EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI EKSTRAK
AKAR TUBA (Derris elliptica (roxb.) benth.) UNTUK
MENGENDALIKAN HAMA BEKICOT PADA TANAMAN
FANILI
Oleh
Kamal Firdaus
Nim. 060 500 071
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI EKSTRAK
AKAR TUBA (Derris elliptica (roxb.) benth.) UNTUK
MENGENDALIKAN HAMA BEKICOT PADA TANAMAN
FANILI
Oleh
KAMAL FIRDAUS
Nim. 060 500 071
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Sebutan Gelar Ahli Madya
Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANEJEMEN HUTAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI EKSTRAK AKAR TUBA (Derriselliptica (roxb.) benth.) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA BEKICOT PADA TANAMAN FANILI
Nama
:
KAMAL FIRDAUSNIM
: 060 500 071
Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan Jurusan : Pengelolaan Hutan
Menyutujui,
Lulus Ujian Pada Tnggal : 03 Agustus 2010
Dosen Pembimbing
Ir. Syarifuddin. MP NIP. 19650706 200112 1 001
Dosen Penguji
Rusli Anwar, SP. M.Si NIP. 19701101 200501 1 003
Mengesahkan
Direktur,
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. Wartomo, MP NIP. 19631028 198803 1 003
ABSTRAK
KAMAL FIRDAUS Politektik Pertanian Negeri Samarinda. Pengunaan pestisida
nabati ekstrak akar tuba (Derris elliptica (roxb.) benth.) untuk mengendalikan hama bekicot Dibawah bimbingan SYARIFUDDIN
Penelitian ini dilaksanakan diareal Gang gotong royong Rt 34 kost tiga Bersaudara dan dilaksanakan kurang lebih dua bulan, terhitung dari bulan Februari 2010 sampai bulan Maret 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Pestisida Nabati Estrak akar tuba dengan larutan deterjen yang diaflikasikan pada hama bekicot, Dengan 4 (empat) perlakuan yaitu masing- masing dosis. Untuk dosis P1 50cc
dicampur dengan 25ml air, dosis P2 100cc dicampur dengan 25ml air dan dosis P3
150cc dicampur dengan 25ml air. Dari hasil pengamatan masing- masing dosis yang lebih efektif di tunjukan pada P3 dengan dosis 150cc/25ml air.
RIWAYAT HIDUP
KAMAL FIRDAUS, Lahir pada tanggal 19 April 1983 di Nunukan, Provinsi
Kalimantan Timur. Anak kedua dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Idris margau dan Ibu Darmawati.
Pendidikan dimulai pada tanggal 12 Juni 1990 di Sekolah Dasar negeri (SDN) 013 Nunukan Lulus pada tanggal 11 Desember 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SMPN I Nunukan pada tanggal 14 Juni 1996 dan lulus pada tanggal 21 Desember 1998, kemudian melanjutkan ke SMAN I Nunukan pada tanggal 8 Juni dan lulus 2 Mei 2002. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2006 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
Pada tanggal 4 Maret sampai 5 Mei 2009 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Fairco Agro Mandiri (FAM) Desa Kali Urang, Kecamatan Sanggata, Kabupaten Kutai Timur, provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Atas segla Rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehinga penulis dapat menelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi di politeknik pertanian negeri samarinda, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sbesar-besarnya kepada :
1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil.
2. Ibu Ir. Budi Winarni, M. Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
3. Bapak Ir. Syarifuddin, MP Selaku dosen pembimbing.
4. Seluruh staf dosen dan teknisi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
5. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah memberikan masukan materi di dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari dalam penyelasain penelitian ini masih banyak kekuranggan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini,
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGATAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. Tinjauan Umum Tanaman Tuba... 4
B. Pestisida... 7
C. Peranan Pestisida Bagi Tanaman... 11
III. METODE PENELITIAN... 13
A. Tempat dan Waktu ... 13
B. Alat dan Bahan ... 13
C. Prosedur Kerja ... 14
D. Pengolahan Data ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
A. Hasil ... 17
B. Pembahasan... 18
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20
A. Kesimpulan... 20
B. Saran... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
DAFTAR TABEL
No Tubuh utama Halaman 1. Presentase hama yang mati dan yang hidup ... ... 17
No Lampiran Halaman 1. Pengamatan Persentase Kematian Hama Bekicot ... ... 17
DAFTAR GAMBAR
Nomor Tubuh utama Halaman 1. Diagram persentase hama mati dan yang hidup... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Tubuh utama Halaman
1. Pemotongan akar tuba sebelum penimbangan... 25
2. Penimbangan akar tuba dengan berat 50g... 25
3. Hasil ekstrak dari akar tuba ... 26
4. Gambar sampel keseluruhan ... 26
5. Penggisian air mengunakan gelas uk ur 25ml ... 27
6. Penggisian ekstrak akar tuba dengan masing- masing Dosis ... 27
7. Penyemprotan pestisida nabati ekstrak akar tuba... 28
8. Penyemprotan selanjutnya ... 28
9. Daun pada tanaman tuba (Derris elliptica (Roxb)Benth) ... 29
I.
PENDAHULUAN
Tuba (Derris elliptica (roxb.) benth.) tumbuhan ini termasuk dalam famili (leguminosae) yang di kenal oleh masyarakat sebagai racun ikan. Penyalahgunaan tumbuhan ini dapat merusak ekosistem jika digunakan secara berlebihan. Disisi lain tumbuhan tuba dapat diaplikasikan pada tanaman pertanian dengan menggunakan ekstraknya sebagai pestisida nabati untuk memberantas hama moluska seperti bekicot dan keong mas.
Upaya pemerintah dan petani dalam menghadapi masalah ini adalah memberantas hama dan patogen penyakit yang menyerang tanaman. Cara pengendalian hama ini di lakukan dari cara tradisional sampai cara moderen. Cara yang tradisional ini seperti dengan menggunakan asap sedang cara yang moderen menggunakan pestisida. Cara tradisio nal dianggap lama dan tidak praktis sehingga banyak petani menggunakan cara moderen karena lebih praktis dan cepat hasilnya. Pengendalian hama secara moderen ini dengan menggunakan bahan kimia, apalagi dengan adanya pestisida yang dijual dipasaran semakin banyak dan beragam, sehingga pengendalian hama dengan bahan kimia merupakan satu-satunya cara pengendalian yang banyak dilakukan petani ( Kardinan, 2001).
Dalam penggunaan pestisida ini petani kadang-kadang tidak menggunakan dosis yang tepat atau yang sesuai aturan pakai, tetapi mereka juga kadang-kadang menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan denggan anggapan hamanya akan segera musnah.
Dengan cara demikian akan menimbulkan masalah yang lain seperti masalah pencemaran lingkungan, karena tidak hamanya saja yang mati tapi juga dapat mematikan organisme lain yang menguntungkan dan juga akan mencemari lingkungan sehingga petaninnya pun akan dirugikan. Selain itu, penggunaan pestisida dilingkungan pertanian juga menjadi masalah yang sangat delematis. Digunakannya pestisida, maka kehilangan hasil yang diakibatkan organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Dilain pihak, tanpa penggunaan pestisida akan sulit menekan kehilanggan hasil yang diakibatkan organisme pengganggu tanaman (Kardinan,2001).
Oleh karena itu, untuk memberantas hama, sekarang ini dibutuhkan bahan yang ramah lingkungan dengan cara memmanfaatkan tumbuhan yang ada di alam, atau biasa disebut “pestisida nabati” (pestisida alami).
Disini penulis inggin mencoba memanfaatkan akar tanaman tuba sebagai bahan pestisida nabati untuk memberantas hama bekicot yang menyerang daun fanili(Vanilla planifolia).pengetahuan masyarakat tentang akar tuba selama ini sebatas racun ikan. Padahal selain meracun ikan, akar tuba sangat efektif digunakan sebagai moluskisida.
Tuba merupakan famili dari leguminosae (kacang-kacangan), tumbuhan ini tumbuh disegala kondisi tempat tertuma tempat yang memiliki kelembaban tinggi seperti dipegunungaan, bibir hutan, pingir-pingir sungai dan daerah
rawa. Selain itu tuba juga tumbuh liar, mulai dari India bagian Timur sampai Papua Nugini.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektifitas ekstrak akar tuba dengan campuran larutan deterjen yang diaplikasikan pada hama bekicot.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Tuba
Tumbuhan tuba merupakan tumbuhan liana dengan tinggi dapat mencapai 5 ? 10 meter. di daerah jawa tuba telah dibudidayakan secara klandestin pada kampung-kampung tertentu (Heyne, 1987).
Tumbuhan tuba memiliki sistematika botanis, sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledonae Famili : Leguminosae Genus : Derris
Spesies : Derris eliptica 1. Bagian-bagian tumbuhan tuba
a. Batang
Tumbuhan tuba merupakan tanaman memanjat, dengan tinggi mencapai 01 -15 meter. Batangnya berkayu, bercabang monopodial, ketika muda batangnya berwarna hijau namun setelah tua batang berwarna coklat kekuningan.
b. Daun
Daun tuba merupakan daun majemuk, helaian anak daun berbentuk bulat telur. Ujung daun meruncing, tepinya rata, dan pangkal tumpul. Tulang daun menyirip, panjang daun 15 ? 25 cm dan lebarnya 5 ? 8 cm ketika muda, daun berwarna coklat dan menjadi
hijau ketika telah tua. Poros daun dengan tangkai : 13 ? 23 cm, dengan jumlah anak daun 7 ? 15. bertangkai pendek, sisi bawah daun berwarna hijau keabu-abuan kerap kali berambut cukup rapat.
c. Bunga
Bunga majemuk, bentuk tandan, berambut, Panjang tandan 15 ? 25 cm, dan tangkai bunga berwarna unggu. Mahkota bunga berbentuk kupu-kupu, berdiameter sekitar 2 cm dan berwarna coklat muda.
d. Buah
Buah tanaman tuba adalah polong yang berbentuk bulat telur dan bersayap. Panjangnya sekitar 3,5 ? 7 cm, diameternya sekitar 2 cm dan berwarna coklat muda. Biji berbentuk bulat, diameter sekitar 1 cm dan berwarna coklat.
e. Akar
Akar tanaman tuba adalah akar tunggang dan berwarna kuning kecoklatan, perbanyakan tanaman tuba dilakukan dengan stek batang. f. Kandungan aktif akar tuba
Kandungan aktif dalam akar tuba adalah rotenone (C23H22O6) Rotenone merupakan racun yang sangat cepat kerjanya dalam meracun ikan.
Kandungan rotenone tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu antara 0,3 ? 12 %. Selain rotenone, tuba juga mengandung unsur lain seperti degulin, eliptone, dan toxicarol dengan perbandingan 12 : 8 : 5 : 4.
rotenone akan mengalami kerusakan jika di panaskan pada suhu sekitar 1000° C selama 2 jam dan suhu 400° C selama 30 jam.
Kendati Rotenone sangat berbahaya bagi ikan, namun tidak berdampak bagi manusia, dan tidak bersifat sistemik (Kardinan, 2001)
Rotenone murni yang belum di olah daya racunnya lebih tinggi dari pada insektisida sintesis dari golongan karbonil. Jika hewan teracuni rotenone di dalam tingkat tinggi, maka akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan hati.
Di Indonesia, hanya ada satu merek dagang pestisida dengan bahan aktif rotenone didalamnya, yang telah terdaftar di departemen pertanian yaitu cemfish EC, yang mengandung 5% bahan aktif rotenone.
2. Syarat tumbuh
Tumbuhan tuba tersebar hampir seluruh nusantara, di temukan mulai daerah dataran rendah sampai tinggi(1 ? 1500 m dpl). Tuba menyenangi daerah-daerah yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi seperti di pingir-pingir sungai, rawa, di hutan, pegunungan, serta semak belukar. Ph yang di kehendaki tuba berkisar di antara asam sampai basa. Sedangkan suhu tidak menjadi faktor utama karena tuba dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
B. Pestisida
Pestisida merupakan zat atau bahan yang terdiri senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan atau membunuh jasad pengganggu. Pestisida di golongkan kedalam senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis dan didefinisikan sebagai segala senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, membasmi, penangkis dan mengurangi jasad pengganggu. Termasuk juga dalam golongan pestisida ini adalah senyawa kimia yang secara harfiah tidak membunuh jasad pengganggu akan tetapi karena fungsinya yang menyerupai pestisida maka di golongkan kedalam pestisida (Novizan,2002).
Menurut Natawigena (1989), berdasarkan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan pengunaan pestisida. Dalam peraturan ini di sebutkan bahwa pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :
1. memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil pertanian.
2. Memberantas gulma (tanaman pengganggu).
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak di inginkan. 4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
5. Memberantas atau mencegah hama- hama air.
6. Mencegah atau mencegah hama- hama luar pada hewan piaraan atau ternak.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat pengangkutan.
1. Jenis pestisida
Jasad pengganggu yang bisa merugikan tanaman dan hasil pertanian banyak sekali jenisnya. Untuk memberantas berbagai jenis jasad pengganggu ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Agar penggunaan pestisida bisa tepat pada sasaran, maka sebelumnya melakukan pemberantasan atau mencegah, kita harus mengetahui lebih dulu jenis jasad pengganggunya, baru kita menentukan pestisida apa yang cocok digunakan. (Novizan,2002)
Bila dilihat dari jenis jasad pengganggu, maka pestisida bisa digolongkan sebagai berikut :
a. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa mematikan jenis serangga. Binatang yang tergolong jenis serangga ini antara lain belalang, kepik, wereng, ulat dan sebagainya. b. Herbisida
Herbisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan di gunakan untuk mematikan tanaman pengganggu atau gulma. Gulma ini ada bermacam- macam, antara lain gulma berdaun lebar, rerumputan, alang-alang, eceng gondok dan lain- lain.
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan dapat digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. d. Bakterisida
Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa digunakan untuk mematikan bakteri atau virus yang bisa menimbulkan penyakit pada tanaman.
e. Nematisida
Nematisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang di gunakan untuk mematikan cacing (Nematoda) yang merusak tanaman. Bagian tanaman yang diserang terletak didalam tanah.
f. Akarisida
Akarisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa digunakan untuk mematikan jenis-jenis tunggau.
g. Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa digunakan mematikan jenis binatang pengeret, seperti tikus, rodentisida ini kebanyakan bersifat antikoagulan.
h. Moluskisida
Moluskisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa digunakan untuk mematikan binatang/hama jenis mollusca seperti bekicot dan keong mas.
2. Mengenal pestisida nabati/alami
Dilihat dari banyaknya akibat negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida sintesis, dan juga untuk menghadapi tantangan pembangunan sektor pertanian, pemerintah bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan-terobosan yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan berpihakan terhadap petani. Suatu pengendalian hama dan penyakit yang murah praktis, dan relatif aman terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh negara berkembang seperti Indonesia dengan kondisi petaninya yang memiliki modal terbatas untuk membeli pestisida sintetis.
Masalah produksi pertanian merupakan masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi, penggunaan pestisida khususnya pestisida sintesis sangat membantu peningkatan produktivitas hasil pertanian, walaupun telah disadari pula dampak dari penggunaan pestisida sintesis yang ditimbulkan tidaklah kecil. Tetapi, apabila pengunaan pestisida sintesis di hentikan secara total, maka dikhawatirkan akan menyebabkan turunnya produksi hasil pertanian. Oleh sebab itu, sudah tiba saatnya untuk memasyarakatkan pestisida nabati yang ramah lingkungan.
Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sangat mudah dibuat, hanya mengandalkan kemampuan tradisional saja para petani sudah dapat membuatnya. Pestisida nabati ini bersifat mudah
terurai(biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan hewan ternak karena residunya mudah hilang(Kardinan,2001).
Selain Beidegradable, sifat pestisida nabati adalah “pukul lari” (hit and run), yaitu apabila di aplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya mati, maka residunya juga akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.secara evolusi, tumbuhan telah dapat mengembangkan bahan kimia sendiri, yang berfungsi sebagai antibody dari serangan hama dan penyakit. Pada dasarnya, tumbuhan sangat kaya akan bahan bio aktif yang dapat di jadikan sebagai pestisida.
Penggunaan pestisida nabati tidak di maksudkan untuk meninggalkan atau menganggap tabu penggunaan pestisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar petani tidak hanya menggunakan pestisida sintesis. Selain itu penggunaan pestisida sintetis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkannyadapat di tekan atau dikurangi.
C. Peranan Pestisida Bagi Tanaman
Dalam kehidupan sehari- hari di bidang pertanian, kita tidak dapat mengingkari adanya pestisida. Sebagai mana kita ketahui, pestisida memiliki peranan yang sangat besar dalam kemajuan bidang pertanian (Sudarmo, 1992).
Misalnya dengan adanya pestisida. Kita dapat meningkat hasil akhir dari tanaman yang kita tanam. Selain itu, peranan pestisida dapat kita lihat, sebagai berikut :
1. Memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman 2. Dapat menghambat pertumbuhan hama dan penyakit.
3. Dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian direncanakan selama 2 bulan mulai bulan februari 2010 sampai bulan Maret 2010, meliputi kegiatan : persiapan penelitian, pengamatan dan pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian. Penelitian ini dilakukan di areal Gang gotong royong Rt 34 kost tiga bersaudara.
B. Alat dan Bahan 1. Alat
a. Toples plastik, digunakan untuk tempat atau wadah sampel penelitian. b. Blender, digunakan untuk menghaluskan akar tuba
c. Handsprayer, di gunakan untuk menyemprot hasil eksrtrak akar tuba d. Timbangan, digunakan untuk menimbang akar tuba
e. Saringan digunakan untuk menyaring ekstrak akar tuba
f. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur air serta mencampur larutan. g. Sendok di gunakan untuk mengaduk larutan
h. Kawat kasa digunakan untuk menutup toples i. Alat tulis, digunakan untuk tulis menulis. 2. Bahan
a. Akar tanaman tuba (Derris elitica(roxb)benth) sebanyak 50 g b. Air
d. Bekicot sebanyak 32 ekor e. Deterjen (Rinso)
C. Prosedur kerja
1. Persiapan toples plastik
Berguna untuk sebagai media tempat penelitian yang berdiameter 20 cm dan tinggi 30 cm. Toples yang digunakan sebanyak 4 buah dan ditutup Paranet.
2. Persiapan Bekicot
Bekicot (Achatina fulica) termasuk dalam famili mollusca adapun cara pengambilan hama bekicot ini dilakukan dengan cara manual (mengumpulkan/memungut), yaitu dengan mengunakan tangan, yang didapat pada tempat yang memiliki kelembaban tinggi, setelah itu bekicot tersebut dimasukan kedalam toples. Masing- masing toples diisi sebanyak 8 ekor bekicot.
3. Persiapan Daun Panili
Daun panili sebagai mediator, dipetik dari pohon sebanyak 20 lembar, sebagai makanan sementara karena hama bekicot
4. Persiapan Akar Tuba
Akar tuba diambil dari Kabupaten Nunukan, dengan cara menggali pada akar bawah menggunakan parang. Setelah itu direndam selama 1 minggu dengan alasan untuk menjaga kuwalitas ekstrak akar tubanya tetap awet dan lebih efektif, karena apabila tubanya terlalu kering untuk daya racun tidak terlalu kuat di karenakan getah pada akar tuba tersebut telah
terbawa oleh alam sehingga untuk mengekstrakan akar tuba tersebut terlalu sedikit yang dapat dihasilkan.
5. Pembuatan Ekstrak Akar Tuba
Setiap 50 g berat padat akar tuba, kemudian dicampur dengan 300 ml air, lalu diblender hingga halus, kemudian aduk hingga rata selama 5 menit. Hasil blender tersebut dibagi menjadi tiga dosis, yaitu :
a. 50 ml ekstrak akar tuba, dicampur dengan 25 ml air (larutan I). b. 100 ml ekstrak akar tuba, dicampur dengan 25 ml air (larutan II). c. 150 ml ekstrak akar tuba, dicampur dengan 25 ml air (larutan III).
Setelah dibagi tiga, dalam setiap dosisnya di berikan campuran deterjen(Rinso) sebagai bahan perekat sebanyak satu sendok teh( 4 g )
6. Penyemprotan Ekstrak Akar Tuba
Semprot larutan ekstrak akar tuba, dengan anjuran sebagai berikut : a. PO, tidak disemprot atau tanpa perlakuan (kontrol).
b. Larutan I disemprotkan pada P1, dengan dosis 50 ml ekstrak akar
tuba/25 ml air hingga habis.
c. Larutan II disemprot pada P2, dengan dosis 100 ml ekstrak akar
tuba/25 ml air hingga habis
d. Larutan III disemprot pada P3, dengan dosis 150 ml ekstrak akar
tuba/25 ml air hingga habis
Penyemprotan ekstrak akar tuba, dilakukan selama 10 menit pada pagi hari pukul 07.00 WITA
7. Pengambilan data
Setelah penyemprotan dibiarkan selama 16 jam hingga hama benar-benar dinyatakan mati pada masing- masing sampel, selanjutnya dilakukan pengambilan data.
D. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, adalah untuk mengetahui persentase bekicot yang mati. Dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan perhitungan dengan Rumus yang dikemukakan oleh Loetsch, (1973) yang dikutip oleh Nasir (2001), sebagai berikut :
P= X10
N A
0%
Keterangan :
P : Persentase Hama Yang Mati A : Jumlah Hama Yang Mati N : Jumlah Hama Keseluruhan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Persentase mati dan hidup hama bekicot
Berdasarkan hasil perbandingan persentase keberhasilan pestisida nabati dengan banyaknya hama yang mati dan yang hidup. dapat di lihat pada tabel 1 :
Tabel 1. Persentase hama yang mati dan yang hidup (Achatina fulica) selama 16 jam setelah penyemprotan ekstrak akar tuba :
Persentase banyaknya hama bekicot yang mati dan yang hidup (Achatina fulica) dapat dilihat dengan jelas seperti pada diagram seperti berikut : 0 20 40 60 80 100 Persentase P0 P1 P2 P3 Perlakuan
Persentase Hidup dan Mati
? Hama Bekicot
Persentase hidup bekicot (%) Persentase mati bekicot (%)
Gambar 1. Diagram Persentase hidup dan mati hama bekicot (Achatina fulica ).
Perlakuan ? Hama Bekicot Persentase hidup bekicot (%) Persentase mati bekicot (%) P0 8 - - P1 8 75 25 P2 8 50 50 P3 8 - 100
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat persentase keberhasilan pestisida nabati ekstrak akar tuba(Derris elliptica (roxb.) benth.) dengan banyaknya hama yang mati paling tertinggi adalah pada perlakuan P3 jumlah hama yang mati yaitu dengan persentase 100 %, kemudian perlakuan P2 jumlah hama yang mati dengan persentase tumbuh 50 %, dan perlakuan P1 jumlah hama yang mati dengan persentase 25 %.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan untuk mengetahui perbandingan
persentase keberhasilan pestisida nabati, ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) yang terbaik ditunjukkan oleh P3 dengan
persentase mati hama 100% karena banyaknya hama yang mati tergantung dari banyaknya dosis yang di berikan (150ml ekstrak akar tuba/25ml air), sehigga mempunyai daya racun yang lebih tinggi. Selain itu untuk larutan P2(100ml ekstrak akar tuba/25ml air) dan P1(50ml ekstrak akar tuba/25ml air) daya racunnya juga sangat baik tetapi jumlah hama yang mati sangat minim sekali sehingga hama yang lain pada P2 dan P1 dapat bertahan hidup karena banyaknya air terkandung dalam larutan ekstrak akar tuba tersebut.
Dapat juga dikatakan kematian hama bekicot pada perlakuan P3 dipengaruhi kecilnya wadah atau ruang (media) tempat hidup hama bekicot
(Achatina fulica) dan banyaknya dosis yang digunakan (150ml ekstrak akar tuba/25ml air) sehingga hama bekicot tidak dapat
semprot yang di lakukan sehingga dapat kita lihat persentase kematian hama yang tinggi. Pestisisda nabati ekstrak akar tuba ini apabila diaplikasikan secara berlebihan dapat merusak ekosistem seperti banyaknya bakteri yang menguntungkan mati serta jasad-jasad yang lainnya.
Sifat pestisida nabati adalah pukul lari (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya mati, maka daya racunnya juga akan cepat hilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Secara evolusi, tumbuhan ini dapat mengembangkan bahan kimia sendiri, yang berfungsi sebagai antibody dari serangan hama dan penyakit. Pada dasarnya, tumbuhan ini sangat kaya akan bahan bio aktif yang dapat di jadikan sebagai pestisida nabati.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan pestisida nabati ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb)Benth) dengan larutan deterjen. Lebih efektif
dalam mengendalikan hama bekicot (Achatina fulica) dengan konsentrasi 150ml/25ml air, akan tetapi karena pestisida ini sifatnya mudah terurai (Biodegradable) bisa saja hama yang sempat lari akan tetap bertahan hidup.
2. Keberhasilan penggunaan pestisda nabati ekstrak akar tuba diduga disebabkan oleh faktor wadah sampel yang kecil dan dosis yang terlalu tinggi, karena hama tersebut tidak mempunyai ruang untuk menetralisir daya racun tersebut, sehingga persentase kematian hama terlihat lebih tinggi.
B. Saran
Kegiatan penelitian ini sangat bermanfaat khususnya kepada Mahasiswa/i, agar dapat mengembangkan pestisida nabati dari ekstrak akar tuba dan memberikan pengetahuan tentang pembuatan pestisida nabati kepada para petani. disini penulis menyarankan :
1. Para petani sebaiknya mengunakan pestisida nabati ekstrak akar tuba dengan dosis yang telah ditentukan 150ml/25ml guna untuk mengendalikan hama bekicot (Achatina fulica).
2. Untuk mendapatkan pestisida nabati yang lebih baik agar daya racunnya lebih tinggi sebaiknya mengunakan akar tuba yang segar, karena apa bila akar tuba yang digunakan terlalu kering daya racun ekstrak akar tuba akan menghilang terbawa alam, dan daya racunnya sangat sedikit.
3. Sebaiknya tanaman tuba dibudidayakan dan dimanfaatkan dengan baik, karena tanaman tersebut termasuk jenis pestisida yang sangat ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIM. 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 13. PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta
HEYNE. 1087. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Koprasi Karyawan Kehutanan, Jakarta pusat.
KARDINAN. A. 2001. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
NASIR, M. 2001. Usulan Penelitian. Pemanfaatan Ekstrak Jahe (Zingiber
officinale) Sebagai Pestisida Botani Pada Beberapa Serangga Perusak
Anakan Akasia. Politeknik Negeri Samarinda. Samarinda.
NATAWEGENA. H. 1989. Pestisida dan Kegunaannya. CV. Armico, Bandung .
NOVIZAN. 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agromedia Pustaka, Tanggerang.
NOVIZAN. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Rama Lingkungan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
PRAWIROHARTONO. Dkk. 1987. Buku Pelajaran SMU Biologi. Erlangga, Jakarta.
SUDARMO. S. 1992 Pestisida Untuk Tanaman Kanisius, Yogyakarta.
Lampiran 1.
Tabel 2. Pengamatan Persentase Kematian Hama Bekicot :
Perlakuan Po (tanpa perlakuan) Perlakuan P1 (Dosis/ Estrak akar tuba 50 ml/25 ml air ) Perlakuan P2 (Dosis/ Estrak akar tuba 100 ml/25 ml air) Perlakuan P3 (Dosis/ Estrak akar tuba 150 ml/25 ml air) Keteranga n Keteranga n Keteranga n Keteranga n No. Samp el Hid up Ma ti No. Samp el Hid up Ma ti No. Samp el Hid up Ma ti No. Samp el Hid up Ma ti Po 8 - P1 6 2 P2 4 4 P3 - 8 % Hidu p 100 - % Hidu p 75 25 % Hidu p 50 50 % Hidu p - 10 0
Lampiran 2.
Gambar 2. Pemotongan Akar Tuba Sebelum Penimbangan
Lampiran 3.
Gambar 4. Hasil Ekstrak dari akar tuba
Lampiran 4.
Gambar 6. Penggisian air mengunakan gelas ukur
Lampiran 5.
Gambar 8. Penyemprotan pestisida nabati Ekstrak Akar tuba
Lampiran 6.