• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Ikan bandeng (Chanos chanos) dari Tanjung Pasir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Ikan bandeng (Chanos chanos) dari Tanjung Pasir."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Kulit Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Morfologi ikan bandeng yang diambil dari areal tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang-Banten dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Ikan bandeng (Chanos chanos) dari Tanjung Pasir.

Ikan bandeng yang diperoleh memiliki ciri tubuh pipih, sirip ekor bercabang dan mata diselaputi lendir. Sirip ekor bercabang dan mata yang diselaputi dengan lendir merupakan ciri bahwa ikan bandeng tergolong sebagai perenang cepat. Ikan bandeng memiliki warna putih keperakan di bagian ventral dan biru keperakan di bagian dorsal. Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang dan bobot yang cukup seragam. Bobot ikan bandeng yang diamati berkisar antara 200-250 gram/ekor. Ikan bandeng yang diperoleh dari daerah Tanjung Pasir ini hidup di lingkungan air dengan kedalaman 3-4 meter.

Sampel ikan bandeng yang diperoleh, kemudian dipisahkan kulitnya untuk dianalisis komposisi kimianya melalui uji proksimat. Hasil dari analisis proksimat menunjukkan data kasar karena dalam satu fraksi hasil analisis masih terdapat zat lain yang berbeda sifatnya dalam jumlah yang sangat sedikit. Komposisi kimia yang diuji terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference. Hasil analisis proksimat kulit ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 5.

(2)

Gambar 5 Hasil analisis proksimat kulit ikan bandeng (Chanos chanos). Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat pembusukan (Winarno 2008).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar air 64,74±0,68%. Nilai kadar air ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air kulit ikan nila merah (red tilapia), yakni sebesar 70,43% (Jamilah et al. 2011). Perbedaan kadar air diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yakni perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan perbedaan jenis ikan.

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu total adalah bagian dari análisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan (Andarwulan et al. 2011).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar abu sebesar 2,43±0,29%. Kadar abu dapat digunakan sebagai petunjuk keberadaan mineral suatu bahan. Kandungan mineral pada kulit ikan diduga berasal dari lapisan dermis. Angka et al. (1984) menyatakan bahwa sisik ikan teleostei

64,74 2,43 4,76 23,74 4,34 0 10 20 30 40 50 60 70

Air Abu Lemak Protein Karbohidrat

P er se n ( % )

(3)

merupakan tulang dermis yang terdiri dari suatu matriks mineral yang membungkus serabut-serabut kolagen yang tebal.

Kadar abu kulit ikan bandeng lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu kulit ikan nila merah (red tilapia), yakni sebesar 0,51% (Jamilah et al. 2011). Perbedaan kadar abu diduga disebabkan oleh perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan perbedaan jenis ikan. Habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda memberikan asupan mineral yang berbeda terhadap organisme akuatik di dalamnya. Setiap organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral. Selain itu umur juga diduga memberikan pengaruh terhadap nilai kadar abu kulit ikan bandeng. Hasil penelitian Muyonga et al. (2004) menunjukkan bahwa ikan Lates niloticus dengan umur yang berbeda memiliki nilai kadar abu yang berbeda pada kulitnya. Ikan dewasa memiliki kadar abu lebih tinggi pada kulitnya dibandingkan dengan ikan yang masih muda.

Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui komposisi lemak pada kulit ikan bandeng. Lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut organik seperti heksana, eter dan kloroform. Menurut Poedjiadi (1994), lemak hewan umumnya berupa padatan pada suhu ruang, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak dapat dikatakan sebagai sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Hal ini dikarenakan 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh 1 gram protein dan karbohidrat, yaitu 4 kkal. Lemak juga dapat digunakan sebagai sumber asam lemak esensial dan vitamin (A, D, E dan K) (Winarno 2008).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar lemak sebesar 4,76±0,03%. Nilai kadar lemak ini cukup tinggi. Tingginya kadar lemak pada kulit ikan bandeng diduga disebabkan adanya lapisan hipodermis atau subkutan pada kulit ikan bandeng. Hipodermis atau lapisan subkutan merupakan bagian kulit yang paling dalam dan paling tipis. Ciri yang paling mencolok dari lapisan ini adalah terdapatnya sel-sel adiposa (lemak) (Chinabut et al. 1991).

Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta

(4)

berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam, yakni besi dan tembaga (Winarno 2008).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng memiliki kadar protein dalam jumlah yang tinggi, yaitu 23,74±0,81%. Tingginya kadar protein pada kulit ikan bandeng diduga disebabkan adanya kandungan protein kolagen pada kulit ikan. Lapisan dermis pada kulit ikan terdiri dari stratum spongiosum

dan stratum compactum. Stratum spongiosum merupakan jaringan serat retikulin dan kolagen yang longgar dan mengandung sel-sel pigmen, mastosit (mast cell), sel-sel penumpu sisik, dan sisik (Chinabut et al. 1991). Stratum compactum

dicirikan oleh serabut kolagen yang tersusun rapat di beberapa lapisan dan terletak paralel terhadap permukaan kulit (Putra 1992). Sumber kolagen pada ikan banyak terdapat pada kulit dan sisik.

Karbohidrat memegang peranan penting di alam karena merupakan sumber energi utama. Karbohidrat banyak tersebar di alam. Karbohidrat sangat berperan dalam metabolisme hewan dan tumbuhan. Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar dan paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama. Energi yang disumbangkan dari karbohidrat sebesar 4 kkal (Almatsier 2001).

Kadar karbohidrat pada kulit ikan bandeng dihitung dengan metode by difference. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode tersebut menunjukkan bahwa kulit ikan bandeng mengandung karbohidrat sebesar 4,34±0,18%. Kadar karbohidrat yang terhitung diduga merupakan polisakarida yakni glikogen. Hadim et al. (2002) menyatakan bahwa glikogen terdapat dalam jumlah yang paling banyak dari karbohidrat yang terdapat pada ikan. Angka et al. (1984) menyatakan bahwa glikogen berasal dari kelebihan glukosa dalam darah. Stratum spongiosum pada dermis kulit ikan mengandung pembuluh darah yang membawa zat makanan bagi kulit.

4.2 Nilai Organoleptik Kulit Ikan Bandeng pada Penyimpanan Suhu Chilling

Penentuan fase kemunduran mutu kulit ikan bandeng (Chanos chanos) dilakukan menggunakan metode sensori, yaitu secara organoleptik. Pengujian

(5)

organoleptik/sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan konsistensi/tekstur serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai produk. Penentuan fase kemunduran mutu ini dilakukan oleh 15 orang panelis semi terlatih menggunakan

score sheet yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006. Score sheet adalah alat bantu untuk membimbing panelis dalam menilai mutu suatu produk melalui spesifikasi yang menguraikan tingkatan mutu berdasarkan nilai (BSN 2006).

Kemunduran mutu ikan terdiri dari 4 fase, yaitu prerigor, rigormortis, postrigor, dan busuk (Junianto 2003). Penentuan fase kemunduran mutu kulit ikan bandeng dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap ikan bandeng yang disimpan pada suhu chilling. Ikan dimatikan dengan cara menusuk kepala pada bagian medula oblongata sehingga ikan yang diambil dari tambak langsung mati.

Kualitas ikan mengalami penurunan akibat kematian karena adanya reaksi kimiawi dan pembusukan oleh mikroba, akibatnya nilai sensori ikan semakin menurun (Ozogul et al. 2006). Kulit ikan bandeng mengalami kemunduran mutu seperti halnya ikan bandeng utuh. Kulit ikan bandeng terus mengalami penurunan mutu selama penyimpanan pada suhu chilling. Nilai organoleptik kulit ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai organoleptik kulit ikan bandeng (Chanos chanos) pada penyimpanan suhu chilling; (

)

Nilai organoleptik kulit ikan bandeng semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Berdasarkan hasil pengamatan, fase prerigor kulit ikan bandeng terjadi pada penyimpanan jam ke-0. Pada fase ini, kulit ikan

(6)

memiliki rata-rata nilai organoleptik 9 dengan ciri-ciri lapisan lendir jernih, transparan, dan mengkilat cerah. Fase rigormortis kulit ikan bandeng terjadi pada penyimpanan jam ke-174 (8 hari). Pada fase ini, kulit ikan memiliki nilai organoleptik 7 dengan ciri-ciri lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih dan kurang transparan. Berdasarkan SNI 01-2346-2006, ikan segar memiliki nilai organoleptik 7-9 (BSN 2006), oleh karena itu ikan pada fase prerigor dan

rigormortis tergolong pada ikan segar.

Kulit ikan bandeng memasuki fase postrigor pada penyimpanan jam ke-318 (14 hari). Nilai organoleptik kulit ikan bandeng turun nilainya menjadi 5 dengan ciri-ciri lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih dan keruh. Kulit ikan bandeng memasuki fase busuk pada penyimpanan jam ke-534 (23 hari). Pada fase ini kulit ikan memiliki nilai organoleptik 2 dengan ciri-ciri lendir tebal menggumpal warna kuning kecoklatan, warna kulit ikan hilang, dan menjadi tampak pucat dan pudar. Pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Junianto 2003).

4.3 Histologi Kulit Ikan Bandeng pada Setiap Fase Kemunduran Mutu

Kulit menutupi seluruh permukaan luar tubuh. Kulit mempunyai fungsi yang sangat besar bagi organisme. Kulit merupakan barier terhadap invasi mikroorganisme dan mempunyai efek sebagai pelindung terhadap rangsang mekanis, rangsang termis dan rangsang osmotik. Kulit mempunyai kemampuan untuk absorpsi (Genesser 1994). Sebagian kulit (pada insang) berperan dalam sistem respirasi (pertukaran gas) dan osmoregulasi (dalam pertukaran ion-ion).

Selain itu, kulit mengeksresikan lendir dan terlibat dalam fungsi syaraf (Angka et al. 1984, Irianto 2005).

Ikan mudah mengalami kebusukan selama penyimpanan post mortem akibat aktivitas enzim proteolitik baik pada otot maupun jaringan ikat (Wang et al.

2011). Unsur utama penyusun kulit adalah jaringan ikat kolagen, oleh karena itu kulit ikan bandeng juga mengalami kemunduran mutu seperti ikan bandeng utuh. Mikrostruktur kulit ikan bandeng mengalami perubahan selama fase kemunduran mutu. Mikrostruktur kulit ikan bandeng selama fase kemunduran mutu dapat dilihat pada Gambar 7-10.

(7)

Pigmen melanin sel mukus Epidermis a inti sel Dermis b 46,7 μm d c Hipodermis

Gambar 7 Penampang melintang kulit ikan bandeng (Chanos chanos) fase prerigor (H&E); a: stratum spongiosum; b: stratum compactum;c: sel lemak; d: pigmen melanin.

Pigmen melanin

Epidermis a

degenerasi Inti sel

b Dermis 37 μm d c

Gambar 8 Penampang melintang kulit ikan bandeng (Chanos chanos) fase

rigormortis (H&E); a: stratum spongiosum; b: stratum compactum; c: sel lemak; d: pigmen melanin.

(8)

a Dermis b 36,3 μm Hipodermis

Gambar 9 Penampang melintang kulit ikan bandeng (Chanos chanos) fase

postrigor (H&E); a: stratum spongiosum; b: stratum compactum. Keterangan: pemutusan jaringan kolagen

Hilangnya jaringan akibat nekrosis

a Dermis b 34,3 μm bakteri Hipodermis

Gambar 10 Penampang melintang kulit ikan bandeng (Chanos chanos) fase busuk (H&E); a: stratum spongiosum; b: stratum compactum.

(9)

a b

Gambar 11 Koloni bakteri pembusuk pada fase busuk kulit ikan bandeng (Chanos chanos); a: kokus; b: basil (H&E).

Fase prerigor (Gambar 7) adalah fase sesaat setelah ikan mati. Kulit ikan bandeng belum mengalami kerusakan pada fase ini. Jaringan epidermis, dermis maupun hipodermis atau subkutan masih tersusun rapi, padat, dan kompak. Lapisan epidermis terdiri dari kelenjar mukus yang berwarna ungu-kebiruan dan pigmen melanin yang berwarna hitam. Lapisan dermis terdiri dari stratum spongiosum dan stratum compactum yang berwarna merah muda dan inti sel yang berwarna ungu-kebiruan.

Sel mukus dan inti sel berwarna ungu-kebiruan, sedangkan jaringan lainnya berwarna merah muda. Angka et al. (1990) menyatakan bahwa hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan menjadi ungu-kebiruan. Eosin bersifat asam dan memulas komponen asidofilik menjadi merah muda. Sel mukus bersifat basofillik sehingga dapat menyerap pewarna hematoksilin, sedangkan jaringan lainnya bersifat asidofilik sehingga menyerap pewarna eosin.

Pigmen melanin yang berwarna hitam terdapat pada lapisan epidermis dan lapisan dermis kulit ikan. Hawkes (1974) diacu dalam Yasutake and Wales (1983) menyatakan bahwa pigmen melanin terdapat pada kulit ikan di bagian epidermis antara sisik dengan kelenjar mukus dan pada lapisan subkutan di jaringan lemak. Lapisan hipodermis atau subkutan merupakan bagian kulit yang paling dalam dan paling tipis. Ciri yang paling mencolok dari lapisan hipodermis adalah terdapatnya lapisan lemak (Chinabut et al. 1991). Berdasarkan hasil sajian histologi, jaringan lemak pada lapisan hipodermis tampak seperti ruang-ruang bundar kosong. Cormack (1994) menyatakan bahwa ruang-ruang kosong yang terlihat pada sajian

(10)

histologi diakibatkan larutnya lemak yang dipakai dalam pembuatan sajian parafin.

Fase rigormortis (Gambar 8) adalah fase yang terjadi ketika ikan mengalami kekakuan (kekejangan). Morkore (2006) menyatakan bahwa pada fase ini terjadi akumulasi asam laktat yang menyebabkan terjadinya penurunan pH serta mulainya proses autolisis atau penghancuran diri sendiri akibat aktivitas enzim. Hasil pengamatan sajian histologi kulit ikan bandeng pada fase rigormortis

menunjukkan warna merah yang lebih pekat dibandingkan dengan fase prerigor.

Hal ini diduga disebabkan jaringan ikan menyerap pewarna eosin secara dominan karena jaringan bersifat asam. Cormack (1994) menyatakan bahwa kedalaman warna asidofil sangat tergantung pada pH yang dipakai selama pewarnaan. Pada pH asam tersedia lebih banyak ion bermuatan positif untuk menyerap eosin.

Kerusakan jaringan kulit ikan mulai terlihat pada fase rigormortis. Jaringan kulit ikan mengalami degenerasi. Clive dan Talor (2005) menyatakan bahwa degenerasi merupakan perubahan fungsi biokimiawi, perubahan struktural ataupun kombinasi dari keduanya. Degenerasi merupakan awal terjadinya nekrosis atau kematian sel yang bersifat ireversibel. Degenerasi terjadi akibat berkurangya pasokan oksigen sehingga metabolisme sel terganggu. Terjadinya degenerasi pada jaringan kulit ikan bandeng dapat terlihat dari adanya pembengkakan jaringan kulit ikan dan terjadinya penebalan pada jaringan ikat kolagen.

Fase postrigor (Gambar 9) adalah fase awal kebusukan ikan. Proses autolisis berlangsung pada tahap ini. Autolisis terjadi disebabkan adanya enzim-enzim endogenous yang ada di dalam tubuh ikan (Ocano-Higuera et al.

2009). Gambar 9 memperlihatkan bahwa lapisan hipodermis mengalami kerusakan. Lapisan stratum spongiosum tidak lagi tersusun rapi. Stratum spongiosum dan stratum compactum mengalami pemutusan jaringan ikat kolagen yang ditunjukkan dengan tanda panah berwarna hitam. Terjadinya degradasi jaringan ikat kolagen diduga disebabkan oleh enzim endogenous yang ada di dalam tubuh ikan.

Hannesson et al. (2003) diacu dalam Ofstad et al. (2005) menyatakan bahwa degradasi kolagen dapat disebabkan oleh enzim matriks metalokolagenase.

(11)

Lapisan stratum spongiosum pada fase postrigor mengalami kariolisis. Hal ini dapat dilihat dari hilangnya inti sel pada lapisan tersebut. Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa kariolisis merupakan salah satu jenis kematian sel (nekrosis) yang ditandai dengan menyusutnya inti sel dan lama kelamaan intinya menghilang.

Fase busuk (Gambar 10) menandai akhir dari kemunduran mutu dimana ikan tidak dapat dikonsumsi lagi. Fase ini ditandai dengan meningkatnya jumlah bakteri pembusuk pada ikan. Lapisan dermis pada fase ini mengalami nekrosis secara total. Inti sel pada lapisan stratum spongiosum dan stratum compactum

telah hilang. Selain itu, terdapat ruang-ruang kosong pada jaringan dermis. Hal ini diduga diakibatkan oleh proses nekrosis pada jaringan kulit ikan. Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa jaringan yang mengalami nekrosis lama kelamaan akan hancur dan hilang karena dicerna oleh enzim dan juga bakteri. Ketebalan jaringan kulit ikan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini diduga karena terjadinya proses nekrosis pada jaringan kulit ikan.

Koloni yang berwarna ungu pekat (Gambar 11) pada bagian hipodermis fase busuk diduga merupakan bakteri pembusuk. Sel tersebut bersifat basofilik sehingga menyerap pewarna hematoksilin secara dominan. Volk dan Wheeler (1993) diacu dalam Soni (2010) menyatakan bahwa hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan kandungan asam nukleat dalam jumlah besar pada sel bakteri. Muatan negatif asam nukleat dari sel bakteri akan bereaksi dengan muatan positif dari zat pewarna basa, sedangkan zat pewarna asam akan ditolak oleh muatan negatif bakteri.

Gambar

Gambar 5 Hasil analisis proksimat kulit ikan bandeng (Chanos chanos).
Gambar  7  Penampang  melintang  kulit  ikan  bandeng  (Chanos  chanos)      fase  prerigor  (H&E);  a:  stratum  spongiosum;  b:  stratum  compactum; c: sel lemak; d: pigmen melanin
Gambar 10 Penampang melintang kulit ikan bandeng (Chanos chanos) fase busuk  (H&E); a: stratum spongiosum; b: stratum compactum
Gambar 11 Koloni bakteri pembusuk pada fase busuk kulit ikan bandeng   (Chanos chanos); a: kokus; b: basil (H&E)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu: “Apakah infusa campuran buah cabe jawa dan rimpang lempuyang gajah mempunyai khasiat sebagai tonikum

Berdasarkan gambaran perilaku bullying pada subjek penelitian yang pernah menjadi pelaku maupun korban, ditemukan bahwa ada kesesuaian temuan perilaku bullying yang

Padahal mahasiswa tersebut merupakan salah satu aktivis LDM yang mengaku setelah mengikuti organisasi ini memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat berkembang dan berubah menjadi

Permodalan Dan Unit Usaha Koperasi Perkembangan anggota koperasi pada KPRI Agro Sejahtera, KopKar Aroma, KUD Rama yang dikelola kaum laki-laki dan Kopwan Sekar

Hal ini dapat dilihat dari kategori attractive yaitu materi yang disampaikan oleh Tentor LBB Smart Ganesha tuntas pada setiap pertemuan serta LBB smart ganesha

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui apliksi diagonalisasi matriks pada warisan autosomal dan bentuk persamaan eksplisit dalam fraksi-fraksi dari AABB, AABb,

Fasad yang merupakan bagian terluar bangunan tidak hanya berfungsi sebagai identitas saja tetapi juga dapat mengakomodasi keadaan atau kebutuhan dalam bangunan, seperti

Jika penerapannya memadai maka pengendalian yang dilakukan perusahaan pun akan baik, hal tersebut akan menunjang efektivitas biaya produksi, karena dengan semakin