• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Lisensi Dalam Hukum Merk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perjanjian Lisensi Dalam Hukum Merk"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN LISENSI DALAM HUKUM

MEREK

Mata Kuliah: Pendidikan Konsumen

BARLINTIY ANIQ

14050404019

KELAS A

S1 Pendidikan Tata Busana 2014

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2016 – 2017

(2)

PERJANJIAN LISENSI DALAM HUKUM MEREK

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan / atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.

Terdapat tiga pembatasan yang dapat dilakuakan dalam perjanjian lisensi yaitu:

1. Pembatasan penggunaan merek hanya pada barang dan atau jasa tertentu.

2. Pembatasan wilayah penggunaan merek sehingga tidak meliputi seluruh wilayah Indonesia.

3. Pembatasan jangka waktu berlakunya lisensi sehingga bisa lebih pendek daripada masa perlindungan merek tersebut.

Selanjutnya dalam pemberian lisensi ini juga, undang – undang memberikan perlindungan hukum kepada mereka yang beitikad baik. Ini merupakan penerapan asas perlindungan hukum bagi yang beritikad baik. Perlindungan hukum tersebut tersurat dalam Pasal 48 UU Merek Tahun 2001, yaitu:

1. atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain

yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian lisensi.

2. Penerima lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik merek yang dibatalkan.

3. Dalam hal pemberi lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima lisensi, pemberi lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka perjanjian tersebut.

Dalam perjanjian lisensi pun dapat pula diperjanjikan bahwa penerima lisensi boleh memberikan lisensi kepada orang lain. Setelah merek itu diserahkan kepada orang lain, maka pemilik hak merek tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi lisensi berikutnya kepada pihak ketiga lainnya, kecuali bila diperjanjikan lain. Artinya jika telah diperjanjikan bahwa pemilik hak merek setelah pemberian lisensi itu tidak menggunakan sendiri dan tidak memberikan lisensi berikutnya kepada orang lain, maka ia harus mematuhinya.

Pengaturan lisensi dalam Undang – Undang Merek dapat kita temukan dalam Pasal 43 hingga Pasal 49 Bagian Kedua Bab V Pasal 1 angka 13. Dari definisi mengenai lisensi yang diberikan

(3)

dalam Pasal 1 angka 13 Undang – Undang No. 15 Tahun 2001, dapat kita pilah – pilah ke dalam beberapa unsur, yang meliputi:

1. Adanya izin yang diberikan oleh Pemegang Merek. 2. Izin tersebut diberikan dalam bentuk perjanjian.

3. Izin tersebut merupakan pemberian hak untuk menggunakan Merek tersebut (yang

bukan bersifat pengalihan hak).

4. Izin tersebut diberikan baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang

didaftarkan.

5. Izin tersebut dikaitkan dengan waktu tertentu dan syarat tertentu.

Ketentuan yang memuat syarat obyektif suatu perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang – Undang No. 30 Tahun 2000, Pasal 36 ayat (1) Undang – Undang No. 31 Tahun 2001 dan Pasal 28 ayat (1) Undang – Undang No. 32 Tahun 2001, juga dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang – Undang No. 15 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomianIndonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsaIndonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.”

Diantara ketentuan khusus mengenai lisensi merek tersebut, akan diuraikan lagi lebih lanjut sebagai berikut:

1. Izin untuk menggunakan

Pemberian izin untuk menggunakan merek yang releven adalah pernyataan pertama dari kebanyakan perjanjian lisensi. Secara khusus merek – merek tersebut biasanya dilist dalam sebuah jadwal pada perjanjian lisensi, bersama dengan produk yang digunakan.

2. Jumlah lisensi

Ini menjadi penting bagi licensee untuk mengetahui bagaimana cara kerja dan sikap tindakan licensee yang lain dalam memenuhi lingkup pelayanan wilayah liensinya. Hal mana juga penting untuk menentukan intensitas licensee dalam mendistribusikan produk dalam wilayahnya. Akhirnya ini juga penting untuk seorang licensee lain yang

(4)

juga berusaha untuk meyakinkan bahwa rivalnya tersebut telah setuju diterm yang sebanding.

3. Kontrol kualitas

Sebagaimana telah disebutkan di atas, di dalam setiap perjanjian lisensi terdapat ketentuan bahwa licensee tidak menggunakan merek atas produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang diperoleh dari licensor. Ketentuan standar kualitas memungkinkan penerimaan bagi pengguna atau konsumen dalam sebuah basis kerahasiaan, semua spesifikasi, data teknis, dan know – how dari licensor untuk memperbolehkan menentukan standar kualitas yang harus dipenuhi.

4. Marketing

Sebuah lisensi diberlakukan di wilayah sebuah merek dagang digunakan dalam wilayah tersebut. Hal ini terdiri atau berisikan pelarangan dagang melawan jika melakukan tindakan dagang di luar wilayah yang telah ditetapkan sebagai ketentuan yang tetap dijaga atas wilayah pemberlakuan lisensi tersebut.

5. Pengaturan keuangan

Dalam hal ini terhadap sebuah fee ataupun royalti sebagaimana diizinkan untuk menggunakan merek, seorang licensor dapat juga menggunakan mensyaratkan pembayaran di dalam mematuhi ketentuan keahlian perorangan untuk menginstruksikan pegawai dari licensee dalam memenuhi persyaratan material guna mencapai perolehan standar kualitas yang dipersyaratkan dalam perjanjian. Pengaturan juga dibuat untuk mengalokasikan biaya prosedur percontohan. Akhirnya seorang licensee biasanya mensyaratkan untuk menjaga secara detail mengenai pembukuan, data rekaman penjualan dari produk – produk merek tersebut.

6. Pelanggaran

Licensee biasanya dipersyaratkan untuk memberikan laporan kepada licensor semua pelanggaran yang mungkin terjadi. Sementara licensor biasanya melakukan semua proses terhadap pelanggaran tersebut.

Meski secara legislatif jarang ditemui ada terobosan baru dalam lisensi yang dinamakan lisensi paksa. Lisensi paksa ini diminta oleh satu perusahaan agar merek dagang mereka kepada perusahaan – perusahaan yang baru didirikan tersebut agar efektivitas dari pendirian perusahaan – perusahaan baru tersebut dapat terwujud untuk mencegah praktek monopoli dan juga mengurangi usaha dari persaingan yang tidak sehat yang diakibatkan tidak adanya itikad baik dari pengguna produk tersebut.

(5)

DALAM PRATEKNYA TERDAPAT DUA PERJANJIAN LISENSI :

Pertama adalah perjanjian lisensi yang bersifat ekslusif, pihak yang menerima lisensi

merupakan satu – satunya pihak yang berhak menerima lisensi merek tersebut.

Kedua adalah perjanjian lisensi yang bersifat nonekslusif dimana pihak yang menerima

lisensi bukan satu – satunya pihak yang secara ekslusif memiliki hak atas merek tersebut.

Lisensi Hak Atas Merek secara Ekslusif dan Non Ekslusif

• Lisensi Eksklusif diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi untuk jangka waktu tetentu dan wilayah tertentu. Artinya lisensi hanya diberikan kepada pemegang lisensi ekslusif dalam wilayah tersebut, misalnya Indonesia, untuk jangka waktu berlakunya lisensi.

Lisensi Ekslusif dan Non Eksklusif

• Dalam hal lisensi diberikan secara ekslusif, maka dipastikan bahwa penerima lisensi akan memberikan kontribusi yang memadai untuk memproduksi dan mendistribusikan produk yang bersangkutan dan berusaha sebaik-baiknya untuk mempromosikannya. Sebaliknya penerima lisensi dapat meminta supaya dalam radius tertentu wilayah eksklusifnya, tidak diberikan lisensi kepada pihak lainnya.

• Lisensi non Eksklusif adalah suatu bentuk lisensi yang memberi kesempatan kepada pemilik Merek untuk memberikan lisensi kepada pemakai lisensi lainya dan juga menambah jumlah pemakai lisensi dalam wilayah yang sama.

Lisensi ditinjau dari sudut Hukum Perjanjian

• Lisensi adalah suatu perjanjian dimana pemegang HKI mengijinkan pihak lain untuk menggunakan hak ekskusifnya tsb dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan royalty;

• Bagi perjanjian lisensi berlaku ketentuan Buku III KUH Perdata: pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan bahwa ketentuan Buku III KUH Perdata berlaku bagi perjanjian nominat dan perjanjian innominat . Bearti syarat sahnya perjanjian juga berlaku bagi perjanjian lisensi.

• Pasal 1320 KUH Perdata: kata sepakat dan kecakapan adalah syarat subyektip. Syarat obyektip, hal tertentu, menurut pasal 1333 KUH Perdata paling tidak harus dapat ditentukan jenisnya. Tapi untuk misalnya lisensi merek jasa yang tidak dapat

(6)

dipisahkan dari kemampuan, kualitas atau ketrampilan pemberi jasa ybs, seperti Rudi Harisuwarno sebaiknya disebutkan secara rinci.

• Perjanjian Lisensi harus memenuhi syarat sebab yang halal, artinya isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

• Pasal 47 UU No. Tahun 2001 bahwa perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang lansung maupun tidak langsung menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya; • Pasal 584 KUH Perdata , suatu pengalihan hak selain harus didasarkan pada perjanjian

yang sah, juga harus dilakukan oleh pihak yang berwenang mengalihkan hak tsb. Karena itu dalam perjanjian lisensi maupun assignment seharusnya dilakukan oleh pemegang hak atas merek.

• Pasal 3 UU No.15 Tahun 2001, Hak atas Merek adalalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar. Dengan mudah dapat diketahui siapa pemilik merek yang terdaftar. Karena hak atas merek lahir dari pendaftaran dan pendaftaran berfungsi sebagai pemberitahuan kepada publik atau kepada pihak ketiga siapa pemilik merek yang sejati. Jika terjadi perselisihan antara pemilik merek yang terdaftar dengan penerima lisensi yang mengadakan perjanjian lisensi dengan pihak yang tidak terdaftar sebagai pemilik merek ybs, maka perlindungan hukum diberikan kepada pemilik merek yang terdaftar.

• Akan tetapi berdasarkan Pasal 48 UU No.15 tahun 2001, bahwa penerima lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang terdaftar, maka penerima lisensi tetap berhak melaksanakan perjanjian lisensi tsb sampai dengan berakhirnya jangka waktu lisensi. Pembayaran lisensi tidak diberikan kepada pihak yang mereknya dibatalkan tetapi kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan.

Sumber :

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena ini bisa dikatakan mirip dengan fase pertumbuhan organisasi yang dikemukakan oleh Greiner (1972), khususnya pada fase pertumbuhan yang ke dua dimana

Demokratisasi pemerintahan di Yogyakarta merupakan perubahan yang mendasar jika dilihat dari konsep kekuasaan dalam kebudayaan Jawa, cikal bakalnya diperkenalkan

”Undang-Undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami

Kenaikan harga barang kebutuhan pokok juga semakin mempersulit kehidupan tukang becak yang pendapatan semakin berkurang dari hari kehari.Tukang becak sebagai salah

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar IPS siswa materi aktivitas ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah produk makanan yang dikemas dengan menggunakan kemasan kaleng dapat terkontaminasi oleh bahan kemasan

Pemberian warga negara berdasarkan asas kelahiran dibedakan menjadi dua yaitu ius soli (berdasarkan tempat kelahiran) dan ius sanguinis (berdasarkan pertalian darah), kedua asas

Langileen Estatutuak arautzen dituen, eta ikusi di- tugun, barruko malgutasunako neurriak eta kaleratzearen arteko interakzioa aztertuz gero, salatu beharra dago legeak ez