• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan keruangan. Dalam perkembangannya sendiri penginderaan jauh mengalami kemajuan yang pesat seiring perkembangan teknologi informasi. Penginderaan jauh tidak hanya berorientasi pada teknologi satelit sebagai wahana sensor penginderaan jauh (Rusdi 2005), akan tetapi juga analisis informasi yang dihasilkan untuk menghasilkan informasi tertentu, seperti definisi berikut Lindergren.

“Remote sensing refers to the variety of techniques that have been depeloped for acquisition an analysis of information about the earth. This information is typically in the form of electromagnetic radiation that has either been reflected or emitted from the earth surface” Lindgren (1985)

Menurut pengertian diatas penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh maupun menganalisis informasi yang ada di bumi. Informasi yang diperoleh dan analisis tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh objek dimuka bumi.

Perkembangan penginderaan jauh dalam bidang wahana dan sensor dapat dirasakan dengan semakin beraneka ragamnya data penginderaan jauh baik dalam segi resolusi spektral, resolusi spasial dan resolusi temporal yang dihasilkan. Teknologi penginderaan jauh ini memudahkan dalam segi perolehan data yang cepat, biaya yang lebih murah, cakupan yang lebih luas maupun keterjangkaun dan aksesesbilitas pada daerah kajian berbanding dengan teknologi konvensional atau lapangan. Akan tetapi seiring berkembangnya teknologi penginderaan jauh tetap akan memiliki keterbatasan sehingga perlu adanya batasan-batasan yang yang jelas untuk menggunakan berbagai macam produk teknologi penginderaan jauh ini.

Perkembangan dalam bidang wahana juga diimbangi dengan perkembangan pada bidang analisis digitalnya. Berbagai macam metode untuk klasifikasi data penginderaan jauh mulai bermunculan, salah satu contohnya adalah metode berbasis piksel dan metode berbasis objek. Metode klasifikasi

(2)

berbasis piksel muncul lebih dulu daripada metode berbasis objek. Metode berbasis piksel ini lebih banyak dikaji dibandingkan metode berbasis objek dikarenakan metode tersebut mengelompokan suatu informasi terhadap nilai spektral atau satu aspek saja, berbeda dengan metode klasifikasi berbasis objek yang mengelompokan suatu informasi terhadap beberapa aspek seperti spektral, tekstur dan beberapa aspek lainnya.

Klasifikasi berbasis piksel sendiri terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi terbimbing (Supervised) dan klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised). Klasifikasi tak terbimbing memiliki kelemahan yaitu pencirian spektral selalu berubah sepanjang waktu, yang menyebabkan hubungan antar respon spektral dengan kelas informasi menjadi tidak konstan, oleh karena itu pengetahuan tentang spektral permukaan harus lebih dipahami (Richard 1993). Berbeda dengan klasifikasi terbimbing yang pencirian spektralnya tidak akan berubah karena adanya pemberian sampel dalam menghasilkan kelas informasi yang mana sampel tersebut ditentukan terlebih dahulu oleh produsen. Klasifikasi terbimbing sendiri terbagi menjadi beraneka ragam. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi maximum likelihood classification, meskipun ada beberapa kelemahan dari pendekatan ini salah satunya yaitu banyaknya kesalahan klasifikasi yang ditimbulkan oleh salt dan pepper, terutama jika piksel berada di luar area spesifik atau diantara area yang tumpang tindih, yang dipaksakan untuk diklasifikasikan (Rusdi, 2005).

Klasifikasi menggunakan metode berbasis piksel banyak digunakan pada citra yang memiliki resolusi menengah seperti pada citra Landsat, ALOS, SPOT, yang mana potensi untuk terjadinya salt and pepper tidak terlalu besar dan spektral yang dimiliki lebih beraneka ragam. Akan tetapi sekarang ini mulai adanya penelitian yang mengarah pada citra resolusi tinggi seperti IKONOS, Quickbird, Worldview. Citra yang memiliki resolusi tinggi kadang terbatas pada resolusi spektralnya, karena kenampakan obyeknya yang sangat jelas karena kedetailannya resolusinya sehingga tidak perlu spektral yang beraneka ragam dalam menentukan obyeknya, selain itu citra yang beresolusi tinggi lebih sering

(3)

Keterbatasan pengkelasan obyek menggunakan satu aspek saja seiring waktu mulai terjawab dengan adanya metode baru yaitu metode klasifikasi berbasis obyek. Klasifikasi ini tidak hanya melihat dari satu aspek akan tetapi beberapa aspek seperti scale, color, tekstur. Penggunaan aspek tambah ini akan memperkaya informasi dari proses klasifikasi.

Klasifikasi multispektral sering diaplikasikan untuk penutup lahan maupun penggunaan lahan. Penggunaan klasifikasi untuk hal yang lebih detail seperti memetakan komposisi floristik masih jarang dilakukan. Pemetaan komposisi florisitik ini dilihat dari struktur daun dan kenampakan tajuk perbedaannya sangat tipis sekali antara vegetasi sehingga perlu citra penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial yang detail dan resolusi spektral yang yang beraneka ragam. Sehingga citra Worldview-2 merupakan salah satu pilihan dari beberapa citra penginderaan jauh resolusi spasial detail yang lain seperti IKONOS, Quickbird, Geoeye. Keunggulan dari citra Worldview-2 ini memiliki 8 band sehingga aspek spektral yang digunakaan untuk pemrosesan klasifikasi lebih banyak.

1.2. Rumusan masalah

Kajian vegetasi merupakan salah satu objek dasar dalam ilmu penginderaan jauh. Untuk kajian hutan sendiri lebih banyak ditekankan pada pemetaan luas, monitoring, biofisik maupun strukturnya. Untuk pemetaan komposisi floristik hutan cukup jarang dilakukan. Hal ini didukung juga karena lokasi Indonesia yang beriklim tropis sehingga jenis hutan yang dimiliki sebagian besar adalah heterogen. Ketidakberaturan pola tumbuh pada hutan berjenis heterogen ini menyebabkan kesulitan sendiri dalam pemetaan komposisi floristiknya menggunakan analisis digital. Selain itu untuk dapat membedaakan komposisi floristiknya perlu data penginderaan jauh yang detail dalam segi resolusi spasial maupun spektralnya.

Klasifikasi pada citra resolusi spasial tinggi sudah mulai dilakukan, baik dengan menggunakan metode berbasis piksel maupun berbasis objek. Setiap metode klasifikasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghasilkan klasifikasi. Metode klasifikasi berbasis piksel lebih sering dipakai dibandingkan

(4)

dengan metode klasifikasi berbasis objek, hal ini dikarenakan klasifikasi berbasis piksel hanya mempertimbangkan nilai spektral atau satu aspek saja sebagai batasan untuk membuat kelas sehingga dirasa lebih mudah dan cepat. Permasalahan muncul ketika ukuran piksel atau resolusi spasial dari citra itu sangat detail maka akan muncul salt and pepper, karena klasifikasi berbasis piksel memperoleh informasi berdasarkan perpiksel, yang mana efek bayangan atau perekaman sinar matahari dapat membuat objek yang sama menjadi berbeda karena nilai spektalnya berbeda.

Seiring dengan perkembangan teknologi muncul metode klasifikasi baru yaitu klasifikasi berbasis objek. Kemampuannya dalam mengkelaskan informasi tidak tergantung hanya pada satu aspek pada tiap piksel saja akan tetapi klasifikasi ini mempertimbangkan beberapa aspek seperti tekstur, scale, color, selain itu metode ini menggunakan kluster piksel atau segmen bukan perpiksel dalam mengkelaskan informasi. Karakteristik yang berbeda antara klasifikasi berbasis objek dengan piksel memungkinkan untuk menghasilkan akurasi yang berbeda dalam hasil pengklasifikasiannya. Klasifikasi berbasis objek sendiri juga tidak sempurna menurut Jyothi (2008) klasifikasi berbasis objek masih memiliki kesulitan dalam memproses data yang sangat besar. Bahkan jika klasifikasi berbasis objek lebih efektif daripada klasifikasi berbasis piksel, proses segmentasi pada citra multispektral yang dilakukan klasifikasi berbasis piksel merupakan proses yang terlalu berat

Waktu proses dan tingkat kesulitan yang berbeda menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode klasifikasi, apakah nantinya akurasi yang dihasilkan jauh lebih signifikan atau tidak, dibandingkan dengan waktu dan tingkat kesulitan dialami. Sehingga nantinya salah satu metode tersebut dapat dinyatakan efektif sebagai salah satu pemetaan untuk kajian tertentu menggunakan citra resolusi spasial tinggi

(5)

1.3. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan berbagai fenomena dan permasalahan di atas maka disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah komposisi floristik di daerah penelitian dapat dipetakan menggunakan analisis digital citra resolusi spasial tinggi?

2. Metode apa yang paling efektif dan akurat digunakan untuk memetakan komposisi floristik di daerah kajian?

1.4. Tujuan penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Memetakan komposisi floristik hutan gunung Tidar menggunakan analisis digital, metode klasifikasi berbasis objek dan metode klasifikasi berbasis piksel pada citra resolusi tinggi

2. Membandingkan efektivitas metode klasifikasi berbasis piksel dan metode klasifikasi berbasis objek dalam pemetaan komposisi floristik hutan di daerah gunung Tidar

1.5. Hasil yang diharapkan

Hasil akhir dari penelitian ini adalah :

1. Klasifikasi komposisi floristik menggunakan metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel

2. Tabel efektivitas pemetaan komposisi floristik pada metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel.

1.6. Kegunaan penelitian

1. Memberikan suatu masukantentang efektivitas penggunaan metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel untuk kajian pemetaan komposisi floristik

2. Memberikan gambaran mengenai kegunaan ilmu penginderaan jauh untuk pemetaan komposisi floristik sehingga akan terus mendorong

(6)

keberlanjutan dan perkembangan disiplin ilmu geografi terutama penginderaan jauh

3. Memberikan informasi komposisi floristik di daerah gunung Tidar sehingga memudahkan instansi terkait dalam pengelolaan dan penanaman komposisi floristik yang sejenis sehingga terjadi distribusi yang lebih tertata.

(7)

1.7. Tinjauan Pustaka 1.7.1. Vegetasi

Vegetasi dapat digolongkan sebagai penutup lahan. Penutup lahan sendiri dapat diartikan segala material yang menutupi permukaan di bumi, berbeda dengan penggunaan lahan yang merupakan hasil turunan dari penutup lahan. Penggunaan lahan sendiri sudah mengalami campur tangan manusia yang mana digunakan untuk menguntungkan manusia. Penggunaan lahan sendiri sangat sulit diklasifikasi secara digital.

Setiap vegetasi memiliki karakteristik masing-masing. Baik pada bagian batang, daun maupun akar. Hal yang terlihat jelas pada penginderaan jauh tajuk (daun) pada suatu vegetasi. Hal ini yang nantinya akan dijadikan dasar untuk membedakan komposisi floristik pada pemrosesan citra tersebut, karena setiap gelombang memiliki kepekaan tertentu terhadap struktur daun, klorofil, bentuk daun bahkan kepadatan tajuk.

1.7.1.1. Struktur dan komposisi hutan

Komposisi hutan merupakan istilah untuk menyatakan keberadaan dan susunan jenis-jenis pohon dalam hutan. Untuk hutan didaerah beriklim tropis, tanah, iklim dan cahaya memiliki kaitan erat sebagai faktor pembentuk suatu tegakan dan faktor pengambat dalam identifikasi tegakan. Komposisi hutan dapat diklasifikasikan berdasarkan atas adanya jenis murni atau campuran. Karena tegakan yang benar-benar murni jarang ada kecuali di barat, ditempat Pinus

pondoresa, Pinus contorta, Abies, dan Populus mempunyai areal murni sangat

luas, kira-kira 90% dari satu jenis telah dipilih sebagai ciri untuk memisahkan tegakan murni dari tegakan 90%, seluruh tegakan merupakan campuran dua atau lebih jenis.

Menurut Richard (1966) dan Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) komposisi menyatakan kekayaan floristik hutan, yang mana kekayaan floristik hutan tergantung kepada lokasi dimana hutan itu berada. Untuk daerah beriklim tropis, komposisi floristiknya lebih beraneka ragam pada satu lokasi hutan karena pada daerah beriklim tropis, hutan yang dimiliki berjenis hutan heterogen. Hal ini

(8)

dikarenakan kondisi iklim, tanah, cahaya yang ideal untuk tumbuhnya berbagai macam tegakan. Soerianegara dan Indrawan (2005) menambahkan bahwa jenis dibedakan antara populasi (satu jenis) dan komunitas (beberapa jenis). Komposisi floristik hutan sendiri lebih kepada komunitas karena terdiri dari beberapa jenis vegetasi.

Interaksi dalam suatu komunitas tercermin dari struktur dan komposisi vegetasi. Stratifikasi yang terjadi dalam vegetasi di hutan terjadi akibat adanya persaingan, antara jenis-jenis tertentu yang lebih dominan dari jenis lain, pohon-pohon tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon-pohon-pohon yang dibawahnya, terhalangnya matahari oleh pohon-pohon tutupan atas menjadi faktor penghambat bagi pohon-pohon lapisan bawah untuk berkembang (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Struktur hutan adalah menyangkut susunan bentuk (life form) dari suatu vegetasi yang merupakan karakteristik vegetasi yang kompleks, dapat digunakan dalam penentuan stratifikasi (vertikal dan horizontal) dan menjadi dasar dalam melihat jenis-jenis dominan, kodominan dan tertekan (Richard, 1966)

Dansereau (1957) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah pengorganisasian dalam ruang oleh individu-individu pada suatu tegakan dan elemen dasar suatu struktur adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.

Selanjutnya menurut Kershaw (1964) dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974), struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu :

1. Struktur vertikal yaitu stratifikasi vegetasi

2. Struktur horizontal yaitu sebaran spasial jenis dan individu

3. Struktur kuantitatif yaitu kelimpahan tiap jenis dalam suatu komunitas. 1.7.1.2. Stratifikasi Tajuk

Untuk mendapatkan zat hara, mineral, cahaya dan air sebagai sumber untuk melakukan fotosintesis, terjadi persaingan antara tiap vegetasi. Dari persaingan tersebut maka akan muncul vegetasi yang lebih dominan daripada

(9)

vegetasi lainnya, sehingga akan muncul stratifikasi vegetasi (Soerinegara dan Indrawan, 2005)

Stratifikasi hutan tropis menurut Soearianegara dan Indrawan (2005) adalah sebagai berikut :

a.Stratum A : Lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi totalnya lebih dari 30 meter. Umumnya tajuk diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus dengan batang bebas cabang yang tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada masa mudannya, tingkat semai hingga pancang memerlukan naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.

b.Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi antara 20-30 meter, tajuk umumnya kontinyu, batang bercabang banyak dengan batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya yang cukup banyak c.Stratum C :Terdiri dari pohon dengan tinggi 4-20 meter, tajuk

kontinyu, pohon rendah dan banyak bercabang d.Stratum D : Lapisan perdu dan semak dengan tinggi 1-4 meter e.Stratum E :Tumbuh-tumbuhan penutup tanah dengan tinggi

antara 0-1 meter 1.7.2. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu yang menjadi salah satu terobosan untuk memecahkan suatu masalah dengan meminimalisir survey lapangan. Kemampuan produk penginderaan jauh seperti foto udara, citra membuat penginderaan jauh menjadi alternatif yang paling diminati. Penginderaan jauh sendiri pada dasarnya mengkaji tentang keadaan dipermukaan bumi dan mengkaitkannya dengan masalah yang ada. Obyek dasar yang menjadi

(10)

kajian utama penginderaan jauh adalah, tanah, air dan vegetasi yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Kurva karakteristik pantulan, air, vegetasi, tanah serta posisi band spektral sensor pada beberapa jenis satelit

Dari kurva pantulan diatas dapat kita modifikasi sedemikian rupa sehingga tidak hanya obyek dasar tersebut yang terlihat akan tetapi obyek-obyek yang lain yang berkaitan dengan ketiga obyek dasar bahkan obyek yang lebih khusus dari obyek dasar tersebut juga dapat diidentifikasi.

Kemampuan Penginderaan jauh untuk menyediakan data secara multitemporal (banyak waktu) membuat data penginderaan jauh sangat membantu suatu pemecahan permasalahan.

1.7.2.1 Sumber Energi Penginderaan Jauh

Berdasarkan sumber energinya penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh aktif dan pasif. Penginderaan jauh pasif

(11)

objek direkam oleh sensor satelit. Sehingga perekaman dilakukan pada pagi atau siang hari, contohnya seperti citra multispektral dan hyperspektral. Ilustrasi perekaman dapat dilihat pada gambar 2.2.

Berbeda dengan penginderaan jauh aktif, sumber energinya berasal dari wahana itu sendiri. Energi tersebut dapat berupa gelombang cahaya maupun bunyi contohnya seperti citra Radar dan Lidar Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan sewaktu waktu dikarenakan sumber energinya berasal dari sensor itu sendiri, terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Ilustrasi penginderaan jauh system aktif 1.7.2.2 Citra Worldview-2

Citra Worldview-2 merupakan salah satu golongan citra high spatial

resolution. High spatial resolution ini yaitu resolusi tinggi pada resolusi spasial.

(12)

Dapat dilihat dari spesifikasi citra ini yang memiliki resolusi multi sekitar 1,86 meter dan resolusi pankromatik sekitar 0,67 meter. Selain merupakan citra high

spatial resolution citra Worldview-2 memiliki resolusi spektral yang cukup tinggi

karena memiliki 8 band spektral, Hal ini yang membuat citra worldview-2 memiliki kelebihan terhadap citra high spatial resolution yang lain seperti, Geo eye, Quickbird, IKONOS.Tabel panjang gelombang yang dimiliki oleh oleh citra Worldview-2 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 . Panjang Gelombang Worldview-2 Spectral Band Center Wavelength

(50% Band Pass)

50% Band Pass Center Wavelength (5% Band Pass) 5% Band Pass Panchromatic 632.2 463.7 – 800.6 627.4 447.2 – 807.6 Coastal 427.3 401.4 – 453.2 427.0 396.0 – 458.0 Blue 477.9 447.5 – 508.3 478.3 441.6 – 515.0 Green 546.2 511.3 – 581.1 545.8 505.5 – 586.0 Yellow 607.8 588.5 – 627.0 607.7 583.6 – 631.7 Red 658.8 629.2 – 688.5 658.8 624.1 – 693.5 Red Edge 723.7 703.8 – 743.6 724.1 698.7 – 749.4 NIR 1 831.3 772.4 – 890.2 832.9 764.5 – 901.3 NIR 2 908.0 861.7 – 954.2 949.3 856.1 – 1042.5

Citra worldview-2 itu sendiri memiliki cakupan perekaman sebesar 25 km x 25 km perekaman tersebut melebihi luas gunung Tidar sebagai daerah kajian penelitian. Sehingga tidak perlu adanya pemozaikan data. Kekurangan dari data Worldview-2 ini yaitu data citra ini masih termasuk data komersil sehingga untuk mendapatkan data ini adalah dengan membeli diprovidernya. Beberapa permasalahan terjadi ketika terjadi perubahan kebijakan yaitu tidak mengijinkan pengiriman data ke Indonesia sehingga perlu orang ketiga, atau perantara untuk mengadakan transaksi data.

Citra worldview memiliki respon spektral radiance yang berbeda beda tiap bandnya. Respon spektral radiance sendiri adalah rasio nilai photon-elektron yang terukur oleh sensor, dalam satuan [W-m-2-sr-1-m-1]. Respon spektral radiance

(13)

untuk tiap band dinormalisasi dengan membagi nilai respon maksimum untuk tiap band, sehingga dapat muncul nilai respon spektral radiance relatif. Nilai untuk band pakromatik dan multispektral citra Worldview-2 dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3.Respon Spektral Radiance Worldview-2 (nm) (Sumber : Worldview data sheet)

1.7.3. Koreksi Radiometrik

Perekaman yang dihasilkan tidak luput dengan gangguan -gangguan baik yang diakibatkan oleh sensor itu sendiri ataupun gangguan dari luar seperti dari atmosfer dan matahari. Gangguan tersebut membuat nilai spektral yang dihasilkan tidak terlalu sesuai dengan kondisi dunia nyata. Dalam perjalanannya gelombang elektromagnetik melewati atmosfer yang mana hal tersebut menimbulkan potensi terjadinya serapan dan hamburan energi.

Koreksi sensor sendiri diperlukan terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi atmosfer. Koreksi sensor menghasilkan citra radiance at sensor setelah itu baru dilakukan koreksi atmosfer yang nantinya akan menghasilkan citra

(14)

1.7.4. Koreksi Geometrik

Suatu perekaman citra penginderaan jauh yang dilakukan oleh sebuah wahana pastinya tidaklah sempurna, sering kali adanya kesalahan posisi dari perekaman sehingga dapat menyebabkan pergeseran lokasi. Sehingga diperlukan adanya sebuah koreksi untuk membenarkan posisi data penginderaan jauh tersebut agar sesuatu pada lokasi di muka bumi yaitu koreksi geometrik. Menurut (Danoedoro 1996) koreksi geometrik adalah

“Suatu upaya untuk membenarkan aspek posisi dan bentuk citra, dilakukan dengan perubahan mentrasformasi geometri atau posisi piksel diikuti dengan perubahan informasi spektral”.

Dalam teknisnya terdapat dua metode untuk melakukan koreksi gemetrik yaitu image to map dan image to image. Kedua metode ini memerlukan GCP

(Ground Control Point).Menurut Jensen (2005) GCP dapat diartikan suatu lokasi

dipermukaan bumi yang teridentifikasikan pada citra dan dikenali posisinya pada peta. Selain menggunakan data lapangan juga dapat dilakukan dengan mengambil koordinat suatu tempat dengan menggunakan alat GPS. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan sumber GCP lain, seperti koordinat lapangan yang diambil secara langsung menggunakan GPS. Dari titik tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk mengikat piksel dan piksel yang akan dikoreksi.

Dalam menentukan jumlah GCP itu sendiri terdapat sebuah kriteria, semakin variatif topografi daerah yang akan dikoreksi maka semakinbanyak jumlah GCP yang akan digunakan. Jumlah GCP itu sendiri berdasarkan orde yang akan digunakan. Dalam menentukan orde terdapat formulasi yang cukup sederhana pada persamaan 1.2 :

GCP = (1 + n)^2, ... (1.2) Keterangan :

GCP = Jumlah Ground Control Point n = Orde wilayah

(15)

1.7.5. Klasifikasi Maximum Likelihood

Metode ini merupakan salah satu metode klasifikasi supervised

(terbimbing). Terbimbing disana dimasudkan adalah adanya campur tangan

produser dalam menentukan sampel dalam sebagai input data untuk pemrosesan. Sebelum melakukan klasifikasi pengguna menentukan training area yang digunakan untuk melihat ciri-ciri statisitka masing-masing calon kelas (Richard 1993). Persamaan 1.3 menunjukan perhitungan probabilitas suatu kelas:

P(i׀X) = P(X׀i)P(i)/P(X)... (1.3) Dimana :

P(i׀X) = Probabilitas bersyarat dari kelas i. Probabilitas ini juga disebut likelihood

P(X׀i) = Probabilitas bersyarat (Conditoal) dari vektor X P(i) = Probabilitas kelas i muncul dalam citra

P(X) = Probabilitas dari vektor X

Klasifikasi MLC mengevaluasi secara kuantitatif variance dan co-variance pola tanggapan spektral ketika mengklasifikasikan piksel yang tidak dikenal (Liliesand and Kiefer 1994). Hal tersebut perlu dibuat asumsi bahawa distribusinya normal

Menurut Kumar 2007, Metode Klasifikasi berbasis piksel yang paling kuat adalah metode klasifikasi maximum likelihood. Metode klasifikasi ini berdasar pada rata-rata statistik, variance dan co-variance. Fungsi dari Bayesian

probability dihitung dari masukan dari tiap kelas yang dibuat dari sampel. Setiap

piksel nantinya akan menentukan kelas dimana kemungkinan tertinggi masuk. Metode klasifikasi maximum likelihood memiliki keuntungan dari sudut pandang teori kemungkinannya, akan tetapi juga perlu diperhatikan beberapa hal yaitu :

1. Data lapangan yang cukup untuk digunakan sebagai sampel untuk dapat mengestimasi nilai rata-rata dan variance-covariance matrix population.

(16)

2. Matrix invers dari variance-covariance menjadi tidak stabil dalam kasus ini dimana adanya hubungan yang tinggi antara dua band atau data lapangan sangat homogen. Dalam kasus tersebut, jumlah band harus dikurangi dengan menggunakan principal component analysis

3. Ketika distribusi populasi sampel tidak normal maka klasifikasi

maximum likelihood tidak dapat diterapkan

Illustrasi konsep pengkelasan dari klasfikasi maximum-likelihood dapat dilihat pada gambar 2.5

1.7.6. Segmentasi

Segmentasi adalah suatu metode dari klasifikasi berbasis obyek yang mengelompokkan obyek (fenomena) kedalam region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran yang sama. Segmentasi sendiri menggunakan tiga aspek utama yaitu Toleransi kesamaan (similarity tolerance), rata-rata (mean) dan variasi (variance). Aspek toleransi kesamaan sendiri adalah sebuah nilai yang tidak nyata yang menentukan batas sautu nilai piksel dapat dikelaskan menjadi suatu objek

(17)

yang berdasarkan kondisi spasialnya. Metode yang digunakan dalam pemrosesan ini adalah watershed. Aspek rata-rata berkaitan dengan nilai rata-rata pantulan dari suatu obyek, misal pada band inramerah dekat obyek vegetasi sehat memiliki nilai rata-rata pantulan yang tinggi sedangkan obyek air memiliki nilai rata-rata yang rendah. Semakin tinggi bobot rata-rata yang digunakan maka dalam pemrosesannya akan lebih mempertimbangkan nilai tengah rata-rata daripada variasi didalamnya. Variance mempertimbangkan range / cakupan nilai pantulan spektralnya hal ini berhubungan dengan tekstur. Semakin besar variannya maka variasi obyek yang dihasilkan akan semakin beragam. Sehingga aspek rata-rata dan aspek variasi merupakan aspek yang menyeimbangkan satu sama lain. Jika aspek rata-rata memiliki nilai yang besar maka aspek variasi memiliki nilai yang kecil dan sebaliknya. Konsep dasar dari similarity tolerance merupakan multiresolusi dimana informas yang akan disadap dibuat dalam berbagai macam kedetailan resolusi. Konsep multiresolusi dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 : Konsep segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek (Sumber: Definiens Developer 7, User Guide, p. 26)

Pada klasifikasi berbasis objek, semua objek pada citra merupakan bagian dari hirarki objek, yang mana memiliki perbedaan level tetapi tetap tetap pada hirarkinya. Setiap level objek merupakan cerminan dari gambar yang memiliki informasi tertentu pada citra. Gambar di atas menjelaskan hirarki dari objek yang terjadi dalam klasifikasi berbasis objek. Superobjects merupakan level tertinggi yang berdasarkan kondisi spasialnya. Metode yang digunakan dalam pemrosesan ini adalah watershed. Aspek rata-rata berkaitan dengan nilai rata-rata pantulan dari suatu obyek, misal pada band inramerah dekat obyek vegetasi sehat memiliki nilai rata-rata pantulan yang tinggi sedangkan obyek air memiliki nilai rata-rata yang rendah. Semakin tinggi bobot rata-rata yang digunakan maka dalam pemrosesannya akan lebih mempertimbangkan nilai tengah rata-rata daripada variasi didalamnya. Variance mempertimbangkan range / cakupan nilai pantulan spektralnya hal ini berhubungan dengan tekstur. Semakin besar variannya maka variasi obyek yang dihasilkan akan semakin beragam. Sehingga aspek rata-rata dan aspek variasi merupakan aspek yang menyeimbangkan satu sama lain. Jika aspek rata-rata memiliki nilai yang besar maka aspek variasi memiliki nilai yang kecil dan sebaliknya. Konsep dasar dari similarity tolerance merupakan multiresolusi dimana informas yang akan disadap dibuat dalam berbagai macam kedetailan resolusi. Konsep multiresolusi dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 : Konsep segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek (Sumber: Definiens Developer 7, User Guide, p. 26)

Pada klasifikasi berbasis objek, semua objek pada citra merupakan bagian dari hirarki objek, yang mana memiliki perbedaan level tetapi tetap tetap pada hirarkinya. Setiap level objek merupakan cerminan dari gambar yang memiliki informasi tertentu pada citra. Gambar di atas menjelaskan hirarki dari objek yang terjadi dalam klasifikasi berbasis objek. Superobjects merupakan level tertinggi yang berdasarkan kondisi spasialnya. Metode yang digunakan dalam pemrosesan ini adalah watershed. Aspek rata-rata berkaitan dengan nilai rata-rata pantulan dari suatu obyek, misal pada band inramerah dekat obyek vegetasi sehat memiliki nilai rata-rata pantulan yang tinggi sedangkan obyek air memiliki nilai rata-rata yang rendah. Semakin tinggi bobot rata-rata yang digunakan maka dalam pemrosesannya akan lebih mempertimbangkan nilai tengah rata-rata daripada variasi didalamnya. Variance mempertimbangkan range / cakupan nilai pantulan spektralnya hal ini berhubungan dengan tekstur. Semakin besar variannya maka variasi obyek yang dihasilkan akan semakin beragam. Sehingga aspek rata-rata dan aspek variasi merupakan aspek yang menyeimbangkan satu sama lain. Jika aspek rata-rata memiliki nilai yang besar maka aspek variasi memiliki nilai yang kecil dan sebaliknya. Konsep dasar dari similarity tolerance merupakan multiresolusi dimana informas yang akan disadap dibuat dalam berbagai macam kedetailan resolusi. Konsep multiresolusi dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 : Konsep segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek (Sumber: Definiens Developer 7, User Guide, p. 26)

Pada klasifikasi berbasis objek, semua objek pada citra merupakan bagian dari hirarki objek, yang mana memiliki perbedaan level tetapi tetap tetap pada hirarkinya. Setiap level objek merupakan cerminan dari gambar yang memiliki informasi tertentu pada citra. Gambar di atas menjelaskan hirarki dari objek yang terjadi dalam klasifikasi berbasis objek. Superobjects merupakan level tertinggi

(18)

(skalanya paling general) hingga sub-objects yang levelnya paling bawah (skala paling detail). Semakin tinggi levelnya objek maka akan semakin rumit klasifikasi yang dilakukan. Sehingga dari gambar tersebut dapat kita lihat terdapat dua hal yang penting yaitu hubungan untuk level objek yang sama (neighbor) dan level objek yang berbeda (super or sub object) .

Pemrosesan segmentasi juga tergantung pada pembobotan saluran yang akan digunakan. Setiap saluran akan memiliki nilai yang berbeda-beda untuk tiap obyek, sehingga untuk menentukan bobot dari tiap saluran perlu diketahui objek yang akan dikaji.

(19)

1.8. Penelitian Sebelumnya

Kamagata dkk (2005) dalam penelitian “Comparison of piksel-based and

object-based classifications of high resolution satellite data in urban fringe areas“ menjelaskan bahwa penggunaan lahan/penutup lahan dapat diklasifikasikan menggunakan dua metode yaitu OOC dan MLC pada citra satelit resolusi tinggi .Kamagata dkk mencoba untuk mengklasifikasikan penutup lahan/penggunaan lahan gabungan. Dalam menerapkan metode klasifikasi berbasis piksel, Kamagata menggunakan metode maximum likelihood sebagai klasifikasi terselia dan Isodata sebagai klasifikasi tak terselia. Dari kedua metode klasisifikasi tersebut terjadi kesalah klasifikasi pada daerah bayangan. Selain itu kesalahan klasifikasi terjadi pada daerah yang vegetasi dan parameter yang lain tercampur menjadi satu dan membentuk pola yang lebih complex. Secara general, klasifikasi yang dihasilkan oleh Kamagata dkk ini menunjukan bahwa metode klasfikasi berbasis obyek memiliki potensi yang tinggi untuk analisis pola penutup lahan bahkan pada daerah yang heterogen dan daerah pinggiran kota.

Rusdi (2005) dalam penelitian “Perbandingan Klasifikasi Maximum

Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan

(Studi Kasus Kabupaten Gayo Lues, NAD HTI PT Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah) memanfaatkan citra penginderaan jauh menerapkan multiresolusi yaitu resolusi menengah yaitu citra Landsat ETM+ dan resolusi tinggi yaitu citra IKONOS. Citra IKONOS tersebut digunakan sebagai bantuan untuk melakukan koreksi geometrik. Kelas penutup lahan yang digunakan merupakan variasi antara kelas penggunaan dari FAO dan menurut BPN, Kelas yang dihasilkanpun tidak semua ada hanya beberapa kelas hutan alam, hutan rakyat, pemukiman, tanah terbuka, sungai, sawah. Menurut Rusdi (2005) metode OOC (Object Oriented Classification) dapat menghasilkan pemetaan penggunaan atau penutup lahan pada hirarki sistem klasifikasi yang lebih tinggi, tidak menghasilkan efek salt and pepper serta menyajikan ketelitian hasil klasifikasi yang lebih tinggi daripada metode MLC (Maximum Likelihood

(20)

Gao Yan dkk (2005) dalam penelitian “Comparison of pixel-based and

object-oriented image classification approaches - a case study in a coal fire area, Wuda, Inner Mongolia, China” menggunakan citra ASTER sebagai input data

dalam melakukan klasfikasi digital. Pada klasifikasi berbasis piksel, metode yang digunakan adalah MLC , sedangkan untuk klasifikasi berbasis objek metode yang digunakan adala segmentation dan pendekatan ketetanggaan (Nearest neighbor). Menurut Gao Yan dkk, permukaan daerah batu bara didefinisikan sebagai area yang tertutup tumpukan batu bata dan debu batu bata. Pada klasifikasi berbasis objek, overall accuracy yang dihasilkan lebih tinggi daripada overall accuracy yang dihasilkan oleh klasifikasi berbasis piksel yaitu sebesar 36,77%. Perbedaaan akurasi memiliki arti bahwa pemetaan tematik menggunakan klasifikasi berbasis objek memiliki akurasi yang lebih tinggi dari pada menggunakan klasifikasi berbasis piksel. Total piksel hasil klasifikasi yang terkoreksi sesuai dengan keadaan dilapangan oleh kedua metode tersebut adalah 3871 piksel sedangkan 937 piksel tidak sesuai. Hal tersebut diakibatkan oleh banyak hal salah satunya adalah gangguan atmosfer. Efek atmosfer tersebut menyebabkan penutuplahan yang sama akan memiliki nilai spektral yang berbeda sehingga nantinya dapat dikelaskan dalam kelas yang berbeda. Menurut Kagama dkk, klasifikasi berbasis obyek memiliki kelebihan daripada klasifikasi berbasis spektral.Hal tersebut karena klasifikasi berbasis obyek memiliki kesempatan untuk menggabungkan informasi spasial dan spektral dalam proses klasifikasi untuk menambah akurasi .

Pada penelitian yang peneliti lakukan, kajian yang digunakan sedikit berbeda,kajian yang digunakan adalah pemetaan komposisi floristik. Setiap vegetasi memiliki struktur tajuk, kerapatan, klorofil yang berbeda-beda sehingga informasi spektral yang dihasilkan juga berbeda. Metode yang digunakan untuk klasifikasi berbasis piksel adalah MLC. Klasifikasi visual digunakan untuk menentukan sampel data, sedangkan MLC digunakan setelah melakukan sampel data. Untuk klasifikasi berbasis objek metode yang digunakan adalah segementasi yaitu membagi obyek mejadi segmen-segmen tertentu dengan syarat dan kriteria dari aspek yang telah ditentukan

(21)

1.9. Kerangka Pemikiran

Penutup lahan di bumi secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu vegetasi, tanah, air dan lahan terbangun. Keempat obyek tersebut secara alami memiliki karakteristik kenampakan yang berbeda-beda. Pada penginderaan jauh,nilai pantulan spektrum tersebut yang membedakan antara tiap kenampakan tersebut. Untuk vegetasi spektrum yang peka berada pada spektrum hijau, inframerah dekat dan jauh. Untuk tanah berada pada spektrum merah dan inframerah tengah sedangkan untuk air pada spektrumbiru. Karakteristik ini yang menjadi dasar dalam pengenalan obyek tersebut

Penginderaan jauh merupakan salah satu sarana dalam menyelesaikan suatu permasalah secara spasial. Berbagai macam kelebihan dari data penginderaan jauh seperti dapat menjangkau akses yang sulit dan waktu lebih cepat daripada lapangan dan cakupan yang lebih luas membuat penginderaan jauh sekarang mulai diminati, salah satunya dalam monitoring vegetasi. Berbagai macam kegiatan monitoring banyak sekali diperlukan oleh berbagai macam instansi seperti departemen kehutanan pertanian maupun perkebunan. Monitoring tersebut dapat berupa luasan, kesehatan atau volume.

Penginderaan jauh untuk komposisi floristik sendiri cukup banyak dilakukan. Baik vegetasi yang homogen maupun vegetasi yang heterogen. Tingkat kesulitan tentunya lebih pada vegetasi yang heterogen hal ini karena kenampakan vegetasi heterogen. Hal ini yang menjadi tantangan dalam pemetaan komposisi floristik ini. Selain itu jenis spektral akan mempengaruhi informasi yang akan didapatkan. Untuk multi dan hyper informasi yang didapatkan adalah kenampakan vegetasi teratas sedangkan untuk radar vegetasi yang terekam dapat hingga vegetasi bawah.Selain itu perlu diperhatikan efek kelerangan dan bayangan karena dapat menghasilkan kenampakan komposisi floristik yang berbeda yang notabenya sama.

Pemetaan vegetasi sangat dipengaruhi oleh nilai spektral yang dihasilkan oleh tiap komposisi floristik. Untuk dapat memetakan komposisi floristik terlebih dahulu harus memahami karakteristik dari tiap komposisi floristik itu sendiri seperti pohon pinus dia memiliki tajuk berbentuk jarum sehingga pantulan

(22)

spektrum inframerah akan lebih rendah daripada pohon yang memiliki tajuk berbentuk menjari. Selain itu vegetasi yang memiliki kandungan air tinggi juga akan berbeda dengan vegetasi yang lebih sedikit kandungan air hal ini terlihat pada pantulan spektrum inframerah jauh karena inframerah jauh peka terhadap vegetasi yang mana peka ini dimaksud adalah tidak memantulkan air. Sehingga vegetasi atau pohon yang memiliki banyak kandungan air akan terlihat lebih gelap Pemetaan komposisi floristik terutama pada daerah yang heterogen diperlukan citra yang memiliki resolusi cukup detail hal ini agar kenampakan tiap pohon dapat terlihat dan dapat teridentifikasi menjadi komposisi floristik yang spesifik. Selain itu hasil klasifikasi komposisi floristik juga dipengaruhi oleh banyaknya band yang dimiliki oleh suatu citra. Semakin banyak band yang dimiliki citra tersebut semakin detail informasi yang dapat di ambil terhadap obyek tersebut dari berbagai macam spektrum. Citra Worldview-2 dirasa menjadi pilihan yang baik untuk digunakan sebagai data pemrosesannya. Hal ini karena resolusi spasial yang dimiliki citra worldview-2 sekitar 1,84 meter untuk multispektralnya dan 0,46 untuk pankromatiknya. Selain itu citra Worldview-2 memiliki 8 band didalamnya yaitu 4 band standar (blue, green, red, near IR-1) dan 4 band baru (yellow, coastal, red edge, near IR-2). Citra ini tidak tersedia secara gratis yang mana harus dibeli. Untuk pemesannya sendiri minimal 20 km2untuk arsip yang sudah ada sedangkan untuk perekaman baru sekitar 95 km2

Dalam pemetaan komposisi floristik menggunakan resolusi spasial tinggi yang diperlukan adalah metode yang tepat. Disini terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi komposisi floristik. Metode klasifikasi yang berdasarkan oleh obyek yaitu Obyek based dan metode klasifikasi yang berdasarkan nilai pikselnya yaitu pixsel based. Metode klasifikasi berbasis piksel membaca nilai spektral tiap piksel sehingga efek bayangan sinar matahari sangat mempengaruhi pengkelasaan objek. Metode berbasis piksel ini memiliki kriteria yang berbeda dalam pemrosesannya. Untuk klasifikasi berbasis piksel yang digunakan adalah maximum-likelihood hal ini dikarenakan klasifikasi ini merupakan klasifikasi terbaik untuk klasifikasi supervised atau klasifikasi terselia.

(23)

statistika masing-masing calon kelas tidak hanya menghitung jarak rata-rata, jarak terdekat atau nilai maksimum-minimum suatu kelas (Richard 1993). Suatu piksel pada klasifikisi ini dapat ditentukan masuk kelas apa, dengan memperkirakan densitas probabilitas untuk setiap penutup lahan.

Metode berbasis objek yang digunakan untuk klasifikasi vegetasi adalah segmentasi. Segmentasi ini merupakan metode pengelompokan objek kedalam region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran kehomogean. Segmentasi yang akan digunakan melihat dari tiga aspek yaitu skala (scale), warna (color) dan bentuk (form). Klasifikasi berbasis objek ini menggunakan kluster piksel yaitu mengklusterkan nilai dari tiap informasi piksel berdasarkan aspek-aspek tertentu baru nantinya di klasifikasikan

Berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh metode klasifikasi berbasis objek tersebut nantinya akan menambah atau malah mengurangi akurasi terhadap metode berbasis piksel. Akurasi yang dihasilkan nantinya akan dibandingkan terhadap tingkat kesulitan dan lama waktu yang diperlukan untuk melihat seberapa efisienkah metode tersebut. Adapun lebih lengkap mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat dalam diagram kerangka pemikiran di bawah ini:

(24)

Digital

Karakteristik - Pixel (Satu pixel satu informasi) - Membaca nilai spektral

Karakteristik - Segmen (kluster piksel)

- Membaca Spektral, Tekstur, Bentuk, Scale Efek

- Munculnya salt and pepper (Bintik acak) - Efek Bayangan menjadi kelas tersendiri

Klasifikasi Berbasis Objek Klasifikasi Berbasis Piksel

Pemetaan Vegetasi Kategori

Struktur Komposisi

Heterogen

Resolusi Spektral Resolusi Spasial

Multispektral Tinggi Sedang Rendah

Metode Klasifikasi Digital Ekstraksi Penginderaan Jauh

Efek - Beban pemrosesan bertambah - Pengetahuan lebih terhadap semua

(25)

1.10. Batasan Istilah

Penginderaan jauh : Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994)

Citra resolusi spasial tinggi : Gambaran muka bumi dalam dua dimensi yang memiliki informasi kenampakan spasial yang sangat detail

Raster : Satuan analisis yang terdiri dari beberapa sel, yang setiap sel memiliki nilai /atribut

Klasifikasi multispektral : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) berdasarkan kriteria tertentu (Danoedoro, 1996)

Klasifikasi berbasis objek : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) yang tidak hanya memperhatikan nilai piksel tetapi juga memperhatikan aspek lain seperti , skala kedetailan, warna, tekstur dan pola

Klasfikasi berbasis piksel : Suatu alogoritma yang dirancang untuk menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) yang hanya memperhatikan nilai piksel pada suatu citra

Maximum likelihood : Salah satu metode klasifikasi piksel terselia yang menentukan distribusi kelas berdasarkan nilai statistik dengan menghitung kemungkinan terbesar nilai piksel tersebut termasuk kelas tertentu (ENVI)  Isodata : Salah satu metode klasifikasi piksel tak terselia yang

mengkalkulasi kelas obyek berdasarkan distribusi daripada kluster, teknik pendekatan yang digunakan adalah jarak terdekat suatu nilai ixel tersebut terhadap pengelompokan kelas.

Segmentasi : Suatu metode untuk pengelompokan objek ke dalam region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran homogenitas

Komposisi floristik : Susunan vegetasi yang berada pada suatu lokasi yang dibedakan sebatas genus baik tutupan atas maupun tutupan bawahnya.

(26)

Tegakan atas : Vegetasi yang berada diatas vegetasi lain yang dapat terlihat pada citra penginderaan jauh

Efek bayangan : Kondisi suatu objek (fenomena) yang berada di bawah (terhalang) obyek lain sehingga terlihat lebih gelap dari kondisi aslinya  Piksel/ Grid : Unit terkecil dari data raster

Efektivitas metode : Tepat guna suatu metode diterapkan pada suatu fenomena berdasarkan tingkat akurasi, waktu dan kesulitan

Genus vegetasi : Tingkatan takson vegetasi yang lebih rendah daripada famili yang mana termasuk kategori dalam klasifikasi biologi yang terdiri dari satu atau lebih spesies filogenetis terkait.

Salt and pepper : Bintik acak yang tidak diinginkan dalam hasil pemrosesan klasifikasi

Hutan : Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Gambar

Gambar 2.1 : Kurva karakteristik pantulan, air, vegetasi, tanah serta posisi band spektral sensor pada beberapa jenis satelit
Gambar 2.3 : Ilustrasi penginderaan jauh system aktif
Tabel 1 . Panjang Gelombang Worldview-2
Gambar 2.3.Respon Spektral Radiance Worldview-2 (nm) (Sumber : Worldview data sheet)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini terkait perbedaan konsep pertanggungjawaban Negara menurut hukum transnasional dan hukum lingkungan internasional terhadap isu pencemaran asap lintas

yang positif pada siswa maka akan membentuk perilaku positif pada siswa, sebaliknyarendahnya pemberian punishment positif pada siswa maka pembentukan perilaku pada

Kalau di masa lalu sering dimunculkan pendapat bahwa teknologi baru dapat dikembangkan di atas dasar ilmu teoritis yang umumnya berupa ilmu pengetahuan murni, maka saat

9 10 11 12 13 14 15 16 17 PEMANFAATAN PEKARANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA JML. PENYULUHAN WARUNG

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa RPP pada proses materi gaya melaui model Numbered Heads Together (NHT) di kelas IV MI Nurul Falah, tentang profil sekolah,

Dalam penelitian ini ibu rumah tangga dengan HIV (+) cenderung dirugikan karena kemiskinan akibat tidak bekerja dan pendidikan yang rendah.. Selain itu responden juga

Penelitian ini menggunakan komposisi karbon (arang kayu nani) sebanyak 500 g dan bubuk tulang sapi sebesar 0%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dengan waktu penahanan yaitu 15 menit, serta

Sarana produksi pertanian seperti lahan, modal, tenaga kerja, dan teknologi merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam menunjang sekor pertanian, salah satu sarana