• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORITIS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORITIS 2.1 Jasa dan Karakteristik Jasa

2.1.1 Pengertian Jasa

Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu sebagai suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Seperti yang diungkapkan oleh Kotler dan Armstrong (1993 :494), jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa (service) itu sendiri mempunyai banyak arti, mulai dari pelayanan pribadi (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran jasa yang berusaha mendefinisikan pengertian jasa. Berikut ini adalah beberapa di antaranya :

Christian Gronroos (1990) mendefinisikan jasa sebagai berikut :“A service is an activity or series of activities of more or less intangible nature that normally, but not necessarily, take place in interactions between the customer and service employees and/or physical resources or good and/or system of the service provider, which are provided as solutions to customer problems”.

(2)

Lehtinen (1983) mendefenisikan jasa sebagai berikut :“A service is an activity or a series of activities which take place in interactions with a contact person or physical machine and which provides consumer satisfaction”.

Lupiyoadi (2006) menyatakan bahwa jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak berupa produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen.

Solomon (2003:7) menyatakan bahwa jasa adalah produk yang tidak dapat dilihat yang kita beli dan gunakan tetapi tidak pernah memiliki. Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya (Zeithaml, 2003:3). Jadi jasa merupakan suatu kinerja atau penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan atau konsumen lebih dapat berperan serta aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Kondisi cepat atau lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat bergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja yang ditawarkan oleh pihak produsen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang ditawarkan kepada pihak lain dan tidak berwujud tetapi dapat dinikmati manfaatnya.

(3)

2.1.2 Karakteristik Jasa

Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang atau produk fisik. Dalam berbagai riset dan literatur manajemen pemasaran jasa, terungkap bahwa jasa memiliki 4 (empat) karakteristik unik yang membedakannya dari barang atau produk fisik (Kotler, 2005), yaitu :

1. Intangibility (tidak berwujud)

Jasa bersifat tidak berwujud. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami oleh konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.

2. Inseparability (tidak terpisahkan)

Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melewati berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka penyediaannya merupakan bagian dari jasa itu. 3. Variability (bervariasi)

Output dari jasa tidak ada standarisasinya. Setiap unit jasa agak berbeda dengan unit jasa lain yang sama. Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu diberikan, jasa sangat bervariasi. 4. Perishability (cepat hilang)

Jasa tidak bisa disimpan. Sifat jasa itu mudah lenyap atau perishability tidak menjadi masalah bila permintaan tetap. Bila permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah yang sulit dalam melakukan persiapan

(4)

pelayanannya. Untuk itu, perlu dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta program promosi yang tepat untuk mengatasi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran jasa.

2.2 Kualitas Pelayanan Kesehatan

Pengertian kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Tjiptono (2004) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan konsumennya secara konsisten.

Parasuraman, et al. dalam Tjiptono (2014) mengidentifikasi 10 (sepuluh) dimensi pokok layanan agar kualitas layanan (SERVQUAL/Service Quality) dapat dicapai antara lain meliputi :

1. Reliability, mencakup dua aspek utama yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat terpercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan dapat menyampaikan layanannya secara benar sejak awal (right the first time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, memberikan layanan sesuai dengan jadwal yang disepakati).

2. Responsiveness, kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu dan melayani para pelanggan dengan segera.

3. Competence, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat melayani sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk di dalamnya adalah

(5)

pengetahuan dan keterampilan karyawan, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional dan kapabilitas riset organisasi.

4. Accessibility, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas layanan mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan jam operasional nyaman. 5. Courtesy, meliputi sikap santun, respek, perhatian (atensi), dan keramahan para

karyawan.

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan, dan interaksi dengan pelanggan.

8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).

9. Understanding/knowing the customer, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler.

10.Tangibles, meliputi bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, atau penampilan dari personel.

Kualitas pelayanan yang baik mutlak diberikan oleh suatu usaha jasa. Dengan munculnya perusahaan pesaing baru akan mengakibatkan persaingan yang ketat dalam memperoleh konsumen maupun mempertahankan pelanggan. Konsumen yang jeli tentu

(6)

akan memilih produk dan jasa yang merupakan kualitas baik. Kualitas merupakan strategi bisnis dasar yang menyediakan barang dan jasa untuk memuaskan secara nyata pelanggan internal dan eksternal dengan memenuhi harapan-harapan tertentu secara eksplisit maupun implisit.

Pelayanan kesehatan yang baik menurut Azwar (1996:38-39) harus memenuhi syarat-syarat pokok sebagai berikut:

a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

c. Mudah dicapai, untuk mewujudkan pelayanan yang baik, pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, sehingga tidak terjadi konsentrasi sarana kesehatan yang tidak merata.

d. Mudah dijangkau, artinya harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

e. Berkualitas, yaitu yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Hal senada juga disampaikan oleh Yacobalis (2001: 61) bahwa pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi syarat-syarat, ”tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi/etika profesi, wajar dan aman,

(7)

kualitas memuaskan bagi pasienyang dilayani”. Menurut Schulz R. Dkk (1983), pelayanan medis yang baik adalah pelayanan medis yang memenuhi syarat-syarat : a. Didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran. b. Mengutamakan pencegahan.

c. Terjadinya kerja sama antara masyarakat dengan ilmuwan medis. d. Mengobati seseorang sebagai keseluruhan.

e. Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien. f. Berkoordinasi dengan pekerja sosial.

g. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis.

h. Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteran yang dibutuhkan masyarakat.

Pemahaman konsep tentang kualitas pelayanan terikat dengan faktor kepuasan pasien walaupun puasnya pasien itu tidak selalu sama dengan pelayanan berkualitas (Sumarwanto, 1994:54). Umumnya kualitas pelayanan medis di rumah sakit sangat tergantung pada individu dokter, dan diluar kewenangan direksi rumah sakit untuk mengaturnya (Rijanto, 1994:18).

Variabel input dalam proses mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan adalah :

a. Faktor manusia: pemberi jasa layanan langsung (administrator) dan profesional tidak langsung (pemilik).

b. Faktor sarana: bangunan dan peralatan rumah sakit.

(8)

Dengan demikian kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada dasarnya apabila pelayanan tersebut tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat tujuan, tepat sumber dayanya, tepat standar profesi, wajar dan aman, memuaskan bagi pasien yang dilayani.

2.3 Pengukuran Kualitas Pelayanan

Untuk menganalisa kualitas jasa dapat dilakukan dengan mengkuantifikasikan dimensi kualitas dengan menggunakan skala interval pada kuesioner yang disebarkan kepada responden. Dari hasil skala interval ini, maka kualitas pelayanan dapat diukur. Zeithaml, dkk. (1988) mengukur kualitas pelayanan dengan perceived service quality, merupakan model yang mengukur perbedaan/gap antara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu selisih perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterima (Munawaroh, 1999).

Kepuasan pelanggan akan terpenuhi jika apa yang dirasakan melebihi dari apa yang diharapkan. Bila harapan tidak sesuai dengan apa yang dirasakan maka akan menimbulkan gap. Menurut Zeithaml, dkk. (1990) terdapat lima macam kesenjangan kualitas jasa yang memungkinkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu:

1) Gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen atas harapan pelanggan (knowledge gap).

2) Gap antara persepsi manajemen atas harapan pelanggan dengan spesifikasi kualitas jasa (standards gap).

(9)

3) Gap antara spesifikasi kualitas dengan kualitas jasa yang sebenarnya diberikan (delivery gap).

4) Gap antara jasa yang diberikan dengan jasa yang dikomunikasikan dengan pelanggan (communications gap).

5) Gap antara harapan pelanggan dan persepsi yang dibentuk dengan apa yang dia rasakan/diterima dari jasa tersebut (service gap).

Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten terhadap layanan yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi dari mulut ke mulut; dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan pelanggan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas layanan tersebut.

Kunci utama mengatasi Gap 5 (service gap) adalah menutup Gap 1 sampai Gap 4 melalui perancangan sistem layanan secara komprehensif, komunikasi dengan pelanggan secara terintegrasi dan konsisten, dan pengembangan staf layanan terlatih yang mampu secara konsisten memberikan layanan prima. Selama masih ada Gap, persepsi pelanggan terhadap pelayanan perusahaan akan masih rendah.

Hubungan dari kelima hal tersebut di atas dapat dilihat dari gambar Model Konseptual Kualitas Jasa sebagai berikut:

(10)

Gambar 2.1 Model Konseptual Kualitas Jasa

Sumber : Zeithaml V.A., A. Parasuraman, and L.L. Berry (1990) “Delivery Quality Service Balancing Costumer Perseptions and Expectation”.

New York: The Free Press P. 46 GAP 4 GAP 5 GAP 3 GAP 2 GAP 1 PEMASAR

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu

Layanan yang Diharapkan

Persepsi terhadap Layanan

Penyampaian Layanan Komunikasi Eksternal Kepada Pelanggan

Spesifikasi Kualitas Layanan

Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan PELANGGAN GAP 4 GAP 5 GAP 3 GAP 2 GAP 1 PEMASAR

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu

Layanan yang Diharapkan

Persepsi terhadap Layanan

Penyampaian Layanan Komunikasi Eksternal Kepada Pelanggan

Spesifikasi Kualitas Layanan

Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan PELANGGAN

(11)

2.4 Kepuasan Konsumen sebagai Indikator Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kepuasan konsumen sangat penting dalam kondisi yang semakin kompetitif saat ini. Kepuasan pelanggan atas sebuah produk atau jasa akan sangat menentukan keberlangsungan dari suatu usaha. Pelanggan akan ingin kembali menggunakan produk atau jasa yang kita berikan apabila pelayanan yang diperoleh dapat memenuhi apa yang diharapkan konsumen.

Menurut Barnes (2003:64) ”kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan”, sedangkan Kotler (2000: 36) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan adalah: “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s percieved performance (or outcome) in relation to his or her expectations.” Artinya, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.

Kepuasan pasien mempunyai peranan penting dalam perkiraan kualitas pelayanan rumah sakit. Kepuasan dapat dianggap sebagai pertimbangan dan keputusan penilaian pasien terhadap keberhasilan pelayanan (Donabedian, 2000:96). Kepuasan pasien adalah salah satu ukuran kualitas pelayanan perawatan dan merupakan alat yang dapat dipercaya dalam membantu menyusun suatu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari sistem pelayanan di rumah sakit.

Bila pasien atau konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan dalam arti sesuai dengan apa yang diharapkan, besar kemungkinan konsumen ini akan kembali pada kesempatan lain yang lebih penting lagi pasien atau konsumen akan menceritakan pada teman-temannya tentang kepuasan yang diterimanya. Untuk itu rumah sakit perlu

(12)

selalu menjaga hubungan dengan pasien-pasien yang telah menggunakan jasa pelayanan rumah sakit.

Istilah kepuasan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil, membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu dengan kebutuhan yang telah diperolehnya. Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap kondisi rumah sakit (kualitas baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

Selanjutnya, menurut Utama (2005:5) indikator pelayanan kesehatan yang dapat menjadi prioritas menentukan kepuasan pasien, diantaranya adalah seperti berikut:

a) Kinerja tenaga dokter, adalah perilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nonmedis, tingkat kunjungan, sikap, dan penyampaian informasi.

b) Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan.

c) Kondisi fisik, adalah keadaan sarana rumah sakit dalam bentuk fisik seperti kamar rawat inap, jendela, pengaturan suhu, tempat tidur, kasur dan sprei.

(13)

d) Makanan dan menu, adalah kualitas jenis atau bahan yang dimakan atau dikonsumsi pasien setiap harinya, seperti nasi, sayuran, ikan, daging, buah-buahan,dan minuman. Menu makanan adalah pola pengaturan jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien. e) Sistem administrasi pelayanan, adalah proses pengaturan atau pengelolaan pasien di

rumah sakit yang harus diikuti oleh pasien (rujukan dan biasa), mulai dari kegiatan pendaftaran sampai pase rawat inap.

f) Pembiayaan, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada rumah sakit selaras pelayanan yang diterima oleh pasien, seperti biaya dokter, obat-obatan, makan, dan kamar.

g) Rekam medis, adalah catatan atau dokumentasi mengenai perkembangan kondisi kesehatan pasien yang meliputi diagnosis perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis, dan hasil pelayanan.

Indikator pelayanan kesehatan yang dipilih pasien sebagai prioritas ukuran kualitas pelayanan kesehatan, cenderung akan menjadi sumber utama terbentuknya tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaanya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit; atau dapat dinyatakan sebagai cara pasien rumah sakit mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan (Utama, 2005: 6).

(14)

2.5 Rumah Sakit dan Klasifikasinya

2.5.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan jenis usahanya, rumah sakit merupakan suatu sarana di bidang kesehatan yang memberikan pelayanan baik di bidang medis maupun non medis dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa: “Rumah Sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan kesehatan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah Sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik”. Sedangkan menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 983 Tahun 1992 rumah sakit didefinisikan sebagai sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Dalam rancangan Peraturan Pemerintah yang sedang diolah, definisi tersebut direncanakan untuk diperbaiki menjadi institusi sarana pelayanan kesehatan yang bersifat laba atau nirlaba tanpa meninggalkan fungsi sosial yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan individu dengan mengutamakan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan peningkatan dan pencegahan yang dilaksanakan melalui pelayanan rawat inap minimal 25 tempat tidur, rawat jalan, rawat darurat, pelayanan operasi dan pelayanan penunjang.

Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan

(15)

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit yang ada di Indonesia tidak hanya berdasarkan satu kepemilikan saja, tetapi banyak kepemilikan, termasuklah di dalamnya Rumah Sakit Umum yang dimiliki pemerintah. Rumah Sakit Milik Pemerintah memiliki 2 bagian, yaitu Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Rumah Sakit Milik Pemerintah Provinsi dan Kabupaten atau Kota. Adapun perbedaan dari kedua rumah sakit ini adalah: Rumah Sakit Milik Pemerintah Pusat (Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP) mengacu kepada Kementrian Kesehatan (KemenKes) sehingga segala urusan rumah sakit bergantung pada KemenKes Republik Indonesia (Pemerintah Pusat). Rumah sakit ini sebagian besar adalah rumah sakit pendidikan yang cukup besar dan luas dengan hubungan khusus ke Fakultas Kedokteran, rumah sakit inilah yang digolongkan kepada RSUP H. Adam Malik. Sedangkan Rumah Sakit Milik Pemerintah Propinsi dan Kabupaten atau Kota (Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD) mengacu pada pimpinan daerah dan lembaga perwakilan masyarakat daerah. Rumah sakit ini mempunyai keunikan karena secara teknik medis berada di bawah koordinasi Kementrian Kesehatan, sedangkan kepemilikan sebenarnya berada di bawah pemerintah propinsi atau kabupaten atau kota dengan pembinaan urusan kerumahtanggaan dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

(16)

2.5.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan sistem pengelolaannya, rumah sakit dibagi atas:

Rumah Sakit Pemerintah yaitu rumah sakit yang sistem organisasi dan operasionalnya diselenggarakan oleh pemerintah.

Rumah Sakit Swasta yaitu rumah sakit yang sistem organisasi dan operasionalnya diselenggarakan oleh swasta yang berbadan hukum yang bertujuan membantu pemerintah di bidang penyediaan fasilitas medis.

Berdasarkan jenis pelayanan dan medis dan tujuan pengadaannya, rumah sakit dibagi menjadi:

Rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberi pelayanan medis terhadap segala macam penyakit, termasuk pelayanan bersalin.

Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang dihubungkan dengan pendidikan yang lengkap spesialisasinya dan digunakan secara menyeluruh oleh satu fakultas kedokteran bagi pendidikan dan riset di bidang kedokteran tanpa mengganggu kepentingan penderita.

Rumah sakit khusus, yaitu tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialisasi tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan secara rawat jalan, dan rawat inap.

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 159b/ Menkes/ PER/ II/1988 mengenai klasifikasi rumah sakit umum pemerintah, dapat digolongkan sebagai berikut:

Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

(17)

Kelas B II mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas.

Kelas B I mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang kurangnya 11 jenis spesialistik.

Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang- kurangnya 4 jenis spesialistik.

Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.

RSUP H. Adam Malik termasuk kepada Rumah Sakit Umum Kelas A. Adapun syarat dari Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Spesialis Dasar, 5 (lima) Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Spesialis lain, dan 13 (tiga belas) Subspesialis dan RSUP H. Adam Malik memiliki semua dari persyaratan di atas.

2.6 Pelayanan Rawat Inap

Aditama (2004) mengemukakan bahwa pelayanan rawat inap merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita yang berlangsung selama lebih dari 24 jam.

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang

(18)

merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Pelayanan rawat inap meliputi penerimaan pasien (admission), pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan obat, pelayanan makanan, dan pelayanan administrasi keuangan. Sedangkan komponen rawat inap meliputi orang, alat, bangunan, tindakan medis, pemeriksaan diagnostik, obat dan alat kesehatan serta kenyamanan.

Sebuah rumah sakit akan dipertimbangkan oleh konsumen sebagai rumah sakit pilihan apabila atribut atau manfaat yang ditawarkan oleh rumah sakit tersebut mampu memberikan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah sakit lain.

Wijono (1999) mengemukakan bahwa ada tujuh hal yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memilih rumah sakit, yaitu :

1. Care, meliputi kemampuan yang dimiliki rumah sakit seperti peralatan yang canggih, fasilitas modern, sistem manajemen yang baik dan karyawan yang bermutu.

2. Caring, berkaitan dengan penyampaian pelayanan, sikap yang ramah, dan simpatik pada pasien.

3. Comfort, berhubungan dengan sifat-sifat hotel, seperti pelayanan makanan, fasilitas ruangan rawat inap.

4. Convinience, merupakan kemudahan untuk dapat masuk ke rumah sakit, penjadwalan waktu pelayanan dan jam kunjungan.

5. Curative, yaitu kemampuan rumah sakit untuk membantu mengupayakan kesembuhan bagi pasiennya atau yang dapat menyelamatkan jiwa pasiennya.

(19)

6. Cope, yaitu hal-hal yang dapat membantu pasien menyesuaikan diri dengan sakit yang dideritanya.

7. Cost, merupakan efisiensi dalam penyelenggaraan administrasi.

2.7 Penelitian Terdahulu

Frida Liharris Saragih (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSU Bunda Thamrin Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel kualitas pelayanan (reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangibles) terhadap variabel kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2010. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 72 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan kuesioner, dianalisis dengan Uji Regresi Linier Berganda pada α=5%. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari variabel kualitas pelayanan (reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangibles) terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

Perbedaan penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Frida Liharris Saragih menggunakan 5 (lima) variabel kualitas pelayanan. Sedangkan, pada penelitian ini menggunakan 10 (sepuluh) variabel kualitas pelayanan.

Sri Fitriani (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap loyalitas melalui kepuasan pasien pengguna BPJS di rawat inap RSUD Dr. Moewardi”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pasien,menganalisis kualitas pelayanan terhadap kepuasan,

(20)

menganalisis pengaruh kepuasan terhadap loyalitas melalui kepuasan pasien pengguna BPJS. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, tempat penelitian di RSUD Dr. Moewardi dengan mengambil sampel 100 pasien pengguna BPJS. Teknik analisis data yang digunakan dengan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan: Kualitas pelayanan mempunyai pengaruh terhadap loyalitas (p-value = 0,000), kualitas pelayanan mempunyai pengaruh terhadap loyalitas (p-value = 0,000), kepuasan pasien mempunyai pengaruh terhadap loyalitas p-value = 0,010), kualitas pelayanan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas pasien melalui kepuasan pasien (p-value = 0,275).

Perbedaan penelitian yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Fitriani menggunakan 5 (lima) variabel kualitas pelayanan. Sedangkan, pada penelitian ini menggunakan 10 (sepuluh) variabel kualitas pelayanan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Fitriani terdapat variabel loyalitas dan penelitian ini dibatasi pada pasien pengguna BPJS.

Arlina Nurbaity Lubis dan Martin (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Harga (Price) dan kualitas pelayanan (Service Quality) terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSU Deli Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga (Price) dan kualitas pelayanan (Quality Service) terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSU Deli Medan. Hasil dari penelitian ini adalah kualitas pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasaan pelanggan sebesar 51,8%, variabel harga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan, bahkan berdasarkan penelitian ini, variabel harga lebih dominan dibanding variabel kualitas

(21)

pelayanan, dan variabel harga dan kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Perbedaan penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arlina Nurbaity Lubis dan Martin menggunakan 5 (lima) variabel kualitas pelayanan dan terdaspat variabel harga (Price). Sedangkan, pada penelitian ini menggunakan 10 (sepuluh) variabel kualitas pelayanan.

Gambar

Gambar 2.1 Model Konseptual Kualitas Jasa

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan total ATMR bank-bank tersebut tidak hanya bersumber dari pengenaan bobot risiko kredit yang lebih tinggi, khususnya bobot risiko atas eksposur kepada sovereign

Melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), peserta didik dapat merumuskan uraian masalah, mengembangkan kemungkinan penyebab, mengetes penyebab atau

Jika penjualan BBM kita hitung dengan asumsi pendapatan perhari paling sepi-sepinya bisa menjual sebanyak 100 liter / hari, data tersebut kami ambil langsung

2. Elemen teritorialitas yang terdapat pada permukiman suku Bajo diatas air di Desa Tumbak yakni Teritorialitas Primer kebutuhan keluarga: a) batas halaman yang dibentuk oleh

1. Manfaat Teoritis menambahkhazanah ilmu pengetahuan sosial politik yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya. Manfaat Praktis, dapat berguna bagi

Jika banyaknya siswa yang lulus Matematika adalah 168, dan yang lulus Sains berjumlah 162, maka perbandingan jumlah siswa yang lulus dan gagal kedua mata ujian tersebut

016 Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan Katolik Tingkat Dasar dan Menengah yang mendapat bantuan Sarana Prasarana [buku perpustakaan]. 017 Jumlah PTAKS

Tujuan penelitian ini adalah merancang suatu pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC bagi PT Sayuran Siap Saji dengan terlebih dahulu menganalisis sasaran strategik dan