• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil biodegradasi lignoselulosa pelepah kelapa sawit oleh phanerochaete chrysosporium sebagai antioksidan dan bahan pakan ternak ruminansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hasil biodegradasi lignoselulosa pelepah kelapa sawit oleh phanerochaete chrysosporium sebagai antioksidan dan bahan pakan ternak ruminansia"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

chrysosporium SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN BAHAN PAKAN

TERNAK RUMINANSIA

AFNUR IMSYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Hasil Biodegradasi Lignoselulosa Pelepah Kelapa Sawit Oleh Phanerochaete chrysosporium Sebagai Antioksidan dan Bahan Pakan Ternak Ruminansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Agustus 2013

(3)

AFNUR IMSYA. HasilBiodegradasi Lignoselulosa Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) oleh Phanerochaete chrysosporium sebagai Antioksidan dan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Dibawah Bimbingan ERIKA BUDIARTI LACONI, KOMANG G WIRYAWAN AND YANTYATI WIDYASTUTI

Lignoselulosa merupakanbagian dari biomassa yang terdapat pada tanaman. Komponen utama lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin Polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin terjalin dengan kuat dan secara kimia berikatan melalui kekuatan non-kovalen dan saling bertautan melalui ikatan kovalen.Phanerochaete chrysosporiumtelah secara luas dimanfaatkan untuk proses biodegradasi lignoselulosa yang terdapat pada limbah pertanian dan menghasilkan peningkatan nilai gizi bagi pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil dari proses biodegradasi lignoselulosa pelepah sawit menggunakan P. chrysosporiumsebagai antioksidan dan bahan pakan ternak.

Penelitian pertama dilakukan untuk menentukan waktu inkubasi terbaik dari proses biodegradasi lignoselulosa dan lignin yang berasal dari pelepah sawit menggunakan P. chrysosporium untuk menghasilkan antioksidan dan mengidentifikasi senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Pelepah sawit dan lignin (hasil ekstraksi dari pelepah sawit) diinokulasi dengan P. chrysosporiumdan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 dan 12 hari, setiap waktu inkubasi dilakukan 2 kali pengulangan.Identifikasi senyawa fenolik dilakukan dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan dari biodegradasi lignoselulosa dan lignin dari pelepah sawit dilakukan dengan menggunakan metode α,α-Diphenyl-β -Picrylhydrazyl (DPPH).

Penelitian kedua dilakukan untuk mengetahui interaksi terbaik dari dosis inokulan dan waktu inkubasi biodegradasi pelepah sawit dengan P.chrysosporiumterhadap perubahan nilai gizi dan fraksi serat pelepah sawit.Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial.Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu dosis inokulan (105cfu/ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml) dan lama inkubasi (10, 15, dan 20 hari).

Penelitian ketiga bertujuan untuk mengetahui pemakaian pelepah sawit fermentasi menggunakan P

(4)

lignin pada 10 hari fermentasi ditemukan komponen terbesar dari senyawa fenol berupa 2.6dimethoxy phenol, Vanilic acid, Coumaric acid, Vanilin acid and Syringic aldehid, sementara pada pelepah sawit fermentasi diperoleh komponen terbesar senyawa fenol berupa Syringic acid, 2.6dimethoxy phenol, Hidroxy Benzaldehyd, Methoxy Phenol and Syringic aldehid

Pada penelitian ke-2 diperoleh bahwa interaksi terbaik untuk biodegradasi pelepah sawit denganP.crhysosoporium terjadi pada dosis inokulan 107cfu/ml dengan lama inkubasi 10 hari terhadap fraksi serat dan nutrient pelepah sawit fermentasi. Penurunan kandungan lignin mencapai 47.79%, NDF 40.16%, ADF 40.93%, selulosa 35.69%, hemiselulosa 36.90%, degradasi lignin 49.47%,rasio selulosa dengan lignin1.35. Tidak terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama inkubasi terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETN fermentasi pelepah sawit. Pada percobaan In vitro, hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemakaian pelepah sawit fermentasi sampai 60% dalam ransum menggantikan rumput gajah menurunkan kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF, ADF, serat kasar, konsentrasi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah biodegradasi lignoselulosa dan lignin yang berasal dari pelepah sawit dengan

N-NH3, TVFA dan jumlah bakteri selulolitik, namun tidak mempengaruhi total protozoa rumen. Aktivitas antioksidan yang dihasilkan menunjukkan peningkatan dengan semakin meningkatnya pemakaian pelepah sawit fermentasi pada inkubasi awal (0 jam) namun pada 72 jam inkubasi in vitro terjadi penurunan aktivitas dan konsentrasi antioksidan.

P.chrysosporium menghasilkan senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pada hari ke-10 degradasi. Interaksi terbaik antara dosis inokulan dan lama fermentasi adalah 107cfu/mldan 10 hari untuk penurunan kandungan lignin fermentasi pelepah sawitolehP

Kata kunci: antioksidan,lignin, pelepah sawit,phanerochaete chrysosporium, ransum ruminansia

(5)

SUMMARY

AFNUR IMSYA. Biodegradation of Lignocelulosic of Palm Oil Frond (Elacis guineensis) by Phanerochaete chrysosporium as Antioxidant and Feedstuff for Ruminant. Under the directions of ERIKA BUDARTI LACONI, KOMANG G WIRYAWAN AND YANTYATY WIDYASTUTI

Lignocellulose is the major component of biomass, it consists of three types of polymers, cellulose, hemicelllose and lignin that are stongly intermeshed and chemically bonded by non-covalent force and by covalent cross linkages. Phanerochaete chrysosporium was widely used to delignify agriculture waste product and improve biodegradation of the substrate as animal feed. This research was conducted to determine the optimum fermentation time of lignin and fermented palm oil frond with Phanerochaete chrysosporium based on the amount of phenolic compounds produce, its antioxidant activity and fiber digestibility in ruminant ration.

The first experiment, palm oil frond and lignin (extraction of palm oil frond) were inoculated with P. chrysosporium and incubated at room temperature for 0, 4, 8, 10 and 12 days. For each incubation time, two replications were employed. The phenolic compounds in the supernatant was determined by GC-MS and antioxidant activity test of lignin and palm oil frond fermented products using the method of α,α -Diphenyl-β-Picrylhydrazyl (DPPH).

The second experiment was conducted to study the interaction between inoculant doses and time of fermentation with Phanerochaete chrysosporium on pH, water activity, fiber components and nutrient. This research was done based on completely randomized design with 2 factor as treatments. The first factor was inoculant doses : 105cfu/ml, 106cfu/ ml, and 107

The third experiment was carried out to increase the use of palm oil fronds as a substitute material for Napier grass through biodegradation process with Phanerochaete chrysosoporium. A randomized completelyblockdesign with four treatments and four replications was used. The treatments were ration 1 (R1) containing 60% Napier grass, ration 2 (R2) containing 40% Napier grass and 20% fermented palm oil frond, ration 3 (R3) containing 20% Napier grass and 40% fermented palm oil frond, ration 4 (R4) containing 60 % fermented palm oil frond. Forty percent concentrate was included in all treatment rations. Parameters measured were in vitro digestibilities of dry matter, organic matter, crude fiber, NDF, and ADF. N-NH3 and TVFA concentration, number of celllulolitic bacteria and protozoa rumen and antioxidant activity in the rumen.

cfu/ml, the second factor was length of fermentation : 10, 15, and 20 days.

(6)

cellulose to lignin (1.35). There was no interaction between inoculant doses and time

of fermentation on fermented palm oil frond dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber, crude fat and BETN. In vitro experiment showed that incresing level of fermented palm oil frond in the ration reduced (P<0.05) digestibility

As the conclusion,

of dry matter, organic matter, crude fiber, NDF, ADF, N-NH3, TVFA concentration and number of ruminal cellulolytic bacteria, antioxidant activity but unsignificantly for number of ruminal protozoa.

the process oflignocelluloses and lignindegradation of palm oil frond using P.chrysosporiumproducedphenoliccompoundswithantioxidantactivity. The bestdegradationtimefor degradation of lignocelllusic and lignin of palm oil frond for anxtioxidant activity was 10 days with89.411% inhibitionrate for fermented palm oil frond and92.108%forfermented lignin derivedfrom the extraction ofoil palm frond. The best interaction between inoculant doses and time of fermentation was 107cfu/ml inoculants and 10 days incubation time for degradation of lignin and nutrient of fermented palm oil frond.Fermented palm oil frond up to20% could be used as a substitutefor napier grass for ruminant rations

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

HASIL BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA PELEPAH

KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

) DENGAN

Phanerochaete chrysosporium

SEBAGAI ANTIOKSIDAN

DAN BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA

AFNUR IMSYA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Disertasi : Hasil Biodegradasi Lignoselulosa Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dengan Phanerochaete chrysosporiumsebagai Antioksidan dan pakan Ternak Ruminansia

Nama mahasiswa : Afnur Imsya

NRP : D162100011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof.Dr.Ir. Erika B. Laconi, MS

Prof.Dr.Ir.Komang G. Wiryawan

Anggota Anggota

Dr. Ir. Yantyati Widyastuti

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Nutrisi dan Pakan

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin.Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala hidayah dan kemudahan serta karunia-Nya sehingga disertasi yang berjudul”Biodegradasi Lignoselulosa Pelepah Sawit oleh Phanerochaete chrysosporium Sebagai Antioksidan dan Bahan Pakan Ternak Ruminansia” ini dapat diselesaikan.

Bagian dari disertasi ini dengan judul In Vitro Digestibility of Ration Containing Different Level of palm Oil Frond That Fermented by Phanerochaete chrysosporiumsedang dalam proses untuk diterbitkan pada Media Peternakan. Karya ilmiah yang berjudul Identification of Phenolic Compounds and Its Antioxidant Activity of Lignin and Palm Oil Frond Fermented by Phanerochaete chrysosporium telah diterima untuk dipresentasikan secara Oral pada seminar International The Fourth International Conference on Sustainable Animal Agriculture for Developing Country (SAADC) 2013 pada tanggal 27-31 Juli 2013 di Lanzhou University China

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS; Bapak Prof Komang G Wiryawan dan Ibu Dr Yantyati Widyastuti selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan saran, waktu dan fikiran dengan kesabaran dan keikhlasan dalam proses pembimbingan saat penulis mengikuti pendidikan S3. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Rektor Universitas Sriwijaya, Rektor Institut Pertanian Bogor dan pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan kesempatan belajar, bantuan biaya pendidikan dan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Sekolah Pascarjana Institut pertanian Bogor, Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan Ketua Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan (INP) Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuannya dalam kelancaran penyelesaian studi.

Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Erna beserta staf di Laboratorium Kesehatan Daerah Rawasari Jakarta; teknisi Lab. Terpadu, Laboratorium Biokimia, Mikrobiologi dan Fisiologi dan Laboratorium Nutrisi Perah, Fapet IPB; Mba Dian Anggraini yang telah membantu penulis analisa di Laboratorium; Mas Supri disekretariat pascasarjana INP: Lantri dan Sinta yang sudah sama-sama dalam penelitian, teman-teman yang banyak memberikan motivasi, masukan dan saran selama penulisan disertasi dan penyelesaian studi,

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

I.PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2.IDENTIFIKASI SENYAWA FENOLIK DAN POTENSI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN DARI PROSES BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA PELEPAH SAWIT OLEH KAPANG P. chrysosporium

5

Abstrak 5

Pendahuluan 6

Metode penelitian 8

Hasil dan Pembahasan 11

Simpulan 15

3.BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA OLEH KAPANG P. chrysosporium TERHADAP PERUBAHAN FRAKSI SERAT DAN NILAI GIZI PELEPAH SAWIT

17

Abstrak 17

Pendahuluan 18

Metode Penelitian 19

Hasil dan Pembahasan 20

Simpulan 31

4. PEMANFAATAN BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA PELEPAH SAWIT OLEH KAPANG P. chrysosporium DALAM PAKAN TERNAK RUMINANSIA TERHADAP KARAKTERISTIK KONDISI RUMEN DAN TINGKAT KECERNAAN ZAT MAKANAN SECARA IN VITRO

33

Abstrak

Pendahuluan 33

Metode Penelitian 35

Hasil dan Pembahasan 39

Simpulan 46

5. PEMBAHASAN UMUM 47

SIMPULAN 55

SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 65

(12)

DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi antioksidan dan persentase inhibisi lignin fermentasi dan pelepah sawit dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

12

2 Identifikasi senyawa monomer dari lignin dan pelepah sawit fermentasi dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

13

3 Kandungan dan persentase penurunan kadar lignin pelepah sawit fermentasi dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

14

4 Kandungan NDF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

21

5 Kandungan ADF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

21

6 Kandungan selulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

23

7 Kandungan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

24

8 Kandungan lignin pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

25

9 Degradasi lignin pelepah sawit fermentasi dengan P.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulan yang berbeda

25

10 Nilai Rasio selulosa lignin pelepah sawit fermentasi dengan P.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulan yang berbeda

26

11 Kandungan BK pelepah sawit fermentasi dengan P.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulan yang berbeda

27

12 Kandungan BO pelepah sawit fermentasi dengan P.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulan yang berbeda

28

13 Kandungan protein kasar pelepah sawit fermentasi denganP.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulum yang berbeda

29

14 Kandungan serat kasar pelepah sawit fermentasi denganP.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulum yang berbeda

29

15 Kandungan BETN pelepah sawit fermentasi

denganP.chrysosporiumpada lama fermentasi dan dosis inokulum yang berbeda

(13)

17 Komposisi bahan pakan dan kimia ransum penelitian 35 18 Kecernaan bahan kering, bahan organik dan fraksi serat pada

tingkat pemakaian pelepah sawit yang berbeda dalam ransum

40

19 Bakteri selulolitik, total protozoa, konsentrasi N-NH3 dan total VFA rumen pada tingkat pemakaian pelepah sawit fermentasi yang berbeda dalam ransum

43

20 Konsentrasi antioksidan dan aktivitas antioksidan awal dan 72 jam inkubasi in vitro pada level pemakaian pelepah sawit fermentasi yang berbeda dalam ransum

45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam aktivitas antioksidan degradasi lignin 65 2 Hasil analisis ragam aktivitas antioksidan degradasi lignoselulosa

pelepah sawit

65

3 Hasil analisis ragam kadar antioksidan degradasi lignin 66 4 Hasil analisis ragam kadar antioksidan degradasi lignoselulosa

pelepah sawit

67

5 Hasil analisis ragam kandungan NDF pelepah sawit fermentasi 67 6 Hasil analisis ragam kandungan ADF pelepah sawit fermentasi 68

7 Hasil analisis ragam kandungan selulosa pelepah sawit fermentasi 69 8 Hasil analisis ragam kandungan hemiselulosa pelepah sawit

fermentasi

70

9 Hasil analisis ragam kandungan lignin pelepah sawit fermentasi 71 10 Hasil analisis ragam kandungan degradasi lignin pelepah sawit

fermentasi

72

11 Hasil analisis ragam kandungan rasio selulosa dan lignin pelepah sawit fermentasi

73

12 Hasil analisis ragam kandungan bahan kering pelepah sawit fermentasi

74

13 Hasil analisis ragam kandungan bahan organik pelepah sawit fermentasi

75

14 Hasil analisis ragam kandungan protein kasar pelepah sawit fermentasi

76

15 Hasil analisis ragam kandungan serat kasar pelepah sawit fermentasi

76

16 Hasil analisis ragam kandungan BETN pelepah sawit fermentasi 77 17 Hasil analisis ragam kandungan lemak kasar pelepah sawit

fermentasi

78

(14)
(15)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1.Dr. Elizabeth Wina, M.Sc 2.Dr.Despal, S.Pt, MS.c.Agr

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Erizal Sodikin

(16)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Lignoselulosa merupakan struktur mikrofibril polisakarida yang mengikat antara lignin dan senyawa serat kasar lain seperti selulosa dan hemiselulosa. Secara alami ikatan ini banyak terdapat dalam kayu, rumput, limbah perkebunan maupun limbah pertanian. Ikatan lignoselulosa merupakan pembatas dalam pemanfaatan bahan pakan dalam ransum karena akan menurunkan tingkat kecernaan sehingga mengurangi nilai nutrisi pakan. Bahan pakan yang mengandung tingkat lignin yang tinggi biasanya berasal dari bahan pakan alternatif atau bahan pakan konvensional, seperti bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan.

Salah satu bahan pakan yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan pakan ruminansia dan berasal dari limbah perkebunan adalah limbah kelapa sawit yaitu berupa pelepah sawit. Komposisi kimia pelepah sawit adalah sebagai berikut Bahan Kering (BK) 21.68%, Protein Kasar (PK) 5.28%, Neutral Detergent Fiber (NDF) 65.59%, Acid Detergent Fiber (ADF) 52.72%, Hemiselulosa 12.87%, Selulosa 27.79%, dan Lignin 25.42% (Laboratorium Ilmu dan Tekhnologi Fapet IPB, 2012 dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Pakan Ternak UNPAD, 2012). Komposisi kimia ini dapat bervariasi karena faktor dari area geografis, kondisi iklim, kimia tanah maupun pemupukan yang dilakukan di daerah perkebunan.

Tingginya kadar lignin dalam pelepah sawit membuat banyak penelitian yang dilakukan untuk bisa menurunkan kadar lignin, seperti perlakuan fisik, kimia maupun biologis. Tujuan perlakuan tersebut supaya ikatan lignoselulosa bisa terpecahkan sehingga serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa yang terikat pada ikatan lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber energi.

Banyak cara telah dilakukan untuk memecah ikatan lignoselulosa baik secara kimia dengan memanfaatkan bahan-bahan kimia seperti amnonia dan natrium hidroksida maupun secara biologis berupa pemanfaatan bakteri maupun kapang. Jenis kapang yang memiliki kemampuan degradasi lignoselulosa yang tinggi adalah kapang yang termasuk dalam white rot fungi. Salah satu kapang yang termasuk dalam white rot fungi adalah Phanerochaete chrysosporium. Kapang ini diketahui menghasilkan enzim ligninase peroxidase, manganese peroxidase dan laccase. Proses fermentasi dengan menggunakan kapang P. chrysosporium 7.5% pada pelepah sawit mampu menurunkan kandungan NDF sampai 37.28%, ADF 35.79% dan lignin 40.31%, selulosa 6.37% dan hemiselulosa 41.29% (Imsya dan Palupi, 2009)

(17)

derivat senyawa fenol dengan aplikasi potensialnya sebagai anti mikrobial dan antioksidan. Adanya aktivitas antioksidan derivat lignin berupa senyawa fenol karena kemampuannya mensubstitusi kelompok alkil dari radikal bebas dan ini secara luas telah banyak diaplikasikan (Telysheva et al. 2000). Oksidasi lemak bisa dicegah atau dihambat dengan penambahan antioksidan alami yang berasal dari derivate lignin berupa 2-tert-butyl-4-methoxyphenol dan 2,6-di-tert-butyl-4-methylphenol (ionol) yang diperoleh dari tanaman Taheebo (Park et al. 2002).

Baurhoo et al. (2008) menyatakan bahwa polifenol yang berasal dari lignin memiliki beberapa keuntungan untuk kesehatan yaitu mampu menghambat oksidasi lipoprotein dengan densitas yang rendah, memiliki sifat anti-inflammantory dan anti karsinogenik serta antioksidan yang efektif untuk lipid makanan. Keutamaan antioksidan dari senyawa fenolik yang diperoleh dari lignin kayu seperti pohon Bark telah secara luas diaplikasikan secara tradisional di Tibet sebagai pengobatan untuk anti-inflammatory dan analgesik (Ogata et al. 2007). Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik yang diperoleh dengan proses perlakuan hydrothermal dari pohon Olive juga telah diteliti yang menghasilkan senyawa fenol berupa syringol, syringaldehyde, guaiacol, vanillin dan methoxyphenol lainnya, senyawa methoxyphenol merupakan komponen yang memiliki sifat anti-inflammatory (Conde et al. 2009; Aggawal et al. 2003). Radoykova et al. (2011) juga telah meneliti tentang aktivitas antioksidan dari lignin yang berasal dari Poplar bark.

Potensi aktivitas antioksidan yang berasal dari limbah perkebunan sawit belum pernah diteliti. Untuk itu penelitian ini mencoba menggali lebih jauh tentang potensi lignin yang terdapat dalam pelepah sawit yang kemungkinan bisa dimanfaatkan sebagai antioksidan alami. Penelitian ini dirancang untuk memanfaatkan P. chrysosporium dalam mendegradasi ikatan lignoselulosa pada pelepah sawit dan potensi dari degradasi tersebut untuk bisa dikonversi sebagai antioksidan dan sumber energi bagi ternak ruminansia. Secara umum, kajian dikelompokkan dalam dua aspek (1) Evaluasi dan identifikasi senyawa fenolik serta mengukur potensi aktivitas antioksidan yang berasal dari degradasi lignoselulosa pelepah sawit dan (2) evaluasi perubahan nilai gizi hasil fermentasi pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium dan pengaruhnya terhadap karakteristik kondisi rumen serta tingkat kecernaan zat makanan secara in vitro pada ternak ruminansia

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengevaluasi fraksi hasil biodegradasi lignoselulosa oleh kapang P. chrysosporium

2. Mengevaluasi potensi aktivitas antioksidan yang berasal dari proses biokonversi lignoselulosa dari pelepah sawit.

3. Mengevaluasi perubahan nilai gizi pelepah sawit fermentasi oleh kapang P. chrysosporium

(18)

MANFAAT PENELITIAN

1. Memberi informasi tentang pemanfaatan kapang P. chrysosporium dalam mendegradasi lignoselulosa pelepah sawit

2. Memberi informasi tentang potensi hasil biodegradasi lignoselulosa pelepah sawit sebagai antioksidan dan sumber bahan pakan ternak

3. Mengurangi pencemaran lingkungan dengan adanya pemanfaatan limbah perkebunan seperti pelepah sawit sebagai bahan pakan ternak

RUANG LINGKUP PENELITIAN

(19)
(20)

IDENTIFIKASI SENYAWA FENOLIK DAN POTENSI

AKTIFITAS ANTIOKSIDAN DARI PROSES BIODEGRADASI

LIGNOSELULOSA PELEPAH SAWIT OLEH KAPANG

P.

chrysosporium

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk menentukan waktu inkubasi terbaik dari proses biodegradasi lignoselulosa dan lignin yang berasal dari pelepah sawit menggunakan P. chrysosporium untuk menghasilkan antioksidan dan mengidentifikasi senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Pelepah sawit dan lignin (hasil ekstraksi dari pelepah sawit) diinokulasi dengan P. chrysosporium dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 dan 12 hari, setiap waktu inkubasi dilakukan 2 kali pengulangan. Identifikasi senyawa fenolik dilakukan dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan dari biodegradasi lignoselulosa dan lignin dari pelepah sawit dilakukan dengan menggunakan metode α,α-Diphenyl-β-Picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodegradasi pelepah sawit dengan lama inkubasi sampai hari ke-10 menghasilkan peningkatan persentase inhibisi yang digunakan sebagai gambaran aktivitas antioksidan, namun pada hari ke-12 degradasi terjadi penurunan aktivitas antioksidan. Pola yang sama diperoleh pada degradasi lignin yang berasal dari ekstraksi pelepah sawit. Persentase inhibisi yang dihasilkan pada hari ke-10 degradasi lignoselulosa pelepah sawit adalah 89.41%, sementara untuk degradasi lignin persentase inhibisi yang dihasilkan adalah 92.11%. Komponen senyawa fenol terbesar yang dihasilkan selama proses degradasi lignin adalah 2.6 dimethoxy phenol dengan konsentrasi 15.46% dan untuk degradasi lignoselulosa pelepah sawit adalah Syringic acid dengan konsentrasi 15.65%

Kata kunci : antioksidan, biodegradasi, lignoselulosa, pelepah kelapa sawit, Phanerochaete chrysosporium

ABSTRACT

(21)

The phenolic compounds in the supernatant was determined by GC-MS and antioxidant activity test of lignin and palm oil frond fermented products using the method of α,α-Diphenyl-β-Picrylhydrazyl (DPPH). Results showed that longer incubation time (up to day 10) of oil palm frond increased the percentage of inhibition with 89.411% inhibition rate and antioxidant activity was declined at 12 days of incubation. Similar pattern was obtained from fermented lignin with 92.108% inhibition rate for 10 days fermentation. As the conclucion, the main components of phenolic compounds resulted from lignin degradation included 2.6 dimethoxy phenol (15.46 and those from fermented oil palm frond included syringic acid (15.65%).

Key words : antioxidant, biodegradation, lignocelluloses, palm oil frond, Phanerochaete chrysosporium

PENDAHULUAN

Lignoselulosa merupakan ikatan antara lignin, selulosa dan hemiselulosa dan juga merupakan komponen terbesar dari tanaman. Pembentukan lignoselulosa terjadi selama proses penebalan dinding sel tanaman dimana ruang interseluler diisi dengan polimer fenolik lignin. Lignifikasi terjadi secara enzimatik melalui dehidrogenasi dan selanjutnya diikuti kondensasi radikal coumaryl, coniferyl, dan sinapyl alkohol (Hendriks dan Zeeman, 2009). Lignin menyusun lebih dari 30% bagian tanaman dan memberikan bentuk yang kokoh dan proteksi terhadap serangga dan patogen (Vilas-Boas, 2002), lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba ( Hendriks dan Zeeman, 2009).

Biodegradasi lignin merupakan proses oksidasi yang melibatkan sejumLah enzimatis dan non-enzimatis (Sanchez, 2009). Enzim yang berperan dalam biodegradasi lignin adalah lignin peroxidase, manganese peroxidase, laccase (Martinez et al. 2004). Proses biodegradasi lignin lebih efektif dilakukan oleh white rot fungi melalui oksidasi polimer yang menghasilkan radikal aromatik. Radikal fenoksi hasil oksidasi dapat membentuk polimer lignin kembali jika tidak dioksidasi menjadi senyawa fenolik (Martinez et al. 2005)

(22)

reaksi postenzimatik. Lignin peroxidase memotong ikatan Cα-Cβ molekul lignin. Pemotongan ikatan pada posisi Cα-Cβ merupakan jalur utama perombakan lignin oleh barbagai white rot fungi (Martinez et al. 2005).

Proses degradasi lignin dapat dilakukan dengan banyak cara untuk menghasilkan senyawa fenolik demikian juga untuk ekstraksi dari lignin. Proses ekstraksi lignin bisa dilakukan dengan metode solvent extraction dengan menggunakan bahan alkali atau asam untuk mendapatkan fraksi lignin terlarut. Proses konversi lignin menjadi fraksi fenolik memiliki nilai potensial sebagai additif pakan seperti aktifitas antioksidan (Salanti et al. 2010: Gorinstein et al. 2004).

Karakterisasi dari polyphenol yang merupakan penyusun dari lignin, memungkinkan untuk lignin digunakan sebagai antioksidan alami (Dizhbite et al. 2004). Ekstraksi dari hidrosilat lignoselulosa akan menghasilkan derivate senyawa fenol dengan aplikasi potensialnya sebagai anti mikrobial dan antioksidan (Cruz et al. 2001). Aktivitas antioksidan dari derivate lignin yang berupa senyawa fenol disebabkan kemampuan senyawa fenol tersebut bisa mensubstitusi kelompok alkil dari radikal bebas dan ini secara luas telah banyak diaplikasikan (Telysheva et al. 2000). Hasil penelitian Park et al. (2002 mendapatkan bahwa oksidasi lemak bisa dicegah atau dihambat dengan penambahan antioksidan alami yang berasal dari derivate lignin berupa 2-tert-butyl-4-methoxyphenol dan 2,6-di-tert-butyl-4-methylphenol (ionol) yang diperoleh dari tanaman Taheebo

Beberapa bahan residu di alam telah diketahui menjadi sumber antioksidan yang murah. Aktifitas antioksidan bisa dievaluasi dengan metoda kimia atau uji bilogis seperti in vivo dan in vitro. Conde et al. (2009) telah melakukan penelitian pengujian aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik dengan perlakuan hidrothermal pada pohon Olive dan mendapatkan bahwa syringol dan syringaldehide merupakan senyawa fenolik yang terbesar yang diperoleh. Wahyudiono et al. (2008) menyatakan bahwa komponen terbesar dari ekstrak derivate fraksi lignin adalah berupa senyawa aldehid seperti p-hydroxy benzaldehyde dan syringaldehyde sementara vanillin acid, p-hydroxybenzoic acid, hydroxyphenyl acids, ferulic acid, vanillic acid, syringic acid, dan coumaric acid ditemukan dalam jumLah yang relative kecil sementara Conde et al. (2009) mendapatkan senyawa fenol berupa syringol, syringaldehyde, guaiacol, vanillin dan methoxyphenol lainnya dari proses hidrotermal lignin yang berasal dari pohon Olive. Ogata et al. (2007) juga sudah meneliti keutamaan antioksidan dari senyawa fenolik yang diperoleh dari lignin pohon Bark sebagai pengobatan untuk anti-inflammatory dan analgesik yang diaplikasikan secara luas di Tibet.

(23)

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai dari Mei 2012 sampai Januari 2013 yang bertempat pada Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB danLaboratorium Kesehatan Daerah Rawasari Jakarta

Penelitian akan dikelompokkan menjadi dua bagian penelitian yaitu :

1. Identifikasi senyawa fenolik dan potensi aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignin hasil dari ekstraksi pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

2. Identifikasi senyawa fenolik dan aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignoselulosa dari substrat berupa pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

I. Identifikasi senyawa fenolik dan potensi aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignin hasil ekstraksi dari pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

Materi Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah pelepah sawit yang diambil setelah panen buah sawit dan sudah dibuang kulit luarnya. Pelepah sawit dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian digiling dengan ukuran 5mm untuk memperkecil partikel. Bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi lignin yaitu NaOH 0.2M, HCL 5M dan aquadest. Mikroorganisme yang digunakan adalah P. chrysosporium yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA ITB Bandung, Biakan sediaan P. chrysosporium ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) pada suhu 30oC selama 4-6 hari sebelum digunakan. Starter yang digunakan adalah media Potato Dextrose Broth (PDB).

Pelaksanaaan penelitian

Ekstraksi Lignin dari pelepah Sawit. Pelepah sawit yang sudah digiling sebanyak 10g dipanaskan pada suhu 90oC dengan 200mL NaOH 0,2M sambil dilakukan pengadukan selama 4 jam, setelah itu material yang tidak terlarut disaring menggunakan kertas saring (porosity 1) dan kembali dicuci dengan larutan NaOH dengan konsentrasi yang sama sebagai proses pelarutan. Filtrat kemudian diasamkan dengan menggunakan HCl 5M sampai tercapai pH 3. Bahan yang tidak terlarut disentrifugasi dengan kecepatan 1200rpm selama 15 menit lalu dicuci dengan aquades dan dikering bekukan (Salanti et al. 2010).

(24)

didinginkan dan kemudian diinokulasi dengan 106cfu/mL P. chrysosporium ke dalam 10mL media minimal yang mengandung lignin dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 dan 12 hari. Setiap waktu inkubasi diulang sebanyak dua kali, Pada akhir waktu inkubasi sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Senyawa fenolik pada supernatan dianalisa dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode α, α-Diphenyl-β -Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008).

II. Identifikasi senyawa fenolik dan aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignoselulosa dari substrat berupa pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

Materi

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah pelepah sawit yang sudah dibuang kulit luar. Pelepah sawit dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian digiling dengan ukuran 5mm. Mikroorganisme yang digunakan adalah P. chrysosporium yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi jurusan biologi FMIPA ITB Bandung, Biakan sediaan P. chrysosporium ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) pada suhu 30oC selama 4-6 hari sebelum digunakan. Untuk proses fermentasi maka kapang P. chrysosporium dibiakan kedalam media PDB.

Pelaksanaaan penelitian

Pembuatan substrat inokulan kapang P. chrysosporium. Kentang 200 g direbus dengan suhu 100oC dalam 1 liter aquadest selama 1 jam setelah itu disaring dan ditambah aquadest hingga mencapai 1 liter selanjutnya ditambahkan 20g dextrose, diautoclave untuk sterilisasi pada suhu 121oC, tekanan 15 psi selama 20 menit. Kapang P. chrysosporium yang berasal dari biakan murni PDA diinokulasi dengan 106cfu/mL ke dalam 25 mL media PDB dan diinkubasi selama 3 hari untuk digunakan dalam proses fermentasi pelepah sawit.

Proses fermentasi. Sebanyak 15g pelepah sawit yang sudah dikering dan digiling diinokulasi dengan P. chrysosporium yang berasal dari media PDB dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 and 12 hari. Setiap waktu inkubasi diulang sebanyak dua kali. Pada akhir waktu inkubasi sampel dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam. Senyawa fenolik pada sampel dianalisa dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode α, α-Diphenyl-β -Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008)

(25)

Prosedur Ekstraksi. Sebelum diekstraksi , 1 mL sampel dilarutkan dalam 2 mL air bebas ion untuk menurunkan tingginya densitas. Sampel yang sudah dilarutkan dimasukkan ke dalam suatu catridge dan setelah 10 menit dilakukan ekstraksi dengan menggunakan 6 mL pelarut organik berupa ethyl acetate. Semua hasil ekstrasi di evaporasi untuk pengeringan dibawah aliran nitrogen 40oC dengan menggunan rotary evaporator. Residu kembali dilarutkan dalam 0.5 mL methanol. (Singleton dan Rossi, 1965).

Ekstraksi dengan Cartridges SPE polyamidic. Cartridges SPE polyamidic secara khusus disarankan untuk ekstraksi zat polar dengan banyak kelompok hidroksilat, seperti zat fenolik. Prosedur ekstraksi dilakukan dengan mengisi kartrid dengan 2mL metanol dan 2mL air bebas ion. Sampel (3mL) telah dimuat di pra-A cartridge dicuci dengan 3mL larutan metanol-air (1:1) dan selanjutnya dlarutkan dengan 3mL etil asetat.

Derivatisasi. Satu mililiter ekstrak atau solusi standar dimasukkan ke dalam tabung kering (dikeringkan semalam pada suhu 110oC) dan dievaporasikan pada kondisi vakum, untuk memastikan pengeluran air ditambahkan 1mL metilen klorida, selanjutnya divortex dan dievaporasi sampai kering. Ekstrak selanjutnya dikeringkan dalam oven pada 70oC selama 15 menit dan diderivatisasi dengan menginkubasi dengan 300 mL 01:01 BTSFA /anhidrat pyridineat 70oC selama 30 menit.

Analisis Gas Cromatography Mass Spectrometry (GCMS) (Plessi et al. 2006). Hasil ekstraksi dianalisa dengan Varian 3400 gas kromatografi yang tersambung ke Finnigan MATSSQ710A spektrometer massa. Pemisahan kromatografi dilakukan dengan Rtx-5ms (Restek Corporation) kolom kapiler (30m_0.25mm i.d., 0,25 mm filmtebal) dengan kondisi instrumental berikut: aliran helium 39mL/min; suhu injektor 260oC; suhu transfer line 280oC; energi elektron70 eV; suhu oven 90oC selama 1 menit, dari 90 hingga 240oC dengan laju ramp 20oC/min, 240oC selama 10 menit, 240-280oC, pada rate ramp 20oC/min, 280oC selama 1 menit; injeksi splitless digunakan untuk memasukkan 1mL sampel. Untuk memperkirakan tingkat pemulihan asam fenolat, semua sampel dibubuhi dengan 5 mg/ mL setiap senyawa standar dan dianalisis tiga kali. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan kalibrasi kurva yang diperoleh dengan standar komersial dengan konsentrasi 1, 3, 5, dan 6 ng / mL.

Pengukuran Aktivitas Antioksidan

Ekstraksi pelepah sawit fermentasi. Sampel padat dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian homogenat segera ditimbang (±1 g) dalam tabung reaksi bertutup ulir. Selanjutnya dilakukan ekstraksi menggunakan pengekstrak yaitu ethanol 96%. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing dengan 2,5 mL pelarut, menggunakan alat rotary shaker. Larutan ekstrak disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm. Lapisan organik dipisahkan dan diuapkan sampai kering dengan bantuan gas nitrogen pada suhu 500C. Residu kering disimpan dalam freezer sebelum pengujian lebih lanjut. Pengujian antioksidan total dan fenol total dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan residu dalam metanol 50%.

(26)

lapisan air dipisahkan. Kedua lapisan digunakan untuk penetapan fenol total dan aktivitas antioksidan total.

Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode α, α-Diphenyl-β Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008). Proses untuk memperoleh nilai hambatan digunakan serangkaian volume residu yang telah dilarutkan dalam metanol p.a. ke dalam tabung reaksi yang berisi sejumLah volume sampel uji ditambahkan 1 mL metanol dan 1 mL larutan DPPH 0.002% (catat waktu pada saat menambahkan larutan DPPH). Kocok dan diamkan selama 30 menit pada ruangan gelap, ukur serapan pada panjang gelombang 517 nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara membuat serangkaian larutan Butylated Hydorxytoluene (BHT) sebagai standar. Kekuatan penghambatan dinyatakan dalam % inhibisi (IC50) yang dapat ditentukan dengan membuat grafik konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linear y = ax.+ b. Kemudian nilai ini dikonversi ke dalam satuan μmol-ek BHT / 100 g berat segar.

Pembuatan kurva kalibrasi BHT. Larutan stok BHT dibuat dengan kadar 1000 µg/mL dalam metanol. Kemudian larutan stok diencerkan menjadi larutan kerja dengan kadar 10 µg/mL. Larutan deret standar dibuat dengan memipet larutan kerja sehingga dihasilkan kadar akhir deret standar adalah 2.27 – 227.27

μmol/mL. Persentase inhibisi dapat ditentukan dengan membuat grafik konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linear y = ax.+ b. Kemudian nilai ini dikonversi ke dalam satuan

μmol-ek BHT / 100 g berat segar. Persentase inhibisi dari radikal DPPH dihitung dengan rumus :

x100%

l

Abs.kontro

Abs.Sampel

l

Abs.kontro

%Inhibisi

=

Persentase inhibisi menyatakan aktivitas antioksidan dari pelepah sawit dan lignin fermentasi. Semua analisis dilakukan duplo dan yang diambil adalah nilai rata-rata. BHT (Sigma Chemical Co., St. Louis, MO) digunakan sebagai referensi antioxidant.

Analisis Data. Data hasil penelitian dianalisa statistik sesuai dengan rancangan yang digunakan, untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multi Range Test (Steel and Torrie, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

(27)

yang diperoleh. Semakin lama waktu fermentasi maka konsentrasi antioksidan semakin naik sampai hari ke-10 fermentasi dan selanjutnya terjadi penurunan konsentrasi antioksidan pada hari ke-12 fermentasi. Semakin besar konsentrasi antioksidan yang didapat selama fermentasi maka akan semakin meningkat aktivitas antioksidannya (Tabel 1).

Tabel 1. Konsentrasi antioksidan dan persentase inhibisi lignin fermentasi dan pelepah sawit dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

Waktu Fermentasi

(hari)

Pelepah sawit fermentasi Lignin Fermentasi Inhibisi (%) Konsentrasi (µg/g) Inhibisi (%) Konsentrasi

(µg/mL) 0 74.82d ± 0.01 629.66d ± 7.15 24.02c ± 3.94 ndd 4 84.01b ± 0.66 11102.05b ± 651.19 73.91b ± 1.81 47.24c ± 23.35 8 89.41a ± 2.57 16466.11a ± 2554.92 75.73b ± 0.76 127.72c ± 23.03 10 89.41a ± 1.41 16467.15a ± 1401.60 92.11a ± 1.55 850.95a ± 68.37 12 78.78c ± 0.18 5947.65c ± 244.27 87.68a ± 0.40 655.39b ± 17.49

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0.05)

Persentase inhibisi yang diperoleh pada fermentasi pelepah sawit berkisar dari 78.78-89.41%. Berdasarkan rataan maka persentase inhibisi yang diperoleh menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu diatas 50%. Salanti et al. (2010) menyatakan persentase inhibisi diatas 50% mengindikasikan bahwa tingkat aktivitas antioksidan yang tinggi. Persentase inhibisi yang diperoleh mulai dari hari ke-4 sampai hari ke-12 fermentasi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan persentase inhibisi standar yang digunakan yaitu BHT (76.34%) pada konsentrasi sampel yang sama yaitu 5g/l. Peningkatan konsentrasi antioksidan yang diperoleh setelah dilakukan fermentasi sebesar 12.29% pada hari 4, 19.50% pada hari ke-8 dan ke-10 serta 5.29% pada hari ke-12 dibandingkan dengan pelepah sawit yang tidak mengalami proses fermentasi.

(28)

Tingginya aktivitas dan konsentrasi antioksidan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan dari kerja enzim yang dihasilkan oleh kapang P. chrysosporium. Lignin lebih efektif didegradasi oleh white-rot fungi melalui oksidasi polimer untuk menghasilkan radikal aromatik berupa radikal penoksi. Radikal penoksi akan membentuk polimer lignin kembali jika tidak segera dioksidasi kembali menjadi senyawa fenol (Martinez et al. 2005). Tingginya aktivitas antioksidan pada hari ke-10 disebabkan banyaknya jumLah dan jenis dari senyawa fenol yang dihasilkan selama waktu degradasi tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Nenkova et al. (2011) tingginya aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh jumLah dan jenis senyawa fenol yang dihasilkan. Menurut beberapa hasil penelitian ( Yu et al. 2002; Gorinstein et al. 2004) ada korelasi langsung antara kandungan total senyawa antioksidan (total polyphenol) dengan total potensial antioksidan namun ini tidaklah mutlak, lebih jauh dijelaskan bahwa senyawa fenol yang umum dilepas selama proses degradasi lignin seperti coumaric acid, vanillin dan vanilic acid terbukti memiliki reaksi yang rendah dengan radikal bebas DPPH dengan reaksi kinetik yang lambat. Kosentrasi antioksidan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 629.66-16467µg/mL untuk fermentasi pelepah sawit sementara untuk lignin fermentasi 47.24-850.95µg/mL. Kosentrasi antioksidan yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Conde et al. (2011) yang mendapatkan konsentrasi antioksidan dari beberapa sumber lignoselulola dengan perlakuan hydrothermal yaitu tongkol jagung 729 mg/l, kayu Eucalyptus 532 mg/l dan kulit almond 679 mg/l.

Tabel 2. Identifikasi senyawa monomer dari lignin dan pelepah sawit fermentasi dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

Fermentasi Lignin Pelepah sawit fermentasi

Senyawa Waktu fermentasi (hari) Waktu fermentasi (hari)

0 4 8 10 12 0 4 8 10 12

--- %--- Hydroxy benzoic acid 0.88 3.96 3.61 0.98 0.67 0.52 2.72 3.64 4.04 8.51 Hydroxy phenyl acid 0 2.63 0.64 0.87 0 0 0 0 0 0 Methoxy Phenol 0 2.65 4.32 1.32 0 3.2 3.56 6.78 4.57 3.27 2.6, dimethoxy phenol 0 0 0 15.46 7.49 0 0 0 10 0 Vanilic acid 0 0.73 0.86 7.94 5.47 0 0.90 1.24 2.61 0.87 Hydroxy Benzaldehyd 0 0 2.54 1.61 1.75 0.59 0.73 2.89 6.3 0 Syringic acid 0.59 0.73 0.59 2.39 0.49 0.78 2.49 0.48 15.65 3.69 Syringic aldehyd 0 0 0.9 2.61 1.24 2.38 2.91 3.30 4.15 2.75 Coumaric acid 0 0 0.90 4.57 3.27 0 0.47 0.59 2.39 0.49 Ferulic acid 0 3.96 1.62 2.14 1.12 0.59 1.96 6.65 3.3 6.6 Vanilin acid 0 0 2.38 3.30 3.3 0 0.90 1.24 2.61 0.87 Benzene dicarboxylic acid 0 0 0 2.91 0.57 0.98 0.64 3.52 3.65 0

(29)

dari enzim yang berkerja akan menghasilkan senyawa yang berbeda. Boerjan and Baucher (2003) menyatakan bahwa lignin terdiri dari ikatan aryl glycerol-B-aryl ether, methoxyl group, hydroxyl group, dibenzodioxocin structure dan phenol hydroxyl group. Berdasarkan senyawa fenol yang diidentifikasi diperoleh adanya senyawa methoxy phenol dan derivatnya berupa 2.6 dimethoxy phenol yang teridentifikasi dengan jumLah persentase yang terbesar. Kedua senyawa ini diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi disamping senyawa fenol lainnya. Aktivitas antioksidan yang dihasilkan dari Beech wood tar yang mengalami proses destilasi ditemukan komponen terbesar berupa: methoxyphenol, methoxy-4-methylphenol, 3-methylphenol, 4-methyl-phenol, 2-methylphenol dan phenol (Lee et al. 2005).

Komponen terbesar senyawa fenol yang ditemukan dari hasil degradasi lignin pada 10 hari fermentasi berupa 2.6 dimethoxy phenol, Vanilic acid, Coumaric acid, Vanilin acid dan Syringic aldehyd, sementara pada pelepah sawit fermentasi ditemukan komponen terbesar senyawa fenol berupa Syringic acid,

2.6 dimethoxy phenol, Hydroxy Benzaldehyd, Methoxy Phenol dan Syringic

aldehid. Senyawa fenol yang dihasilkan dalam penelitian ini baik dari fermentasi lignin maupun pelepah sawit memiliki jenis senyawa fenolik yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Conde et al. (2009) mendapatkan senyawa fenol berupa syringol, syringaldehyde, guaiacol, vanillin dan methoxyphenol lainnya dari proses hydrothermal lignin yang berasal dari pohon Olive.

Tabel 3. Kandungan dan persentase penurunan kadar lignin pelepah sawit fermentasi dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

Waktu fermentasi Kadar lignin Persentase penurunan kadar ligin

hari % %

0 25.59 0

4 21.22 17.09

8 19.45 23.99

10 18.49 27.76

12 15.82 38.19

Persentase senyawa fenol yang berasal dari ekstraksi lignin Eucalyptus yaitu vanillic acid 2.25%, syringic acid 7.37%, 3,4 dihydrobenzylaldehyd 3.79%, vanillin acid 2.04% dan syringaldehid 2.09% (Conde et al. 2011). Hydrothermal lignoselulosa menghasilkan senyawa fenol yang dominan yaitu 4-hydroxybenzoic, vanillic acid, syringic acid, p-coumaric dan ferulic acid sementara senyawa aldehid yang dihasilkan adalah 3,dihydroxybenzaldehyde,

4-hydroxybenzaldehyde, vanillin dan syringaldehyde (Conde et al. 2011).

Sementara beberapa hasil penelitian yang melakukan proses steam pada bahan lignoselulosa menghasilkan senyawa fenol produk derivat dari lignin berupa p-hydroxybenzoic acid, hydroxyphenyl acids (ferulic, vanillic, syringic dan

coumaric acids) dan aldehydes (syringaldehyde, p-hydroxybenzaldehyde dan

(30)

Rendahnya aktivitas antioksidan yang diperoleh pada proses fermentasi pada hari ke-4 dan ke-8 disebabkan pada awal fermentasi P. chrysosporium cenderung lebih dulu mendegradasi bahan yang mudah larut seperti komponen yang terdapat pada isi sel. Selain itu aktivitas enzim berupa lignin peroxidase dan manganese peroxidase yang dihasilkan oleh P. chrysosporium kemungkinan juga belum mampu mendegradasi lignin lebih banyak untuk menghasilkan senyawa fenol. Hal ini terlihat dari penurunan persentase lignin yang terjadi selama proses fermentasi (Tabel 3).

Sebaliknya rendahnya aktivitas antioksidan pada hari ke-12 fermentasi disebabkan kemungkinan karena senyawa fenol yang dihasilkan selama proses fermentasi telah dioksidasi kembali menjadi radikal penoksi oleh enzim laccase and lignin peroxidase yang dihasilkan oleh P. chrysosporium. Laccase atau ligninolitic peroxidases (LiP and MnP) dihasilkan oleh kapang pelapuk putih (white rot fungi) mengoksidasi polimer lignin menjadi radikal aromatik, proses akan berkembang melalui proses non enzimatik termasuk pemecahan ikatan C-4-ether, cincin aromatik dan ikatan Cα–Cβ serta proses demethoxylation, aldehid aromatik dilepaskan dari pemecahan ikatan Cα–Cβ lignin untuk digunakan sebagai substrat pembentuk H2O2 oleh aryl alcohol oksidase (AAO) dalam reaksi siklus redoks yang juga melibatkan aryl alcohol dehydrogenase (AAD). Radikal penoksi dari pemecahan ikatan C-4- ether bisa mengalami depolimerasi kembali menjadi polimer lignin jika tidak segera dioksidasi menjadi senyawa fenolik. Senyawa fenol bisa dibentuk kembali melalui proses reoksidasi oleh laccases atau peroxidase. Tahapan akhir dari proses ini adalah terbentuknya senyawa sederhana dari degradasi lignin yang masuk kedalam hifa kapang dan berinkoporasi kedalam jalur katabolik intraseluler (Martínez et al. 2005).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa :

(31)
(32)

BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA OLEH KAPANG

P.

chrysosporium

TERHADAP PERUBAHAN FRAKSI SERAT

DAN NILAI GIZI PELEPAH SAWIT

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui interaksi terbaik dari dosis inokulan dan waktu inkubasi biodegradasi pelepah sawit dengan P.chrysosporium terhadap perubahan nilai gizi dan fraksi serat pelepah sawit. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial. Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu dosis inokulan (105cfu/ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml) dan lama inkubasi (10, 15, dan 20 hari). Pada penelitian ke-2 diperoleh bahwa interaksi terbaik untuk biodegradasi pelepah sawit dengan P. crhysosoporium terjadi pada dosis inokulan 107cfu/ml dengan lama inkubasi 10 hari terhadap fraksi serat dan nutrient pelepah sawit fermentasi. Penurunan kandungan lignin mencapai 47.79%, NDF 40.16%, ADF 40.93%, selulosa 35.69%, hemiselulosa 36.90%, degradasi lignin 49.47%, rasio selulosa dengan lignin1.35. Tidak terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama inkubasi terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETN fermentasi pelepah sawit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah interaksi terbaik antara dosis inokulan dan lama fermentasi adalah 107cfu/ml dan 10 hari untuk penurunan kandungan lignin fermentasi pelepah sawit oleh P. crhysosporium.

Kata kunci: biodegradasi, lignin, pelepah kelapa sawit, Phanerochaete chrysosporium

ABSTRACT

The experiment was conducted to study the interaction between inoculant doses and time of fermentation with Phanerochaete chrysosporium on pH, water activity, fiber components and nutrient. This research was done based on completely randomized design with 2 factor as treatments. The first factor was inoculant doses : 105cfu /ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml, the second factor was length of fermentation : 10, 15, and 20 days. Results showed that Dose of 107cfu/ml inoculant and 10 days time of fermentation were most effectively reducing lignin (47.79%), NDF (40.16%), ADF (40.93%), Cellulose (35.69%), Hemicellulose (36.90%), lignin degradation (49.47%), the ratio of cellulose to lignin (1.35). There was no interaction between inoculant doses and time of

fermentation on fermented palm oil frond dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber, crude fat and BETN. As the conclusion, The best interaction between inoculant doses and time of fermentation was 107cfu/ml inoculants and 10 days incubation time for degradation of lignin and nutrient of fermented palm oil frond.

(33)

PENDAHULUAN

Lignoselulosa merupakan komponen utama dari biomassa yang terdapat pada tanaman yang terbentuk dari proses fotosintesis, dengan produktivitas mencapai 5x1010 ton/tahun (Sanchez, 2009; Villas-Boas et al. 2002). Komponen utama lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin (Martinez et al. 2005; Howard et al. 2003; Sanchez, 2009). Polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin terjalin dengan kuat dan secara kimia berikatan melalui kekuatan non-kovalen dan saling bertautan melalui ikatan non-kovalen (Perez et al. 2002) sementara Buranov dan Mazza (2008) menyatakan bahwa lignin berikatan dengan hemiselulosa melalui ikatan kovalen tetapi ikatan yang terjadi antara selulosa dengan lignin belum diketahui secara lengkap.

Ikatan lignoselulosa ini merupakan pembatas dalam pemanfaatan bahan pakan dalam ransum karena akan menurunkan tingkat kecernaan sehingga mengurangi nilai nutrisi pakan. Bahan pakan yang mengandung tingkat lignin yang tinggi biasanya berasal dari bahan pakan alternatif atau bahan pakan konvensional, seperti bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan. Komponen terbesar dari lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan makromolekul yang dibentuk dari gula yang berbeda, sementara lignin merupakan polimer aromatik yang dibentuk dari prekusor phenylpropanoid. Komposisi dan proporsi dari senyawa ini bervariasi antar tanaman (Prassad et al. 2007; Perez-diaz et al. 2005; John et al. 2006). Organisme yang paling berperan dalam mendegradasi lignoselulosa adalah kapang, terutama kapang yang termasuk dalam kelompok basidiomycetes (Ten dan Teunissen. 2001; Bennett et al. 2002; Rabinovich et al. 2004). Salah satunya adalah kapang Phanerochaete chrysosporium yang mampu mendegradasi lignoselulosa secara efektif (Tuomela et al. 2002) yaitu mendegradasi komponen lignin terlebih dahulu diikuti dengan komponen selulosa dan hemiselulosa. Salah satu bahan pakan yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan pakan ruminansia dan berasal dari limbah perkebunan adalah limbah kelapa sawit, salah satunya berupa pelepah sawit. Komposisi kimia pelepah sawit adalah sebagai berikut: Bahan Kering (BK) 21.68%, Protein Kasar (PK) 5.28%, Neutral Detergent Fiber (NDF) 65.59%, Acid Detergent Fiber (ADF) 52.72%, Hemiselulosa 12.87%, Selulosa 27.79%, dan Lignin 25.42% (Laboratorium Ilmu dan Tekhnologi Fapet IPB, 2012 dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Pakan Ternak UNPAD, 2012). Komposisi kimia ini dapat bervariasi karena faktor dari area geografis, kondisi iklim, kimia tanah maupun pemupukan yang dilakukan di daerah perkebunan.

(34)

maupun secara biologis berupa pamanfaatan bakteri maupun kapang. Jenis kapang yang memiliki kemampuan degradasi lignosululosa yang tinggi adalah kapang yang termasuk dalam white rot fungi. Kapang ini salah satunya adalah P. chrysosporium diketahui menghasilkan enzim lignin peroxidase, manganese peroxidase dan laccase.

Biodegradasi merupakan proses perubahan substrat oleh mikroorganisme yang melibatkan sejumLah reaksi menjadi produk yang lebih sederhana. Aktivitas merombak komponen substrat membutuhkan nutrient yang diperoleh dari hasil perombakan. Proses biodegradasi dengan menggunakan kapang P.chrysosporium 7.5% pada pelepah sawit mampu menurunkan kandungan NDF sampai 37.28%, ADF 35.79% dan lignin 40.31%, selulosa 6.37% dan hemiselulosa 41.29% (Imsya dan Palupi, 2009) namun hasil ini belum optimal karena banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam proses fermentasi. Faktor yang sangat berperan untuk mendapatkan hasil fermentasi yang optimal diantaranya adalah dosis dan lama fermentasi, kedua hal ini memegang peranan penting dalam proses fermentasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi antara dosis inokulan yang digunakan dengan lama fermentasi terhadap perubahan nilai gizi dan perubahan fraksi serat pada pelepah sawit yang difermentasi oleh P chrysosporium.

METODE PENELITIAN

Bahan baku yang digunakan dalam percobaan ini adalah pelepah sawit yang dikering udarakan dan dicacah sepanjang 2 cm kemudian digiling dengan ukuran 5mm. Inokulan yang digunakan adalah P.chrysosporium yang dibiakan dalam media PDA pada suhu 30oC selama 4 hari sebelum digunakan sebagai substrat dan media Potatos Dextrose Broth (PDB)

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, dimana dosis inokulan terdiri dari 105cfu/mL, 106cfu/mL dan 107cfu/mL serta lama waktu fermentasi yaitu 10, 15 dan 20 hari sebagai perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali

Pelaksanaaan penelitian

Proses Fermentasi. Kapang P.chrysosporium 106 cfu/mL diinokulasi ke dalam media PDB sebanyak 25mL dan dikocok menggunakan shaker selama 3 hari. Total populasi spora yang diperoleh pada media PDB yaitu 105cfu/mL, 106cfu/mL dan 107cfu/mL dipilih untuk digunakan sebagai dosis inokulan yang selanjutnya difermentasikan ke dalam 15g pelepah sawit yang sudah digiling dengan ukuran 5mm, lama proses fermentasi dilakukan sesuai dengan perlakuan.

(35)

Rasio Selulosa Lignin. Rasio selulosa lignin (RSL) merupakan perbandingan kandungan selulosa substrat terhadap lignin pada perlakuan yang sama, besaran angka RSL ditentukan dengan persamaan :

Rasio Selulosa Lignin =

Degradasi Lignin. Degradasi lignin dalam substrat sebelum dan setelah difermentasi dihitung dengan persamaan :

Degradasi Lignin (%) = x 100%

Lo = Kandungan lignin substrat sebelum fermentasi (%) Lt = Kandungan lignin substrat setelah fermentasi (%) BKo = Bahan kering sebelum fermentasi (%)

BKt = Bahan kering setelah fermentasi (%)

Analisis Data. Data hasil penelitian dianalisa dengan analisa statistik sesuai dengan rancangan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multi Range Test (Steel dan Torrie, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH) dan Aktivitas Air (Aw) selama Proses Fermentasi

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. pH menggambarkan kondisi asam basa dan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu mikroba (Rahayu dan Nurwitri, 2012). pH awal dari substrat yang digunakan adalah 5.97 sementara nilai rataan pH yang diperoleh selama proses fermentasi pelepah sawit dengan P. chrysosporium berkisar antara 4.73-5.25. Terjadi penurunan pH pada hari ke-10 fermentasi yaitu menjadi 4.73 dan akan meningkat kembali pada hari ke-15 dan ke-20 fermentasi dengan nilai masing-masing adalah 4.85 dan 5.25. Penurunan pH tertinggi pada hari ke-10 diduga karena pada saat ini banyak terbentuk asam-asam organik sebagai akibat aktivitas dari proses fermentasi yang terjadi. Nelson dan Suparjo (2011) mendapatkan penurunan nilai pH seiring dengan semakin lamanya fermentasi, hal ini disebabkan karena asam organik yang dihasilkan mempengaruhi keasaman substrat.

(36)

pengukuran nilai Aw selama proses fermentasi, nilai Aw memenuhi batas minimum untuk pertumbuhan kapang P. chrysosporium

Perubahan Kandungan Fraksi Serat Pelepah Sawit Fermentasi dengan P.chrysosporium

Pengaruh dosis inokulan dan lama fermentasi dievaluasi dengan terjadinya perubahan fraksi serat yang terdapat pada pelepah sawit. Terdapat interaksi antara dosis inokulan yang digunakan dengan lama fermentasi pada hampir semua parameter fraksi serat yang diukur. Semakin besar dosis inokulan yang digunakan menghasilkan penurunan (P<0.05) kandungan NDF dan ADF yang semakin besar. Lama masa inkubasi memberikan penurunan kandungan NDF dan ADF terbesar hanya sampai pada hari ke-10 fermentasi. Pada hari ke-15 dan ke-20 penurunan kandungan NDF dan ADF yang diperoleh tidak begitu besar kecuali pada interaksi dosis inokulan 107cfu/mL dengan lama fermentasi 20 hari. Penurunan kandungan NDF terbesar terjadi pada interaksi dosis inokulan 107cfu/mL dan lama fermentasi 20 hari yang menghasilkan penurunan kandungan NDF sebesar 42.50% dan penurunan kandungan ADF sebesar 40.96%. Kandungan NDF pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 65.59% sementara rataan kandungan NDF yang diperoleh setelah proses fermentasi berkisar antara 37.72-48.14%. Kandungan ADF pelepah sawit sebelum fermentasi 52.72% setelah proses fermentasi maka terjadi penurunan kandungan ADF yaitu berkisar 31.12-36.84% (Tabel 4 dan 5).

Tabel 4. Kandungan NDF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis inokulan (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 47.36 e ±0.63 47.68 e ±0.34 48.14 e ±0.78 106 40.85 c ±0.22 43.17 d ±0.76 42.45 d ±0.43 107 39.25 b ±0.54 39.67 b ±0.52 37.72 a ±0.09 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 5. Kandungan ADF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 35.69 de ±0.47 34.02 cd ±0.37 36.84 e ±0.15 106 33.21 bc ±0.68 34.41 cd ±2.80 32.58 abc ±0.51 107 31.14 a ±0.68 31.45 ab ±0.21 31.12 a ±0.48 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

(37)

Nelson dan Suparjo (2011) menyatakan bahwa kandungan NDF dan ADF mengalami perubahan yang fluktuatif selama proses fermentasi. Kalau dilihat dari dosis inokulan yang digunakan, maka dengan semakin banyak dosis inokulan yang digunakan semakin besar penurunan kandungan NDF dan ADF. Hal ini disebabkan jumLah kapang yang semakin banyak memungkinkan produksi enzim juga akan semakin besar sehinga proses kerja kapang dalam mendegradasi dinding sel akan semakin meningkat. Nurhaita et al (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi level inokulum yang digunakan maka akan semakin banyak mikroba yang menghasilkan enzim untuk melakukan perombakan dalam proses fermentasi.

Penurunan kandungan NDF dan ADF disebabkan karena terjadinya perombakan pada dinding sel oleh kapang P.chrysosporium yang menyebabkan terjadinya perubahan kandungan fraksi serat. Akumulasi penurunan komponen fraksi serat (selulosa, hemiselulosa dan lignin) tergambar pada terjadinya penurunan kandungan NDF dan ADF. Seperti yang dinyatakan oleh Van Soest (2002) komponen penyusun dinding sel (NDF) terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sementara ADF terdiri dari komponen selulosa dan lignin. Zeng et al. (2010) menyatakan bahwa beberapa spesies kapang pelapuk putih Basidomycetes mampu memecah semua komponen lignoselulosa.

Penurunan kandungan NDF pelepah sawit fermentasi berkisar antara 26.60-42.49% sementara untuk kandungan ADF terjadi penurunan berkisar 30.12-40.97%, hasil penurunan kandungan NDF dan ADF pelepah sawit fermentasi pada penelitian ini lebih tinggi dari hasil penurunan kandungan NDF dan ADF pada fermentasi kulit buah kakao yang juga difermentasi dengan P.chrysosporium (Nelson dan Suparjo, 2011) dengan penurunan kandungan NDF berkisar 17.34-33.90% dan ADF berkisar 10.61-22.65%. Perbedaan persentase penurunan kandungan NDF dan ADF ini terjadi karena jumLah inokulan yang digunakan berbeda sehingga juga mempengaruhi jumLah enzim yang dihasilkan untuk mendegradasi komponen NDF dan ADF. Hasil penelitian Haddin et al. (2009) mendapatkan penurunan kandungan NDF dan ADF Olive pomace yang difermentasi dengan 106cfu/mL P.chrysosporium pada lama fermentasi 10 hari masing-masingnya adalah 31.54% dan 39.74% dan terjadi peningkatan penurunan kandungan NDF sebesar 45.85%, ADF 59.33% pada lama fermentasi 20 hari.

Terdapat interaksi antara dosis inokulan dengan lama fermentasi terhadap kandungan selulosa dan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi. Penurunan terbesar (P<0.05) kandungan selulosa dan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi terjadi pada hari ke-10 fermentasi dengan dosis inokulan 105cfu/mL. Terjadi fluktuasi kandungan selulosa dan hemiselulosa setelah 10 hari fermentasi sampai pada hari ke-20 baik pada kandungan selulosa maupun pada kandungan hemiselulosa. Kandungan selulosa pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 27.79% setelah proses fermentasi kandungan selulosa pelepah sawit berkisar 14.41-17.87%. Kandungan hemiselulosa pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 12.87% dan terjadi penurunan kandungan hemiselulosa setelah proses fermentasi dengan P.chrysosporium menjadi 6.58-11.68%. Pada dosis inokulan 105cfu/mL dan lama fermentasi 15 hari terjadi peningkatan kandungan hemiselulosa menjadi 13.66% (Tabel 6 dan 7)

(38)

P.chrysosporium dalam mendegradasi serat yang terdapat pada dinding sel tanaman. Fadillah et al. (2008) menyatakan bahwa kapang P.chrysosporium selain menghasilkan enzim untuk mendegradasi lignin, kapang tersebut juga menghasilkan enzim yang dapat mengurai selulosa, enzim yang dihasilkan diantaranya adalah kuinon reduktase dan selulase. Selulase berperan dalam menghidrolisis selulosa yang berkerjasama dengan campuran dari komplek enzim

protein dalam menghidrolisa ikatan β-1,4-glikosida. Selulase bisa dibagi kedalam 3 kelompok enzim utama sesuai dengan aktivitasnya yaitu endoglucanase atau endo-1-4-β-glucanase (EC 3.2.1.4), cellobiohydrolase (EC 3.2.1.91) dan β -glucosidase (EC 3.2.1.21). (Rabinovich et al. 2004). Endoglucanase merupakan enzim yang berkerja pertama kali untuk membuka bagian amorf dari selulosa untuk selanjutnya proses hidrolisis dari bagian kristal selulosa akan dilakukan oleh cellobiohydrolase. Hampir 40-70% enzim selusase yang dihasilkan oleh kapang merupakan cellobiohydrolase. Cellobiohydrolase akan memindahkan monomer dan dimer yang terdapat pada ujung rantai glukan. β-glucosidase selanjutnya akan menghidrolisis dimer glukosa menjadi glukosa (Robinovich et al.2002.

Tabel 6. Kandungan selulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 14.46 d ±0.70 14.41 d ±0.62 17.20 ab ±0.29 106 16.95 abc ±0.75 16.01 c ±0.04 17.32 ab ±0.45 107 17.87 a ±0.77 17.55 ab ±0.37 16.61 bc ±0.36 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

(39)

memecah kelompok asetil, dan α-galactosidases menghidrolisis residu galaktosa. Akhirnya, β-mannosidase dan β-glikosidase memecah endomannan untuk menghasilkan oligomer ikatan β-1,4.

Tabel 7. Kandungan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 11,68b ±1,07 13,66 a ±0,45 11,30 bc ±0,71 106 7,64ef ±0,81 10,42 cd ±0,77 9,87 d ±0,09 107 8,12e ±0,16 8,22 e ±0,49 6,58 f ±0,42

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Penurunan terkecil kandungan selulosa sebagai akibat dari proses degradasi oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang P.chrysosporium terjadi pada dosis inokulan 107cfu/mL dengan lama inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan 35.70%. Sementara untuk hemiselulosa penurunan terkecil terjadi pada dosis inokulan 105cfu/mL dengan lama inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan 9.25%. Hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Haddadin et al. (2009) yang melakukan proses fermentasi pada Olive pomace oleh kapang 106

cfu/mL P.chrysosporium dengan lama fermentasi 10 dan 20 hari yang

mendapatkan hasil penurunan kandungan selulosa sebanyak 26.10% dan 49.80% namun tidak terjadi perubahan pada kandungan hemiselulosa. Nelson dan Suparjo (2011) mendapatkan penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa pada fermentasi kulit buah kakao dengan P.chrysosporium sebesar 20.26% dan 66.21% pada lama inkubasi 25 hari sementara pada 10 hari fermentasi terjadi penurunan kandungan hemiselulosa 28.23% dan kenaikan kandungan selulosa 3.5%. Perbedaan jumLah penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa ini kemungkinan disebabkan karena jenis substrat yang berbeda.

Lignin merupakan bagian dari ikatan lignoselulosa yang terdapat pada dinding sel tanaman. Kandungan lignin pelepah sawit sebelum fermentasi cukup tinggi yaitu 25.42%, setelah difermentasi dengan P. chrysosporium terjadi penurunan yang signifikan (P<0.05) berkisar 13.27-21.23% pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda (Tabel 8). Terdapat pengaruh interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap penurunan kandungan lignin pelepah sawit fermentasi. Penurunan kandungan lignin terbesar terjadi pada dosis inokulan

107cfu/mL dengan lama masa inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan

47.79%.

(40)

bahwa fermentasi terhadap tongkol kapas oleh kapang P. chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada waktu fermentasi 4-10 hari. Sementara Nelson dan Suparjo (2011) menyatakan bahwa fase pertumbuhan stasioner kapang P. chrysosporium terjadi pada fermentasi 10 hari dimana enzim yang dihasilkan lebih banyak. Produksi enzim yang lebih banyak dapat membuat kapang memiliki kemampuan lebih besar untuk mendegradasi lignin. Terjadi penurunan kandungan lignin sebesar 63.9% dari fermentasi Olive pomace oleh P. chrysosporium pada 20 hari fermentasi dan 46.44% pada lama fermentasi 10 hari (Haddin et al. 2009).

Tabel 8. Kandungan lignin pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 21.23 g ±0.52 19.61 f ±0.43 19.64 f ±0.16 106 16.26 e ±0.41 16.73 e ±0.08 15.24 d ±0.25 107 13.27 a ±0.29 13.91 b ±0.16 14.51 c ±0.27 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Kehilangan kandungan lignin tergambar dari persentase degradasi lignin

selama proses fermentasi berkisar antara 17.34-49.47% (Tabel 9). Terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap degradasi lignin (P<0.05). Semakin banyak dosis inokulan yang digunakan dan semakin lama waktu fermentasi menghasilkan degradasi lignin yang semakin besar. Pada dosis inokulan 107cfu/mL persentase degradasi lignin menunjukkan penurunan dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Penurunan ini diduga terkait dengan ketersedian nutrient hasil perombakan komponen lignoselulosa untuk pertumbuhan kapang itu sendiri. Perubahan kandungan lignin pada substrat terjadi karena perombakan struktur lignin menjadi komponen yang lebih sederhana (Nelson dan Suparjo, 2011).

Tabel 9. Degradasi lignin pelepah sawit fermentasi dengan P.chrysosporium pada lama fermentasi dan dosis inokulan yang berbeda

Dosis (cfu/Ml)

Lama Fermentasi (Hari)

10 15 20

--- % --- 105 17.34f ± 5.07 20.58ef ± 2.33 23.84e ± 3.14 106 34.14d ± 2.29 33.16d ± 2.17 40.10c ± 2.87 107 49.47a ± 1.98 45.38ab ± 2.11 43.9 bc ± 2.19

Keterangan: Superskrip ya

Gambar

Tabel 2. Identifikasi senyawa monomer dari lignin dan pelepah sawit fermentasi
Tabel 17. Komposisi bahan pakan dan kimia ransum penelitian (%)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian pembahasan, maka disimpulkan bahwa (1) proses fonologis terjadi apabila dua morfem berhubungan atau diucapkan sesudah yang lain, sehingga menimbulkan perubahan

Dan secara khusus dapat disimpulkan manajemen siswa yang diterapkan pada SDN 02 Curup Timur dan SDIT Robby Roddyah Curup sangat memperhatikan tumbuh kembang siswa yang

Pada sistem eksitasi pakai sikat, sebagai pengeksitasi digunakan generator exciter berdaya kecil yang membangkitkan gaya gerak listrik arus ac, arus ac yang

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang-penambang Kobalt di Schneeberg ( lebih dari 50% meninggal akibat kanker paru ) berkaitan dengan adanya bahan

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 tradisi perkawinan yang dilakukan di Desa Pengembur yaitu dengan cara melarikan seorang gadis dari kekuasaan orang tua yang dalam

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu nila pandu (Oreochromis niloticus) memiliki ketahanan yang cukup tinggi hingga kepadatan 10 9 terhadap infeksi bakteri

Madrasah diniyah yang selama ini menjadi lembaga formal pesantren sangat membantu dalam memberikan pemahaman keagamaan dan pembentukan ahklak yang karimah dengan kurikulum yang

Implementasi strategik di MAN Kunir Kabupaten Blitar dilakukan melalui: tim perumus terdiri dari kepala madrasah, waka, 2 orang guru dan komite madrasah, pembentukan tim