• Tidak ada hasil yang ditemukan

USMAN, DULU DAN SEKARANG

Usman, Dulu dan Sekarang Perawakannya

2. USMAN, DULU DAN SEKARANG

sebar luas di kalangan Kuraisy, dan ajakannya itu dibicarakan orang masih dengan malu-malu. Saya tidak tahu, adakah tertariknya Usman kepada Ruqayyah itu ada pengaruhnya dalam keislamannya. Ketika itu umur Ruqayyah belum mencapai 20 tahun kendati ia bukan putri Ra-sulullah yang tertua, sementara umur Usman ketika itu sudah hampir 40 tahun, dan di zaman jahiliah ia sudah pernah menikah dan mendapat julukan Abu Umar.

Dari Ruqayyah ia mendapat seorang anak laki-laki dan diberi nama Abdullah dan dia pun mendapat julukan demikian. Julukan ini terus melekat kendati anak itu sudah meninggal dalam usia enam tahun. Barangkali Ibn Kasir mendasarkan sumber itu dari al-Hafiz bin Asakir yang dikutip oleh Ibn Asakir dari orang lain, sebab sesuai dengan yang sudah diketahuinya tentang sifat Usman yang sangat perasa itu. Atas pengertian inilah di sini kita memperkuatnya kendati masih kita ragukan sebelum kita memasti-kan bahwa karena sebab-sebab tertentu cerita itu dibuat orang kemudian.

Mengapa Usman cepat-cepat hijrah ke Abisinia?

Usman masuk Islam dan menikah dengan Ruqayyah putri Rasulullah. Ia tinggal di Mekah bersama istrinya itu sambil meneruskan usaha per-dagangannya dan mengikuti turunnya wahyu serta ajaran-ajaran yang di-berikan Muhammad bersama-sama saudara-saudaranya kaum Muslimin yang sudah lebih dulu dalam Islam. Islam mulai tersebar dan pihak Ku-raisy pun tetap menentang dan mengganggu Muslimin. Yang demikian ini berlangsung selama bertahun-tahun terus-menerus. Sesudah mereka tak mampu melawannya, Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabat supaya perg'i terpencar-pencar, berlindung kepada Allah dengan agama mereka itu. Ia menyarankan agar mereka pergi ke Abisinia. Mereka yang berangkat mula-mula terdiri atas sebelas orang laki-laki dan perempuan. Usman dan istrinya Ruqayyah yang paling lebih dulu hijrah.

Apa sebab Usman cepat-cepat hijrah dan membawa istrinya? Meng-apa ia tidak tetap tinggal di Mekah seperti Muslimin yang mula-mula dalam Islam dan memilih tinggal di dekat Rasulullah, melindunginya dan sanggup menghadapi gangguan demi perjuangan di jalan Allah? Adakah karena ia mencari selamat dan merasa lebih aman? Atau, karena ia memang tidak menyukai kekerasan, tidak tahan melihat Muslimin yang lain mengalami berbagai macam penganiayaan? Ataukah karena melihat Banu Umayyah adalah yang paling keras memusuhi orang-orang seka-bilahnya yang masuk Islam, dan Usman sendiri dari Banu Umayyah dan menantu Rasulullah pula, yang terutama sekali akan menjadi sasaran penganiayaan? Mungkin saja ini salah satunya atau semua itu yang

menjadi penyebab maka cepat-cepat ia berangkat hijrah. Mungkin dia khawatir Ruqayyah istrinya akan mendapat musibah sedang dia tak mampu melindunginya dari gangguan kaumnya sendiri dan yang demikian ini akan menjadi suatu aib seumur hidupnya. Yang terakhir inilah yang sangat mempengaruhi jiwa Usman.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa ada seorang Muslimah yang baru pulang dari Abisinia ditanya oleh Rasulullah tentang Ruqayyah dan bagaimana ia melihat keadaannya, dijawab: "Saya melihatnya ketika ia sedang dinaikkan ke atas seekor keledai." Mendengar itu Rasulullah sangat terharu. "Semoga Allah menyertainya, sebab Usman orang yang pertama hijrah mencari perlindungan Allah sesudah turun wahyu," katanya.

Apa pun yang mendorong Usman cepat-cepat hijrah, yang jelas ia berangkat dengan putri Rasulullah itu ke Abisinia, dan selama dua kali hijrah ia tetap tinggal di sana. Sesudah itu kemudian hijrah lagi dari Mekah ke Medinah. Setelah Rasulullah merencanakan perumahan kaum Muhajirin Kuraisy ke Yasrib, letak rumah Usman berhadapan dengan rumah Rasulullah, dan pintu rumahnya berhadapan dengan pintu rumah Rasulullah.

Ruqayyah wafat

Usman tinggal di Medinah dengan merasakan kasih sayang Nabi dan menikmati kemudahan hidup dari kekayaannya. Oleh Rasulullah ia dijadi-kan sekretarisnya dan kadang sebagai penulis wahyu. Tetapi Rasulullah tidak melibatkannya dalam ekspedisinya yang terjadi sebelum Perang Badr. Tatkala Rasulullah berangkat memimpin Muslimin menghadapi Kuraisy dalam Perang Badr, Ruqayyah sedang dalam sakit berat. Rasulullah meng-izinkan Usman tinggal di rumah untuk merawat istrinya. Tetapi ia tak dapat juga menolongnya; Ruqayyah meninggal dan dimakamkan ketika datang berita tentang kemenangan Muslimin. Rasulullah membagikan hasil rampasan Perang Badr itu dan Usman mendapat bagian seperti bagian mereka yang ikut berperang. Oleh karena itu Usman dipandang sebagai salah seorang veteran Badr.

Mendapat julukan

Usman merasa sedih sekali dengan kematian Ruqayyah itu. Menge-tahui hubungan baik Usman dengan keluarganya, Rasulullah mengawin-kannya dengan Um Kulsum, adik Ruqayyah. Tetapi Um Kulsum juga meninggal ketika ayahnya masih hidup dan alangkah beratnya kesedihan yang harus diderita oleh Usman. Rasulullah menghiburnya dengan me-ngatakan, antaranya: "Andaikata ada putri kami yang ketiga, niscaya

kami kawinkan kepada Anda." Karena pernikahan Usman dengan Ru-qayyah dan kemudian dengan Um Kulsum itulah, maka kaum Muslimin kemudian memberinya gelar dengan Zun-Nurain.1

Adakah Usman beristri lain selain Ruqayyah dan kemudian selain Um Kulsum? Ataukah ia tak beristrikan yang lain di luar mereka? Dalam hal ini tidak mudah kita dapat memastikan, walaupun dapat dikatakan, bahwa sebelum dengan Ruqayyah ia sudah pernah beristri satu atau lebih, dan beristri lagi sesudah Um Kulsum. Di masa jahiliah dan di masa Islam selain dengan Ruqayyah dan Um Kulsum ia pernah menikah dengan Fakhitah binti Gazwan bin Jabir, dengan Um Amr binti Jundub bin Amr dari Banu Azd, dengan Fatimah binti al-Walid bin Abdu-Syams bin al-Mugirah, dengan Um al-Banin binti Uyainah bin Hisn al-Fuzari, dengan Ramlah binti Syaibah bin Rabi'ah bin Syams bin Abdu-Manaf dan dengan Na'ilah binti al-Farafisah bin al-Ahwas dan dia inilah yang sempat menghadiri kematiannya. Dari istri-istrinya itu semua ia mendapat anak lebih dari 15 orang —laki-laki dan perempuan.

Usman tidak ikut dalam Perang Badr karena sedang merawat Ruqay-yah. Tetapi sesudah tahun berikutnya dan terjadi Perang Uhud ia juga terjun bersama-sama dengan Muslimin yang lain. Kemudian peranannya dan peranan yang Iain-lain waktu itu, tetapi Allah telah memaafkan mereka. Sebenarnya pihak Muslimin pagi itu sudah mendapat keme-nangan, tetapi kejadiannya kemudian berbalik menimpa mereka. Pihak Kuraisy lalu mengumumkan bahwa Muhammad sudah terbunuh. Berita ini membuat pihak Muslimin jadi porak-poranda dan sebagian mereka ada yang lari — Usman salah seorang di antara mereka. Tetapi tak lama kerriudian pihak Muslimin tahu bahwa Nabi masih hidup. Mereka segera kembali ke tempat Nabi dan berusaha melindunginya dari serangan Kuraisy. Karena Usman tidak termasuk di antara mereka, ada beberapa orang yang telah mengecamnya dalam kekhalifahannya. Tetapi ia men-jawab: Bagaimana orang mengecam saya padahal Allah sudah memaaf-kan saya. Lalu katanya:

"Mereka yang telah berpaling di antara kamu ketika dua pasukan bertemu, setanlah yang membuat mereka tergelincir karena beberapa (kejahatan) yang mereka lakukan. Tetapi Allah telah memaafkan mereka. Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun." [Qur'an 3:155].

Sesudah Perang Uhud Usman juga ikut dalam perang Khandaq, perang Khaibar dan dalam pembebasan Mekah. Kemudian dalam ekspedisi Hunain, Ta'if dan Tabuk. Dalam semua tugasnya itu ia tidak berbeda dengan Muslimin yang lain, tidak harus di depan atau di belakang, sebab dia memang bukan pahlawan perang seperti Hamzah bin Abdul-Muttalib, Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awwam, Sa'd bin Abi Waqqas dan Khalid bin Walid yang telah dapat menggerakkan semangat perang dalam hati mereka dan mendorong mereka terjun ke dalam barisan di medan laga menghadapi maut tanpa ada rasa gentar. Malah orang yang berhati cabar pun akan berangkat di waktu perang, yang dalam barisan demikian ia bukan berada di depan, juga bukan di belakang.

Dapat saja kita mengatakan bahwa Usman orang yang memang suka damai sedapat mungkin. Tetapi imannya itu yang mendorongnya berang-kat bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan. Hal ini dibuktikan oleh sikapnya terhadap Kuraisy dalam kejadian di Hudaibiyah. Dalam tahun ke-6 Rasulullah berangkat memimpin 300 orang Muslimin dengan tujuan melakukan Umrah di Mekah dengan cara damai tanpa bermaksud menyerang.

Mengetahui perjalanan mereka ini Kuraisy bersumpah, bahwa Mu-hammad dan sahabat-sahabatnya tidak boleh memasuki Mekah dengan paksa. Muhammad melihat pasukan berkuda Mekah sudah tampak di luar kota itu. Ia dan sahabat-sahabatnya turun dari kudanya di Hudaibiyah hendak secara damai berziarah ke Baitullah dan mengagungkan ke-suciannya. Rasulullah hendak mengutus Umar bin Khattab sebagai dele-gasi kepada Kuraisy. Tetapi Umar keberatan mengingat Kuraisy sudah tahu betapa kerasnya permusuhan dan ketegasannya kepada mereka. Dia khawatir mereka akan melakukan sesuatu terhadap dirinya. Maka ia mengusulkan supaya Usman bin Affan yang bertindak sebagai utusan. Di Mekah Usman lebih disukai daripada Umar.

Usman berangkat dan ia mendapat perlindungan (jaminan) dari Usman bin Sa'id. Ia berusaha hendak meyakinkan Kuraisy agar mem-bolehkan Muhammad memasuki Baitulharam. Tetapi pihak Kuraisy tidak setuju kaum Muslimin memasuki Mekah tahun ini dengan cara paksa. Lama juga Usman di Mekah mencari jalan agar antara Kuraisy dengan pihak Muslimin dapat menempuh jalan damai. Tetapi pihak Muslimin mengira bahwa Kuraisy telah melakukan pengkhianatan dan pelanggaran

2. USMAN, DULU DAN SEKARANG

dengan membunuh utusan mereka di bulan suci itu. Mereka gelisah, ter-utama Rasulullah lebih gelisah dari sahabat-sahabatnya yang lain. "Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita menghadapi mereka," katanya. la memanggil sahabat-sahabatnya dan mereka segera menyata-kan ikrar kepadanya dengan Ikrar Ridwan (Bai'atur-Ridwan) bahwa mereka akan menghadapi Kuraisy dan tidak akan lari biar sampai mereka mati. Sesudah ikrar selesai, Rasulullah menepukkan sebelah tangannya ke tangan yang sebelah lagi untuk ikrar Usman seolah ia ikut hadir ber-sama-sama mereka.

Sementara mereka sedang bersiap-siap menghadapi perang itu ter-betik berita bahwa Usman tidak dibunuh. Usman pun kemudian muncul dan melaporkan kepada Rasulullah hasil pembicaraannya dengan pihak Kuraisy. Sudah jelas buat Rasulullah, Kuraisy sekarang yakin bahwa ke-datangannya itu untuk melakukan umrah, dan tak ada maksud hendak berperang. Tetapi mereka khawatir akan kehilangan wibawa di kalangan orang-orang Arab kalau pihak Muslimin memasuki Mekah tahun ini juga dengan cara paksa. Lalu perdamaian diadakan atas hasil perundingan Usman dengan utusan Kuraisy yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah.

Dengan demikian tercapai persetujuan antara kedua pihak. Tahun ini Muhammad dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekah dan akan kembali pada tahun berikutnya, dapat tinggal di sana selama tiga hari berziarah ke Baitullah dan memuliakan kesuciannya.

Usman orang yang begitu cinta damai, juga sangat pemurah, me-ngeluarkan hartanya demi kebaikan kaum Muslimin. Sesudah Rasulullah mengambil keputusan akan menghadapi Rumawi di Tabuk dan sudah menyiapkan 'Pasukan 'Usrah,' Usman menyediakan 300 ekor unta leng-kap dengan isinya dan 1000 dinar1 di tangan Rasulullah untuk diperguna-kan dalam persiapan perang itu. Melihat segala yang dilakudiperguna-kan Usman itu Rasulullah berkata:

"Usman tidak akan dirugikan apa yang dilakukannya sesudah hari ini," dan diulanginya dua kali.

Di Medinah ada sebuah sumur milik orang Yahudi, airnya dijual ke-pada Muslimin dengan harga yang cukup memberatkan mereka. Suatu 1 Mata uang Rumawi-Yunani, denarius, yang juga berlaku di beberapa kawasan Arab sejak sebelum Islam. Satu dinar = 4,25 gram emas (Da'iratul Ma 'arif al-Islamiyyah). — Pnj.

hari Rasulullah berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Barang siapa mem-beli sumur Rumah ini dan diserahkan untuk Muslimin, menurunkan timba-nya di timba-timba mereka, ia akan mendapat minuman sebatimba-nyak itu di surga."

Usman mendatangi orang Yahudi itu dan tawar-menawar harga. Tetapi karena orang Yahudi itu tidak mau menjualnya semua, maka yang dibeli oleh Usman separuhnya dengan seharga 12.000 dirham1 dengan ketentuan yang sama-sama disepakati: Sehari untuk Yahudi itu dan sehari untuk Usman. Jadi kaum Muslimin menimba air pada hari bagian Usman untuk dua hari. Yahudi itu mendatangi Usman berkata: "Anda telah me-rusak sumur saya, maka beli sajalah yang separuh lagi." Dan untuk ke-perluan Muslimin itu Usman pun membelinya dengan harga 8.000 dirham. Tali timbanya yang digunakan seperti tali timba yang dimiliki salah orang dari Muslimin.

Usman sangat bersimpati kepada kerabatnya. Simpatinya itu sudah amat berlebihan sehingga mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan negara di kemudian hari. Simpati ini bukanlah karena kelemahan pada hari tuanya sesudah ia memegang kedudukan sebagai amirulmukminin — seperti diduga sebagian orang — tetapi memang sudah menjadi pe-rangainya.

Sesudah Mekah dibebaskan, Kuraisy secara keseluruhan dimaafkan oleh Rasulullah, kecuali ada sekelompok orang yang nama-namanya sudah disebutkan, karena mereka telah melakukan kejahatan besar. Mereka sudah termasuk yang akan dijatuhi hukuman mati, sekalipun mereka berada di bawah tabir Ka'bah. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh, saudara susuan Usman sendiri. Dia sudah masuk Islam dan yang pernah menuliskan wahyu untuk Ra-sulullah, tetapi kemudian ia murtad, kembali kepada Kuraisy menjadi musyrik dan konon ia memalsukan wahyu yang ditulisnya. Setelah Abdullah bin Abi Sarh tahu dirinya akan dijatuhi hukuman mati atas perintah Rasulullah ia lari kepada Usman. Ia disingkirkan, sambil me-nunggu sampai orang di Mekah menjadi tenang kembali. Sesudah itu ia dibawa kepada Rasulullah dan dimintai perlindungan. Kata Ibn Hisyam dalam Sirat Sayyidina Muhammad Rasulillah: "Kata mereka bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam lama sekali diam kemudian ber-kata: Ya. Sesudah Usman pergi ia berkata kepada sahabat-sahabatnya di sekitarnya: Saya diam supaya ada dari kalian yang tampil memenggal

lehernya. Salah seorang dari Ansar berkata: Rasulullah, mengapa tidak memberi isyarat kepada saya? Kata Rasulullah: "Nabi itu tidak mem-bunuh dengan isyarat."

Tindakan Usman menengahi dengan memintakan ampunan bagi Abdullah bin Abi Sarh itu membuktikan betapa besar simpatinya kepada para kerabatnya. Juga hal itu membuktikan tentang posisi Usman dalam pandangan Nabi. Ia mengharapkan sekiranya ada dari sahabatnya yang mau bertindak membunuh Ibn Abi Sarh. Namun itu disudahi dengan pengampunan untuk memenuhi keinginan Usman. Atau barangkali ia berpendapat — dia yang sudah mengenal betul Usman yang sangat pemalu itu — bahwa Usman tidaklah semestinya akan membicarakan hal itu kepada Rasulullah di depan orang-orang yang hadir di sekelilingnya dengan meninggalkan rasa malunya, kalau tidak karena cintanya ingin mempertahankan Ibn Abi Sarh. Karenanya, ia tak sampai hati menolak harapan Usman, yang berarti akan melukai hatinya, atau memberi jalan kepada Banu Umayyah untuk terus mengecamnya.

Posisinya itulah pula yang telah mendorong Rasulullah meminta Usman menggantikannya di Medinah ketika ia pergi dalam suatu ekspedisi ke Zat ar-Riqa'. Juga kemudian ketika ia mengadakan ekspedisi ke Gatafan, Usman diminta menggantikannya di Medinah.

Kendati posisinya memang sedemikian rupa itu dalam hati Rasulul-lah, namun ia tak punya konsep seperti Abu Bakr dan Umar dalam hal politik organisasi yang baru tumbuh itu. Abu Bakr dan Umar adalah wazir, pendamping Rasulullah dan teman bermusyawarah. Bila ada masalah yang sudah disepakati oleh kedua mereka, Rasulullah tak pernah melanggar kesepakatan itu. Juga Usman tak punya konsep dalam soal perang seperti yang ada pada Sa'd bin Abi Waqqas atau pada Zubair bin Awwam. Tetapi Usman orang yang sangat saleh dan kuat imannya. Ia menekuni ibadahnya dan banyak membaca Qur'an, di samping sangat murah tangan. Dengan semua itu ia mendapat tempat tersendiri dalam hati Rasulullah, ditambah lagi begitu baiknya dalam pergaulannya dengan Ruqayyah dan Um Kulsum.

Di masa Abu Bakr pun perangai Usman sama seperti di masa Ra-sulullah. Ia meneruskan perdagangannya seperti biasa, dan membiarkan pengganti Rasulullah itu bebas menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya di hadapan Allah dan di hadapan kaum Muslimin. Tatkala Abu Bakr bermaksud penyerang Syam sesudah menyerang Irak, ia mengundang dan meminta pendapat pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar. Umar memberi semangat ke-padanya agar meneruskan niatnya itu dengan mengatakan antara lain:

USMAN BIN AFFAN

"Kirimkanlah pasukan demi pasukan berturut-turut, pasukan berkuda dan para perwira."

Abdur-Rahman bin Auf menyarankan agar berhati-hati, dengan antara lain mengatakan: "Saya berpendapat jangan sekaligus menyerang mereka dengan pasukan berkuda, tetapi kerahkanlah pasukan berkuda untuk melakukan serang dan kembali. Menyerang daerah-daerah yang jauh, kemudian serang lalu kembali kepada kita, serang lagi dan kembali lagi kepada kita. Jika yang demikian diulang-ulang, buat musuh akan lebih berbahaya, hingga dapat mencapai daerah-daerah yang jauh. Dengan demikian kita akan mendapat rampasan perang untuk memperkuat diri dalam memerangi mereka."

Setelah mendengar saran yang disampaikan Abdur-Rahman bin Auf semua yang hadir diam. Abu Bakr menanyakan kepada yang hadir: "Bagaimana pendapat kalian. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian."

Tak lama kemudian Usman berkata: "Saya berpendapat Anda adalah pembela dan penasihat umat agama ini serta sangat prihatin terhadap mereka. Kalau Anda berpendapat ada jalan yang lebih baik dan ber-manfaat buat mereka, teruskanlah apa yang sudah Anda tentukan. Bagi mereka Anda bukan orang kikir atau yang diragukan."

Mendengar kata-kata Usman itu mereka yang hadir cepat-cepat menyetujui pendapatnya, dan meletakkan tanggung jawab itu semua kepada Khalifah.

Usman juga termasuk orang yang memberikan kesaksian yang baik terhadap Umar ketika Abu Bakr mencalonkannya sebagai pengganti dan untuk menyatukan suara kaum Muslimin kepadanya. Banyak mereka yang dimintai pendapat oleh Abu Bakr merasa prihatin mengingat watak Umar yang begitu tegar dan keras. Tetapi ketika Usman yang ditanya oleh Abu Bakr tentang Umar ia menjawab: "Semoga Allah telah memberi penge-tahuan kepada saya tentang dia. Dia adalah orang yang batinnya lebih baik daripada lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di antara kita."

Sesudah Umar dilantik Usman tetap tinggal di Medinah meneruskan perdagangannya di samping sebagai penasihat Amirulmukminin bersama-sama dengan penasihat-penasihatnya yang lain. Tetapi ia sering bert-entangan pendapat dengan Umar. Ketika pihak Baitulmukadas me-nawarkan perdamaian asal Umar sendiri yang datang ke kota itu, yang pertama sekali menentang adalah Usman. Dan katanya ditujukan kepada Amirulmukminin: "Kalau Anda tinggal di sini dan tidak harus pergi ke sana, mereka akan berpendapat Anda menganggap mereka enteng dan Anda siap memerangi mereka. Tak lama lagi mereka akan tunduk dan

akan membayar jizyah." Tetapi Ali bin Abi Talib tidak sependapat dengan Usman. la menyarankan lebih baik Umar berangkat ke Baitulmukadas. Pasukan Muslimin sudah bersusah payah menghadapi udara dingin dan perang serta sudah lama meninggalkan kampung halaman... Umar lebih cenderung pada pendapat Ali, dan itu yang diterimanya, dan ia menye-rahkan urusan Medinah kepada Ali. Ia berangkat bersama rombongannya dan mengadakan perjanjian damai di Baitulmukadas.

Dalam soal pembebasan Mesir Usman juga menjadi pemimpin kaum oposisi dan berbeda pendapat dengan Amr bin As dan menentang pikiran itu bersama-sama yang lain. Begitu keras oposisi Usman itu sehingga ia berkata kepada Umar: "Dengan semangat tinggi didorong oleh keberani-an dkeberani-an ingin memegkeberani-ang pimpinkeberani-an, saya khawatir Amr ykeberani-ang berkeberani-angkat tanpa didukung staf ahli dan dukungan bersama, akan menjerumuskan pasukan Muslimin ke dalam bencana, dengan mengharapkan kesempatan yang tidak diketahuinya ada atau tidak!"

Untuk menentang Amr bin As membebaskan Mesir itu Usman sudah mengumpulkan suatu kekuatan untuk mempengaruhi pendapat umum di Medinah. Kendati Umar sudah yakin dan puas dengan pendapat Amr bin As dan ikut mendukungnya, tetapi segala yang dikemukakan Usman dan mereka yang sama-sama menentangnya, juga diperhitungkannya matang-matang. Malah dalam menghadapi oposisi mereka itu ia masih berdalih supaya diberikan kesempatan Amr memasuki Mesir dan memerangi Rumawi di sana untuk menolong Mesir lepas dari tangan mereka demi kepentingan Muslimin semata. Inilah dua masalah besar yang dihadapi sejarah Islam, dan yang berlawanan dengan pendapat Usman.

Tetapi dalam banyak hal, Umar dan Usman sering sependapat. Juga

Dokumen terkait