• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI MANUAL PENAFSIRAN VISUAL CITRA

ALOS PALSAR DALAM MENGIDENTIFIKASI

PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN

CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 M

FARIS SALMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

EVALUASI MANUAL PENAFSIRAN VISUAL CITRA ALOS

PALSAR DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN

LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 M

FARIS SALMAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

FARIS SALMAN. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH dan M. BUCE SALEH.

Pemantauan dan penyusunan basis data menggunakan SIG di Indonesia telah lama dilakukan menggunakan citra optik, namun hingga saat ini citra optik masih memiliki keterbatasan, seperti adanya tutupan awan. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan citra optik, saat ini telah tersedia sistem penginderaan jauh menggunakan radar.

Satelit ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) dengan sensor PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) menggunakan sensor gelombang mikro aktif dengan frekuensi L-band. Sensor PALSAR menghasilkan empat macam polarisasi yaitu HH, HV, VH, dan VV.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil penafsiran visual, yaitu ragam jenis tutupan lahan, keberadaan alat bantu, dan penafsir. Keberadaan manual sebagai alat bantu penafsiran visual menjadi penting ketika penafsir yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Kualitas hasil penafsiran tutupan lahan kemudian ditentukan oleh kualitas alat bantu penafsiran, dalam hal ini manual penafsiran tutupan lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengukur akurasi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran pada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR; (2) mengetahui konsistensi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran. Citra yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari band HH, HV, dan HH/HV. Titik verifikasi lapangan ditentukan menggunakan metode Systematic Sampling with Random Start dengan jarak antar titik 1 km dan menggunakan intesitas sampling 5%. Hasil penafsiran dari penelitian ini juga dibandingkan dengan hasil penafsiran visual tahun 2009 untuk mengetahui konsistensi manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat akurasi hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 memberikan nilai akurasi umum sebesar 62,75% dan akurasi kappa sebesar 57,65%, sementara akurasi untuk hasil interpretasi visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali berupa akurasi umum dan akurasi kappa berturut-turut sebesar 88,98% dan 85,48%. Konsistensi penggunaan manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR cukup konsisten untuk menafsirkan tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, permukiman, pertanian lahan kering, dan sawah. Kekeliruan penafsiran seringkali terjadi pada tutupan lahan hutan lahan kering dan kebun campuran. Sementara tutupan lahan tambak tidak dapat dievaluasi karena tidak diperoleh pembanding dari hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009.

(4)

SUMMARY

FARIS SALMAN. Evaluation of ALOS PALSAR Visual Interpretation Manual in Identifying Land Covers using ALOS PALSAR Image with 50 m Spatial Resolution. Supervised By NINING PUSPANINGSIH and M. BUCE SALEH.

Database monitoring and preparation using GIS in Indonesia has been done using optical imagery for long time, but optical imagery have weaknesses such as cloud covers. To overcome the optical image weaknesses active remote sensing system (radar) is currently available.

ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) with PALSAR sensor (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) using microwave sensor in L-band frequency. PALSAR is capable in producing four polarization of L-L-band frequency such as, HH, HV, VH, and VV.

There are three factor that affects visual interpretation result, such as land cover variations, interpretation tools, and interpreter. Interpretiation manual as interpretation tools is important when different interpreter can produce different result in interpreting land covers. The quality of interpretation data then should be determined by the quality of interpretation manual as interpretation tool.

The aims of this study are (1) to calculate visual interpretation accuracy; (2) to discover consistency of visual interpretation manual as tools for visual interpretation using ALOS PALSAR. ALOS PALSAR Image that used in this study is consisted by HH, HV, and HH/HV band. Field verification point is determined using systematic sampling with random start with 1 km inter-point range and using 5% sampling intensity. The result of this study then compared with previous study in 2009 to discover the interpretation consistency.

Interpretation accuracy of ALOS PALSAR visual interpretation in 2009 provides overall accuracy equals to 62,75% and kappa accuracy equals to 57,65%. Meanwhile interpretation accuracy of ALOS PALSAR visual interpretation in 2009 provides overall accuracy equals to 88,98% and kappa accuracy equals to 85,48%. Visual interpretation using the manual of ALOS PALSAR visual interpretation manual is consistent for land covers such as waterbody, airport, mangrove forest, bare land, grass field, settlement area, dry land agriculture, and paddy field. Interpretation inconsistency is occurred for land covers such as dry land forest and mixed garden. Fish pond cannot be evaluated because there are no fish pond land cover from visual interpretation using ALOS PALSAR year 2009 data.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(6)

Judul Penelitian : Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

Nama Mahasiswa : Faris Salman Nomor Pokok : E14050412

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. NIP. 19630612 199003 2 014 NIP. 19571005 198303 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Nopember 1988 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak M. Arpah dan Ibu Syamsunahar. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Lawanggintung II tahun 1999, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 9 Bogor (tahun 1999-2002). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA KORNITA (tahun 2002-2005). Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif bergabung dalam International

Forestry Students’ Association (IFSA) sebagai Wakil Ketua pada tahun 2008. Penulis juga pernah terlibat aktif dalam kepanitiaan International Forestry

Students’ Symposium sebagai Ketua local committee Bogor. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan pelatihan yang diadakan oleh Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB serta terlibat sebagai penafsir

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. selaku dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi, kesabaran, dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.F.Trop. sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Noor Farikha Haneda, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen Silvikultur, atas seluruh saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Kedua orang tua, adik, dan keluarga besar, atas segala doa, nasehat, dan

dukungan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

4. Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku kepala Lab. Remote Sensing dan GIS atas segala bantuan selama penulis berada di kampus. 5. Bapak Uus Saepul M. selaku staf Bagian Perencanaan Kehutanan dan

M. Fatah Noor atas segala kesabaran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Edwine Setia Purnama, S.Hut. selaku asisten Bagian Perencanaan Kehutanan atas segala kesabaran dan pengarahan yang telah diberikan selama penulis aktif di Lab. Remote Sensing dan GIS serta segala bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman angkatan 42 IPB, Risa S., Wissa HP., Daryl D., Andrea P., Alfian N., Galih R., Khoeruzaman, Ratih P., Bagus D., Amri R., dan yang tidak dapat disebut satu persatu, atas segala kritik dan motivasi yang disampaikan kepada penulis.

8. Keluarga besar Laboratorium Fisik Remote Sensing dan SIG atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar Dalam Mengidentifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berisi gambaran mengenai evaluasi hasil penafsiran visual menggunakan manual penafsiran citra ALOS PALSAR dan pengukuran akurasi penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 meter.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan kehutanan.

(10)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 5

2.2 Teknik Penafsiran Visual ... 6

2.3 Radar (Radio Detection and Ranging) ... 7

2.4 Parameter Sistem Radar ... 8

2.4.1 Panjang Gelombang ... 8

2.4.2 Polarisasi ... 8

2.4.3 Interpretasi Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) ... 9

2.5 ALOS PALSAR ... 10

2.5.1 Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS PALSAR... 11

2.5.2 Produk dan Pengolahan Data ALOS ... 13

2.6 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan... 13

2.7 Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 17

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Tahapan Penelitian ... 17

3.3.1 Pra-pengolahan Citra ... 18

3.3.2 Pengambilan Data Lapangan ... 19

3.3.3 Pengolahan Data ... 20

3.3.4 Diagram Alir Penelitian ... 22

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

4.1 Letak Geografis ... 23

4.2 Topografi ... 23

4.3 Iklim ... 23

4.4 Tanah ... 24

4.5 Penggunaan Lahan... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Hasil Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR... 27

5.2 Hasil Verifikasi Penutupan Lahan di Lapangan ... 30

5.3 Penghitungan Keakuratan Penafsiran dan Klasifikasi Tutupan Lahan ... 32

(11)

5.4.1 Badan Air ... 37

5.4.2 Bandara ... 38

5.4.3 Hutan Lahan Kering ... 40

5.4.4 Hutan Mangrove... 42

5.4.5 Kebun Campuran ... 43

5.4.6 Lahan Terbuka ... 46

5.4.7 Padang Rumput ... 48

5.4.8 Permukiman ... 50

5.4.9 Pertanian Lahan Kering... 52

5.4.10 Sawah ... 53

5.4.11 Semak Belukar ... 55

5.4.12 Tambak ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Saran ... 59

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kisaran panjang gelombang (λ) pada saluran/band radar ... 8

2. Keterangan umum ALOS... 11

3. Karakteristik PALSAR ... 12

4. Level produk standar pengolahan citra ALOS ... 13

5. Elemen penafsiran visual citra ALOS PALSAR ... 15

6. Matriks kontingensi... 21

7. Luas penutupan lahan Provinsi Bali di dalam dan luar kawasan hutan .... 25

8. Luasan hasil interpretasi visual tutupan lahan ... 28

9. Perhitungan jumlah titik verifikasi lapangan minimum ... 28

10. Kebutuhan minimum titik verifikasi lapangan per kelas tutupan lahan .... 29

11. Rincian titik verifikasi lapangan ... 30

12. Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali ... 33

(13)

DAFTAR GAMBAR

5. Prinsip geometri dari PALSAR... 13

6. Blangko pembuatan sketsa jenis tutupan lahan di lapangan ... 19

7. Diagram alir penelitian ... 22

8. Peta hasil penafsiran awal citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter di Provinsi Bali tahun 2010 ... 27

9. Peta sebaran titik verifikasi hasil interpretasi visual di Provinsi Bali tahun 2010 ... 30

10. Peta hasil penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter setelah verifikasi di Provinsi Bali tahun 2010... 31

11. Perbedaan penafsiran tutupan lahan (a) tutupan lahan tambak dapat dibedakan (b) tutupan lahan tambak tidak dapat dibedakan ... 36

12. Tutupan lahan berupa badan air di Danau Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan... 37

13. Tutupan lahan berupa badan air di Danau Buyan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan... 37

14. Perbandingan delineasi badan air (danau) tahun 2009 dan tahun 2010 (a) penafsiran pada lokasi Danau Batur (b) penafsiran pada lokasi Danau Buyan ... 38

15. Tutupan lahan berupa Bandara I Gusti Ngurah Rai (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 39

16. Perbandingan delineasi bandara (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010 ... 39

17. Tutupan lahan berupa hutan lahan kering berupa kawasan hutan lindung di sekitar Kintamani (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 40

18. Perbandingan delineasi hutan lahan kering (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010 ... 41

19. Titik Verifikasi Kebun Campuran... 41

(14)

viii

21. Perbandingan delineasi hutan mangrove (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 43 22. Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Pupuan (a) lokasi pada

citra (b) lokasi di lapangan ... 44 23. Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Dawan (a) lokasi pada

citra (b) lokasi di lapangan ... 44 24. Perbandingan delineasi kebun campuran (a) hasil penafsiran tahun 2009

(b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 45 25. Tutupan lahan berupa lahan terbuka di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 46 26. Perbandingan delineasi lahan terbuka (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b)

hasil penafsiran tahun 2010 ... 47 27. Tutupan lahan berupa padang rumput di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 48 28. Perbandingan delineasi padang rumput (a) hasil penafsiran padang

rumput di lapangan golf di sekitar Denpasar (b) hasil penafsiran padang rumput di sekitar Kaldera Gunung Batur ... 49 29. Tutupan lahan berupa permukiman di sekitar Denpasar, Bali (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 50 30. Tutupan lahan berupa pemukiman di sekitar Klungkung, Bali (a) lokasi

pada citra (b) lokasi di lapangan ... 51 31. Perbandingan delineasi permukiman (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b)

hasil penafsiran tahun 2010 ... 51 32. Tutupan lahan berupa pertanian lahan kering di sekitar Kintamani (a)

lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan ... 52 33. Perbandingan delineasi pertanian lahan kering (a) hasil penafsiran tahun

2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 53 34. Tutupan lahan berupa sawah di sekitar Gianyar (a) lokasi pada citra (b)

lokasi di lapangan ... 54 35. Perbandingan delineasi tutupan lahan sawah (a) hasil penafsiran tahun

2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010 ... 54 36. Tutupan lahan berupa tambak garam di Sawan (a) lokasi pada citra (b)

lokasi di lapangan ... 56 37. Perbandingan kenampakan citra yang digunakan untuk penafsiran

tutupan lahan (a) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2008 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun 2009 (b) citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 digunakan pada penafsiran tutupan lahan tahun

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyusunan basis data tentang tutupan lahan di Indonesia perlu dilakukan salah satunya agar dapat digunakan dalam perhitungan tingkat deforestasi dan pemetaan sebaran lokasi areal yang mengalami deforestasi (Kementerian Kehutanan 2010). Pengolahan citra berbasis system informasi geografis (SIG) dalam bidang kehutanan dapat mendukung penyusunan basis data tentang tutupan lahan, karena SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan, batas, dan lokasi (Jaya 2002).

Pemantauan dan penyusunan basis data menggunakan SIG di Indonesia telah lama dilakukan menggunakan citra optik, namun citra optik memiliki keterbatasan seperti adanya tutupan awan. Sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan citra optik, saat ini telah tersedia sistem penginderaan jauh menggunakan radar. Radar memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman pada segala cuaca dan waktu. Radar dapat melakukan perekaman ketika cuaca berawan, baik berat maupun ringan. Radar juga dapat melakukan perekaman pada siang dan malam hari.

Penggunaan citra radar sebagai media penafsiran tutupan lahan di Indonesia sangat menguntungkan mengingat frekuensi tutupan awan di Indonesia cukup tinggi. Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) memiliki karakteristik berbeda dengan citra optik yang bisa digunakan untuk interpretasi tutupan lahan. Untuk mempermudah penafsiran tutupan lahan menggunakan citra SAR maka diperlukan sebuah manual interpretasi citra yang dapat digunakan untuk menafsir jenis-jenis tutupan lahan yang dipetakan menggunakan citra SAR, khususnya Indonesia.

(16)

2

Klasifikasi penutupan lahan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dijital dan visual. Klasifikasi tutupan lahan menggunakan metode dijital memiliki beberapa keterbatasan seperti adanya bayangan topografi dan topografi yang menghadap arah sensor. Pada objek-objek yang berada pada bayangan topografi dan topografi yang menghadap arah sensor cenderung terjadi kesalahan klasifikasi tutupan lahan. Hal ini disebabkan karena nilai dijital pada daerah bayangan topografi dan topografi arah sensor terkadang tidak sesuai dengan nilai dijital tutupan lahan yang seharusnya.

Penafsiran tutupan lahan secara visual menggunakan elemen interpretasi tertentu seperti warna, tekstur, bentuk, pola, asosiasi, dan situs. Berbeda dengan klasifikasi secara dijital, penafsiran tutupan lahan secara visual bersifat kualitatif, sehingga perlu dilakukan proses kuantifikasi. Proses kuantifikasi ini penting karena perhatian penafsir pada apa yang terdapat pada citra hampir selalu disertai dengan memperhatikan dimana kedudukan obyek yang diamati tersebut di lapangan dan bagaimana bentangan arealnya (Lillesand & Kiefer 1990). Keberadaan alat bantu dapat mempermudah proses kuantifikasi tersebut.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil penafsiran visual, yaitu ragam jenis tutupan lahan, keberadaan alat bantu, dan penafsir. Ragam jenis tutupan lahan dapat dikategorikan tetap dikarenakan pada suatu wilayah ragam jenis tutupan lahan cenderung tetap, sementara penafsir pada umumnya memiliki kemampuan yang berbeda pada tiap individu. Keberadaan manual sebagai alat bantu penafsiran visual menjadi penting ketika penafsir yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Kualitas hasil penafsiran tutupan lahan kemudian ditentukan oleh kualitas alat bantu penafsiran, dalam hal ini manual penafsiran tutupan lahan.

(17)

Perbandingan antara hasil penafsiran tutupan lahan di Pulau Bali pada tahun 2009 dengan hasil penafsiran Pulau Bali pada penelitian ini dengan menggunakan manual penafsiran yang sama dapat mengevaluasi manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR dengan cara mengetahui konsistensi hasil penafsiran visual. 1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengukur akurasi hasil penafsiran visual yang dilakukan berdasarkan kunci penafsiran pada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002) menjelaskan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu pemasukan data, pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), analisis dan manipulasi data serta keluaran data. Pemasukan data kedalam SIG dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi.

Sistem informasi geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis (Rind 1992 dalam Prabowo et al. 2005). Sedangkan menurut Widjojo (1993) SIG dapat didefinisikan sebagai perangkat lunak untuk penyimpanan, pemanggilan kembali, transformasi dan display data keruangan permukaan bumi yang terdiri dari:

1. Spasial, yaitu data yang berkaitan dengan koordinat geografis (lintang, bujur, dan ketinggian)

2. Atribut, yaitu data yang tidak berkaitan dengan posisi geografis 3. Hubungan antara data spasial, atribut, dan waktu

(19)

pertukaran data, (f) manipulasi data, (g) pemanggilan dan presentasi, dan (h) analisis data.

Menurut Jaya (2002), pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan (spatial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (polygon), batas (line atau arc) dan lokasi (point). Data spasial (peta) yang umum digunakan di bidang kehutanan, antara lain peta rencana tata ruang, peta rencana tata guna hutan, peta rupa bumi (kontur), peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta tata batas, peta batas unit pengelolaan hutan, peta batas administrasi kehutanan, peta tanah, peta iklim, peta geologi, peta vegetasi, dan peta potensi sumberdaya hutan.

2.2 Teknik Penafsiran Visual

Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penafsiran visual dilakukan atas sifat fisik yang tampak pada citra. Keberhasilan di dalam penafsiran citra sangat bervariasi bergantung kepada pengalaman penafsir, sifat objek yang diinterpretasi, dan kualitas citra yang digunakan.

Studi secara sistematik pada citra biasanya meliputi beberapa sifat khas dasar kenampakan pada citra. Karakteristik tersebut dapat berguna untuk beberapa keperluan tertentu, tergantung pada bidang terapannya. Meskipun demikian, sebagian besar terapan mempertimbangkan tujuh karakteristik dasar atau variasinya, yakni: bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, rona, tekstur, dan lokasi.

(20)

7

Beberapa penerapan dalam penafsiran citra melibatkan delineasi pada wilayah tertentu pada citra. Pada pemetaan pada tutupan seperti penutupan lahan, tipe tanah, atau tipe hutan, penafsir perlu memutuskan garis batas antara tutupan yang satu dengan yang lain. Delineasi wilayah tertentu pada citra memiliki dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) definisi setiap klasifikasi yang digunakan dalam membedakan masing-masing kategori yang muncul dalam penafsiran; (2) batasan wilayah terkecil dimana bisa dilakukan proses delineasi atau minimum mapping unit (MMU).

2.3 Radar (Radio Detection and Ranging)

Radar (Radio Detection and Ranging) menurut Lillesand dan Kiefer (1990) merupakan suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan letak posisinya, prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan

merekam kekuatannya dari asal gema “echo”, atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang.

Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Pemanfaatan radar di kalangan militer antara lain untuk menetukan dan mendeteksi objek pada kondisi malam hari, tersamarkan, atau tertutupi kamuflase dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut, sedangkan radar untuk keperluan sipil dimulai pemakaiannya pada tahun 1960-an.

(21)

2.4 Parameter Sistem Radar

2.4.1 Panjang Gelombang

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar adalah panjang gelombang. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan. Makin rendah panjang gelombang maka makin rendah daya tembusnya. Sebaliknya, semakin tinggi panjang gelombang maka akan semakin tinggi daya tembusnya. Kisaran panjang gelombang yang ada untuk radar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kisaran panjang gelombang (λ) pada saluran/band radar Saluran/Band Panjang Gelombang (λ)

(22)

9

2.4.3 Interpretasi Citra Synthetic Aperture Radar (SAR)

Dalam menginterpretasi citra radar diperlukan beberapa pengetahuan mendasar tentang lokasi asli yang dijadikan acuan dari citra radar yang digunakan. Dalam penampakan citra radar, semakin kasar tampilan suatu permukaan maka intensitas backscatter-nya pun semakin tinggi.

Permukaan datar seperti jalan beraspal, landasan pacu, dan permukaan air akan tampak sebagai wilayah berwarna gelap dikarenakan sebagian besar gelombang radar dipantulkan secara spekular.

Gambar 1 Refleksi spekular.

Permukaan yang rata bersifat seperti cermin yang memantulkan gelombang radar dan sangat sedikit yang dipantulkan kembali ke sensor, sesuai dengan hukum pemantulan cahaya, besar sudut datang terhadap garis normal sama besar dengan besar sudut pantul terhadap garis normal.

Permukaan yang kasar memantulkan gelombang radar ke segala arah. Sebagian gelombang radar dipantulkan kembali ke sensor, jumlah energi yang dipantulkan kembali ke sensor bergantung kepada jenis permukaan yang ditumbuk oleh gelombang radar.

(23)

Permukaan laut yang tenang tampak gelap di citra SAR, namun permukaan laut yang bergelombang bisa tampak terang, terutama ketika sudut datang dari gelombang radar tersebut kecil. Jenis-jenis vegetasi seperti pohon biasanya terlihat kasar dan cerah. Hutan hujan tropis memiliki koefisien backscatter antara -6 hingga -7 dB, angka ini relatif stabil dari masa ke masa.

Objek yang terlihat sangat terang pada citra bisa disebabkan karena terjadinya double-bounce, dimana gelombang radar dipantulkan dari permukaan yang horizontal kemudian vertikal dan kembali ke sensor. Objek-objek yang dapat menyebabkan efek double-bounce ini berupa gedung-gedung tinggi, dan objek logam seperti peti kemas. Daerah pemukiman dan beberapa objek buatan manusia lainnya juga biasanya tampak cerah pada citra dikarenakan adanya efek ini.

Gambar 3 Double-bounce. 2.5 ALOS PALSAR

ALOS (Advanced land Observing Sattelite) merupakan satelit yang diluncurkan oleh Badan Luar Angkasa Jepang pada bulan Januari 2006. Satelit ALOS ini membawa tiga jenis sensor, yaitu PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2).

(24)

11

Tabel 2 Keterangan umum ALOS

Uraian Keterangan

Alat Peluncuran Roket H-IIA

Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima

Berat Satelit 4000 Kg

Power 7000 W

Waktu Operasional 3-5 Tahun

Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit

Recurrent Period 46 Hari Sub Cycle 2 hari Tinggi Lintasan 692 km diatas Ekuator

Inklinasi 98,2°

Sumber: JAXA 2006

Secara ringkas terdapat lima misi dari satelit ALOS (JAXA 2006), yaitu: 1. Kartografi : untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan

wilayah Asia Pasifik

2. Pemantauan regional : melakukan pemantauan regional untuk pengembangan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonisasi antara kesediaan sumber daya alam serta pengembangan pembangunan

3. Monitoring bencana : melakukan monitoring bencana alam 4. Survei sumberdaya : untuk survei sumber daya alam

5. Pengembangan teknologi : mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang.

2.5.1 Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS PALSAR

(25)

Tabel 3 Karakteristik PALSAR

Mode Fine mode ScanSAR mode Full Polarimetry

mode

Frekuensi 1270 Mhz (L-Band)

Lebar Kanal 24/14 MHz

Polarisasi HH atau VV/HH+HV atau

VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/ 20 m (4look)

100 m

(multi look) 30 m

Lebar Cakupan 70 km 250 – 350 km 30 km

Incidence Angle 8 – 60 derajat 14 – 43 derajat 8 – 30 derajat

NE Sigma 0 < - 23dB (70 km)

<- 25 dB (60 km) <- 25 dB <- 29 dB

Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit

Ukuran Antena AZ: 8,9 m × EL: 2,9 m

Sumber: JAXA 2006

PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang bekerja pada frekuensi band L. Sensor PALSAR mempunyai kemampuan untuk menembus awan, sehingga informasi permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam ataupun siang hari. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan DEM, interferometri untuk mendapatkan pergeseran tanah, kandungan biomassa, monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak (oil spill), kelembaban tanah, mineral, dan lain-lain.

(Sumber: JAXA 2006)

(26)

13

(Sumber: JAXA 2006)

Gambar 5 Prinsip geometri dari PALSAR.

2.5.2 Produk dan Pengolahan Data ALOS

JAXA telah merencanakan produk data ALOS dalam 2 kategori, yaitu: produk standar dan produk riset. Produk standar terdiri dari produk standar untuk sensor PRISM, produk standar untuk sensor AVNIR-2, dan produk standar untuk sensor PALSAR. Produk standar untuk masing-masing sensor terdiri dari beberapa level, khususnya untuk sensor PALSAR seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Level produk standar pengolahan citra ALOS

Level Definisi Catatan

1 Susunan data sinyal yang belum dipadatkan yang dilengkapi dengan koefisien kalibrasi radiometrik dan koreksi geometrik dalam mode polarimetri, data polarimetri dipisahkan

1,1 Data yang sudah dikalibrasi secara radiometrik pada masukan sensor

1,5 Data yang sudah dikoreksi geometrik secara sistematik Proyeksi Peta Resampling Pixel Spacing

Sumber: JAXA 2006

2.6 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan

(27)

JICA dan Fahutan IPB (2010) menjelaskan kelas tutupan lahan yang dapat dibedakan menggunakan Citra ALOS PALSAR terdiri dari 17 tutupan lahan, yaitu: hutan lahan kering, hutan tanaman, hutan musim, hutan rawa, hutan mangrove, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan sawit, belukar, padang rumput, pertanian lahan kering, sawah, pemukiman, badan air, lahan terbuka, tambak, dan bandara.

2.7 Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan

Data PALSAR dapat digunakan untuk memeriksa penggunaan lahan, mengklasifikasi tutupan lahan, serta mengawasi perubahan tutupan lahan yang terjadi (Wang et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Bainnaura (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan kombinasi band HH-HV-Ratio (HH/HV) dan penggunaan kombinasi band HH-HV-Normalized Ratio ((HH-HV)/(HH+HV)) tidak memberikan informasi tambahan dalam penafsiran tutupan lahan secara visual.

(28)

Objek Tutupan Lahan Tone Bentuk Ukuran Tekstur Pola Site Asosiasi Hutan lahan kering Hijau kuning – hijau

gelap

Poligon tidak

beraturan

Sedang-besar Halus-kasar Tidak teratur

Datar-bergelombang

Aksesibilitas sulit, ekosistem hutan

alami

Hutan tanaman Hijau kuning-hijau

gelap

Kotak/persegi Kecil-besar Halus hingga

kasar

Hutan musim Hijau-hijau gelap Poligon tidak

beraturan

Kecil-besar Halus Tidak teratur datar Berkaitan dengan tipe iklim kering

Hutan rawa Hijau gelap Poligon tidak

beraturan

Kecil-besar Kasar Tidak teratur

mengelompok

Datar Dekat dengan badan air atau

dipengaruhi oleh keberadaan air

Datar Dekat dengan pantai dan muara

sungai

Kebun campuran Hijau gelap, hijau

biru, hijau pink

Poligon tidak

beraturan

Sedang Kasar Tidak teratur

mengelompok

Datar Dekat dengan pemukiman atau

areal terbangun dan ada akses jalan

Kebun karet Hijau gelap, hijau

terang, hijau biru,

hijau pink

Kotak persegi Sedang Kasar Teratur

mengelompok

Kotak persegi Kecil-besar Halus hingga

kasar Tabel 5 Elemen penafsiran visual citra ALOS PALSAR

(29)

Objek Tutupan Lahan Tone Bentuk Ukuran Tekstur Pola Site Asosiasi

Akses tidak terlalu mudah dan jauh

dari pemukiman

Padang rumput Biru-hijau, biru-pink Poligon tidak

teratur

Pertanian lahan kering Biru, biru-hijau Poligon tidak

teratur

akses jalan, terletak di daerah yang

sulit untuk menyalurkan air,

terutama mendekati puncak gunung

Sawah Biru, biru-hijau Kotak/persegi Kecil hingga

sedang

Halus hingga

kasar

Teratur

mengelompok

Datar Dekat dengan pemukiman, dekat

dengan sungai, ada akses jalan

Lahan terbuka Pink, biru-pink Poligon tidak

teratur

Tambak Biru Kotak/persegi Kecil Kasar Teratur

mengelompok

Datar Berada dekat dengan pantai

Bandar udara Biru Kotak persegi Kecil Halus Teratur Datar Dekat dengan areal terbangun dan

memiliki akses jalan utama

Sumber: Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR (JICA & Fahutan IPB 2010)

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Bali dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 hingga November 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari Citra ALOS PALSAR Provinsi Bali resolusi 50 m tahun perekaman 2009, manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR, peta administrasi Provinsi Bali, peta jaringan jalan Provinsi Bali, peta kerja pengamatan lapangan, data hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 wilayah Bali. Alat yang digunakan dalam penelitian berupa tally sheet, alat tulis, Global Positioning System (GPS), kompas, kamera dijital, seperangkat komputer dengan aplikasi perkantoran (MS Word dan MS Excel), aplikasi pengolahan citra (Erdas Imagine) dan aplikasi GIS (ArcView, ArcGIS) dengan sistem pendukung ekstensi image analysis, geoprocessing, graticules and measured grid, projection utility wizard, spatial analysis, xtools, dan ekstensi ihmb-jaya versi 6.

3.3 Tahapan Penelitian

(31)

3.3.1 Pra-pengolahan Citra

Pra-pengolahan citra dilakukan dengan membuat band sintetik dan citra komposit. Citra kemudian dipotong seluas wilayah pengamatan untuk kemudian dilakukan penafsiran, penentuan lokasi verifikasi lapangan, dan pembuatan peta kerja.

3.3.1.1 Pembuatan Synthetic Band dan Citra Komposit

Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dapat diunduh secara cuma-cuma di situs ALOS Research and Application Project milik JAXA. Data ini merupakan produk level 1.5 dari JAXA, sehingga Citra ALOS PALSAR yang diunduh berbentuk raw (format *.raw) perlu dilakukan import dengan bantuan metadata (format *.hdr). Setelah citra di import (format *.img) kemudian dibuat synthetic band dengan kombinasi rasio (HH/HV) menggunakan Erdas Model Builder.

Citra komposit dibuat dengan menggabungkan band HH, HV, dan ratio (HH/HV) sebagai band red, green dan blue.

3.3.1.2 Pemotongan Citra Komposit

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi pengamatan yang direncanakan, adalah wilayah Provinsi Bali dengan luas daerah pengamatan 80 km × 60 km.

3.3.1.3 Penafsiran Visual dan On-Screen Digitation

Citra ALOS PALSAR ditafsirkan menjadi kelas-kelas tutupan lahan yang mengacu kepada Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR yang kemudian dibuat menjadi poligon kelas-kelas tutupan lahan dengan On-Screen Digitation. Penafsiran dilakukan pada skala 1:75000.

3.3.1.4 Pembuatan Lokasi Titik Pengamatan

(32)

19

3.3.1.5 Pembuatan Peta Kerja

Peta kerja dibuat sebagai alat pembantu pengamatan di lapangan. Peta kerja dibuat dengan menumpangtindihkan (overlay) citra ALOS PALSAR, lokasi titik pengamatan, peta administrasi Provinsi Bali, peta jaringan jalan Provinsi Bali, dan hasil delineasi penafsiran visual citra ALOS PALSAR Provinsi Bali. Peta kerja kemudian dicetak di kertas A3 dengan skala 1:150000.

3.3.2 Pengambilan Data Lapangan

Blanko (tally sheet) yang digunakan untuk mencatat data-data lapangan berbentuk buku yang diisi dengan ID plot, jenis tutupan lahan, nomor foto, jenis vegetasi, kondisi vegetasi, tapak, topografi, fisiografi, dan sketsa lapangan. Sketsa yang dibuat berukuran 300 × 300 meter (Gambar 6). Pemotretan bentang titik pengamatan yang dapat menggambarkan kondisi tutupan lahan juga dilakukan sebagai alat bantu argumen hasil verifikasi.

Gambar 6 Blangko pembuatan sketsa jenis tutupan lahan di lapangan.

(33)

3.3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menghitung akurasi hasil penafsiran menggunakan akurasi umum dan akurasi kappa dan melakukan perbandingan hasil penafsiran tahun 2009 dengan hasil penafsiran pada penelitian ini.

3.3.3.1 Pengukuran Akurasi Hasil Penafsiran Visual

Jenis tutupan lahan hasil penafsiran visual berdasarkan manual penafsiran citra ALOS PALSAR kemudian dibandingkan dengan hasil pengecekan lapangan dengan menggunakan matriks kesalahan (Confusion Matrix) atau matriks kontingensi, adalah suatu matriks persegi yang dibuat melalui proses klasifikasi tutupan lahan yang diwakili oleh titik verifikasi (Tabel 6). Titik verifikasi ditentukan secara acak kemudian di verifikasi di lapangan. Akurasi diukur menggunakan Overall Accuracy (OA), yaitu persentase jumlah tutupan lahan yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan.

Overall Accuracy memiliki potensi pendugaan akurasi yang cenderung over estimate, sehingga kemudian diperlukan juga pengukuran akurasi kappa (K) yang secara matematis dapat dihitung menggunakan persamaan:

dimana:

Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya titik contoh

Dalam matriks kontingensi dapat pula dihitung besarnya akurasi pembuat (Producer’s Accuracy/PA) dan akurasi pengguna (User’s Accuracy/UA) dari setiap kelas. Secara matematis akurasi tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan:

(34)

21

Tabel 6 Matriks kontingensi Interpretasi

Awal

Hasil Verifikasi Lapangan Jumlah Piksel

Akurasi Pengguna

A B C Total

Piksel

A X11 X12 X13 X1+ X11/X1+

B X21 X22 X23 X2+ X22/X2+

C X31 X32 X33 X3+ X33/X3+

Total Piksel

X+1 X+2 X+3 N

Akurasi Pembuat

X11/X+1 X12/X+2 X13/X+3

Sumber: Jaya (2007)

3.3.3.2 Perbandingan Hasil Penafsiran Visual

(35)

3.3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pemotongan Citra

Penafsiran Visual dan Delineasi

Penentuan Titik

Pengamatan Lapangan Peta Kerja

Verifikasi Hasil Interpretasi dan Pengamatan Lapangan

Hasil

Selesai

Gambar 7 Diagram alir penelitian Uji Akurasi

> 85% Pembuatan Synthetic Band

dan Citra Komposit

Peta Administrasi Peta Jalan

Penafsiran Visual dan Perbaikan Delineasi < 85%

Overlay

Hasil Penafsiran Tutupan Lahan 2009

Konsisten atau Tidak Konsisten Uji Konsistensi Hasil

(36)

BAB IV

Timur. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.

Batas fisiknya adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Laut Bali

 Sebelah Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

 Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

 Sebelah Barat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)

Secara administratif, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu: Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km (Pemerintah Provinsi Bali 2008).

4.2 Topografi

Morfologi wilayah Provinsi Bali terdiri dari daerah dataran rendah pantai, sungai, rawa, danau, dataran vulkanik, serta dataran sedimen yang berbentuk landai dengan kemiringan 0-5 % dan ketinggian berkisar 0-25 m diatas permukaan laut. Provinsi Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi sebagian besar wilayahnya.

4.3 Iklim

(37)

pancaroba dengan curah hujan tertinggi mencapai 425,4 mm per tahun. Rata-rata yang ada di daerah Bali antara lain :

1. Aluvial (2 jenis tanah) 2. Regosol (8 jenis tanah) 3. Andosol (1 jenis tanah) 4. Latosol (4 jenis tanah) 5. Mediteran (2 jenis tanah)

Tanah aluvial penyebarannya kira-kira 4,72 % dari seluruh areal Pulau Bali dan di Indonesia golongan tanah ini dipergunakan untuk sawah, palawija dan perikanan. Di Bali pada tanah aluvial disamping digunakan untuk sawah, sebagian lagi ditumbuhi vegetasi rawa.

Tanah regosol merupakan tanah yang penyebarannya nomor dua setelah latosol, adalah: 40 % dari seluruh areal tanah pulau Bali. Kabupaten Bangli seluruh tanahnya regosol yang umumnya tanah ini baik dipergunakan untuk padi sawah, palawija, tembakau dan sayur-sayuran. Di Bali, tanah regosol merupakan tanah yang paling banyak ditanami.

(38)

25

4.5 Penggunaan Lahan

Berdasarkan buku rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2008 yang dibuat berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ tahun perekaman 2006, kelas tutupan lahan di Provinsi Bali terbagi menjadi 16 kelas tutupan lahan (Tabel 7). Luas total tutupan lahan di Provinsi Bali sebesar 567.000 ha, dimana luas wilayah berhutan, termasuk di dalamnya hutan lahan kering primer dan sekunder, hutan mangrove primer dan sekunder, serta hutan tanaman, sebesar 86.100 ha (15,17 %). Luas wilayah non hutan, termasuk di dalamnya semak/belukar, savana, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah, tambak, tanah terbuka, pemukiman, pelabuhan udara/laut, adalah sebesar 454.900 ha (80,14%). Luas wilayah tutupan awan sebesar 26.600 ha (4,69 %). Luas tutupan lahan yang paling besar adalah pertanian lahan kering campur semak sebesar 126.100 ha (22,22 %). Data citra yang digunakan untuk klasifikasi kelas tutupan lahan ialah citra Landsat 7 ETM+ tahun perekaman 2006 (BAPLAN 2008b).

Tabel 7 Luas penutupan lahan Provinsi Bali di dalam dan luar kawasan hutan

Kelas Tutupan Lahan Total

(Ribu ha)

Persentase (%)

Hutan lahan kering primer 47,6 8.39 %

Hutan lahan kering sekunder 32,8 5.78 %

Hutan mangrove primer 0,6 0.11 %

Pertanian lahan kering campur semak 126,1 22.22 %

Sawah 119,9 21.12 %

(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR

Penafsiran dilakukan pada citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 dengan luasan 60 km × 80 km dengan berpedoman kepada manual penafsiran citra ALOS PALSAR untuk mengenali penutupan lahan/hutan di Indonesia (JICA & Fahutan IPB 2010) dan juga dibantu dengan Google Earth. Penafsiran visual awal menghasilkan 12 jenis tutupan lahan, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar, dan tambak. Hasil penafsiran awal citra dapat dilihat pada Gambar 8.

(40)

28

Dari hasil penafsiran visual tersebut diperoleh luasan masing-masing tutupan lahan yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Luasan hasil interpretasi visual tutupan lahan

Jenis Tutupan Lahan Luas

Hutan lahan kering 64.105,391 19.797%

Hutan mangrove 1.311,336 0.405%

Kebun campuran 59.448,424 18.358%

Lahan Terbuka 2.091,548 0.646%

Padang rumput 196,085 0.061%

Pemukiman 31.954,188 9.868%

Pertanian lahan kering 68.502,144 21.154%

Sawah 93.383,011 28.838%

Semak belukar 96,435 0.030%

Tambak 13,908 0.004%

Total 323.819,717

Dari hasil penafsiran tersebut kemudian ditentukan jumlah titik yang dibutuhkan untuk keperluan verifikasi lapangan. Intensitas sampling sebesar 5% menghasilkan jumlah titik verifikasi yang dibutuhkan sebanyak 240 titik dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perhitungan jumlah titik verifikasi lapangan minimum

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Verifikasi Minimum

(41)

Hasil penafsiran berupa badan air (laut) diabaikan dalam penentuan jumlah plot verifikasi tutupan lahan dikarenakan lokasi keberadaan dan jenis tutupan yang sudah dapat dipastikan. Verifikasi tutupan lahan memiliki batas minimum titik verifikasi sebanyak tiga titik pada satu jenis tutupan lahan. Sehingga titik verifikasi minimum yang diperlukan bertambah terutama pada tutupan lahan yang luasannya kecil, antara lain: badan air (danau), bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, semak belukar, dan tambak.

Tabel 10 Kebutuhan minimum titik verifikasi lapangan per kelas tutupan lahan Jenis Tutupan Lahan Titik Verifikasi

Minimum

Pertanian lahan kering 51 56

Sawah 69 114

Semak belukar 3 3

Tambak 3 3

Total 257 390

(42)

30

Gambar 9 Peta sebaran titik verifikasi hasil interpretasi visual di Provinsi Bali tahun 2010.

5.2 Hasil Verifikasi Penutupan Lahan di Lapangan

Verifikasi penutupan lahan tersebar pada tujuh kabupaten dan satu kotamadya, yaitu: Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, serta Kotamadya Denpasar. Total titik verifikasi yang dikunjungi di lapangan hanya 236 dari 390 titik yang direncanakan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas menuju titik yang direncanakan. Keberadaan jaringan jalan di lapangan tidak sesuai dengan peta jaringan jalan yang digunakan pada perencanaan penempatan titik verifikasi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan penambahan titik secara purposive pada tiap tutupan lahan ketika dibutuhkan.

Tabel 11 Rincian titik verifikasi lapangan

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Rencana Verifikasi

Jumlah Titik Verifikasi Lapangan

Badan air 3 7

Bandara 3 3

Hutan lahan kering 64 9

Hutan mangrove 3 3

(43)

Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik Rencana Verifikasi

Jumlah Titik Verifikasi Lapangan

Lahan terbuka 3 2

Padang rumput 3 3

Pemukiman 37 29

Pertanian lahan kering 56 22

Sawah 114 64

Tambak 3 4

Semak belukar 3 -

Total 257 236

Hasil identifikasi tutupan lahan setelah dilakukan verifikasi berkurang menjadi 11 kelas, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Kelas tutupan lahan semak belukar dihilangkan karena tidak ditemukan tutupan lahan berupa semak belukar pada daerah verifikasi. Rincian titik verifikasi lapangan dapat dilihat pada Tabel 11. Sementara hasil penafsiran visual setelah verifikasi ditampilkan pada Gambar 10

Gambar 10 Peta hasil penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter setelah verifikasi di Provinsi Bali tahun 2010.

(44)

32

5.3 Penghitungan Keakuratan Penafsiran dan Klasifikasi Tutupan Lahan Evaluasi keakuratan hasil penafsiran visual tutupan lahan dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase keakuratan hasil penafsiran. Derajat keakuratan tersebut meliputi jumlah titik verifikasi sebagai perwakilan wilayah penafsiran yang dikelaskan secara benar atau salah, persentase banyaknya titik verifikasi pada mmasing-masing kelas dan persentase kesalahan penafsiran total. Akurasi hasil penafsiran diuji menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) seperti terlihat pada Tabel 12.

Matriks kesalahan dari data training area tersebut memiliki kesalahan omisi (omission error) dan kesalahan komisi (commission error). Pada Tabel 12, besar kesalahan omisi untuk kelas tutupan lahan kebun campuran adalah sebesar 10,11%, kelas tutupan lahan lahan terbuka sebesar 50%, kelas tutupan lahan pemukiman sebesar 6,90%, untuk kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 21,74%, untuk kelas tutupan lahan sawah sebesar 14,06%, sedangkan untuk kelas tutupan lahan bandara, badan air, hutan lahan kering, hutan mangrove, dan padang rumput tidak memiliki kesalahan omisi.

Besarnya kesalahan komisi untuk kelas tutupan lahan hutan lahan kering adalah sebesar 25%, kelas tutupan lahan kebun campuran sebesar 12,09%, kelas tutupan lahan lahan terbuka 50%, kelas tutupan lahan pemukiman sebesar 12,90%, kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 18,18%, kelas tutupan lahan sawah 5,17%, sementara untuk kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, padang rumput, dan tambak tidak memiliki kesalahan komisi.

(45)

Tabel 12 Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2010 wilayah Bali

(46)

Tabel 13 Matriks kesalahan hasil penafsiran visual citra ALOS PALSAR tahun 2009 wilayah Bali

PLK = Pertanian lahan kering

(47)

Pada Tabel 13 besar kesalahan omisi untuk kelas tutupan lahan hutan lahan kering sebesar 72% dan kelas tutupan lahan sawah sebesar 100%. Sementara kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, dan pertanian lahan kering tidak memiliki kesalahan omisi.

Besarnya kesalahan komisi untuk kelas tutupan lahan kebun campuran sebesar 100%, kelas tutupan lahan pertanian lahan kering sebanyak sebesar 50%, dan kelas tutupan lahan sawah sebesar 100%. Kelas tutupan lahan badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, lahan terbuka, padang rumput, dan pemukiman tidak memiliki kesalahan komisi.

Matrik kontingensi tersebut selanjutnya selain dapat digunakan untuk menghitung nilai akurasi pembuat (producers’ accuracy) dan akurasi pengguna (users’ accuracy), dapat juga digunakan untuk menghitung akurasi umum (overall accuracy) dan akurasi kappa (Kappa accuracy).

Nilai akurasi umum (Overall Accuracy) untuk hasil penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR tahun 2010 adalah sebesar 88,98% sementara untuk nilai akurasi kappa adalah sebesar 85,48%. Sementara nilai akurasi umum (Overall Accuracy) untuk hasil penafsiran visual pada citra ALOS PALSAR tahun 2009 adalah sebesar 62,75% sementara untuk nilai akurasi kappa adalah sebesar 57,65%. Agar hasil penafsiran visual kelas tutupan lahan tersebut dapat

digunakan, maka diperlukan nilai akurasi ≥ 85%.

Penghitungan akurasi kappa dilakukan karena nilai akurasi umum cenderung over estimate (Liu et al. 2009), sehingga diperlukan penghitungan akurasi yang lebih baik. Oleh karena itu dilakukan penghitungan akurasi kappa. Akurasi kappa dihitung menggunakan semua elemen dalam matriks kesalahan. 5.4 Perbandingan Hasil Interpretasi Visual Citra ALOS PALSAR

(48)

36

menggunakan alat bantu manual penafsiran visual. Perbandingan antar penafsiran dilakukan pada tiap-tiap tutupan lahan pada wilayah yang serupa.

Hasil penafsiran tutupan lahan tahun 2009 menghasilkan 10 jenis tutupan lahan, yaitu: hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, padang rumput, badan air, lahan terbuka, dan bandara. Penafsiran yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan 11 tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, padang rumput, badan air, lahan terbuka, tambak, dan bandara. Terdapat perbedaan jumlah tutupan lahan yang dapat di identifikasi dalam dua kali penafsiran menggunakan citra yang berbeda, yaitu tutupan lahan tambak. Hal ini disebabkan karena perbedaan kenampakan warna daerah penafsiran di sekitar wilayah tutupan lahan tambak pada citra yang digunakan untuk penafsiran tahun 2009 dan tahun 2010 (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11 Perbedaan penafsiran tutupan lahan (a) tutupan lahan tambak dapat dibedakan (b) tutupan lahan tambak tidak dapat dibedakan.

(49)

5.4.1 Badan Air

Kelas interpretasi badan air merupakan seluruh kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, dan padang lamun (lumpur pantai) (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010) kelas penafsiran badan air merupakan seluruh kenampakan perairan termasuk sungai, laut, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun, dll.

(a) (b)

Gambar 12 Tutupan lahan berupa badan air di Danau Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Tutupan lahan berupa badan air terdapat di lapangan berupa danau dan laut. Tutupan lahan berupa danau terdapat di bagian Utara pulau Bali, yaitu: Danau Batur, Danau Tamblingan, Danau Bratan, dan Danau Buyan. Titik verifikasi ditempatkan di sekitar Danau Batur (Gambar 12) dan Danau Buyan (Gambar 13). Kelas tutupan lahan badan air pada umumnya memiliki kenampakan warna biru atau biru gelap mendekati hitam, bentuknya cenderung tidak teratur dengan ukuran bervariasi dari kecil hingga besar.

(a) (b)

(50)

38

Melihat perbandingan delineasi antara hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2010 (Gambar 14), dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas tutupan lahan badan air (danau) dapat ditafsir secara jelas dan konsisten.

(a)

(b)

Gambar 14 Perbandingan delineasi badan air (danau) tahun 2009 dan tahun 2010 (a) penafsiran pada lokasi Danau Batur (b) penafsiran pada lokasi Danau Buyan.

Kedua hasil penafsiran hampir tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap tutupan badan air (danau) pada citra. Pada Gambar 14a dan Gambar 14b menunjukkan perbandingan antar delineasi hasil penafsiran badan air (danau) berada pada daerah yang sama.

5.4.2 Bandara

(51)

(2010) menyatakan kelas penafsiran bandara sebagai kenampakan bandara berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi sendiri.

Tutupan lahan berupa bandara terdapat di lapangan berupa Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Titik verifikasi lapangan diletakkan di sekitar Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali (Gambar 15). Tutupan lahan bandara umumnya memiliki kenampakan warna biru dengan bentuk persegi panjang.

(a) (b)

Gambar 15 Tutupan lahan berupa Bandara I Gusti Ngurah Rai (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Gambar 16 dibawah ini menunjukkan kemiripan bentuk delineasi hasil penafsiran tutupan lahan bandara citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2010. Kemiripan bentuk pada delineasi bandara dan kesamaan lokasi yang ditafsir sebagai bandara menunjukkan bahwa hasil interpretasi menggunakan manual interpretasi citra ALOS PALSAR terhadap tutupan lahan berupa bandara cukup konsisten.

(a) (b)

(52)

40

5.4.3 Hutan Lahan Kering

Kelas interpretasi hutan lahan kering merupakan seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan, dan pegunungan (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010), tutupan lahan hutan lahan kering merupakan seluruh kenampakan hutan yang berada pada ketinggian tertentu, perbukitan dan pegunungan baik hutan primer maupun sekunder.

(a) (b)

Gambar 17 Tutupan lahan berupa hutan lahan kering berupa kawasan hutan lindung di sekitar Kintamani (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

(53)

(a) (b)

Gambar 18 Perbandingan delineasi hutan lahan kering (a) penafsiran tahun 2009 (b) penafsiran tahun 2010.

Gambar 18 menunjukkan hasil penafsiran visual menggunakan citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan tahun 2010 memiliki perbedaan yang cukup nyata dari segi ukuran delineasi tutupan lahan. Sejumlah wilayah yang ditafsir sebagai hutan lahan kering pada poligon hasil penafsiran visual tahun 2009 dibandingkan dengan poligon hasil penafsiran visual tahun 2010 memiliki sejumlah wilayah yang mengalami salah penafsiran jika merujuk kepada ciri kenampakan hutan lahan kering pada manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR. Kemudian dilakukan verifikasi pada lokasi tersebut menggunakan titik verifikasi yang diperoleh pada penelitian ini untuk memastikan adanya kesalahan penafsiran yang terjadi pada poligon tutupan lahan hutan lahan kering hasil penafsiran visual tahun 2009. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa lokasi yang ditunjukkan pada Gambar 19 memang terjadi kesalahan penafsiran.

(54)

42

Faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan delineasi tersebut disebabkan karena faktor penafsir, dikarenakan ciri kenampakan visual kelas tutupan lahan hutan lahan kering pada manual penafsiran citra ALOS PALSAR jelas berbeda dengan ciri kenampakan sebagian wilayah pada poligon hasil penafsiran visual tahun 2009 yang mengalami kesalahan penafsiran.

Secara umum hasil penafsiran hutan lahan kering menggunakan manual penafsiran visual dapat dikatakan cukup konsisten, dikarenakan tidak ada kesalahan penafsiran yang disebabkan karena kesalahan manual melainkan kesalahan penafsir dalam pengambilan keputusan.

5.4.4 Hutan Mangrove

Kelas interpretasi hutan mangrove merupakan seluruh kenampakan hutan bakau, nipah dan nibung (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010) tutupan lahan hutan mangrove merupakan tutupan lahan hutan bakau, nipah, dan nibung yang berada di sekitar pantai.

Tutupan lahan berupa hutan mangrove terdapat di lapangan berupa kawasan Hutan Lindung di sekitar Kecamatan Kuta dan Kecamatan Denpasar Selatan. Daerah mangrove ini dibuat menjadi Mangrove Information Centre melalui kerjasama Kementerian Kehutanan dan JICA. Titik verifikasi ditempatkan di dalam kawasan Mangrove Information Centre (Gambar 20). Tutupan lahan hutan mangrove memiliki kenampakan warna hijau gelap dan terdapat pada wilayah yang terkena arus pasang surut air laut (berasosiasi dengan wilayah pantai).

(a) (b)

(55)

Hasil penafsiran tutupan lahan hutan mangrove menggunakan manual penafsiran citra ALOS PALSAR pada Gambar 21 memberikan hasil yang cukup konsisten antara hasil penafsiran tutupan lahan citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan 2010. Terjadi sedikit perbedaan pada ukuran delineasi, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap konsistensi manual. Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki kenampakan tutupan lahan mangrove masih memanjang ke arah selatan. Baik pada citra hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan 2010 terlepas adanya perbedaan tingkat kecerahan warna pada kedua citra tersebut.

(a) (b)

Gambar 21 Perbandingan delineasi hutan mangrove (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010.

5.4.5 Kebun Campuran

(56)

44

(a) (b)

Gambar 22 Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Pupuan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Titik verifikasi ditempatkan di daerah-daerah yang di interpretasikan sebagai kebun campuran dan memiliki akses jalan. Kebun campuran yang ditemukan di lapangan berupa kebun cengkeh dan wanatani (Gambar 22 dan Gambar 23). Tutupan lahan kebun campuran umumnya memiliki kenampakan hijau hingga hijau gelap, tekstur warna kasar dan dengan ukuran polygon yang bervariasi. Umumnya kebun campuran terdapat di daerah yang dekat dengan pemukiman atau terdapat aksesibilitas jalan yang cukup banyak.

(a) (b)

Gambar 23 Tutupan lahan berupa kebun campuran di sekitar Dawan (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

(57)

dicocokkan dengan titik verifikasi lapangan ternyata merupakan tutupan lahan kebun campuran. Sementara wilayah yang dapat ditafsir sebagai kebun campuran pada hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 ditunjukkan oleh poligon berwarna merah. Hasil delineasi tutupan lahan kebun campuran citra ALOS PALSAR tahun 2010 memiliki daerah yang bertampalan dengan delineasi hutan lahan kering hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009.

(a) (b)

Gambar 24 Perbandingan delineasi kebun campuran (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010.

Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa terjadi kesalahan penafsiran pada hasil delineasi citra ALOS PALSAR tahun 2009. Namun hal ini tidak karena kesalahan manual, dikarenakan pada wilayah dimana terjadi kesalahan penafsiran secara kenampakan warna sudah dapat dibedakan bahwa kenampakan tersebut merujuk kepada manual penafsiran visual citra ALOS PALSAR tidak sesuai dengan ciri kenampakan hutan lahan kering.

(58)

46

keputusan dari penafsir citra. Pada poligon tutupan lahan kebun campuran yang beririsan antara hasil penafsiran citra ALOS PALSAR tahun 2009 dan 2010 dapat disimpulkan bahwa hasil penafsiran yang tidak konsisten pada kedua percobaan tersebut tidak disebabkan oleh manual penafsiran.

5.4.6 Lahan Terbuka

Kelas interpretasi lahan terbuka merupakan seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai) dan lahan terbuka bekas kebakaran (BAPLAN, 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) menyatakan lahan terbuka sebagai seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran, dan lahan terbuka yang ditumbuhi alang-alang/rumput.

Tutupan lahan berupa lahan terbuka terdapat di sekitar kaldera Gunung Batur hingga puncak Gunung Batur. Titik verifikasi ditempatkan di sekitar kaldera Gunung Batur. Lahan terbuka yang ditemukan di lapangan berupa batuan lahar beku (Gambar 25). Tutupan lahan terbuka umumnya memiliki penampakan warna biru hingga ungu. Lahan terbuka berwarna hijau akan terjadi pada bentangan yang memiliki aspek menghadap arah barat.

(a) (b)

Gambar 25 Tutupan lahan berupa lahan terbuka di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

(59)

pada tahun 2010 verifikasi dilakukan di wilayah Kaldera Gunung Batur di sekitar Kecamatan Kintamani (Gambar 26b).

Pada batas delineasi lahan terbuka di wilayah Kota Denpasar, tidak terjadi perbedaan nyata. Penafsiran untuk wilayah taman tersebut cenderung mudah mengingat lokasinya berasosiasi dengan permukiman sehingga terjadi perbedaan kenampakan yang cukup jelas.

(a)

(b)

Gambar 26 Perbandingan delineasi lahan terbuka (a) hasil penafsiran tahun 2009 (b) hasil penafsiran tahun 2010.

(60)

48

untuk daerah lahar beku di sekitar kaldera Gunung Batur. Wilayah ini memiliki kenampakan warna hijau terang dimana pada kunci penafsiran tidak mungkin dikategorikan sebagai lahan terbuka. Warna hijau terang tersebut disebabkan oleh aspek yang menghadap ke barat.

Tanpa kasus-kasus khusus seperti di wilayah kaldera Gunung Batur, kunci penafsiran telah cukup memberikan informasi untuk dapat menafsir sebuah tutupan lahan berupa lahan terbuka dan hasil penafsiran tutupan lahan terbuka menggunakan kunci penafsiran visual dapat dikatakan telah cukup konsisten. 5.4.7 Padang Rumput

Kelas interpretasi padang rumput merupakan kenampakan non-hutan alami berupa padang rumput kadang dengan sedikit semak atau pohon (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan padang rumput sebagai kenampakan non hutan berupa padang alang-alang dan terkadang sedikit semak atau pohon dengan luasan tertentu.

(a) (b)

Gambar 27 Tutupan lahan berupa padang rumput di Kaldera Gunung Batur (a) lokasi pada citra (b) lokasi di lapangan.

Gambar

Gambar 6  Blangko pembuatan sketsa jenis tutupan lahan di lapangan.
Tabel 6  Matriks kontingensi
Gambar 7  Diagram alir penelitian
Tabel 7  Luas penutupan lahan Provinsi Bali di dalam dan luar kawasan hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi

AVNIR-2, dan PALSAR) dan pada keempat citra hasil fusi (Brovey PRISM dengan AVNIR- 2, Brovey PALSAR dengan AVNIR-2, HSV PRISM dengan AVNIR-2, dan HSV PALSAR dengan AVNIR-2), baik

Hasil analisis secara visual citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m kombinasi RGB 3-4-2 menampilkan 8 kelas tutupan lahan, yaitu tutupan lahan badan air, pertanian lahan

Eucalyptus sedang-tua memiliki tone lebih gelap dan tekstur yang kasar dibanding hutan alam, sedangkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m hutan tanaman. Eucalyptus

Tujuan penelitian ini adalah membuat kunci interpretasi klas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR polarimetrik penuh, selanjutnya kunci interpretasi digunakan untuk

Dibanding dengan citra ALOS AVNIR-2 kedua citra gabungan mempunyai nilai akurasi total dan indeks kappa yang lebih rendah, namun lebih tinggi dibanding dengan citra ALOS

Dalam penelitian ini, untuk menganalisis kesesuaian dan tutupan lahan digunakan citra satelit Alos AVNIR-2 tanggal perekaman 29 Agustus 2009 dengan menggunakan metode

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun Skripsi