• Tidak ada hasil yang ditemukan

ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh. 3 : 30) EDISI Februari 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yoh. 3 : 30) EDISI Februari 2012"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

“ ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3 : 30) EDISI Februari 2012 Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Selamat bertemu kembali dalam Warta KKI Edisi Februari 2012 ini. Bulan Februari, khususnya bagi kita yang berdiam di Australia, adalah bulan yang penting karena beberapa alasan. Dalam awal bulan ini biasanya orang-orang telah berada kembali di tempat masing-masing dan mulai lagi dengan tugas kerja rutin sesudah liburan panjang musim panas. Anak-anak sekolah mulai dengan tahun pelajaran yang baru. Bagi orang tua yang anaknya baru pertama mulai sekolah di tingkat Prep, pasti ada kesibukan tersendiri dalam mempersiapkan anaknya masuk sekolah. Selain murid di Sekolah Dasar dan Menengah, para mahasiswa/i pun memulai tahun kuliahnya di bulan yang sama ini, yakni menjelang akhir Februari. Kita berharap adik-adik/anak-anak kita memulai kegiatan sekolah/kuliah mereka dengan lancar dan penuh semangat. Bagi warga KKI perlu diingatkan bahwa masa Prapaskah sudah diambang pintu. Misa dan upacara Rabu Abu akan diadakan pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 7.00 pm di gereja St Joseph, Port Melbourne. Rabu Abu adalah awal masa Prapaskah atau masa Puasa. Ada banyak informasi dan kegiatan selama masa Puasa yang bisa Anda ikuti, baik di KKI maupun di paroki masing-masing. Yang pasti, kita akan sibuk dengan upacara selama Pekan Suci, seperti yang selalu kita lakukan di tahun-tahun yang lalu. Salah satu kegiatan KKI dalam waktu dekat yang perlu disebutkan di sini adalah ziarah ke Our Lady Ta’ Pinu di Bacchus Marsh.

Ziarah ke Bacchus Marsh akan diadakan pada hari Minggu tanggal 4 Maret 2012. Jalan Salib, yang biasanya diadakan sebelum misa, kali ini diserahkan pelaksanaannya kepada masing-masing wilayah. Dengan demikian diharapkan agar upacara itu dibuat dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil sehingga masing-masing orang lebih terlibat dalam mengikuti perjalanan salib Yesus ke Golgotha. Para pengurus wilayah diminta mengatur kelompok mereka agar tepat waktu karena sesudah upacara Jalan Salib ada misa bersama pada jam 11.30 AM. Juga diharapkan mereka mengatur makan siang masing-masing karena tidak ada yang menjual makanan pada waktu itu.

Dalam Warta KKI edisi ini Anda dapat membaca tulisan chaplain kita Romo Waris yang berisi refleksi mengenai ekaristi. Renungan ini adalah bagian pertama dari 4 tulisan mengenai topik ekaristi. Judulnya “Hati Yang Terbakar” yang didasarkan pada alur ceritera dua murid yang pulang ke Emaus (Lukas 24: 13 – 35). Sub-judulnya adalah “Tuhan Kasihanilah Kami”, seruan yang selalu kita ucapkan pada awal setiap upacara misa. Mudah-mudahan dengan membaca dan merenungkan tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya kita akan lebih dapat meresapi makna ekaristi.

Selain renungan mengenai ekaristi ini, Anda juga dapat membaca tulisan berjudul “Perjalanan KKI Melbourne – Sebuah Refleksi” yang seperti dinyatakan dalam judulnya, adalah refleksi mengenai riwayat KKI Melbourne dari awal mulanya sampai ke saat

ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi kita bersama ketika “organisasi keluarga” kita memasuki usianya yang ke-25.

MISA KKI Minggu, 4 Maret 2012 St Martin de Porres 25 Bellin Street Laverton VIC Pukul: 11.30 Minggu, 11 Maret 2012 St. Joseph Church 95 Stokes Street Port Melbourne VIC

Pukul: 11.30 Minggu, 18 Maret 2012 St Francis’ Church 326 Lonsdale St Melbourne VIC Pukul: 14:45 Sabtu, 25 Maret 2012 St. Paschal 98-100 Albion Rd

Box Hill VIC Pukul: 11.30 MISA MUDIKA Sabtu pertama Monastry Hall St. Francis Church 326 Lonsdale Street Melbourne VIC Pukul: 12.00 PDKKI Setiap Sabtu St. Augustine’s City Church

631 Bourke Street Melbourne VIC

(2)

SUSUNAN PENGURUS KKI 2009-2012 Website: www.kki-mel.org

Informasi [email protected] Moderator/Pembimbing Rohani: Romo Paulus Waris Santoso O.Carm Ketua: Heru Prasetyo

Wakil ketua I: Andi K Mihardja Wakil ketua II: Prabudi Darmawan

Bendahara: Matheus Huang, Hari Setiawan Sekretaris: Ray Christian, Eko Aryanto

Sekolah Minggu: Suria Winarni, Aureine Wibrata, Samy Sugiana, Sintia Hermawan

Kegiatan Reguler Port Melbourne: Linda Munanto, Bradley & Christine

Kegiatan Reguler Boxhill: Julius Indria Wijaya, Cae-sar Sutiono, Chandra & Lina Terliatan

Website KKI: Hanny Santoso, Erick Kuncoro Sie Liturgie: Robin Surjadi, Lucie Hadi, Anna Mu-nanto, Rudy Pangestu

Warta KKI: Edy Lianto, Sucipto, Benjamin Sugija, Rufin Kedang

Sie Konsumsi: Inge Setiawan, Angela Roy Mudika: Utusan Mudika

PDKKI: Utusan PDKKI KTM: Utusan KTM

Kegiatan Reguler Point Cook: Ray Christian, Su-handi

Kegiatan Reguler St Francis: Robin Surjadi, FX Heru Sugiharjo

Kegiatan Non Reguler: Thomas Yani, Bernadette Sidharta, Lylia Dewi, Siska Setjadiningrat

HATI YANG TERBAKAR : Tuhan ... kasihanilah kami!

(bagian 1 dari 4 tulisan)

Pengantar

Saudara-saudari terkasih. Saya merayakan Ekaristi hampir setiap hari. Bahkan beberapa kali saya merayakan Ekaristi lebih dari satu kali. Terkadang saya merayakan Ekaristi bersama ratusan orang, tetapi kerapkali hanya bersama sedikit orang saja. Bersama umat paroki Port Melbourne yang sudah tua.

Di sana saya juga menjumpai umat yang setiap hari datang untuk mengikuti Ekaristi. Mereka datang setiap hari, entah panas atau dingin, berangin atau hujan, mereka selalu datang ke gereja untuk ikut dalam Ekaristi.

Beberapa kali saya bertanya: apakah sebenarnya yang saya cari? Apakah yang orang-orang tudan dan sederhana ini cari? Saya melihat diri saya sendiri; dalam pelayanan saya sebagai chaplain KKI, apakah saya sungguh memahami apa yang saya lakukan? Bepergian dari satu daerah ke daerah yang lain. Dari satu rumah ke rumah yang lain, hanya untuk merayakan Ekaristi. Sadarkah saya dengan yang saya lakukan?

Apakah yang saya lakukan ini berkaitan dengan kekudusan? Sama sekali tidak secara langsung. Artinya, perayaan yang saya lakukan atau ikuti, akan sungguh berarti jika saya hubungkan dengan pengalaman hidup sehari-hari. Jika nilai yang ada sungguh saya resapkan dalam hati dan saya ungkapkan dalam hidup. Jika tidak semua tidak akan ada artinya sama sekali.

Ekaristi itu sumber energi bagi jiwa, dan kita akan sungguh merasakan jika membawa daya Ekaristi dalam hidup sehari-hari. Sumber ilahi dari Ekaristi memiliki hubungan yang erat akrap dengan pengalaman hidup sehari-sehari-hari. Mari kita lihat sekilas rangkain EKaristi mulai dari awal hingga akhir. Ketika kita berseru “Tuhan kasihanilah kami”, ketika kita menden-garkan Sabda Tuhan, ketika kita melambungkan “aku percaya”, ketika kita mendengar imam berkata, “makanlah dan minumlah”, dan pada akhirnya saat imam berseru, “pergilah, kamu diutus”: apakah kita menemukan kaitannya dengan pengalaman hidup sehari-hari?

Untuk mendasarkan refleksi ini, kita akan memakai alur cerita kisah dua murid yang pulang ke Emaus. Kisah yang sangat terkenal di mana dua orang murid pulang kampung. Mari kita lihat kisahnya.

(3)

Jalan ke Emaus (Lukas 24:13-35)

Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi.

Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat men-genal Dia. Yesus berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?" Maka berhenti-lah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: "Adakah Engkau satu-satun-ya orang asing di Yerusalem, satu-satun-yang tidak tahu apa satu-satun-yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?"

Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perem-puan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat."

Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya se-gala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?"

Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.

Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: "Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam."

Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka.

Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Lalu kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.

Meratapi Kehilangan : Tuhan Kasihanilah Kami

Para Saudara terkasih, dua orang murid Yesus berjalan pulang ke kampungnya. Mereka berjalan dengan sedih. Mer-eka baru saja kehilangan seorang Guru yang telah mengubah seluruh hidup merMer-eka. Kisah kesedihan merMer-eka bisa kita pahami jika kita mau sejenak menengok ke belakang, kepada pengalaman pribadi para murid itu.

(4)

Kebanyakan para murid adalah orang-orang sederhana. Mereka adalah nelayan, atau petani. Mereka mengerjakan apa yang turun temurun dikerjakan oleh orangtua mereka. Kita bisa melihat itu dalam diri Yohanes dan Yakobus, juga An-dreas dan adiknya Simon. Mereka adalah nelayan. Sehari-hari mereka bekerja, entah sendiri atau dalam perusahan milik keluarga.

Kehidupan mereka sontak berubah ketika ada orang asing menemui mereka dan mengajak mereka. ‘Orang Asing’ dari Nazareth telah membuat segalanya baru. Orang asing itu menawarkan sesuatu yang selama ini tidak pernah mereka lihat. Ia telah mengubah beban hidup sehari-hari mereka menjadi sebuah tantangan, ia telah mengubah ladang-ladang penuh perangkap menjadi sebuah tempat yang penuh harapan tiada akhir. Dia telah membawa kegembiraan dan damai dalam pengalaman hidup sehari-hari. Dia telah membuat hidup mereka yang dipenuhi rutinitas belaka menjadi sebuah tarian indah yang penuh kejutan!

Namun saat ini semua berbeda. tiga tahun berlalu. Sekarang semuanya telah berubah. Sekarang dia telah mati. Badan-nya telah diremukkan oleh siksaan. LambungBadan-nya telah ditusuk oleh kekerasan dan kedegilan. MataBadan-nya penuh binar, yang memukau ribuan orang yang mendengarkannya, kini tinggal menyisakan lobang kosong. Tangannya yang dulu memberi keteguhan pada tubuh-tubuh yang lelah, kini telah kehilangan daya cengkeramannya, kakinya juga telah kehilangan ketegapannya. Dia yang dulu adalah segalanya, kini telah menjadi bukan siapa-siapa. Dia bahkan telah kehilangan dirinya sendiri. Bukan hanya dirinya yang telah kehilangan, tetapi juga mereka semua. Mereka yang mengikutinya, yang menancapkan segala harap pada pundaknya. Kekuatan yang mengisi mereka siang dan malam, yang memampukan mereka melintasi segala lembah dan bukit, kini telah lenyap sama sekali. Semuanya telah hilang.

Saudari-saudara terkasih, di dalam banyak hal, kita juga seperti mereka. Kita seperti para murid itu. Jika kita cukup berani menempatkan diri kita dalam pengalaman para murid, kita akan menemukan satu kesamaan dengan mereka. Ada satu kata yang menurut saya mampu menggambarkan semuanya. Yaitu kata “kehilangan”. Kita telah kehilangan banyak hal. Bahkan hidup kita ini juga seperti rangkaian kehilangan. Ketika dilahirkan, kita kehilangan kenyamanan rahim. Ketika kita masuk sekolah, kita menangis, karena kehilangan kenyamanan dan rasa aman dalam lindungan keluarga. Ketika se-seorang memulai pekerjaannya, dia kehilangan keceriaan masa sekolah dan masa mudanya. Ketika sese-seorang menikah, atau memutuskan hidup selibat, ia juga kehilangan sesuatu. Ia kehilangan banyak pilihan dan terkadang kegembiraan. Ketika kita beranjak tua, kita kehilangan ketegapan masa muda, kemampuan melihat dan mendengar, kemampuan kos-nentrasi, bahkan kita mulai kehilangan teman-teman masa muda dan kehilangan pamor. Dan seterusnya.

Jika kehilangan adalah sebuah proses biasa, mengapa mesti ada kesedihan. Mengapa para murid bersedih? Mengapa kita bersedih atas berbagai kehilangan yang kita alami? Kita sedih karena dalam hidup ada banyak kehilangan yang tidak sewajarnya. Kehilangan teman karena sebuah pengkhianatan. Kehilangan keluarga karena kecelakaan, sakit, bencana. Kehilangan kenyamanan hidup karena kejahatan. Dan seterusnya. Kehilangan semacam itu sungguh menyesakkan. Sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sesuatu yang menyedihkan.

Mungkin pengalaman-pengalaman itu jauh dari pengalaman keseharian kita. Mungkin kita hanya membaca dari surat kabar, atau melihat beritanya di televisi. Satu hal yang pasti, pengalaman kehilangan itu ada, ia tidak tidak hilang. Ia ada dan hadir. Bahkan dekat dengan hidup kita. Lantas apa yang bisa kita lakukan. Apa yang harus kita perbuat dengan segala pengalaman kehilangan itu? Haruskah kita menyembunyikannya, atau kita membawanya terus dalam peziarahan hidup ini? Atau kita melemparkan segala luka atas berbagai kehilangan itu dengan menyalahkan seseorang?

Kita meratapi kesedihan. Kita meratapi kehilangan. Kita meratapi keadaan dunia yang hancur oleh keserakahan, oleh ke-jahatan dan dosa-dosa. Kita menjadi bagian yang remuk redam. Hati kita remuk oleh berbagai peristiwa kehilangan. Hati kita tercabik oleh berbagai pengalaman pahit, entah kita alami sendiri atau yang menimpa orang-orang terdekat kita. Seperti itulah keadaan ketika kita datang kepada Tuhan. Seperti itulah keadaan ketika kita menghadiri perayaan Ekaristi. kita hadir sebagai pribadi yang remuk redam. Kita datang ke Ekaristi dengan membawa hati yang tercabik-cabik oleh ber-bagai pengalaman pahit. Kita datang seber-bagai orang yang terluka. Seperti dua murid yang pulang kembali ke kampungnya kita berseru : “Padahal kami dahulu mengharapkan.... tetapi Dia tidak mereka lihat.” Kepala kami tidak lagi tegak. Daya kami telah musnah. Tuhan berikan kasihMu, berikan pengampunanMu. Tuhan, kasihanilah kami.

(5)

Di sinilah peziarahan kita dimulai. Peziarahan membawa luka. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam perjalanan itu, dalam peziarahan itu. Bahwa segala pengalaman kehilangan akan dapat menuntun orang kepada balas dendam (resentment), atau kepada hidup dengan penuh rasa syukur (gratitude).

Dendam adalah salah satu kekuatan merusak yang paling hebat yang dimilki manusia. Sayangnya banyak orang memilih cara ini guna menghadapi kehilangan. Sangat susah menghindar dari dendam dalam menghadapi proses kehilangan, seberapapun kecilnya. Contoh adalah apa yang saya alami dalam memberi khotbah atau pengajaran. Kerapkali saya membuat contoh-contoh kejadian yang dialami orang lain, untuk memberi gambaran suatu hal yang buruk. Contoh buruk dari apa yang dialami oleh orang lain. Itu sangat tidak adil. Itu adalah bentuk pengungkapan dendam juga, karena yang saya berikan adalah contoh buruk. Di lain pihak, di lubuk hati saya, masih ada sudut-sudut yang dihuni oleh dendam. Ia bersembunyi, ia menyelimuti dirinya dengan banyak hal. Kerap dia keluar dengan selubung-selubung halus penuh hiasan indah. Namun tetap saja, ini tidak bagus.

Pilihan yang tepat adalah bersyukur. Namun sangat berat. Bersyukur atas kehilangan. Bagaimana kita mendewasakan diri kita dengan banyaknya kehilangan dan bahaya dendam yang mengintai. Di sinilah Ekaristi memiliki peran. Di sinilah tempat di mana kita mendapatkan harapan. Dimana manusia tidak lagi melihat adanya kesempatan untuk bertumbuh kembang, allah memiliki peran. Ekaristi adalah jawaban.

Kata Ekaristi memiliki arti dasar, ‘ungkapan syukur’. Maka merayakan Ekaristi dalam hidup sehari-hari erat kaitannya dengan merayakan syukur. Di sinilah terjadi titik perubahan; di mana kita datang kepada perayaan syukur dengan hati yang remuk redam. Kita datang kepada ekaristi untuk membawa setiap luka akibat berbagai kehilangan hingga menjadi sebuah syukur atas rahmat kehidupan. Di sini juga kita akan menemukan keindahan hidup, dimana kita temukan kaitan yang erat antara kerapuhan, kematian dan kebangkitan. Dimana setiap luka akan mendapatkan pemenuhannya.

Setiap Ekaristi diawali dengan seruan, “Tuhan Kasihanilah kami”. Seruan ini bukan hiasan di bibir. Seruan ini berasal dari umat Tuhan yang hatinya tercabik-cabik. Seruan ini seperti tangisan dari hati yang penuh luka, hati yang penuh dosa. Seruan Tuhan kasihanilah kami adalah sebuah doa mohon belas kasih Allah. Sebuah doa mohon kerahiman Allah atas segala dosa. Kita yang datang kepada Allah dengan segala luka. Bukan hanya karena luka manusiawi yang disebabkan oleh sesama, tetapi kerapkali adalah luka-luka karena kesalahan kita sendiri. Karena dosa-dosa. Luka itu hanya bisa disembuhkan oleh Tuhan, maka kita berseru Tuhan kasihanilah kami. Maka ketika kita berseru, ‘Tuhan kasihanilah kami’, hendaklah kita berseru sepenuh hati. Berseru dari kedalaman hati yang paling dasar. Berseru dari ketulusan niat. Bukan sekadar hiasan bibir belaka. Seruan Tuhan kasihanilah kami menjadi sebuah seruan persatuan kasih, dan kesatuan itu tidak akan pernah berakhir. Kesatuan yang menyembuhkan. (bersambung)

PERJALANAN KKI MELBOURNE – SEBUAH REFLEKSI

Oleh Rufin Kedang

Maksud tulisan ini sebenarnya adalah menanggapi atau mungkin lebih tepat melanjutkan refleksi Maggy Mihardja dalam tulisannya di Warta KKI dua bulan lalu (Nopember 2011) yang berjudul “Senior dan Junior Dalam Sejarah KKI Mel-bourne”. Perjalanan Keluarga Katolik Indonesia Melbourne, yang di tahun ini mencapai usia 25 tahun, adalah perjalanan kita semua semua anggota, baik senior maupun junior, dari kakek-nenek, ibu-bapak, sampai ke anak cucu.

Kalau Maggy menempatkan dirinya sebagai junior - meskipun dalam perjalanan waktu ada lagi keluarga muda yang lebih junior daripada dia sendiri - saya pasti termasuk dalam golongan senior, bukan hanya karena sudah beranak- cucu, tetapi juga sudah mengikuti perjalanan KKI sejak awal mulanya. Lalu apa bedanya KKI dulu dan KKI sekarang? Tentu saja ada banyak perbedaan, karena kalau tetap sama saja berarti KKI stagnan, tidak mengalami perubahan atau perkembangan apa-apa. Saya akan menyebut beberapa hal saja saja sebagai contoh perbedaan tersebut.

(6)

KKI pada awalnya adalah sebuah kelompok kecil yang terdiri dari beberapa keluarga yang berinisiatif untuk merayakan Ekaristi bersama, khususnya pada hari-hari besar seperti Natal dan Paskah. Mayarakat Indonesia di Melbourne ketika itu belum sebesar sekarang dan jumlah umat Katolik asal Indonesia juga masih sedikit. Satu-satunya pekumpulan Kristen di Melboune pada akhir tahun 70-an dan awal 80-an adalah ICF (Indonesian Christian Fellowship) yang dimotori oleh teman-teman Kristen Protestan. Dapat dimengerti bagaimana besarnya kerinduan sesama umat Katolik asal Indonesia di Mel-bourne untuk sesekali merayakan misa bersama, apalagi misa dalam bahasa Indonesia.

Belum jamannya komputer, jadi undangan diketik di mesin ketik merk Olympic yang dianggap hebat pada waktu itu, apalagi kalau itu mesin ketik listrik. Undangan juga disampaikan lewat telpon rumah, tidak lewat email, juga tidak mngkin per sms karena belum ada hp. Selain itu berita mengenai perayaan misa Indonesia juga disampaikan dari mulut ke mulut kalau kebetulan bertemu di toko, pasar atau ketika mengantarkan anak ke sekolah. Masing-masing keluarga menyiapkan makanan untuk dinikmati bersama sesudah misa. Semua saling mengenal dan timbul rasa kekeluargaan yang kuat. Siapa imam yang memimpin perayaan misa? Sedapat mungkin dicari imam yang berbahasa Indonesia, biasanya yang sudah pernah tinggal dan berkarya di Indonesia. Untunglah kemudian ada satu dua imam asal Indonesia yang dikirim be-lajar di Melbourne dan bersedia memimpin perayaan misa dan bahkan rela melayani kepentingan rohani umat. Belum ada koor, jadi dipilih lagu-lagu yang sudah umum diketahui oleh umat Katolik asal Indonesia. Perayaan misa yang awalnya diadakan di gereja St Colman’s, Balaclava, dipindahkan ke St Pascal’s, Box Hill. Dan frekwensi misa yang tadinya hanya pada hari Natal dan Paskah, ditingkatkan menjadi sebulan sekali pada hari Minggu keempat.

Ijinkanlah saya “melompat” ke masa kini, ke keadaan sekarang ini. Masyarakat Indonesia di Melbourne sudah bertambah besar, begitu juga jumlah umat Katolik yang berasal dari Indonesia. Ada yang datang karena family reunion, ada juga yang datang sebagai business migrants atau graduates yang mendapat ijin menetap sesudah tamat studinya. Selain itu jumlah pelajar, mahasiswa/i Indonesia di Melbourne meningkat dengan pesat. Bukan hal yang aneh bahwa pada setiap perayaan besar seperti Natal dan Paskah kita bertemu wajah-wajah baru yang belum kita kenal sebelumnya.

KKI sekarang sudah mempunyai chaplain tetap yang melayani urusan rohani umat. Selain misa, ada pembabtisan bayi/ dewasa, krisma, persiapan perkawinan, dan pelajaran Kitab Suci, untuk menyebut beberapa contoh. Tiap hari Minggu ada misa yang secara teratur berpindah tempat di kota Melbourne yang luas ini. Ada pembagian wilayah yang masing-masing mempunyai kegiatan-kegiatannya sendiri. Ada banyak kelompok dalam KKI, baik yang kategorial maupun atas dasar kesamaan spiritual interest dan devosi. Kepengurusan KKI sekarang mempunyai bidang kegiatan yang bermacam-macam. Undangan rapat atau informasi mengenai kegiatan KKI tidak lagi diketik di mesin ketik Olympic karena sudah ada fasilitas canggih internet dengan email, facebook dan teknologi mutakhir lainnya. Dalam sekejap mata sebuah berita atau pengumuman dari KKI dapat diketahui oleh hampir semua anggotanya, berkat kemajuan Teknologi Informasi.

Jelaslah sudah banyak yang berubah dalam perjalanan dua puluh lima tahun KKI ini. Ada hal-hal yang hilang, tetapi ada hal-hal lain yang muncul, cara lama telah diganti dengan cara baru, seperti kata St Thomas Aquinas dalam lagu Tantum Ergo, “et antiquum documentum, novo cedat ritui”. Mesin ketik Olympic sudah diganti dengan komputer dan email, misa di satu tempat telah beralih ke empat tempat yang berbeda, bahkan lagu-lagu dalam misa mungkin terdengar agak asing di telinga seorang senior seperti saya. Namun, di balik semua perubahan ini, ada satu dasar yang tetap, yaitu kita semua – senior dan junior – adalah anggota Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Bagi saya pribadi, memang ada nostalgia pada suasana awal KKI, tetapi di pihak lain saya merasa lega dan bersyukur bahwa ada generasi penerus yang melanjutkan perjalanan KKI, karena jelas saya tidak sanggup lagi aktif dan terlibat seperti di masa dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu. Saya merasa lega dan bersyukur bahwa KKI sekarang dimo-tori oleh generasi muda yang committed dan rela meluangkan waktu di tengah kesibukan studi atau kerja mereka. Dalam beberapa kali pertemuan dengan badan pengurus dan dalam kepanitiaan, saya menyaksikan betapa professional mereka bekerja. Keaktifan dan keterlibatan mereka membuktikan bahwa Gereja Katolik bukan hanya tempat orang-orang lanjut usia, seperti yang sering dikritik oleh pihak non-Katolik.

Referensi

Dokumen terkait

 Penggunaan SAP Solution Manager Enterprise Edition (dan setiap penerus SAP Solution Manager Enterprise Edition yang diberikan berdasarkan dokumen ini) akan tunduk

Kelakuan berkas berupa jangkau proton dan profil berkas di dalam target cair diamati dengan simulasi program SRIM, dan efek-efeknya tentang perubahan suhu dan tekanan yang

tertulis atau cetak yang berisi materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, dan latihan yang disusun secara sistematis dan menarik untuk

Dari definisi di atas kiranya dapat di tarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang

Dalam mengeksiskan Pesantren sebagai organisasi Islam modren di masa penjajahan penuturan Azyumardi Azra tersebut diperkuat oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh

Pondok merupakan tempat tinggal bersama antara kyai dengan para santrinya.Di Pondok, seorang santri patuh dan taat terhadap peraturan – peraturan yang diadakan, ada

Cultural transform dan jenis konteks arkeologi di situs Benteng Putri Hijau Berdasarkan laporan penelitian tahun 2008 dan 2009, data artefaktual yang diperoleh dari