• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP MEKANISME PERBANKAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP MEKANISME PERBANKAN DI INDONESIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG TERHADAP

MEKANISME PERBANKAN DI INDONESIA

Nurhayani Sianturi

Universitas Bina Nusantara

Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan – Jakarta Barat 11480 085276245597

sianturi_nurhayani@yahoo.com

ABSTRAK

The purpose of this research is to find out whether criminal offence of money laundering influences banking mechanisms in Indonesia. Twenty seven of Bank is used as a sample in this research and field. This research is using field research method. Data analysis in this research are from questionnaires and interview on twenty seven bank and PPATK but the conclusion in the end is from the objectivity of the reseacher. The results of the research is PPATK has the influence of the criminal offence of money laundering against a banking mechanism, considering the increasing complexity of Banks products, activities, and information technologies, the risk of using Bank as a tool to do money laundering and funding of terrorism are increasingly high. That is why Bank should obey to apply Regulation of Bank Indonesia number 11/28/PBI/2009 to prevent the practice of money laundering. The Bank will be get sanctions from the Bank Indonesia if it is not obey this regulation in any activities and procedures. The conclusions of research is the criminal offence of money laundering is influencing banking mechanisms in Indonesia. (NS)

Keywords:

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. Sebanyak 27 Bank dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuisioner dan wawancara kepada responden baik perbankan maupun PPATK untuk menarik kesimpulan pada akhirnya. Hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa benar terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan, mengingat semakin kompleksnya produk, aktivitas, dan teknologi informasi Bank, maka resiko pemanfaatan Bank dalam Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme semakin tinggi, sehingga bank wajib menerapkan PBI Nomor 11/28/PBI/2009 secara tegas untuk mencegah adanya praktek Pencucian Uang. Bank akan dijatuhi sanksi dari Bank Indonesia jika tidak menerapkan peraturan tersebut dalam setiap aktivitas dan kegiatan perbankan. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. (NS)

Kata Kunci:

(3)

PENDAHULUAN

Tindak pidana kejahatan dari hari ke hari semakin beragam. Tindak pidana kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya naiknya harga baik barang maupun jasa secara merata yang mengharuskan setiap kalangan untuk tetap menaikkan pendapatannya guna memenuhi kebutuhan tersebut.

Tindak pidana kejahatan yang marak terjadi di masyarakat adalah tindak pidana Pencucian Uang yang kerap terjadi di Indonesia yang dapat kita ketahui melalui media cetak maupun media elektronik lainnya. Tingginya tindak pidana Pencucian Uang yang semakin mengkhwatirkan masyarakat terlebih negara, membuat Pemerintah Indonesia yaitu Presiden mendirikan lembaga independen yang bertanggungjawab dalam menangani dan mengatasi adanya tindak pidana Pencucian Uang. Lembaga independen ini disebut sebagai PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).

Tindak pidana Pencucian Uang yang semakin merajalela juga semakin mengkhwatirkan perbankan. Hal ini disebabkan oleh pelaku tindak pidana Pencucian Uang biasanya menggunakan jasa Bank untuk mempermudah tindak pidananya seperti jasa transfer dana. Hal tersebut tentu menuntut adanya mekanisme Bank untuk mencegah praktek tindak pidana Pencucian Uang dan juga meningkatkan kepercayaan masyarakat akan jasa yang diberikan oleh Bank itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut bagaimana pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. Seperti dari informasi awal yang diperoleh, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan operasional Bank, Bank wajib berpedoman terhadap PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor 11/28/PBI/2009 Tentang Penerapan Program Anti Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme dan juga berpedoman terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga dapat dirumuskan bahwa yang menjadi fokus dan tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada pimpinan Bank yang dijadikan sebagai narasumber (responden). Jenis Bank yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kantor cabang masing-masing Bank yang terdapat di Jakarta dan terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). Dari penelusuran informasi BEI yang dilakukan, diperoleh ada sebanyak 27 Bank yang akan dijadikan sebagai responden penelitian.

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah studi lapangan yaitu berusaha untuk memperoleh data primer langsung dari narasumber baik pimpinan maupun pegawai yang di disposisikan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan, lebih lanjut dijelaskan dalam penelitian deskriptif kualitatif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan sesuatu, misalkan suatu keadaaan, hubungan sebab akibat, akibat atau efek, serta keadaaan atau proses yang sedang berlangsung.

Untuk mempermudah dalam melakukan pencarian dan penyusunan bahasan, peneliti melakukan klasifikasi sumber data yang berkaitan dengan topik penelitian. Klasifikasi sumber data tersebut terdiri dari beberapa sub-bab. Pertama, sumber-sumber yang berkaitan dengan teori tindak pidana Pencucian Uang, transaksi keuangan mencurigakan, penyedia jasa keuangan, PMPJ (Penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa), dan teori mengenai perbankan. Kedua, sumber-sumber yang berkaitan dengan kasus tindak pidana Pencucian Uang yang ditangani oleh PPATK pada sektor perbankan pada Tahun 2011. Ketiga, sumber-sumber yang berkaitan dengan mekanisme perbankan yang diperoleh dengan melakukan wawancara dan menyebarkan kuisioner kepada Bank yang berisi pertanyaan yang disediakan oleh penulis.

(4)

HASIL DAN BAHASAN

Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana di dalam penekanannya tindak pidana Pencucian Uang merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya ada kegiatan mentransfer, menempatkan, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil Tindak Pidana dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga menjadi seolah-olah harta kekayaan yang sah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dimana penulis melakukan kunjungan ke 27 Bank yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan diawal, maka dari hasil lapangan yang diperoleh, menunjukan bahwa jumlah kuisioner yang dapat diolah (kembali) ada sebanyak 19 kuisioner atau dengan tingkat pengembalian 70%. Agar lebih jelas, dalam hal ini penulis menyajikan jumlah kuisioner yang dibagikan dan yang kembali dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1 Sampel dan Tingkat Pengembalian/ Respon Responden

Keterangan Responden

Jumlah Persentase

Kuisioner yang disebarkan 27 100%

Kuisioner yang kembali 19 70%

Kuisioner yang tidak direspon 8 30%

Kuisiner yang dapat diolah 19 70%

Dalam hal ini, penulis melakukan kunjungan ke 19 responden tersebut dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara sesuai dengan pertanyaan yang telah disiapkan oleh penulis untuk melihat apakah terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan. Per]tanyaan yang diajukan kepada responden terdiri dari 2 kelompok pertanyaan secara garis besar. Kelompok pertama berkaitan dengan profil responden itu sendiri yang bertujuan untuk melihat Demografi responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan formal terakhir, jabatan yang sedang dijalani, masa kerja di posisi sekarang, serta rata-rata jumlah pelatihan/lokakarya yang diikuti oleh responden dalam setahun. Kelompok kedua berkaitan dengan tujuan penelitian skripsi yaitu untuk melihat apakah terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan yang terdiri dari 5 kelompok pertanyaaan secara garis besar. Kelima kelompok pertanyaan tersebut beserta dengan pembahasannya dapat dilihat pada keterangan dibawah ini.

1. Indikator Prosedur Penerimaan Calon Nasabah

Prosedur penerimaan calon nasabah merupakan suatu komponen utama yang harus diperhatikan oleh staf Bank sebelum menerima calon nasabah. Salah satu yang harus diperhatikan adalah Bank harus dapat meyakinkan kebenaran kartu identitas diri nasabah, pekerjaaan, sumber dana, dan informasi lainnya. Hal ini bertujuan agar Bank benar-benar dapat meyakinkan bahwa nasabah tersebut merupakan nasabah yang memiliki latar belakang yang jelas sehingga jika dikemudian hari terdapat transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan nasabah tertentu hal ini dapat ditindaklanjuti dengan cepat. Dalam hal ini, dari penelusuran yang dilakukan, semua responden menyatakan bahwa ditempat mereka bekerja terdapat prosedur penerimaan calon nasabah dan yakin bahwa prosedur tersebut telah diberlakukan dengan efektif.

2. Indikator Prosedur Audit

Prosedur audit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Audit Service Quality yaitu suatu audit yang biasanya dilakukan oleh pihak independen untuk melihat apakah kualiatas jasa yang ditawarkan oleh penyedia jasa keuangan seperti Bank sudah sesuai atau tidak dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan masing-masing lembaga penyedia jasa keuangan. Dalam hal ini, sebagian responden pernah mengadakannya, dan sebahagian lagi tidak pernah.

3. Indikator Nasabah Reguler dan Prioritas

Pada umumnya, Bank memiliki 2 jenis nasabah yaitu nasabah prioritas dan reguler (umum). Nasabah reguler adalah nasabah yang pada umumnya harus mengantri dan mengikuti setiap peraturan yang ditetapkan oleh perbankan seperti mengantri jika ingin melakukan suatu transaksi di Bank. Jika dibandingkan dengan nasabah reguler, nasabah prioritas justru memperoleh

(5)

perbedaan pelayanan. Hal ini disebabkan jumlah transaksi yang dimiliki oleh nasabah prioritas lebih besar dibandingkan dengan nasabah reguler dan faktor lainnya. Dari penelusuran yang dilakukan, semua responden menyatakan bahwa tempat mereka bekerja terdapat kedua jenis nasabah tersebut.

4. Indikator Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak pidana Pencucian Uang pada umumnya melibatkan sektor perbankan, sehingga penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tindak pidana Pencucian Uang tersebut pada mekanisme perbankan. Informasi diperoleh dengan menanyakan kepada responden mengenai kebijakan yang terdapat dimasing-masing Bank yang berkaitan dengan pencegahan tindak pidana Pencucian Uang. Dalam hal ini, semua responden menyatakan bahwa Bank tempat mereka bekerja ikut dalam program pemerintah yaitu Anti Pencucian Uang. Sedangkan jika ditanyakan kepada responden apakah terdapat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan, maka sebanyak 58% dari responden menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara keduanya.

5. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan

Dalam hal ini, pertanyaan yang ingin diajukan kepada narasumber adalah untuk melihat apakah pernah terdapat adanya transaksi keuangan mencurigakan yang pernah terjadi pada Bank dimana responden bekerja. Setelah mengetahui apakah ada tidaknya transaksi mencurigakan, kemudian ditanyakan kembali apakah terdapat tindakan lanjutan yang dilakukan untuk mengatasi tindak transaksi keuangan mencurigakan, dan pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan lainnya.

Hasil Wawancara PPATK

Untuk menambah pengetahuan penulis dan memperkaya landasan dalam penarikan kesimpulan, dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara kepada PPATK yang juga berlokasi untuk Jakarta. Wawancara ini dirasa perlu untuk melihat bagaimana kerja sama PPATK dengan perbankan yang berlokasi di Jakarta dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Hasil wawancara tersebut jika dituliskan kembali akan menghasilkan sebagai berikut.

1. Untuk mengatasi tindak pidana Pencucian Uang pada sektor Penyedia Jasa Keuangan khususnya perbankan, PPATK dalam hal ini secara rutin memberikan pelatihan berupa seminar, workshop, dan yang lainnya yang bertujuan untuk mensosialisasikan informasi terbaru terkait dengan transaksi keuangan mencurigakan keuangan nasabah khususnya pelatihan untuk mencegah adanya tindak pidana Pencucian Uang. Menurut PPATK, ada 3 jenis tolak ukur dijadikan untuk menentukan apakah transaksi nasabah tersebut wajar atau tidak. Ketiga tolak ukur tersebut adalah profile, karakteristik, dan pola transaksi nasabah itu sendiri.

2. Pola kerja PPATK jika salah satu Penyedia Jasa Keuangan seperti Bank melaporkan ke PPATK bahwa ada transaksi tidak wajar,yang dilakukan oleh nasabah, maka dalam hal ini PPATK hanya akan melakukan penelusuran terhadap transaksi tidak wajar tersebut melalui kerjasama dengan Bank itu sendiri. Dalam hal ini, PPATK tidak akan melakukan kunjungan atau melakukan investigasi terhadap yang bersangkutan dikarenakan PPATK tidak mempunyai wewenang untuk hal tersebut. Jika PPATK sudah yakin bahwa transaksi tersebut mencurigakan, maka PPATK akan melaporkan transaksi tersebut ke pihak yang berwenang seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan pihak berwenang lainnya.

3. Untuk meningkatkan kewaspadaan akan adanya transaksi keuangan mencurigakan pada Penyedia Jasa Keuangan seperti perbankan, dalam hal ini PPATK juga mempunyai staf khusus yang bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan Bank untuk menentukan apakah kegiatan Bank sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak. Staf khusus tersebut bertanggungjawab untuk melakukan audit kepatuhan atas kegiatan Bank itu sendiri.

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan perundangan yang terbaru untuk mengatasi tindak pidana Pencucian Uang baik perorangan maupun badan atau organisasi. Undang-undang tersebut juga memuat peraturan yang terkait dengan transaksi keuangan mencurigakan pada Penyedia Jasa Keuangan. Dalam hal ini, PPATK tidak memiliki peraturan tersendiri yang berkaitan dengan perbankan. Hal ini dikarenakan peraturan tersebut sudah memuat ketentuan tersendiri yang berkaitan pada seluruh Penyedia Jasa Keuangan tidak terkecuali pada perbankan.

(6)

5. Untuk meningkatkan kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan seperti Bank untuk melakukan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan khususnya untuk mendukung PPATK untuk mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang, pada awalnya PPATK memberikan penghargaan berupa sertifikat dan publikasi informasi kepada masyarakat bahwa Penyedia Jasa Keuangan (Bank) tersebut berperan aktif dalam mendukung program Pencucian Uang. Namun, seiring berjalannya waktu program pemberian penghargaan ini dianggap tidak efektif karena hanya membuat para nasabah takut untuk bertransaksi pada Bank tersebut baik dana yang diperoleh dari tindak pidana maupun tidak karena takut dan risih jika sewaktu-waktu PPATK melakukan pemeriksaan pada transaksi nasabah tersebut.

6. Jika ditelusuri kepatuhan berdasarkan jumlah pelaporan antara Bank Umum dengan Bank Perkreditan Rayat, dari LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan) PPATK pada Tahun 2011, dapat dilihat perbandingan antara keduanya. Dimana ada terdapat 143 Penyedia Jasa Keuangan yang berasal dari Bank Umum yang melaporkan LTKT (Laporan Transaksi Keuangan Tunai) kepada PPATK. Sedangkan Penyedia Jasa Keuangan yang berasal dari Bank Perkreditan Rakyat melaporkan sebanyak 129 LTKT.

7. Menurut PPATK, dalam melakukan pemeriksaan terkait dengan transaksi keuangan mencurigakan pada Penyedia Jasa Keuangan seperti Bank, tidak terdapat kendala maupun masalah yang signifikan. Hal ini dikarenakan bentuk kerjasama yang dijalin oleh PPATK dengan Penyedia Jasa Keuangan itu sendiri. Namun, dalam hal ini PPATK menyarankan kepada nasabah perbankan agar terbuka untuk memberikan informasi terkait dengan transaksi yang dilakukan. Narasumber juga menambahkan, ada terdapat slogan pada Bank yaitu “kalau bersih kenapa harus risih”. Hal ini menekankan agar para nasabah semakin terbuka terkait informasi sumber dana dan tujuan transaksi yang dilakukan.

8. Hasil wawancara dengan PPATK juga dihasilkan bahwa PPATK tidak berwenang dalam memberikan informasi secara detail terhadap kasus tindak pidana Pencucian Uang yang terjadi pada sektor perbankan. Sehingga dalam hal ini penulis hanya memperoleh kasus tindak pidana asal yang terjadi dimasing-masing sektornya khususnya perbankan yang diperoleh dari situs resmi PPATK yaitu www.ppatk.go.id.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa:

1. Seluruh dari responden (100%) menyatakan bahwa Bank tempat mereka bekerja terdapat adanya prosedur penerimaan calon nasabah dan sebanyak 95% dari nasabah yakin bahwa prosedur tersebut telah dijalankan secara efektif.

2. Penelitian ini dilakukan di kantor cabang masing-masing Bank. Sebanyak 84% responden menyatakan ada Audit Service Quality yang selalu diadakan. Audit Service Quality yang terdapat dikantor cabang biasanya dilakukan oleh Bank Indonesia maupun dari kantor pusat.

3. Terkait dengan nasabah prioritas dan reguler (umum), sebanyak 84% responden menyatakan bahwa benar ada terdapat kedua jenis nasabah tersebut.

4. Dalam mendukung program pemerintah untuk mengatasi tindak pidana Pencucian Uang, semua responden menyatakan bahwa Bank tempat mereka bekerja ikut mendukung program tersebut. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh Bank adalah dengan menerapkan secara tegas PMPJ (Prinsip Mengenal Pengguna Jasa), sistem monitoring Anti Pencucian Uang, dan menerapkan secara tegas PBI Nomor 11/28/PBI/2009.

5. Jika terdapat adanya transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh nasabah, sebanyak 89% responden menyatakan ada tindakan lanjutan yang dilakukan.

6. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. Jika ditanyakan kepada responden, sebanyak 58% responden menyatakan ada hubungan antara keduanya. Hal ini terbukti dengan adanya penyempurnaan terhadap mekanisme bank terkait dengan pengendalian nasabah.

7. Hasil informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan PPATK dapat disimpulkan bahwa PPATK mempunyai agenda untuk mensosialisasikan informasi terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang pada perbankan yang pada saat ini dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun dan sosialisasi informasi terbaru terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang.

(7)

Saran:

1. Bagi perbankan, semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan sebagai bahan pertimbangan untuk terus meningkatkan ketelitian dan kewaspadaan terhadap tindak pidana Pencucian Uang yang semakin kompleks. Hal ini juga perlu didukung dengan mengadakan pelatihan-pelatihan kepada seluruh staf Bank tanpa pengecualian untuk menambah dan memperoleh informasi terbaru terkait dengan Pencucian Uang.

2. Bagi staf Bank, diharapkan dengan adanya penelitian ini staf Bank selalu berpedoman kepada standar yang telah ditetapkan dan tidak tunduk pada kemauan nasabah yang dianggap menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan. Disamping itu, dengan adanya pelatihan berkesinambungan tentu hal ini akan mendukung pengetahuan staf itu sendiri terkait dengan pengendalian nasabah. 3. Bagi pimpinan kantor cabang, semoga dengan adanya penelitian ini diharapkan pimpinan

menggunakan kekuasaanya untuk mengendalikan setiap perilaku staf bank lainnya agar tetap berpedoman kepada ketetapan yang sudah dibuat dan tidak menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk tindak pidana seperti Pencucian Uang.

4. Bagi PPATK, diharapkan dengan penelitian ini PPATK menjadi lembaga yang independen dalam menangani setiap kasus tindak pidana Pencucian Uang yang ada dan tidak tunduk kepada para pelaku karena ada hadiah yang akan diterima. Dengan demikian PPATK menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dalam membantu pemerintah untuk mencegah tindak pidana Pencucian Uang.

5. Bagi masyarakat, diharapkan dengan adanya penelitian ini semakin menambah pengetahuan akan dampak negatif tindak pidana Pencucian Uang yang tidak hanya merugikan pihak-pihak tertentu terlebih negara. Dengan demikian, masyarakat akan menjadi saluran bagi Bank dan PPATK untuk memberitahukan informasi yang patut diduganya merupakan tindak pidana Pencucian Uang atau penipuan.

6. Bagi pelaku tindak pidana Pencucian Uang, diharapkan dengan adanya penelitian ini akan mengurangi niat para pelakunya karena ada hukuman yang akan diterima terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang yang dilakukannya.

7. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian sejenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

REFERENSI

Afandi. (2008). Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003

Mengenai Arti Pentingnya Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat Dalam Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Bank Sebagai Lembaga Keuangan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/ pada tanggal 15 April 2013 pada pukul 15.00.

Bank Indonesia. (2009). Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.

Darwin, P. (2012). Money Laundering: Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang. Sidoarjo: Sinar Ilmu.

Hansen,L.S. (2012). Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Praktek Pencucian Uang Melalui Transfer Dana. Depok: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Diunduh dari http://www.lontar.ui.ac.id/ pada tanggal 15 April 2013 pada pukul 10.00.

Hertika. (2012). Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit Operasional yang Dilaksanakan oleh Aparat Inspektorat Kota Bengkulu Dalam Pengawasan Keuangan Daerah. Bengkulu: Program Sarjana Universitas Bengkulu. Diunduh dari

http://id.scribd.com pada tanggal 16 April 2013 pada pukul 16.00 WIB.

Idroes, F. & Sugiarto. (2006). Manajemen Resiko Perbankan: Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia. Jakarta: Graha Ilmu.

Kasmir. (2003). Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kumar,V., A. (2012). Money Laundering: Concept, Significance and its Impact.

European Journal of Business and Management. Vol 4. No.2, hal 113-120, 2012. Diunduh dari

http://www.iiste.org/ pada tanggal 14 April 2013 pada pukul 17.00. Lisanawati, G. (2010). Electronic Fund Transfer in Money Laundering Crime:

(8)

Regulation Needed in Response to Meeting of Technology and Crime in Indonesia. International Journal of Cyber Society and Education. Hal 163-170, Vol. 3, No. 2, Desember 2010. Diunduh dari http://www.academic-journals.org/ pada tanggal 17 April 2013 pada pukul 10.00.

Livya, R., P. (2009). Peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta.

McLaughlin, J., S. dan Pavelka. D. (2013). The Use of Customer Due Diligence to

Combat Money Laundering. Accounting Business and the Public Interest 2013. Hal 57-84. Diunduh dari http://visar.csustan.edu/ pada tanggal 14 April 2013 pada pukul 15.00.

PPATK. Sejarah PPATK. Diakses dari http://www.ppatk.go.id/pages/view/13 pada tanggal 15 Januari 2013 pada pukul 13.00.

Republik Indonesia. (2010). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Tentang Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Suranta, F. A. (2010). Peranan PPATK: Dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money Laundering. Depok: Gramata Publishing.

Sutedi, A. (2008). Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Swastika,B. (2011). Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik pada Tindak Pidana Pencucian Uang. Program Ilmu Hukum . Universitas Indonesia. Jakarta.

Triandaru, S. & Budisantoso, T. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.

Wishaka, P. (2010). Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Bank Pengkreditan Rakyat. Program Studi Hukum Kenotariatan. Universitas Indonesia. Jakarta. Yustiavandana, A., Nefi, A., Adiwarman. (2010). Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal.

Referensi

Dokumen terkait

Consequently, the findings and the suggestions are expected to be able to give some contribution to the teaching of

siswa secara perseorangan Perencanaan pembelajaran hendaknya mengacu pada individu perseorangan, karena jika tidak mengacu pada hal tersebut besar kemungkinan siswa

Perencanaan, Pertemuan ketiga pada siklus II materi pembelajaran diawali dengan sedikit mengulang materi pertemuan pada siklus I kemudian dilanjutkan dengan materi

• Melindungi orang tersebut dari kemungkinan mengalami kondisi sulit/ tertekan yang lebih buruk lagi apalagi ketika dirasakan situasi yang dihadapi cenderung mengancam/ tidak

Sementara itu alokasi anggaran untuk infrastrukstur tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Papua, hal ini lebih disebabkan dampak

Seperti telah saya sebutkan di muka, bahwa sejak se- mula perjanjian FEO tu mbuh dan dipergunakan untuk menghin* dari ketentuan pokok hukum gadai (syarat inbezitstelling)f

Isu-isu seperti ketidakcekapan rasuah serta disiplin pegawai awam adalah isu yang sering menjadi tumpuan masyarakat (Siddique, 2007). Walaubagaimanapun, perlulah

Negara-negara Pihak menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa suatu laporan untuk dibahas Komite yakni tentang langkah- langkah legislative,