• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sirah Ustman Bin Affan [Muhammad Husain Haekal].pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sirah Ustman Bin Affan [Muhammad Husain Haekal].pdf"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan

"Umatku yang benar-benar pemalu adalah Usman" (Hadis Syarif)

Oleh

Muhammad Husain Haekal

Diterjemahkan dari bahasa Arab oleh

Ali Audah

Cetakan pertama

Litera AntarNusa

eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

(4)

Judul asli:

Muhammad Husain Haekal, Ph.D., dengan izin ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjemah.

Diterjemahkan oleh Ali Audah. Cetakan pertama, 2002.

Diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera AntarNusa,

Jl. Arzimar III, blok B no. 7A, tel. (0251) 370505, fax. (0251) 380505, Bogor 16152.

Jl. STM Kapin no. 11, tel. (021) 86905252, fax. (021) 86902032, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450.

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Nomor 7/1987. ISBN 979-8100-40-9

Anggota IKAPI.

Setting oleh Litera AntarNusa. Kulit luar oleh G. Ballon.

Dicetak dan binding oleh PT. Mitra Kerjaya Indonesia,

Jl. STM Kapin no. 11, tel. (021) 86905253, 86905254, 86902033, fax. (021) 86902032, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450. Haekal, Muhammad Husain

Usman bin Affan : "umatku yang benar-benar pemalu adalah Usman" (hadis syarif) / antara kekhalifahan dengan kerajaan / Haekal, Muhammad Husain ; diterjemahkan oleh Ali Audah. — Cet.l — Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2002.

170 hlm. ; 15x23,5 cm. Judul asli: 'Usman bin 'Affan. Indeks

ISBN 979-8100-40-9

1. Usman bin Affan 2. Khalifah Islam I. Judul II. Audah, Ali

297.912.2

(5)

Catatan Penerjemah

Serangkaian biografi dari sejarah Islam diraulai dari Hayatu

Mu-hammad, as-Siddiq Abu Bakr, al-Faruq 'Umar dan 'Usman bin 'Affan

dalam bahasa Arab sudah selesai ditulis oleh Dr. Haekal dan sudah diterbitkan. Biografi Usman dalam rangkaian terakhir biografi itu tak sempat diselesaikan sampai akhir. la menulis semua itu sepulangnya ke tanah air, setelah menyelesaikan studi-studi doktor-alnya dan memper-oleh Ph.D. di bidang ekonomi-makro dan politik di Sorbonne, Paris, 1912, dengan disertasi La Dette publique egyptienne. Sebelum itu, dalam tahun 1905-1909 ia mengambil bidang hukum sampai selesai.

Sejak sebelum ketiga buku biografi itu terbit orang sudah tahu Haekal adalah cendekiawan Mesir terkenal, biografer yang diakui luas di tanah airnya dan di luar. Ketika tinggal di Eropa ia menulis beberapa biografi tokoh sejarah di Barat—Jean Jacques Rousseau, Shakespeare, Shelley, Anatole France sampai kepada Hippolyte Taine, dengan gaya yang khas dan sudah cukup dikenal. Ia menulis biografi Kleopatra, Mustafa Kamil dan Gandi di Timur. Di negerinya, orang menulis bio-grafi tentang Haekal, dalam bentuk disertasi atau buku, dalam bahasa Arab, juga di Barat, orang menulis tentang dia dalam bahasa-bahasa Jerman, Inggris dan Prancis.

Kajiannya kemudian meluas ke masalah-masalah sosial budaya. Ia menulis novel, cerita pendek dan kritik sastra. Ia menulis Zainab ketika masih tinggal di Paris, sebuah novel dengan warna lokal yang memesona-kan, mengisahkan kehidupan masyarakat tani di desanya dulu, untuk mengenangkan rindunya ke kampung halaman, dan orang menilainya sebagai novel modern pertama dalam bahasa Arab, yang kemudian justru difilmkan di Jerman. Ia pernah memimpin Al-Ahram, harian

ter-besar di Timur Tengah. Ia menulis soal-soal politik dan sosial budaya. Kemudian mendirikan surat kabar politik, As-Siyasah dan mingguan de-ngan nama yang sama, sebagai organ Partai Liberal Konstitusi yang dipimpinnya sampai tahun 1952.

(6)

Bertugas dalam birokrasi ia pernah menjadi menteri negara, sebagai menteri sosial dan dua kali menjadi menteri pendidikan.

Setelah mencapai lebih setengah abad usianya itu, hatinya tergerak saat diketahuinya umat Islam, terutama kalangan awamnya di tanah air-nya mau dijadikan sasaran propaganda misi agama lain. Perhatianair-nya lalu dicurahkan ke masalah-masalah Islam. Selama empat tahun dipe-lajarinya sejarah Nabi dari sumber-sumber yang autentik dan dibacanya apa yang ditulis oleh kalangan Orientalis tentang Muhammad, dan juga oleh kalangan penulis Islam sendiri. Setelah itulah ia mulai menyusun program penulisan sejarah Nabi. Sejauh yang dapat dilakukannya, ia akan menjaga bobot ilmiahnya atas dasar kebenaran, dan ini yang dapat kita rasakan, buku yang kemudian sangat terkenal itu, Hayatu Muhammad

(Sejarah Hidup Muhammad), indah dan samasekali baru dalam

penulis-an sejarah hidup Muhammad. Setelah itu dilpenulis-anjutkpenulis-annya dengpenulis-an studi lain, tentang Abu Bakr dan Umar, sampai kedua buku itu terbit.

Rencananya akan diteruskan dengan biografi Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib, tetapi umur telah lebih dulu menjemputnya dan pengarang ini berpulang ke rahmatullah ketika biografi Usman baru sampai permulaan bab empat, dan kelanjutannya diselesaikan oleh Profesor Dr. Jamaluddln Surur, guru besar sejarah Islam di fakultas sastra Universitas Kairo — seperti yang akan dapat kita baca dalam penjelasan Dr. Ahmad Haekal, putra bungsu almarhum Dr. Muhammad Husain Haekal (1888-1956) dalam kata pengantar yang sangat berharga untuk mendasari buku itu. Ia merangkum dan mencatat titik-titik pen-ting di sekitar terbentuknya Khalifah ketiga ini.

Kalau kita membaca ketiga biografi s'ebelumnya itu, yang juga sudah terbit terjemahannya dalam bahasa Indonesia, bagaimana pengarang membuat studi mengenai peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dan membahasnya secara mendalam, membuat kesimpulan dan di mana perlu memberikan pendapatnya. Kita melihat Amirulmukminin Umar bin Khattab, mujahid dan mujtahid besar itu, pada akhir hayatnya me-melopori pembentukan majelis syura untuk memilih seorang calon kha-lifah, Dalam hal ini Umar mengambil jalan tengah—antara mengikuti jejak Rasulullah yang membiarkan pemilihan khalifahnya dimusyawarah-kan oleh para sahabat—dengan jejak pendahulunya Abu Bakr as-Siddiq sebagai suatu sistem yang telah menunjuk penggantinya, yakni Umar sendiri.

Tetapi Umar telah berijtihad dengan menerjemahkannya ke dalam bentuk majelis syura. Ia memilih enam orang sahabat teras dengan alasan dan pertimbangan yang masuk akal, yakni mereka yang hanya terdiri

(7)

atas Muhajirin tanpa Ansar dan diwakili oleh anggota kabilah terbesar dan berpengaruh dari kalangan Kuraisy. Langkah ini kemudian berakhir dengan terpilihnya Usman.

Barangkali langkah ini sudah merupakan bentuk demokrasi ter-sendiri atau demokrasi represntatif terbatas, yang untuk selanjutnya dapat dikembangkan lebih luas lagi sebagai sistem demokrasi alternatif. Tetapi ini jelas berbeda dengan demokrasi Barat yang kita kenal selama ini. Demokrasi Barat yang bersumber pada tradisi Yunani sekitar dua puluh empat abad silam dalam bentuk demokrasi langsung atau demokrasi perwakilan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah penduduk yang sangat terbatas dan dalam bentuk negara-negara-kota (city-states), yang juga kemudian pada abad pertama Masehi muncul di Roma. Demokrasi Abad Pertengahan Eropa punya corak sendiri pula, berlanjut dengan lahirnya revolusi dan deklarasi kemerdekaan Amerika dan revolusi Prancis tentang hak-hak penduduk laki-laki dalam abad ke-18, dengan beberapa macam diskriminasi, seperti perempuan dan kaum budak yang tak punya hak pilih, sampai lahirnya demokrasi yang kita kenal sekarang dan demokrasi semu di negara-negara totaliter dan bukan totaliter dalam abad ke-20 ini.

Memang, buah sejarah yang menimpa Usman dan pemerintahannya bukan akibat sistem musyawarah atau sistem demokrasi. Semua ini tentu tak ada hubungannya dengan kejatuhan Usman. Menjelang akhir masa pemerintahannya itu timbul kegelisahan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap politiknya tanpa ada kejelasan apa benar alasannya. Suasana yang mulai memanas ini kemudian diperburuk oleh kedatangan manusia misterius bernama Abdullah bin Saba' — orang Yahudi ibu Abisinia — dari Yaman yang masuk Islam di masa Usman, dan ia leluasa berpindah-pindah dari kota ke kota, menyebarkan jaringan fitnah yang berakibat timbulnya pemberontakan di sana sini anti Khalifah Usman sampai ber-akhir dengan kematian tragis Khalifah tua yang cinta damai itu.

Bogor, 15 September 2001 PENERJEMAH

(8)

Tidak seperti terhadap para Khulafa Rasyidun yang lain, penilaian kalangan sejarawan terhadap Usman bin Affan sangat berbeda. Sama halnya dalam menempatkan pengaruh mereka dalam sejarah umat Is-lam. Dari sinilah penulisan sejarah masa Usman dan biografi Usman terasa ganjil. Dan ini tak kurang pula pentingnya. Kedua masalah ini memerlukan penelitian yang lebih saksama dan berhati-hati dalam me-nilai peristiwa demi peristiwa dan pribadi-pribadi itu.

Itulah barangkali—juga yang lain — yang menarik perhatian Dr. Haekal untuk menulis kelanjutan masa permulaan sejarah Islam se-sudah selesai menulis Abu Bakr as-Siddiq dan Umar bin Khattab.

Ketika itu almarhum bermaksud — kalau tidak karena hal-hal se-perti yang akan saya singgung nanti — mengadakan studi mengenai masa kedua Khalifah teladan, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Selanjutnya akan dibahas sebab-sebab yang melahirkan sistem kekha-lifahan sampai berubah menjadi kerajaan yang turun-temurun diwarisi oleh Banu Umayyah lalu oleh Banu Abbas dan selanjutnya oleh mereka yang datang sesudah itu. Jika ditakdirkan dapat diselesaikan di tangan-nya, perubahan dalam sistem pemerintahan Islam dan segala faktor politiknya itulah yang merupakan hal sangat penting yang akan men-cakup studi ini. Kalau ini sampai menjadi kenyataan niscaya buku ini akan terbit dalam bentuk yang berbeda sekali dari keadaannya yang sekarang.

Dr. Haekal mulai mengadakan studi tentang masa Usman ini sekitar tahun 1945 dengan tujuan hendak meneruskan studi-studinya tentang Islam yang sudah dimulainya dari Sejarah Hidup Muhammad. Suasana

ke-* Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal adalah putra bungsu almarhum Dr. Haekal. — Pnj.

viii

Catatan Sekitar Buku Ini

Oleh Ahmad Muhammad Husain Haekal*

(9)

hidupannya dalam dunia politik, sejak ia memegang jabatan sebagai menteri, banyak sekali tercermin dalam karya-karya intelektual dan budayanya. Yang juga sudah menjadi prinsipnya, ia tidak ingin me-nerbitkan buku selama ia memangku tugas selaku menteri. Tugas-tugas departemennya itu memang tidak memungkinkan ia dapat menyelesai-kan studi yang sudah dimulainya itu. Maka terpaksalah studinya di-tangguhkan sampai tiba waktunya nanti ia mendapat kesempatan lagi. Begitu juga halnya selama ia menjadi ketua senat. Ia telah menunda studinya tentang kelanjutan masa Usman dari tahun ke tahun. Dan bila sudah tiba waktunya akan memulai lagi tentu sudah tidak mudah.

Di samping itu masih ada faktor lain yang membuat Dr. Haekal lama sekali berpikir sebelum meneruskan studi yang sudah dimulainya itu — dan telah membuatnya juga harus menangguhkan — yaitu adanya perdebatan-perdebatan di antara golongan-golongan masyarakat Islam sekitar kekhalifahan Usman dan hak eksklusif kekhalifahan Ali yang tak kunjung selesai, kendati sudah berlalu lebih dari tiga belas abad sejak Usman memegang pimpinan, dan kendati ada perubahan yang telah me-nimpa sistem kekhalifahan itu sendiri. Dan bekasnya pun sudah tak lagi ada selain hanya tinggal nama, yang akhirnya ini pun bubar menyusul pecahnyanya Perang Dunia Pertama.

Sudah demikian rupa keadaan beberapa kelompok itu, sampai-sampai ada di antara mereka yang berusaha hendak menanamkan ke-raguan mengenai keabsahan kekhalifahan Abu Bakr dan Umar. Mereka beranggapan bahwa sepeninggal Rasulullah hak kekhalifahan ada pada Ali, yang diwasiatkan RasuluUah kepadanya. Sikap ekstrem yang dianut kelompok-kelompok tersebut sudah tentu merupakan cacat, karena ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, bahwa orang-orang mukmin itu sama seperti gerigi sisir. Oleh karenanya hak dan kewajiban mereka sama, dan pimpinan negara harus diberikan kepada yang ahli.

Menghadapi perdebatan yang sudah menjurus kepada perkelahian sengit itu oleh Dr. Haekal dijadikan titik perhatiannya kemudian mem-bahasnya secara mendalam sekali. Tampaknya dalam hal ini ia sama-sekali tidak ingin memberi pendapat atau mengambil suatu kesimpulan. Kalau kesimpulan itu sudah ada tentu ia akan terdorong untuk menerus-kan studinya dan amenerus-kan menyiarmenerus-kannya, kendati kecenderungan demikian dari beberapa segi akan menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan. Sungguhpun begitu, menurut hemat saya sudah dapat dipastikan bahwa sebagian mereka yang berpendapat bahwa RasuluUah sallallahu

'alaihi wasallam mewasiatkan kekhalifahan sesudahnya kepada Ali,

(10)

meng-ubah keyakinan Dr. Haekal bahwa hak untuk memilih kepala negara adalah bebas dan tak terikat oleh apa pun. Artinya kedaulatan ada di tangan kaum Muslimin — atau karena keyakinannya, bahwa pertentangan itu sendiri bagi Muslimin jauh lebih banyak ruginya daripada untung-nya, kalaupun yang disebut keuntungan demikian itu ada.

Orang yang mengikuti apa yang sudah menjadi prinsip Dr. Haekal ketika menulis biografi Rasulullah dan kedua khalifahnya yang mula-mula, serta kecenderungannya menempuh metode analisis, akan melihat bahwa dalam buku ini pun ia tidak membedakannya, bahkan ia lebih kuat berpegang pada cara itu dan lebih yakin.

Dalam bab pertama ia membahas gejala-gejala pemilihan khalifah ketiga untuk memikul tanggung jawab pemerintahan, sementara orang belum lagi sadar dari kebingungan atas musibah terbunuhnya Amirul-mukminin Umar bin Khattab. Dalam bab ini, untuk memastikan ia tidak membatasi apa yang terjadi dengan pertemuan keenam orang yang oleh Umar sudah ditentukan pencalonannya untuk khalifah sesudahnya serta bagaimana perdebatan yang timbul di sekitar itu. Bahkan ia juga me-nyinggung soal lahirnya konsep musyawarah oleh Umar dan bagaimana ia masih merasa ragu, membiarkan soal penunjukan khalifah sesudah-nya itu dimusyawarahkan oleh sahabat-sahabat sendiri mengikuti jejak RasuluUah sallallahu 'alaihi wasallam, atau mengikuti jejak Abu Bakr dengan menentukan penggantinya ketika ia mengumpulkan pendapat para sahabat.

Perkembangan yang dialami oleh Kedaulatan Islam sejak masa RasuluUah dan masa Abu Bakr seharusnya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karenanya Umar segera menempuh sistem syura sebagai titik tolak sistem legislasi yang lentur untuk pemilihan khalifah, yang akan berkembang sejalan dengan perkembangan keadaan negara dan pola po-litik yang berlaku. Kelenturan yang menjadi ciri khas sistem ini dapat menjangkau permusyawarahan yang lebih luas, tidak terbatas hanya pada enam orang yang sudah ditentukan oleh Umar itu.

Dengan demikian adanya beberapa aliran yang saling berlawanan itu dapat dipertemukan, suatu hal yang memang sudah menjadi suatu keharusan guna menjamin majelis syura itu dapat melantik orang yang sudah terpilih di antara mereka. Bab ini memberikan gambaran yang hidup mengenai musyawarah-musyawarah itu, sikap orang terhadapnya dan kegelisahan mereka yang ingin mengetahui hasilnya, seolah kita ikut menyaksikan segala peristiwa besar yang terjadi waktu itu.

Ketika sudah ada kesepakatan mengenai pelantikan Usman, Dr. Haekal membahas sosok dan watak Khalifah yang baru ini, dan

(11)

sampai berapa jauh watak itu akan mempengaruhi politik negara pada masanya. Pada setiap zaman kepribadian seorang penguasa memang besar sekali pengaruhnya dalam politik dan administrasi negara. Ke-adilan dan kebijakan Umar yang begitu baik, yang telah disaksikan sendiri kaum Muslimin, sering terpantul dari wataknya itu. Mungkinkah pengaruh Usman dalam mengemudikan negara juga sama dengan Umar? Inilah kelak yang akan terangkap dari sela-sela kebijakannya dan dari bab-bab berikutnya dalam buku ini.

Pada permulaan pemerintahannya Usman telah berusaha sedapat mungkin mengikuti kebijakan Rasulullah dan kedua penggantinya, se-suai dengan janji yang sudah diikrarkannya tatkala dilantik bahwa ia akan meneruskan kebijakan itu. Hal ini tampak jelas dalam politik per-luasan yang terjadi pada masanya. Politik ini merupakan lanjutan dari politik Umar, walaupun pembangkangan dan pemberontakan yang ber-kecamuk di beberapa daerah telah mengharuskan Usman mengerahkan sejumlah pasukan untuk memadamkan dan menumpasnya. Begitu juga ia haras cepat-cepat mempersiapkan armada Muslimin di Syam dan di Mesir untuk memukul mundur pihak penyerang, kendati Umar telah melarang yang demikian, sebab orang Arab tak biasa di laut. Apa yang dilakukan Usman itu, dan yang serupa itu, tidak bertentangan dengan janjinya, tetapi ia dipaksa oleh keadaan. Sekiranya Umar mengalami hal yang sama, niscaya ia pun akan sependapat dengan Usman. Dalam bab tiga buku ini Dr. Haekal menguraikan politik Usman itu dengan segala yang dialaminya dan itu memang mendukungnya.

Sebenarnya tindakan Usman yang berlawanan dengan Umar itu tidak akan menimbulkan gejolak kalau saja ia m'au membatasi pada hal-hal yang sangat dararat saja. Tetapi dia — juga pejabat-pejabatnya — untuk memperluas daerah kedaulatan dan memperbanyak rampasan perang dan hasil pajak — telah menempuh suatu cara yang tidak biasa dilakukan orang. Begitu juga dalam mengangkat dan memberhentikan pejabat-pejabat ia menempuh cara yang tidak disenangi oleh mayoritas umat. Dalam hal ini akan lebih baik jika Usman mempertahankan pe-jabat-pejabat Umar di tempat mereka bertugas pada tahun pertama itu,

sesuai dengan pesan pendahulunya. Selanjutnya ia mengganti mereka dengan pejabat-pejabat lain, yang kebanyakan masih para kerabatnya, untuk menjamin kesetiaan mereka, kendati cara ini samasekali tak pernah dilakukan oleh Umar. Malah Umar menghindari pengangkatan para ke-rabatnya itu untuk menjaga ia tetap bersih.

Sampai pada batas ini ia membah'as biografi Usman bin Affan, ajal datang menjemputnya. Tak sempat lagi ia menyelesaikan studinya yang

(12)

sudah dimulainya dalam Bab 4 mengenai pemerintahan Usman serta bermacam-macam pendapat yang ada pada masanya itu. Saya yakin, sekiranya studi ini sempat diselesaikan, sebab-sebab timbulnya huru-hara dan segala yang menjadi presedennya yang kemudian berakhir dengan pemberontakan dan terbunuhnya Khalifah Usman, akan banyak terungkap.

Profesor Dr. Jamaluddin Sarur, guru besar sejarah Islam di fakultas sastra Universitas Kairo telah meluangkan waktunya untuk menulis bab terakhir yang mengakhiri jalan kehidupan Usman. Dari sini terlihat jelas bahwa perpecahan itu mulai menggerogoti tubuh Muslimin pada akhir masa Usman, dan daerah-daerah lain juga mulai pula menyatakan ketidakpuasannya dengan berbagai cara.

Sungguhpun begitu, sikap solidaritas sahabat-sahabat Rasulullah

sallallahu 'alaihi wasallam tetap teguh, dan solidaritas ini kemudian

menjadi kenyataan tatkala mereka menolak kaum pemberontak itu hendak membaiat salah seorang dari mereka menjadi khalifah — sesuai dengan pesan Rasulullah: "Barang siapa mengaku dirinya atau salah se-orang pemimpin atas se-orang lain ia akan dikutuk Allah. Bunuhlah dia."

Dr. Sarur dengan senang hati juga memeriksa kembali pokok-pokok dalam buku ini dan mencocokkan nas-nas hadis yang terdapat di dalam-nya. Untuk semua itu terima kasih dan penghargaan tak terhingga patut disampaikan kepadanya.

Sekarang saya ingin melepas biografi Zun Nurain Usman bin Affan ini ke tangan pembaca dengan hadis Rasulullah 'alaihis-salam: "Kamu semua adalah gembala dan bertanggung jawab atas yang digembalakan. Istri adalah gembala rumah tangga dan bertanggung jawab atas yang digembalakannya, pembantu rumah adalah gembala atas harta tuannya dan bertanggung jawab atas yang digembalakannya."

Semoga Allah membimbing kita dengan segala yang terbaik; Allah adalah Pelindung dan Penolong terbaik.

Kairo, Januari 1964 Ahmad Haekal

(13)

Daftar Isi

Catatan Penerjemah v Catatan Sekitar Buku Ini viii

1. KISAH TENTANG MAJELIS SYURA DAN

PELANTIKAN USMAN 1 Umar terkena tikam dan penunjukan Majelis Syura — 1; Sikap

Ansar terhadap Majelis Syura — 4; Pertemuan dan perdebatan sengit — 6; Sebab-sebab timbulnya perselisihan — 6; Persaingan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah; sikap orang-orang Arab terhadap kekhalifahan — 9; Abu Sufyan — 11; Memperebut-kan pengaruh— 11; Persaingan Banu Hasyim dan Banu Umay-yah — 13; Hak dan batil — 13; Ali bin Abi Talib — 14; Zubair bin Awwam — 16; Usman bin Affan — 17; Sa'd bin Abi Waqqas — 18; Abdur-Rahman bin Auf— 19; Talhah bin Ubaidillah — 20; Pertimbangan Umar memilih anggota-anggota Majelis Syura — 21; Abbas bersemangat, Ali tenang dan berpandangan jauh — 22; Ambisi untuk kedudukan khalifah — 23; Usaha Abdur-Rahman bin Auf —24

2. USMAN, DULU DAN SEKARANG 33 Perawakannya — 33; Sifat dan perangainya — 33; Tahun lahir

dan sebabnya ia masuk Islam — 35; Cerita Ibn Asakir — 35; Menikah dengan Ruqayyah — 36; Mengapa Usman cepat-cepat hijrah ke Abisinia? — 37; Ruqayyah wafat — 38; Mendapat ju-lukan — 38; Surat-surat Usman kepada para pejabat — 50; Me-neruskan kebijakan pendahulunya — 53; Rumawi dan Persia selalu mengancam — 54

(14)

3. LANGKAH-LANGKAH PEMBEBASAN DI MASA USMAN

Anasir-anasir fitnah di kawasan Kedaulatan — 57; Pembebasan Azerbaijan — 58; Armenia — 61; Persia dan Rumawi di bela-kang pemberontakan Azerbaijan dan Armenia — 62; Perselisihan Kufah dengan Syam sekitar rampasan perang — 65; Orang-orang Rumawi di Iskandariah meminta bantuan Bizantium — 65; Upaya Rumawi merebut kembali kota Iskandariah dan Mesir — 68; Pa-sukan Rumawi mendarat di Iskandariah — 69; Peranan Amr — 70; Haumal, syahid membawa kemenangan — 72; Amr dan Sa'd — 75; Muslimin mempersiapkan armada lautnya—82; Armada yang pertama dalam sejarah Islam — 83; Perang dengan Rumawi di Siprus—.85; Abdullah bin Qais, Laksamana pertama dalam Islam — 86; Kematian Abdullah bin Qais — 87; Pertempuran Laut — 88; Konstantin dibunuh orang-orang Sisilia — 90; Perang Sawarl — 91; Beberapa wilayah Persia memberontak — 91; Irak, Syam dan Mesir stabil — 92; Rumawi tak berhasil kembali ke daerah-daerah jajahannya — 93; Kabilah-kabilah di Basrah dan Kufah — 94; Pelanggaran Khurasan, Jurjan dan Tabaristan — 98; Pembangkangan Istakhr dan Khurasan— 101; Yazdigird berusaha merebut kembali mahkotanya— 101; Kegigihan Yazdigird — 102; Pelarian dan matinya Yazdigird— 105; Hari-hari terakhir Yazdi-gird— 106; Berakhirnya Perlawanan Persia—109; Kalah dan menang serta sebab-sebabnya—110; Jasa terbesar berdirinya Kedaulatan Islam karena kuatnya iman — 112

4. PEMERINTAHAN USMAN

Beberapa gerakan tersembunyi di masa Usman — 114; puasan Banu Hasyim atas kekhalifahan Usman— 114; Ketidak-puasan orang-orang Arab atas dominasi Kuraisy — 115; Perasaan adanya superioritas dan dominasi Arab terhadap yang lain— 116; Perhatian Umar pada pembebasan, bukan pada pengikisan bibit-bibit fitnah dari akarnya—117; Kelonggaran yang diberikan Usman untuk hidup lebih senang— 118; Membangun kembali Masjid Nabawi di Medinah dengan bentuk baru — 121; Usaha penyeragaman dalam bacaan Qur'an— 124; Mushaf Usman — 125; Beberapa reaksi — 127; Kehidupan madani adalah suatu keharusan— 128

5. BERAKHIRNYA USMAN

Tersebarnya fitnah— 130; Kemarahan penduduk Kufah kepada para pejabat— 130; Usman menukar rampasan perang— 131; Abdullah bin Saba' — 131; Abu Zar al-Gifari — 132; Usman

(15)

ber-musyawarah—132; Kedatangan sebuah delegasi ke Medinah dan pembelaan Usman—134; Surat misterius—137; Penge-pungan— 139; Dengan berani Ali tetap membela Usman— 142; Usman dibunuh secara kejam — 143

Transliterasi 145 Indeks

(16)
(17)

Umar terkena tikam dan penunjukan Majelis Syura

K

etika mula-mula Nabi bangkit menyerukan Islam, Semenanjung Arab terbagi-bagi di antara kabilah-kabilah yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, dengan tingkat perkotaan dan pedalaman yang berbeda-beda, dengan penduduk yang selalu dalam konflik dan perten-tangan teras-menerus. Sebagian besar daerah itu berada di bawah ke-kuasaan Persia atau pengaruh Rumawi. Sesudah Rasulullah berpulang ke rahmatullah — setelah dua puluh tiga tahun kerasulannya — pengaruh Persia dan Rumawi di Semenanjung sudah menyusut. Kabilah-kabilah Arab berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Kemudian Abu Bakr terpilih sebagai pengganti dan ia memerangi orang-orang Arab yang murtad dari Islam sampai mereka kembali kepada Islam. Setelah itu kesatuan agama dan politik di Semenanjung kembali lagi tertib. Ketika itulah Abu Bakr mulai merintis berdirinya Kedaulatan Is-lam dengan menyerbu Irak dan Syam;1 tetapi ajal tak dapat ditunda

untuk menyelesaikan rencana yang sudah dimulainya itu.

Setelah itu Abu Bakr digantikan oleh Umar dan ia meneruskan kebijakan Abu Bakr. Pasukan Muslimin di Semenanjung itu menerobos ke kawasan kedua imperium Persia dan Rumawi. Imperium Persia dapat ditumpas dan daerah terpenting kekuasaan Rumawi telah pula berhasil dibebaskan.

Kedaulatan Islam di masa Umar membentang luas ke Tiongkok di timur sampai ke seberang Barqah (Cyrenaica) di barat, dari Laut Kaspia di utara sampai ke Nubia di selatan, yang mencakup juga Persia, Irak, 1 Tindakan ini untuk membebaskan Irak dari penjajahan Persia dan Syam dari penjajahan

Rumawi. — Pnj.

1

eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. nurulkariem@yahoo.com

MR. Collection's

(18)

USMAN BIN AFFAN

Syam dan Mesir. Dengan demikian kedaulatan Arab itu telah merangkul bangsa-bangsa dengan segala unsur budayanya yang sangat beragam, karena setiap golongan, dari segi bahasa, ras, keyakinan, peradaban, lingkungan sosial dan ekonominya satu sama lain tidak sama. Tetapi begitu Islam tersebar ke tengah-tengah mereka, agama baru ini telah menjadi perekat yang mempersatukan mereka. Juga kabilah-kabilah Arab itu telah berhasil dalam mewarnai negeri-negeri yang dibebaskan itu dengan warna Arab.

Berdirinya Kedaulatan Islam di masa Umar itu selesai dengan ter-bunuhnya Umar. Di masa hidupnya ada dua orang Persia berkompiot dan seorang lagi dari Nasrani Hirah. Kedua orang Persia itu adalah Hormuzan, dan seorang lagi Abu Lu'lu'ah budak Mugirah, sedang yang dari Hirah orang Nasrani bernama Jufainah. Hormuzan adalah salah seorang dari angkatan bersenjata Persia yang ikut dalam perang besar Kadisiah yang mengalami kekalahan. Kemudian ia lari ke Ahwaz dan dari sana ia menyerang angkatan bersenjata Muslimin di Irak-Arab yang masih berdekatan.

Sementara dalam keadaan demikian Umar memerintahkan pasukan-nya menyebar di wilayah Persia, dan pasukan Muslimin berhasil menge-pung Hormuzan di Tustar dan ia dibawa ke Medinah sebagai tawanan. Di sinilah terjadi dialog dia dengan Umar, yang kemudian pemimpin Per-sia itu yakin bahwa tak mungkin ia selamat kecuali jika masuk Islam. Sesudah menjadi Muslim oleh Umar ia ditempatkan di Medinah dengan mendapat tunjangan dua ribu dinar setahun.

Adapun Fairuz (Abu Lu'lu'ah), orang Persia yang berperang me-lawan Muslimin dalam perang Nahawand, kemudian tertawan dan men-jadi milik Mugirah bin Syu'bah. Pekerjaannya sebagai pemahat, tukang kayu dan pandai besi. Barangkali mata pisau yang digunakan untuk membunuh Umar dari hasil pekerjaannya sendiri. Mengingat pekerjaan-nya dalam pasukan Persia maka ia dipilih oleh komplotan itu untuk me-laksanakan rencana tersebut.

Jufainah adalah seorang Nasrani dari Hirah, istrinya ibu susuan Sa'd bin Abi Waqqas. Ia dibawa ke Medinah karena adanya pertalian susuan tadi.1 Oleh karena itu Sa'd marah sekali ketika ia dibunuh oleh

Ubaidillah bin Umar sesudah ayahnya terbunuh. Antara keduanya hampir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.2

1 At-Tabari, 3/33 (al-Maktabah at-Tijariyah, 1939). 2 Lebih lanjut lihat Umar bin Khattab, hal. 797-798. — Pnj.

(19)

Tanda-tanda adanya komplotan semacam ini meraang sudah ada, yang kemudian diperkuat oleh beberapa peristiwa. Tanda-tanda itu ialah bahwa beberapa kawasan yang sudah dibebaskan oleh Muslimin di masa Umar ada yang tidak senang dengan kejadian tersebut, dan karenanya ada penduduk yang marah. Indikasi itu lebih jelas lagi se-telah orang-orang yang berkomplot terhadap Umar dan kemudian mem-bunuhnya itu berada di bawah perlindungannya di Medinah. Pemimpin mereka adalah Hormuzan, orang yang disenangi oleh Umar dan men-dapat simpatinya, sehingga kadang ia dimintai penmen-dapatnya; dan keber-adaannya di Medinah disamakan dengan masyarakatnya sendiri. Kalau mereka saja kini sudah berkomplot terhadap Umar, apalagi orang Persia yang tinggal di tanah air mereka sendiri. Mereka diperintah oleh Arab, hati mereka bergolak, mereka berontak, kendati masih terpendam, karena kuatnya kekuasaan asing yang menguasai negeri itu.

Setelah Umar terbunuh, di negeri Arab sendiri timbul suatu gejala, yang agaknya tak akan terjadi kalau tidak karena berdirinya kedaulatan Islam. Sejak Umar ditikam oleh Abu Lu'lu'ah kaum Muslimin dicekam oleh rasa ketakutan, khawatir akan nasib mereka sendiri kelak. Terpikir oleh mereka siapa yang akan menggantikannya jika dengan takdir Allah dia meninggal. Beberapa orang ada yang membicarakan masalah ini ke-pada Umar. Mereka meminta Umar mencalonkan pengganti.

Pada mulanya Umar masih ragu, dan ia berkata: "Kalaupun saya menunjuk seorang pengganti, karena dulu orang yang lebih baik dari saya juga menunjuk pengganti, atau kalaupun saya biarkan, karena dulu orang yang lebih baik dari saya juga membiarkan." Tetapi sesudah dipikirkan matang-matang, bahwa kalau dibiarkan begitu saja ia khawatir keadaan akan menjadi kacau. Dalam berperang dengan Persia dan Rumawi semua orang Arab sudah ikut serta sehingga setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum Muhajirin dan Ansar, berhak memilih khalifah. Malah di antara mereka ada yang mengaku berhak mencalonkan pemimpinnya sebagai khalifah. Jika Umar tidak memberikan pendapat, pengakuan se-perti itu akan sangat membahayakan kedaulatan yang baru tumbuh itu.

Karenanya, ia membentuk Majelis Syura yang terdiri dari enam orang dengan tugas memilih di antara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keenam orang itu Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'd bin Abi Waqqas. Setelah menyebutkan nama-nama mereka ia berkata: "Tak ada orang yang lebih berhak dalam hal ini daripada mereka itu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam wafat sudah merasa puas ter-hadap mereka. Siapa pun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya."

(20)

Sikap Ansar terhadap Majelis Syura

Pilihan Umar atas keenam tokoh itu luar biasa. Tak seorang pun di antara mereka terdapat orang Ansar dari Medinah atau dari kabilah-kabilah Arab yang lain. Semua mereka dari kaum Muhajirin dan dari Kuraisy. Sungguhpun begitu, dari pihak Ansar atau orang-orang Arab yang berdatangan ke Medinah sepulang menunaikan ibadah haji, tak seorang pun ada yang marah, memprotes pilihan Umar itu. Keadaan mereka tetap demikian sesudah Umar terbunuh, sampai khalifah peng-gantinya dibaiat. Rasa puas pihak Ansar dan orang-orang Arab yang lain dengan pilihan Umar atas keenam orang itu mengingatkan kita pada peristiwa Saqifah Banu Sa'idah setelah Nabi wafat dan jasadnya masih di rumah belum dikebumikan. Setelah Rasulullah, kaum Ansar-lah yang ingin memegang pimpinan. Mereka yang paling moderat ber-kata: "Dari pihak kami seorang amir dan dari pihak Kuraisy seorang

amir." Setelah Abu Bakr, Umar dan Abu Ubaidah pun datang ke

Saqifah, mereka berdiskusi dengan Ansar mengenai tuntutan mereka itu. Abu Bakr antara lain mengatakan: "Kami kaum Muhajirin dan kalian kaum Ansar, kita bersaudara dalam agama dan sama-sama dalam pembagian rampasan perang serta pembela-pembela kami dalam meng-hadapi musuh. Apa yang kalian katakan bahwa segala yang baik ada pada kalian, itu sudah pada tempatnya. Kalianlah di seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal ini kabilah-kabilah Arab itu hanya mengenal lingkungan Kuraisy. Jadi, dari pihak kami para amir dan pihak kalian para wazir."1

Sejak diucapkan oleh Abu Bakr, kata-kata ini telah menjadi kon-stitusi dan undang-undang'kekhalifahan bagi kaum Muslimin selama berabad-abad. Oleh karena itu, tak ada pihak yang menentang perganti-an Abu Bakr kepada Umar. Juga tak ada yperganti-ang menentperganti-ang pilihperganti-an Umar membentuk Majelis Syura dalam lingkungan Kuraisy. Malah dengan menyerahkan kepada keenam orang itu untuk memilih seorang khalifah di antara mereka, pihak Ansar dan semua orang Arab merasa puas.

Mengapa Umar menyerahkan pemilihan khalifah kepada Majelis Syura tanpa menunjuk nama tertentu dari keenam orang yang diangkat-nya itu dengan mengambil teladan dari Abu Bakr saat menunjukdiangkat-nya sebagai penggantinya?

1 Wuzara' jamak wazir 'yang memberi dukungan' (N), yakni 'para menteri. 'Umara'

jamak amir, harfiah 'yang memerintah, pemimpin, pangeran', dapat diartikan juga kepala negara. — Pnj.

(21)

Ada beberapa sumber menyebutkan bahwa Sa'id bin Zaid bin Amr berkata kepada Umar: "Kalau Anda menunjuk seseorang dari kalangan Muslimin, orang sudah percaya kepada Anda," — dijawab oleh Umar: "Saya sudah melihat sahabat-sahabat saya mempunyai ambisi yang buruk!" Jawaban ini menunjukkan bahwa dia khawatir, kalau dia menunjuk nama tertentu, hal ini akan mendorong ambisi yang lain untuk bersaing. Jika terjadi demikian maka tak akan ada kesepakatan di kalangan Muslimin, malah akan timbul pertentangan dengan akibat yang tidak diharapkan.

Ada yang berpendapat bahwa Umar memang tidak melihat dari keenam mereka itu yang seorang lebih baik dari yang lain. la tidak ingin menanggung dosa musyawarah yang tidak benar-benar memuas-kan hatinya di hadapan Tuhan. Ataukah ketika terkena tikam itu ia khawatir akan cepat menemui ajalnya sebelum kaum Muslimin men-capai kesepakatan memilih salah seorang dari mereka lalu penyelesai-annya diserahkan kepada Majelis Syura karena sudah tak ada waktu lagi buat dia menyelesaikan? Semua ini adalah soal yang tidak mudah bagi seorang sejarawan untuk menentukan pilihannya, sekalipun harus juga ditambahkan apa yang dikutip orang tentang Umar yang

mengata-kan: "Sekiranya Abu Ubaidah masih hidup, tentu akan saya tunjuk dia sebagai pengganti saya, dan kalau saya ditanya oleh Tuhan akan saya jawab: Aku mendengar Nabi-Mu berkata bahwa dia 'kepercayaan umat.' Sekiranya Salim bekas budak Abu Huzaifah masih hidup akan saya tunjuk dia sebagai pengganti saya, dan kalau saya ditanya oleh Tuhan akan saya katakan: Kudengar Nabi-Mu berkata bahwa Salim sangat mencintai Allah Ta'ala." Adakah ungkapan itu berarti bahwa dia lebih mengutamakan Abu Ubaidah dan Salim daripada keenam orang anggota Majelis Syura itu, dan bahwa keenam orang itu baginya semua sama...?

Tetapi kita masih mendapatkan penafsiran lain atas sikap Umar itu, yakni ia tidak ingin memikulkan tanggung jawab kekhalifahan itu ke atas pundak keenam orang tersebut, yang sudah dialaminya sendiri begitu berat dan sangat melelahkan. Ada sumber yang menyebutkan bahwa begitu sadar akibat penikaman itu ia berkata kepada Rahman bin Auf: "Saya akan mempercayakan kepada Anda." Abdur-Rahman menjawab: "Amirulmukminin, kalau saran Anda ditujukan ke-pada saya, akan saya terima." Lalu ia ditanya oleh Umar: "Apa maksud Anda?"

"Amirulmukminin, demi Allah, benarkah Anda menyarankan itu ditujukan kepada saya?" tanya Abdur-Rahman lagi.

(22)

"Sebenarnya tidak," jawab Umar.

Sesudah konsultasi itu Abdur-Rahman berkata: "Saya memang tidak ingin memasuki soal ini samasekali."

"Anggaplah saya diam," kata Umar, "sebelum saya percayakan kepada orang-orang yang ketika Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam wafat merasa senang terhadap mereka."

Apa pun yang mendorong Umar tidak mau menunjuk pengganti dan ia membentuk Majelis Syura untuk memilih khalifah di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang menunjukkan bahwa pendapatnya itu benar.

Pertemuan dan perdebatan sengit

Anggota-anggota Majelis Syura itu sudah mengadakan pertemuan begitu mereka ditunjuk, tetapi ternyata mereka masih saling berbeda pendapat. Abdullah bin Umar berkata kepada mereka: "Kalian akan mengangkat seorang pemimpin sementara Amirulmukminin masih hidup?" Kata-kata itu didengar oleh Umar, maka ia segera memanggil mereka: "Berilah waktu," kata Umar. "Kalau terjadi sesuatu terhadap diri saya, biarlah Suhaib1 yang mengimami salat kalian selama tiga malam ini.

Setelah itu bersepakatlah kalian: barang siapa di antara kalian ada yang mengangkat diri sebagai pemimpin tanpa kesepakatan kaum Muslimin, penggallah lehernya." Selanjutnya ia memanggil Abu Talhah al-Ansari — dari kalangan Ansar — orang yang terbilang pemberani yang tak banyak jumlahnya, lalu katanya: "Abu Talhah, bergabunglah Anda dengan lima puluh orang Ansar rekan-rekan Anda itu bersama beberapa orang anggota Majelis Syura. Saya rasa mereka akan bertemu di rumah salah seorang dari mereka. Berjaga-jagalah di pintu bersama teman-temanmu itu. Jangan biarkan dari mereka ada yang masuk, juga mereka jangan dibiarkan berlarut-larut sampai tiga hari belum ada yang

ter-pilih. Andalah yang menjadi wakil saya pada mereka!"

Sebab-sebab timbulnya perselisihan

Tatkala Umar wafat tiba saatnya Majelis Syura sudah akan ber-sidang untuk memilih seorang khalifah di antara mereka. Sesudah berkumpul mereka meminta Abu Talhah al-Ansari menjaga mereka, dan mereka tidak ingin dijaga oleh Mugirah bin Syu'bah dan Amr bin As.

1 Suhaib adalah seorang budak asal Rumawi yang oleh Rasulullah ditebus dengan

(23)

Malah oleh Sa'd bin Abi Waqqas mereka dilempari kerikil dan disuruh pergi sambil mengatakan: "Kalian akan mengaku: 'Kami telah ikut hadir dan termasuk anggota Majelis Syura!"'

Begitu musyawarah sudah dimulai, terjadi perdebatan sengit di antara mereka, dan ada yang dengan suara keras demikian rupa, se-hingga terkesan oleh Abu Talhah al-Ansari bahwa perselisihan mereka sudah makin memuncak. la masuk dan berkata: "Saya lebih ngeri melihat kalian saling dorong daripada saling bersaing. Saya tidak akan memperpanjang lebih dari tiga hari yang sudah diperintahkan kepada kalian. Setelah itu saya akan tinggal di rumah dan akan melihat apa yang kalian kerjakan!"

Bagaimana mereka sampai berselisih begitu sengit padahal mereka sahabat-sahabat besar Rasulullah dan dari kalangan Muslimin yang sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya begitu baik?

Kita sudah pernah menyaksikan perselisihan sengit antara kaum Muhajirin dan Ansar di Saqifah Banu Sa'idah dan kaum Ansar pun segera mengakui hak Kuraisy untuk memangku kekhalifahan. Ketika Abu Bakr duduk di antara Umar dengan Abu Ubaidah, ia memegang tangan keduanya dan berkata kepada orang-orang di sekitarnya: "Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, baiatlah siapa di antara keduanya yang kalian kehendaki." Mendengar ucapan itu Umar berkata: "Abu Bakr, bentangkan tangan Anda!" Abu Bakr membentangkan tangannya lalu dibaiat oleh Umar, dibaiat oleh Abu Ubaidah dan yang hadir juga semua membaiatnya, selain Sa'd bin Ubadah pemuka Ansar. Dengan demikian Abu Bakr telah menjadi pengganti Rasulullah dalam pemerintahan Is-lam. Sampai ajal tiba ia tidak menemui kesulitan yang berarti untuk memperoleh kesepakatan Muslimin dengan pergantian Umar.

Bukankah kedudukan Majelis Syura dalam kedua peristiwa ini me-rupakan contoh yang akan melepaskan mereka dari perselisihan dan mengajak bersepakat atas orang yang akan dibaiat oleh Muslimin men-jadi khalifah?

Sebenarnya situasi yang dialami Majelis Syura berbeda sekali de-ngan situasi yang dialami oleh Muhajirin dan Ansar di Saqifah, dan yang dialami oleh Muslimin ketika Abu Bakr menunjuk Umar menjadi penggantinya. Ketika Rasulullah wafat persatuan di Semenanjung Arab belum lagi terpadu. Berita-berita mereka yang mendakwakan diri nabi dari Banu Asad, Banu Hanifah, begitu juga di Yaman sudah meluas dan sudah diketahui oleh pihak Muhajirin dan Ansar. Kekhawatiran bahwa kabilah-kabilah itu akan memberontak terhadap agama baru ini dan ter-hadap kekuasaan Medinah sangat mengganggu pikiran.

(24)

Semua ini jelas sekali pengaruhnya dalam mempersatukan mereka yang sedang berkumpul di Saqifah. Mereka lebih cepat lagi melangkah mempersatukan diri mengingat Rasulullah sudah memerintahkan Usamah bin Zaid memimpin sebuah pasukan untuk menghadapi Rumawi. Lebih-lebih mereka memahami situasi genting itu serta beratnya tanggung jawab yang mesti dipikul oleh orang yang harus menggantikan Rasulullah. Waktu itu, baik Muhajirin maupun Ansar belum mengenal adanya daya tarik rampasan perang yang melimpah di Medinah dan yang akan mem-buat mereka melihat kekhalifahan itu sebagai hal yang menguntungkan. Oleh karenanya perdebatan mereka berkisar sekitar agama dan pem-belaannya dan siapa yang harus menggantikan Rasulullah.

Di luar itu, yang berhubungan dengan pemerintahan dan kekuasa-annya hanya sepintas lalu saja terlintas dalam pikiran mereka. Pada mulanya pihak Ansar hanya berpegang pada hak mereka sendiri dalam kekhalifahan atau bersama-sama karena Medinah adalah kota mereka dan kaum Muhajirin pendatang baru di tempat itu. Jadi merekalah yang paling berhak memegang dan mengurus kepentingan umat. Sesudah dalam diskusi Saqifah itu tampak bahwa soalnya bukan lagi soal Me-dinah saja melainkan sudah soal agama yang baru tumbuh ini, barulah mereka mengakui hak Muhajirin dalam kekhalifahan, mengingat mereka adalah pelopor-pelopor yang pertama dalam agama dan dalam per-sahabatan mereka dengan Rasulullah.

Ketika Abu Bakr menunjuk Umar sebagai penggantinya, dalam menghadapi Persia dan Rumawi pasukan Muslimin di Irak dan di Syam dalam posisi bertahan. Tak ada yang tahu bagaimana takdir kelak menentukan. Malah pihak Muslimin masih berat hati akan berangkat ke Irak membantu Musanna bin Harisah. Sampai selama tiga hari itu tak ada orang yang memenuhi seruan Umar, sebab mereka masih takut menghadapi Persia dan kehebatannya. Memikul tanggung jawab dalam situasi yang begitu genting bukan hal yang layak diperselisihkan, satu sama lain ingin memonopoli. Perhitungan Abu Bakr melihat situasi yang begitu genting, itulah yang membuatnya menunjuk Umar, sebab di antara sahabat-sahabatnya, dialah yang benar-benar tangguh dan paling mampu mengikuti suatu politik yang harus sukses dengan ketangguhan dan keteguhan hati, seperti yang ada pada Umar. Umat Muslimin dapat menerima kekhalifahan Umar kendati mereka sudah tahu wataknya yang begitu keras dan tegar, dan dalam hal ini tak ada orang yang mau menyainginya. Cemas sekali mereka melihat perang Persia dan Rumawi itu, mereka diliputi rasa khawatir jika pasukan Muslimin kalah dengan segala akibat yang timbul karenanya.

(25)

Sesudah kemudian Umar memegang pimpinan temyata sukses meng-adakan penyebaran dan pembebasan serta berhasil membangun sebuah kedaulatan Islam dengan Medinah sebagai ibu kota yang disegani dunia. Di sisi itu, juga sebagai negeri Arab dengan kedaulatannya yang besar dan menjadi pusat perhatian semua bangsa dari segenap penjuru. Karena harta kekayaan yang melimpah berdatangan dari segenap penjuru ke-daulatannya itu, Umar sudah tidak tahu lagi jumlah harta itu harus dengan dihitungkah atau dengan ditimbang? Keadaan sudah berubah dari yang semula. Bukan hal yang mengherankan jika anggota-anggota Majelis Syura kemudian terlibat ke dalam perselisihan yang makin memuncak, masing-masing menginginkan pihaknya yang memegang kekhalifahan.

Di samping itu ada faktor lain yang memicu perselisihan, yang dampaknya kemudian begitu kuat dalam kehidupan negara, yaitu per-saingan keras antara kabilah-kabilah Kuraisy sendiri dengan pengaruh jahiliah yang begitu jelas. Setelah Nabi diutus dan menyerukan

persama-an, kebenaran dan keadilpersama-an, lepas dari segala hawa nafsu, persaingan demikian ini di masa Rasulullah sudah tak terlihat lagi. Kemudian setelah Rasulullah wafat mulai timbul lagi, tetapi masih malu-malu. Sesudah kekhalifahan Abu Bakr dan Umar berlalu dan melihat Arab lebih unggul dari Persia dan Rumawi, fanatisme kekabilahan mulai timbul lagi. Orang mulai mengingat-ingat kembali persaingan dahulu antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah, begitu juga dengan yang Iain-lain di Mekah. Semua mereka terdorong untuk saling berseteru dan bermusuhan.

Persaingan antara Banu Hasyim' dengan Banu Umayyah; sikap orang-orang Arab terhadap kekhalifahan

Persaingan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah itu sudah berjalan lebih dari seratus tahun sebelum Nabi lahir. Jabatan-jabatan di Rumah Suci semua bertumpu di tangan Qusai bin Kilab. Pada paruh pertama abad kelima Masehi penduduk Mekah sudah mengakui ke-pemimpinannya atas mereka. Ada tiga anak laki-laki Qusai, yakni Abdud-Dar, Abdu-Manaf dan Abdul-Uzza. Sesudah Qusai berusia lanjut dan sudah tidak kuat memikul tugas itu, semua urusan yang menyangkut pimpinan Mekah dan jabatan-jabatan di Rumah Suci diserahkan kepada anak sulungnya, Abdud-Dar. Sementara Banu (keluarga besar) Abdu-Manaf di tengah-tengah masyarakatnya itu paling terpandang dan punya kedudukan paling penting. Anak-anak mereka adalah Abdu-Syams, Naufal, Hasyim dan Muttalib. Kekuatan ini telah menggoda kesepakatan mereka untuk merebut segala yang ada di tangan sepupu-sepupunya itu.

(26)

Sekarang Kuraisy terbagi menjadi dua persekutuan: Persekutuan

al-Mutayyabun yang mendukung Banu Abdu-Manaf, dan Persekutuan al-Ahlaf yang mendukung Banu Abdud-Dar. Kemudian mereka

meng-adakan kesepakatan bersama dalam soal logistik: Banu Abdu-Manaf mendapat bagian siqayah dan rifadah,1 sedang bagian Banu Abdud-Dar

adalah hijabah, liwa' dan nadwah.2 Hasyim adalah saudara yang tertua

dan dia yang memegang urusan siqayah dan rifadah. Sesudah ia ber-usia lanjut, terbayang oleh kemenakannya, Umayyah bin Abdu-Syams, bahwa dia mampu menyainginya untuk memberi makan Kuraisy di musim ziarah seperti yang dilakukan oleh Hasyim. Tetapi ternyata kemudian ia tidak mampu, dan karenanya ia dikutuk orang. Ia pergi ke Syam dan tinggal di sana selama 10 tahun. Al-Maqrizi berkata: "Inilah permusuhan pertama antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah."3

Permusuhan ini berlanjut terus turun-temurun. Orang Arab sangat menghormati persuakaan. Jika seorang orang Arab sudah memberi suaka kepada seseorang, maka orang itu berada di bawah perlindungannya, aman dari segala serangan pihak lain. Di kalangan mereka adat ini sangat dihormati. Sungguhpun begitu, Harb bin Umayyah pernah meng-ganggu Abdul-Muttalib bin Hasyim — kakek Nabi — karena orang Ya-hudi berada di bawah suaka Abdul-Muttalib. Harb bin Umayyah masih juga terus mengganggunya sampai akhirnya Yahudi itu dibunuhnya dan hartanya diambil.

Persaingan antara Banu Umayyah dengan Banu Hasyim ini tetap berlanjut. Sesudah Nabi diutus, Banu Umayyah menjadi golongan yang paling keras memusuhinya. Persaingan mereka terhadap Banu Hasyim itu merupakan pendorong terbesar dalam hal ini.

Abu Sufyan bin Harb, Akhnas bin Syariq dan Abu al-Hakam bin Hisyam mengintai Rasulullah selama tiga malam. Mereka mendengar dari balik tabir Rasulullah sedang membaca Qur'an. Akhnas pergi me-ngunjungi Abu Jahl di rumahnya dan menanyakan:

"Abu al-Hakam, bagaimana pendapat Anda tentang yang kita dengar dari Muhammad?"

1 Siqayah, persediaan air, dan rifadah persediaan makanan untuk para peziarah di

Ka'bah.

2 Masing-masing berarti: 'juru kunci,' 'pemegang panji (komandan)' dan 'pimpinan

rapat setiap tahun musim.' — Pnj.

3 Lihat al-Maqrizi, an-Niza' wat-Takhasum baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim, h.

(27)

"Yang saya dengar?!" jawab Abu Jahl. "Kami sudah saling mem-perebutkan kehormatan dengan Banu Abdu-Manaf. Mereka memberi makan, kami pun memberi makan, mereka menanggung, kami pun be-gitu, mereka memberi, kami juga memberi, sehingga kami dapat sejajar dan sama tangkas dalam perlombaan itu dan kami seperti dua ekor kuda pacuan." Tetapi tiba-tiba kata mereka: "Di kalangan kami ada seorang nabi yang menerima wahyu dari langit. Kapan kita akan meng-alami yang semacam itu? Tidak! Kami samasekali tidak akan beriman kepadanya dan tidak akan mempercayainya!"

Abu Sufyan

Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah adalah pemuka mereka yang memusuhi Muhammad. Sejak Muhammad masih di Mekah sampai kemu-dian hijrah ke Medinah ia tetap selalu memusuhinya. Cukup kita ingat bahwa dialah yang memimpin Kuraisy dalam Perang Uhud. Setelah Kuraisy mendapat kemenangan dia yang berteriak: "Hari ini sebagai pembalasan Perang Badr. Sampai jumpa lagi tahun depan!" Dia juga lagi yang memimpin Ahzab dalam Perang Khandaq. Sebelum Uhud dan sesudah Khandaq dia yang menghasut orang untuk memusuhi Muhammad dan berusaha membunuhnya. Sesudah Nabi berangkat hendak mem-bebaskan Mekah dan Abu Sufyan juga keluar dan melihat bahwa tak mungkin pihak Mekah dapat melawan Muslimin, dia meminta perlin-dungan kepada Abbas bin Abdul-Muttalib, dan sesudah Abbas memberi perlindungan dibawanya ia kepada kemenakannya itu. Ketika itu Ra-sulullah menanya kepada Abu Sufyan: "Belum waktunyakah Anda me-ngetahui bahwa saya Rasulullah?" Abu Sufyan menjawab: "Demi ibu-bapaku! Sungguh bijaksana Anda, sungguh pemurah. Tetapi mengenai soal ini, masih ada sesuatu dalam hati saya."1

Sesudah jawaban itu ia melihat bahwa ia akan mati kalau tidak masuk Islam. Karenanya ia masuk Islam untuk menyelamatkan diri dari maut, bukan karena beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesudah pembebasan itu penduduk Mekah semua menerima Islam, termasuk Banu Umayyah, yang jumlah kabilah dan anggotanya terbanyak.

Memperebutkan pengaruh

Setelah Abu Sufyan dan Banu Umayyah masuk Islam fanatisme kesukuan masih tetap merasuk dalam hatinya walaupun untuk meng-ungkap isi hatinya itu kekuatan Rasulullah dan kekuatan Islam sudah 1 At-Tabari, Tarikh, 2/221 (cetakan at-Tijariyah, 1939).

(28)

USMAN BIN AFFAN

membuatnya lumpuh. Setelah Rasulullah wafat dan Abu Bakr dibaiat, ia menggunakan kesempatan untuk menyebarkan bibit-bibit fitnah. Di-sebutkan bahwa setelah ada kesepakatan bersama mengenai pelantikan Abu Bakr ia datang dan mengatakan: "Sungguh, hanya darah yang akan dapat memadamkan sampah ini." Kemudian ia memanggil-manggil Keluarga Abdu-Manaf, mengapa mesti Abu Bakr yang memerintah kamu... Mana kedua orang yang ditindas itu, mana orang yang dihina, Ali dan Abbas...?"

Tak seorang pun akan sudi di bawah kezaliman Yang terus-menerus disengajakan

Hanyalah yang dihina menjadi pasak kampung halaman.

Sumber-sumber yang mengutip cerita ini sependapat, bahwa Ali menolak ajakan Abu Sufyan itu, dan ia berkata kepadanya: Anda me-mang mau membuat fitnah dengan cara itu. Anda selalu mau membawa Islam ke dalam malapetaka. Dan katanya lagi: "Anda selalu memusuhi Islam dan pemeluknya, tetapi Anda tak akan berhasil. Saya berpendapat Abu Bakr memang pantas untuk itu."

Mengenai sikap Abu Sufyan terhadap kaum Muslimin sesudah pelantikan Abu Bakr, sumber-sumber itu masih saling berbeda. Ada yang berpendapat bahwa dia menjadi seorang Muslim yang baik, dan dia yang mengerahkan Muslimin di Syam untuk menghadapi Rumawi. Cerita ini diperkuat karena kedua anaknya, Yazid dan Mu'awiyah, yang memimpin pasukan di Syam itu. Setelah Yazid meninggal, pimpinan Syam oleh Umar bin Khattab diserahkan kepada Mu'awiyah. Yang lain berpendapat bahwa Abu Sufyan berbeda kulit dari isi, dan bahwa dia merupakan tempat perlindungan kaum munafik. Kalau dia melihat pihak Rumawi muncul ia berkata: Ya Banu al-asfar!1 Kalau mereka dipergoki

kaum Muslimin ia membaca sajak Nu'man bin Imru'ul Qais bin Aus — salah seorang raja Hirah:

Banu al-asfar, raja-raja, para raja Rumawi

Tiada lagi mereka yang dapat diingat

Setelah Allah memberikan kemenangan kepada Muslimin dan Zubair bin Awwam diajak bicara tentang Abu Sufyan ia berkata: Terkutuk orang itu. Yang datang hanya orang munafik? Bukankah kita lebih baik dari bangsa Banu al-asfar?

1 Sebutan untuk orang-orang Rumawi di Asia Kecil, Konstantinopel dan sekitarnya,

(29)

Jelas, sumber terakhir ini dibuat-buat kemudian oleh pendukung-pendukung Banu Abbas. Sangat tidak wajar Abu Sufyan akan lebih ber-sikap fanatik terhadap pihak Rumawi daripada terhadap golongannya sendiri sementara anak-anaknya memimpin pasukan berperang melawan Rumawi. Juga sumber yang dikatakan dari Hasan bahwa Abu Sufyan menemui Usman bin Affan sesudah ia menjadi Khalifah dengan me-ngatakan: "Sekarang sudah menjadi giliran Anda sesudah Banu Taim dan Banu Adi. Gulirkanlah bola itu dan jadikanlah Banu Umayyah tali busumya. Dijawab oleh Usman dengan suara keras: "Pergilah kau dari sini!"

Persaingan Banu Hasyim dan Banu Umayyah

Tetapi kalaupun kita dapat menerima bahwa sumber pertama itu palsu karena berlawanan dengan logika peristiwa, namun kita tak dapat menerima kepalsuan sumber yang kedua karena memang, Abu Sufyan orang yang sangat fanatik terhadap golongannya, Banu Umayyah.

Sungguhpun begitu persaingan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah ini tidak merintangi segolongan kerabat dekat Rasulullah untuk menyatakan permusuhan secara terbuka, sebab dia mengecam agama mereka dan mencela segala yang disembah nenek moyang mereka. Abu Lahab, pamannya, dan istrinya tukang fitnah1 selalu mengganggu Nabi

melebihi Banu Umayyah dan orang-orang Kuraisy lainnya. Pamannya Abu Talib, kendati ia tetap bertahan dengan agamanya, ia melindungi Nabi dengan segala kedudukan dan kemampuannya itu di Mekah. Sebaliknya pamannya Hamzah, ia masuk Islam karena solider kepada kemenakannya itu ketika dilihatnya Abu Jahl memaki dan mengganggu Muhammad, sementara pamannya Abbas baru masuk Islam setelah pasukan Muslimin berangkat akan membebaskan Mekah.

Hak dan batil

Tidak heran jika paman-paman Rasulullah bersikap demikian ke-padanya. Kekuasaan dan pengaruh kepercayaan itu memang besar sekali dalam hati orang. Sebagian besar orang tidak mau memperdebatkan apa yang sudah diwarisinya dari nenek moyangnya untuk mengetahui mana yang hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang tidak. Dan yang sebagian kecil adalah mereka yang dengan hati nurani sudah

1 Harfiah, 'pembawa kayu bakar,' arti kiasan dalam Qur'an, yakni sering membawa

kayu-kayu berduri yang diikat lalu diletakkan di jalan yang biasa dilalui Nabi; atau tukang memanas-manasi hati orang untuk memusuhi Nabi. — Pnj.

(30)

USMAN BIN AFFAN

mendapat cahaya ilahi, mereka yang oleh Allah sudah diberi hidayah, diberi petunjuk kepada kebenaran dengan bukti yang nyata. Mereka tidak akan bersikap fanatik terhadap kebatilan bilamana kebenaran itu sudah jelas dan sudah menerangi cita-citanya dengan cahaya-Nya. Mereka ini tidak akan terpengaruh oleh fanatisme pada suatu kabilah, ras atau kepercayaan untuk menerima kebenaran yang telah disampai-kan kepada mereka. Kalau mereka yakin, mereka adisampai-kan mempercayainya dan akan menjadi orang-orang beriman dan akan menjadi penganjurnya yang tangguh.

Itulah yang telah terjadi dengan Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Sa'd bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Tak seorang pun dari sahabat-sahabat itu yang termasuk Banu Hasyim. Usman dari Banu Umayyah, yakni Usman bin Affan bin Abi al-As bin Umayyah bin Abdu-Syams. Abu Bakr laki-laki pertama yang masuk Islam ketika diajak oleh Rasulullah setelah diutus membawa risalah Islam. Secara terbuka dakwah kebenaran itu disampaikan oleh Abu Bakr kepada sahabat-sahabatnya, lalu diikuti oleh kelima orang itu, dengan dipelopori oleh Usman. Mereka masuk ke dalam agama Allah serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kelima orang itulah yang mula-mula masuk Islam dan berpegang teguh, dan demi agama itu pula mereka berjuang mati-matian. Rasulullah wafat pun sudah merasa lega terhadap mereka. Mereka itulah yang didudukkan dalam Majelis Syura oleh Umar bin Khattab, termasuk Ali bin Abi Talib, sepupu dan me-nantu Rasulullah dari pernikahannya dengan putrinya Fatimah. Soalnya Ali adalah Muslim pertama dari Banu Hasyim dan dalam semua per-tempuran ia bersama Rasulullah.

Ali bin Abi Talib

Karena kesertaan mereka yang mula-mula dalam Islam dan per-sahabatan mereka dengan Rasulullah, mereka mendapat tempat di hati kaum Muslimin. Di antara mereka ada yang masih dalam hubungan kerabat dengan Rasulullah. Ini juga yang menambah kedekatan mereka di hati orang, dan sudah tentu Ali bin Abi Talib adalah kerabat dan hubungan keluarga terdekat dengan Rasulullah. Dia anak pamannya Abu Talib bin Abdul-Muttalib, dan Abu Talib inilah yang mengasuh Muhammad sejak mudanya setelah kakeknya Abdul-Muttalib mening-gal, dan dia pula yang melindunginya dari gangguan Kuraisy setelah kerasulannya, ketika Kuraisy selalu mengganggunya sampai berlebihan. Dalam pada itu Rasulullah juga mengasuh Ali di masa mudanya. Dengan demikian ia telah membalas budi pamannya Abu Talib dengan

(31)

sebaik-15

(32)

baiknya. Kedudukan Ali dengan sepupunya itu, itu pula yang membuat-nya orang pertama masuk Islam dari kalangan anak muda, yang ketika itu umurnya belum mencapai akil balig. Sesudah memasuki usia muda remaja oleh Rasulullah ia dinikahkan dengan putrinya Fatimah, yang terus bersamanya sampai ia meninggal enam bulan sesudah kematian ayahnya. Fatimah ini ibunda Hasan dan Husain putra-putra Ali.

Zubair bin Awwam

Dalam kekerabatannya dengan Rasulullah sesudah Ali, adalah Zu-bair bin Awwam. Ibundanya Safiyah adalah putri Abdul-Muttalib, bibi Muhammad. Jadi dia anak Awwam bin Khuwailid, saudara Khadijah Ummulmukminin. Kekerabatan ini juga yang mendorongnya masuk Islam ketika umurnya baru enam belas tahun. Di samping itu, dia juga tak pernah ketinggalan dalam setiap pertempuran yang dialami oleh Rasulullah. Kejadian itu sesudah ia mengalami dua kali hijrah1 ke

Abisi-nia, berlindung kepada Allah dengan agamanya, dari gangguan Kuraisy. Ketika dalam Perang Uhud, ia pun telah berikrar setia kepada Rasulul-lah dalam menghadapi kabiRasulul-lah-kabiRasulul-lah Arab. Dalam Perang Khandaq Rasulullah menugaskan orang yang dapat membawa berita tentang pa-sukan Ahzab yang mengepung Medinah, maka tugas itu dipercayakan-nya kepada Zubair. Seperti dikatakan oleh Rasulullah: "Setiap nabi punya seorang pembantu dekat,2 maka pembantu dekatku adalah Zubair

bin Awwam." Ketika pembebasan Mekah, salah satu bendera dari tiga bendera Muhajirin dipegang oleh Zubair.3 Zubair dengan kekuatan fisik

dan keberaniannya, juga sangat murah hati dan penuh rasa kasih sayang kepada orang. Oleh karena itu Nabi sangat dekat kepadanya dan saling mencintai. Tatkala di Medinah diadakan pembagian tanah ia mendapat sebidang yang cukup luas dan sebuah kebun kurma. Seperti Rasulullah,

1 Hijrah pertama terdiri dari 11 orang laki-laki dan 4 orang perempuan ke Abisinia

ketika gangguan Kuraisy makin meningkat terhadap Muslimin. Setelah terbetik berita bahwa Kuraisy Mekah sudah tidak lagi mengganggu, mereka kembali. Tetapi ternyata sikap Kuraisy terhadap Muslimin tidak berubah. Terpaksa mereka kembali lagi ke Abisinia dengan 80 orang bersama istri dan anak-anak mereka. Ini yang disebut hijrah

kedua. Mereka tinggal di sana sampai kemudian Nabi hijrah ke Medinah dan mereka

pun kembali langsung ke Medinah. — Pnj.

2 Hawari (jamak hawariyun), 'yang murni, tersaring dari segalanya, banyak dipakai

untuk pengikut-pengikut para nabi' (MAQ). —Pnj.

3 Ketiga orang Muhajirin itu ialah Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Jarrah dan Zubair

(33)

Abu Bakr dan Umar juga sangat mencintainya. Abu Bakr memberinya sebidang tanah di Jauf dan Umar memberinya di Aqiq.

Usman bin Affan

Kekerabatan Usman bin Affan dengan Rasulullah tidak sedekat mereka itu. Kakeknya, Abu al-As bin Umayyah bin Abdu-Syams bin Abdu-Manaf bin Qusai kakek Rasulullah yang kelima. Tetapi dia juga menantu Nabi yang menikah dengan putrinya Ruqayyah dan kemudian dengan Um Kulsum. Sebelum kerasulannya Rasulullah sudah me-nikahkan kedua putrinya dengan kedua anak pamannya, Abu Lahab. Sesudah ia menjadi Rasul permusuhan Abu Lahab begitu sengit ke-padanya dan menyuruh kedua anaknya itu menceraikan kedua putri Nabi. Lalu Usman menikah dengan Ruqayyah dan ikut bersama-sama dalam dua kali hijrah ke Abisinia, dan tetap bersamanya sampai se-sudah hijrah ke Medinah. Sebelum terjadi Perang Badr Ruqayyah jatuh sakit. Usman tidak ikut dalam perang itu dengan izin Rasulullah karena akan merawat istrinya. Tetapi Ruqayyah menemui ajalnya juga. Oleh Rasulullah ia dinikahkan kepada Um Kulsum, adik Ruqayyah, yang tetap bersamanya sampai ia meninggal sebelum ayahnya. Rasulullah berkata menghibur Usman: "Kalau kami punya tiga anak putri juga akan kami nikahkan kepada Anda." Terjadi demikian ini karena Usman seorang laki-laki yang saleh, lemah-lembut, mudah bergaul dan murah hati. Ra-sulullah sangat mencintainya, mengenal jasanya, otaknya yang tajam dengan imannya yang sungguh-sungguh.

Bukan karena semenda Usman kepada Nabi itu saja yang membuat Muhammad dekat kepadanya dan menanamkah rasa cinta dalam hati-nya, tetapi karena dia juga termasuk orang yang sudah lebih dulu dalam Islam. Ia tidak terpengaruh oleh persaingan golongannya Banu Umayyah terhadap Banu Hasyim. Bergabungnya ia ke dalam Islam telah me-nimbulkan kemarahan kabilahnya. Oleh pamannya, Hakam bin Abi al-As bin Umayyah ia diikat dan katanya: "Kau meninggalkan agama nenek moyangmu dan menganut agama baru? Tidak, aku samasekali tidak akan melepaskanmu sebelum kau meninggalkan apa yang kaulakukan sekarang!" Tetapi Usman menjawab: "Tidak, sekali-kali saya tidak akan melepaskan Islam dan tidak akan meninggalkannya." Melihat kegigih-annya mempertahankan kebenaran dan tetap berpegang teguh, tak ada jalan lain oleh pamannya ia dilepaskan.

Sesudah itu gangguan golongannya itu makin menjadi-jadi. Ia ikut dua kali hijrah ke Abisinia. Sesudah kemudian hijrah ke Medinah, tidak segan-segan ia mengeluarkan hartanya yang tidak sedikit untuk

(34)

USMAN BIN AFFAN

bantu Muslimin. Bahkan ia telah memberikan saham terbesar dalam menyiapkan pasukan Usrah ke Tabuk. Dia yang membeli Bi'ir Rumah dari orang Yahudi untuk tempat minum pasukan Muslimin dan orang dapat menimbanya seperti yang lain. Dalam peristiwa Hudaibiyah Rasulullah menugaskannya sebagai utusan kepada Kuraisy. Sesudah lama belum kembali juga pihak Muslimin mengira ia sudah dibunuh. Rasulullah dan sahabat-sahabat mengadakan Ikrar Ridwan sebagai Ikrar setia, yang berarti siap memerangi Kuraisy.1 Kemudian Nabi menepukkan sebelah

tangannya pada yang sebelah lagi sebagai tanda ikrar kepada Usman seolah ia hadir dalam peristiwa itu.2

Usman adalah juga salah seorang penulis wahyu. Sudah tentu, dengan begitu dekatnya kepada Rasulullah ia telah mendapat kehormatan dan kedudukan yang sangat mulia dalam hati kaum Muslimin.

Sa 'd bin Abi Waqqas

Sa'd bin Abi Waqqas termasuk kabilah Banu Zuhrah — masih pernah paman Nabi dari pihak ibu — Sa'd bin Malik bin Wuhaib bin Abdu-Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Jadi dia orang Kuraisy dari Banu Zuhrah. Ibunya putri Sufyan bin Umayyah, ada juga yang mengatakan dia putri Abu Sufyan bin Umayyah.

Sa'd termasuk orang yang mula-mula dalam Islam, masuk Islam ketika baru berumur 17 tahun, kaya dan hidup senang, berpakaian bahan tenun sutera dan bercincin emas. Ia mengalami semua peristiwa ber-sama Rasulullah, ia terus mendampinginya dan melindunginya dalam Perang Uhud saat banyak orang yang melarikan diri. Ia memperlihatkan kepahlawanannya dan begitu berani dalam berbagai pertempuran se-hingga kaum Muslimin sepakat memilihnya sebagai pimpinan untuk meng-hadapi Persia di Kadisiah setelah kehancuran Abu Ubaid bin Mas'ud as-Saqafi di Qirqis.3 Karena termasuk orang yang mula-mula dalam

Is-lam, kecintaannya kepada Nabi serta kepahlawanan dan keberaniannya, ia sangat dicintai oleh Rasulullah dan dekat sekali dalam hatinya.

Itu sebabnya ketika Umar bin Khattab menyerahkan kepadanya pimpinan pasukan yang berangkat ke Kadisiah ia berkata: "Sa'd, Sa'd Banu Wuhaib! Janganlah Anda tertipu dalam menaati perintah Allah

1 Sehubungan dengan ikrar ini Allah berfirman: "Allah telah meridai orang-orang beriman

ketika mereka memberikan ikrar setia kepadamu di bawah pohon..." (Qur'an 48:18).

2 Lihat Sejarah Hidup Muhammad, h. 398. — Pnj. 3 Lihat Umar bin Khattab, h. 213-9. — Pnj.

(35)

karena Anda dikatakan masih paman Rasulullah sallallahu 'alaihi

wa-sallam dan sahabatnya. Allah Yang Mahakuasa tidak akan menghapus

kejahatan dengan kejahatan, tetapi Ia menghapus kejahatan dengan ke-baikan! Antara Allah dengan siapa pun tak ada hubungan nasab selain ketaatannya. Manusia yang tinggi dan yang rendah dalam pandangan Allah sama. Allah adalah Tuhan mereka dan mereka hamba-hamba-Nya, saling menghargai untuk keselamatan dan menjalankan kewajiban dengan ketaatan kepada-Nya. Perhatikanlah apa yang biasa dilakukan

oleh Nabi sallallahu 'alaihi wasallam sejak diutus sampai ia

me-ninggalkan kita. Teruslah kerjakan, sebab itu adalah perintah."1

Abdur-Rahman bin Auf

Seperti Sa'd bin Abi Waqqas, Abdur-Rahman bin Auf juga orang Kuraisy dari Banu Zuhrah dan termasuk paman Rasulullah dari pihak ibu: Abdur-Rahman bin Auf bin Abdul-Haris bin Zuhrah bin Kilab. Ibunya Syifa' binti Auf bin Abdul-Haris bin Zuhrah bin Kilab. Jadi dia masih kerabat dekat dari pihak ayah. Selain Abdur-Rahman masih semenda Usman bin Affan juga ia sepupu Sa'd bin Abi Waqqas. Sejak semula ia memang seorang pedagang yang jujur, dan karena kejujurannya itu ia makin beruntung dalam perdagangan dan menjadi kepercayaan semua orang. Ia mendapat kepercayaan Rasulullah sejak masuk agama Allah ini bersama dengan mereka yang mula-mula dalam Islam, se-hingga kata Rasulullah: "Dia jujur di bumi dan jujur di langit."2

Setelah hijrah ke Medinah ia tinggal di rumah Sa'd bin Rabi' al-Khazraji. "Ini harta saya," kata Sa'd, "dan akan saya bagi dua; saya punya dua orang istri, salah seorang untuk Anda." Tetapi Abdur-Rahman menjawab: "Terima kasih, semoga harta Anda dan istri Anda memberi berkah kepada Anda. Tetapi tolong besok pagi tunjukkan kepada saya di mana letak pasar."

Setelah ditunjukkan letak pasar dan kemudian ia berdagang di tempat itu ia memperoleh keuntungan yang makin lama makin besar sehingga waktu meninggal dia terbilang orang terkaya. Rasulullah senang ber-sahabat dengan dia seperti yang diperlihatkan kepada Abu Bakr dan Umar. Karena kejujurannya dan mudah bergaul ia mendapat kepercayaan kalangan pemikir terkemuka, sehingga banyak yang mengusulkan untuk dicalonkan sebagai khalifah sesudah Umar.

1 At-Tabari, 2/4. 2 Op. cit 2/29.

(36)

Talhah bin Ubaidillah

Orang ini dari Banu Taim bin Murrah, satu kabilah dengan Abu Bakr as-Siddiq. Dia anak Usman bin Umar bin Ka'b bin Taim bin Murrah. Ibunya Sa'abah binti Ubaidillah al-Hadrami, dan ibunda Sa'abah ini Aisyah binti Wahab bin Abdud-Dar bin Qusai bin Kilab. Talhah se-orang pedagang yang pada musim dingin dan musim panas pergi ke Yaman dan ke Syam. Selain sebagai salah seorang pemikir Kuraisy, dia juga pemberani dan di Mekah dikenal sangat pemurah. Sesudah Nabi diutus dan Abu Bakr masuk Islam, Talhah orang yang pertama pula datang kepada Abu Bakr dan ia diantarkan kepada Nabi menyatakan keislamannya.

Suatu hari sekembalinya dari perjalanan ke Syam ia mengatakan kepada Nabi bahwa penduduk Medinah sedang menanti-nantikan hijrah-nya ke kota mereka. Sesudah keadaan kaum Muslimin stabil di Me-dinah, dan ekspedisi kemudian dimulai, Talhah berada di barisan depan bersama-sama yang lain. Sebelum pecah Perang Badr Rasulullah pernah mengutusnya untuk mengumpulkan berita-berita tentang Abu Sufyan. Ketika Nabi mendapat musibah dalam Perang Uhud Talhah berada di sampingnya dan termasuk orang yang mati-matian membelanya sehingga dia sendiri mengalami luka-luka yang hampir saja merenggut nyawanya. Selepas Perang Tabuk dengan perintah Rasulullah ia membakar rumah Suwailim, orang Yahudi yang oleh orang-orang munafik dipakai markas untuk menjerumuskan Muslimin. Setelah Rasulullah wafat ia bersama-sama dengan Ali bin Abi Talib dan Zubair bin Awwam tinggal me-nyendiri di rumah Fatimah dan tidak menghadiri pertemuan Abu Bakr, Umar, Abu Ubaidah di Saqifah Banu Sa'idah. Setelah Abu Bakr dibaiat sebagai Khalifah dan sedang menghadapi kaum murtad dan mereka yang enggan membayar zakat, Talhah bersama Ali dan Zubair yang menjaga Medinah. Di samping itu, oleh Khalifah ia dipertahankan untuk mendampinginya bersama-sama dengan para penasihatnya yang lain, seperti Umar, Usman, Ali, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat besar lainnya yang sudah mula-mula dalam Islam.

Talhah termasuk orang yang menentang Abu Bakr ketika dalam sakitnya yang terakhir ia menunjuk Umar untuk menggantikannya. Bersama sekelompok Muslimin yang lain ia datang menemuinya dan berkata: "Anda menunjuk Umar sebagai pengganti yang akan memim-pin kami. Sudah Anda lihat bagaimana ia menghadapi orang padahal Anda masih ada di sampingnya, bagaimana pula kalau dia hanya dengan mereka dan Anda sudah bertemu Tuhan!?" Abu Bakr marah dan berteriak kepada Talhah: "Untuk urusan Allah Anda mengancam

(37)

saya!? Kalau saya bertemu Tuhan dan saya ditanya akan saya katakan, bahwa untuk memimpin hamba-hamba-Mu aku telah menunjuk seorang hamba-Mu yang terbaik."1

Pandangan Talhah tentang Umar tidak berubah dalam kedudukan-nya mendampingi Umar sesudah ia menjadi Khalifah. la tetap tinggal di Medinah dan sebagai penasihat Umar seperti terhadap Abu Bakr sebelum itu. Sesudah Umar terkena tikam ia menunjuk Talhah menjadi salah seorang anggota Majelis Syura kendati ia sedang tak ada di Medi-nah. Kepada anggota-anggota Majelis ia berpesan: "Tunggulah Sau-daramu Talhah selama tiga hari sampai dia datang. Kalau belum datang juga ambillah keputusan oleh kalian."

Pertimbangan Umar memilih anggota-anggota Majelis Syura

Orang-orang yang oleh Umar dipilih menjadi anggota Majelis Syura mengingat hubungan mereka dan kedudukan mereka bersama Rasulullah. Bagaimana sengitnya perselisihan mereka itu ketika mengadakan per-temuan untuk memilih khalifah di antara mereka, sampai-sampai Abu Talhah al-Ansari berkata: "Saya lebih ngeri melihat kalian saling men-dorong daripada saling bersaing."

Saya kemukakan pandangan ini untuk menunjukkan bahwa setelah Kedaulatan Islam makin luas kekhalifahan itu telah menjadi ajang per-saingan yang mau diperebutkan. Masih ada satu pandangan lagi yang menjurus pada perselisihan yang begitu tajam, dan wajar saja kalau hal ini sampai begitu keras. Ketika itu orang mau mencegah pencalonan khalifah dari pihak Banu Hasyim karena dikhawatirkan kenabian dan kekhalifahan hanya berada dalam keluarga mereka, yang dengan demi-kian berarti juga kekuasaan rohani dan kekuasaan duniawi. Sesudah itu, tak boleh lagi ada kabilah yang berharap menempati kedudukan khalifah, selain mereka. Kabilah-kabilah Arab itu juga khawatir kekhalifahan akan berada di tangan Banu Umayyah, sebab mereka adalah suku Kuraisy yang terbanyak.jumlahnya dan yang terkuat. Kalau kekhalifahan sudah di tangan mereka tak akan mudah dilepaskan.

Banu Hasyim dan Banu Umayyah berpendapat, dari pihak mereka posisi kabilah-kabilah Arab telah dirugikan tidak pada tempatnya. Kedua Keluarga itu masing-masing berupaya menyingkirkan bahaya yang tidak adil itu dengan cara menempati kekhalifahan dan mencari jalan supaya khalifah berada di antara para keturunannya. Keberadaan Usman dan Ali di Majelis Syura merupakan suatu kesempatan untuk itu dan adalah suatu keteledoran jika kesempatan ini sampai hilang.

Referensi

Dokumen terkait