• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KARAKTERISTIK LIMBAH SAWIT HASIL FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL LIMBAH TERNAK SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KARAKTERISTIK LIMBAH SAWIT HASIL FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL LIMBAH TERNAK SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KARAKTERISTIK LIMBAH SAWIT HASIL FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL LIMBAH TERNAK SEBAGAI BAHAN PAKAN

TERNAK RUMINANSIA

(Evaluation of Palm Oil Frond Characteristics Fermented with Local Microorganism from Livestock Waste as Ruminant Feedstuff)

Tri Astuti 1, Gusni Yelni1, dan Nurhaita2

1 Fakultas Pertanian, Universitas Muara Bungo, Jalan Diponegoro No 27 Muara Bungo ,37212 2 Fakultas Pertanian, Universitas, Muhamadiyah Bengkulu, Bengkulu

Email korespondensi : adektuti@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi karakteristik limbah sawit sebagai pakan ternak yang ditingkatkan kualitasnya melalui bioteknologi menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dari limbah ternak dengan lama inkubasi yang berbeda dan diharapkan dapat menggantikan rumput lapangan sebagai sumber utama pakan hijauan ternak ruminansia. Penelitian dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap pola faktorial (2x3) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah lama inkubasi (7 hari dan 14 hari). Faktor kedua adalah jenis media sumber MOL (isi rumen, feses sapi, dan urin sapi). Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah karakteristik in vitro limbah sawit hasil fermentasi yang terdiri dari pH, NH3, dan Volatile Fatty Acid (VFA). Hasil

penelitian terbaik terdapat pada proses bioteknologi fermentasi dengan MOL sumber isi rumen dengan inkubasi yang optimal selama 7 hari.

Kata kunci: Mikroorganisme lokal, Limbah sawit, limbah ternak, fermentasi, ruminansia

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumber bahan pakan ternak yang ekonomis dan terjangkau oleh peternak seoptimal mungkin dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia di lingkungan setempat. Pemanfaatan hasil samping pertanian dan perkebunan menjadi pakan bernilai cukup tinggi merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan pakan dan bermanfaat pula dalam mengurangi pencemaran lingkungan.

Sawit merupakan komoditi perkebunan paling luas apabila dibandingkan dengan areal perkebunan yang lainnya di Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Tanaman Tahunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, bahwa luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2011 sekitar 7.873.840 ha, yang tersebar di 22 provinsi. Luas areal perkebunan sawit untuk wilayah Jambi sebesar 465.265 ha. Pelepah dan daun kelapa sawit merupakan bagian dari perkebunan kelapa sawit yang secara rutin harus dibuang pada perkebunan kelapa sawit. Pada saat panen tandan buah segar, 1 – 2 helai pelepah kelapa sawit dipotong dengan tujuan memperlancar penyerbukan dan mempermudah panen berikutnya, bobot pelepah sebesar 4,5 kg berat kering per pelepah. Dalam satu hektar kelapa sawit diperkirakan dapat menghasilkan 6400 – 7500 pelepah per tahun (Simanihuruk, et al 2008). Produksi pelepah sawit untuk wilayah Jambi yang mempunyai luas kebun kelapa sawit sekitar 495.988 ha, diprediksi sekitar

(2)

14.284.454 - 16.739.595 ton/th. Setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun, dan dari satu pelepah, dapat dihasilkan 3,3 kg daun segar, dengan kandungan bahan kering mencapai 35% (Ishida dan Hassan, 1991). Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada pelepah kelapa sawit seperti; bahan organik sebesar 16,6%, serat deterjen netral sebesar 78,7% dan serat deterjen asam sebesar 55,6% (Alimon dan Hair-Bejo, 1996) relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput, meskipun kandungan protein kasar pelepah kelapa sawit (3,44%) lebih rendah dibandingkan dengan protein kasar rumput (7 – 14%) (Simanihuruk et al., 2007; Pond et al., 1994), tetapi nilai kecernaan bahan kering pelepah kelapa sawit adalah 51%, relatif sama dengan rumput alam yang mencapai 50 – 54% (Ishida dan Hassan, 1992; Purba et al., 1997). Dengan kandungan zat nutrisi dan nilai kecernaan pelepah kelapa sawit tersebut, maka energi pelepah kelapa sawit diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, jadi masih perlu di dampingi dengan konsentrat sebagai sumber energi. Purba et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah kelapa sawit (dalam bentuk segar) sebanyak 40% dalam komponen pakan memberikan pertambahan bobot hidup domba sebesar 54 g/ekor/hari. Simanihuruk et al. (2007) mengemukakan bahwa kendala utama dalam pemanfaatan hasil ikutan pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak adalah rendahnya nilai nutrisi yang dikandungnya serta terdapatnya kandungan anti nutrisi yang berpengaruh pada pertumbuhan ternak, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diberikan sebagai pakan ternak.

Pengolahan limbah pertanian dapat dilakukan secara fisik dengan pemotongan, steaming, dan perlakuan kimia dengan menggunakan larutan alkali untuk merenggangkan ikatan lignoselulosa, ataupun dengan perlakuan biologi dengan menggunakan mikroorganisme dari jenis fungi ataupun bakteri yang bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi dari bahan pakan tersebut. Menurut Winarno dkk, (1980) fermentasi dapat mengubah bahan yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak menjadi lebih mudah dicerna, karena fermentasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas zat makanan dengan cara mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme perombak sehingga membentuk produk baru.

Mikroorganisme lokal (MOL) berupa larutan merupakan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia. Larutan MOL ini mengandung bakteri dan jamur yang berpotensi sebagai perombak bahan organik. Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya karena memanfaatkan bahan-bahan yang sudah busuk dan terbuang, limbah ternak ataupun limbah rumah tangga, serta mudah dalam proses pembuatannya dan bersifat aplikatif.

Mikroorganisme lokal merupakan larutan fermentasi yang mengandung unsur hara mikro dan makro serta adanya kandungan bakteri yang berpotensi sebagai bioproses untuk perombak bahan organik dan perangsang pertumbuhan (Purwasmita, 2009). Penelitian tentang MOL sudah banyak dilakukan terutama dibidang pertanian, maupun dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak ruminansia dengan pertimbangan bahwa banyak diantara kandungan MOL merupakan mikroorganisme yang sudah biasa digunakan dalam memfermentasi bahan pakan ternak, misalnya aspergilus,sp, rhizopus, dll. Diharapkan dalam larutan MOL akan ditemukan mikroba yang bekerja selain meningkatkan nilai nutrisi juga bisa menurunkan kandungan anti nutrisi yang terdapat pada pelepah sawit. Astuti (2012) melaporkan bahwa bioproses menggunakan MOL lebih sederhana apabila dibandingkan dengan fermentasi dengan bakteri atau kapang yang sudah biasa dilakukan, karena fermentasi dengan MOL tidak perlu dilakukan peremajaan dan pembuataan media inokulum. Larutan MOL yang

(3)

terbentuk sudah bisa langsung dijadikan sebagai inokulum bioproses dalam substrat. Penelitian Astuti (2012) menunjukkan bahwa fermentasi kulit pisang dengan mikroorganisme lokal isi rumen mampu meningkatkan kecernaan bahan organik kulit pisang dari 45,08% menjadi 57,34%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengavaluasi lebih lanjut tentang proses bioteknologi dengan memanfaatkan MOL yang bersumber dari limbah ternak dalam proses fermentasi pelepah sawit dan melihat peningkatan karakteristik cairan rumen.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (3x2) pola faktorial dan 3 ulangan yang mencobakan tiga media limbah ternak sebagai faktor pertama yang merupakan sumber MOL (isi rumen, feses sapi, urin sapi) untuk memfermentasi limbah sawit dan lama fermentasi sebagai faktor kedua (7 dan 14 hari). Media sumber MOL dibuat dengan cara mencampur masing-masing media limbah ternak sumber MOL (isi rumen, feses sapi, dan urin sapi) dengan air kelapa dan gula di dalam wadah stoples yang ditutup rapat. Bagian tutup stoples dihubungkan dengan slang kecil dengan botol yang berisi aquades. Kemudian difermentasi selama 10 hari.

Limbah kelapa sawit berupa daun dan pelepah yang akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak sesuai kebutuhan di haluskan dengan mesin choper. Larutan MOL dicampurkan ke pelepah sawit dan di inkubasi selama 7 dan 14 hari. Parameter yang diukur selama fermentasi ialah nilai pH, kadar NH3 dan VFA secara in vitro.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik limbah sawit sebelum dan setelah mengalami bioproses dengan MOL dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Data karakteristik pelepah sawit sebelum bioproses dengan MOL Karakteristik limbah sawit Nilai

pH NH3 VFA 6.9 6.24 48.09 Sumber : hasil analisis laboratorium nutrisi ternak perah, IPB Bogor, 2014

Berdasarkan Tabel 2, tidak ditemukan adanya pengaruh yang nyata baik

dari pengaruh utama dari kedua faktor perlakuan yang diterapkan maupun

interaksi keduanya terhadap nilai pH limbah sawit. Nilai pH pelepah sawit

fermentasi

dengan berbagai jenis media sumber MOL memperlihatkan kondisi

pH normal (6.85 – 6.88). Sung et al. (2007) mengatakan bahwa pH rumen yang

normal untuk menjaga proses metabolism normal dalam rumen adalah berkisar

6.0-7.0. Jika pH rumen di bawah 6.0 dapat menurunkan kecernaan serat.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa fermentasi dengan MOL sebagai

inokulum dapat mempertahankan kondisi pH normal limbah sawit.

(4)

Tabel 2. Pengaruh lama inkubasi dan jenis media sumber MOL terhadap karakteristik limbah sawit

Lama inkubasi Jenis sumber media MOL rata-rata Isi rumen Feses sapi Urin sapi

pH 7 hari 6.88 6.90 6.84 6.87 14 hari 6.89 6.81 6.86 6.85 Rata-rata 6.88 6.86 6.85 6.86 NH3 7 hari 5.91a A 7.79 a A 5.37 a A 6.35 14 hari 6.25 a A 4.45 ab A 7.99 a A 6.23 rata-rata 6.08 6.12 6.68 6.29 VFA 7 hari 83.09 a A 79.96 a A 53.02 b A 72.02 14 hari 61.43 a B 61.77 a B 55.89 a A 59.70 Rata-rata 72.26 70.87 54.46 65.86

Keterangan: Nilai rataan yang diikuti oleh superskrip (A,B) yang berbeda pada kolom dan (a,b,c) pada

baris yang sama menunjukan berbeda nyata (p<0,05)

Lama inkubasi dan jenis media sumber MOL menunjukkan interaksi yang nyata terhadap kandungan NH3 limbah sawit. Kandungan NH3 yang tertinggi dijumpai

pada limbah sawit yang difermentasi dengan urin sapi (7.99 mM) sebagai sumber MOL dengan lama pemeraman selama 14 hari. Inkubasi limbah sawit selama 7 hari kandungan NH3 optimal pada sumber MOL feses sapi, dan jika dibandingkan dengan

kandungan NH3 limbah sawit sebelum inkubasi meningkat sebesar 24.84% (6.24 Vs

7.79 mM). Kandungan NH3 limbah sawit yang difermentasi dengan MOL yang bersumber dari isi rumen, feses sapi dan urin sapi berkisar 6.08, 6.12 dan 6.68 mM. Kandungan NH3 hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian

Badarina et.,al (2013) yang melakukan penelitian fermentasi kulit kopi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pakan ternak ruminansia yang berkisar 11.84-13.41mM, dan penelitian Astuti et.,al (2014) yang memfermentasi kulit pisang dengan mikroorganisme yang bersumber pada isi rumen, limbah sayuran, dan limbah kulit pisang yang berkisar 6.18 – 8.09 mM. Akan tetapi kandungan NH3 pada penelitian ini masih berada dalam batas normal kebutuhan ternak. Menurut Sutardi (1979) Kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal masing-masing sebesar 4-12 mM.

Terdapat interaksi yang nyata (p<0.05) antara lama inkubasi dan jenis media sumber MOL terhadap kandungan VFA pelepah sawit fermentasi. Setelah dilakukan uji lanjut dengan DMRT Perlakuan fermentasi dengan isi rumen dan feses nyata lebih tinggi di bandingkan MOL sumber urin pada pemeraman 7 hari dan 14 hari. Pada Tabel 2 terlihat bahwa lama inkubasi yang optimal adalah selama 7 hari.

Rataan kandungan VFA limbah sawit yang difermentasi dengan MOL berkisar antara 54.46 – 72.26 mM. Terjadi peningkatan konsentrasi VFA sebanyak 72.78% pada pelepah sawit yang mengalami bioproses fermentasi dengan sumber MOL isi rumen dengan lama inkubasi 7 hari dibandingan pelepah sawit tanpa fermentasi (83.09 Vs 48.09 mM). Larutan MOL yang bersumber dari isi rumen di duga mengandung mikroorganisme yang lebih memfasilitasi proses metabolisme dan fermentasi oleh

(5)

mikroorganisme rumen, sehingga memperlihatkan hasil yang lebih optimal dibandingkan larutan MOL yang bersumber dari feses dan urin sapi.

Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal 80-160 mM (Sutardi, 1979). Asam lemak volatil adalah produk akhir dari proses biofermentasi di dalam rumen yang merupakan sumber energi bagi ternak ruminansia, karena memenuhi 70—80 % kebutuhan ruminansia (Ensminger et al., 1990). Proses katabolisasi lebih lanjut dari hasil pencernaan hidrolitik zat monomer-monomer fermentatif yaitu difermentasikannya karbohidrat menjadi asam lemak terbang atau VFA (Church dan Pond, 1976). Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Astuti (2014) yang melakukan bioteknologi fermentasi dengan MOL sumber isi rumen, limbah sayur dan limbah kulit pisang yang mempunyai kandungan VFA yang berkisar antara 106.67 -151.67mM

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses bioteknologi fermentasi dengan mikroorganisme lokal dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan ternak. Hasil terbaik pada penelitian ini terdapat pada perlakuan fermentasi limbah sawit dengan isi rumen dengan lama pemeraman 7 hari.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih yang amat dalam Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui skim penelitian Hibah Bersaing dengan nomer kontrak: 070/LPPM-UMB/IV/2014.

DAFTAR PUSTAKA

Alimon, A. R. and M. Hair -Bejo. 1996. Feeding system based on oil palm by-product in Malaysia. In: Proc. of the First International Symposium on the Integration of Livestock to Oil Palm Production. HO, Y.W., M.K. Vidyardaran and M.D. Sanchez (Eds.). 25 – 27 May 1995, Kuala Lumpur, Malaysia.

Astuti, T. 2012. Bioproses Optimalisasi Pemanfaatan Kulit Pisang dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Laporan hibah bersaing. Universitas Muara Bungo.

Astuti.T, Yurni. S. Amir, Gusni Yelni, and Isyaturriyadhah. 2014. The Result of Biotechnology by Local Microorganisms to Banana Peel on Rumen Fluid Characteristics as Ruminant Feed. Journal of Advanced Agricultural Teghnologies. Vol. 1, No. 1, June 2014. Hal 28 - 31

H. G. Sung, Y. Kobayashi, J. Chang, A. Ha, I. H. Wang, & J. K. Ha. “Low ruminal pH reduces dietary fiber digestion via reduced microbial attachment”. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 20:200-207, 2007.

I. Badarina , D. Evvyernie, T. Toharmat, E. N. Herliyana, & L. K. Darusman. Nutritive value of coffee husk fermented with Pleurotus ostreatus as ruminant feed. Media Peternakan -Journal Of Animal Science And Technology vol 36, no 1, pp. 58- 63. April 2013.

(6)

M.E. Ensminger, J.E. Oldfield and W.W. Heinemann. Feed and Nutrition. The Ensminger Publ. Co. California. 1990

Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Pros. Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan tanggal 5-8 November 1979 di Bogor. LPP-Departemen Pertanian . Vol. 2 : 91- 103.

Pond, K.R., M.D. Sanchez, P.M. Horne, R.C. Merkel, L.P. Batubara, T. Ibrahim, S.P. Ginting, J.C. Burns and D.S. Fisher. 1994. Improving Feeding Strategies for Small Ruminants in the Asian Region. Proceedings of the Small Ruminant Workshoop Held at the 7th Australian Asian Animal Production Congress. Bali. Indonesia

Purba, A., S.P. Ginting, Z. Poeloengan, K. Simanihuruk dan Junjungan. 1997. Nilai Nutrisi dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit. 5(3): 161 – 170

Purwasmita, M. .2009b. Mikroorganisme lokal sebagai pemicu siklus kehidupan dalam bioreaktor tanaman. Seminar Nasional Teknik kimia Indonesia. Bandung, 19-20 Oktober 2009

R.G.D. Steel, and J.H. Terrie. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill Book Co. Inc. New York. 1991.

Simanihuruk. K, Junjungan dan Ginting S.P. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai pakan basal kambing kacang fase pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner . hal 446-455.

Simanihuruk. K., J. a, L.P. Batubara, A. Tarigan, R. HutasoitT, M. Hutauruk, Supriyatna, M. Situmorang dan Taryono. 2007. Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih.

Gambar

Tabel 2.  Pengaruh lama inkubasi dan jenis media sumber MOL terhadap karakteristik  limbah sawit

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemanfaatan limbah pengolahan kelapa sawit berupa bungkil inti sawit, serat perasan buah dan lumpur sawit sebagai bahan utama Complete

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu produksi biskuit pakan limbah tanaman jagung dan uji produktivitas ternak domba yang diberi pakan biskuit pada skala

Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Setiap PKS di Kabupaten Pelalawan yang diteliti belum memanfaatkan lumpur sawit ( solid ) sebagai pakan ternak, hal ini dapat dilihat

Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor pembatas utama pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan bagi ternak non ruminansia, berbeda dengan ternak ruminansia yang mampu

Limbah sumber serat dari tebu (pucuk, bagas dan pith ) dapat digunakan sebagai komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan konsumsi

HASIL SAMPING INDUSTRI KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Selain menghasilkan CPO sebagai komoditas utama, industri kelapa sawit juga menghasilkan beberapa jenis hasil

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu produksi biskuit pakan limbah tanaman jagung dan uji produktivitas ternak domba yang diberi pakan biskuit pada skala

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan pakan konsentrat yang disusun dari olahan bahan pakan lokal dan limbah pertanian terhadap produktivitas ternak sapi