• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang *"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pemanfaatan Ampas Teh Untuk Pupuk Bokashi dengan Penambahan Kotoran Kelinci (Kajian Waktu Fermentasi dan Konsentrasi EM4)

Utilization of Tea Leaf Waste for Bokashi Fertilizer with Rabbit Droppings Addition (Study of Fermentation Time and EM4 Concentration)

Rievano Virgiawan1*, Sri Kumalaningsih2, Widelia Ika Putri2 1)Alumni jurusan TIP 2) staff pengajar jurusan TIP

Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145

*email : rievanovirgiawan@gmail.com ABSTRAK

Ampas teh merupakan limbah padat hasil samping proses produksi industri teh botol. Namun limbah ini hanya ditumpuk di tempat pembuangan sementara, padahal dengan jumlah limbah yang cukup besar ampas teh ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk bokashi. Kotoran hewan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kompos salah satunya adalah kotoran kelinci, kotoran kelinci mengandung C-organik sebesar 2,08%; N sebesar 2,62%; P sebesar 2,46%; dan K sebesar 1,86%. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan adanya bantuan dari mikroorganisme, yaitu Effective Microorganism 4 (EM4).

Penelitian ini akan mengkaji pengaruh besarnya konsentrasi EM4 dengan penambahan EM4 sebanyak 25% v/b, 30% v/b, 35% v/b, dan 40% v/b serta waktu fermentasi 4 hari dan 8 hari. Selanjutnya dilakukan uji kimiawi yang meliputi rasio C/N, N, P, K, dan kadar air. Pengolahan data parameter dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) 95% dilanjutkan uji BNT dengan α=5%. Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute yang meliputi analisis rasio C/N, N, P, K, dan kadar air.

Hasil penelitian ini didapatkan perlakuan terbaik ditinjau dari rasio C/N, N, P, K, dan kadar air yaitu pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 35% dan waktu fermentasi selama 8 hari. Dengan nilai rasio C/N 10,15; N total 3,48%; kandungan P 0,34%; kandungan K 1,25%, dan kadar air 34,35%.

Kata Kunci: Ampas teh, Bokashi, Effective Microorganism 4 (EM4), Kompos, Kotoran kelinci ABSTRACT

Tea waste is a solid waste from production processing of bottled tea. But this tea waste is stacked in dumpster, whereas with quite a large amount of tea waste, the tea waste can be used as a raw material of bokashi fertilizer. Animal Waste can be used as one of composting material, one of them is rabbit droppings. Rabbit droppings contain C-organic 2,08%; N 2,62%; P 2,46%; and K 1,86%. The composting process can be accelerated with the microorganisms help, namely Effective Microorganism 4 (EM4).

This study will study the effect of EM4 concentration with the addition 25% v/w, 30% v/w, 35% v/w, and 40% v/w, and fermentation time for 4 days and 8 days. Furthermore chemical test was done such as C/N ratio, N, P, K, and moisture content. Parameter data processing using analysis of variance (ANOVA) with 95% confidence interval followed by BNT test with significance level for α=5%. Selection of the best treatment using Multiple Attribute method includes C/N ratio, N, P, K, and moisture content.

The result showed the best treatment in terms of value of the ratio C/N, N, P, K, and water content is in treatment with addition of EM4 35% concentration and the fermentation time for 8 days. With value of the C/N ratio 10,15; N total 3,48%; P total 0,34%, K total 1,25%, and 34,35% moisture content.

Keywords: Tea Waste, Bokashi, Effective Microorganism 4 (EM4), Compost, Rabbit Droppings

PENDAHULUAN

Ampas teh merupakan salah satu limbah rumah tangga dan limbah padat hasil samping proses produksi industri teh botol dari proses ekstraksi. Ampas teh juga memiliki kandungan nitrogen yang mudah diserap oleh tanaman sehingga sangat bagus untuk menyuburkan tanaman. Nitrogen diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar (Slamet, 2005). Kandungan unsur hara teh menurut Peksen et al (2009), mengandung C-organik sebesar 47,49%, nitrogen total 1,96%, dan rasio C/N 24,18.

PT. Sinar Sosro adalah perusahaan minuman teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia. Kapasitas satu kali proses produksi mencapai 25 kg yang dapat menghasilkan 54.546 botol. Dari proses produksi tersebut limbah yang dihasilkan oleh PT. Sinar Sosro dalam satu bulan cukup besar, yaitu sekitar 22.500 kg. Limbah ini belum ditangani dengan baik karena hanya ditumpuk di tempat pembuangan sementara. Dengan jumlah limbah mencapai 22.500 kg setiap bulannya, ampas teh ini dapat dimanfaatkan

(2)

2 sebagai bahan baku pupuk bokashi (bahan organik kaya akan sumber hayati).

Pupuk bokashi adalah pupuk alami yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses dekomposisi (Ruhukail, 2011). Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting, dan kotoran hewan. Kotoran hewan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kompos salah satunya adalah kotoran kelinci. Sajimin dan Purwantari (2005), mengungkapkan bahwa kompos kotoran kelinci mengandung C sebesar 2,08%, N sebesar 2,62%, P sebesar 2,46%, dan K sebesar 1,86%. Menurut Setyorini dan Anwar (2006), pupuk organik yang mempunyai rasio C/N tinggi akan sulit dirombak, nilai rasio C/N yang ideal untuk pupuk organik adalah 10-20.

Kelinci dewasa dengan berat badan 1 kg menghasilkan 28 g kotoran per hari. Apabila diasumsikan 1 ekor kelinci dewasa dengan berat 4-5 kg menghasilkan 110 gram kotoran kelinci setiap hari dan dalam 1 peternakan mempunyai 100 ekor kelinci maka dalam 1 hari dapat menghasilkan 11 kg kotoran kelinci. Apabila diasumsikan di Kota Malang terdapat 500 peternak kelinci, maka 1 hari dapat menghasilkan kotoran kelinci sebanyak 5,5 ton. Berdasarkan hasil tersebut, maka kotoran kelinci sangat berpotensi sebagai pupuk organik untuk tanaman.

Untuk mempercepat proses pengomposan dibutuhkan adanya bantuan dari mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dikombinasikan dalam EM4 antara lain adalah Lactobaccillus sp, Actinomycetes sp., ragi, dan bakteri fotosintetik. EM4 berfungsi untuk mempercepat penguraian bahan organik, menghilangkan bau yang timbul selama proses penguraian, menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen, dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan (Darmawan, 2004).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari pisau untuk pengecilan ukuran ampas teh, penyemprot untuk menyemprotkan larutan EM4 pada campuran bahan baku pupuk bokashi, kotak kayu (ukuran 40cm x 30cm x 20cm) sebagai tempat fermentasi dan digital soil tester untuk mengamati pH dan suhu selama proses pengomposan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran kelinci yang didapatkan dari peternakan kelinci di Desa Tawang Agro Karangploso Malang. Ampas teh didapatkan dari

PT. Sinar Sosro Mojokerto, dan aktivator EM4 didapatkan dari toko pertanian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor, yaitu penambahan konsentrasi aktivator EM4 (Effective Microorganism 4) (25% v/b, 30% v/b, 35% v/b, 40% v/b) dan waktu fermentasi 4 hari dan 8 hari.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu persiapan bahan baku, tahap kedua adalah pembuatan pupuk bokashi.

Persiapan Bahan Baku

Tahapan awal pada penelitian ini adalah membuat starter ampas teh dan starter kotoran kelinci. Ampas teh dikeringkan hingga kadar air mencapai kurang lebih 40%. Setelah dikeringkan ampas teh dihaluskan menjadi ukuran lebih kecil agar mempermudah proses pengomposan. Menimbang ampas teh setiap perlakuan sebesar 1800 gram (Modifikasi Tanti, 2012).

Pada pembuatan starter kotoran kelinci, dikeringkan hingga kadar air mencapai kurang lebih 40%. Kemudian dihaluskan menjadi ukuran yang lebih kecil agar mempermudah proses pengomposan Menimbang kotoran kelinci sebesar 200 gram (Modifikasi Tanti, 2012).

Pembuatan Pupuk Bokashi

Pada pembuatan pupuk bokashi adalah pembuatan starter EM4, diencerkan setiap 10 ml dengan 1 liter air yang difermentasi secara anaerob selama 24 jam. Kemudian starter ampas teh dan kotoran kelinci masing-masing ditimbang sebesar 1800 gram dan 200 gram dicampur sampai rata. Campuran bahan ampas teh dan kotoran kelinci dianalisa awal rasio C/N, P, K, dan kadar air. Setelah itu EM4 (25% v/b, 30% v/b, 35% v/b, 40% v/b) dituangkan pada campuran ampas teh dan kotoran kelinci lalu diaduk sampai rata. Dimasukkan ke dalam kotak kayu (panjang = 40cm, lebar = 20cm, dan tinggi 20cm) dan ditutup dengan karung beras. Kemudian difermentasi selama 4 hari dan 8 hari dengan diaduk setiap 2 hari sekali dan dijaga suhunya dibawah 50⁰C. Hasil pembuatan pupuk bokashi dianalisa rasio C/N, P, K, dan Kadar air (Modifikasi Tanti 2012). Pengujian Produk Bokashi, Analisa Data

Bokashi yang telah dibuat kemudian diuji untuk mengetahui kualitasnya yaitu dengan melakukan pengujian kimia antara lain kadar air, rasio C/N, N, P, dan K. Standar kualitas pupuk organik yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah rasio C/N 10-20, kandungan nitrogen minimal 0,40%, kandungan phosphor minimal

(3)

3 0,10%, kandungan kalium minimal 0,20%, dan kadar air maksimum 50%. Pengolahan data dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%. Apabila F hitung kurang dari F tabel maka tidak ada interaksi antar perlakuan. Apabila F hitung lebih dari F tabel maka dilakukan perhitungan interaksi antar perlakuan menggunakan uji DMRT dengan selang kepercayaan 5% (Kurniawan, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pupuk bokashi ini adalah kotoran kelinci dan ampas teh. Hasil analisa kimia bahan baku pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Analisa Masing-masing Bahan Baku (berat basah)

Bahan C (%) N (%) C/N P (%) K (%) Kadar Air (%) Ampas Teh 37.17 3.39 11 0.32 1.12 75.32 Kotoran Kelinci 37.37 2.14 17 1.14 1.95 35.12

Dari hasil pengujian bahan baku pada Tabel 4.1, kadar air yang terkandung pada ampas teh sebesar 75,32%, sedangkan pada kotoran kelinci 35,12%. Kadar air dari kedua Bahan tersebut yaitu 75,32% dan 35,12% dinilai masih cukup tinggi untuk dijadikan bahan baku pembuatan pupuk bokashi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kurniawan (2013), pembuatan pupuk bokashi akan berlangsung secara baik pada suatu keadaan jika kadar air berkisar antara 40-60%. Untuk mengatasi kadar air yang tinggi tersebut maka kedua bahan baku dikeringanginkan selama 1 hari agar kadar air dapat berkurang. Untuk data analisa bahan campuran setelah mengalami proses pengeringan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Analisa Hasil Campuran Bahan Setelah Dikeringkan

No Parameter Nilai Standar Bahan Baku Kompos Keterangan 1. Kadar air (%) 46 40-60a 2. N. Total (%) 3.32 1,2 b Minimum 3. Phospor (%) 0.27 - 4. Kalium (%) 1.21 - 5. Rasio C/N 14 25-30c 6. pH 6.55 6,5-7,5d Sumber - a. Yuwono (2007) - b. Apriwulandari (2008)

- c. Rynk et al (1992) dalam Djaja (2008) - d. Yuliarti (2009)

Pada analisa bahan baku didapatkan kadar N bahan campuran sebesar 3,32%. Nilai tersebut cukup baik menurut Apriwulandari (2008), agar bahan pupuk mengalami proses dekomposisi yang baik, kandungan N suatu bahan harus melebihi 1,2%. Apabila rasio C/N terlalu tinggi dan nilai nitrogen pada bahan dibawah 1,2%, maka proses pendekomposisian akan berjalan dengan lambat. Hal ini juga diutarakan oleh Bueno et al (2008), apabila jumlah nitrogen terlalu sedikit populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos akan melambat, dan apabila jumlah nitrogen terlalu banyak akan menyebabkan masalah pada aroma kompos.

Analisa Kimia Pupuk Bokashi

Data rerata hasil penelitian yang meliputi rasio C/N, N, P, K, dan kadar air dari hasil 8 kali perlakuan yang dilakukan 3 kali perulangan sehingga didapatkan 24 unit percobaan. Data rerata hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Data Rerata Hasil Penelitian

Perlaku an (%) N C/N (%) P (%) K Kadar Air (%) K1T1 3,46 10,27 0,28 1,08 28,52 K2T1 3,55 10,45 0,30 1,12 30,93 K3T1 3,81 9,95 0,33 1,20 35,58 K4T1 3,53 10,43 0,29 1,14 39,13 K1T2 1,77 17,08 0,31 1,27 29,25 K2T2 3,15 10,18 0,33 1,20 30,51 K3T2 3,48 10,15 0,34 1,25 34,35 K4T2 3,61 10,43 0,27 1,19 36,82 SNI 0,40* 10-20 0,10* 0,20* 50*

*Ket min - min min maks

Nitrogen

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data nilai nitrogen berkisar antara 1.77-3.81, dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap presentase kandungan N, sedangkan waktu fermentasi juga berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase kandungan N.

(4)

4 Interaksi antara kedua faktor tersebut juga menunjukkan berpengaruh nyata.

Tabel 4. Rerata kadar N pada Berbagai Penambahan Konsentrasi EM4

Penambahan Konsentrasi EM4 Rerata Nilai N (%) Notasi* 25% v/b 2,615 a 30% v/b 3.352 b 35% v/b 3.645 b 40% v/b 3.568 b BNT 0,567

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Dari Tabel 4. diatas dapat dilihat rerata kandungan nilai nitrogen yang didapatkan berdasarkan variasi penambahan konsentrasi EM4 berkisar antara 2,615-3,645. Uji BNT (α=0,05) ditunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 berpengaruh nyata terhadap kadar N. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 35% sebesar 3,645, sedangkan rerata terendah terdapat pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 25% sebesar 2,615. Presentase nilai N semakin bertambah dengan adanya penambahan konsentrasi EM4. Hal ini disebabkan oleh jumlah konsentrasi EM4 yang diberikan menyebabkan peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan organik sehingga kandungan nitrogen akan bertambah seiring dengan penambahan konsentrasi EM4. Hal ini didukung dengan pernyataan dari Dardjat (2008), bahwa nitrogen merupakan komponen penting sebagai penyusun protein dan bakteri disusun tidak kurang dari 50% dari biomassanya adalah protein. Jadi semakin banyak kandungan bakteri maka kandungan nitrogen akan meningkat pula.

Tabel 5. Rerata nilai kadar N pada berbagai waktu fermentasi

Waktu

fermentasi Rerata nilai N (%) Notasi*

4 Hari 3.558 b

8 Hari 3.002 a

BNT 0,567

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Dari Tabel 5. yang didapatkan dari hasil uji BNT (α=0,05) menunjukkan bahwa waktu fermentasi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar nitrogen. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan waktu fermentasi 4 hari sebesar 3,558, sedangkan nilai rerata terendah didapatkan pada

perlakuan dengan waktu fermentasi 8 hari sebesar 3,002. Penurunan kadar nitrogen seiring dengan waktu fermentasi diduga disebabkan karena semakin lama waktu fermentasi maka pupuk akan kehilangan nitrogen dalam bentuk amoniak di udara saat proses pembalikan. Hal ini sependapat dengan Siburian (2008), bahwa penurunan kadar nitrogen disebabkan oleh metabolisme sel yang mengakibatkan nitrogen hilang di udara bebas sebagai amoniak.

Rasio C/N

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata rasio C/N berkisar antara 9.95-17.08 (Tabel 3). Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 tidak berbeda nyata pada (α=0,05) terhadap rasio C/N, sedangkan lama waktu fermentasi tidak berbeda nyata pada (α=0,05) terhadap rasio C/N. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Tanti (2012), yang menyatakan bahwa meskipun terdapat interaksi pada nitrogen tetap tidak ada perbedaan yang nyata terhadap rasio C/N.

Tabel 6. Rerata rasio C/N pada setiap perlakuan Waktu fermentasi Penambahan Konsentrasi EM4 Rerata rasio C/N Notasi* 4 Hari 25% v/b 10.27 a 30% v/b 10.45 a 35% v/b 9.95 a 40% v/b 10.43 a 8 Hari 25% v/b 17.08 a 30% v/b 10.18 a 35% v/b 10.15 a 40% v/b 10.43 a

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Semakin meningkatnya penambahan konsentrasi EM4 maka jumlah mikroorganisme di dalam pupuk akan semakin meningkat pula. Namun hal itu tidak diimbangi dengan meningkatnya kapasitas dari bahan baku pupuk yang menyebabkan akan semakin sedikitnya makanan bagi mikroorganisme untuk bermetabolisme. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Eklind et al (2007), bahwa mikroorganisme memecah senyawa C sebagai sumber energi akan menyebabkan terjadi kompetisi antar mikroba yang pada akhirnya akan menyebabkan matinya mikroorganisme tersebut.

Menurut Sutanto (2002), bahwa mikroorganisme akan mengikat nitrogen tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila

(5)

5 ketersediaan karbon terbatas (rasio C/N rendah), tidak cukup sumber energy yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat nitrogen bebas dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebih (rasio C/N terlalu tinggi) dan jumlah nitrogennya terbatas, maka hal ini menyebabkan laju pengomposan berjalan lambat. Sedangkan menurut Syaifrudin (2007), rasio C/N mengalami penurunan hingga mencapai rasio C/N tanah (10-12) hal ini terjadi karena penurunan kadar nitrogen dan karbon selama proses pengomposan.

Phospor (P)

Berdasarkan hasil penelitian data nilai rerata kandungan phosphor antara 0.27-0.34 (Tabel 3). Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bawah penambahan konsentrasi EM4 tidak berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap kadar Phospor, dan waktu fermentasi tidak berbeda nyata pada (α=0,05) terhadap kadar phosphor. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Tabel 7. Rerata kadar phospor pada setiap perlakuan Waktu fermentasi Penambahan Konsentrasi EM4 Rerata rasio C/N Notasi* 4 Hari 25% v/b 0,28 a 30% v/b 0,30 a 35% v/b 0,33 a 40% v/b 0,29 a 8 Hari 25% v/b 0,31 a 30% v/b 0,33 a 35% v/b 0,34 a 40% v/b 0,27 a

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Dari Tabel 7. diatas dapat dilihat rerata kadar phospor mempunyai nilai tertinggi pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 35% dan waktu fermentasi 8 hari sebesar 0,34, sedangkan nilai rerata terendah didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 40% dan waktu fermentasi 8 hari sebesar 0,27. Sehingga pada Tabel 4.6 menunjukkan semakin tinggi penambahan konsentrasi EM4 maka rerata kadar phospor akan semakin meningkat pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Amanillah (2011), bahwa peningkatan kadar phospor ini diduga merupakan dampak dari aktivitas Lactobacilus sp. yang mengubah glukosa pada limbah menjadi asam laktat, sehingga lingkungan menjadi asam yang menyebabkan

phospat akan larut dalam asam organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Sementara itu peran phospor menurut Zahrah (2011), bahwa unsur P sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman.

Kalium (K)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data nilai rerata kalium berkisar antara 0,62-1,49 (Tabel 3). Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 tidak berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase kandungan kalium, sedangkan waktu fermentasi juga tidak berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase kandungan kalium. Interaksi antar kedua faktor juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata.

Tabel 8. Rerata kadar kalium pada setiap perlakuan Waktu fermentasi Penambahan Konsentrasi EM4 Rerata rasio C/N Notasi* 4 Hari 25% v/b 1,08 a 30% v/b 1,12 a 35% v/b 1,20 a 40% v/b 1,14 a 8 Hari 25% v/b 1,27 a 30% v/b 1,20 a 35% v/b 1,25 a 40% v/b 1,19 a

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Dari Tabel 8. diatas dapat dilihat rerata kadar kalium mempunyai nilai tertinggi pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 25% dan waktu fermentasi 8 hari sebesar 1,27, sedangkan nilai rerata terendah didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 25% dan waktu fermentasi 4 hari sebesar 1,08. Pada hasil penelitian diketahui pada penambahan konsentrasi EM4 40% hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya (25% v/b, 30% v/b, dan 35% v/b). Menurut Amanillah (2011), menyatakan bahwa kalium merupakan senyawa yang dihasilkan oleh metabolisme bakteri, dimana bakteri menggunakan ion-ion K+ bebas yang ada pada bahan pembuat kompos untuk keperluan metabolisme. Sehingga pada hasil dekomposisi, kalium akan meningkat seiring dengan semakin berkembangnya jumlah bakteri yang ada dalam bahan pembuat pupuk bokashi.

(6)

6 Kadar Air

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai reratakadar air antara 28.52-39.13. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase kadar air, sedangkan waktu fermentasi menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada (α=0,05) terhadap presentase kadar air. Interaksi antar kedua faktor juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Tabel 9. Rerata kadar air pada berbagai penambahan konsentrasi EM4

Penambahan Konsentrasi EM4 Rerata Nilai Kadar Air (%) Notasi* 25% v/b 28,88 a 30% v/b 30,72 a 35% v/b 34,97 b 40% v/b 37,97 c BNT 5,626

Keterangan: * Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05.

Dari Tabel 9. diatas dapat dilihat bahwa rerata kadar air yang didapatkan berdasarkan variasi penambahan konsentrasi EM4 berkisar antara 28,88-37,97. Uji BNT (α=0,05) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi EM4 berpengaruh nyata terhadap kadar air. Nilai rerata tertinggi didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 40% yaitu 37,97, sedangkan nilai rerata terendah didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 25% yaitu 28,88. Dari hasil penelitian ini kadar air telah sesuai dengan SNI, tetapi perlu adanya peningkatan kadar air agar aktivitas mikroorganisme yang terkandung di dalam kompos tidak terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundberg dan Jonsson (2008), apabila keadaan kadar air yang rendah aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau terhenti sama sekali, sedangkan pada keadaan kadar air yang tinggi pengomposan akan berjalan secara anaerobik dan akan menyebabkan timbulnya bau busuk. Kandungan kadar air pada pupuk organik yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah maksimum 50%.

4.3 Pemilihan Perlakuan Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian yang terbaik diperoleh pada pupuk bokashi dengan penambahan konsentrasi EM4 35% dan waktu fermentasi 8 hari (K3T2). Pada perlakuan ini diperoleh nilai rasio C/N 10,15, N total 3,48%, kandungan P 0,34%, kandungan kalium 1,25%, dan kadar air 34,35%. Kandungan kimia pupuk

bokashi yang dihasilkan dalam penelitian ini dinilai cukup baik apabila dibandingkan dengan kualitas pupuk organik sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai setiap parameter yang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik dari Pupuk Bokashi Pada Perlakuan Terbaik Parameter Kandungan kimia Keterangan Pupuk Bokashi* Kualitas Pupuk Organik (SNI) C/N 10,15 10-20 - N (%) 3,48 0,40 Minimum P(%) 0,34 0,10 Minimum K(%) 1,25 0,20 Minimum Kadar Air (%) 34,35 50 Maksimum

Keterangan: * Pupuk Bokashi hasil penelitian

PENUTUP Kesimpulan

Penambahan konsentrasi EM4 dan lama waktu fermentasi terbaik ditinjau dari nilai rasio C/N, N, P, K, dan kadar air yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), didapatkan pada perlakuan dengan penambahan konsentrasi EM4 35% dan waktu fermentasi selama 8 hari.

Saran

Dalam penelitian pemanfaatan ampas teh untuk pupuk bokashi dengan penambahan kotoran kelinci (kajian waktu fermentasi dan konsentrasi EM4), perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kandungan P (phosphor) dan kadar air guna meningkatkan kualitas pada pupuk bokashi yang dihasilkan

.

DAFTAR PUSTAKA

Amanillah, Z. 2011. Pengaruh Konsentrasi EM4 pada Fermentasi Urin Sapi Terhadap Konsentrasi N, P, K. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang

Apriwulandari, I. 2008. Pengaruh Pemberian Kotoran Sapi dan Pucuk Nitrogen Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pencucian Nitrat Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Bueno, P., R. Tapias, F. Lopez, dan M.J. Diaz. 2008.

(7)

7

Nitrogen Conservation in Composting.

Journal Bioresources Technology. 99: 5069-5077.

Dardjat, K. 2008. Teknologi Kompos. http:/www.lembahpinus.com. Tanggal akses 3 Februari 2014.

Eklind, Y., C. Sundberg, S. Smars, K. Steger, I. Sundh, H. Kirchmann, dan H. Jonsson. 2007.

Carbon Turnover and Ammonia Emissions During Composting of Biowaste at

Difference Temperatures. Journal of

Environtment Quality 36(5): 1512-1520. Kurniawan, D. 2013. Pengaruh Volume

Penambahan Effective Microorganism 4 (EM4) 1% dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Pupuk Bokashi dari Kotoran Kelinci dan Limbah Nangka. Jurnal Industria. 2(1): 57-66.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 24-27.

Peksen, A. dan G. Yakupoglu. 2009. Tea Waste as

a Supplement fot The Cultivation of

Ganoderma lucidium. World Journal

Microbiol Biotechnol. 25: 611-618.

Prihandini, P.W. dan T. Purwanto. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Pasuruan.

Ruhukail, N. L. 2011. Pengaruh Penggunaan EM4 yang Dikulturkan Pada Bokashi dan Pupuk Anorganik Terhadap Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea

L.) di Kampung Wanggar Kabupaten

Nabire. Jurnal Agroforesti. 6(2):114-120. Sajimin, Y.R. dan N. D. Purwantari. 2005. Potensi

Kotoran Kelinci Sebagai Pupuk Organik dan Pemanfaatannya pada Tanaman Pakan dan Sayuran. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. Balai Penelitian Ternak Bogor. Hal. 156-161

Setyorini, D. R. Saraswati, dan E.A. Anwar. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Siburian, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Kimia Kompos. Jurnal Bumi Lestari 8(1): 1-15

Slamet. 2005. Pengaruh dosis pemupukan Kompos Ampas Teh Terhadap Produksi jerami Jagung manis (Zea mays S). Fakultas peternakan Universitas Dipenogoro. Semarang

Sundberg, C. dan H. Jonsson. 2008. Higher pH and

Faster Decomposition in Biowaste

Composting by Increased Aeration. Journal

Waste Management. 28: 518-526.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta

Syaifrudin, B. Z. 2007. Pengomposan Limbah Teh Hitam Dengan Penambahan Kotoran Kambing Pada Variasi yang Berbeda Dengan Menggunakan Starter EM4 (Effective Microorganism-4). Jurnal Teknik 28(2):125-131.

Tanti, I. R. 2012. Pengaruh Kapasitas Produksi dan Volume Penambahan Effective Microoeganism 4 (EM4) 1 % Terhadap

Kualitas Pupuk Bokashi dari Campuran Limbah Nangka dan Kotoran Kelinci. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Gambar

Tabel  2.    Data  Analisa  Hasil  Campuran  Bahan  Setelah Dikeringkan
Tabel 5. Rerata nilai kadar N pada berbagai waktu  fermentasi
Tabel  7.  Rerata  kadar  phospor  pada  setiap  perlakuan  Waktu  fermentasi  Penambahan Konsentrasi  EM4  Rerata rasio C/N  Notasi*  4 Hari  25% v/b  0,28  a  30% v/b  0,30  a  35% v/b  0,33  a  40% v/b  0,29  a  8 Hari  25% v/b  0,31  a  30% v/b  0,33
Tabel  10.  Karakteristik  dari  Pupuk  Bokashi  Pada  Perlakuan Terbaik  Parameter  Kandungan kimia  Keterangan Pupuk  Bokashi*  Kualitas Pupuk  Organik  (SNI)  C/N   10,15  10-20  -  N (%)  3,48  0,40  Minimum  P(%)  0,34  0,10  Minimum  K(%)  1,25  0,20

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itulah dalam analisis hasil proses konseling yang dilakukan oleh konselor menggunakan Terapi Rasional Emotif untuk mengatasi siswa yang mempunyai persepsi

Dari hasil perhitungan tingkat konsumsi pakan terhadap tiga populasi abalon yang dipelihara bersama sponge dan rumput laut selama 60 hari diperoleh nilai konsumsi

49 Kecamatan Tangen 1 SIKENES ( Sistem Koordinasi Administrasi Keuangan Desa ) 32 33 36 45 40 31 2 Kecamatan Karangmalang 2 Kecamatan Gondang 47 Kecamatan Sukodono Kecamatan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keadilan persepsi secara signifikan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja Pemerintah Daerah dalam penyusunan anggaran

Salah satu teknik yang umum digunakan untuk mencoba mengurangi jumlah pegawai baru yang minta berhenti adalah dengan menyelenggarakan program pengenalan, yang

Pengertian yang lain menyebutkan pusat perbelanjaan adalah sebagai sekelompok satuan bangunan komersial yang di bangun dan di dirikan pada sebuah lokasi yang di rencanakan,

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan relasi historis kekerabatan yang terdapat dalam bahasa Pamona, Bada dan Napu di Kabupaten Poso.Peneliti menggunakan