112
ANALISIS KADAR PEKTIN PADA KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) DAN PISANG RAJA (Musa sapientum)
Analysis of Pectin Levels in Banana Kepok (Musa paradisiaca) and Banana Raja (Musa sapientum) *Selfiana Imu Timang, Sri Mulyani Sabang, dan Ratman
Pendidikan Kimia/FKIP – Universitas Tadulako, Palu – Indonesia 94118
Received 08 March 2019, Revised 15 April 2019, Accepted 24 May 2019 doi: 10.22487/j24775185.2019.v8.i2.2757
Abstract
Banana is a type of fruit that is relative widely consumed by community, either directly consumed or processed into other foods such as fried bananas and chips, while the peelsare usually thrown as waste. Banana peel is one source of pectin. Pectin is a polymer of D-galactaconic acid linked by an α-1,4-glycosidic bond. Pectin compounds are widely used in pharmaceutical, food, and beverage industries. This study aimed to determine pectin levels in banana peel and banana raja. This study was done by extraction method using HCl, added with 96% ethanol to filtrate to precipitate the pectin, then dried to obtain dry pectin. The solvent used was 0.05 N HCl (pH 1.5) with extraction temperature 90 for 80 minutes. The results showed that the extraction of banana kepok peel produced 12.243% pectin, while the extraction of banana raja peel produced 6.383% pectin.
Keywords: Pectin, banana peel skin, banana skin, extraction. Pendahuluan1
Komoditas pisang di Indonesia menduduki tempat pertama di antara jenis buah-buahan lainnya, baik dari segi luas penanamannya maupun dari segi produksinya. Pada tahun 2010, produksi pisang di Indonesia mencapai 5,8 juta ton atau sekitar 30% dari produksi buah nasional (Kuntarsih, 2012).
Tanaman pisang (musaceaea sp.)
merupakan tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di Indonesia. Buahnya banyak disukai untuk dikonsumsi secara langsung sebagai buah atau diolah menjadi produk lain, seperti pisang goreng, kripik, selai, dan lain sebagainya. Namun kulit pisang digunakan untuk pakan ternak atau hanya dibuang sebagai limbah rumahan atau industry. Pemanfaatan kulit pisang tersebut kurang optimal, mendapatkan kulit pisang mengandung komponen senyawa kimia yang bermanfaat bagi manusi.
Hasil penelitian dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, tanaman pisang
mengandung berbagai macam senyawa seperti air, gula pereduksi, sukrosa, pati, protein kasar, pektin, protopektin, lemak kasar, serat kasar, dan abu. Sedangkan didalam kulit pisang terkandung senyawa pektin yang cukup besar(Satria & Ahda, 2009)
Pektin merupakan senyawa alami yang sebagian besar terdapat pada tanaman pangan, selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan komponen utama dari lamela tengah pada tanaman. Pektin juga sebagai perekat dan penjaga stabilitas jaringan dan sel (Fox, 2005).
*Correspondence : Selfiana Imu Timang
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako
e-mail: selfianatimang@gmail.com ©Published By Universitas Tadulako 2019
Pektin merupakan pangan fungsional
bernilai tinggi yang berguna secara luas
dalampembentukan gel dan bahan penstabil pada saribuah, bahan pembuatan jelly, jam dan marmalade (Willats dkk., 2006).
Pektin merupakan polimer asam D-galakturopiranosil yang dihubungkan dengan ikatan α-1.4 glikosidik dan banyak dijumpai di dalam lamella tengah sel-sel tumbuhan dan pektin merupakan komponen tambahan penting dalam industri pangan, kosmetika, dan obat-obatan, karena kemampuannya dalam mengubah sifat fungsional produk pangan (Erica, 2013).
Pektin sebagai hasil industri mempunyai banyak manfaat diantaranya bahan dasar industri makanan dan minuman, industri farmasi. Selama ini pektin sebagai bahan baku industri, namun Indonesia masih mengimpor dari luar negeri. Oleh karena itu untuk menghemat devisa negara dan untuk mengurangi limbah kulit pisang dikawasan industri, maka bisnis industri pektin ini menjadi salah satu peluang positif. Selain itu didukung oleh wilayah Indonesia yang hampir seluruh wilayahnya ditanami pisang yang merupakan bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat pektin (Satria & Ahda, 2009).
Penelitian mengenai pektin sebelumnya sudah dilakukan oleh Hanum dkk. (2012) yang
dimana penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh temperatur, pH dan waktu ekstraksi terhadap rendemen, kadar air, kadar abu dan kadar metoksil yang dihasilkan.
Tulisan ini dimaksudkan untuk
menentukan perbedaan kadar pektin pada kulit pisang kepok (musa paradisiaca) dan pisang raja (musa sapientum).
Metode Alat dan bahan
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini
neracadigital, oven analitik, penangas air, cawan porselin, stirrer magnet, kain saring, kertas saring, pH meter, desikator, alumunium foil dan alat-alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit buah pisang kepok dan kulit buah pisang raja diambil dari limbah penjual pisang goreng berasal dari daerah Tondo, Kecamatan Mentikulore, Etanol 96%, asam klorida 0,05 N (Merck) dan aquades.
Tahap persiapan tepung kulit pisang
Kulit pisang yang digunakan sebagai sampel dipilih yang berwarna hijau diambil dari limbah pengelola pisang goreng. Bagian pucuk dan tangkai pisang dibuang. Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air mengalir agar kulit pisang dapat dipisahkan dari kotoran-kotoran. Setelah kulit pisang tersebut bersih dilakukan pemotongan kecil-kecil dan di lakukan pengeringan dengan diangin-anginkan. Selanjutnya dikeringkan
dalam oven dengan suhu 50 . Setelah didapatkan
kulit pisang yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diayak (60 mesh). Penepungan kulit buah pisang dilakukan untuk memperoleh partikel yang kecil sehingga dapat memudahkan proses ekstraksi pektin. Cara kerja tersebut dilakukan melalui pembuatan tepung kulit pisang kapok dan pisang raja.
Analisis kadar air tepung pisang kepok dan pisang raja
Cawan petrik dicuci,dikeringkan kemudian diberi label dan dipanaskan di dalam oven selama
30 menit pada suhu 110 . Kemudian dimasukkan
ke dalam desikator selama 30 menit. Sampel 2 gram ditimbang dan dipanaskan dalam oven selama 2 jam
pada suhu 105 , didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang lagi. Perlakuan diulang sebanyak dua kali sampai diperoleh berat konstan (selisi berat kurang dari 0,2 mg). Kadar air ini dihitung menggunakan rumus: (Nurviani dkk., 2014).
Kadar air (%) = X 100%
Dimana: A= berat cawan + berat sampel sebelum dipanaskan, B= berat cawan + berat sampel setelah dipanaskan, C= berat sampel sebelum dipanaskan Ekstraksi pektin
Tepung kulit pisang 20 gram ditimbang. Kemudian ditambahkan dengan asamklorida 0,05 N sebanyak 500 mL pada pH 1,5.Ekstraksi pektin dilakukan pada suhu 90 selama 90 menit sambil
diaduk. Campuran hasil ekstraksi disaring,
filtratyang diperoleh kemudian diuapkan hingga setengah volume kemudian didinginkan. Filtrat tersebut ditambahkan etanol dengan perbandingan 1:1 (v/v) dan diendapkan selama 24 jam. Endapan disaring menggunakan kain saring rangkap empat, dicuci dengan larutan etanol teknis 96% hingga
bebas asam. Endapan pektintersebut berupa serat-serat yang berwarna putih kemudian dipanaskan
selama 8 jam pada suhu 45 dan diperoleh
gumpalan pektin yang kering kemudian dihaluskan dengan cara digerus kemudian diperoleh bubuk pektin. Perolehan jumlah pektin dihitung dengan rumus: (Azad dkk., 2014).
Pektin (g/100g) = x 100
Uji kualitatif pektin
Membuat larutan pektin (0,05) gram pektin dalam 5 mL air).Tabung satu 1 mL larutan pektinditambahkan 1 mL etanol 96%, hasilpositif ditandai dengan terbentuknya endapan seperti gelatin pada campuran.
Hasil dan pembahasan
Analisis kadar air tepung kulit pisang kapok dan pisang raja
Penentuan kadar air dalam pektin dilakukan secara gravimetri. Kadar air dapat mempengaruhi berat pektin yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air, berat pektin yang dihasilkan akan tinggi. Kadar air yang rendah pada endapan pektin akan lebih mudah diuapkan dalam proses pengeringan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan dan menghasilkan banyak pektin yang minimun air.
Adapun kadar air yang diperoleh pada tepung kulit pisang kepok yaitu 7,5% dan pada tepung kulit pisang raja yaitu 6%. Kadar ini tidak lebih dari yang ditentukan yakni tidak lebih dari 10% (Hanum, dkk., 2012). Kadar air pada tepung kulit pisang raja lebih rendah dibandingkan pada tepung kulit pisang kepok, hal ini terjadi karena jumlah kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan kulit buah dipengaruhi oleh molekul air yang terkandung dalam sampel kulit buah. Kadar air tinggi juga disebabkan karena suhu yang rendah tidak mampu menguapkan air pada kulit pisang saat pengeringan kulit pisang di oven dimana suhu yang
digunakan yaitu 50 (Injilauddin dkk., 2015).
Ekstraksi pektin
Ekstraksi pektin merupakan suatu usaha untuk melepaskan pektin yang terikat pada suatu bahan dengan bantuan pelarut asam organik, ada beberapa asam yang dapat digunakan untuk ekstraksi pektin diantaranya asam tatrat, malat, sitrat, laktat, asetat dan fosfat akan tetapi cenderung menggunakan asam mineral yang lebih murah seperti asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida (Canteri-Schemin dkk., 2005). Pada penelitian ini menggunakan asam klorida, ini didasarkan pada penelitian (Hanum, dkk., 2012).
Ekstraksi pektin dalam penelitian ini dilakukan dengan metode konvensional yaitu pemanasan secara langsung dimana menurut Srivastava & Malviya (2011) ada dua metode ekstraksi pektin
yang bisa dilakukan yaitu pemanasan langsung dan pemanasan menggunakan micowave.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara kimia, dimana pektin dapat diekstrak dari tanaman dengan menggunakan air panas dan asam yang berfungsi untuk menghidrolisis propektin menjadi pektin yang larut dalam air, ataupun membebaskan pektin dari dari ikatannya dari senyawa lain salah satunya selulosa (Fitriani, 2003). Akan tetapi waktu ekstraksi yang terlalu lama dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galak turonat, pada kondisi asam ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galak turonat (Budiyanto & Yulianingsi, 2008).
Propektin tidak larut karena dalam bentuk
garam kalsium-magnesium pektinat. Proses
pelarutan penggantian ion kalsium dan magnesium oleh ion hidrogen ataupun putusnya ikatan antar pektin dan selulosa. Semakin tinggi konsentrasi ion hidrogen (pH) semakin rendah kemampuan menggantikan ion kalsium dan magnesium ataupun memutus ikatan dengan selulosa akan semakin tinggi pula dan pektin yang larut akan bertambah (Sulihono dkk., 2012).
Bahan baku berupa serbuk kering kulit pisang kepok dan pisang raja yang berukuran 60 mesh, menurut (Prasetyowati dkk., 2009) ukuran partikel berpengaruh terhadap luas permukaan sentuhan antara solvent dan solute sehingga mempengaruhi jumlah pektin yang terlarut dalam air, dimana semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas permukaan yang kontak antara padatan dan pelarut serta semakin pendek jarak difusi solut sehingga kecepatan ekstraksi lebih besar (Fitria, 2013). Dalam erlenmeyer tersebut dimasukkan magnetik stirer dan ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Kemudian dilakukan pemanasan di atas hot
plate dengan suhu 90 , pengadukan otomatis
dilakukan dengan kecepatan yang konstan dengan menggunakan magnetik stirer. Menurut Perina dkk. (2007) pengadukan dalam ektraksi sangatlah penting karena untuk meningkatkan perpindahan solut dari permukaan partikel ke cairan pelarut, selain itu juga dapat mengaduk suspensi partikel halus mencegah pengendapan padatan serta memperluas kontak partikel dengan pelarutnya. Pemanasan dilakukan selama 80 menit setelah
pemanasan dilakukan selanjutnya melakukan
penyaringan dengan menggunakan kain rangkap empat dengan bantuan corong buchner dimana fungsi dari penyaringan untuk memisahkan filtrat dan ampasnya selanjutnya filtratnya di uapkan hingga setengah volume hilang, fungsi dari penguapan disini yaitu untuk menghilangkan kadar airnya kemudian didinginkan terlebih dahulu.
Filtrat yang sudah dingin selanjutnya dilakukan pengendapan pektin dengan menambahkan etanol 96% dimana filtrat dengan etanol berbanding 1:1 selanjunya campuran tersebut di diamkan selama 24 jam, kemudian setelah di endapkan selama 24 jam maka terbentuk endapan pektin, selanjut endapan disaring dengan mengunakan kertas saring dengan bantuan corong. Kemudian endapan yang diperoleh
dari dicuci beberapa kali dengan menggunakan etanol 96% hingga bebas dari asam dan dilakukan penekanan terhadap endapan dalam kertas saring hingga endapan tidak terlalu basah dengan etanol selanjutnya dikeringkan dalam oven menggunakan cawan porselin selama 8 jam dengan suhu oven
45 . Endapan pektin kering kemudian dapat
dihitung hasil rendemen terhadap bahan baku.
Pektin kering yang diperoleh berwarna
kecoklatan hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh bahan baku yang digunakan. Dimana bahan baku yang digunakan adalah serbuk kulit pisang kepok dan serbuk kulit pisang raja dimana warna serbuk tersebut berwarna kecoklatan
sedangkan filtratnya berwana kuning. Pada
penelitian ini endapan pektin yang telah kering berbentuk tepung setelah dilakukan penggerusan.
Pektin hasil ekstraksi pada penelitian ini menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan dengan menggunakan pH, pelarut, suhu dan waktu yang sama. Perbedaan warna pektin pada hasil ekstraksi dapat terjadi disebabkan oleh penyaringa filtrat yang tidak sempurna, kertas saring yang digunakan tidak mampu memisahkan secara sempurna antara filtrat dan ampas, akibatnya partikel-partikel serbuk kulit pisang kepok dan kulit pisang raja masi terdapat dalam filtrat dan ikut mengendap bersama pektin. Pektin kering yang dihasilkan pada serbuk kulit pisang kepok lebih gelap dibandingkan kulit pisang raja sebab penyaringan pada kulit pisang raja lebih sempurna. Uji kualitatif ekstraksi pektin
Kerakteristik pektin juga dapat diamati dengan terbentuknya endapan bening seperti gelatin pada penambahan etanol 96%. Pektin akan mengendap bila ditambahkan dengan etanol. Hal ini sesuai dengan sifat pektin yang tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol. Alkohol berfungsi sebagai pendehidrasi yaitu mengambil air dari
larutan koloid pektin yang hidrofil dan
menyebabkan terbentuk gel bening pada larutan pektin(Lalena, 2012).
Rendemen pektin
Pektin diperoleh dari jaringan tanaman dengan cara ekstraksi mengunakan pelarut, dalam hal mengunakan pelarut asam (asam klorida) dengan pH keasaman yang telah ditentukan. Jumlah pektin yang dihasilkan tergantung pada jenis dan bagian tanaman yang diekstrak. Sebelum melakuan
ekstraksi bahan yang digunakan dengan
memperkecil ukuran partikel sehingga
mempermudah proses ektraksi.Rendemen pektin yang dihasilkan dari limbah kulit pisang kapok dan pisang raja, disini ada tiga perlakauan tanpa menggunakan variasi, adapun rendemen pektin yang di peroleh dari tiga perlakuan dengan hasil yang berbeda Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui kadar pektin pada kulit pisang kepok (musa padisiaca) dan kulit pisang raja (musa sapientum). Tabel 1 menunjukkan data
rendemen pektin hasil ekstrasi pada kulitpisang kepok (Musa padisiaca) dan kulit pisang raja (musa sapientum).
Hasil yang di peroleh menunjukkan bahwa kadar pektin pada kulit pisang kepok lebih rendah di bandingkan kulit pisang raja. (Tohuloula dkk., 2013) mengatakan bahwa hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat yang terdapat pada kulit pisang, maka semakin banyak pula propektin yang terhidrolisis menjadi pektin. Menurut penelitian Anhwange (2008) pada kulit pisang raja lebih banyak dibandingkan kandungan karbohidat pada kulit pisang kepok dimana pada pisang raja
mengandung karbohidrat sebanyak 59,00%
sedangkan pada buah pisang kepok sebanyak 18,50% (Setiawati dkk., 2013). Selain itu juga kadar air pada tepung sampel sangat berpengaruh pada hasil rendemen pektin yang dihasilkan, dimana semakin rendah kadar air tepung sampel maka berat pektin yang dihasilkan akan semakin tinggi (Lalena, 2012).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstraksi pada kulit pisang raja menghasilkan pektin sebesar 12,243% yang lebih besar dari pada ekstraksi pada kulit pisang kepok yang menghasilkan pektin sebesar 6,383%.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Tasrik laboran laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan penelitian ini Referensi
Anhwange, B. A. (2008). Chemical composition of
musa sapientum (banana) peels. Journal of
Food Technology 6(6), 263-266.
Azad, A. K. M., Ali, M. A., Akter, M. S., Rahman, M. J. & Ahmed, M. (2014). Isolation and charactertrization of pectin extraction from
lemon pomance during ripening. Journal of
Food and Nutrition Sciences, 2(2), 30-35.
Budiyanto & Yulianingsi. (2008). Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakter pektin dari ampas jeruk siam (citrus nobilis L). Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 5(2), 37-44. Canteri-Schemin, M. H., Fertonani, H. C. R.,
Waszczynskyj, N. & Wosiacki, G. (2005). Extraction of pectin from apple pomonce. Brazilia Archives of Biology and Technology, 48(2), 259-266.
Erica, C. (2013). Ekstrasi pektin dari kulit kakao (theobromo. cacao l.) menggunakan ammonium
oksalat. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia 5(2), 20-35.
Fitria, V. (2013). Karakterisasi pektin hasil
ekstraksi dari kulit pisang kepok (musa balbisiana ABB). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fitriani, V. (2003). Ekstraksi dan kerakteristik pektindari kulit jeruk lemon (citrus medica var lemon). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fox, H. (2005). The specialists for pectin.
Germany: Corporates group.
Hanum, F., Tarigan, M. A. & Kaban, I. M. D. (2012). Ekstraksi pektin dari kulit buah pisang kepok (musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU, Article in press., 1(2), 49-53.
Injilauddin, A. S., Lutfi, M. & Agung, W. (2015). Pengaruh suhu dan waktu pada proses ekstraksi pektin dari kulit buah nangkah (Artocarpus heterphylus). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 3(3), 280-286.
Kuntarsih, S. (2012). Pedoman penanganan
pascapanen pisang. Jakarta: Direktur Budidaya dan Pascapanen Buah
Lalena, G. (2012). Studi variasi jenis dan pH pelarut dalam ekstraksi pektin kulit buah mangga gadung (mangivera indica L.). Palu: Universitas Tadulako.
Nurviani, Bahri, S. & Sumarni, N. K. (2014). Ekstraksi dan kerakteristik pektin kulit buah pepaya (carica papaya L.) varietas cibinong,
jinggo dan semangka. Online Jurnal of Natural
Science, 3(3), 322-330.
Perina, I., Satiruiani, Soetaredjo, F. E. & Hindarso, H. (2007). Ekstraksi pektin dari berbagai macam kulit jeruk. Widya Teknik, 6(1), 1-10. Prasetyowati, Sari, K. P. & Pesantri, H. (2009).
Ekstraksi pektin dari kulit mangga. Jurnal
Teknik Kimia, 4(16), 42-49.
Satria, B. & Ahda, Y. (2009). Pengelolaan limbah kulit pisang menjadi pektin dengan metode ekstraksi. Semarang: Universitas Diponegoro. Setiawati, D. R., Sinaga, A. R. & Dewi, T. K.
(2013). Proses pembuatan bioetanol dari kulit pisang kepok. Jurnal Teknik Kimia, 19(1), 9-15. Srivastava, P. & Malviya, R. (2011). Sources of
pectin, extraction and its application in
pharmaceutical industry-An overview. Indian
Journal of Natural Product and Resources 2(1), 10-14.
Table 1. Data hasil rendemen kadar pektin kulit pisang kapok dan pisang raja
Sampel pH Suhu (0C) Lama ekstraksi (s) Massa pektin (g) Rendemen (%) Rendemen rata-rata Tepung kulit pisang kepok 1,5 90 80 2,09 2,83 2,36 10,45 14,15 12,13 12,243 Tepung kulit pisang raja 1,5 90 80 1,17 1,13 1,54 5,80 5,65 7,7 6,383
Sulihono, A., Tarihoran, B. & Agustina, T. E. (2012). Pengaruh waktu, temperatur, dan jenis pelarut terhadap ekstraksi pektin dari kulit jeruk Bali (citrus maxima). Jurnal Teknik Kimia, 18(4), 1-8.
Tohuloula, A., Budiyarti, L. & Fitriana, E. N.
(2013). Kerakteristik pektin dengan
memanfaatkan limbah kulit pisang mengunakan metode ekstraksi. Konversi, 2(1), 22-27. Willats, W. G. T., Knox, J. P. & Mikkelsen, J. D.
(2006). Pectin new insights into an old polymer are starting to gel. Trends in Food Science & Technology, 17(3), 97-104.