• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resus Makula Kornea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Resus Makula Kornea"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN REFLEKSI KASUS

“MAKULA KORNEA”

A. KASUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN:

- Nama pasien : Bp. Kobail - Umur : 57 tahun - Jenis kelamin : Laki-laki - Pendidikan : SD

- Pekerjaan : Buruh pabrik kayu lapis - Agama : Islam

- Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

- Alamat : Jenggreng I, Tanggulrejo, Tempuran.

II.1. ANAMNESIS : - Keluhan Utama :

Pasien mengeluh mata kirinya untuk melihat kabur. - Keluhan Tambahan : Mata pegal (-) Nrocos (-) Mengganjal (-) Merah (-) Silau (-)

- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien mengeluh penglihatan kabur sejak 3 minggu yang lalu. Sebelumnya sudah diperiksakan ke puskesmas tapi belum membaik. Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat corpus alienum pada mata disangkal. Riwayat diabetes

(2)

2 melitus disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat pemakaian lensa kontak disangkal.

II.2. KESAN :

- Kesadaran : Compos mentis - Keadaan Umum : baik

- OD : mata tenang. - OS : mata tenang.

II.3. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS

Visus Jauh 20/100 1/60

Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan Proyeksi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakuakan

II.4. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN 1. Sekitar mata (supersilia) Kedudukan alis baik Kedudukan alis baik Dbn 2. Kelopak mata

- Pasangan Simetris Simetris Dbn - Gerakan Gangguan gerak

(-), blefarospasme(-) Gangguan gerak (-), blefarospasme(-) Dbn

(3)

3 - Lebar rima 12 mm 12 mm Normal 9-13 mm - Kulit Hiperemi (-) Hiperemi (-) Dbn

- Tepi kelopak Trikiasis (-) Entropion (-) Ektropion (-) Tanda peradangan(-) Trikiasis (-) Entropion (-) Ektropion (-) Tanda peradangan(-) Dbn -Margo intermarginalis Tanda peradangan (-) Tanda peradangan (-) Dbn 3.Apparatus Lakrimalis - Sekitar gland. lakrimalis Dakrioadenitis (-) Dakrioadenitis (-) Dbn - Sekitar sakus lakrimalis Dakriosistitis (-) Dakriosistitis (-) Dbn

- Uji flurosensi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan - Uji regurgitasi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan 4.Bola mata

- Pasangan Simetris Simetris Dbn

- Gerakan Gangguan gerak (-) Gangguan gerak (-) Dbn - Ukuran Makroftalmos (-) Mikroftalmos (-) Makroftalmos(-) Mikroftalmos (-) Dbn

5. TIO Palpasi kenyal Palpasi kenyal Dbn 6. Konjungtiva

- Palpebra superior

Hiperemi(-) Hiperemi(-)

(4)

4 - Forniks Hiperemi (-) Hiperemi(-)

- Palpebra inferior Hiperemi (-) Hiperemi(-) - Bulbi Hiperemi (-) Injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-) Hiperemi(-) Injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-)

7. Sclera Ikterik (-) Ikterik (-) Dbn

8. Kornea

- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm Dbn

- Kecembungan Lebih cembung dari sclera

Lebih cembung dari sclera

Dbn

- Limbus N N Dbn

- Permukaan Licin Tidak licin

- Medium Jernih Jernih Dbn

- Dinding Belakang

Jernih Jernih Dbn

- Uji flurosensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan - Placido regular Irregular

9. Kamera Okuli anterior

- Ukuran Dalam Dalam Dbn

- Isi Jernih Fler (-), hifema (-), hipopion (-) Jernih Fler (-), hifema (-),hipopion (-) Dbn 10. Iris

- Warna Cokelat Cokelat Dbn

(5)

5 - Gambaran Gambaran kripti

baik

Gambaran kripti baik

Dbn

- Bentuk Bulat Bulat Dbn

11. Pupil

- Ukuran Ø 4 mm Ø 4 mm Dbn

- Bentuk Bulat Bulat Dbn

- Tempat Di tengah iris Di tengah iris Dbn

- Tepi reguler reguler Dbn

- Refleks direct + (positif) + (positif) Dbn - Refleks indrect + (positif) + (positif) Dbn

12. Lensa

- Ada/tidak Ada Ada Dbn

- Kejernihan Jernih Jernih Dbn

- Letak Di tengah

belakang iris

Di tengah belakang iris

Dbn

-Warna kekeruhan Tidak ada Tidak ada Dbn 13.Korpus Vitreum Jernih Jernih Dbn 14.Refleks fundus (+) orange (+) orange Dbn

II.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Ametrop Tampak adanya sikatrik pada

kornea arah jam 1 , ukuran ± 3mm dengan batas tegas berwarna putih,

III. DIAGNOSIS BANDING - OD : Ametrop

(6)

6 - OS : Makula kornea, leukoma kornea

IV. DIAGNOSIS PASTI - OD : Ametrop - OS : Makula kornea V.TERAPI

Penatalaksanaan yang dapat diberikan yaitu 1. Pemberian antibiotik (Gentamycin)

2. Pemberian kortikosteroid (methyl prednisolon) 3. Pemberian diamox

4. Pemberian vit A

B. PEMBAHASAN A. DEFINISI

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung

(7)

7 adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase oleh sel epitel baru dan sel radang.

B. ANATOMI

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 mikrometer di pusatnya, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mikrometer dan vertikalnya 10,6 mikrometer. Kornea Smempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.1

Lima lapisan kornea dari luar ke dalam adalah sebagai berikut: 1. Epitel

Tebal epitel 40 mikrometer, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. Pada sel basal basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektolit, dan glukosa yang

(8)

8 merupakan barier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat padanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membrane Bowman

Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma, dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak memiliki daya regenerasi.

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang diperifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesuadah trauma. 4. Membran Descemet

Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup mempunyai tebal 5-10 mikrometer.

5. Endotel

Berasal dari mesothelium, berlapis satu bentuk heksagonal, besar 4 mikrometer. Endotel melekat pada membrane descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.2

(9)

9 Gambaran Lapisan pada Kornea

C. ETIOLOGI 1. Infeksi

 Infeksi Bakteri : Streptokokkus alfa hemolitikus, Stafilokokkus

aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aureginosa, Nocardia aster, Alcaligenes sp, Streptokokkus betahemolitikus, Enterobakter hafniae, Proteus sp, Stafilokokkus epidermidis.

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium,

Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

(10)

10 Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

2. Non infeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.

 Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.

 Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

(11)

11 Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.  Pajanan (exposure).

D. PATHOFISIOLOGI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 3

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.3

(12)

12 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.3

E. MANIFESTASI KLINIS

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotophobia, penglihatan menurun, dan kadang kotor. Ulkus kornea memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel. Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan vaskularisasi) hipopion, hifema, dan sinekia posterior.

Biasanya kokkus gram positif, staphylococcus aureus dan streptococcus pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna abu-abu pada ulkus yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang.

(13)

13 Bila ulkus disebabkan oleh Pseudomonas maka ulkus akan terlihat melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan ulkus. Bila ulkus disebabkan oleh jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu di kelilingi infiltrat halus disekitarnya.2

F. JENIS-JENIS ULKUS KORNEA Ulkus kornea dibagi menjadi dua

1. Ulkus kornea sentral a. Ulkus kornea bacterial

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.

(14)

Kadang-14 kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambaran. Ulkus kornea bakterialis b. Ulkus kornea virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

(15)

15 Gambaran ulkus kornea herpetic

c. Ulkus kornea fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

(16)

16 d. Ulkus kornea achantamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambaran ulkus kornea achantamoeba

2. Ulkus kornea perifer a. Ulkus marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

(17)

17 b. Ulkus mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambaran ulkus mooren

G. PEMERIKSAAN

Penegakan diagnosis pada kasus ini melalui anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis bernilai penting pada penyakit kornea. Seringkali terungkap adanya riwayat trauma, benda asing, dan abrasi merupakan dua lesi kornea yang paling umum. Perlu ditanyakan juga terapi immunosupresi, obat dan bahan pengawet dapat menimbulkan dermatitis kontak atau toksisitas kornea.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

(18)

18 Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

 Ketajaman penglihatan  Tes refraksi

 Pemeriksaan slit-lamp

 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.  Goresan ulkus untuk analisis atau kultur H. PENATALAKSANAAN

1. Ulkus Kornea Bakterialis

Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah dengan pemberian antibiotika yang sesuai seperti moxifloxacin, gatifloxacin, cefalozin, ceftriaxone. Terapi topikal intensif setiap jam saat siang hari dan setiap 2 jam saat malam, setidaknya 48 jam pertama dan kemudian diturunkan perlahan.

2. Ulkus kornea fungi

Ulkus karena jamur dapat di terapi dengan miconazole larutan 1% atau salep 2% digunakan setiap jam selama siang hari dan setiap 2 jam waktu malam setidaknya 48 jam pertama keudian diturunkan perlahan.

3. Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea sambil memperkecil efek merusak respons radang.

 Debridement

Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea.

(19)

19 Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat pemulihan epitel.

 Terapi Obat

Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine dan acyclovir. Replikasi virus dalam pasien imunokompeten khususnya bila terbatas pada epitel kornea umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat merusak. Penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus

 Terapi Bedah

Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.

(20)

20 4. Ulkus dan infiltral marginal biasanya sembuh sendiri, umunya setalah 7-10 hari. Tetapi yang menyertai blefarokonjungtivitis umumnya kambuh sehingga diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan mengurangi gejala serta terapi dari penyebab yang mendasari.

5. Ulkus mooren

Ulkus ini tidak responsif terhadap antibiotik dan kortikosteroid. Belakangan ini dicoba dilakukan eksisi konjungtiva bagian limbus dalam upaya menghilangkan substansi substansi yang menimbulkan sensitisasi. Keratoplasti tektonik lamelar telah dipakai pada kasus tertentu dan berhasil baik.

6. Ulkus kornea akibat defisiensi vit A

Defisiensi ringan vit A diterapi dengan dosis 30.000 unit/hari selama seminggu. Salep sulfonamid dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder.

(21)

21 DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Asbury. 2007. Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

2. Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Anonymous. 2011. Ulkus Kornea. Available at :http://www.scribd.com/doc/46785894/ulkus-kornea-drrazi (accessed on 18 Februari 2011)

4. Farooqui, Sadia Zohra. 2008. Central Sterile Corneal Ulseration. Available at:http://www.emedicine.com/doc/corneal-ulcer (accessed on 18 Februari 2011 )

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan ini juga dilakukan untuk pencarian solusi dalam mengatasi permasalahan pada IMM Komisariat Adam Malik FKI UMS, data yang telah didapatkan untuk memberikan

Namun, untuk melindungi produksi petani garam yang baru panen, tidak semua garam impor tersebut didistribusikan kepada IKM peng- olah garam konsumsi dan pengasinan ikan.

Guru BK memiliki peran penting dalam membantu siswa di sekolah. Peran penting ini, berupa aktivitas membantu siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dialaminya

Bantuan hidup dasar (BHD) dipilih sebagai indikator peningkatan kompetensi SDM di UPK agar setiap SDM dibekali bagaimana menangani hal-hal kegawatdaruratan baik

Seperti SAS (The Society for the Adherence of the Sunnah) di Amerika Serikat CRLO (Central for Scientific Research and Legal Opinions/) sebuah lembaga fatwa resmi di

Penentuan Risiko Relatif untuk Penyebaran Penyakit Demam Dengue di Kota Bandung pada Tahun 2013 dengan Menggunakan Model SMR.. Prosiding Seminar Nasional

Karena ACC sintase terdapat dalam jumlah yanag rendah dalam jaringan tanaman (0,0001% dari protein total buah tomat matang) maka sulit memurnikan enzim ini untuk analisis

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor fisik seperti kemiringan lereng, elevasi, dan aksesibilitas terhadap pola sebaran dan perkembangan permukiman