• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keluhan Respirasi dan Faal Paru Pekerja yang Terpajan Debu Karbon Hitam Pabrik Tinta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keluhan Respirasi dan Faal Paru Pekerja yang Terpajan Debu Karbon Hitam Pabrik Tinta"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Korespondensi: dr. Royani Nurrohman, Sp.P Email: dr.roy2009@gmail.com; HP: 087884858191

Keluhan Respirasi dan Faal Paru Pekerja yang Terpajan Debu

Karbon Hitam Pabrik Tinta

Royani Nurrohman, Fachrial Harahap, Feni Fitriani Taufik, Agus Dwi Susanto

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta

Abstrak

Latar Belakang: Kemajuan sektor industri memberi dampak baik dan buruk. Debu yang dihasilkan dalam proses industri dapat berdampak buruk terhadap kesehatan paru. Belum ada penelitian tentang efek debu karbon hitam terhadap keluhan respirasi dan gangguan faal paru di Indonesia.

Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang sejak bulan November 2012 sampai April 2013 pada pabrik tinta PT. X di Bogor. Sebanyak 248 subjek diperiksa dengan “total coverage sampling” kemudian dipilih sesuai kriteria inklusi. Dilakukan wawancara dengan kuesioner, pemeriksaan fisik, foto toraks, spirometri, dan pemeriksaan karbonmonoksida.

Hasil: Terdapat 207 subjek dengan kebanyakan laki-laki (81,2 %), didapatkan keluhan respirasi sejumlah 68 (32,8 %) berupa flu, sesak, batuk, dahak kronik, batuk dahak, dahak, batuk kronik, dan mengi. Hasil spirometri rerata VEP1 /KVP 93,5± 4,4 (79,2 - 98,8). Tidak

didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker, kelainan foto toraks, dan lama kerja dengan terdapatnya kelainan faal paru. Terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin laki-laki, status perokok aktif dan kadar CO ≥10 dengan terdapatnya keluhan respirasi dengan nilai p<0,05. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kadar debu dengan keluhan respirasi dan kadar debu dengan faal paru yang bermakna secara statistik pada penelitian ini. (J Respir Indo. 2014; 34: 158-66)

Kata kunci: debu karbon hitam, keluhan respirasi, faal paru.

Respiratory Symptoms and Lung Function in Worker Exposed to

Carbon Black Dust in Ink Factory

Abstract

Background: Advances in the industrial sector gives good and bad impact. Dust generated in industrial processes may adversely affect the health of the lungs. No studies on the effects of carbon black dust on respiratory complaints and lung function in Indonesia.

Methods: A cross-sectional study from November 2012 until April 2013 at “X” Ink factory, Bogor. A total of 248 subjects examined by total sampling then selected according to the inclusion criteria. Conducted interviews with questionnaires, physical examination, chest X-ray, spirometry, and carbon monoxide (CO) inspection.

Results: There were 207 subjects with the inclusion of mostly male (81.2%), respiratory complaints obtained a number of 68 (32.8%) in the form of the flu, chest, cough, chronic sputum, phlegm cough, phlegm, chronic cough and wheezing. Spirometry results mean FEV1/FVC 93.5

± 4.4 (SE 79.2 to 98.8). No statistically significant between sex, age of subjects, level of education, nutritional status, smoking status, the rate of CO, dust conditions, the use of masks, chest X-ray abnormalities and working duration with lung function abnormalities.There are significant relationship between male gender, current smoking status and CO levels ≥ 10 with the presence of respiratory symptoms with p <0.05. Conclusion: There is no correlation between the dust with respiratory symptoms and of dust with lung function statistically significant in this study. (J Respir Indo. 2014; 34: 158-66)

(2)

PENDAHULUAN

Kemajuan sektor industri meningkat dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara.1 Meskipun perkembangan industri

yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi terdapat dampak negatif yang bisa timbul.2 Debu yang

terhirup oleh pekerja dapat menimbulkan kelainan faal paru dan foto toraks. Menegakkan diagnosis penyakit

paru kerja tidaklah mudah karena onset yang lama dan tanpa gejala yang berarti pada saat awal.3

Penelitian yang ada sebelumnya masih pro dan kontra. Robertson dkk.4 menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan antara pajanan karbon hitam dan perubahan faal paru serta penurunan VEP1 dan KVP sangat erat dipengaruhi usia dan merokok. Penelitian Neghab dkk.5 memberikan bukti mendalam bahwa

pajanan karbon hitam yang melebihi nilai ambang batas (NAB) secara bermakna menimbulkan gejala pernapasan yang bersifat akut, sebagian reversible dan kronik irreversible.

Penelitian tentang keluhan respirasi dan faal paru akibat pajanan karbon hitam belum pernah ada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan sebagai awal data dasar agar dapat dijadikan evaluasi selanjutnya secara berkala atau kohort prospektif dan menge­ tahui keluhan respirasi dan faal paru pada pekerja pabrik yang terpajan debu karbon hitam PT X di Bogor. Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan faktor­faktor tingkat dan lama pajanan debu karbon hitam, usia, pendidikan, jenis kelamin, lama kerja, status gizi, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) masker dan kebiasaan merokok karyawan yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan CO mempengaruhi keluhan respirasi dan faal paru pada pekerja pabrik yang terpajan debu karbon hitam PT X di Bogor.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif­ analitik yang menggunakan desain penelitian potong lintang (cross sectional) di PT X, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Indonesia. Waktu penelitian bulan November 2012 hingga April 2013. Kriteria inklusi

adalah pekerja pabrik PT X, Kawasan Industri Sentul, Bogor dengan lama kerja minimal satu tahun, bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani surat per­ setujuan, dapat melakukan perasat pemeriksaan spi­ rometri dengan benar dan memberikan hasil yang akurat. Kriteria eksklusi adalah memiliki riwayat penyakit

paru seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), atau tuberkulosis (TB) paru sebelum bekerja di pabrik PT X di Bogor, Indonesia

Pengumpulan data dalam penelitian ini dila­ kukan dengan cara wawancara menggunakan kue­ sioner berdasarkan Epidemiology Standardization

Project ATS dan pertanyaan lain tentang lingkungan

tempat tinggal, kebiasaan memakai APD masker, anamnesis dan pemeriksaan fisis, pemeriksaan foto toraks, dan pemeriksaan spirometri menggunakan alat spirometri.

HASIL

Subjek diambil dari total coverage sampling seluruh karyawan sejumlah 248 orang PT X. Terdapat 41 subjek penelitian yang termasuk kriteria eksklusi sehingga didapatkan 207 subjek sesuai kriteria inklusi. Penelitian ini mendapatkan jumlah terbanyak laki­laki 81,2 %, usia < 26 tahun 45,4 %, pendidikan menengah 89,9%, gizi normal 66,7 %, perokok ringan 55,6 %, kadar debu rendah 76,8 %, lama kerja < 6 tahun 86 %, penggunaan masker sedang 73,5 % dan kadar CO < 10 ppm 56 %.

Nilai rerata variabel pengukuran

Rerata usia subjek adalah 26,7 tahun dengan median 26 tahun. Rerata tinggi badan dan berat badan adalah 163,3 cm dan 57,9 kg dengan median 165 cm dan 56 kg. Rerata indeks massa tubuh (IMT) adalah 21,7 kg/m2 dengan median 20,9

kg/m2. Rerata lama kerja adalah 3,7 tahun dengan

median 4 tahun. Rerata kadar debu adalah 1,35 mg/ m3 dengan median 0,92 mg/m3 . Rerata batang rokok

dan lama merokok adalah 4,4 dan 4,8 tahun dengan median keduanya adalah 3. Rerata indeks Brinkman adalah 39,4 dengan median 15. Rerata kadar CO adalah 10,2 ppm dengan median 8.

(3)

Karakteristik faal paru pekerja pabrik PT X

Pengukuran nilai faal paru para pekerja PT X, didapatkan rerata kapasitas vital paksa (KVP) 4,1 L dengan nilai median 4,2 L. Rerata volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah 3,9 L dengan median 4 L. Rerata arus puncak ekspirasi (APE) adalah 9,7 L dengan median 9,7 L. Rerata rasio volume ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas vital paksa (VEP1/ KVP) adalah 93,5 % dengan median 94 %.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik subjek Jumlah Persentase % Jenis kelamin Laki­laki 168 81,2 Perempuan 39 18,8 Usia subjek < 26 tahun 94 45,4 26­30 78 37,7 > 30 tahun 35 16,9 Tingkat pendidikan Tinggi 17 8,2 Menengah 186 89,9 Rendah 4 1,9 Status gizi Kurang 31 15 Normal 138 66,7 Lebih 35 16,9 Obesitas 3 1,4 Status perokok Bekas perokok 4 1,9 Bukan perokok 83 40,1 Perokok ringan 115 55,6 Perokok sedang 5 2,4 Kadar debu Rendah 159 76,8 Sedang 31 15 Tinggi 17 8,2 Lama kerja <6 tahun 178 86 ≥ 6 tahun 29 14 Penggunaan masker Baik 40 19,3 Sedang 152 73,5 Buruk 15 7,2 Kadar CO <10 ppm 116 56 ≥ 10 ppm 91 44

Tabel 2. Sebaran subjek penelitian berdasarkan faal paru. Variabel Rerata SD MinRentang NilaiMaks Median

KVP (L) 4,1 0,9 1,6 6,8 4,2

VEP1 (L) 3,9 0,8 1,3 6,2 4

APE (l/dtk) 9,7 2,4 4 16,8 9,7

KVP (L) 3,6 0,5 2,2 4,5 3,7

VEP1/KVP (%) 93,5 4,4 7,9 99,8 94

Tabel 3. Rentang nilai hasil spirometri berdasarkan kelompok usia dan rasio VEP1/KVP Pneumobile.

Jenis Kelamin <25 tahun (%) 26­30 tahun (%) >30 tahun (%)

Perempuan (r=22) (r=26) (r=32) Batas atas 96,64 95,37 93,46 Hasil 97,04 94,96 93,52 Median 90,89 89,62 87,71 Batas bawah 85,14 83,87 81,96 Laki­laki (r=22) (r=27) (r=36) Batas atas 94,82 93 89,71 Hasil 93,18 93,26 91,82 Median 88,6 86,78 83,49 Batas bawah 82,38 80,56 77,27

Penelitian ini membandingkan hasil peme­ riksaan spirometri para pekerja dengan rerata nilai normal rujukan orang Indonesia sesuai hasil penelitian

Pneu mobile. Total 207 subjek dikelompokkan sesuai

perhitungan statistik menjadi 3 kelompok masing­ masing laki­laki dan perempuan, yaitu kelompok usia <26 tahun, 26–30 tahun dan >30 tahun. Dilakukan penghitungan dengan cara sesuai Pneumobile untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah kelompok masing­masing. Hasil rerata VEP1/KVP di kelompok usia laki­laki dan perempuan ada di batas atas.

Rerata kelompok usia laki­laki 26 – 30 tahun dan > 30 tahun sedikit lebih tinggi yaitu 93,26% dan 91,82 %. Rerata kelompok usia perempuan < 26 tahun dan > 30 tahun sedikit lebih tinggi yaitu 97,04 % dan 93,52 %. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4 dan diperjelas pada Gambar 1 dan 2.

Karakteristik faal paru pekerja pabrik PT X berdasarkan pemeriksaan spirometri

Hasil pengukuran nilai faal paru men dapatkan 206 subjek (99,5 %) normal dan dida patkan kelainan restriksi sedang pada 1 subjek (0,5 %). Kelainan faal paru ringan berupa restriksi dan obstruksi ringan tidak ada. Kelainan faal paru berat berupa obstruksi berat dan restriksi berat serta campuran keduanya tidak ada.

Karakteristik kadar CO pada perokok

Sebanyak 207 subjek yang dilakukan peme­ riksaan kadar CO menggunakan alat smo kerlyzer. Kadar CO pada 83 subjek bukan perokok didapatkan rerata sebesar 6 ppm, pada 4 subjek bekas perokok didapatkan rerata sebesar 9,5 ppm. Terdapat 120 subjek

(4)

Gambar 1. Rentang nilai hasil spirometri VEP1/KVP subjek perempuan (kiri) dan subjek laki­laki (kanan)

perokok aktif (perokok ringan dan perokok sedang) dengan rerata kadar CO 12,78 ppm. Sejumlah 115 subjek dengan indeks Brinkman ringan didapatkan rerata kadar CO 11 ppm. Sejumlah 5 subjek perokok dengan indeks Brinkman sedang didapatkan rerata kadar CO sebesar 24,4 ppm.

Kadar debu area kerja

Nilai ambang batas (NAB) karbon hitam ada lah 3,5 mg/m3. Area kerja pada PT X dapat dibagi menjadi

3 bagian berdasarkan kadar debu karbon hitam yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sebanyak 164 subjek didapat kadar debu rendah (0,17 – 0,94 mg/m3) yakni

di bagian admin, Information technology (IT), manager, produksi, production product in control (PPIC), front

office, toner, chemist, warehouse, umum, operasional, inkjet, security, warehouse, toner, chemist, maintain, packing, dan front office. Sejumlah 32 subjek pada

kadar sedang (1,14 – 2,72 mg/m3) yaitu research

and development (RnD), quality assurrance (QA),

quality control (QC), PPIC, dan complain. Sejumlah

17 subjek pada kadar debu tinggi (5,15 mg/m3)

pada bagian bongkaran dan recycle. Pembagian kelompok kadar debu dilakukan sesuai definisi operasional pada saat awal penelitian.

Sebaran keluhan respirasi subjek

Sebanyak 207 subjek yang diperiksa dengan kuesioner didapatkan 68 subjek (32,9 %) dengan keluhan respirasi dan 139 subjek (67,1 %) tanpa keluhan respirasi. Terdapat bermacam­macam kelu­ han respirasi akibat terpajan debu PT X. Keluhan respirasi yang dialami oleh 68 subjek bermacam­ macam, yang terbanyak adalah flu 21 (10,1 %) subjek, sesak 12 (5,8 %) subjek, batuk 11 (5,3 %) subjek, dahak kronik 11 (5,3 %) subjek, batuk dahak 8 (3,9 %) subjek, dahak 3 (1,4 %) , batuk kronik 1 (0,5 %) subjek dan mengi 1 (0,5 %) subjek seperti ditunjukkan tabel 7. Semua subjek yang mengeluh dahak, tidak ada dengan keluhan keluar dahak hitam.

Sebaran keluhan respirasi berdasarkan kelainan faal paru

Penelitian ini mengambil data 248 subjek kemu dian diambil dengan kriteria inklusi didapatkan sejumlah 207 subjek. Sebanyak 68 subjek ada keluhan respirasi. Hanya 1 subjek (0,5 %) dengan kelainan faal paru (spirometri) berupa restriksi sedang, tetapi tidak ada keluhan respirasi. Subjek dengan keluhan flu, sesak, batuk, dahak kronik, batuk dahak, dahak, batuk kronik, mengi tidak menunjukkan kelainan faal paru.

Tabel 4. Sebaran subjek penelitian berdasarkan foto toraks dan hasil spirometri.

Kondisi paru Jumlah Persentase (%)

Hasil pemeriksaan foto toraks

Normal 192 92,8

Kelainan 12 7,2

Kelainan spirometri

Tidak ada 206 99,5

Kelainan (restriksi sedang) 1 0,5 batas atas hasil median batas bawah batas atas hasil median batas bawah 97 95 93 91 89 87 85 83 81 Persentase (%) < 26 th 26-30 th > 30 th Kelompok Usia 95 93 91 89 87 85 83 81 79 77 Persentase (%) < 26 th 26-30 th > 30 th Kelompok Usia

(5)

Tabel 5. Sebaran subjek berdasarkan keluhan respirasi.

Flu Sesak Batuk Dahak Batuk Dahak Batuk Mengi Total

kronik dahak kronik

Jumlah 21 12 11 11 8 3 1 1 68

Persentase (%) 10,1 5,8 5,3 5,3 3,9 1,4 0,5 0,5 100

Sebaran keluhan respirasi berdasarkan kelainan foto toraks

Didapatkan 67 subjek kelainan parenkim foto toraks dengan keluhan respirasi sejumlah 2 subjek, yaitu 1 subjek (5,2 %) dengan keluhan respirasi flu hasil foto toraksnya menunjukkan gambaran bercak halus, 1 subjek (14,2 %) dengan keluhan batuk dahak menunjukkan gambaran bercak halus yang lain tidak menunjukkan kelainan pada foto toraks.

Sebaran kelainan foto toraks

Semua karyawan pabrik diperiksa foto toraks menggunakan alat mobile chest x-ray. Didapatkan gambaran foto toraks tidak normal sebanyak 15 subjek yaitu 14 subjek kelainan parenkim paru dan 1 subjek desktrokardia. Kelainan parenkim berupa bercak halus sebanyak 10 orang, corakan bronkovaskuler meningkat sebanyak 4 orang. Subjek yang mempunyai kelainan parenkim paru sebanyak 14 subjek (7,7 %), yang bercak halus sebanyak 10 subjek (4,8 %), corakan bronkovaskuler meningkat sebanyak 4 subjek (1,9 %). Subjek dengan dekstrokardia dianggap ada kelainan foto toraks namun tidak ada kelainan parenkim.

Analisis statistik hubungan faktor penentu dan keluhan pernapasan

Dilakukan uji statistik terhadap data hasil pene­ litian. Sebanyak 207 subjek dilakukan pemisahan berdasarkan jenis kelamin, usia subjek, tingkat pen­ didikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja dan kelainan foto. Terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin laki­laki, status perokok aktif dan kadar CO ≥10 dengan terdapatnya keluhan respirasi dengan nilai p<0,05. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja dan kelainan foto dengan terdapatnya keluhan respirasi.

analisis statistik hubungan faktor penentu dan kelainan faal paru

Dilakukan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Sebanyak 207 subjek dilakukan pemisahan berdasarkan jenis kelamin, usia subjek, tingkat pen­ didikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja dan kelainan foto. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kelainan foto toraks tidak normal dengan terdapatnya kelainan faal paru dengan nilai p>0,05. Tidak di­ dapatkan hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin laki­laki, usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker dan lama kerja dengan ter­ dapatnya kelainan faal paru.

PEMBAHASAN Karakteristik subjek

Penelitian ini dilakukan pada populasi pekerja pabrik PT X di Bogor pada bulan November 2012 sampai dengan April 2014 untuk melihat hubungan antara faktor­faktor yang dinilai berpengaruh, antara lain jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja dan kelainan foto yang berhubungan dengan keluhan respirasi dan gangguan faal paru. Penelitian ini mendapatkan sejumlah 207 subjek masuk kriteria inklusi dari total 248 karyawan yang dilakukan wawancara.

Penelitian ini awalnya mendapatkan 213 subjek yang masuk kriteria inklusi berdasarkan anamnesis dan wawancara. Setelah data selesai diambil, ter­ nyata didapatkan 20 subjek dengan kelainan foto toraks. Ada 5 subjek dari 20 tersebut dengan foto toraks lesi tuberkulosis. Setelah dievaluasi lanjut ternyata terbukti TB paru dan mendapat pengobatan sampai lengkap dan dinyatakan sembuh. Ada satu subjek yang dicurigai asma dari awal sebelum masuk

(6)

pabrik. Setelah diperiksa lanjut ternyata subjek tersebut menderita asma. Hal ini mengakibatkan jumlah eksklusi diakhir penelitian bertambah 6, sehingga total subjek dengan kriteria inklusi menjadi 207 subjek.

Penelitian ini mendapatkan 207 subjek dengan jenis kelamin paling banyak adalah sejumlah 168 laki­ laki (81,2 %) dan 39 perempuan (18,8 %). Pekerja pabrik PT X didapatkan kebanyakan laki­laki karena untuk mengerjakan pekerjaannya, salah satu faktor adalah diperlukan kekuatan dan daya tahan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rerata usia subjek 27 tahun dengan usia minimum 19 tahun dan maksimum 50 tahun dengan jumlah subjek paling banyak berasal dari kelompok usia < 26 tahun sebanyak 94 subjek (45,4%). Rerata pekerja pada penelitian ini berusia 27 tahun (19­46 tahun), berbeda dengan penelitian Gardiner dkk.6 yaitu 41 tahun (19­64 tahun) dan

penelitian Neghab dkk.5 yaitu 33 tahun (27­ 39 tahun).

Usia produktif dan semangat kerja menjadi salah satu pertimbangan pihak direksi untuk mengambil karyawan baru, sehingga didapatkan usia muda yang paling banyak. Gangguan pernapasan paling banyak didapatkan pada usia >30 tahun. Joo dkk.7 menemukan

peningkatan risiko gangguan faal paru seiring dengan peningkatan usia, dengan prevalensi PPOK pada populasi laki-laki ≥ 40 tahun sebesar 14,1 %.

Tingkat pendidikan paling banyak adalah menengah sejumlah 186 (89,9%) disebabkan kar­ yawan PT X kebanyakan adalah lulusan SMA/sede­ rajat yang menginginkan langsung bekerja selepas SMA tanpa masuk perguruan tinggi dahulu. Status gizi subjek yang terbanyak terdiri dari kelompok normal, yaitu sebanyak 138 subjek (66,7 %) dengan kelainan faal paru 1 subjek (0,5%), sementara gizi lebih dan obesitas tidak ada kelainan. Hal ini tidak senada dengan penelitian yang lain yang menyatakan bahwa obesitas telah lama dikenal berpengaruh terhadap gangguan faal paru.8,9 Hal ini bisa terjadi karena

jumlah subjek yang gizi lebih dan obesitas tidak banyak sehingga tidak terdeteksi kelainan faal paru yang terjadi.

Kebiasaan merokok/perokok aktif dilakukan oleh 57,9 % subjek (perokok ringan dan perokok sedang) menun jukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan

populasi perokok di Indonesia menurut data Ris­ kesdas 2010 dengan prevalensi sebesar 28,2 %.10

Status perokok yang terbanyak ditemukan adalah perokok ringan sebanyak 120 subjek (55,6 %). Besar subjek dengan Indeks Brinkman ringan yang cukup banyak ini menunjukkan masih banyak perokok kronik yang belum menjadi target kampanye anti rokok. Kadar CO dalam penelitian ini didapatkan nilai yang bervariasi sesuai kadar CO dalam subjek masing­masing. Penelitian menemukan kadar CO bukan perokok reratanya 6 ppm kemudian makin meningkat pada bekas perokok reratanya 9,5 ppm, pada perokok ringan reratanya 11 ppm dan pada perokok sedang reratanya 24,4 ppm. Hal ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 yaitu kelompok perokok tidak aktif (bukan dan bekas perokok) dengan kadar CO < 10 ppm dan kelompok perokok aktif (perokok ringan dan sedang) dengan kadar CO ≥ 10 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian Guan 2012 yang menyatakan ada tingkat tinggi korelasi antara tingkat dihembuskan CO dan konsentrasi COHb.11

Terdapat 120 subjek perokok aktif (perokok ringan dan perokok sedang) dengan rerata kadar CO 12,78 ppm. Sejumlah 115 subjek dengan indeks

Brinkman ringan didapatkan rerata kadar CO 11 ppm,

sedangkan pada perokok dengan indeks Brinkman sedang sebanyak 5 subjek didapatkan rerata kadar CO 24,4 ppm. Chatkin dkk.12 (2007) menemukan bahwa

perokok memiliki rerata kadar CO (14,7 ppm) yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok bukan perokok (4,3 ppm). Kadar CO ekspirasi juga ditemukan pada penelitian Sabzwari dkk.13 dapat menjadi parameter

gangguan faal paru pada comuter yakni orang yang sering bepergian di jalan raya.

Kadar debu dalam penelitian ini terbagi 3 yaitu rendah, sedang, dan buruk. Terdapat hasil kadar debu yang melebihi NAB karbon hitam dianggap buruk yaitu sebesar 5,15 mg/m3. Rerata kadar debu

pada penelitian ini adalah 1,36 mg/m3 (0,17­5,15

mg/m3). Rerata kadar debu ini berbeda dengan

penelitian Gardiner dkk.6 yaitu 0,77 mg/m3 (0,07–

7,41 mg/m3) dan Neghab dkk.5 yaitu 2,3 mg/m3 (2,0­

2,6 mg/m3). Kedua penelitian tersebut mengukur

(7)

kerja dan kadar respirable debu yaitu kadar debu akumulasi tiap subjek.6,7

Kebiasaan pemakaian alat pengaman diri masker, dalam populasi subjek PT X masih belum sempurna. Sebaran kebiasaan menggunakan APD masker dari 207 subjek penelitian didapatkan tingkat kepatuhan sedang sebanyak 156 subjek (73,3 %), diikuti tingkat kepatuhan baik sebanyak 41 subjek (19,2 %), dan tingkat kepatuhan buruk sebanyak 16 subjek (7,5 %). Perilaku pemakaian APD yang belum memadai disertai dengan periode pajanan yang lama setelah bekerja bertahun­tahun, perlu mendapat perhatian dari pihak pabrik karena pajanan debu dalam jangka waktu yang lama akan memberikan efek kumulatif yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan kerja.14,15 Lama kerja subjek

pada penelitian ini adalah kurang dari 10 tahun. Lama kerja pada penelitian Gardiner dkk.6 adalah

14 tahun dan pada penelitian Neghab dkk.5 (2011)

adalah 9 tahun (4­14 tahun). Efek debu terhadap paru secara teori baru muncul setelah terpapar 10 tahun lebih (antara 15­20 tahun).1 Hasil foto toraks

207 subjek pada penelitian ini adalah 192 normal (92,7 %) dan 15 tidak normal (7,3 %).

Pengukuran Faal Paru

Pengukuran faal paru pada subjek mene­ mukan gangguan faal paru pada beberapa anggota subjek, kelainan faal paru didapatkan pada 1 subjek (0,5 %) dan sebanyak 206 subjek (99,5 %) tidak di dapatkan kelainan faal paru. Kelainan faal paru yang didapatkan hanya 1 subjek restriksi sedang. Sebagian besar responden mempunyai hasil uji faal paru yang normal rerata kapasitas vital paksa (KVP) 4,1 L dengan nilai median 4,2 L. Rerata volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah 3,9 L dengan nilai median 4 L. Rerata arus puncak ekspirasi (APE) adalah 9,7 L dengan nilai median 9,7L. Rerata rasio volume ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) adalah 93,5 % dengan nilai median 94 %.

Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan ber makna antara keluhan pernapasan dengan gang­ guan faal paru secara statistik. Rerata nilai para­

meter faal paru para pekerja ada di sekitar batas atas nilai rerata individual sesuai hasil perhitungan dengan spirometri pneumobile. Penelitian ini mendapatkan kelainan faal paru hanya 5 subjek sehingga tidak bermaksa secara statistik. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Gardiner dkk.6 di Eropa yang mendapatkan

ada penurunan faal paru berupa VEP1 dan VEP1/ KVP. Penelitian lain oleh Neghab dkk.5 di Iran juga

mendapatkan penurunan KV, KVP dan VEP1 (secara statistik bermakna) serta penurunan VEP1/KVP dan APE secara statistik tidak bermakna.

Dilakukan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Sebanyak 207 subjek dilakukan pemisahan ber dasarkan jenis kelamin, usia subjek, tingkat pen­ didikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja, dan kelainan foto. Terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin laki-laki, status perokok aktif dan kadar CO ≥10 dengan terdapatnya keluhan respirasi dengan nilai p < 0,05. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, kadar debu, penggunaan masker, lama kerja dan kelainan foto dengan terdapatnya keluhan respirasi. Jenis kelamin laki­laki adalah subjek yang paling banyak sehingga paling banyak pula tampak kelainan respirasi dibanding subjek perempuan. Hal ini dapat timbul karena ketidak seimbangan jumlah subjek yang dijadikan subjek penelitian. Pembuktian lebih lanjut diperlukan dengan jumlah subjek yang sama antara laki­laki dan perempuan.

Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan bermakna antara kelainan foto toraks tidak normal dengan terdapatnya kelainan faal paru dengan nilai p<0,05. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, status gizi, status perokok, kadar CO, kadar debu, penggunaan masker dan lama kerja dengan terdapatnya kelainan faal paru. Nilai faal paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis kelamin, tinggi badan dan ras, serta atelektasis, dan penyakit lainnya.16 Riwayat merokok, walaupun tidak

ditemukan sebagai faktor risiko dalam penelitian ini, merupakan salah satu penyebab gangguan obstruktif pernapasan yang penting. Hubungan antara rokok

(8)

dengan kerusakan paru merupakan hubungan yang bergantung pada dosis (dose-responsive) sehingga penghentian kebiasaan merokok sejak dini akan membantu dalam mengurangi efek kumulatif jangka panjang merokok. Salah satu penelitian menemukan intervensi terapeutik (nicotine patch) dapat meningkatkan tingkat penghentian merokok pada populasi PPOK di Swedia.17 Penelitian lain menunjukkan bahwa

perokok mengalami gangguan obstruksi yang lebih dini dan berat dibandingkan dengan non­perokok.18

Fletcher dkk.19 menemukan bahwa laki­laki yang

merokok berisiko mengalami obstruksi lebih berat (46 % dan 24 % pada perokok berat dan ringan) dibandingkan dengan non­perokok.

Status gizi dalam penelitian menunjukkan ter­ dapat risiko dalam peningkatan gangguan faal paru pada subjek dengan IMT kurang dan normal tetapi tidak bermakna secara statistik. Joo dkk.7 menemukan

hal yang sama kondisi kekurangan berat badan (underweight) memiliki hubungan signifikan dengan gangguan obstruksi (OR 3,07, 95% CI 1,05­8,98). Hal ini dapat berkaitan dengan hubungan berat badan kurang dengan kebiasaan merokok dan meningkatnya usaha pernapasan. Berat badan ber lebih juga memiliki dampak buruk bagi faal paru. Kelebihan lemak tubuh, terutama di tubuh bagian atas, ditemukan memiliki hubungan dengan gangguan pergerakan toraks se­ hingga mengganggu sifat mekanik dada dan di­ afrag ma serta menunjukkan terdapatnya perubahan fungsi pernapasan. Hal ini menurunkan volume paru dan perubahan gambaran ventilasi pada setiap respirasi.19,20

Subjek penelitian adalah pekerja tetap pabrik tinta karbon hitam PT X di Bogor yang bekerja di lapangan atau lingkungan pabrik, sehingga subjek yang bekerja di pusat atau Jakarta tidak bisa ikut serta. Subjek penelitian dipilih secara total coverage

sampling dari seluruh karyawan sejumlah 248 orang

PT X. Terdapat 41 subjek penelitian yang ter masuk kriteria eksklusi yaitu 8 orang kurir keluar, 3 orang hamil, 7 orang mengundurkan diri, 3 orang di pusat, 1 orang ikut pameran, 1 orang sakit, 8 orang tidak foto toraks, 1 orang asma sejak sebelum masuk kerja di pabrik, 3 orang tidak periksa CO dan 1 orang asma, ada

5 orang dengan TB. Hal ini terjadi karena karyawan yang tidak bisa masuk saat salah satu pemeriksaan mengakibatkan data tidak lengkap sehingga tidak bisa diolah sedangkan peneliti dibatasi oleh waktu, tenaga dan dana. Akhir penelitian, mendapatkan 207 subjek penelitian yang termasuk kriteria inklusi yaitu 168 laki­laki (81,2%) dan 39 perempuan (18,8%). Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan lama bekerja karyawan sebagian besar 1­6 tahun. Penyakit paru kerja menurut penelitian­penelitian sebelumnya mini mum terpajan adalah 10 tahun.21

Pengukuran debu hanya bisa dikerjakan metode pengukuran kadar debu ruangan / inhalable (0,1­ 10 um). Hal ini terjadi karena keterbatasan fasilitas, dana dan waktu sehingga tidak bisa melakukan pemeriksaan kadar debu respirable (0,1­3um) yang masuk alveolus.

KESIMPULAN

Karakteristik subjek pada penelitian ini di­ dapatkan lebih banyak pada laki­laki, usia <26 tahun, dan tingkat pendidikan tertinggi lulusan SMA. Status gizi responden tertinggi pada kategori normal. Status perokok ringan tertinggi dibandingkan perokok sedang dan perokok tinggi. Kadar CO pada perokok lebih tinggi dibandingkan pada bukan perokok. Rerata kadar debu adalah 1,36 mg/m3. Penggunaan masker

sebagai peralatan APD berada pada tingkat sedang. Pada penelitian terhadap pabrik yang baru berdiri 6 tahun tidak didapatkan hubungan keluhan respirasi dengan faal paru yang signifikan, tetapi penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus F. Dampak debu industri pada paru pekerja dan pengendaliannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1997;115:45­51.

2. Yunus F. Diagnosis penyakit paru kerja. Cermin Dunia Kedokteran. 1992;74:18­23.

3. WHO. Prinsip­prinsip deteksi dini penyakit akibat kerja. Dalam: Wijaya C. ed. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Alih bahasa Sujono J. Jakarta. EGC,1995:p.1­6.

(9)

4. Robertson JMD, Diaz JF, Fyfe IM, Ingalls TH. A crosssectional study of pulmonary function in carbon black workers in the United States. Am Ind Hyg Assoc J. 1988;49:161–6.

5. Neghab M, Mohraz MH, Hassanzadeh J. Symtoms of respiratory disease and lung functional im­ pairment associated with occupational inhalation exposure to carbon black dust. J Occup Health. 2011;53:432­8.

6. Gardiner K, Van Tongeren M, Harrington M. Respiratory health effects from exposure to carbon black: results of the phase 2 and 3 cross sectional studies in the European carbon black manufacturing industry. Occup Environ Med. 2001;58:496–503.

7. Joo H, Park J, Lee SD, Oh YM. Comorbidities of chronic obstructive pulmonary disease in Koreans: a population­based study. Kor Med Sci. 2012;27(8):901­6.

8. Collins LC, Hoberty DL, Walker JF, Fletcher EC, Peiris AN. The effect of body fat distri bu tion on pulmonary function tests. Chest. 1995;107(5):1298­302.

9. Enright PL, Crapo RO. Controversies in the use of spi ro metry for early recognition and diagnosis of chro nic obstructive pulmonary disease in cigarette smo kers. Clinics in Chest Medicine. 2000;21(4):645­52.

10. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar nasional tahun 2010. Jakarta: Depkes RI;2010. 11. Guan NC, Ann AYH. Exhaled carbon monoxide

levels among Malaysian male smokers with nicotine dependence. Southeast Asian J trop Med public health. 2012;43:211­8.

12. Chatkin J, Fritscher L, de Abreu C, Cavalet­ Blanco D, Chatkin G, Wagner M, et al. Exhaled carbon monoxide as a marker for evaluating smoking abstinence in a Brazilian population sample. Prim Care Respir J. 2007;16(1):36­40. 13. Sabzwari SR, Fatmi Z. Comparison of exhaled

carbon monoxide levels among commuters and roadside vendors in an urban and a suburban population in Pakistan. Environ Monit Assess 2011;180:399­408.

14. Beckett WS. Occupational respiratory disease. NEJM. 2000;10;406­14.

15. Balmes JR. Occupational lung diseases. Primary Care 2000;27:1009­38.

16. Nadel JA. Obstructive disease, general principles and diagnostic approach. In: Murray JF, Nadel JA, eds. Tokyo, WB Saunders Co, 1988.p.987­1106. 17. Strattel G, Molstad S, Jakobbson P, Zetterstrom

O. The impact of repeated spirometry and smoking cessation advice on smokers with mild COPD. Scand J Prim. 2006;24:133­39.

18. Kohansal R, Martinez­Camblor P, Agusti A, Buist AS, Mannino DM, Soriano JB. The natural history of chronic airflow obstruction revisited: An analysis of the framingham offspring cohort. Am J Respir Crit Care Med. 2009;180:3­10. 19. Fletcher C, Peto R. The natural history of chronic

airflow obstruction. BMJ 1977;1:1645-1648. 20. Collins LC, Hoberty DL, Walker JF, Fletcher EC, Peiris

AN. The effect of body fat distribution on pulmonary function tests. Chest. 1995;107(5):1298­302.

21. Susanto, AD. Pneumokoniosis. J Indon Med Assoc. 2011;61:503­10.

Gambar

Tabel 2. Sebaran subjek penelitian berdasarkan faal paru .
Gambar 1. Rentang nilai hasil spirometri VEP1/KVP subjek perempuan (kiri) dan subjek laki­laki (kanan)
Tabel 5. Sebaran subjek berdasarkan keluhan respirasi.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Qodri Azizy, selama ini telah terjadi anggapan negatif terhadap pelaksanaan pendidikan agama (Islam) di lembaga pendidikan. Anggapan yang kurang menyenangkan itu

[r]

Untuk konteks pendekatan rasional, pada saat seorang pemilih merasa tidak mendapat faedah dengan memilih salah satu partai atau kandidat calon walikota dalam pemilihan walikota,

Uji tersebut mendukung hipotesis keempat (H 4 ) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara persepsi wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap

Penerapan pengembangan kelompok tani Asgita untuk adopsi penerapan inovasi teknologi Strawberry Asgita Red Ripe di desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung

4x40mnt.. 3Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan

Metode yang digunakan adalah metode difusi sumuran (well diffusion method) dengan menggunakan 12 sampel untuk masing-masing kelompok perlakuan. Pada setiap Petridish

manajemen hubungan pelanggan ( customer relationship management ) dengan variabel terikat yakni kepuasan pelanggan, maka metode yang digunakan dalam.. penelitian