• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelian Impulsif Produk Fashion. menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelian Impulsif Produk Fashion. menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelian Impulsif Produk Fashion 1. Pengertian Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami desakan tiba-tiba yang biasanya kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera (Karbasivar & Farahmadi, 2011). Solomon & Rabolt (2009) juga menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan. Kecenderungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa tindakan tersebut adalah hal yang wajar (Rook & Fisher dalam Solomon 2004).

Rook (1987) menyatakan bahwa :

“impulse buying occurs when a consumer experiences a sudden, often powerfull and persistent urge to buy something a immediately.” ini berarti pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami desakan tiba-tiba, yang biasanya kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Pembelian ini cenderung terjadi dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya.

Cobb dan Hayer (dalam Semuel 2006) mengklarifikasi suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau

(2)

kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Engel dan Blackwell (2003) menyebutkan bahwa pembelian impulsif adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa rencana sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Hal ini sejalann dengan pernyataan Mowen dan Minor (2002) yang mengatakan bahwa pembelian impusif terjadi bila pembelian dilakukan dengan sedikit pengendalian kognitif dan sebagian besar secara otomatis.

Menurut Pramantono (Fitriani, 2010) pembelian impulsif adalah sebagian dari pembelian yang tidak terencana, disebabkan oleh ekspose dari stimulus dan diputuskan langsung dilokasi belanja. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Piron (dalam Muruganantham & Bhakat, 2013) mendefinisikan pembelian impulsif didasarkan pada empat konsep kriteria pembelian yaitu tidak terencana, memutuskan saat itu juga, berasal dari reaksi terhadap stimulus dan melibatkan reaksi kognitif, reaksi emosional ataupun keduanya.

Damayanti (2006) menyebutkan bahwa belanja impulsif (impulsive buying) adalah perilaku belanja yang tidak memiliki perencanaan, diwarnai oleh dorongan yang kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tiba dan sering kali sulit untuk ditahan yang dipicu secara spontan pada saar berhubungan dengan produk, serta diiringin dengan perasaan menyenangkan serta penuh gairah. Kim (dalam Mulyono, 2012) juga menyebutkan bahwa

(3)

pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu yang disertai oleh adanya keinginan mendesak untuk membeli produk tertentu. Maksudnya adalah bahwa pembelian impulsif terjadi saat (calon) konsumen sudah berada ditoko dan ketika terpapar stimuli eksternal (produk yang dilihatnya), akan muncul keinginan mendesak dalam dirinya untuk segera membeli produk tersebut, pembelian impulsif seperti ini tidak perlu mencari informasi tentang produk alternatif lebih banyak dan mengevaluasi alternatif produk yang telah diketahuinya. Dengan kata lain pembelian ini terjadi secara impulsif atau spontan, tidak terencana (di rumah) sebelumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya, proses pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian ini dilakukan secara spontan setelah melihat produk, sulit ditahan, tergesa-gesa dan hanya mementingkan kesenangan sesaat atau bukan mementingkan akan guna dan akibat dari pembelian yang dilakukan.

2. Pengertian Produk Fashion

Fashion berasal dari kata bahasa inggros yang artinya suatu cara,

kebiasaan atau mode. Dalam The Contemporary Dictionary (2006), mengartikan fashion sebagau mode atau gaya busana. Solomon (2004), menyatakan fashion merupakan suatu kombinasi dari atribut-atribut tertentu,

(4)

yaitu kombinasi dari penampilan yang dipakai individu. Selain itu, Syaifudin (2012) juga menyatakan fashion adalah rangkaian busana yang dikenakan seseorang dalam waktu dan acara tertentu.

Menurut Soanes (dalam Compact Oxford English Dictionary, 2003) mendefinisikan fashion sebagai :

a popular trend, especially in dress: the product and marketing and marketing of bew styles of clothing and cosmetic”.

Produk fashion yang difokuskan dalam penelitian ini adalah pakaian, tas, sepatu dan aksesoris.

Berdasarkan urian diatas, dapat disimpulkan bahwa produk fashion adalah produk mode yang dikenakan seseorang dalam waktu dan acara tertentu, produk yang dimaksud meliputi pakaian, sepatu, tas serta akseseoris.

3. Pengertian Pembelian Impulsif Produk Fashion

Pembelian impulsif adalah pembelian yang dilakukan secara spontan, tanpa perencanaan, yang disebabkan karena adanya desakan atau dorongan yang tidak dapat ditolak oleh konsumen dan dilakukan dengan sedikit pertimbangan atau tergesa-gesa. Produk fashion adalah produk mode yang dikenakan seseorang dalam waktu dan acara tertentu, seperti pakaian, tas , sepatu dan aksesoris. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelian impulsif produk fashion adalah pembelian yang dilakukan secara spontan atau tanpa perencanaan terhadap produk fashion yang dilakukan

(5)

karena adanya desakan atau dorongan yang tidak dapat ditolak dan dilakukan dengan tergesa-gesa atau dengann sedikit pertimbangan.

4. Jenis-Jenis Pembelian Impulsif

Menurut Miller (dalam Sugiharto & Japarianto, 2011) jenis-jenis pembelian impulsif ada empat, yaitu;

a. Pure Impulse (Pembelian impulsif murni)

Sebuah pembelian yang menyimpang dari pola pembelian normal. Tipe ini dinyatakan sebagai novelty/escape buying.

b. Suggestion (Pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)

Pembelian tipe ini, konsumen sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk baru, konsumen melihat produk tersebut untuk pertama kali dan memvisualkan sebuah kebutuhan untuk barang tersebut.

c. Reminder Impulse (Pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)

Pembeli melihat produk tersebut dan diingatkan bahwa persediaan di rumah perlu ditambah atau telah habis.

d. Planned Impulse (Pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan)

Tipe pembelian ini terjadi setelah melihat dan mengetahui kondisi penjualan. Misalnya penjualan produk tertentu dengan harga khusus,

(6)

pemberian kupon dan lain-lain. 5. Aspek-Aspek Pembelian Impulsif

Menurut Rook (Sugiharto & Japarianto, 2011), aspek-aspek pembelian impulsif adalah

a. Spontanitas

Pembelian yang tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. Contohnya, seseorang yang membeli tidak ingin membeli baju baru, tetapi tertarik membeli baju karena melihat baju yang menarik.

b. Kekuatan, kompulsi dan intensitas

Karena ada motivasi untuk mengesampingkan yang lainnya, sehingga bertindak dengan seketika. Contohnya, saat berkunjung ketoko baju dan berniat membeli baju baru kemudian melihat ada tas cantik dengan model baru dari merek tertentu yang sangat diinginkan sejak lama sehingga menunda pembelian baju untuk membeli tas.

c. Kegairahan dan stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli yang sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “mengairahkan”, “menggetarkan” atau “liar”. Sontohnya, membeli barang merek tertentu yang limited edition yang jika tidak dibeli maka akan kehabisan.

(7)

d. Ketidak pedulian akan akibat

Sulit menolak desakan untuk membeli sehingga akibat negatif yang muncul akan diabaikan. Contohnya, memakai uang belanja 1 bulan hanya untuk membeli tas bermerek, tanpa memperdulikan biaya hidup untuk 1 bulan ke depan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek pembelian impulsif adalah spontanitas, kekuatan, kompulsi dan intensitas, kegairahan dan stimulasi, dan ketidak pedulian akan akibat.

Loundon dan Bitta (Engel, Blackwell & Miniard, 2003) mengemukakan 5 elemen yang digunakan untuk membedakan perilaku konsumen yang impulsif dengan perilaku konsumen yang dalam pembelian tidak impulsif. Adapun elemen yang dimaksud adalah:

a. Konsumen memiliki keinginan atau dorongan yang datang secara tiba-tiba dan spontan dalam melakukan tindakannya, yang berbeda dari perilaku sebelumnya.

b. Keinginan atau dorongan konsumen yang datang secara tiba-tiba untuk membeli yang ditandai dengan adanya ketidak seimbangan psikologis dimana individu merasa diluar kendali yang bersifat sementara.

c. Konsumen mengalami konflik psikologis dan berusaha untuk menimbang antara melawan kepuasan dengan segera dengan konsekuensi jangka panjang dari pembelian.

(8)

d. Konsumen mengurangi evaluasi kognitif (proses berfikir) mereka terhadap fitur produk tertentu.

e. Konsumen seringkali melakukan pembelian impulsif (menurutkan kata hati) tanpa menghiraukan konsekuensi dimasa yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah aspek yang dikemukakan oleh Rook (Engel, Blackwell & Miniard, 2003) yaitu spontanitas, kekuatan, kompulsi dan intensitas, kegairahan dan stimuli dan ketidakpedulian akan akibat.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Muruganantham dan Bhakat (2013) mengatalan bahwa pembelian impulsif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti rangsangan eksternal, sifat-sifat pribadi konsumen, situasi dan produk itu sendiri (product oriented) atau aspek demografi dan sosio-budaya yang beragam.

a. Rangsangan eksternal dan lingkungan toko

Rangsangan eksternal terkait dengan lingkungan belanja dan lingkungan pemasaran. Lingkungan belanja termasuk ukuran toko, suasana, desain dan format. Sementaara lingkungan pemasaran adalah berbagai aktivitas penjualan dan periklanan seperti promosi harga atau diskon. Ikawati, Sarwoko dan Tyasari (2013) menemunkan bahwa diskon atau potongan harga amampu mempengaruhi konsumen

(9)

melakukann proses pembelian.

Konsumen dapat mengalami dorongan untuk membeli secara impulsif ketika adanya stimulus visual seperti promosi harga. Promosi dapat bertindak sebagai dasar untuk membedakan sebuah toko dengan toko lain sehingga menarik pelanggan untuk melakukan pembelian.

Rook dan Hoch (1985) menekankan pembelian yang impuls sebenarnya dimulai dengan sensasi konsumen dan persepsi didorong oleh stimulus eksternal dan diikuti dorongan tiba-tiba untuk membeli.

Selain itu, berbagai rangsangan dalam toko baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pelanggan. Atmosfer toko yang dipengaruhi oleh atribut seperti pencahayaan, tata letak, display barang dagangan, perlengkapan, penutup lantai, warna, suara, bau, dan pakaian serta pelayanan toko akan memberikan stimulus kepada pelanggan yang akan mempengaruhi perilaku membeli (Engel, Blackwell & Miniard, 2003). Menurut Muruganantham dan Bhakat (2013) lingkungan toko yang menyenangkan menyebabkan peningkatan pembelian yang impulsif.

b. Rangsangan internal

Faktor internal ini terkait dengan isyarat internal individu dan karakteristik yang membuat konsumen terlibat dalam pembelian impulsif. Pembelian impulsif dapat memberikan kegembiraan,

(10)

antusiasme, hiburan dan sukacita. Seperti yang di kemukakan oleh Rook (1987) bahwa pembelian impulsif adalah sifat gaya hidup yang bisa dihubungkan dengan materialisme, mencari sensasi dan aspek rekreasi belanja. Muruganantham dan Bhakat (2013) menunjukkan bahwa pembelian impulsif mungkin berasal dari sifat-sifat konsumen seperti ceroboh dan mengoptimalkan tingkat rangsangan, merasakan kenikmatan berbelanja, atau kurangnya kontrol diri.

c. Situasional dan faktor produk terkait

Situasional pembelian impulsif yang dimaksudkan adalah lokasi toko, keadaan saat berbelanja, kebiasaan belanja dan waktu yang tersedia. Tekanan waktu dapat menjadikan seseorang melakukan pembelian impulsif. Semakin banyak waktu yang dihabiskan di toko sebelum melihat item impulsd, merupakan kesempatan untuk membeli secara impulsif.

Muruganantham dan Bhakat (2013) menemukan bahwa pembelian impulsif produk fashion dipengaruhi oleh mode terbaru dan cenderung impulsif saat berbelanja. Mode pakaian seperti warna dan gaya yang dimasukan kedalam toko juga dapat mempengaruhi kemungkiinan pembelian impulsif.

(11)

d. Demografis dan faktor sosial budaya

Gender sebagai kategori sosial mempengaruhi pembelian impulsif. Pria lebih cenderung membeli barang insyrumental dan rekreasi yang berhubungan dengan aktivitas mereka. Perempuan cenderung membeli barang ssimbolis yang dapat mengekspresikan diri dan berhubungan dengan penampilan dan aspek emosional diri (Muruganantham & Bhakat, 2013).

Dari sudut pandang sosial ekonomi, individu dengan tingkat pendapatan yang relatif rendah cenderung untuk meninkmati kesenangan langsung (seperti penghematan sehari-hari) sebagai lawan untuk menunda pembeliann impulsif. Selain itu, pujian dari orang lain dan teman-teman selama berbelanja dapat meningkatkan peluang untuk membeli secara impulsif.

Dari uraian di atas dapat diketahui faltor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif yaitu rangsangan eksternal, rangsangan internal, situasional dan produk terkait, dan demografi atau faktor sosial budaya.

Lain halnya menurut Loundon dan Bitta (Dawson & Kim, 2009) yang mengatakan pembelian-pembelian yang tidak direncanakan menunjukan bahwa ada beberapa karakteristik produk, karakterisrik pemasaran, dan karakteristik-karakteristik konsumen yang muncul sehubungan dengan proses pembelian.

(12)

a. Karakteristik produk yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah: 1) Memiliki harga yang rendah

2) Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut 3) Siklus kehidupan produknya pendek

4) Ukurannya kecil atau ringan 5) Mudah disimpan

b. Pada faktor marketing, hal-hal yang mempengaruhi pembelin impulsif adalah:

1) Distribusi masa pada self service outlet terhadap pemasangan iklan besar-besaran dan material yang akan didiskon.

2) Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut mempengaruhi pembelian impulsif.

c. Karakteristik konsumen yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah: 1) Kepribadian Konsumen

Freud (Feist, 2010) menyatakan bahwa kepribadian merupakan produk dari ketidakserasian antara tiga kekuatan id, ego dan super ego. Id mencakup dorongan fisiologis yang mendorong seseorang untuk bertindak. Dorongan ini tidak didasari dan membentuk keadaan yang bergejolak. Id menghendaki gratifikasi yang bersifat segera dari instingnya. Id berlaku pada prinsip kesenangan yang menggerakkan orang untuk memperoleh perasaan dan emosi positif.

(13)

Fungsi ego adalah untuk mengekang hasrat id sehingga konsumen bisa mengendalikan keinginannya. Dalam pembelian impulsif, konsumen cenderung tidak dapat mengendalikan id yang dimilikinya. Karena dalam pembelian impulsif hanya dibutuhkan kesenangan sesaat dalam proses pmebeliannya, tidak memperdulikan akibat dan tidak melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan pembelian.

2) Demografis

Karakteristik demografis terdiri dari gender, usia, status perkawinan, pekerjaan dan pendidikan dan pendapatan.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), Demografis membantu menemukan pasar target atau pasar sasaran. Variabel-variabel demografis yang mengungjap kecenderungan yang memberikan isyarat berbagai peluang bisnis, seperti gender, usia, status perkawinan, pekerjaan dan pendidikan.

a) Gender (jenis kelamin) sering kali menjadi segmentasi yang tampak mata. Wanita secara tradisional telah menjadi pengguna utama berbagai produk fashion seperti banyaknya model fashion yang ditawarkan bagi wanita.

b) Usia, kebutuhan dan minat terhadap produk bervariasi sesuai dengan usia para konsumen. Usia kronologis secara tidak langsung

(14)

menyatakan beberapa kekuatan yang mendasarinya. Perbedaan yang penting antara pengaruh umur dan pengaruh kelompok.

c) Status perkawinan, secara tradisional keluarga telah menjadi focus kebanyakan usaha pemasaran, dan bagi kebanyakan produk serta jasa, rumah tangga terus-menerus merupakan unit pengkonsumsian yang relevan. Para pemasar memberikan perhatian pada jumlah dan jenis rumah tangga yang membeli dan memiliki berbagai produk tertentu. d) Pekerjaan, pendidikan dan pendapatan: pendapatan merupakan

indikator yang kuat mengenai kemampuan untuk membayar produk atau model produk yang khusus. Pendidikan, pekerjaan dan pendapatan cenderung mempunyai kolerasi erat yang nyaris merupakan hubungan sebab-akibat. Pekerjaan tingkat tinggi yang menghasilkan penghasilan yang tinggi biasanya membutuhkan pelatihan pendidikan lanjutan.

3) Karakteristik-karakteristik sosio-ekonomi yang dihubungkan dengan tingkat pembelian impulsif.

Produk-produk tertentu mempunyai sasaran konsumen yang berstatus sosio-ekonomi tinggi atau berpenghasilan tinggo. Konsumen yang status sosio-ekonominya tinggi cenderung akan lebih sering berbelanja, dalam proses pembeliannya konsumen cenderung lebih konsumtif karena pembelian tertentu berdasarkan dengan penghasilan

(15)

yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah karakteristik produk, faktor marketing, dan karakteristik konsumen.

B. Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan salah satu sifat kepribadian yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam membeli barang dan jasa (Munandar, 2008). Lazaruz (dalam Dira, 2014) mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Ghufron dan Risnawita (2010) mengatakan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki. Hal ini berarti kontrol diri untuk memahami keseluruhan pengungkapan diri baik yang positif maupun negatif sehingga individu menyadari apa yang bisa membangkitkan ekspresi-ekspresi positif maupun negatif di dalam diriya. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola

(16)

faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi pada lingkungan maupun diri sendiri.

Menurut Chaplin (2005) kontrol diri adalah kemampuan membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan seseorang untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Kontrol diri ini menyangkut seberapa kuat seseorang memegang nilai dan kepercayaannya untuk dijadikan acuan ketika bertindak atau mengambil suatu keputusan. Sama halnya dengan Tangney, Baymeister dan Boone (2004) yang mengatakan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan individu untuk menentukan perilakunya berdasarkan standart tertentu seperti moral, nilai dan aturan di masyarakat agar mengarah pada perilaku yang positif.

Calhoun dan Acocella (dalam Utami & Sumaryono, 2008) menjelaskan bahwa kontrol diri adalah individu-individu sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Kontrol diri ini penting untuk dikembangkan karena individu tidaak hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu mempunyai kebutuhan untuk memuaskan keinginan dari kebutuhannya sehingga agar tidak mengganggu dan melanggar kenyamanan dan keselamatan orang lain, individu harus mengontrol perilakunya sehingga masyarakat menghargai kemampuan, dan kebaikan, kebaikan yang dimiliki individu sehingga dapat diterima masyarakat lainnya. Nashori (2004) menjelaskan bahwa kemampuan

(17)

individu untuk memandi, mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam mengahadapi stimulus melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif dan bebas dari konsekuensi negatif.

Baumeiser (2002) menyatakan kontrol diri adalah suatu kapasitas untuk memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu. Kontrol diri merupakan respon yang baru dimulai untuk menggantikan sesuati dengan yang lain, misalnya respon yang berkaitan dengan mengalihkan perhatian dari sesuatu yang diinginkan, mengubah emosi, menahan dorongan tertentu dengan memperbaiki kinerja. Haws, Bearden dan Nenkov (2011) menemukan kontrol diri yang difokuskan untuk perilaku konsumen yaitu Consumer

Spending Self Control (CSSC). Consumer Spending Self Control (CSSC)

adalah kemampuan konsumen untuk melakukan pemantauan dan regulasi diri ketika berbelanja yang berhubungan dengan pikiran dan keputusan sesuai dengan standar diri yang di anut.

Berdasarkan uraian di atas, kontrol diri dapat diartikan sebagai kemapuan individu untuk mengendalikan, mengatur, serta mengarahkan perilaku yang akan dilakukan, emosi maupun dorongan-dorongan darii dalam diri individu utnuk melakukan sesuatu yang berguna baikk untuk diri sendiri maupun orang lain.

2. Aspek-Aspek Kontrol Diri

(18)

diri adalah monitor, self regulation, dan having clears standar.

a. Monitoring yaitu kemampuan memantau aktivitas agar sesuai dengan standar yang ada. Contohnya mahasiswi selalu mengontrol pengeluaran dalam berbelanja agar pengeluarannya tidak melebihi dari uang bulanan yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Self Regulation adalah kemampuan individu untuk mengatur diri dalam suatu aktivitas yang melibatkan kemampuan metakognisi, motivasi dan perilaku aktif. Metakognisi yaitu kemampuan kognitif yang dapat membimbing dirinya dalam melakukan aktivitas. Motivasi yaitu kebutuhan dasar yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Perilaku aktif kemampuan individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan, maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitasnya.

c. Having Clears Standar, yaitu kemampuan seseorang memiliki peraturan atau patokan yang jelas dalam aktivitasnya. Contohnya mahasiswa yang sudah memiliki peraturan yang terdapat dalam dirinya tidak akan boros dalam membelanjakan uangnya sehingga ia akan menentukan standar banyaknya biaya yang boleh ia keuarkan setiap bulannya.

Menurut Averill (dalam Jannah & Rahayu, 2007) berpendapat bahwa terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognisi (cognitive control), dan mengontrol keputusan

(19)

(decisional control).

a. Kontrol Perilaku (behavioral control) adalah kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, kemampuan ini terdiri dari:

1) Kemampuan mengontrol perilaku yaitu kemampuan untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi. Individu yang dirinya baik akan kemampuan mengontrol perilaku, akan mampu mengontrol perilaku dengan kemampuan dirinya, bila tidak mampu maka individu akan menggunakan sumber eksternal untuk mengatasinya.

2) Kemampuan mengontrol stimulus yakni kemampuan untuk menghadapi stimulus yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi sebagiann dari stimulus yang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum berakhir dan membatasi intensitas stimulus.

b. Kontrol Kognitif (congnitive control) yaitu kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasikan, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif seebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan kognitif ini meliputi:

1) Kemampuan mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relatif-objektif dan ini didukung oleh informasi

(20)

yang dimilikinya.

2) Kemampuan menafsirkan peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Kontrol dalam mengambil keputusan (decisional control) adalah kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakini atau disetujui. Kontrol pribadi dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih beberapa hal yang sama memberatkan.

Menurut Tangney, Baumeister dan Boone (2004), aspek-aspek yang membentuk kontrol diri seseorang ada lima yaitu:

a. Self Dicipline, yaitu mengacu pada kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Individu dengan self dicipline mampu menahan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasinya.

b. Deliberate, yaitu kecendrungan individu untuk mempertimbangkan aktivitas tertentu, bersifat hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Dengan kemampuan ini individu mampu bersifat tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak.

c. Healthy Habits, yaitu kemampuan mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang baik bagi individu. Oleh karena itu, individu dengan healthy habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak

(21)

buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan. Individu dengan healthy habits akan mengutamakan hal-hal yang memberikan dampak positif bagi dirinya meski dampak tersebut tidak diterima secara langsung.

d. Work Ethic yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan. Individu dengan work

ethic mampu memberikan perhatiannya pada pekerjaan yang sedang

dilakukan.

e. Reliability, yaitu dimensi yang terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk pencapaian tertentu. Individu ini secara konsisten akan mengatur perilakunya untuk mewujudkan setiap perencanaanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kontrol diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek dari Haws, Bearden dan Nenkov (2011) karena aspek tersebut lebih relevan dengan penelitian ini yang berhubungan dengan perilaku konsumen terhadap produk fashion . Aspek-aspek dari Consumer Spending Self Control (CSSC) adalah monitoring, self regulation, dan having clears standar.

(22)

C. Hubungan Antara Kontrol Diri Terhadap Pembelian Impulsif Pada Mahasiswi

Faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian pada konsumen salah satunya adalah kontrol diri atau self control. Perilaku pembelian tidak terlepas dari kontrol diri masing-masing individu, seperti bagaimana seseorang harus mengontrol diri dalam membelanjakan uangnya. Self control merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya dari tindakan yang impulsif dan mengikuti emosi sesaat. Seseorang yang memiliki pengendalian diri rendah sering mengalami kesulitan menentukan konsekuensi atas tindakannya. Menurut Haws, Bearden, dan Nenkov (2011) mengatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk melakukan pemantauan dan regulasi diri ketika berbelanja dengan pikiran dan keputusan sesuai dengan standart diri yang di anut.

Adanya kontrol diri akan menjadikan individu lebih dapat memandu, mengarahkan dan mengatur pribadi dengan kuat yang akhirnya menuju sesuatu yang baik. Pola kerja pada kontrol diri tersebut yaitu dengan menolak pola respon yang terbentuk dan menggantinya dengan yang lain. Respon penggantinya sendiri terdiri dari penggunaan pemikiran, pengubah emosi, pengaturan dorongan dan pengubah tingkah laku. Kaitannya dengan keputusan membeli, sebuah kontrol diri dikatakan berhasil ketika seseorang mampu memilih sesuatu secara tidak tergesa-gesa. Dengan kata lain, seseorang tersebut akan memikirkan pembelian secara teliti dan seksama. Sehingga kontrol diri cenderung mampu meminimalkan terjadinya perilaku

(23)

pembelian yang tidak terencana.

Haws, Bearden dan Nenkov (2011) menyebutkan beberapa aspek dalam kontrol diri yaitu monitoring, self regulation dan having clear standar. Aspek pertama adalah monitoring. Proses ini dilakukan untuk menjaga jalur agar tetap pada perilaku yang relevan. Ketika individu menjaga dengan berhati-hati dalam belanja, maka pembelian yang tidak terencana tidak muncul (Naomi & Mayasari, 2008). Dengan adanya proses monitoring, individu akan terhindar dari perilaku boros karena setiap tindakannya akan dilakukan, dipantau oleh kontrol monitoring agar tidak terjadi pembengkakan biaya yang terjadi karena pembelian yang tidak terkendali.

Aspek yang kedua adalah self regulation. Individu menyadari apa yang diinginkan dan juga perilakunya, namun hal itu tidak mampu membuat dirinya beperilaku seperti yang diperlukan. Jika individu tidak mampu mengatur diri dalam berperilaku, maka pembelian impulsif akan tetap terjadi karena disebabkan oleh perasaan emosi yang kuat dan mendorong individu untuk melakukan pembelian impulsif dengan sedikit pertimbangan (Widawati, 2011).

Aspek yang ketiga dari kontrol diri adalah having clears standar. Individu yang memiliki peraturan atau patokan yang jelas terhadap barang atau produk yang akan dibelinya. Konsumen yang membeli dengan penuh kesadaran serta merasa memiliki keterikatan dan kebutuhan akan suatu produk yang telah direncanakan dengan matang tidak akan merasa menyesal setelah transaksi pembelian (Utami & Sumaryono, 2008). Hal ini didukung oleh data dilapangan yang dilakukan oleh Widawati (2011) yang

(24)

mengatakan bahwa individu yang membuat perencanaan tetap dalam melakukan pembelian barang sesuai dengan rencana awal, sekalipun ada stimulasi yang kuat dari lingkungan, maka individu tidak akan terpancing untuk membeli diluar daftar belanja.

Individu yang tidak memiliki perencanaan akan mudah terpengaruh karena adanya dorongan yang kuat untuk membeli produk diluar perencanaannya. Sejalan dengan pernyataan Peck dan Children (dalam Rohman, 2008) yang mengatakan bahwa reaksi impulsif merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, mendadak, segera dan cenderung terjadi secara tiba-tiba.

Pembelian impulsif yang dilakukan secara terus menerus dapat mengarahkan pada pola pembelian kompulsif yang cenderung sulit dihentikan karena pembelian impulsif hanya melibatkan proses berfikir yang rendah (Djudiyah & Hadipranata, 2002). Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Wenber dan Gottwald (dalam Mowen & Minor, 2002) yang mengatakan bahwa pembelian impulsif melibatkan keadaan afektif yang kuat dengan pengendalian kognitif yang rendah dan konsumen berperilaku secara otomatis.

Dalam hal ini, kontrol diri berperan penting untuk mengubah kebiasaan tersebut. Kontrol diri ini dijelaskan oleh Nashori (2004) yang menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam menghadapi stimulus memlalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif dan bebas dari konsekuensi negatif.

(25)

pembelian impulsif pada mahasiswi, sehingga hal ini menjadi alasan peneliti ingin meneliti hubungan kontrol diri dengan perilaku impulsif pada mahasiswi.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan pembelian impulsif mahasiswi. Semakin tinggi kontrol diri pada mahasiswi maka semakin rendah pembelian impulsifnya. Sebaliknya, semakin rendah kontrol diri pada mahasiswi maka semakin tinggi pembelian impulsifnya.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan melakukan observasi ke beberapa brand yang memproduksi busana semi-formal, melakukan

Terkait dengan terbatasnya data dan informasi biologi udang di Teluk Cempi, perlu dilakukan kajian nisbah kelamin, sebaran panjang dan berat, hubungan panjang dan berat, TKG,

Berdasarkan survei dan hasil wawancara dengan beberapa pengusaha di bebera toko kawasan sentra penjualan aneka produk cendramata khas Bengkulu ditemukan (1) Khusus

Terdapat beberapa permasalahan yang mungkin muncul dalam penjualan on-line berbasis media sosial yaitu: a) Kualitas produk yang tidak pasti. Karena calon pembeli tidak

Mengacu pada Lincolin (1995), yang menyatakan bahwa penggunaan bahan baku dalam proses produksi industri kecil di Indonesia pada umumnya tidak efisien, maka pertanyaan

Berdasarkan hal tersebut penulis membuat laporan akhir ini dengan judul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Pintu Rumah Untuk Penetapan Harga Jual Pada CV Sinar

Puhuttelu- ja Jumalan valtakunta-aiheiset vertaukset taas kerrotaan opetuslapsille tai kansalle, ne ovat opetuksellisia ja niissä on usein joku näyttämö sekä ne myös

sistem, jika username dan password benar maka akan masuk ke Menu Utama dan menu Master serta menu Proses aktif, jika tidak akan tampil pesan kesalahan. Untuk keluar dari form