• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH UNTUK KLASIFIKASI TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN SKALA REGIONAL PULAU JAWA IMAS NANIK HENDRAYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH UNTUK KLASIFIKASI TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN SKALA REGIONAL PULAU JAWA IMAS NANIK HENDRAYANTI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH

UNTUK KLASIFIKASI TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN

SKALA REGIONAL PULAU JAWA

IMAS NANIK HENDRAYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

KAJIAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI RENDAH

UNTUK KLASIFIKASI TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN

SKALA REGIONAL PULAU JAWA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Imas Nanik Hendrayanti E14104041

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

IMAS NANIK HENDRAYANTI. E14104041. Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

RINGKASAN

Pulau Jawa adalah pulau dengan populasi terpadat di dunia yang luas daratannya 6.9% (13,219,000 ha) dari wilayah kepulauan Indonesia dan dihuni hampir 131.8 juta jiwa atau sebesar 60% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2007). Seiring pertumbuhan populasi maka kebutuhan ruang pertanian, pemukiman dan industri pun semakin meningkat. Fenomena ini disebabkan oleh pesatnya perubahan penutupan lahan, terutama area kehutanan yang menjadi wilayah pembangunan. Untuk memonitor kecepatan perubahan ini maka dibutuhkan pengembangan tehnik pemantauan sumber daya hutan yang murah dan cepat. Dalam beberapa hal, penginderaan jarak jauh terbukti sebagai alat yang efektif dan akurat untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan. Di Indonesia, penginderaan jarak jauh optik sudah umum digunakan. Akan tetapi data penginderaan jarak jauh optik memiliki keterbatasan untuk memonitor dan mendeteksi objek di bawah awan, kondisi berasap, atau berkabut. Kini, perkembangan data radar seperti ALOS PALSAR telah memberikan perspektif baru. Data-data tersebut telah digunakan oleh publik sejak satelit ALOS (Advance Land Observing Satelit) diluncurkan oleh Jepang

pada 24 Januari 2006.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan citra ALOS PALSAR untuk mengelompokkan penutupan lahan di Pulau Jawa. Data-data yang digunakan berupa citra ALOS PALSAR 2007 yang beresolusi 200 m x 200 m, citra Landsat 7 ETM+ dan data tematik lainnya.

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2008 dengan wilayah kajian Pulau Jawa. Alat yang digunakan adalah alat digitasi, GPS, printer, dan seperangkat komputer yang dilengkapi software Arcview 3.2., ERDAS Imagine Ver 9.1. dan Minitab.

Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa data citra resolusi rendah ALOS PALSAR dapat digunakan untuk mendeteksi kelas-kelas penutupan lahan menjadi empat kelas umum, seperti badan air, vegetasi/hutan biomassa tinggi, vegetasi/hutan biomassa rendah, dan lahan pertanian.

Luasan masing-masing tutupan lahan citra ALOS hasil klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification), adalah: lahan pertanian seluas 5,794,094.46 ha (43.95%),

vegetasi/hutan biomassa rendah seluas 4,513,398.63 ha (34.24%), vegetasi/hutan biomassa tinggi seluas 2,548,908.74 ha (19.34%), dan tubuh air seluas 325,966.52 ha (2.47%). Sementara, luasan masing-masing tutupan lahan citra ALOS hasil klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) adalah: lahan pertanian seluas 5,735,114,42 ha

(43.51%), vegetasi/hutan biomassa rendah seluas 4,796,256.88 ha (36.39%), tubuh air seluas 89,496.30 ha (0.68%), dan vegetasi/hutan biomassa tinggi seluas 2,560,513.42 ha (19.43%), dengan nilai Kappa Accuracy (KA) sebesar 96.38 % dan Overall Accuracy

(OA) sebesar 94.80 %.

Hasil klasifikasi terbimbing citra Landsat 7 ETM+ menunjukan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan ALOS PALSAR di mana sembilan kategori tutupan lahan dapat diidentifikasi, yakni: vegetasi/hutan rapat 398,145.70 ha (3.01%), vegetasi/hutan sedang 1,469,191.64 ha (11.09%), vegetasi/hutan jarang 3,593,658.04 ha (27.14%), sawah kering 1,812,400.33 ha (27.14%), sawah basah 1,095,270.95 ha (8.27%), pemukiman 712,698.99 ha (5.38 %), semak/PLK 1,800,242.04 ha (13.59%), badan air 174,983.55 Ha (1.32 %), dan awan 2,186,583.09 ha. (16.51%). Nilai akurasi klasifikasi, adalah 88.29 % untuk Kappa Accuracy (KA) dan 86.52 % untuk Overall Accuracy (OA)

(4)

IMAS NANIK HENDRAYANTI. E14104041. Study of Low Resolution of ALOS PALSAR Image for Classifying Regional Scale Forest and Land Cover of Java Island. Under Supervision of Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya.

SUMMARY

Java Island is the densets populated island in the world which occupied approximately 6.9% (13,219,000 ha) of the Indonesian archipelago territory and dwelled by approximately 131.8 million people or 60% of Indonesian citizen (BPS, 2007). In line with the population growth, the need of space for their agriculture, settlement as well industries are significantly increased. This phenomenon had caused a rapid change of land cover, mainly from vegetated areas to built up areas. To monitor this rapid changes, there is a need to develop fast and cheap forest resource monitoring technique. To some extends, therefore, remote sensing had been proven as an effective and accurate tools to detect land cover changes. In Indonesia, the use of optical remote sensing data has been a common way. However, the optical remote sensing data have a limitation to monitor and detect under cloud as well as smoke or haze condition. Today, the advent of radar data such ALOS PALSAR had come with new persepective. These data had been ready to public uses since the ALOS satellite (Advance Land Observing Satellite) launched by Japan on 24th of January 2006.

The objective of this research is to evaluate the capability of ALOS PALSAR image for classifying land cover in Java Island. The data that used are resolution ALOS PALSAR image acquired in 2007 having resolution of 200 m x 200 m, Landsat 7 ETM+ and other thematic data.

The research was carried from May to August 2008 in Java Island. The hardware and equipments used are personal computer, printer, digitizer and GPS, while the softwares are Arcview 3.2, ERDAS Imagine Ver 9.1, and Minitab 14.

The classification results show that, low resolution image data could be used to detect land cover classes into only 4 general classes, i.e., of water body, high biomass vegetation/forest, low biomass vegetation/forest, and agriculture field.

The extend of each land cover derived using unsupervised classification of ALOS PALSAR are : agriculture field having size of 5,794,094.46 ha (43.95%), low density biomass vegetation/forest having size of 4,513,398.63 ha (34.24%), high density biomass vegetation/forest having size of 2,548,908.7 ha (19.34%) and water body having size of 325,966.52 ha (2.47%). While the extend of each land cover derived using supervised classification are agriculture field of 5,735,114.42 ha (43.51%), low density biomass vegetation/forest of 4,796,256.88 ha (36.39%), high density biomass vegetation/forest of 2,560,513.42 ha (19.43%) and water body of 89,496.30 ha (0.68%). The accuracies of this supervised classification are : 96.38% of Kappa Accuracy (KA) and 94.80% of Overall Accuracy (OA).

The supervised classification result of Landsat 7ETM+ shows a more promising result in comparison with ALOS PALSAR where nine categories of land coverage are possible to be identified, such as: dense vegetation/forest of 398,145.70 ha (3.01%), medium density vegetation/forest of 1,469,191.64 ha (11.09%), sparse vegetation/forest of 3,593,658.04 ha (27.14%), dry field of 1,812,400.33 ha (27.14%), wet field of 1,095,270.95 ha (8.27%), settlement of 712,698.99 ha (5.38%), shrub (PLK) of 1,800,242.04 ha (13.59%), water of 174,983.55 ha (1.32%),and cloud of 2,186,583.09 ha (16.51%). These classification accuracies are 88.29% Kappa Accuracy (KA) and 86.52% Overall Accuracy (OA).

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

Imas Nanik Hendrayanti E14104041

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kajian Citra Alos Palsar Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa.

Nama : Imas Nanik Hendrayanti

NIM : E14104041

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP : 131 578 785

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788 Tanggal Lulus :

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dapat diselesaikan dengan baik serta memperoleh banyak manfaat dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis selama menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Papah, Mamah, tercinta di rumah yang telah memberikan semua hal yang terbaik, perhatian, kasih sayang, dukungan, untaian doa tulus, serta pengorbanan dalam menyekolahkan sampai penulis menyelesaikan program sarjana ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, selaku pembimbing yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bantuan, dukungan, masukan positif serta kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ellias selaku dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Dones Rinaldi selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Terima kasih atas segala nasehat yang diberikan kepada penulis.

4. Imas Nunik Hendrayani (kaka), Dini Nur Amalia (adik) tercinta terima kasih atas perhatian dan kasih sayang yang kalian berikan, itu semua menjadi kekuatan yang besar untuk penulis dalam menjalani kehidupan.

5. Pak Uus Saepul M dan Ka Edwine, serta keluarga besar Lab. Remote Sensing dan GIS, atas semua ilmu, bantuan dan motivasi yang selalu diberikan selama penulis menyusun skripsi.

(8)

6. Keluarga besar penulis di Cilacap, yang senantiasa memberikan dukungan pada penulis.

7. Teman-teman di Fakultas Kehutanan IPB khususnya program studi Manajemen Hutan 41, yang selalu menjadi penyemangat dan motivasi penulis, terima kasih teman atas semua perjalanan kuliah selama empat tahun ini.

8. Sahabat tersayang Dega, Aditya, Vivie, Linda, Ozo, Rizal, Arif, Oki, Rendi, Riski, Clara, Babeh, Eris, Nita, Ayu, Eka, Nisa, Mba Helia, Rian, Wendha, Lita, Syaiful, Suci, Ratna, Mba Deasy terimakasih atas persahabatan yang selama ini terjalin begitu indah.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsih yang tidak ternilai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis terbuka untuk saran dan masukan demi perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majenang pada tanggal 21 September 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Disman dan Marhaeningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun 2004.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan BEM-E (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan) sebagai staf Departemen Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Sosial periode 2005/2006, Sekretaris Kelompok Studi Politik, Ekonomi, dan Sosial Kehutanan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2005-2006. Penulis juga pernah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH Gunung Slamet Barat (KPH Banyumas timur), BKPH Rawa Timur (KPH Banyumas Barat) dan KPH Ngawi, serta kegiatan Praktek Kerja Lapang di KPH Banyuwangi Barat Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Selain itu penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan, mata kuliah Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Pulau Jawa... 4

B. Provinsi Banten... 5

C. Provinsi Jawa Barat... 6

D. Provinsi Jawa Tengah ... 8

E. Provinsi Jawa Timur ... 10

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat...12

B. Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) ...12

C. Data ...12

1. Citra Satelit ALOS PALSAR Tahun 2006...16

2. PALSAR (Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar) .16 3. Karakteristik Sistem Landsat ...18

D. Metode Pengolahan Data ...19

1. Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing)...19

2. Koreksi Geometrik (Rektifikasi)...19

3. Penajaman Citra (Image Enhancement)...21

4. Cropping...21

(11)

6. Analisis Citra Secara Visual (Visual Image Interpretation) ...23

7. Pemeriksaan Lapangan (Ground Check)...24

E. Pengolahan Citra Digital (Image Processing) ...36

1. Klasifikasi Landsat...36

2. Klasifikasi ALOS PALSAR...38

F. Evaluasi Konsistensi Tutupan Lahan...41

G. Pelaporan...41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Klasifikasi Tidak Terbimbing Citra ALOS PALSAR ...43

1. Klastering Klasifikasi Citra ALOS PALSAR dengan 15 dan 8 Kelas...43

2. Klastering Klasifikasi Citra ALOS PALSAR dengan 5 dan 4 Kelas...49

B. Klasifikasi Terbimbing Citra ALOS PALSAR...56

C. Klasifikasi Citra Landsat 7 ETM+...59

1. Analisis Separabilitas ...59

2. Analisis Akurasi Hasil Klasifikasi ...59

D. Evaluasi Luasan Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra ALOS PALSAR ...63

1. Hasil Klasifikasi Tidak Terbimbing Citra ALOS PALSAR ...63

2. Hasil Klasifikasi Terbimbing Citra ALOS PALSAR ...63

3. Hasil Klasifikasi Citra Landsat dengan Metode Terbimbing...64

4. Perbandingan Antara Citra Landsat 7 ETM+ dan ALOS PALSAR ...66

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 76

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas Tutupan Lahan Pada Provinsi Banten ... 6

2. Luas Tutupan Lahan Pada Provinsi Jawa Barat... 8

3. Luas Tutupan Lahan Pada Provinsi Jawa Tengah... 10

4. Luas Tutupan Lahan Pada Provinsi Jawa Timur... 11

5. Lembar Citra Landsat 7 ETM+ yang Dihimpun dan Digunakan Dalam Kegiatan Analisis ... 12

6. Karakteristik Citra ALOS ... 16

7. Karakteristik PALSAR ... 17

8. Karakteristik Data Pada Sistem Landsat (TM dan ETM+)... 18

9. Tampilan Visual Hasil Interpretasi Tutupan Lahan... 25

10. Kategori Tutupan Lahan Berdasarkan Kunci Interpretasi Pada Citra Landsat 7 ETM+ (Kombinas Band 5-4-2) ... 30

11. Kategori Tutupan Lahan Berdasarkan Kunci Interpretasi Pada Citra ALOS PALSAR (Kombinas Band 1-2-1)... 31

12. Deskripsi Kelas Penutupan Lahan Pada Citra ALOS PALSAR... 32

13. Deskripsi Kelas Penutupan Lahan ... 35

14. Kriteria Tingkat Keterpisahan... 37

15. Bentuk Matriks Kesalahan ... 37

16. Kriteria Tingkat Keterpisahan... 39

17. Bentuk Matriks Kesalahan ... 40

18. Matriks Jarak Euclidean 15 Kelas Citra ALOS PALSAR ... 44

19. Matriks Jarak Euclidean 8 Kelas Citra ALOS PALSAR ... 47

20. Matriks Jarak Euclidean 5 Kelas Citra ALOS PALSAR... 49

21. Nilai Separabilitas Citra ALOS PALSAR 5 Kelas ... 51

22. Matriks Jarak Euclidean Citra ALOS PALSAR 4 Kelas ... 52

23. Matriks Separabilitas Citra ALOS PALSAR 4 Kelas... 53

24. Matriks Separabilitas Citra ALOS PALSAR... 57

25. Matriks Kontingensi Dari Area Contoh Pada Citra ALOS PALSAR ... 57

(13)

27. Matriks Kontingensi Dari Area Contoh Pada Citra Landsat 7 ETM+... 61 28. Luas 4 Kelas Tutupan Lahan Citra ALOS PALSAR... 63 29. Luas Kelas Tutupan Lahan Citra ALOS PALSAR Metode

Supervised Classification... 63 30. Luas Kelas Tutupan Lahan Citra Landsat 7 ETM+ ... 64 31. Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan Citra Landsat 7 ETM+

dan ALOS PALSAR ... 65 32. Perbandingan Luas Masing-Masing Penutupan Lahan Pada Citra

ALOS PALSAR... 69 33. Hasil Klasifikasi Citra Landsat 7 ETM+ dan ALOS PALSAR ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta Batas Provinsi Pulau Jawa... 4

2. Citra Satelit ALOS PALSAR tahun 2006 Pulau Jawa ... 13

3. Citra Landsat 7 ETM+... 13

4. Peta Tutupan Lahan Pulau Jawa... 15

5. Satelit ALOS PALSAR ... 17

6. Satelit Landsat... 18

7. Hasil Croping Citra ALOS PALSAR ... 22

8. Citra Landsat Hasil Mosaik... 22

9. Diagram Alir Metode Penelitian ... 42

10 Dendogram Citra ALOS PALSAR 15 Kelas... 45

11. Dendogram Citra ALOS PALSAR 8 Kelas... 46

12. Hasil Unsupervised Classification Citra ALOS PALSAR 8 Kelas ... 48

13. Dendogram Citra ALOS PALSAR 5 Kelas... 49

14. Hasil Unsupervised Classification Citra ALOS PALSAR 5 Kelas ... 50

15. Dendogram Citra ALOS PALSAR 4 Kelas... 53

16. Hasil Unsupervised Classification Citra ALOS PALSAR 4 Kelas ... 55

17. Hasil Supervised Classification Citra ALOS PALSAR... 58

18. Hasil Klasifikasi Pada Citra Landsat 7 ETM+... 62

19. Diagram Luas Tutupan Lahan/Hutan Klasifikasi Citra ALOS PALSAR dengan Metode Tidak Terbimbing (Unsupervised Classification)... 66

20. Diagram Luas Tutupan Lahan/Hutan Klasifikasi Citra ALOS PALSAR dengan Metode Terbimbing (Supervised Classification)... 67

21. Diagram Luas Tutupan Lahan/Hutan Klasifikasi Citra Landsat 7 ETM+ dengan MetodeTerbimbing (Supervised Classification) ... 68

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 . Nilai tiap GCP hasil koreksi geometrik citra ALOS PALSAR ...78 2. Nilai tiap GCP hasil koreksi geometrik citra Landsat 7 ETM+...80

(16)
(17)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Total luas kawasan hutan di Indonesia, sampai tahun 2005, seluas 126.8 juta ha (Departemen Kehutanan, 2006). Keberadaan hutan Indonesia menjadi sangat penting dimana hutan Indonesia berfungsi sebagai paru-paru dunia. Oleh karena itu, dilakukan berbagai kegiatan untuk mempertahankan dan meningkatkan luas tutupan hutan yang telah ada saat ini.

Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia, mempunyai daratan seluas 13,219,000 ha atau 6.9% dari luas Indonesia, dan dihuni oleh 131.8 juta jiwa atau sekitar 60% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2007). Tingginya jumlah penduduk di Pulau Jawa ini mendorong perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Namun dampak lainnya adalah adanya tekanan terhadap lingkungan, seperti terjadinya konversi secara besar-besaran khususnya pada kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman.

Dinamika perubahan penutupan lahan yang cepat menyebabkan perlu dikembangkannya tehnik pemantauan sumberdaya hutan yang cepat dan murah. Oleh karena itu, teknologi penginderaan jauh sangat dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tentang penutupan lahan dan vegetasi yang akurat, cepat dan efisien agar dapat merencanakan tata ruang wilayah di Pulau Jawa.

Indonesia telah memanfaatkan citra penginderaan jauh, khususnya citra optik yang digunakan untuk melakukan pemantauan sumberdaya hutan. Posisi geografis Indonesia yang berada pada daerah tropis menjadi salah satu kendala dalam menggunakan data citra optik. Indonesia memiliki dua musim tiap tahunnya, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, awan menjadi kendala dalam menggunakan data citra optik. Sedangkan yang menjadi kendala pada musim kemarau adalah asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Adanya awan dan asap sangat mengganggu dalam proses identifikasi dan pemantauan objek dipermukaan bumi, hal ini seringkali membuat informasi terbaru dibawah awan atau asap tidak tersedia.

(18)

Untuk mengatasi kelemahan dari citra optik maka saat ini telah tersedia suatu sistem penginderaan jauh aktif (Radar). Radar memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman pada segala cuaca, baik pada siang atau malam hari, serta mampu mengatasi kendala tutupan awan dan asap. Salah satu satelit yang membawa sensor radar yang diluncurkan Pemerintah Jepang pada tanggal 24 Januari 2006 adalah satelit ALOS (Advance Land Observing Satellite). ALOS membawa 3 jenis sensor, yaitu PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Apeture Radar), PRISM (Panchromatik Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type -2).

Sensor PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Apeture Radar), merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR (Synthetic Aperture Radar), Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang memiliki keistimewaan dapat menembus lapisan awan tebal. Sensor ini cocok digunakan untuk memperoleh informasi penutupan lahan di Pulau Jawa, yang berada di wilayah tropik dan equatorial serta hampir setiap saat wilayahnya tertutup awan.

Dewasa ini teknologi Radar telah banyak dimanfaatkan dan diaplikasikan di berbagai sektor, seperti sistem SLAR (Side Looking Apeture Radar) yang digunakan untuk pemetaan geologi dalam kawasan hutan lebat di Amazon, Brazil (Correa, 1980 dalam Lo,1996) dan pemetaan radar skala besar mengenai vegetasi di Nigeria oleh Hunting Technical Services di Inggris (Parry dan Trevett, 1979 dalam Lo, 1996). Citra ALOS juga sudah dimanfaatkan yaitu untuk melakukan pemantauan banjir di Jakarta (Tejakusuma et al, 2007), pengidentifikasian penutupan lahan (Arifin, 2007), pengkajian pemetaan sumberdaya alam, dan memonitoring keadaan hutan Kalimantan Timur untuk mendeteksi illegal loging serta pendugaan potensi atau volume kayu (Badan Planologi, 2007 dalam Carolita, 2007). Dalam penelitian digunakan citra ALOS PALSAR dengan resolusi sedang untuk mendeteksi tutupan lahan skala regional di Pulau Jawa. B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi kemampuan atau tingkat ketelitian citra ALOS PALSAR resolusi rendah guna mengidentifikasi tutupan hutan skala regional di Pulau Jawa.

(19)

C. Manfaat Penelitian

1. Sebagai komplemen dari citra optik untuk mengisi data tutupan lahan yang tidak bisa di cover oleh citra optik.

(20)

A. Letak dan Luas

Gambar 1. Peta Batas Provinsi Pulau Jawa

Pulau Jawa merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda Besar dan Paparan Sunda. Pulau Jawa memiliki luas wilayah sebesar 13,219,000 ha, dengan penduduk sekitar 131.8 juta jiwa (BPS, 2007). Secara geografis, Pulau Jawa terletak pada :

Letak Geografis : 7º30´10´´ LS dan 111º15´47´´ BT

Secara administratif Pulau Jawa dibagi menjadi enam Daerah Tingkat I: a. Daerah Khusus Ibukota Jakarta

b. Provinsi Banten c. Provinsi Jawa Barat d. Provinsi Jawa Tengah e. Provinsi Jawa Timur

(21)

B. Provinsi Banten

Sebelum tahun 2000 Provinsi Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun saat ini telah menjadi provinsi sendiri. Wilayah ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Saat ini wilayah Banten tercatat memiliki luas 8,800.83 km2 yang mencakup sisi barat dari Provinsi Jawa Barat. Ibukota Provinsi Banten adalah Serang. Secara administratif, provinsi ini terdiri atas empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, dan Tangerang serta dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Menurut data penduduk tahun 2004, provinsi ini tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 9,083,114 jiwa.

Letak Geografis : 105º1´11´´ BT ~ 106º7´12´´ BT 5º7´50´´ LS ~ 7º1´1´´ LS

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Provinsi DKI dan Provinsi Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Selat Sunda dan Lampung 1. Topografi

Berdasarkan ketinggiannya dari permukaan laut (dpl), Provinsi Banten merupakan wilayah yang terletak pada ketinggian 0 sampai 1,000 meter dpl. Berdasarkan kelas ketinggian, ketinggian 0~200 meter dpl meliputi wilayah sepanjang Pantai Utara, Pantai Barat, dan Pantai Selatan. Sedangkan ketinggian 501~1,000 meter dpl, meliputi wilayah Kabupaten Pandeglang bagian utara, Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Berdasarkan kelas kemiringan wilayah dengan kemiringan curam 25~40 % sebesar 38.15% dan wilayah dengan kemiringan 0 ~8 % sebesar 4.62% luas Provinsi Banten.

2. Jenis Tanah

Provinsi Banten memiliki jenis tanah Aluvial, Latosol, Podsolik, Podsolik Merah Kuning,dan Regosol. Jenis tanah yang paling mendominasi adalah jenis tanah Latosol (42.26 %) dan tanah Podsolik (47.20%).

(22)

3. Iklim

Iklim pada Provinsi Banten adalah iklim tropis yang dipengaruhi angin muson. Curah hujan rata-rata 2,000~4,000 mm/th dengan suhu berkisar 24.5ºC~29.9ºC, dan kelembaban rata-rata 65~85 %.

4. Tutupan Lahan

Berdasarkan Badan Planologi Kehutanan (2005), penutupan lahan Provinsi Banten memiliki wilayah hutan seluas 157,000 ha dan non hutan seluas 779,190 ha. Luas tutupan lahan pada Provinsi Banten disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Tutupan Lahan pada Provinsi Banten

No Keterangan Luas (Ha)

A. Hutan

1 Hutan lahan kering primer 8,000

2 Hutan lahan kering sekunder 57,000

3 Hutan rawa sekunder 2,000

4 Hutan mangrove sekunder 3,000

5 Hutan Tanaman 89,000 Jumlah Hutan 157,000 B. Non Hutan 1 Semak/Belukar 25,000 2 Belukar rawa 2,000 3 Perkebunan 3,000

4 Pertanian lahan kering 88,000

5 Pertanian lahan kering, semak 271,000

6 Sawah 260,000

7 Tambak 15,000

8 Pemukiman 66,000

9 Tanah terbuka 12,000

10 Rawa 1,000

Jumlah Non Hutan 779,000

C. Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Indonesia. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 1950 dengan Ibukota Bandung. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah sebesar 4,435,416 ha.

Secara geografis Provinsi Jawa Barat terletak pada : Letak Geografis : 104º48´ BT ~ 104º48´ BT

5º50´ LS ~ 7º50´ LS

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Laut Jawa

(23)

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Barat : Selat Sunda

1. Topografi

Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung Pulau Sumatera hingga ujung Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1,500 meter dpl, wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100~1,500 meter dpl dan wilayah dataran luas di utara dengan ketinggian 0.10 meter dpl.

2. Jenis Tanah

Provinsi Jawa Barat memiliki 9 jenis tanah yaitu Latosol, Podsolik Merah Kuning, Aluvial, Andosol, Regosol, Gleisol, Grumosol , dan Mediteran.

3. Iklim

Ditinjau dari iklimnya, Jawa Barat beriklim tropis dengan suhu 9ºC di Puncak Gunung Pangrango dan 34ºC di Pantura, memiliki curah hujan rata-rata 2,000 mm/th. Namun di beberapa daerah pengunungan curah hujannya antara 3,000 mm/th sampai 5,000 mm/th.

4. Fisiografi

Ditinjau dari fisiografinya, bagian utara wilayah Jawa Barat merupakan daerah berdataran rendah, sedangkan bagian selatan kawasan berbukit-bukit, dan pada bagian tengah kawasan dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung.

5. Tutupan Lahan

Berdasarkan Badan Planologi Kehutanan (2005), penutupan lahan Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah hutan seluas 640,000 ha dan non hutan seluas 3,077,000 ha. Luas tutupan lahan pada Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 2.

(24)

Tabel 2. Luas Tutupan Lahan pada Provinsi Jawa Barat

No Keterangan Luas (ha)

A. Hutan

1 Hutan lahan kering primer 18,000

2 Hutan lahan kering sekunder 186,000

3 Hutan rawa sekunder 0

4 Hutan mangrove sekunder 2,000

5 Hutan Tanaman 434,000 Jumlah Hutan 640,000 B. Non Hutan 1 Semak/Belukar 53,000 2 Belukar rawa 0 3 Perkebunan 190,000

4 Pertanian lahan kering 628,000

5 Pertanian lahan kering, semak 751,000

6 Sawah 1,093,000

7 Tambak 73,000

8 Pemukiman 238,000

9 Tanah terbuka 48,000

10 Rawa 12,000

Jumlah Non Hutan 3,077,000

D. Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang diapit oleh dua provinsi di Pulau Jawa. Dengan Ibukota Semarang, Provinsi Jawa memiliki luas wilayah sebesar 3.25 juta ha. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 30,775,846 jiwa.

Secara geografis, Provinsi Jawa Barat terletak pada : Letak Geografis : 108º30´ BT ~111º30´ BT

5º40´ LS ~ 8º30´ LS

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur Sebelah Selatan : Samudera Hindia dan DIY Sebelah Barat : Jawa Barat

1. Topografi

Menurut tingkat kemiringan lahan di Jawa Tengah sebesar 38% lahan memiliki kemiringan 0~2%, 31% lahan memiliki kemiringan 2~15%, 19% lahan memiliki kemiringan 15~40%, dan sisanya 12% lahan memiliki kemiringan lebih dari 40%.

(25)

Kawasan Pantai Utara Jawa Tengah memiliki dataran rendah yang sempit. Di kawasan Brebes selebar 40 km dari pantai dan di Semarang hanya selebar 4 km. Dataran ini bersambung dengan depresi Semarang-Rembang di sebelah timur. 2. Keadaan tanah

Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis tanah wilayah Jawa Tengah didominasi oleh tanah Latosol, Aluvial, dan Gromosol sehingga hamparan tanah di provinsi ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat kesuburan yang relatif subur.

3. Iklim

Jawa Tengah memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2,000 mm/th dan suhu rata-rata 21~32ºC. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di Nusakambangan bagian barat dan sepanjang Pegunungan Serayu Utara. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah Blora dan sekitarnya serta di bagian selatan Kabupaten Wonogiri.

4. Tutupan Lahan

Berdasarkan Badan Planologi Kehutanan (2005), penutupan lahan provinsi Jawa Tengah memiliki wilayah hutan seluas 701,000 ha dan non hutan seluas 2,735,000 ha. Luas tutupan lahan pada Provinsi Jawa Tengah disajikan pada Tabel 3.

(26)

Tabel 3. Luas tutupan lahan pada Provinsi Jawa Tengah

No Keterangan Luas (Ha)

A. Hutan

1 Hutan lahan kering primer 0

2 Hutan lahan kering sekunder 52,000

3 Hutan rawa sekunder 0

4 Hutan mangrove sekunder 9,000

5 Hutan Tanaman 640,000 Jumlah Hutan 701,000 B. Non Hutan 1 Semak/Belukar 36,000 2 Belukar rawa 4,000 3 Perkebunan 24,000

4 Pertanian lahan kering 696,000

5 Pertanian lahan kering, semak 415,000

6 Sawah 1,078,000

7 Tambak 53,000

8 Pemukiman 423,000

9 Tanah terbuka 5,000

10 Rawa 12,000

Jumlah Non Hutan 2,735,000

E. Provinsi Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur dengan Ibukota Provinsi Surabaya, memiliki luas wilayah seluas 47,922 km2 dan dengan jumlah penduduk sebesar 33,423,234 jiwa.

Secara geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada : Letak Geografis : 111º BT ~ 114º 4´ BT

7º12´ LS ~ 8º48´ LS

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Selat Bali

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Barat : Jawa Tengah 1. Topografi

Berdasarkan karakteristik tinggi tempat diatas permukaan laut, provinsi Jawa Timur terletak pada ketinggian 0~1,000 meter dpl. Kelas ketinggian terluas adalah pada 0~500 meter dpl sebesar 83%, sedangkan yang paling kecil luasnya terdapat pada ketinggian lebih dari 1,000 meter dpl sebesar 6%.

(27)

2. Keadaan tanah

Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis tanah wilayah Jawa Timur didominasi oleh Tanah Latosol, Aluvial, Rensina, Regosol Coklat, dan Andosol.

3. Iklim

Jawa Timur memiliki temperatur yang bervariasi, antara 17ºC~30ºC, dengan kelembaban udara berada antara 70 %~80 %. Jawa Timur memiliki curah hujan yang relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, yaitu rata-rata 2,000 mm/th

4. Tutupan Lahan

Berdasarkan Badan Planologi Kehutanan (2005), penutupan lahan provinsi Jawa Timur memiliki wilayah hutan seluas 1,558,110 ha, dan non hutan seluas 3,256,000 ha. Luas tutupan lahan pada Provinsi Jawa Timur disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Tutupan Lahan Pada Provinsi Jawa Timur

No Keterangan Luas (Ha)

A. Hutan

1 Hutan lahan kering primer 337,000

2 Hutan lahan kering sekunder 192,000

3 Hutan mangrove primer 15,000

4 Hutan mangrove sekunder 11,000

5 Hutan Tanaman 1,003,000 Jumlah Hutan 1,558,000 B. Non Hutan 1 Semak/Belukar 19,000 2 Belukar rawa 0 3 Perkebunan 86,000

4 Pertanian lahan kering 1,231,000

5 Pertanian lahan kering, semak 337,000

6 Sawah 1,054,000

7 Tambak 91,000

8 Pemukiman 394,000

9 Tanah terbuka 33,000

10 Rawa 0

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2008 dengan daerah penelitian Pulau Jawa. Data yang digunakan merupakan data sekunder. Kegiatan pengolahan dan analisis dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

B. Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software)

Software dan hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Komputer pribadi,

b. Erdas Imagine Ver 9.1. c. Arc View GIS Ver 3.2. C. Data

Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Citra ALOS PALSAR polarisasi HH dan HV rekaman tahun 2006 dengan resolusi 200 m (Gambar 2)

b. Citra Landsat 7 ETM+ rekaman tahun 2004, 2005 dan 2006 sebanyak 12 scene (Tabel 5). Citra yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Tabel 5. Lembar Citra Landsat 7 ETM+ yang Dihimpun dan Digunakan dalam

Kegiatan Analisis

No Path Row Tanggal Perekaman

1 117 65 12-11-2005 2 117 66 06-6-2005 3 118 65 05-10-2006 4 118 66 15-10-2004 5 119 65 19-08-2004 6 119 66 19-08-2004 7 120 65 09-05-2005 8 121 65 10-10-2006 9 121 64 12-10-2006 10 122 65 06-5-2006 11 123 64 06-4-2004 12 123 65 09-5-2006

(29)

Gambar 2. Citra Satelit ALOS PALSAR Tahun 2006 Pulau Jawa

(30)

Data pendukung lainnya :

a. Peta digital tutupan lahan Pulau Jawa tahun 2003 (Gambar 4). b. Peta digital PDTK (Peta Dasar Tematik Kehutanan).

c. Peta digital batas wilayah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DIY.

(31)

 

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Pulau Jawa

(32)

1. Citra Satelit ALOS PALSAR Tahun 2006

ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. Satelit ALOS (Gambar 5) diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 dengan menggunakan roket H-IIA milik Jepang dari stasiun peluncuran Tanegashima Spaca Center. Satelit ini didesain untuk dapat beroperasi selama 3 sampai 5 tahun, dilengkapi dengan tiga instrumen penginderaan jauh yaitu Panchromatik Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) yang dirancang untuk dapat memperoleh data Digital Terrain Model (DTM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) untuk pemantauan tutupan lahan secara lebih tepat, dan Phased-Array type L-band Synthetic Apeture Radar (PALSAR) untuk pemantauan cuaca pada siang dan malam hari. Karakteristik citra ALOS disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Citra ALOS Alat Peluncur Roket H-II

Tempat peluncur Pusat Ruang Angkasa Tanegashima Berat Satelit 4,000 kg

Power 7,000 W

Waktu Operasional 3 sampai 5 tahun

Orbit Sun-Synchronous Sub –Recurr Orbit Recurrent periode 46 hari Sub cycle 2 hari

Tinggi Lintasan 692 km di atas Equator Inclinasi : 98.20

Akurasi Ketingggian 2.0 x 10-4 0 (dengan GCP) Akurasi posisi 1 m (off-line)

Kecepatan Perekaman 240 Mbps (via Data Relay Technology Satellite)

120 Mbps (Transmisi Langsung) Onboar Data Recorder Solid-state data recorder (90 Gbytes) Sumber : NASDA(2006)

2. PALSAR (Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar)

Sensor PALSAR yang dipasang pada satelit ALOS, merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya JERS-1. Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR sensor ini memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas 250 hingga 350 km. ScanSAR mempunyai kemudi berkas

(33)

cahaya (yang dapat diatur) pada elevasi (ketinggian) dan didesain untuk memperoleh cakupan atau sapuan yang lebih lebar daripada SAR konvensional. Bentuk dari instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan obyeknya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik PALSAR

Mode Fine ScanSAR Polarimetric

(Experiment mode)

Frekuensi 1,270 MHZ (L-Band)

Lebar Kanal 28/114 MHz

Polarisasi HH/VV/HH +HV

atau VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV Resolusi Spasial 10 m (2 look)/20 m

(4 look)

100 m (multi

look) 30 m

Lebar Cakupan 70 Km 250-350 km 30 Km

Incidence Angle 8-60 derajat 18-43 derajat 8-30 derajat

NE Sigma 0 <-23 dB (70 Km)

<-25 dB (60 Km) <-25 dB <-29 dB Panjang bit 3 bit atau 5bit 5 bit 3 bit atau 5bit

Ukuran AZ: 8.9 m x EL : 2.9 m

Sumber : NASDA(2006)

(34)

3. Karakteristik Sistem Landsat

Thematic Mapper (TM) merupakan alat scanning mekanis, mempunyai resolusi spektral (7 band), spatial (30m x 30m) dan radiometrik (8 bit) lebih baik. Satelit Landsat 7 pada Gambar 6. Merupakan implementasi lanjutan dari seri satelit sebelumnya (program satelit ERTS yang diberi nama baru Landsat). Satelit yang berorbit sirkular dan sun-synchronous ini diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tanggal 15 April 1999 dengan sudut inklinasi antara 98.2º hingga 99.1º, ketinggian 705 km di atas ekuator, periode orbit setiap 99 menit, dapat mencapai lokasi yang sama setiap 16 hari (repeat cycle), dan beresolusi radiometrik 8-bit (DN). Landsat-7 dilengkapi dengan sensor ETM+ ( Tabel 8).

Tabel 8. Karakteristik data pada sistem Landsat (TM dan ETM+)

Instrument Band spektral

(μm) IFOV (m) Dynamic range (bits) TM 0.45-0.52 blue 30 x 30 8 0.52-0.60 green 30 x 30 8 0.63-0.69 red 30 x 30 8 0.76-0.90 NIR 30 x 30 8 1.55-1.75 MIR 30 x 30 8 2.08-2.35 MIR 30 x 30 8 10.4 -1.5 thermal IR 120 x 120 8

ETM+ sama dengan TM dengan tambahan 0.50-0.90

15 x 15 8

(35)

D. Metode Pengolahan Data

1. Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing)

Pengolahan awal citra (pre-image processing) merupakan tahap awal dari pengolahan citra satelit Landsat 7 ETM+, dan citra ALOS PALSAR. Berupa perbaikan atau koreksi terhadap data citra yang masih memiliki kesalahan (distorsi) di dalamnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas data citra yang akan berpengaruh terhadap hasil akhir yang akan dicapai.

Langkah awal sebelum masuk pada kegiatan pengolahan awal citra yaitu melakukan proses import dan merging data citra. Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 scene citra Landsat 7 ETM+ (format *.tif). Langkah berikutnya melakukan penggabungan masing-masing citra saluran multispektral (saluran biru, hijau, merah, inframerah dekat, inframerah sedang I, inframerah sedang II, dan inframerah panas) menjadi satu data citra multispektral. Saluran spektral yang digunakan pada penelitian ini yaitu band 1, band 2, band 3, band 4, band 5, dan band 7, mengabaikan band 6 dan 8 (saluran pangkromatik) yang terdapat pada Landsat 7 ETM+. Sedangkan untuk citra ALOS PALSAR melakukan penggabungan band HH dan HV.

2. Koreksi Geometrik (Rektifikasi)

Pada citra ALOS PALSAR dan citra Landsat yang digunakan belum terkoreksi secara geometrik, sehingga perlu dilakukan koreksi geometrik terlebih dahulu. Rektifikasi dilakukan agar citra mempunyai koordinat sama dengan peta dengan datum WGS 84 serta sistem koordinat UTM. Atas dasar acuan yang digunakan rektifikasi dapat dibedakan atas : (1) Rektifikasi citra ke citra (image to image retification) dan (2) Rektifikasi citra ke peta (image to map rectification).

Pada penelitian ini digunakan teknik rektifikasi citra ke peta (image to map rectification) antara citra Landsat 7 ETM+ dan citra ALOS PALSAR, dengan PDTK (Peta Dasar Tematik Kehutanan). Resampling merupakan suatu proses transformasi citra dengan memberikan nilai piksel terkoreksi. Pelaksanaan resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat yang lain (Jaya, 2007).

(36)

Tahap-tahap melakukan koreksi geometrik :

a) Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point) pada citra dengan syarat tersebar merata di seluruh citra, relatif permanen dan tidak berubah dalam kurun waktu pendek (misal : jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya). Secara teoritis, jumlah minimum GCP yang harus dibuat adalah : GCPmin =

(

) (

)

2 2 1 + + + t t

dimana t : orde dari persamaan transformasi

b) Membuat persamaan transformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi spasial. Persamaan ini umumnya berupa persamaan polinomial baik orde 1, 2 dan 3. Pada penelitian ini digunakan orde 1.

Orde I disebut juga Affine transformation (diperlukan minimal 3 GCP):

p a a X a Y l b b X b Y o o ' ' = + + = + + 1 2 1 2

Ket: p'dan l' = posisi piksel pada citra yang belum terkoreksi X dan Y = posisi koordinat peta

c) Menghitung kesalahan RMSE (Root Mean Squared Error) dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0.5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung sebagai berikut :

(

) (

2

)

2

RMS error = XrXi + YrYi

Berdasarkan proses rektifikasi yang telah dilakukan pada citra Landsat 7 ETM+ titik kontrol yang dipilih sebanyak 84 GCP dan untuk citra ALOS PALSAR titik kontrol yang dipilih sebanyak 80 GCP . Setelah GCP terpilih selanjutnya dihitung akar dari kesalahan rata-rata kuadrat. Ketelitian diharapkan dalam koreksi geometris adalah nilai akar kesalahan rata-rata kuadrat (RMSE) yang lebih kecil dari 0.5 piksel. Nilai RMSE yang diperoleh dari kedua citra tersebut sesuai dengan yang disyaratkan, yaitu kurang dari 0.5 piksel. Untuk citra ALOS PALSAR dengan 80 GCP diperoleh nilai RMSE sebesar 0.0095 piksel, sedangkan untuk citra Landsat 7 ETM+ dengan 84 GCP diperoleh nilai RMSE sebesar 0.0073 piksel.

(37)

3. Penajaman Citra (Image Enhancement).

Untuk mendapatkan citra dengan tampilan visual yang baik, maka diperlukan suatu operasi untuk memperbaiki nilai kontras citra. Operasi ini disebut dengan penajaman citra. Teknik penajaman citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah histogram equalize, berupa perentangan Digital Number-nya pada skala keabuan 0-255. Tujuannya adalah agar kelompok-kelompok digital number mempunyai jarak antar yang satu dengan yang lainnya, sehingga memudahkan identifikasi fitur.

4. Cropping

Cropping adalah pemotongan citra yang telah dikoreksi yang digunakan sesuai dengan lokasi pengamatan, citra yang dilakukan pemotongan yaitu citra ALOS PALSAR. Hal ini bertujuan untuk lebih memfokuskan perhatian ke areal penelitian juga untuk mereduksi volume data citra, agar mudah dalam proses di komputer. Hasil cropping dapat dilihat pada Gambar 7.

5. Mosaik

Mosaik (Mozaick) merupakan suatu proses penggabungan dari beberapa citra secara bersama membentuk satu kesatuan (satu lembar) peta atau citra yang kohesif (kontrasnya konsisten, teroganisir, solid dan koordinatnya ter-interkoneksi) (Jaya, 2007). Mosaik dilakukan pada citra Landsat yang terdiri dari gabungan 12 citra untuk wilayah Pulau Jawa. Adapun hasil mosaik dapat dilihat pada Gambar 8.

(38)

Gambar 7. Hasil Croping Citra ALOS PALSAR.

(39)

6. Analisis Citra Secara Visual (Visual Image Interpretation)

Klasifikasi visual atau kualitatif merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Unsur interpretasi berdasarkan tingkat kerumitan dibedakan menjadi empat tingkat yaitu :

a. Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna.

b. Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran, dan tekstur. c. Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan.

d. Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs atau asosiasi.

Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal dalam mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas tutupan lahan dan macam kelas tutupan lahan yang ada di daerah penelitian. Untuk mempermudah dalam melakukan interpretasi secara visual, citra Landsat ditampilkan ke dalam format RGB (Red Green Blue) untuk dapat menghasilkan warna komposit.

Menurut Jaya (2007), kombinasi yang terdiri dari salah satu band visible (band 1, 2, dan 3), band 4 (near infrared) dan band 5 (middle infrared) dapat memberikan separabilitas antar kelas yang tinggi. Perbedaan yang jelas antar kelas akan lebih mempermudah dalam deteksi dan identifikasi secara visual karena tampilan objek yang ada pada citra bisa dengan mudah dibedakan. Untuk kategori tutupan lahan berdasarkan kunci interpretasi pada citra Landsat disajikan pada Tabel 10.

Sedangkan untuk citra ALOS PALSAR memiliki polarisasi HH dan HV, agar citra mudah diinterpretasi maka harus dibuat komposit RGB dari citra ALOS terpolarisasi yang tersedia yaitu HH dan HV. Kombinasi band yang digunakan adalah 1-2-1 (HH-HV-HH). Untuk kategori tutupan lahan berdasarkan kunci interpretasi pada citra Landsat disajikan pada Tabel 11.

Dari kegiatan interpretasi visual citra Landsat dan ALOS dapat diidentifikasikan sembilan kelas tutupan lahan (termasuk awan) yang bisa dibedakan secara visual satu dengan lainnya. Awan tidak termasuk dalam salah satu kelas tutupan lahan yang menutupi lapisan permukaan bumi tetapi ikut

(40)

diklasifikasi sebagai salah satu kelas tutupan lahan karena dapat mempengaruhi hasil klasifikasi pada citra Landsat dan dapat mempengaruhi hasil klasifikasi.

Dalam penelitian ini, kombinasi band yang digunakan dalam interpretasi, untuk citra Landsat band 5-4-2 (mengacu pada standar dari Departemen Kehutanan untuk analisis hutan dan vegetasi). Hasil dari interpretasi visual citra dari kelas-kelas tutupan lahan citra ALOS PALSAR dan Landsat disajikan pada Tabel 9.

7. Pemeriksaan Lapangan (Ground Check)

Kegiatan pengecekan lapangan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan atau kondisi lapangan secara nyata sebagai pelengkap informasi dan pembanding bagi analisis selanjutnya. Adapun gambar hasil pemeriksaan lapangan disajikan pada Tabel 9.

(41)

Tabel 9. Tampilan Visual Hasil Interpretasi Tutupan Lahan

No Tampilan di Lapangan Tampilan Citra Landsat 7 ETM+

Kombinasi Band 5-4-2

Tampilan Citra ALOS PALSAR

kombinasi Band 1-2-1 Deskripsi

1 Tubuh air Tubuh air

Lahan yang tergenang air tanpa ada vegetasi yang menaunginya.

2 Vegetasi/hutan Rapat

Vegetasi/hutan rapat

Suatu satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk >70%.

(42)

Tabel 9. Lanjutan

No Tampilan di Lapangan Tampilan Citra Landsat 7 ETM+

Kombinasi Band 5-4-2

Tampilan Citra ALOS PALSAR

kombinasi Band 1-2-1 Deskripsi 3 Vegetasi/hutan sedang

Vegetasi/hutan sedang

Suatu satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk ± 40-70%. 4 Vegetasi/hutan jarang Vegetasi/hutan jarang

Suatu satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk <40%.

(43)

 

Tabel 9. Lanjutan

No Tampilan di Lapangan Tampilan Citra Landsat 7 ETM+ Kombinasi Band 5-4-2 Tampilan Citra ALOS PALSAR kombinasi Band 1-2-1 Deskripsi 5 Permukiman

Permukiman

Lahan yang merupakan tempat tinggal dan pusat kegiatan manusia, serta jalan.

6 Awan

Awan

Areal yang diliputi oleh awan.

(44)

Tabel 9. Lanjutan

No Tampilan di Lapangan Tampilan Citra Landsat 7 ETM+

Kombinasi Band 5-4-2

Tampilan Citra ALOS PALSAR

kombinasi Band 1-2-1 Deskripsi

7 Sawah basah Sawah basah

Lahan sawah yang sudah ditumbuhi padi (sebelum panen) dan masih banyak mengandung air. 8 Semak Semak Lahan yang didominasi oleh tumbuhan kecil sampai sedang, tidak mempunyai batang yang jelas, banyak cabang, dan memiliki penutupan lahan yang rapat dan relatif sedang.

(45)

Tabel 9. Lanjutan

No Tampilan di Lapangan Tampilan Citra Landsat 7 ETM+

Kombinasi Band 5-4-2

Tampilan Citra ALOS PALSAR

kombinasi Band 1-2-1 Deskripsi

9 Sawah kering Sawah kering

Lahan sawah kering (pasca panen).

(46)

Tabel 10. Kategori Tutupan Lahan Berdasarkan Kunci Interpretasi Pada Citra Landsat 7 ETM+ (Kombinasi Band 5-4-2) No Kategori Tutupan

Lahan

Warna Ukuran Bentuk Tekstur Pola Bayangan 1 Badan air Biru tua Bervariasi Tidak beraturan Halus Acak mengelompok - 2 Sawah basah

(awal tanam)

Ungu Tua Bervariasi Beraturan Agak halus Teratur - 3 Sawah kering

(pasca panen)

Kuning- kehijauan

Bervariasi Beraturan Agak halus Teratur - 4 Permukiman Coklat

kemerahan

Bervariasi Beraturan Kasar Acak mengelompok - 5 Semak atau PLK Hijau-

kecoklatan

Bervariasi Tidak beraturan Agak kasar Acak - 6 Vegetasi/hutan rapat Hijau Tua Bervariasi Tidak beraturan Halus-kasar Acak - 7 Vegetasi/hutan sedang Hijau

muda-hijau tua

Bervariasi Tidak beraturan Halus-kasar Acak - 8 Vegetasi/hutan jarang Hijau muda Bervariasi Tidak beraturan Halus-kasar Acak - 9 Awan Putih Bervariasi Tidak beraturan Halus - kasar Acak menyebar Ada

(47)

Tabel 11. Kategori Tutupan Lahan Berdasarkan Kunci Interpretasi Pada Citra ALOS PALSAR (Kombinasi Band 1-2-1) No Kategori Tutupan

Lahan

Warna Ukuran Bentuk Tekstur Pola Bayangan 1 Vegetasi/hutan

biomassa rendah

Hijau muda- ungu

Bervariasi Tidak beraturan Kasar, terlihat 3 dimensi Menyebar - 2 Vegetasi/hutan

biomassa tinggi

Hijau muda- ungu cerah

Bervariasi Tidak beraturan Kasar, terlihat 3 dimensi Menyebar Ada 3 Tubuh air Hitam Bervariasi Beraturan Halus Menyebar - 4 Lahan pertanian Ungu muda Bervariasi Beraturan Agak halus Sebagian besar

mengelompok

-

(48)

Tabel 12. Deskripsi Kelas Penutupan Lahan Pada Citra ALOS PALSAR No Tutupan lahan Deskripsi berdasarkan citra Landsat 7 ETM+ 1 Vegetasi/hutan biomassa

tinggi

Vegetasi/hutan rapat, vegetasi/hutan sedang

2 Vegetasi/hutan biomassa rendah

Vegetasi/hutan jarang, semak belukar, pertanian lahan kering, urban area

3 Lahan pertanian Sawah basah, sawah kering

4 Tubuh air Tubuh air

Berdasarkan hasil klasifikasi secara visual proses identifikasi pada citra radar lebih sulit untuk diinterpretasi karena tampilan warna dari citra radar yang kurang menarik jika dilihat secara langsung. Citra radar tersusun atas banyak piksel yang merupakan hamburan balik atau backscatter dari obyek yang diamati. Warna yang lebih gelap menandakan hamburan balik yang rendah, dan memungkinkan tidak ada informasi yang diterima dari obyek, sedangkan warna yang lebih terang menandakan hamburan balik yang tinggi.

Instrumen PALSAR pada citra ALOS merupakan sensor radar yang menggunakan frekuensi saluran L (λ = 19.3~76.9 cm). Sensor ini mempunyai kemudi berkas cahaya (yang dapat diatur) pada elevasi (ketinggian) dan ScanSAR didisain untuk memperoleh cakupan atau sapuan yang lebih lebar dibandingkan SAR konvensional. Data ALOS PALSAR yang digunakan memiliki polarisasi ganda yaitu HH dan HV. Polarisasi HH mengirim dan menerima energi polarisasi secara horizontal (HH), sedangkan HV mengirim energi polarisasi horizontal dan

menerima energi polarisasi vertikal (HV). HH adalah polarisasi searah (co-polarization) dan HV adalah polarisasi silang (cross-polarization).

Karena rumitnya interaksi sinyal radar dengan obyek dan hasil baliknya (hamburan balik atau backscatter) yang dipengaruhi orientasi lereng, kekasaran permukaan, tutupan vegetasi/hutan, kandungan air pada tanah dan vegetasi/hutan , sehingga tidak selalu dapat diperkirakan apakah citra dengan polarisasi searah atau citra dengan polarisasi silang yang mempunyai informasi lebih baik untuk pengguna tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1990). Polarisasi mempengaruhi kenampakan obyek pada citra yang dihasilkan oleh sistem radar. Pada kasus tertentu polarisasi HV menghasilkan citra dengan kontras yang lebih kecil dan menunjukan pembedaan vegetasi/hutan yang sedikit dari citra polarisasi HH.

(49)

Kekasaran permukaan adalah fungsi variasi relief permukaan bumi yang secara kuat mempengaruhi hamburan balik radar (Lillesand dan Kiefer, 1990). Kekasaran permukaan menyebabkan perbedaan pantulan pulsa radar. Perbedaan pantulan radar dapat digolongkan berdasarkan tiga jenis permukaan obyek, yaitu: pantulan baur (pantulan ke segala arah) menyebabkan rona cerah, pada permukaan kasar seperti daerah berbatu, vegetasi/hutan yang heterogen dan air. Pantulan cermin (arah pantulan berlawanan dengan arah datangnya sinar) menyebabkan rona gelap pada permukaan obyek yang halus, seperti permukaan air tenang dan permukaan tanah yang diratakan atau dikeraskan. Pantulan sudut (pantulan kembali kearah sensor) menyebabkan rona sangat cerah dan melebar pada obyek yang bersudut siku-siku seperti lereng terjal atau cliff (Purwadhi, 2001).

Radar melakukan perekaman dengan arah menyamping. Medan yang diindera juga tidak selalu memiliki arah yang sama, sehingga dalam mencitra berbagi relief atau topografi permukaan bumi akan memberikan hasil yang berbeda. Hal ini timbul melalui variasi geometri sensor terhadap medan. Variasi lokal medan mengkibatkan sudut datang sinyal radar yang berbeda-beda. Bila terjadi pada lereng, hasil balik tenaga radar bagi lereng yang menghadap ke arah sensor (lereng depan) akan memantulkan tenaga yang lebih besar dibandingkan lereng yang membelakangi sensor, hal ini menyebabkan citra pada bagian lereng depan akan lebih cerah dibandingkan dengan lereng belakang (Purwadhi, 2001).

Kelembaban benda (tanah, batu, vegetasi/hutan dan material lainnya) mempengaruhi seberapa jauh penetrasi energi gelombang mikro menuju ke benda tersebut. Jika tanah memiliki kelembaban yang tinggi, maka penetrasi energi hanya sampai pada kedalaman beberapa sentimeter saja (tidak dalam) sehingga energi akan menghambur lebih kuat dan secara umum menyebabkan rona terang pada citra dan sebaliknya. Pada vegetasi, terutama tanaman pertanian dan kanopi hutan biasanya memiliki kelembaban tinggi dan area permukaan yang relatif luas, sehingga dapat memberikan hamburan balik yang kuat. Kemampuan pulsa radar untuk melakukan penetrasi dipengaruhi oleh panjang gelombang atau frekuensi (parameter sistem).

(50)

Berdasarkan tampilan kenampakan setiap tutupan lahan dan deskripsinya pada Tabel 9 dapat diketahui :

a. Vegetasi/hutan biomassa tinggi, letak obyek secara umum tersebar dari areal datar (vegetasi/hutan sedang) hingga berlereng (vegetasi/hutan rapat). Penampakkan vegetasi/hutan pada bagian depan lereng akan lebih cerah dibandingkan dengan lereng belakang. Pada lereng yang terjal terjadi pantulan sudut, dimana pantulan pulsa radar mengenai permukaan datar sebagai pantulan cermin. Pantulan ini mengenai lereng terjal dan lereng tersebut memantulkan ke antena radar sehingga tampak rona sangat cerah pada citra radar. Bayangan radar terjadi apabila pancaran pulsa radar mengenai bukit. Efek pemendekan lereng depan (fore shortening) terjadi apabila lereng depan lebih landai dari garis tegak lurus terhadap arah pengamatan, karena pulsa radar mencapai bagian bawah terlebih dahulu dari puncaknya. Efek rebah ke dalam (layover) terjadi apabila pancaran pulsa radar membentur puncak terlebih dahulu karena jaraknya yang lebih dekat dari antena sehingga menyebabkan puncak lereng tergambar sebelum bagian bawahnya (terjadi perebahan).

b. Vegetasi/hutan biomassa rendah, letak objek secara umum tersebar pada areal yang datar hingga berlereng (vegetasi/hutan jarang, semak, pertanian lahan kering dan permukiman). Dengan kenampakan pola yang tidak teratur, pantulan baur permukaan kasar dan kelembaban sedang menghasilkan rona yang sedang. c. Tubuh air, letak objek yang umumnya pada daerah datar tidak banyak mempengaruhi kenampakan pada citra. Pantulan yang terjadi adalah pantulan cermin karena permukaan pada tubuh air halus dan memiliki kelembaban yang tinggi sehingga kenampakan rona pada citra gelap.

d. Lahan pertanian, letak obyek pada daerah datar (sawah basah dan sawah kering) dengan kenampakan pola yang teratur dapat dilihat, pantulan baur permukaan kasar dan kelembaban tinggi menghasilkan rona yang cerah.

(51)

Tabel 13 . Deskripsi Kelas Penutupan Lahan

No Kelas Penutupan Lahan Deskripsi

1 Badan air Lahan yang tergenang air tanpa

ada vegetasi/hutan yang menaunginya.

2 Sawah basah (awal tanam) Lahan sawah yang sudah ditumbuhi padi (sebelum panen) dan masih banyak mengandung air.

3 Sawah kering (pasca panen) Lahan sawah kering (pasca panen).

4 Permukiman Lahan yang merupakan tempat

tinggal dan pusat kegiatan manusia serta jalan.

5 Semak atau plk Lahan yang didominasi oleh

tumbuhan kecil sampai sedang, tidak mempunyai batang yang jelas, banyak cabang, dan memiliki penutupan lahan yang rapat dan relatif sedang. 6 Vegetasi/hutan rapat Suatu satu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk >70%. 7 Vegetasi/hutan sedang Suatu satu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan. % penutupan tajuk ± 40-70% 8 Vegetasi/hutan jarang Suatu satu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dengan % penutupan tajuk <40%.

(52)

E. Pengolahan Citra Digital (Image Processing)

Pengolahan citra digital (image processing) mengacu kepada teknik klasifikasi citra. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan menjadi klasifikasi kualitatif dan kuantitatif. Pada klasifikasi kualitatif, pengelompokkan piksel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan (brightness) maupun warna dari piksel yang bersangkutan. Pada klasifikasi kuantitatif, pengelompokkan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan nilai kecerahan (brightness value atau digital number) contoh yang diambil sebagai contoh (training area).

1. Klasifikasi Landsat

Klasifikasi yang dilakukan pada citra Landsat yaitu klasifikasi kuantitatif dengan metode klasifikasi terbimbing, yaitu klasifikasi dimana analis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya 2007). Metode yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah kemungkinan maksimum (maximum likelihood).

a. Penentuan dan Pemilihan Area Contoh (Training Area)

Penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi area contoh (training area) dilakukan untuk mengambil informasi statistik kelas-kelas tutupan lahan. Pengambilan informasi statistik dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh piksel dari tiap kelas tutupan lahan dan ditentukan lokasinya pada citra komposit. Informasi statistik dari setiap tutupan lahan ini digunakan untuk menjalankan fungsi separabilitas dan fungsi akurasi. Informasi yang diambil adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimum, dan maksimum, serta matriks kovarian untuk setiap kelas tutupan lahan.

Banyaknya piksel training area yang perlu diambil untuk mewakili masing-masing kelas tutupan lahan adalah sebanyak (N) yang digunakan ditambah satu (N+1).

Pembuatan area contoh pada citra Landsat berdasarkan kepada jumlah kelas tutupan lahan yang diperoleh yaitu sebanyak sembilan kelas, dimana seluruh tutupan lahan tersebut dapat teridentifikasi dengan jelas pada citra. Kondisi tutupan lahan pada citra Landsat yang banyak awan cukup menyulitkan dalam pembuatan areal contoh.

(53)

b. Analisis Separabilitas

Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang menunjukan keterpisahan statistik antar kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan. Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Kriteria tingkat keterpisahan

Nilai Transformasi keterpisahan Keterangan

2,000 Sempurna (excellent)

19,000 – 1,999 Sangat baik (good)

1,700 – 1,899 Baik (fair)

1,600 – 1,699 Cukup baik (poor)

< 1600 Tidak terpisahkan (inseparable)

Sumber : Jaya (2007)

c. Akurasi Hasil Klasifikasi

Salah satu cara untuk mengevaluasi ketepatan hasil klasifikasi adalah dengan melakukan evaluasi akurasi yaitu dengan membuat matriks kesalahan (error matrix). Matriks kesalahan adalah matriks bujur sangkar yang berfungsi untuk melihat penyimpangan klasifikasi yaitu berupa kelebihan jumlah piksel dari kelas yang lain atau kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas. Idealnya semua elemen yang bukan diagonal dalam matrik tersebut harus bernilai nol yang artinya tidak ada penyimpangan dalam matriks (Lillesand dan Kiefer, 1990). Bentuk matriks kesalahan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Bentuk matriks kesalahan.

Diklasifikasikan sebagai kelas Data Acuan Training Area A B C D Total Baris Xk+ Producer’s Accuracy Xkk/Xk+ A Xii B … D Xkk Total kolom X+k N User’s Accuracy Xkk/ X+k Sumber : Jaya (2002)

Persentase ketepatan hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat dari nilai User’s Accuracy, Producer’s Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy.Kappa Accuracy merupakan suatu ukuran yang paling banyak digunakan karena

(54)

mempertimbangkan semua elemen dalam matriks kesalahan sehingga dinyatakan dengan rumus : Kappa Accuracy (K) = x 100% Producer’s Accuracy = User’s Accuracy = Overall Accuracy = dimana :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan R = Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xi+ = Jumlah semua kolom pada baris ke-I (Xij)

X+j = Jumlah semua kolom pada lajur ke-j (Xij) 2. Klasifikasi ALOS PALSAR

a. Klasifikasi tidak terbimbing

Klasifikasi ini sering juga disebut dengan klastering (clustering). Klastering dapat didefinisikan sebagai suatu tehnik klasifikasi atau identifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk mengelompokkan observasi (piksel) kedalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam suatu set kategori yang disusun (Jaya, 2007).

b. Dendogram

Dendogram adalah kurva yang menggambarkan pengelompokan klaster, untuk memudahkan analisis pengkelasan, Jaya (2007) menyatakan bahwa pengkelasan berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster yang digunakan maka diperlukan urutan pengelompokan klaster dari jumlah yang banyak sampai dengan jumlah yang kecil, kurva yang menggambarkan pengelompokan ini disebut dengan dendogram. Teknik penggambarannya disebut dengan istilah “nested atau hierarchical classification”. Metode penggambarannya terdiri atas metode tetangga terdekat (nearest neighbour method) yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan pada jarak terdekat dari anggota klaster. Metode ini sering disebut juga metode “single linkage

+ + + + − − r k k k r k r k k k kk

X

X

N

X

X

X

N 2 % 100 x

X

X

k kk + % 100 x N r k kk

X

% 100 x

X

X

k kk +

(55)

c. Merging

Selanjutnya dilakukan pengkelasan kembali dilakukan setelah mempertimbangkan kemiripan (similarity) antara kelas. Kelas yang memiliki jarak dekat dengan kelas lainnya digabungkan (merge) menjadi satu kelas yang sama.

Beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis klaster adalah, melakukan pemilihan unit data dalam citra digital (piksel), memilih peubah yang akan digunakan band-band atau kanal yang akan digunakan, menentukan apa yang akan diklaster, dalam ilmu remote sensing atau citra digital adalah nilai kecerahan (brightness value) atau yang dikenal dengan istilah DN (digital number), menghomogenkan peubah, mencari ukuran-ukuran kesamaan yang akan digunakan (dissimilarity), menentukan kriteria klastering, mengimplementasikan algoritme dan komputer serta menetapkan jumlah klaster dan labeling.

d. Labeling

Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Sebelum memberikan label pada kelas yang telah dihasilkan, maka harus mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label dengan cara melakukan interpretasi visual dari tiap kelas yang dibandingkan dengan penutupan lahan.

e. Analisis Separabilitas

Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang menunjukan keterpisahan statistik antar kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan. Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Kriteria Tingkat Keterpisahan

Nilai Transformasi Keterpisahan Keterangan

2,000 Sempurna (excellent)

19,000 – 1,999 Sangat baik (good)

1,700 – 1,899 Baik (fair)

1,600 – 1,699 Cukup baik (poor)

< 1,600 Tidak terpisahkan (inseparable) Sumber : Jaya (2007)

Gambar

Tabel 1. Luas Tutupan Lahan pada Provinsi Banten
Tabel 2. Luas Tutupan Lahan pada Provinsi Jawa Barat
Tabel 3. Luas tutupan lahan pada Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5. Lembar Citra Landsat 7 ETM+ yang Dihimpun dan Digunakan dalam  Kegiatan Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari data demografi terlihat usia rata-rata subjek pada usia 41-50 tahun sebanyak 18 responden (43%) dimana pada masa produktif yang telah mengalami penyakit

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa metode dakwah yang digunakan da’i di Desa Sidodadi dalam berdakwah sudah menerapkan Metode dakwah bil mau’idzah

JICT patut diduga dipersiapkan untuk mendukung tercapainya perpanjangan perjanjian kerjasama dengan mitra lama (pihak HPH) yang dilakukan dengan cara-cara

Apabila seseorang itu tidak mampu untuk mengetahui hukum-hukum syariat dengan cara ini, maka ia kewajibannya adalah mengikuti perintah Allah Swt yaitu bertanya kepada

menjadi sesuatu yang suci hukumnya suci adalah merupakan pendapat yang kuat dan sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan kemajuan zaman. Pendapat ini dapat dijadikan

Kabar baiknya tentang kajian seputar fiqih jenazah ini adalah bahwa sebenarnya kalau kita mau sedikit saja meluangkan waktu untuk mempelajarinya, maka praktik pengurusan jenazah