KIMIA
A. MATERI
Materi adalah sesuatu yang mempunyai massa, volume, menempati suatu ruang. Contoh: zat padat, cair, dan gas.
1. Klasifikasi Materi
MATERI
Zat Tunggal Campuran Unsur Senyawa Larutan Koloid Suspensi
a. Zat tunggal: zat yang terdiri dari satu jenis materi. 1) Unsur: zat tunggal yang paling sederhana dan
tidak dapat diuraikan secara kimia biasa. – Contoh unsur yang tersusun atas atom
unsur adalah: Fe (Ferum), Na (Natrium), Ca (Kalsium), Mn (Mangan).
– Contoh unsur yang tersusun atas molekul unsur adalah: H2 (Hidrogen), N2 (Nitrogen), O2 (Oksigen), Cl2 (Klorin). 2) Senyawa: zat tunggal yang dapat terurai
secara kimia menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Senyawa tersusun oleh molekul senyawa. Contoh: H2O (air), NH3 (Amoniak), CO2 (Karbon dioksida).
b. Campuran: bentuk materi yang terdiri atas lebih dari satu jenis materi. Campuran dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu:
1) Larutan: campuran yang bersifat homogen (serba sama) dan terdiri dari dua komponen,
yaitu pelarut (solven) dan zat terlarut (solute). Ukuran partikel < 1 nanometer (1 nm = 10-9 m).
Contoh larutan adalah air gula, air garam. 2) Koloid: campuran yang bersifat heterogen
yang merupakan dispersi dengan zat terdis-persi. Koloid memiliki ukuran 1 nanometer – 100 nanometer. Contoh: susu, tinta, cat, asap. 3) Suspensi: campuran yang bersifat heterogen
dan memiliki ukuran lebih besar dari 100 nanometer. Contoh: lumpur, pasir di sungai. 2. Partikel Penyusun Materi
a. Partikel Unsur
Atom = bagian zat yang tidak dapat dibagi lagi, contoh: Fe, Na, Ca, K, Ba, dll.
Molekul = bagian zat yang dapat dipisahkan menjadi atom, contoh: O2, H2, N2, F2, Cl2, dll. b. Partikel Senyawa
Senyawa terdiri atas molekul atau kumpulan atom-atom yang berbeda, contoh: H2SO4, HCl, H2O.
B. TANDA ATOM UNSUR
1. Unsur Logam
Berbentuk padat dalam temperatur ruang, kecuali raksa (cair).
Penghantar listrik dan panas yang baik. Contoh: Aluminium (Al), besi (Fe). 2. Unsur Nonlogam
Terdapat dalam tiga fasa, padat, cair, dan gas. Penghantar panas dan listrik yang buruk. Contoh: Nitrogen (N), Brom (Br).
3. Unsur Metaloid, mempunyai beberapa sifat-sifat logam dan beberapa sifat-sifat nonlogam. Contoh: Arsen (As), Boron (B).
C. PERSENYAWAAN
1. Senyawa Biner Unsur Nonlogam-Nonlogam Perhatikan urutan unsur-unsur berikut ini.
B – Si – C – Sb – As – P – N – H – Te – Se – S – I – Br – Cl – O – F
a. Unsur yang tertulis lebih dulu jika bersenyawa dengan unsur yang ditulis berikutnya maka dalam senyawanya juga ditulis lebih dulu. b. Unsur yang di belakang ditambah akhiran –
ida.
c. Jika pasangan unsur yang bersenyawa dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa maka membedakannya dengan menyebut indeks dalam bahasa Yunani sebagai awalan (catatan: awalan mono- untuk unsur di depan tidak perlu ditulis).
1 = mono, 2 = di, 3 = tri, 4 = tetra, 5= penta Contoh:
PCl3 = fosfor triklorida, PCl5 = fosfor pentaklorida, (awalan mono pada P tidak perlu ditulis), NH3 = amoniak (tidak mengikuti aturan b dan c), CO = karbon monoksida, CO2 = karbon dioksida, NO = nitrogen monoksida, N2O3 = dinitrogen trioksida. 2. Senyawa Biner Unsur Logam-Nonlogam
a. Unsur logam ditulis di depan dengan bahasa Indonesia, dan unsur nonlogam ditulis di belakang dengan akhiran –ida.
b. Jumlah muatan unsur logam menjadi indeks unsur nonlogam, demikian sebaliknya jumlah muatan unsur nonlogam menjadi indeks unsur logam.
c. Jika jumlah muatan unsur logam lebih dari satu maka untuk membedakan jumlahnya dituliskan sebagai angka romawi di belakang unsur logam tersebut.
Perhatikan tabel berikut.
Kation (atom bermuatan positif)
Rumus Nama Rumus Nama
Na+ natrium Ni2+ nikel
K+ kalium Al3+ aluminium
Mg2+ magnesium Sn2+ timah(II)
Anion (atom bermuatan negatif)
Rumus Nama Rumus Nama
OH– hidroksida SO 42– sulfat CN– sianida PO 33– fosfit F– fluorida PO 43– fosfat Contoh:
NaCl = natrium klorida, MgCl2 = magnesium klorida, Cu2O = tembaga(I)oksida, CuO = tembaga(II)oksida, NH4OH = amonium hidroksida.
D. MEMISAHKAN CAMPURAN MATERI
Untuk memisahkan campuran menjadi materi-materi penyusunnya dapat dilakukan dengan cara:
1. Distilasi
Proses pemisahan campuran yang penyusunnya berupa larutan. Contoh: proses pemisahan bensin dengan minyak tanah.
2. Filtrasi
Proses pemisahan campuran yang zat penyusunnya berupa cairan dan padatan dengan menggunakan saringan (filter). Contoh: menyaring pasir dari air sungai yang mengandung pasir.
3. Sentrifugasi
Proses pemisahan campuran yang zat penyusunnya berupa cairan dan padatan yang merupakan partikel yang sangat kecil dan tersebar merata dalam cairan. Contoh: pemisahan kapur dari cairan suspensi air kapur.
4. Kristalisasi
Proses untuk mendapatkan padatan dari suatu cairan larutan dengan pemanasan. Contoh: pada proses pembuatan garam dari air laut.
5. Kromatografi
Pemisahan campuran dengan memanfaatkan perbedaan sifat kepolaran zat. Contoh: pemisahan zat warna dalam tinta.
E. KADAR ZAT DALAM CAMPURAN 1. Prosentase Massa massa komponen % massa 100 % massa campuran = ×
2. Prosentase Volume volume komponen % volume 100 % volume campuran = ×
3. Bagian Per Sejuta
6 massa komponen bpj massa 10 massa campuran = × F. PERUBAHAN MATERI 1. Perubahan fisika Ciri-cirinya:
yang berubah hanya sifat fisiknya saja, susunan zat tidak mengalami perubahan
tetap,
jenis zat tidak mengalami perubahan tetap, pada umumnya dapat dibalik ke wujud
semula.
Contoh: mencair, membeku, mengembun, menguap, mengkristal, mendesposisi. 2. Perubahan kimia
Ciri-cirinya:
terjadi perubahan sifat: ada endapan, suhu berubah, ada gelembung gas, warna berubah,
terjadinya perubahan susunan zat, terbentuknya zat baru dengan sifat yang
sama sekali berbeda dengan asalnya (permanen),
tidak dapat dibalik ke wujud semula. Contoh: pembusukan, pembakaran, pengerasan semen, foto-sintesis, perkaratan, dll.
A. STRUKTUR ATOM
1. Perkembangan Model Atom Model Atom Dalton
– Atom adalah partikel terkecil suatu zat atau materi, yang tidak dapat dibagi lagi.
– Atom mempunyai sifat yang sama atau identik untuk unsur tertentu.
– Atom akan berikatan untuk membentuk suatu molekul.
Model Atom Thomson
– Atom adalah materi pejal bermuatan positif dikelilingi muatan negatif. Atom mempunyai sifat netral.
– Terkenal dengan model atom roti kismis, karena bagian pejal bermuatan positif dan elektron (bermuatan negatif) mengelilingi seperti kismis dalam roti.
Model Atom Rutherford
– Atom adalah inti bermuatan positif dikelilingi elektron bermuatan negatif. Massa atom terkonsentrasi pada bagian inti (pusat). – Atom bersifat netral karena jumlah muatan
positif sama dengan jumlah muatan negatif. Model Atom Niels Bohr
– Atom adalah inti bermuatan positif dikelilingi
elektron bermuatan negatif pada orbit tertentu.
– Elektron beredar pada lintasan dengan tingkat energi tertentu. Perpindahan elektron disertai penyerapan atau pelepasan energi. – Atom seperti sistem tata surya yaitu inti atom
sebagai matahari dan elektron sebagai planet-planet di sekitarnya dalam orbit tertentu. Model Atom de Broglie (mekanika gelombang)
– Gerakan materi adalah suatu gerakan gelom-bang. Dengan demikian elektron yang merupa-kan materi adalah juga geramerupa-kan gelombang. – Elektron tidak mempunyai lintasan tertentu.
Elektron menempati jarak-jarak tertentu dari inti atom.
– Kedudukan elektron tidak dapat dipastikan, hanya merupakan kebolehjadian.
2. Partikel Dasar Penyusun Atom
Partikel Muatan Massa (gr) Penemu Letak
proton +1 1,673 x 10–24 Goldstein Inti
atom netron 0 1,675 x 10–24 J. Chadwick Inti
atom elektron –1 9,110 x 10–28 Thomson Kulit
atom
3. Lambang Atom Keterangan: A = massa atom X = lambang unsur Z = nomor atom
X
Z AAtom Netral = Atom yang tidak bermuatan listrik. Proton = elektron = nomor atom
Netron = massa atom – nomor atom Atom bermuatan negatif = anion
Atom yang kelebihan elektron karena masuknya elektron unsur lain ke dalam atom tersebut. proton = nomor atom
elektron = nomor atom + muatan netron = massa atom – nomor atom Atom bermuatan listrik positif = kation
Atom yang kelebihan proton karena berpindahnya elektron.
proton = nomor atom
elektron = nomor atom – muatan netron = massa atom – nomor atom 4. Nuklida
Nuklida adalah inti atom suatu unsur yang mengandung proton dan netron.
Isotop
Nuklida yang mempunyai nomor atom sama tetapi massa atomnya berbeda atau jumlah proton sama tetapi jumlah netron berbeda. Contoh: 11H; 21H. Isobar
Nuklida yang mempunyai nomor atom beda tetapi massa atomnya sama. Contoh: 146C dengan 147N. Isoton
Nuklida yang mempunyai jumlah netron sama tetapi nomor atom dan massa atomnya berbeda. Contoh: 94Be dengan 105B; 136C dengan 147N.
B. KONFIGURASI ELEKTRON
Konfigurasi elektron adalah suatu susunan mengenai penyebaran elektron pada kulit suatu atom.
1. Bilangan Kuantum
Bilangan yang menentukan letak keberadaan elektron pada kulit suatu atom.
a. Bilangan kuantum utama (n)
Menyatakan nomor kulit tempat elektron berada, jenisnya: K (n = 1), L (n = 2), M (n = 3). b. Bilangan kuantum azimuth (ℓ)
Menyatakan subkulit tempat elektron berada,
s = sharp nilai ℓ = 0
p = principal nilai ℓ = 1
d = diffuse nilai ℓ = 2
f = fundamental nilai ℓ =3 Untuk n = 1 ℓ = 0 (sharp)
Untuk n = 2 ℓ = 0 (sharp); ℓ = 1 (principal) Untuk n = 3 ℓ = 0 (sharp); ℓ = 1 (principal);ℓ = 2 (diffuse) Untuk n = 4 ℓ = 0 (sharp); ℓ = 1 (principal);ℓ = 2 (diffuse); ℓ = 3 (fundamental)
c. Bilangan kuantum magnetik (m)
Menyatakan orbital tempat elektron berada, jenisnya:
Untuk ℓ = 0 m = 0
Untuk ℓ = 1 m = –1; m = 0; m = +1
Untuk ℓ = 2 m = –2; m = –1; m = 0; m = +1; m = +2 Untuk ℓ = 3 m = –3; m = –2; m = –1; m = 0; m = +1m = +2; m = +3
Suatu orbital dapat digambarkan sebagai berikut. s –10 +1 –2–1 +1+2 –3–2–1 +1+2 +3 0 0 0 p d nilai m f d. Bilangan kuantum spin (s)
Menyatakan arah elektron dalam orbital. Jenisnya:
+ ½ dan – ½ untuk setiap orbital (harga m). Untuk menentukan letak elektron maka perlu mengikuti aturan-aturan tertentu yang sudah ditetapkan.
= +1/2 = –1/2
Aturan Aufbau
Elektron-elektron mengisi orbital dari tingkat energi terendah kemudian tingkat energi yang lebih tinggi.
Diagram di bawah ini adalah cara untuk mempermudah menentukan tingkat energi orbital dari yang terendah ke yang lebih tinggi yaitu:
1 s 2 s 3 s 4 s 5 s 6 s 2 p 3 p 4 p 5 p 6 p 3 d 4 d 5 d 6 d 4 f 5 f 6 f
Contoh:
Atom Li mempunyai 3 elektron à konfigurasinya: 1s2 2s1
Atom Fe mempunyai 26 elektron à konfigurasinya: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6
Aturan Hund
Elektron-elektron tidak membentuk pasangan elektron sebelum masing-masing orbital terisi sebuah
elektron.
Larangan Pauli
Tidak diperbolehkan di dalam atom terdapat elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang
sama.
2. Beberapa Hal Penting untuk Diperhatikan dalam Konfigurasi Elektron
Cara menuliskan urutan subkulit
a. Subkulit ditulis berdasarkan tingkat energinya, contoh: Galium (31Ga).
31Ga: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p1
Tingkat energi subkulit 4s lebih rendah dari subkulit 3d, maka akan terisi elektron lebih dahulu dan ditulis lebih dahulu.
b. Subkulit ditulis berdasarkan urutan kulit utamanya, contoh pada Galium:
31Ga: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p1
Walaupun tingkat energi subkulit 4s lebih rendah dari subkulit 3d, tetapi penulisannya berdasarkan urutan kulit utamanya adalah seperti di atas, jadi 3d ditulis lebih dahulu.
c. Subkulit ditulis dengan menggunakan konfigurasi gas mulia, contoh:
31Ga: [Ar] 4s2 3d10 4p1 atau [Ar] 3d10 4s2 4p1 Gas mulia di sini yang dipakai adalah Argon (Ar) yang mempunyai nomor atom = 18.
Aturan Penuh–Setengah Penuh
Dalam percobaan ternyata ditemukan beberapa pe-nyimpangan aturan Aufbau, sebagai contoh adalah untuk konfigurasi elektron Kromium (Cr) dan Tembaga (Cu):
Berdasarkan aturan Aufbau:
4Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4 atau [Ar] 4s2 3d4 Berdasarkan percobaan menjadi:
– 24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5 atau [Ar] 4s1 3d5 (setengah penuh untuk subkulit d) – 29Cu: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10 atau [Ar] 4s1
3d10 (penuh untuk subkulit d)
Untuk subkulit d, terisi elektron setengah penuh atau penuh ternyata lebih stabil dibandingkan jika menggunakan aturan Aufbau.
C. SISTEM PERIODIK UNSUR
Sistem Periodik Unsur adalah susunan unsur-unsur berdasarkan kenaikan nomor atom dan kemiripan sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing unsur. Henry G. Moseley
Menemukan Sistem Periodik Unsur Modern dan menyatakan sifat unsur merupakan sistem periodik dari nomor atomnya di mana nomor atom merupakan jumlah proton dan elektron sebuah unsur netral. SPU Modern tersusun atas:
1. Golongan
Baris vertikal menyatakan unsur-unsur yang dilaluinya sebagai unsur-unsur yang segolongan. Segolongan berarti mempunyai elektron valensi (elektron pada kulit terluar) sama.
Golongan = Elektron Valensi Ada dua golongan unsur-unsur dalan SPU: Golongan Utama (Golongan A) dan Golongan Transisi (Golongan B). Golongan Utama Elektron Valensi IA ns1 IIA ns2 IIIA ns2 np1 IVA ns2 np2 VA ns2 np3 VIA ns2 np4 VIIA ns2 np5 VIIIA ns2 np6 Golongan Utama Elektron Valensi IB (n-1)d10 ns1 IIB (n-1)d10 ns2 IIIB (n-1)d1 ns2 IVB (n-1)d2 ns2 VB (n-1)d3 ns2 VIB (n-1)d5 ns1 VIIB (n-1)d5 ns2 VIIIB (n-1)d6 ns2 VIIIB (n-1)d7 ns2 VIIIB (n-1)d8 ns2 Nama golongan pada golongan utama:
Golongan GolonganNama
I A Alkali II A TanahAlkali III A Boron IV A Karbon
Golongan GolonganNama
V A Nitrogen VI A KalkogenOksigen/ VII A Halogen VIII A Gas Mulia
2. Periode
Baris horizontal menyatakan unsur-unsur yang dilaluinya sebagai unsur-unsur yang seperiode.
Seperiode berarti mempunyai jumlah kulit atom sama.
Periode = Jumlah Kulit
D. SIFAT PERIODIK UNSUR
1. Jari-jari atom adalah jarak antara inti atom dengan kulit atom paling luar yang ditempati elektron dan diukur ketika atom tersebut berikatan.
2. Potensial ionisasi (energi ionisasi) adalah energi yang dibutuhkan untuk membebaskan satu elektron suatu atom pada keadaan gas.
3. Afinitas elektron adalah energi yang dibebaskan atom netral dalam pengikatan elektron untuk membentuk ion negatif.
4. Kelogaman dan keasaman.
5. Elektronegatifitas adalah kecenderungan suatu atom menarik pasangan elektronnya dalam molekul.
Maksimum di golongan Halogen, gas mulia lebih kecil keelektronegatifannya dibanding Halogen. 6. Kereaktifan, yaitu kemudahan melakukan reaksi
dengan unsur lain.
Sifat Unsur segolongan (atas-bawah) Unsur seperiode (kiri-kanan)
Jari-jari semakin ke bawah semakin besar semakin ke kanan semakin kecil Potensial
Ionisasi semakin kecil semakin besar Afinitas
Elektron semakin kecil semakin besar
Elektro-negatifitas semakin kecil semakin besar Kelogaman semakin besar semakin kecil Keasaman semakin kecil semakin besar Kereaktifan semakin besar semakin kecil
A. JENIS-JENIS IKATAN KIMIA
1. Ikatan Antaratom
a. Ikatan Ion atau Ikatan Elektrovalen
Ikatan atom unsur logam (elektropositif) dengan atom unsur nonlogam (elektronegatif). Unsur logam memberikan elektronnya pada unsur non logam.
b. Ikatan Kovalen
Ikatan atom unsur nonlogam dengan atom unsur nonlogam. Pemakaian bersama elektron dari kedua unsur tersebut.
c. Ikatan Kovalen Polar
Ikatan kovalen di mana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik lebih kuat ke salah satu atom. Pasangan elektron akan tertarik ke atom yang memiliki keelektronegatifan lebih besar.
d. Ikatan Kovalen Nonpolar
Ikatan kovalen dimana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik sama kuat ke seluruh atom.
e. Ikatan Kovalen Rangkap
Ikatan atom unsur nonlogam dengan atom unsur nonlogam. Terdapat pemakaian bersama lebih dari satu pasang elektron.
f. Ikatan Kovalen Koordinasi
nonlogam. Pemakaian bersama elektron dari salah satu unsur.
Sifat-sifat ikatan ion dan kovalen
Ikatan ion Ikatan kovalen
Daya hantar listrik kuat. Daya handar listrik kurang. Titik leleh dan titik didih
tinggi.
Titik leleh dan titik didih rendah.
Pada suhu kamar
senyawanya berfasa padat.
Pada suhu kamar senyawanya berfasa padat, cair, atau gas.
2. Ikatan Antarmolekul a. Ikatan Van Der Waals
Ikatan yang terjadi akibat adanya gabungan gaya London dan gaya tarik antar dipol.
Gaya dispersi (gaya London)
– Terjadi gaya tarik menarik antara mole-kul-molekul nonpolar yang terkena aliran elektron (dipol sesaat) dengan molekul nonpolar di sebelahnya yang terpengaruh (dipol terimbas) yang berdekatan. – Gaya tarik antarmolekulnya relatif lemah.
Contoh: H2, N2, CH4, dan gas-gas mulia. Gaya tarik dipol
– Gaya tarik antara molekul-molekul kutub positif dengan kutub negatif.
– Gaya tarik antar molekulnya lebih kuat dari gaya tarik antara molekul dipol sesaat-dipol terimbas.
b. Ikatan Hidrogen
Terjadi antara atom H dari suatu molekul dengan atom F atau atom O atau atom N pada molekul lain. Ada perbedaan suhu tinggi dan sangat polar di antara molekul-molekulnya. Contoh: HF, H2O, dan NH3.
c. Ikatan Logam
Ikatan ion logam dengan ion logam dengan bantuan kumpulan elektron sebagai pengikat atom-atom positif logam. Ikatannya membentuk kristal logam. Contoh: campuran tembaga dengan seng membentuk kuningan.
B. BENTUK GEOMETRI MOLEKUL
Berbagai kemungkinan bentuk molekul:
Tipe molekul Bentuk molekul Contoh
AX4 Tetrahedron CH4 AX3E Segitiga piramid NH3 AX2E2 Planar V H2O AX5 Segitiga bipiramid PCl5 AX4E Bidang empat SF4 AX3E2 Planar T IF3 AX2E3 Linear XeF2 AX6 Oktahedron SF6 AX5E Segiempat piramid IF5
AX4E2 Segiempat planar XeF4
Keterangan:
A = Atom Pusat
X = Jumlah pasangan elektron ikatan E = Jumlah pasangan elektron bebas
C. HIBRIDISASI
Proses pembentukan orbital karena adanya gabungan (peleburan) dua atau lebih orbital atom dalam suatu satuan atom. Konsep hibridisasi ini terjadi misalnya pada senyawa CH4.
Perhatikan konfigurasi elektron berikut. 6C : 1s2 2s2 2p2
1s2 2s2 2p2
Peristiwa promosi elektron akan mengubah konfigurasi elektron di atas menjadi:
à kemudian terbentuk orbital hibrida: s p3
1s2 2s1 2p3
Hal ini terjadi karena keempat elektron valensi dari karbon harus merupakan elektron tunggal pada tingkat energi sama untuk membentuk 4 ikatan C – H. Jadi tempat-tempat kosong pada orbital 2s dan 2p masing-masing akan diisi elektron dari hidrogen.
Berbagai kemungkinan lain hibridisasi dan bentuk geometri orbital hibridanya sebagai berikut.
Orbital hibrida
Jumlah
ikatan Bentuk geometrik
sp 2 Linear
sp2 3 Segitiga datar sama sisi
sp3 4 Tetrahedron
sp2d 4 Persegi datar
sp3d 5 Segitiga Bipiramidal
A. KONSEP MOL
Mol (n) adalah satuan internasional untuk menyatakan
jumlah zat. Mol dapat dirumuskan dengan:
massa unsur massa molekul atau unsur molekul A AB n n Ar A Mr AB = =
Dalam 1 mol zat terdapat 6,02 x 1023 partikel. Jumlah
partikel zat dirumuskan dengan:
Jumlah partikel = n × 6,02 ×1023
Keterangan: n = mol
6,02×1023 = bilangan Avogadro Mr = massa molekul relatif
Ar = massa atom relatif
Pada kondisi standar di mana suhu 0oC dan tekanan
1 atm (Standard Temperature and Pressure = STP): 1 mol gas = 22,4 liter ⇔ volume gas 100 %
22,4
= ×
n
Pada kondisi bukan standar maka kita gunakan Rumus Gas Ideal:
= ⇔ =PV
PV nRT n
RT
Keterangan:
P = tekanan (atm) R = tetapan 0,08205 atm.L/mol.K
V = volume (liter) T = suhu (kelvin)
N = mol
Pada kondisi suhu dan tekanan sama (P, T):
gas volume gas gas =volume gas
n A A
n B B
B. STOIKIOMETRI
Stoikiometri mempelajari semua perhitungan kimia secara kuantitatif, tidak terbatas pada unsur saja tetapi juga perhitungan senyawa maupun campuran.
1. Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia Hukum Lavoisier (Kekekalan Massa)
Massa zat sebelum reaksi sama dengan massa zat setelah reaksi.
Hukum Proust (Ketetapan Perbandingan):
Suatu senyawa perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya selalu tetap.
Hukum Dalton (Perbandingan Berganda)
Jika unsur A dan unsur B membentuk lebih dari satu macam senyawa, maka untuk massa unsur A yang tetap, massa unsur B dalam senyawanya berbanding
sebagai bilangan bulat sederhana.
2. Hukum-hukum Ilmu Kimia untuk Gas
Hukum Gay Lussac (Perbandingan Volume)
Volume gas yang bereaksi dengan volume gas-gas hasil reaksi akan berbanding sebagai bilangan (koefisien) bulat sederhana jika diukur pada suhu dan
tekanan yang sama. Rumus:
A A
B B
koefisien gas volume gas
koefisien gas =volume gas
Hukum Avogadro
Gas-gas dalam volume sama akan mempunyai jumlah molekul yang sama jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama. Dalam 1 mol zat mengandung 6,02 × 1023
partikel, yang disebut dengan Bilangan Avogadro.
Rumus:
A A
B B
mol gas volume gas mol gas = volume gas
Hukum Boyle
(Ketetapan Hasil kali tekanan dan volume)
Hasil kali tekanan gas dan volume gas akan selalu tetap jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama.
Rumus:
PA.VA = PB.VB
Hukum Boyle-Gay Lussac
Hasil kali tekanan gas dan volume gas akan selalu tetap jika dibagi suhu mutlak.
Rumus: A A B B A B
P V
P V
T
=
T
BAB 4
KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI
C. RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL
1. Rumus Empiris
Rumus empiris adalah rumus yang paling
sederhana dalam komposisi suatu senyawa. 2. Rumus Molekul
Rumus molekul adalah kelipatan dari rumus
empiris.
D. MASSA ATOM RELATIF DAN MASSA MOLEKUL RELATIF
1. Massa Atom Relatif (Ar)
Massa atom relatif (Ar) atau juga disebut bobot
atom (BA) suatu unsur adalah massa satu atom unsur tersebut dibagi dengan 1
12 massa satu atom isotop
karbon 12.
12 1
12
-massa rata rata atom unsur A Ar unsur A
massa satu atom unsur C =
Menentukan Massa Atom Relatif dari Isotop-Isotop di Alam
Di alam suatu unsur bisa didapatkan dalam 2 jenis atau bahkan lebih isotop, oleh karena itu kita dapat menentukan massa atom relatifnya dengan rumus berikut ini. Untuk n jenis isotop:
1 1 2 2 % . . % . . + ... + % . . 100 % + = k X Ar X k X Ar X k X Ar Xn n Ar X K = kelimpahan 2. Massa Molekul Relatif (Mr)
Massa molekul relatif (Mr) atau juga disebut bobot molekul (BM) suatu senyawa adalah massa satu molekul senyawa tersebut dibagi dengan 1
12 massa
satu atom isotop karbon 12.
12 1
12
massa satu molekul senyawa XY Mr senyawa XY
massa satu atom C =
E. AIR KRISTAL
Air kristal (hidrat) adalah air yang terikat pada suatu
kristal senyawa tertentu dengan perbandingan molekul yang tertentu pula. Air ini dapat dibebaskan melalui pemanasan. Contoh air kristal: CuSO4.5H2O, FeSO4. 7H2O, CaSO4. 2H2O, dsb.
A. KOLOID
Koloid adalah campuran yang berada di antara larutan
dan suspensi, terbentuk dari fase terdisperi dan pendispersi. Berikut adalah perbedaan larutan, koloid, dan suspensi:
LARUTAN
• homogen
• dimensi kurang dari 1 nm • tersebar merata
• tidak memisah jika didiamkan • tidak dapat dilihat dengan mikroskop
ultra
• tidak dapat disaring
KOLOID
• heterogen
• dimensi kurang dari 1 nm – 100 nm • tersebar merata
• tidak memisah jika didiamkan • tidak dapat dilihat dengan mikroskop
ultra
• tidak dapat disaring
SUSPENSI
• heterogen
• dimensi lebih dari 100 nm • mengendap
• memisah jika didiamkan
• dapat dilihat dengan mikroskop biasa • dapat disaring dengan saringan biasa
B. JENIS-JENIS KOLOID
T P Nama Contoh
Cair Gas Aerosol Cair Kabut, awan Padat Gas Aerosol Padat Asap, debu
Gas Cair Buih Busa sabun, krim kocok Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan Padat Cair Sol Tinta, cat, sol emas
Gas Padat Buih Padat Karet busa, batu apung Cair Padat Emulsi Padat Mutiara, opal Padat Padat Sol Padat Gelas warna, intan Keterangan: T = Terdispersi dan P = Pendispersi
C. SIFAT-SIFAT KOLOID
1. Efek Tyndall: peristiwa menghamburnya cahaya bila dipancarkan melalui sistem koloid.
2. Gerak Brown: gerakan dari partikel terdispersi dalam sistem koloid yang terjadi karena adanya tumbukan antarpartikel, gerakan ini sifatnya acak dan tidak berhenti.
3. Elektroforesis: suatu proses pengamatan migrasi atau berpindahnya partikel-partikel dalam sistem koloid karena pengaruh medan listrik.
4. Adsorpsi: proses penyerapan bagian permukaan benda atau ion yang dilakukan sistem koloid sehingga sistem koloid ini mempunyai muatan listrik.
5. Koagulasi: suatu keadaan di mana partikel-partikel koloid membentuk suatu gumpalan yang lebih besar. Penggumpalan ini dikarenakan oleh beberapa faktor, contohnya, karena penambahan zat kimia atau enzim tertentu.
Koloid Berdasar Daya Tarik terhadap Air 1. Koloid Liofil
(Yunani: lio = cairan, philia = menyukai)
Suatu sistem koloid di mana zat terdispersi mempunyai afinitas (daya tarik) besar terhadap medium pendispersinya. Contoh: agar-agar, kanji. 2. Koloid Liofob
(Yunani: lio = cairan, phobia = membenci)
Suatu sistem koloid di mana zat terdispersi mempunyai afinitas (daya tarik) kecil terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol-sol logam. Perbedaan Koloid Liofil dan Koloid Liofob
LIOFIL LIOFOB
Stabil pada kondisi zat yang terdispersi mempunyai konsentrasi kecil maupun
besar.
Stabil hanya bila zat yang terdispersi mempunyai
konsentrasi kecil. Koagulasi terjadi bila zat
elektrolit yang ditambahkan dalam jumlah banyak.
Mudah berkoagulasi (mengendap) dalam zat
elektrolit. Ketika berkoagulasi bentuk
gumpalan seperti gel.
Ketika berkoagulasi bentuk gumpalan seperti
mayonaise (granul). Kestabilan tidak terpengaruh
dialisis.
Kestabilan terpengaruh dialisis. Peristiwa efek Tyndall tidak
terlihat jelas.
Peristiwa efek Tyndall terlihat jelas.
Reversibel, bila dikeringkan dapat membentuk koloid kembali dengan penambahan
pendis-persi seperti semula.
Tidak reversibel, bila dikeringkan tidak dapat
membentuk koloid kembali. Viskositas besar pada
pendispersi murni, bila lama didiamkan akan menyerupai
agar-agar. Viskositas kecil. Tekanan permukaan pendispersi terpengaruh partikel terdispersi. Tekanan permukaan pendispersi tidak terpengaruh partikel terdispersi. D. PEMBUATAN SISTEM KOLOID n Ada dua metode pembuatan sistem koloid
Larutan Koloid Suspensi
Kondensasi Dispersi 1. Kondensasi
a. Reduksi-oksidasi
Pada pembuatan sol belerang dengan reaksi: 2 H2S(g) + SO2(aq) → 3 S (koloid) + 2 H2O(l) b. Dekomposisi
Pada pembuatan sol perak klorida dengan reaksi: AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl ( koloid ) + HNO3(aq) c. Hidrolisis
Pada pembuatan sol besi (III) hidroksida dengan reaksi:
FeCl3(aq) + 3 H2O(l) → Fe(OH)3 (koloid) + 3 HCl(aq) 2. Dispersi
a. Mekanik
Menggerus butir kasar sampai terbentuk partikel dengan ukuran tertentu (koloid) dan kemudian mencampurkannya dengan media pendispersi sambil dilakukan pengadukan.
b. Peptisasi
Memecah butir-butir kasar dengan zat pemecah semacam peptid sampai terbentuk suatu partikel koloid dengan ukuran yang sudah ditentukan, misalnya proses pemecahan protein dengan bantuan enzim.
c. Menggunakan busur Bredig
Cara ini biasanya dilakukan untuk pembuatan sol-sol logam, dengan membuat logam sebagai elektroda dan kemudian diberi kejutan listrik sehingga logam terlepas ke air sebagai media dan kemudian logam tersebut mengalami kondensasi membentuk koloid.
n Manfaat Koloid dan Kerugian Yang Ditimbulkannya
1. Dialisis
Proses penghilangan ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid, di mana dalam proses ini sistem koloid dimasukkan dalam suatu kantong dari selaput semipermiabel (selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil tetapi menahan koloid supaya tidak keluar).
Contoh: Proses dialisis digunakan pada proses cuci darah pada pasien yang mengalami sakit gagal ginjal, prosesnya sendiri disebut hemodialisis.
2. Koloid pelindung
Koloid pelindung dibuat untuk menstabilkan sistem koloid yang perlu dijaga kestabilannya, di mana koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi supaya tidak mengelompok.
Contoh: Gelatin digunakan sebagai koloid pelindung es krim yaitu untuk mencegah pembentukan kristal es.
3. Pengolahan Air
Pada pengolahan air bersih juga menggunakan dasar-dasar sifat koloid: adsorpsi dan koagulasi.
– Koagulasi terjadi karena tawas (aluminium sulfat) berfungsi sebagai penggumpal lumpur koloid sehingga pada proses selanjutnya lumpur ini akan mudah disaring.
– Adsorpsi juga terjadi karena tawas dapat membentuk Al(OH)3 yang dapat menyerap (mengadsorpsi) zat-zat pewarna dan pencemar lainnya.
4. Polusi
Polusi, khususnya polusi udara, umumnya dikarenakan oleh partikel-partikel polutan yang berbentuk koloid, seperti misalnya debu dan asap.
A. LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT
1. Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya dapat terionisasi dalam air sehingga dapat menghantarkan arus listrik.
a. Larutan Elektrolit Kuat
Larutan elektrolit yang terionisasi sempurna. Memiliki derajat ionisasi (α) = 1.
Contoh: HCl, HBr, H2SO4, NaOH, Mg(OH)2. b. Larutan Elektrolit Lemah
Larutan elektrolit yang terionisasi sebagian. Memiliki derajat ionisasi (α) = 0 <α <1 Contoh: HF, H3PO4, CH3COOH, NH3, H2S. 2. Larutan Nonelektrolit
Larutan nonelektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya tidak dapat terionisasi dalam air sehingga tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh: CO(NH2)2, C12H22O11, C6H12O6, CH3OH, dll
B. KONSENTRASI LARUTAN
1. Molalitas
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut. 1000 ( log ) ( ) t t p p massa massa Mr m
massa ki ram Mr massa gram
= = ×
Keterangan: m = Molalitas
massat=massa zat terlarut massap=massa pelarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut 2. Molaritas
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mililiter) larutan. 1000 ( ) ( ) t t massa massa Mr M
volume liter Mr volume mililiter
= = ×
Keterangan:
m = Molaritas,
Mr = massa molekul relatif zat terlarut,
massat=massa zat terlarut, volume =volume larutan.
3. Pada Campuran Zat yang Sejenis Mc. Vc = M1.V1 + M2.V2 + … + Mn.Vn
Mc = molaritas campuran
Vc = volume campuran
M1 = molaritas zat 1 V1 = volume zat 1
M2 = molaritas zat 2 V2 = volume zat 2
Mn = molaritas zat n Vn = volume zat n
4. Pada Pengenceran Suatu Zat N1. V1 = N2.V2 N
N1 == netralitas = molaritas x valensinetralitas zat mula-mula
N2 = netralitas zat setelah pengenceran
V1 = volume zat mula-mula
V2 = volume zat setelah pengenceran
5. Fraksi Mol
Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam jumlah mol total larutan atau menyatakan jumlah mol pelarut dalam jumlah mol total larutan.
; 1 nt np Xt Xp Xt Xp nt np nt np = = ⇒ + = + +
Xt = fraksi mol zat terlarut
Xp = fraksi mol pelarut
nt = mol zat terlarut
np = mol pelarut
C. TEORI ASAM BASA
1. Svante August Arhenius
n Asam adalah suatu senyawa yang apabila
dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion hidrogen (H+) atau ion hidronium (H
3O+).
Contoh: HCl (aq) → H+ + Cl–
n Basa adalah suatu senyawa yang apabila dilarutkan
dalam air akan menghasilkan ion hidroksida (OH–).
Contoh: NaOH (aq) → Na+ + OH–
2. Johanes Bronsted dan Thomas Lowry (Bronsted-Lowry)
n Asam adalah zat yang bertindak sebagai pendonor
proton (memberikan proton) pada basa. Asam → Basa Konjugasi + H+
n Basa adalah zat yang bertindak sebagai akseptor
proton (menerima proton) dari asam. Basa + H+ → Asam Konjugasi
3. Gilbert Lewis
n Asam adalah suatu zat yang bertindak sebagai
penerima (akseptor) pasangan elektron.
n Basa adalah suatu zat yang bertindak sebagai
pemberi (donor) pasangan elektron.
D. LARUTAN BUFFER
Larutan buffer atau dapar adalah suatu larutan yang dapat mempertahankan pH larutan apabila ditambahkan sedikit asam atau basa. Pada dasarnya larutan penyangga ini terjadi karena adanya campuran asam lemah dengan basa konjugasinya (dalam garam) atau campuran basa lemah dengan asam konjugasinya (dalam garam).
E. HIDROLISIS LARUTAN
Penguraian larutan yang disebabkan oleh ion H+ dan
OH– yang berasal dari molekul air. Hidrolisis terjadi
pada garam-garam yang mengandung asam lemah dan atau mengandung basa lemah.
F. MENGHITUNG pH
Larutan dengan pH kecil (pH < 7) berarti sifatnya ASAM, sedangkan jika pH-nya besar (pH > 7) berarti bersifat BASA, jadi pH dijadikan acuan untuk menentukan larutan bersifat asam atau basa.
pH = –log [H+]
pOH = –log [OH–]
pH = 14 – pOH
Untuk mencari [H+] dan [OH–] perhatikan uraian di
bawah ini!
1. Asam Kuat + Basa Kuat
n Bila keduanya habis, gunakan rumus:
pH larutan = 7 (netral)
n Bila Asam Kuat bersisa, gunakan rumus:
[H+] = Konsentrasi
Asam Kuat ×Valensi Asam Kuat
n Bila Basa Kuat bersisa, gunakan rumus:
[OH–] = Konsentrasi
Basa Kuat×Valensi Basa Kuat
2. Asam Kuat + Basa Lemah
n Bila keduanya habis gunakan rumus
HIDROLISIS: [H+] = Kation Kw Konsentrasi Kb×
n Bila Asam Kuat bersisa, gunakan rumus:
[H+] = Konsentrasi
Asam Kuat×Valensi Asam Kuat
n Bila Basa Lemah bersisa, gunakan rumus
BUFFER:
[OH–] = Kb× Basa Lemah Garam
Konsentrasi Sisa Konsentrasi
3. Asam Lemah + Basa Kuat
n Bila keduanya habis gunakan rumus
HIDROLISIS: [OH–] =
Anion
Kw Konsentrasi Ka×
n Bila Basa Kuat bersisa, gunakan rumus:
[OH–] = Konsentrasi
Basa Kuat×Valensi Basa Kuat
n Bila Asam Lemah bersisa, gunakan rumus
BUFFER:
[H+] = Ka× Asam Lemah Garam
Konsentrasi Sisa Konsentrasi 4. Asam Lemah + Basa Lemah
n Bila keduanya habis gunakan rumus
HIDROLISIS:
[H+] = Kw Ka
Kb×
n Bila Asam Lemah bersisa, gunakan rumus:
[H+] =
Asam Lemah
Ka Konsentrasi×
n Bila Basa Lemah bersisa, gunakan rumus:
[OH–] =
Basa Lemah
Kb Konsentrasi× G. KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
n Kelarutan (s) adalah banyaknya jumlah mol
maksimum zat yang dapat larut dalam suatu larutan yang bervolume 1 liter.
n Hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasil perkalian
konsentrasi ion-ion dalam suatu larutan jenuh zat tersebut. Di mana konsentrasi tersebut dipangkatkan dengan masing-masing koefisiennya.
n Pengaruh ion sejenis
Ion sejenis akan memperkecil kelarutan.
H. SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
Berdasarkan hukum Raoult, sifat koligatif adalah sifat suatu larutan yang tidak dipengaruhi oleh jenis zat tersebut tetapi dipengaruhi oleh konsentrasinya. Sifat koligatif larutan dapat terjadi karena adanya solut non volatil (tidak mudah menguap) pada larutan.
Ada 4 macam sifat koligatif larutan yang dibedakan dalam 2 kelompok yaitu untuk larutan nonelektrolit dan larutan elektrolit
1. Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit
Contoh larutan nonelektrolit: Glukosa (C6H12O6), Sukrosa (C12H22O11), Urea (CO(NH2)2), dll.
a. Penurunan Tekanan Uap (∆P)
∆P = Po – P ∆P = Xt . Po P = Xp . Po
∆P = penurunan tekanan uap
Po = tekanan uap jenuh pelarut murni
P = tekanan uap jenuh larutan
Xt = fraksi mol zat terlarut
Xp = fraksi mol pelarut
b. Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
∆Tb = Tblar – Tbpel ∆Tb = Kb . m ∆Tb = kenaikan titik didih
Tblar = titik didih larutan
Tbpel = titik didih pelarut
Kb = tetapan titik didih molal pelarut
m = molalitas larutan
c. Penurunan Titik Beku (∆Tf)
∆Tf = Tfpel – Tflar ∆Tf = Kf . m
∆Tf = penurunan titik beku
Tfpel = titik beku pelarut
Tflar = titik beku larutan
Kb = tetapan titik beku molal pelarut
M = molalitas larutan d. Tekanan Osmotik (π) π = M . R . T π = tekanan osmotik M = molaritas larutan R = tetapan gas = 0,08205 T = suhu mutlak = (oC + 273) K 2. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
Contoh larutan elektrolit: NaCl, H2SO4, CH3COOH, KOH, dll. Untuk larutan elektrolit maka rumus-rumus di atas akan dipengaruhi oleh:
i = 1 + (n – 1) α
i = faktor van’t Hoff
n = jumlah koefisien hasil penguraian senyawa ion α = derajat ionisasi
α untuk asam kuat atau basa kuat = 1
a. Penurunan Tekanan Uap (∆P) ∆P = Po – P ∆P = Xt . Po P = Xp . Po . . nt i Xt nt i np = + . np Xp nt i np = + dengan
∆P = penurunan tekanan uap
Po = tekanan uap jenuh pelarut murni
P = tekanan uap jenuh larutan
Xt = fraksi mol zat terlarut
Xp = fraksi mol pelarut
Nt = mol zat terlarut
Np = mol pelarut
i = faktor van’t Hoff
b. Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
∆Tb = Tblar – Tbpel ∆Tb = Kb . m . i ∆Tb = kenaikan titik didih
Tblar = titik didih larutan
Tbpel = titik didih pelarut
Kb = tetapan titik didih molal pelarut
M = molalitas larutan
i = faktor van’t Hoff
c. Penurunan Titik Beku (∆Tf)
∆Tf = Tfpel – Tflar ∆Tf = Kf . m . i
∆Tf = penurunan titik beku
Tfpel = titik beku pelarut
Tflar = titik beku larutan
Kb = tetapan titik beku molal pelarut
M = molalitas larutan
i = faktor van’t Hoff
d. Tekanan Osmotik (π) π = M . R . T . i
π
= tekanan osmotik M = molaritas larutan R = tetapan gas = 0,08205 T = suhu mutlak (oc + 273) K i = faktor van’t HoffDiagram Fasa
Diagram fasa menunjukkan hubungan antara penurunan tekanan uap jenuh, kenaikan titik didih, dan penurunan titik beku.
suhu te ka na n 1 atm padat cair S R P Q A T gas Garis tebal merupakan grafik pelarut. Garis putus-putus merupakan grafik larutan (pelarut yang mengandung solut). Keterangan:
Sumbu x : suhu (oC) Sumbu y : tekanan (1 atm) A : titik kesetimbangan 3 fasa pelarut
(R - S) = penurunan titik beku (∆Tf)
T : titik kesetimbangan 3 fasa larutan P : titik didih pelarut
S : titik beku larutan Q : titik didih larutan R : titik beku pelarut
A. LAJU REAKSI
Laju reaksi adalah bertambahnya konsentrasi hasil
reaksi tiap satuan waktu atau berkurangnya konsentrasi pereaksi tiap satuan waktu.
Jika ada suatu persamaan aA + bB → cAB, maka; Laju reaksi dapat dikatakan sebagai:
n berkurangnya konsentrasi A tiap satuan waktu: [ ] A A V t −∆ = ∆
n berkurangnya konsentrasi B tiap satuan waktu: [ ] B B V t −∆ = ∆
n bertambahnya konsentrasi AB tiap satuan waktu: [ ] AB AB V t +∆ = ∆ Waktu Konsentrasi [AB]
[A] dan atau [B]
Grafik Laju Reaksi B. PERSAMAAN LAJU REAKSI
V = k. [A]x[B]y
Adapun persamaan laju reaksi untuk reaksi
aA + bB → cC + dD, adalah:
V = laju reaksi [B] = konsentrasi zat B
k = konstanta laju reaksi x = orde reaksi zat A [A] = konsentrasi zat A y = orde reaksi zat B
C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA LAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Bila konsentrasi bertambah maka laju reaksi akan bertambah. Sehingga konsentrasi berbanding lurus dengan laju reaksi. Contoh: Persamaan reaksi:
2SO2 + O2 → 2SO3,
semakin besar konsentrasi SO2 dan O2 maka tumbukan antarmolekul-molekulnya untuk membentuk SO3 juga semakin cepat.
2. Luas Permukaan Bidang Sentuh
Semakin luas permukaan bidang sentuhnya maka laju reaksi juga semakin bertambah. Luas permukaan bidang sentuh berbanding lurus dengan laju reaksi. Contoh: Apabila kita melarutkan gula batu yang bermassa 100 gram dan melarutkan gula dalam bentuk serbuk bermassa sama dalam air yang kondisinya sama maka serbuk gula akan lebih dahulu larut, hal ini dikarenakan luas permukaan sentuh serbuk gula lebih besar jika dibandingkan dengan gula batu (padat). 3. Suhu
Suhu juga berbanding lurus dengan laju reaksi karena bila suhu reaksi dinaikkan maka laju reaksi juga semakin besar. Umumnya setiap kenaikan suhu sebesar 10oC
akan memperbesar laju reaksi dua sampai tiga kali, maka berlaku rumus:
2 1 10 2 (2) . 1 T T V = − V V1 = laju mula-mula
V2 = laju setelah kenaikan suhu T1 = suhu mula-mula
T2 = suhu akhir Catatan:
Bila besar laju 3 kali semula maka (2) diganti (3). Bila laju diganti waktu maka (2) diganti (1
2).
4. Katalisator
Katalisator adalah suatu zat yang akan mempercepat (katalisator positif) atau memperlambat (katalisator negatif = inhibitor) reaksi tetapi zat ini tidak berubah secara tetap. Artinya bila proses reaksi selesai zat ini akan kembali sesuai asalnya.
Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Dengan katalisator Hasil reaksi Jalannya reaksi Tanpa katalisator Catatan:
Katalisator akan memperkecil energi aktivasi atau energi pengaktifan yaitu energi minimum yang diperlukan pereaksi untuk melangsungkan proses reaksi.
A. REAKSI ENDOTERM DAN EKSOTERM
n Reaksi endoterm terjadi jika dalam suatu reaksi
kimia, sistem menyerap kalor dari lingkungan. Grafik Reaksi Endoterm: Hasil reaksi pereaksi Energi aktivasi ∆ H ∆ H = H hasil – H pereaksi, dengan H hasil > H pereaksi nilai ∆ H = + (positif)
n Reaksi eksoterm terjadi jika dalam suatu reaksi
kimia, sistem melepas kalor ke lingkungan. Grafik Reaksi Eksoterm pereaksi Energi aktivasi Hasil reaksi ∆ H ∆ H = H hasil – H pereaksi, dengan H pereaksi > H hasil nilai ∆ H = –(negatif)
B. ENTALPI DAN JENIS-JENIS ENTALPI
Entalpi adalah jumlah energi secara total yang dimiliki oleh suatu sistem, energi ini akan selalu tetap jika tidak ada energi lain yang keluar masuk. Satuan entalpi adalah joule atau kalori, dengan 1 joule = 4,18 kalori. 1. Entalpi Pembentukan (Hf)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsur pembentuknya.
Contoh: Pembentukan 1 mol senyawa NH3 dari unsur-unsurnya yaitu 0,5 mol N2 dan 1,5 mol H2.
1 2 N2+
3
2 H2 à NH 3
koefisien 1 (tidak ditulis) menunjukkan 1 mol NH3
2. Entalpi Penguraian (Hd)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur pembentuknya.
Contoh: Penguraian 1 mol senyawa H2O menjadi unsur-unsurnya yaitu 1 mol H2 dan 0,5 mol O2.
3. Entalpi Pembakaran (Hc)
Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembakaran 1 mol senyawa atau 1 mol unsur, menjadi senyawa lain dan atau unsur lain. Contoh: Pembakaran 1 mol senyawa C3H8 oleh 5 mol O2 menjadi 3 mol CO2 dan 4 mol H2O.
C3H8 + 5 O2 à 3 CO2 + 4 H2O
C. MENGHITUNG ENTALPI
1. Berdasarkan Hukum Hess
Perubahan entalpi yang terjadi pada suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan mula-mula dan keadaaan akhir reaksi, jadi tidak tergantung pada proses reaksinya. Jadi: C(s) + ½ O2(g) à CO (g) ∆H = –A kJ/mol C(s) + O2(g) à CO2(g) ∆H = –B kJ/mol CO (g)+ ½ O2(g) à CO2(g) ∆H = –C kJ/mol Persamaannya menjadi: C(s) + ½ O2(g) à CO (g) ∆H = –A kJ/mol CO2(g) à C(s)+ O2(g) ∆H = +B kJ/mol CO (g) + ½ O2(g) à CO2(g) ∆H = –C kJ/mol Menurut Hukum Hess, pada reaksi di atas berlaku:
∆ H reaksi = – A + B – C
2. Berdasarkan Data Entalpi Pembentukan (Hf) Dengan menggunakan rumus:
∆H = H hasil reaksi – H pereaksi
3. Berdasarkan Kalorimetri
q = m . c . ∆T q = kalor reaksi
m = massa jenis pereaksi c = kalor jenis air ∆T = suhuakhir - suhuawal 4. Berdasarkan Energi Ikatan
Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan antar atom tiap mol suatu zat dalam fasa gas.
A. KESETIMBANGAN KIMIA
Kesetimbangan kimia adalah keadaan yang terjadi jika
laju reaksi ke kanan (maju) sama dengan laju reaksi ke kiri (balik).
Waktu Vmaju = Vbalik
Konsentrasi
Titik Kesetimbangan
[A] dan atau [B]
Reaksi kesetimbangan kita gunakan lambang
1. Kesetimbangan homogen (hanya satu fasa) Contoh: 2 SO2(g) + O2 (g) 2 SO3 (g) Fe3+ (aq) + CNS– (aq) Fe(CNS)2+ (aq) 2. Kesetimbangan heterogen (lebih dari satu fasa) Contoh:
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq)
B. TETAPAN KESETIMBANGAN
Tetapan kesetimbangan dapat dinyatakan dalam
Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi (Kc) dan Tetapan Kesetimbangan Tekanan (Kp) adalah perbandingan
komposisi hasil reaksi dengan pereaksi pada keadaan setimbang dalam suhu tertentu.
1. Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi
Tetapan kesetimbangan berdasarkan konsentrasi zat, berlaku untuk zat-zat yang berfasa gas dan aqueous (larutan dengan pelarut air) zat yang berfasa solid (padat) dan liquid (cair) tidak disertakan dalam persamaan tetapan kesetimbangan. n Untuk persamaan: 2 SO2(g) + O2 (g) 2 SO3 (g), 2 3 2 2 2 [ ] [ ] [ ] SO Kc SO O = n Untuk persamaan:
Fe3+ (aq) + SCN– (aq) Fe(SCN)2+ (aq), 2 3 [ ( ) ] [ ][ ] Fe SCN Kc Fe SCN + + − = Data energi ikatan beberapa molekul (dalam kJ.mol–1) H – C 415 N – N 163 F – F 155 H – N 390 N – O 201 F – Cl 253 H – F 563 N – F 272 F – Br 237 H – Cl 431 N – Cl 200 Cl – Cl 242 H – Br 366 N – Br 243 Cl – Br 218 H – I 298 O – O 146 Cl – I 208 H – O 462 O – F 190 Br – Br 223 H – S 339 O – Cl 203 Br – I 175 H – Si 323 O – I 234 O = O 495 C – C 347 O – Si 368 N = N 418 C – N 291 S – S 266 C = O 799 C – F 485 S – F 327 C = N 619 C – Cl 328 S – Br 218 C = C 606 C – Br 276 S – Cl 253 S = S 418 C – I 240 I – I 151 S = O 323 C – O 358 N ≡ N 944 C – S 259 C ≡ C 839 C – Si 301 C ≡ N 891 C ≡ O 1072 a. Energi Ikatan Rata-rata
∆H = Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi ikatan pembentukan
Energi rata-rata yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol senyawa gas menjadi atom-atomnya untuk lebih dari tiga atom dalam molekulnya.
b. Energi Atomisasi
∆H atomisasi = Σ energi ikatan
Energi yang dibutuhkan untuk memutus molekul kompleks dalam 1 mol senyawa menjadi atom-atom gasnya.
n Untuk persamaan:
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq), 3 3 [ ] [ ][ ] NaNO Kc AgNO NaCl = n Untuk persamaan; CH3COO– (aq) + H
2O (l) CH3COOH (aq) + OH– (aq), 3 3 [ ][ ] [ ] CH COOH OH Kc CH COO − − = 2. Tetapan Kesetimbangan Tekanan
Tetapan kesetimbangan berdasar tekanan parsial, hanya berlaku untuk gas. Untuk persamaan: 2 SO2(g) + O2 (g) 2 SO3 (g),
( )
( ) ( )
2 3 2 2 2 SO SO O P Kp P P = 3. Hubungan Kc dengan Kp Kp = Kc (RT)∆n∆n = jumlah koefisien kanan – jumlah koefisien kiri 4. Tetapan Kesetimbangan dengan Reaksi yang
Berkaitan
Misalkan suatu persamaan:
aA + bB cAB ; Kc = K1, maka cAB aA + bB; Kc = 1 1 K ½aA + ½bB ½cAB; Kc = K1½ 2aA + 2bB 2cAB; Kc = K12 2cAB 2aA + 2bB; Kc= 2 1 1 K C. DERAJAT DISOSIASI
Derajat disosiasi adalah perbandingan jumlah mol zat
yang terurai dengan jumlah mol zat mula-mula.
jumlah mol zat terurai jumlah mol zat mula-mula α =
D. PERGESERAN KESETIMBANGAN
Menurut Le Chatelier
Apabila dalam suatu sistem setimbang diberi suatu aksi dari luar maka sistem tersebut akan berubah
sedemikian rupa supaya aksi dari luar tersebut
Perubahan sistem akibat aksi dari luar = Pergeseran kesetimbangan
Pergeseran kesetimbangan terjadi karena hal-hal sebagai berikut.
1. Perubahan Konsentrasi
Apabila salah satu konsentrasi zat diperbesar maka kesetimbangan mengalami pergeseran yang berlawanan arah dengan zat tersebut, bila konsentrasi diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arahnya.
2. Perubahan Tekanan
Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil. Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien besar. 3. Perubahan Volume
Apabila volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien besar. Apabila volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil. Catatan: Untuk perubahan tekanan dan volume, jika koefisien zat-zat di kiri (pereaksi) dan kanan (hasil reaksi) sama maka tidak terjadi pergeseran kesetimbangan
4. Perubahan Suhu
Apabila suhu reaksi dinaikkan atau diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang membutuhkan panas (ENDOTERM). Sebaliknya jika suhu reaksi diturunkan kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang melepaskan panas (EKSOTERM).
A. PERKEMBANGAN KONSEP REAKSI REDOKS
1. Berdasarkan Oksigen
n Reaksi oksidasi adalah peristiwa pengikatan
oksigen oleh suatu unsur atau senyawa, atau bisa dikatakan penambahan kadar oksigen.
Oksidasi = mengikat oksigen Contoh: 2 Ba + O2 à 2 BaO
n Reaksi reduksi adalah peristiwa pelepasan
oksigen oleh suatu senyawa, atau bisa dikatakan pengurangan kadar oksigen.
Reduksi = melepas oksigen Contoh: 2 CuO à 2 Cu + O2 2. Berdasarkan Elektron
n Reaksi oksidasi adalah peristiwa pelepasan
elektron oleh suatu unsur atau senyawa. Oksidasi = melepas elektron Contoh: K à K+ + e
n Reaksi reduksi adalah peristiwa pengikatan
elektron oleh suatu unsur atau senyawa. Reduksi = mengikat elektron Contoh: Br2 + 2e à 2 Br–
3. Berdasarkan Bilangan Oksidasi
n Reaksi oksidasi adalah meningkatnya bilangan
oksidasi.
Oksidasi = peningkatan bilangan oksidasi n Reaksi reduksi adalah menurunnya bilangan
oksidasi.
Reduksi = penurunan bilangan oksidasi
B. MENYETARAKAN REAKSI REDOKS
1. Metode Setengah Reaksi (Ion Elektron) Contoh untuk suasana asam
Setarakan reaksi: NO3– + S2– à NO + S
Jawab:
1. Tuliskan masing-masing setengah reaksinya
Reduksi : NO3– à NO
Oksidasi : S2– à S
Catatan:
Nitrogen mengalami reduksi à dari +5 menjadi +4. Sulfur mengalami oksidasi à dari –2 menjadi 0.
2. Setarakan atom unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
Catatan: Tidak ada perbedaan jumlah atom dari unsur yang mengalami perubahan biloks.
3. Setarakan oksigen dan kemudian hidrogen dengan ketentuan:
Larutan asam
Tambahkan 1 molekul H2O untuk setiap kekurangan 1 atom oksigen pada ruas yang kekurangan oksigen tersebut
Setarakan H dengan menambah ion H+ pada
ruas yang lain
Reduksi : NO3– + 4 H+ à NO + 2 H 2O Oksidasi : S2– à S
4. Setarakan muatan dengan menambahkan elektron dengan jum-lah yang sesuai, bila reaksi oksidasi tambahkan elektron di ruas kanan, bila reaksi reduksi tambahkan elektron di ruas kiri.
Reduksi : NO3– + 4 H+ + 3e à NO + 2 H 2O Oksidasi : S2– à S + 2e
5. Setarakan jumlah elektron kemudian selesaikan persamaan Reduksi :NO3– + 4 H+ + 3e à NO + 2 H 2O (kali 2) Oksidasi :S2– à S + 2 e (kali 3) 2 NO3– + 8 H+ + 3 S2– + 6e à 2 NO + 4 H 2O + 3 S + 6e Hasil akhir: 2 NO3– + 8 H+ + 3 S2– à2 NO + 4 H 2O + 3 S 2. Metode Bilangan Oksidasi (Reaksi Ion) Contoh untuk suasana basa
Setarakan reaksi: MnO4– + C
2O42– à MnO2 + CO2
Jawab:
1. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.
+3
+7 +4 +4
MnO4– + C
2O42– à MnO2 + CO2
Mn mengalami penurunan biloks dari +7 menjadi +4 (reduksi). C mengalami peningkatan biloks dari +3 menjadi +4 (oksidasi).
2. Menyetarakan unsur tersebut dengan koefisien yang sesuai.
Mn sudah setara C diberi koefisien 2, sehingga: MnO4– + C
2O42– à MnO2 + 2 CO2
3. Menentukan peningkatan bilangan oksidasi reduktor dan penurunan bilangan oksidasi oksidator.
Jumlah perubahan biloks = jumlah atom × perubahannya
+6 menjadi +8 +4 +4 2 3 +7 +3 MnO4– + C 2O42– à MnO2 + 2 CO2
4. Menentukan koefisien yang sesuai untuk menyamakan jumlah perubahan bilangan oksidasi.
+4 +4 kalikan 2 2 kalikan 3 3 +7 +3 MnO4– + C 2O42– à MnO2 + 2 CO2 Persamaan menjadi: 2 MnO4– + 3 C 2O42– à 2 MnO2 + 6 CO2
5. Menyetarakan muatan dengan menambahkan OH– (suasana basa).
Muatan di ruas kiri = –8; muatan di ruas kanan = 0. Tambahkan 8 OH– di ruas yang muatannya besar
yaitu kanan sehingga persamaan menjadi: 2 MnO4– + 3 C
2O42– à 2 MnO2 + 6 CO2 + 8 OH–
6. Menyetarakan atom H dengan menambahkan H2O.
Tambahkan H2O di ruas yang kekurangan H+,
sehingga persamaan menjadi setara: 2 MnO4– + 3 C
2O42– + 4 H2Oà 2 MnO2 + 6 CO2 + 8 OH–
A. SEL ELEKTROKIMIA
1. Sel Galvani (Sel Volta)
Mengubah: energi kimia à energi listrik. Reaksi redoks:
Reduksi terjadi di katoda (elektroda positif). Oksidasi terjadi di anoda (elektroda negatif). Notasi penulisan sel volta:
Katoda Anoda L LB+ MA+ M
M = logam yang mengalami oksidasi
MA+ = logam hasil oksidasi dengan kenaikan biloks = A
L = logam hasil reduksi
LB+ = logam yang mengalami reduksi dengan
penurunan biloks = B n Potensial Elektroda (E)
Potensial listrik yang muncul dari suatu elektroda dan terjadi apabila elektroda ini dalam keadaan setimbang dengan larutan ion-ionnya atau me-nunjukkan beda potensial antara elektroda logam dengan elektroda hidrogen yang mempunyai potensial elektroda = 0 volt.
Bila diukur pada 25oC, 1 atm:
Potensial elektroda = Potensial elektroda standar (Eo)
Adapun urutan potensial elektroda standar reduksi beberapa logam (kecil ke besar) adalah:
deret Volta
Li-K-Ba-Ca-Na-Mg-Al-Mn-Zn-Cr-Fe-Cd-Ni-Co-Sn-Pb-(H)-Cu-Hg-Ag-Pt-Au
Keterangan:
- Li sampai Pb mudah mengalami oksidasi, umumnya bersifat reduktor.
- Cu sampai Au mudah mengalami reduksi, umumnya bersifat oksidator.
- Logam yang berada di sebelah kiri logam lain, dalam reaksinya akan lebih mudah mengalami oksidasi.
Tips menghafal deret volta: Lihat Kalau Bapak Capek Naik Motorgede
Ali Minta iZin Cari Fera, Cindi, Nia Coklat Simpanan Prabowo Habis Cukup Hidangkan Agar-agar, Pasta, Anggur n Potensial Sel = Eosel dirumuskan sebagai:
Eo
sel = Eoreduksi – Eooksidasi
Reaksi dikatakan spontan bila nilai Eo
sel = POSITIF
n Contoh sel Volta (Galvani) dalam kehidupan
sehari-hari:
– Sel primer (sel yang tidak dapat diisi kembali): baterai kering, baterai alkalin.
– Sel sekunder (sel yang dapat diisi kembali): aki,
Kimia Lingkungan adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari atau mengkaji reaksi-reaksi kimia di alam serta hubungannya dengan makhluk hidup.
A. PENCEMARAN
1. Pencemaran Udara
Dapat terjadi jika udara di lingkungan sekitar kita mengandung zat-zat kimia yang mempunyai nilai di atas ambang batas yang diperkenankan.
Pencemaran udara dapat disebabkan oleh: a. Oksida Karbon
1) Karbon Monoksida (CO)
Menyebabkan sesak nafas, nyeri di dada; menyebabkan oksigen berkurang karena hemoglobin lebih mudah mengikat CO
daripada O2; menyebabkan keracunan sampai kematian.
2) Karbon Dioksida (CO2)
Menyebabkan pemanasan global yang ber-akibat mencairkan es di kutub sehingga me-nyebabkan kenaikan permukaan laut. b. Oksida Belerang
Oksida belerang adalah SO2 dan SO3.
Menyebabkan hujan asam yang merusak tum-buhan dan menimbulkan korosi; menyebabkan sakit bila terhisap melalui pernafasan dan dapat merusak jaringan tubuh.
c. Oksida Nitrogen
1) Nitrogen Monoksida (NO)
Sebagai katalisator dalam penguraian ozon.
BAB 12
KIMIA LINGKUNGAN
2. Sel Elektrolisis
Mengubah: energi listrik à energi kimia. Reaksi redoks:
Reduksi terjadi di katoda (elektroda negatif). Oksidasi terjadi di anoda (elektroda positif). a. Elektrolisis Larutan
Bila larutan dialiri arus listrik maka berlaku ketentuan berikut ini.
n Reaksi di katoda (elektroda –)
Bila kation logam-logam golongan I A, golongan II A, Al, dan Mn, maka yang tereduksi adalah air (H2O):
2 H2O (l) + 2e à H2(g) + 2 OH– (aq)
Bila kation H+ maka akan tereduksi:
2 H+ (aq) + 2e à H 2(g)
Bila kation logam lain selain tersebut di atas, maka logam tersebut akan tereduksi:
Lm+ (aq) + me à L(s)
n Reaksi di anoda (elektroda +)
– Anoda Inert (tidak reaktif seperti Pt, Au, C)
Bila anion sisa asam atau garam oksi seperti SO42–, NO
3–, dll, maka yang
teroksidasi adalah air (H2O): 2 H2O (l) à O2(g) + 4 H+ (aq) + 4e
Bila anion OH– maka akan teroksidasi:
4 OH– (aq) à O
2 (g) + 2 H2O (l) +4e
Bila Anion golongan VII A (Halida) maka akan teroksidasi: 2 F– ( aq ) à F 2 ( g ) + 2e 2 Cl– ( aq ) à Cl 2 ( g ) + 2e 2 Br– ( aq ) à Br 2 ( g ) + 2e 2 I– ( aq ) à I 2 ( g ) + 2e – Anoda Tak Inert
Anoda tersebut akan teroksidasi: L(s) à Lm+ (aq) + me
b. Elektrolisis Leburan (Lelehan)
Apabila suatu lelehan dialiri listrik maka di katoda terjadi reduksi kation dan di anoda terjadi oksidasi anion.
B. HUKUM FARADAY
Hukum Faraday 1
Massa zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis sebanding dengan jumlah arus listrik dikalikan dengan
waktu elektrolisis.
. . massa
96500
i t me
= i = kuat arust = waktu
me = massa ekuivalen
Hukum Faraday 2
Massa zat yang dibebaskan pada reaksi elektrolisis sebanding dengan massa ekivalen zat tersebut.
1 1
2 2
m me