, (3) ajakan, (4) desakan, (5) larangan, dan (6) saran. Perintah dihadirkan dengan kata coba, menunjuk identitas nama, dan lihat, sedangkan pemintaan dihadirkan dengan kata sebutkan dan tolong.

Bentuk ajakan menggunakan kata coba dan ayo, sedangkan desakan menggunakan kata ayo dan intonasi tinggi. Bentuk larangan diikuti dengan kata jangan, sedangkan bentuk saran memberikan contoh lain yang maknanya berbeda tetapi penggunaan katanya hampir sama.

Fungsi tindak elisitasi guru dalam wacana kelas tersebut meliputi (1) fungsi menanyakan, (2) fungsi menyatakan, dan (3) fungsi memerintah. Fungsi menanyakan meliputi (1) meminta jawaban atau keterangan, (2) meminta alasan, dan (3) meminta pendapat. Fungsi menyatakan meliputi (1) menyatakan informasi dan (2) penjelasan. Fungsi memerintah meliputi (1) menyuruh, (2) melarang, (3) mengajak, (4) menyarankan, dan (5) mendesak. Makna tindak elisitasi guru dalam wacana kelas tersebut meliputi (1) makna bertanya, (2) makna menyatakan, dan (3) makna memerintah. Makna bertanya meliputi (1) meminta jawaban atau keterangan, (2) meminta alasan, dan (3) meminta pendapat. Makna menyatakan meliputi

(9)

(1) menginformasikan atau memberi informasi dan (2) menjelaskan atau memberi penjelasan. Makna memerintah meliputi (1) menyuruh, (2) melarang, (3) mengajak, (4) menyarankan, dan (5) mendesak. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penlitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul & Leoni Agustina. 1995.

Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. 2008. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, A. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta:

Rineka Cipta.

Coulthard, M. 1977. An Introduction to Discourse Analysis. London: Longman.

Halliday, M.A.K. and Hasan, R. 1992. Cohesion in English. London: Longman.

Kridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Moeliono, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: remaja Rosdakarya. Nurhadi. 2009. Membaca Cepat dan Efektif.

Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2009.

Pembelajaran Kontekstual. Surabaya: JPBooks.

Rahardi, K. 2005. Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia). Jakarta: Erlangga.

Ramlan, M. 1987. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Suhendar, D. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumadi. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: A3 (Asih Asah Asuh).

Yule, George. 1996. Pragmatik. Terjemahan: Wahyuni, I. F. (Penerjemah). 2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

HIZBUL WATHON HASIL EVALUASI KUALIFIKASI HASIL PEMBUKTIAN KUALIFIKASI KETERANGAN 2 PEMBUKAAN DOKUMEN PELELANGAN HARGA PENAWARAN TERKOREKSI (Rp) HASIL EVALUASI ADMINISTRASI

Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan

[r]

Judul Skripsi : Kajian Potensi Industri Kuliner Dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah).. Nama Mahasiswa :

Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap

a. 1) Babak penyisihan diikuti oleh seluruh peserta yang kemudian ditetapkan 15 (lima belas) finalis. 2) Setiap peserta menyanyikan satu lagu pilihan wajib, dan satu lagu

Dengan mengusung tema yang ditujukan untuk memberi informasi bagi pelajar atau mahasiswa maupun masyarakat umum, dengan bangga kami mempersembahkan sebuah acara