• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara multi etnis yang memiliki aneka ragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Pada permukaan orang-orang Indonesia tampak bersatu di bawah semboyan Bhineka Tunggal Ika, namun tidak demikian halnya pada kenyataan. Keanekaragaman dan perbedaan itu merupakan potensi terpendam pemicu konflik.

Pakar studi konflik dari Universitas Oxford, Steward, (Kompas 16/12/03) menyebutkan empat kategori negara yang berpotensi konflik. Keempat kategori adalah negara dengan tingkat pendapatan dan pembangunan manusianya rendah, negara yang pernah terlibat konflik serius dalam 30 tahun sebelumnya, negara dengan tingkat keanekaragaman suku, budaya yang tinggi, dan negara yang rezim politiknya berada dalam transisi rezim represif menuju rezim demokratis. Indonesia bisa masuk dalam keempat kategori tersebut sekaligus.

Pada era Orde Baru, tuntutan kemajemukan rakyat Indonesia dicoba disatukan dengan memanfaatkan media massa. Untuk menyatukan kemajemukan rakyat Indonesia ini media massa berperan sebagai salah satu pilar terbentuknya negara demokratis dan masyarakat madani. Media massa menjadi wadah perbedaan pendapat yang sehat; tidak bertendensi memojokkan kelompok yang berseberangan dengan dirinya (Sudibyo, et al. 2001).

Dalam kungkungan rezim Orde Baru, media massa dipaksa untuk berhati-hati dalam pemberitaan atas kasus-kasus yang bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA). Wacana tentang etnis, ras dan agama selama ini menjadi hal yang selalu ditutup-tutupi dan tabu di kalangan masyarakat. Namun seiring dengan runtuhnya rezim Orde Baru, berubah pula tatanan institusi media.

Di era Reformasi, kebebasan pers telah menghadirkan dengan jelas kekacauan yang selama era Orde Baru selalu ditutup-tutupi. Pemberitaan media atas sejumlah isu memperlihatkan munculnya keberanian dan kejujuran dalam menentukan sikap. Pada Era Reformasi krisis, dan konflik menjadi lebih tajam dan tampak

(2)

semakin dramatis diberitakan melalui liputan pers. Konflik Ambon dan Maluku Utara yang bernuansa agama memperlihatkan dengan jelas sikap dan posisi yang diambil oleh media massa tertentu dalam pemberitaannya.

Dibandingkan dengan topik -topik lain, para wartawan menganggap krisis, konflik, dan perang sebagai hal yang memenuhi banyak kriteria jurnalistik untuk membuat peristiwa menjadi berita. Karena menarik perhatian tentu saja peristiwa konflik tidak akan luput dari perhatian dan pemberitaan media massa. Di antara berbagai macam media massa yang menyiarkan berita mengenai konflik bernuansa agama adalah surat kabar Kompas dan surat kabar Republika. Kompas dikenal sebagai surat kabar yang membawa aspirasi dan suara umat Katolik, sedangkan surat kabar Republika banyak dikenal masyarakat sebagai medianya umat Islam (Eriyanto, 2003) .

Pemberitaan media mengenai konflik dapat membawa pengaruh pada dua hal. Pertama pemberitaan media justru memperluas eskalasi konflik. Kedua, pemberitaan media mengena i konflik dianggap sebagai wacana yang dapat membantu meredakan dan menyelesaikan konflik (Siebert, et al. 1986)

Mencermati kedua kemungkinan tersebut tampaknya kemungkinan pertama lebih terbuka terjadi melalui pemberitaan suatu konflik oleh media massa (Ritonga dan Iskandar, 2002). Apalagi kondisi masyarakat Indonesia yang masih sangat heterogen mulai dari suku, agama, dan bahasanya. Fenomena ini dapat dicermati pada konflik Ambon, yang semula hanya terjadi di Pulau Ambon. Perkembangan berikutnya konflik meluas hingga ke Kepulauan Maluku. Perluasan konflik yang awalnya merupakan masalah lokal kemudian meluas menjadi isu nasional.

Secara umum, konflik Ambon berlangsung dari tahun 1999 sampai 2002. Selama empat tahun konflik Ambon, tidak terjadi terus menerus . Ada Kalanya berhenti, disertai dengan perjanjian dan perdamaian, lalu kembali muncul kembali. Konflik Ambon yang berlangsung selama empat tahun itu banyak menimbulkan kerugian, kerusakan dan kehancuran fisik dan tatanan sosial yang selama ini terbina dengan baik. Kerusuhan itu menghancurkan ikatan persaudaraan yang selama ini dibangun melalui adat pela gandong.

(3)

Sebagian masyarakat menilai berbagai kerusuhan yang terjadi di Ambon acapkali dilihat sebagai akibat pemberitaan media. Misalnya, Pusat Penanggulangan Krisis Persatuan Gereja Indonesia (PGI) pernah memprotes pemberitaan media. Menurut PGI (Eriyanto, 2003) pemberitaan media memutarbalikkan fakta dan penuh dengan kebohongan. Berita media menyebutkan ada warga Rinjani yang beragama Islam tertembak di dalam masjid oleh warga Ahuru yang beragama Kristen. Padahal, menurut PGI yang terjadi adalah korban sudah meninggal oleh tembakan aparat keamanan lalu dibawa oleh warga ke dalam masjid. Akibat kesalahan pemberitaan ini, terutama oleh media yang terbit di Jakarta menimbulkan kemarahan warga Ambon dan menyulut konflik menjadi besar.

Menurut McQuail (1989) media secara normatif harus bersikap netral. Berita di media massa adalah cermin realitas sosial yang merupakan refleksi dari kehidupan sosial. Namun, penyajian realitas oleh para komunikator media massa melalui berita dengan berbagai alasan teknis, ekonomis ataupun ideologis sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mencerminkan realitas sesungguhnya. Dalam hal ini tugas wartawan menurut Muis (1999) adalah berupaya menemukan akurasi, di atas segala -galanya, dan menyajikan kepada pembaca-pembacanya. Kewajiban lainnya adalah mengutamakan kejujuran atau keterbukaan (fairness), berupaya menjauhi sikap berpihak atau berat sebelah dengan cara memberi tempat kepada pihak-pihak yang saling menentang untuk mengetengahkan pendapat mereka melalui surat kabar. Selain itu pers juga harus objektif dan akurat dalam membuat pemberitaan

Rumusan Masalah

Gejala yang menujukkan bahwa pemberitaan media massa tentang konflik Ambon menyimpan kecenderungan berpihak, membela kelompok tertentu, memunculkan pertanyaan, bagaimana objektifitas pemberitaan konflik Ambon yang dilakukan oleh surat kabar Kompas dan Republika dilihat dari faktor fakta,

dan data serta keseimbangan pemberit aan. Secara spesifik objektifitas

(4)

1. Bagaimana akurasi informasi dan data, apakah ada percampuran antara fakta dengan opini ?

2. Bagaimana kesesuaian judul berita dengan isi berita ? 3. Bagaimana keseimbangan jumlah sumber berita ?

4. Bagaimana keberpihakan media massa terhadap pihak-pihak yang berselisih paham?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur objektifitas berita konflik Ambon pada surat kabar Kompas dan surat kabar Republika dilihat dari faktor fakta, dan data serta keseimbangan pemberitaan. Secara spesifik penelitian bertujuan untuk

1. Mengukur akurasi informasi, kelengkapan data , pencantuman waktu dan kejelasan antara fakta dan opini

2. Mengukur kesesuaian judul berita dangan isi berita 3. Mengukur keseimbangan sumber berita

4. Mengukur keberpihakan media massa pada pihak-pihak yang berselisih paham

TINJAUAN PUSTAKA

(5)

Istilah Press berasal dari bahasa bahasa Belanda, yang dalam bahasa inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed

publication). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian yakni

pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media massa elektronik, radio siaran, dan televisi siaran, sedangkan pers dalam pengertian sempit hanya terbatas pada media cetak, yakni surat kabar, majalah, dan buletin kantor berita (Susanto, 1995)

Surat kabar merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Fungsi

komunikasi massa menurut Dominic (Effendy, 2002) antara lain adalah:

(1) Pengawasan (surveillance ), meliputi; (a) pengawasan peringatan (warning or

beware surveillance) yaitu, pengawasan terjadi jika media menyampaikan

informasi mengenai ancaman taufan, letusan gunung api, kondisi ekonomi yang mengalami depresi, meningkatnya inflasi atau serangan militer, dan (b) pengawasan instrumental (instrumental surveillance) yaitu penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, seperti produk-produk baru, harga barang kebutuhan di pasar dan lain-lain.

(2) Interpretasi (interpretation) media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi berupa interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, ada kalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran.

(3) Hubungan (linkage) media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Fungsi hubungan yang dimiliki media itu sangat berpengaruh terhadap masyarakat sehingga dijuluki “public making ability of

the mass media” atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari

media massa.

(4) Sosialisasi (socialization). Transmisi nilai-nilai yang mengacu kepada cara-cara sehingga seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan

(6)

membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari cara-cara khalayak berperilaku dari nilai-nilai yang penting.

(5) Hiburan (entertaiment) Sarana hiburan jelas tampak pada televisi, film dan rekaman suara. Media massa lainnya seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, misalnya cerita pendek, cerita panjang, atau cerita bergambar.

Pers senantiasa dituntut untuk menyampaikan berita secara obyektif. Informasi dapat dikatakan obyektif jika akurat, jujur, lengkap, sesuai dengan kenyataan, bisa diandalkan dan memisahkan fakta dengan opini.

Berita

Berita menurut Djuroto (2000) berasal dari bahasa sansekerta, vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write , arti sebenarnya adalah ada ata u terjadi. Sebagian ada yang menyebutnya dengan vritta , artinya kejadian atau telah terjadi.

Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian berita adalah: 1) cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kabar; 2) laporan 3) pemberitahuan; pengumuman.

Menurut Pareno (2003), indikator -indikator yang terdapat dalam suatu berita yang harus diperhatikan antara lain adalah:

(1) Laporan: pernyataan atau gambaran tentang berbagai hal yang telah dikatakan, dilihat, dikerjakan. Betapapun hebat dan pentingnya suatu peristiwa, tanpa diketahui, dilihat, dan dilaporkan wartawan kepada publik maka peristiwa tersebut bukan berita

(2) Informasi: fakta-fakta yang dikemukakan atau pengeta huan yang diperoleh atau diberikan. Syarat dari informasi adalah harus ada fakta yang diperoleh wartawan, kemudian fakta tersebut disampaikan kepada khalayak.

(3) Baru: informasi atau berita yang disampaikan masih hangat dan segar, aktual atau terkini. Deadlin e adalah batas waktu dalam mendapatkan fakta yang memiliki nilai berita

(7)

(4) Benar: berita yang berupa fakta itu harus benar dalam arti mengandung dua dimensi yaitu, dimensi keberadaannya dan dimensi penyajiannya. Suatu peristiwa dikatakan benar bila peristiwa yang menjadi sumber berita memang benar-benar ada atau terjadi.

(5) Tidak memihak: menghindari “Trial by the Press” dan melakukan both side

covering yang dilaksanakan tidak sekedar mewawancarai kemudian

memaparkan pernyataan berbagai pihak, melainkan juga menjaga rasa keadilan masing-masing pihak.

(6) Fakta: periatiwa yang terjadi yang telah diketahui dan dipercaya secara pasti oleh wartawan baik langsung maupun tidak langsung. Suatu fakta akan tetap menjadi fakta apabila tidak ada intervensi kepentingan pribadi wartawan atau kepentingan perusahaan pers yang bersangkutan.

(7) Arti penting: menyangkut kepentingan umum, yaitu kepentingan yang dimiliki oleh khalayak yang heterogen. Arti penting suatu berita selalu ditentukan oleh tiga hal, yaitu manusia, waktu, dan tempat.

(8) Menarik perhatian umum: publik akan tertarik untuk membaca, mendengarkan atau menonton suatu berita apabila ketujuh indikator telah ada dalam suatu berita.

Berita bukan apa yang disepakati seluruh wartawan melainkan apa yang disiarkan para pemegang fungsi utama pers, yaitu “penjaga gawang” seperti reporter yang berpengaruh, editor berita, dan editor kawat. Berita menurut Nimmo (1989), adalah apa yang dikatakan, dilakukan, dan dijual wartawan dalam kerangka pembatasan institusional, ekonomi, teknologis, sosial dan psikologis.

Untuk membuat berita, menurut Djuroto (2000) paling tidak harus memenuhi dua syarat yaitu 1) faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga akurasi tinggal sebagian saja, 2) berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dalam menulis be rita dikenal semboyan “satu masalah dalam satu berita”. Artinya satu berita harus dikupas dari satu masalah saja (monofacta ) dan bukan banyak masalah (multifacta) karena akan menimbulkan kesukaran penafsiran yang menyebabkan berita menjadi tidak sempurna

(8)

Jenis Berita

Mengenai jenis berita , Romli (2000) membaginya ke dalam lima jenis, yaitu : (1) Straight News, berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas (2) Depth News, berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman terhadap hal-hal yang berada di bawah suatu permukaan (3) Investigation News, berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber (4) Interpretative News , berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulisnya/ reporter (5) Opinion News , berita mengenai pendapat seseorang, biasanya cendekiawan, tokoh, ahli, atau pejabat mengenai suatu hal, peristiwa, dan sebagainya.

Straight News atau berita langsung adalah uraian fakta yang nilai beritanya

kuat (penting), menarik dan harus disajikan secepatnya dengan minimal mengandung what, who, where, when , why dan how (5W + 1H) serta dimulai dari uraian terpenting ke kurang penting. Berita langsung dibuat dengan memindahkan hasil wawancara, fakta kejadian di lapangan ke dalam sebuah tulisan berita, tanpa ditambah atau dikurangi datanya oleh wartawan sebagai penulisnya. Opini wartawan juga harus dihindari dalam penulisan berita langsung.

Perbedaan antara berita langsung dan berita mendalam terletak pada isi uraian, kecepatan penyajian pada khalayak, serta kepadatan dan rincian fakta atau pendapat yang disajikan. Uraian berita mendalam (depth news), apapun bentuknya, akan memberikan informasi lebih lengkap dan menyeluruh bila dibandingkan dengan uraian berita langsung.

Uraian berita mendalam diawali pada tahun 1960-an, di mana negara-negara berkembang berada dalam arus pembangunan. Uraian mendalam, berguna untuk melaporkan suatu berita yang bukan apa adanya, tetapi juga melihat kecenderungan yang akan terjadi kemudian ataupun latar belakang suatu peristiwa. Laporan mendalam ini merupakan jenis pemberitaan yang ditujukan kepada rakyat sebagai pelaku pembangunan dan penting untuk menumbuhkan partisipasi dan mengajak rakyat untuk ikut serta dalam pembangunan (Assegaff, 1982).

(9)

Berita investigatif, adalah uraian fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dengan membandingkan antara fakta di permukaan dan fakta yang tersembunyi, yang diperoleh dengan menyusuri jejak melalui suatu investigasi. Tujuan uraian investigatif adalah mengungkap fakta yang sengaja disembunyikan atau ditutupi oleh sumber informasi, karena jika dipublikasikan akan merugikan pihak tertentu. Penyusunan berita investigasi memerlukan kerja tim yang dikendalikan oleh tim redaktur berpengalaman. Reporter yang diterjunkan ke lapangan untuk melakukan pencarian fakta tersembunyi ditunjuk oleh tim redaktur dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah diarahkan, karena sasaran dari uraian investigasi sudah ditentukan dengan jelas (Wahyudi, 1996).

Berita interpreta tif adalah uraian fakta dan atau pendapat yang mengandung nilai berita, dengan menempatkan fakta atau pendapat itu pada suatu mata rantai dan merefleksikannya dalam konteks permasalahan yang lebih luas. Penyusunan berita ini dilakukan berdasarkan interpretasi penulisnya, dengan memilih topik yang sedang hangat di tengah masyarakat, dan mencari fakta serta pendapat lain yang relevan dengan topik yang dipilih.

Berita opini, adalah jenis berita yang dikembangkan berdasarkan pendapat seseorang, atau hasil kutipan dari pendapat seseorang mengenai suatu hal, peristiwa, dan sebagainya. Dalam jenis berita ini narasumbernya biasanya terdiri dari orang-orang tertentu, seperti cendekiawan, tokoh masyarakat atau pejabat pemerintahan.

Penuangan informasi dalam bentuk berita di dalam surat kabar menurut Hasrullah (2001) selalu menghasilkan (1) isi berita yang merupakan produk dari pekerja media (2) pendapat masyarakat yang tertuang dalam bentuk tulisan populer (artikel) maupun penulisan tajuk rencana yang biasa ditulis oleh pekerja atau pihak media. Berita dan opini merupakan menu utama media cetak dalam melaporkan suatu peristiwa.

(10)

Berita di media massa sebelum dipublikasikan akan melalui beberapa fase pemrosesan berita. Dengan menggunakan, memahami konsep gatekeeper kita dapat memahami bagaimana cara kerja komunikasi massa. Seorang gatekeeper (Moss dan Tubs, 1996) adalah orang yang memilih, mengubah dan menolak pesan dapat mempengaruhi aliran informasi kepada seseorang atau sekelompok penerima.

Menurut White (McQuail, 1993) dalam sebuah studi tentang editor berita telegram pada sebuah surat kabar Amerika, yang dalam pekerjaan memilih berita dianggap sebagai kegiatan gatekeeper. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. N1 N2 N3 N2’ N3 N4 N5 N4’ N1 N5

Gambar 1. Model Gatekeeper dalam Proses Pengolahan Berita Keterangan

N = Sumber Berita

N1; N2; …Nx = Berita yg diperoleh wartawan

N1; N5; N3 = Berita yg tidak terseleksi

N2’; N4’ = Berita yg dipublikasikan

M = Massa

Menurut Bitner (dalam Moss dan Tubs, 1996), keputusan gatekeeper

mengenai informasi mana yang harus dipilih dan ditolak dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain: ekonomi, pembatasan legal, batas waktu (deadline), etika, kompetisi, nilai berita, dan reaksi terhadap umpan balik.

M N

(11)

Hal-hal tersebut merupakan sebagian dari pertimbangan-pertimbangan yang menentukan berita-berita yang akan dibuang dan berita mana yang akan dipilih, disunting da n dipublikasikan kepada khalayak sasaran media massa.

Berita Konflik

Gil (1993) mengemukakan pengertian berita sebagai laporan tentang sesuatu yang menarik perhatian orang. Pihak yang menentukan apa yang menarik perhatian pembaca adalah tim redaksi berita.

Konflik menurut Fisher (2001) adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok), yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.

Dari kedua pengertian diatas yang dimaksud dengan berita konflik dalam penelitia n ini adalah laporan tentang fakta, peristiwa mengenai dua pihak atau lebih, baik individu ataupun kelompok yang tidak sejalan atau saling bertentangan yang terpilih oleh staf redaksi untuk disiarkan karena dapat menarik perhatian khalayak. Berita konflik dalam konteks penelitian ini adalah peristiwa konflik yang terjadi di daerah Ambon.

Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai fase aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda. Fase-fase konflik terdiri dari (Fisher, 2001). Pertama, prakonflik; merupakan periode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik. Dua, konfrontasi; pada fase ini konflik menjadi semakin terbuka. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi di antara para pendukung di masing-masing pihak. Tiga, krisis; ini merupakan puncak krisis, ketika ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling hebat. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus. Peryataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lainnya. Empat, akibat; pada fase ini, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada fase ini agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian. Lima, pascakonflik; situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri be rbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan

(12)

berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-masalah penyebab pertentangan antara dua pihak tidak diatasi dengan baik, fase ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

Sesuai dengan pendapat Fisher, hasil penelitian Eriyanto (2003) membagi konflik ambon pada lima fase. Fase pertama dimulai tanggal 19 Januari 1999. Konflik ini dimulai dari perkelahian antar warga pemuda kampung Batumerah dengan Mardika. Konflik ini menjalar dan membesar antara warga beda agama semakin tajam dengan pembakaran gereja dan masjid. Konflik ini baru menurun dibulan April.

Fase kedua berlangsung dari akhir Juli hingga Desember 1999 diawali dengan kejadian di perumahan Poka, ta nggal 24 Juli 1999. Sejak konflik kedua ini terjadi segregasi yang tegas. Penduduk yang beragama Islam pindah ke desa Islam, demikian juga penduduk beragama kristen pindah ke desa kristen.

Fase ketiga dimulai dari Januari hingga akhir Juni 2000. Empat Bulan di awal Fase ini kota Ambon (Januari sampai April) situasi kota Ambon relatif tenang. Bulan Mei 1999 Ambon yang sebelumnya aman kembali tegang dan menghangat. Dalam konflik fase ketiga ini konflik bukan lagi berlangsung secara sporadis, tetapi sudah terencana. Pada fase ini kelompok Islam dibantu oleh laskar Jihad dari Jawa, sedangkan pemuda kristen mengorganisasikan diri dalam laskar kristus dan kelompok Coker.

Fase ke empat dimulai dari 27 Juni 2000 hingga 10 Februari 2002. Fase ini dimulai dari diberlakukannya darurat sipil di Maluku dan berakhir akhir 10 Februari 2002 saat akan terjadinya perjanjian malino.

Fase Kelima dimulai dari ditanda tanganinya perjanjian Malino, 12 Februari 2002 hingga 28 April 2002. Dalam fase kelima konflik, di kalangan masyarakat Ambon sudah mulai timbul saling pengertian. Musuh mereka bukan orang atau kelompok berbeda agama, tetapi orang atau kelompok yang ingin mengacaukan Ambon. fase ini ditandai dengan peristiwa pembubaran dan penarikan Laskar Jihad dari Ambon.

(13)

Objektifitas Berita

Objektifitas berasal dari kata objek menurut KBBI adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Sedangkan menurut Assegaf (1983), objektifitas (objectivity ) adalah menceritakan keadaan yang sebenar-benarnya dan bagaimana kejadian yang akan dituliskan itu berlangsung

Objektifitas berita menurut Djuroto (2000), artinya penulis berita hanya menyiarkan berita apa adanya. Jika materi berita itu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang berlawanan. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri. Dalam menulis berita, penulis berita harus membedakan antara fakta, interpretasi, dan opini.

Menurut Merril (1984) objektifitas berita dapat dicapai dengan tiga cara. Pertama pemisahan fakta dari pendapat. Kedua, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disetrtai dimensi emosional. Ketiga, memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dengan cara memberikan banyak informasi pada masyarakat

Dua komponen objektifitas yang harus dipertimbangan seperti dirumuskan Westerstahl (Mc Quail, 1989) mencakup faktor faktualitas dan faktor impartialitas. Faktualitas dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek akurasinya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungan dengan sikap netral wartawan (reporter), suatu sikap yang menjauhkan penilaian pribadi (personal) dan subjektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan.

Faktualitas

Kefaktualan berita ditentukan oleh beberap kriteria akurasi antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan atau menekan. (McQuail; 1989)

(14)

Pers juga dit untut melakukan pemberitaan yang akurat yang tidak boleh berbohong, menyatakan fakta sebagai fakta dan pendapat sebagai pendapat (Siebert et al. , 1986)

Seorang pembuat berita harus menjaga objektifitas dalam pemberitaannya. Artinya penulis berita hanya me nyiarkan berita apa adanya. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri. Dalam menulis berita, penulis harus membedakan antara fakta, interpretasi dan opini (Djuroto; 2000)

Impartialitas

Menurut Sudibyo (2001) Impartialitas adalah sikap netral dalam penyajian dan seimbang dalam penyajian fakta antara yang pro dan kontra. Keseimbangan juga berkaitan dengan pemberian waktu, ruang, dan penekanan yang proporsional oleh media

Salah satu syarat objektifitas berita yang lebih populer dikenal dengan

istilah pemberitaan dua sisi (cover both story), dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat (Siebert et al., 1986)

Menurut Djuroto (2000) jika materi berita itu berasal dari dua pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang berlawanan tersebut.

Gambar

Gambar 1. Model  Gatekeeper dalam Proses Pengolahan Berita   Keterangan

Referensi

Dokumen terkait

Interests: land systems science; land use; GIS; sustainability; environmental change; landscape ecology Special Issues and Collections in MDPI journals:. Special Issue in Land:

Alat itu digunakan pada proses terakhir yaitu pada proses pengaduk telur omlet, dimana alat tersebut bekerja menggunakan sumber daya dari motor listrik yang menggerakkan

Dalam set up booth space peserta Mini Exhibition Launching Hakteknas, paling lambat hari Senin tanggal 17 April 2017 sudah menyerahkan informasi material exhibit yang akan

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8

Secara khusus, adalah untuk memahami struktur novel Dengan Hati karya Syafrina Siregar yang meliputi tokoh, alur, dan latar.. untuk memahami aspek-aspek konflik

Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang yang biasa dipindahkan dalam satu waktu tertentu2. Peningkatan kapasitas biasanya dilakukan dengan memperbesar ukuran,

Sedangkan penerapan forward kinematik pada robot lengan untuk mengetahui nilai koordinat Cartesian dari sudut yang dituju pada setiap sendi diperoleh hasil persentase error

Menurut Krech (dalam Maryana,2006) peningkatan derajat.. harga diri dapat membawa seseorang kepada inisiatif sosial, sedangkan penurunan derajat harga diri dapat