• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURVEILANS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURVEILANS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL.docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Selanjutnya mereka akan membuat laporan singkat hasil surveilans. Laporan singkat tersebut akan dikirimkan kepada semua pihak yang terkait baik di tingkat nasional maupun di tingkat  provinsi/kabupaten/kota yang terkait. Dinas Kesehatan Provinsi juga  perlu membuat laporan singkat yang berasal dari kabupaten/ kota setempat, dan mengirimkannya kepada semua pihak yang terkait di  provinsi tersebut.

f. Monitoring

Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap informasi  penting dari kegiatan surveilans sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai. Pada pelaksanaan surveilans sentinel, monitoring dilakukan pada prosesnya melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh  petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan

Provinsi, BLK dan Subdit AIDS& IMS sesuai dengan protap. g. Evaluasi

Evaluasi kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan output.

1) Pada evaluasi input pemegang program HIV-AIDS dari semua tingkat admisnistratif perlu mengevaluasi berbagai kebutuhan. Petugas tersebut perlu melaksanakan kerangka sampel yang  benar dan pelaksanaan pemetaan lokasi sentinel. Hal lain yang  perlu diperhatikan adalah jumlah petugas kesehatan yang  bermutu, materi dan peralatan serta biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan lapangan. Selain itu perlu diantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan di lapangan.

2) Evaluasi proses pelaksanaan perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan kegiatan. Pada tahap ini evaluasi dilakukan terhadap “siapa melakukan apa dan bagaimana caranya”. Evaluasi ini dilakukan untuk semua petugas yang

(2)

Prevalensi HIV-AIDS di Indonesia pun meningkat tajam di beberapa wilayah, Prevalensi HIV-AIDS di Indonesia pun meningkat tajam di beberapa wilayah, khusunya di Jakarta dan Papua. Jakarta masih mendominasi jumlah kasus khusunya di Jakarta dan Papua. Jakarta masih mendominasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak Januari hingga September 2006. Data Depkes HIV/AIDS di Indonesia sejak Januari hingga September 2006. Data Depkes menunjukkan bahwa dari 6.987 kasus di 32 provinsi, Jakarta mendominasi menunjukkan bahwa dari 6.987 kasus di 32 provinsi, Jakarta mendominasi dengan 2.394 kasus.

dengan 2.394 kasus.1,2,31,2,3

IMS cukup erat kaitannya dengan kejadian HIV-AIDS. Keberadaan IMS cukup erat kaitannya dengan kejadian HIV-AIDS. Keberadaan IMS memudahkan seseorang terinfeksi HIV sehingga dianggap sebagai IMS memudahkan seseorang terinfeksi HIV sehingga dianggap sebagai kofaktor infeksi HIV. Namun demikian, selama 20 tahun belakangan ini kofaktor infeksi HIV. Namun demikian, selama 20 tahun belakangan ini  pengetahuan

 pengetahuan tentang tentang dinamika dinamika penularan penularan IMS IMS semakin semakin berkembang berkembang sebagaisebagai dampak pandemi HIV dan meningkatnya upaya pengendalian infeksi lainnya dampak pandemi HIV dan meningkatnya upaya pengendalian infeksi lainnya sehingga rancangan strategi pencegahan dan pengendaliannya juga semakin sehingga rancangan strategi pencegahan dan pengendaliannya juga semakin  baik

 baik mengikuti mengikuti perkembangan perkembangan teknologidan teknologidan ilmu ilmu pengetahuan. pengetahuan. Negara- Negara-negara berkembang dewasa ini terus berusaha menghadapi masalah kesehatan negara berkembang dewasa ini terus berusaha menghadapi masalah kesehatan yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi dengan segala yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi dengan segala keterbatasan yang ada tidak terkecuali upaya pencegahan dan pengendalian keterbatasan yang ada tidak terkecuali upaya pencegahan dan pengendalian IMS

IMS termasuk di termasuk di dalamnya adalah dalamnya adalah HIV-AIDS. MengHIV-AIDS. Mengingat dampak ingat dampak negatifnegatif yang besar dari IMS utamanya HIV-AIDS yang tidak hanya terbatas pada yang besar dari IMS utamanya HIV-AIDS yang tidak hanya terbatas pada masalah kesehatan tetapi juga ikut mempengaruhi sosial ekonomi bangsa masalah kesehatan tetapi juga ikut mempengaruhi sosial ekonomi bangsa sehingga diperlukan peningkatan dalam hal upaya pencegahan dan sehingga diperlukan peningkatan dalam hal upaya pencegahan dan  pengendalian penyakit tersebut.

 pengendalian penyakit tersebut.1,21,2

B.

B. Rumusan MasalahRumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai dalam penyusunan makalah ini dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai  berikut :

 berikut : 1.

1. Rumusan masalah IMSRumusan masalah IMS

Rumusan masalah IMS yang diangkat dalam surveilans ini yaitu Rumusan masalah IMS yang diangkat dalam surveilans ini yaitu sebagai berikut :

sebagai berikut : a.

(3)

d. Bagaimana indikator surveilans IMS?

e. Bagaimana prosedur dan ketentuan surveilans IMS? f. Bagaimana kelemahan sistem surveilans IMS? g. Bagaimana kelebihan sistem surveilans IMS? 2. Rumusan masalah HIV-AIDS

Rumusan masalah HIV-AIDS yang diangkat dalam surveilans ini yaitu sebagai berikut :

a. Bagaimana epidemiologi HIV-AIDS?  b. Bagaimana konsep surveilans HIV-AIDS?

c. Bagaimana pedoman surveilans HIV-AIDS? d. Bagaimana indikator surveilans HIV-AIDS?

e. Bagaimana prosedur dan ketentuan surveilans HIV-AIDS? f. Bagaimana kelemahan sistem surveilans HIV-AIDS? g. Bagaimana kelebihan sistem surveilans HIV-AIDS? C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dalam  penyusunan makalah ini dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai  berikut :

1. Tujuan surveilans IMS

a. Mengetahui epidemiologi IMS?  b. Mengetahui konsep surveilans IMS?

c. Mengetahui pedoman surveilans IMS? d. Mengetahui indikator surveilans IMS?

e. Mengetahui prosedur dan ketentuan surveilans IMS? f. Mengetahui kelemahan sistem surveilans IMS? g. Mengetahui kelebihan sistem surveilans IMS? 2. Tujuan surveilans HIV-AIDS

a. Mengetahui epidemiologi HIV-AIDS?  b. Mengetahui konsep surveilans HIV-AIDS?

(4)

d. Mengetahui indikator surveilans HIV-AIDS?

e. Mengetahui prosedur dan ketentuan surveilans HIV-AIDS? f. Mengetahui kelemahan sistem surveilans HIV-AIDS? g. Mengetahui kelebihan sistem surveilans HIV-AIDS? D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah surveilans ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui surveilans IMS

2. Mengetahui surveilans HIV-AIDS

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. IMS

1. Epidemiologi IMS

Berdasarkan data epidemiologis, dalam semua masyarakat IMS merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi. Penularan IMS terutama melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat ±30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonore, klamidia, sifilis, trikomoniasis, chancroid,herpes genitalis, infeksi HIV dan hepatitis B. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, dan angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Sumber lain menyebutkan bahwa IMS merupakan salah satu dari sepuluh  penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-laki dan penyebab terbesar kedua pada dewasa muda  perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja dengan rentang usia antara 15-24 tahun merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus ba ru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki-laki dan perempuan usia 15-49 tahun.

Prevalensi IMS di Amerika menunjukkan bahwa jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki-laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun. Mengenai IMS di Indonesia sendiri, telah banyak laporan yang masuk. Beberapa diantaranya ada dari sejumlah lokasi antara tahun 1999-2001

(6)

menunjukkan prevalensi Gonore dan Klamidia yang tertinggi antara 20-35%. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV, virus Herpes, HPV, dan virus Hepatitis B.

2. Konsep Surveilans IMS

Konsep surveilans IMS tidak jauh berbeda dari konsep surveilans secara umum dimana dilakukan studi eidemiologi terhadap perjalanan dinamis suatu penyakit dengan berdasar pada sumber data yang diperoleh. Berikut secara garis besar konsep dari tahapan surveilans :

a. Prosedur pemeriksaan duh tubuh untuk penderita IMS adalah yang  pertama harus mengisi informed consent yang artinya kebersediaan

subjek untuk diambil sampel duh tubuhnya kemudian diberikan konseling sebelum dan sesudah tes terhadap subjek dan yang terpenting harus bersifat rahasia agar subjek merasa nyaman dan tidak timbul rasa khawatir misalnya tidak di beri nama bisa atau langsung nama kota atau inisial nama saja.

 b. Cara pencatatan kasus surveilans IMS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik terhadap penderita yang mencurigakan terkena IMS, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita positif IMS atau tidak.

c. Pelaporan kasus surveilans IMS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita positif IMS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif IMS bisa melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.

(7)

3. Pedoman Surveilans IMS

Pedoman yang digunakan dalam melakukan surveilans IMS sama dengan proses surveilans secara umum yang meliputi pengumpulan data sampai dengan evaluasi.

a. Pengumpulan Data

Data kasus IMS dapat diperoleh melalui laporan hasil  pemeriksaan sampel duh tubuh pasien terduga IMS oleh laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran, golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun  pemeriksaan. Laporan Balai Laboratorium Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL-Dit P2ML minat Subdit AIDS& PMS di Jakarta. Laporan hasil  pemeriksaan dikirim dengan memakai formulir yang sudah

disediakan. Kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan laporan tersebut dari kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan ke Ditjen PPM & PL minat Subdit AIDS & IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas Kesehatan Provinsi akan memakai Laporan Surveilans IMS tersebut sebagai data dasar untuk dimasukkan kedalam program komputer yang menjadi pusat pengolahan data surveilans IMS di provinsi.  b. Kompilasi Data

Semua data yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi sentinel) diolah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi di tingkat Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL - Dit P2ML, cq Subdit AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional.

(8)

c. Analisis Data

Kabupaten/Kota dan Provinsi pengelola program IMS dan HIV/AIDS melakukan analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/kecenderungan prevalensi IMS pada setiap populasi menurut waktu dan tempat dengan menggunakan grafik-grafik sederhana. Pada tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua daerah akan disimpan di Subdit AIDS & IMS Ditjen PPM & PL DepKes RI. Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/ kecenderungan  prevalensi infeksi IMS berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam  bentuk grafik dan ditambahkan penjelasan.

d. Interprestasi Data

Data surveilans IMS harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat peningkatan atau penurunan prevalensi IMS pada  berbagai populasi sasaran di daerah masing-masing.

e. Umpan Balik Data

Direktorat P2ML cq. Subdit AIDS & IMS akan memantau  pelaporan pelaksanaan kegiatan surveilans IMS di seluruh wilayah

yang melaksanakan kegiatan surveilans IMS. Selanjutnya mereka akan membuat laporan singkat hasil surveilans. Laporan singkat tersebut akan dikirimkan kepada semua pihak yang terkait baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang terkait. Dinas Kesehatan Provinsi juga perlu membuat laporan singkat yang berasal dari kabupaten/ kota setempat, dan mengirimkannya kepada semua pihak yang terkait di provinsi tersebut.

f. Monitoring

Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap informasi  penting dari kegiatan surveilans sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai. Pada pelaksanaan

(9)

 petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, BLK dan Subdit AIDS& IMS sesuai dengan protap.

g. Evaluasi

Evaluasi kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan output.

1) Pada evaluasi input pemegang program IMS dari semua tingkat admisnistratif perlu mengevaluasi berbagai kebutuhan. Petugas tersebut perlu melaksanakan kerangka sampel yang benar dan  pelaksanaan pemetaan lokasi sentinel. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah petugas kesehatan yang bermutu, materi dan peralatan serta biaya yang dibutuhkan dalam  pelaksanaan lapangan. Selain itu perlu diantisipasi

masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan di lapangan. 2) Evaluasi proses pelaksanaan perlu dilakukan untuk mengetahui

efektifitas pelaksanaan kegiatan. Pada tahap ini evaluasi dilakukan terhadap “siapa melakukan apa dan bagaimana caranya”. Evaluasi ini dilakukan untuk semua petugas yang dilibatkan, seperti misalnya petugas pencatatan dan pelaporan,  petugas laboratorium. Misalnya apakah petugas pengambil spesimen darah telah menggunakan prosedur yang benar dan telah melakukan pengkodean pada setiap sampel.

3) Evaluasi output mencerminkan evaluasi terhadap kegunaan data, kualitas data dan cakupan surveilans sentinel. Evaluasi terhadap kegunaan hasil surveilans dilakukan oleh setiap tingkat administrasi. Evaluasi ini dilakukan dengan mengintrepretasikan tren/kecenderungan prevelansi IMS pada populasi yang diamati. Sedangkan evaluasi terhadap kualitas surveilans sentinel ini dilakukan untuk mengetahui seberapa valid data yang dihasilkan kegiatan sentinel tersebut. Evaluasi tahap ini lebih dititik  beratkan pada proses pelaksanaan kegiatan. Evaluasi terhadap cakupan surveilans ini meliputi hal-hal yang menghambat

(10)

 pelaksanaan sentinel seperti jarak antara petugas kesehatan dan sentinel site, jadwal pelaksanaan, biaya pelaksanaan dan sosial  budaya setempat.

4. Indikator Surveilans IMS

Indikator yang digunakan dalam proses surveilans IMS yaitu meliputi indikator proses dan output.

a. Indikator proses yaitu semua kegiatan yang tercantum daalam protap harus dimasukkan ke dalam daftar tilik ketika dilakukan pengawasan  b. Indikator output yaitu meliputi pencapaian populasi sesuai rencana,

ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan dan ketepatan waktu  pelaporan hasil kegiatan tersebut.

5. Prosedur dan Ketentuan Surveilans IMS

Prosedur pelaksaan surveilans IMS sudah memiliki ketentuan sebagai berikut.

a. Menentukan populasi sesuai dengan sasaran dan lokasi tertentu  b. Menentukan jumlah sampel yang akan diperiksa

c. Tes dilakukan tanpa nama untuk mengurangi bias partisipasi sehingga hasilnya berupa jumlah yang positif, bukan siapa yang  positif

d. Surveilans dilakukan pada beberapa lokasi yang telah ditentukan dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan

e. Surveilans tidak dapat dan tidak boleh digunakan untuk mencari kasus IMS

f. Surveilans harus menjamin kerahasiaan identitas sampel dengan tidak mencantumkan identitas pada spesimen yang diambil untuk  pemeriksaan.

6. Kelemahan Sistem Surveilans IMS

Kelemahan yang ditemukan dalam sistem surveilans IMS meliputi hal-hal sebagai berikut.

(11)

 b. Kesalahan pada sumber daya manusia yang ada seperti kader/petugas surveilans belum memasukkan data tepat waktu, ketepatan pelaporan masih kurang, data sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas Puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam pencegahan dan penanggulangan IMS.

c. Penyajian hanya dibuat dalam bentuk table dan grafik.

d. Penyebaran informasi hanya dalam bentuk laporan tahunan dan  penyuluhan, belum pernah dibuat buletin epidemiologi.

e. Pelaksanaan atribut sistem belum sederhana.

f. Fleksibilitas, sensitivitas, nilai prediktif positif dan kerepresentatifan  belum diukur.

g. Kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam  program pencegahan penyakit IMS.

h. Jumlah kasus yang dilaporkan semu (fenomena gunung es), lebih  banyak yang ditutupi atau tertutupi karena stigma yang timbul di

masyarakat terhadap penderita IMS. 7. Kelebihan Sistem Surveilans IMS

Kelebihan yang sudah dimiliki sistem surveilans IMS yaitu sebagai  berikut.

a. Sudah memantau prevalensi IMS pada suatu subpopulasi tertentu.  b. Sudah memantau tren/kecenderungan infeksi IMS berdasarkan

waktu dan tempat.

c. Sudah memantau dampak program, menyediakan data untuk estimasi dan proyeksi kasus IMS di Indonesia, menggunakan data  prevalensi untuk advokasi, menyelaraskan program pencegahan

dengan perencanaan pelayanan kesehatan.

d. Telah mendapat dukungan dari pemerintah baik dalam kebijakan maupun komitmen politik, bentuk penerimaan sosial, maupun bentuk dukungan sistem.

e. Para petugas surveilans IMS sudah mendapatkan pelatihan dalam melakukan kegiatan survailens tersebut baik petugas provinsi, kabupaten/kota, laboratorium,dan supervisi.

(12)

f. Syarat populasi survailens sudah ditentukan meliputi : dapat diidentifikasi, dapat dijangkau untuk survei, terjaminnya kesinambungan survei pada populasi tersebut, jumlah anggota  populasi tersebut cukup memadai.

g. Standarisasi waktu pengumpulan data sudah ditetapkan tergantung dari kebutuhan.

h. Manajemen data dilakukan pada setiap tingkat administratif kesehatan untuk advokasi dan perencanaan program selanjutnya dimana prosesnya menggunakan software yang telah disiapkan untuk mempermudah tugas pencatatan dan pelaporan, maupun analisis, interpretasi, dan data tersebut digunakan untuk menentukan intervensi selanjutnya.

i. Indikator dalam kegiatan survailens IMS sudah ditentukan yaitu  berupa indikator proses dan indikator output.

 j. Hasil survailens IMS akan dievaluasi ulang oleh pihak terkait dan apabila sudah memenuhi standar maka akan disebarluaskan ke  publik.

B. HIV-AIDS

1. Epidemiologi HIV-AIDS

Menurut  International Labour Organization (ILO), HIV-AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Pada tahun 2008, seluruh dunia diperkirakan 33 juta orang hidup dengan HIV. Setiap harinya terdapat 7.400 infeksi baru HIV dan 96% dari jumlah tersebut berada di negara dengan pendapatan menengah ke bawah. Daerah subsahara di Afrika merupakan daerah dengan prevalensi HIV terbesar, mencakup 67% dari jumlah keseluruhan orang yang hidup dengan HIV. Daerah Asia Tenggara termasuk di dalamnya Asia Selatan, merupakan daerah nomor dua terbanyak kasus

(13)

 jumlah penderita HIV yang besar selain Thailand, Myanmar, Nepal, dan India.4,5

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di beberapa provinsi. Hingga saat ini kasus HIV-AIDS terus bertambah. Tercatat bahwa pada tahun 2016 laporan kasus infeksi HIV sebanyak 7.146 dan AIDS sebanyak 305. Pola  penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual,

kemudian diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik. Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), terdapat 19.973  jumlah kumulatif kasus AIDS dengan 49,07% terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun, 30,14% pada kelompok umur 30-39 tahun, 8,82%  pada kelompok umur 40-49 tahun, 3,05% pada kelompok umur 15-19 tahun, 2,49% pada kelompok umur 50-59 tahun, 0,51% pada kelompok umur > 60 tahun, 2,65% pada kelompok umur < 15 tahun dan 3,27% tidak diketahui. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1 dan kebanyakan penderita adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 40,2%  penderita AIDS terdapat pada kelompok pengguna napza suntik, Faktor

risiko penularan terbanyak adalah heteroseksual sebanyak 66%. 4,5

2. Konsep Surveilans HIV-AIDS

Konsep surveilans HIV-AIDS mengikuti konsep surveilans secara umum dimana dilakukan studi eidemiologi terhadap perjalanan dinamis suatu penyakit dengan berdasar pada sumber data yang diperoleh. Berikut secara garis besar konsep dari tahapan surveilans :

a. Prosedur pemeriksaan darah untuk penderita HIV-AIDS yang  pertama adalah harus mengisi informed consent yang artinya kebersediaan subjek untuk diambil sampel duh tubuhnya kemudian diberikan konseling sebelum dan sesudah tes terhadap subjek dan yang terpenting harus bersifat rahasia agar subjek merasa nyaman

(14)

dan tidak timbul rasa khawatir misalnya tidak di beri nama bisa atau langsung nama kota atau inisial nama saja.

 b. Cara pencatatan kasus surveilans HIV-AIDS yaitu yang pertama malakukan pemeriksaan fisik terhadap penderita yang mencurigakan terkena HIV-AIDS , kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita positif HIV-AIDS atau tidak.

c. Pelaporan kasus surveilans HIV-AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari laporan penderita positif HIV-AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu periode waktu dan harus dilaporkan pada saat menemukan penderita positif HIV-AIDS bisa melalui fax atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.

3. Pedoman Surveilans HIV-AIDS

Pedoman yang digunakan dalam melakukan surveilans HIV-AIDS sama dengan proses surveilans secara umum yang meliputi pengumpulan data sampai dengan evaluasi.

a. Pengumpulan Data

Data kasus HIV-AIDS dapat diperoleh melalui laporan hasil  pemeriksaan sampel darah pasien terduga HIV-AIDS oleh laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran, golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun  pemeriksaan. Laporan Balai Laboratorium Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL-Dit P2ML minat Subdit AIDS& IMS di Jakarta. Laporan hasil  pemeriksaan dikirim dengan memakai formulir yang sudah disediakan. Kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

(15)

& IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas Kesehatan Provinsi akan memakai Laporan Surveilans HIV-AIDS tersebut sebagai data dasar untuk dimasukkan kedalam program komputer yang menjadi pusat pengolahan data surveilans HIV-AIDS di provinsi.

 b. Kompilasi Data

Semua data yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi sentinel) diolah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi di tingkat Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL - Dit P2ML, cq Subdit AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional. c. Analisis Data

Kabupaten/Kota dan Provinsi pengelola program IMS dan HIV-AIDS melakukan analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/kecenderungan prevalensi HIV-AIDS pada setiap populasi menurut waktu dan tempat dengan menggunakan grafik-grafik sederhana. Pada tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua daerah akan disimpan di Subdit AIDS & IMS Ditjen PPM & PL DepKes RI. Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/ kecenderungan prevalensi infeksi HIV-AIDS berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam bentuk grafik dan ditambahkan penjelasan. d. Interprestasi Data

Data surveilans HIV-AIDS harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat peningkatan atau penurunan prevalensi HIV-AIDS pada berbagai populasi sasaran di daerah masing-masing. e. Umpan Balik Data

Direktorat P2ML cq. Subdit AIDS & IMS akan memantau  pelaporan pelaksanaan kegiatan surveilans HIV-AIDS di seluruh

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kesamaan komposisi serangga kanopi pohon apel di Poncokusumo dan Bumiaji yang dikoleksi dengan perangkap bejana warna kuning dan biru pada musim berbunga dan

Menurut Sugiyono, “penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penilitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Gaharu adalah salah satu hasil hutan non kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, memiliki kandungan kadar damar wangi dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Identitas ini yang kemudian dicirikan oleh Furnival bahwa masyarakat yang plural yaitu masyarakat yang terdiri dari sekurang-kurangnya dua elemen atau orde sosial

Objektif utama kajian ini adalah untuk menentukan kesan komitmen afektif dalam hubungan antara rangkaian sosial, norma sosial, kepercayaan dan motivasi dengan tingkah laku

Modul keempat membahas mengenai salah satu agen pengendali atau musuh alami yang digunakan dalam pengendalian hayati, yaitu serangga pemangsa (predatory insect)

Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019 telah ditetapkan mengikuti visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang

Penggunaan terhadap adopsi m- banking BRI Makassar Raya (H6) Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa Kemudahan Penggunaan mempunyai pengaruh positif